BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Arsitektur merupakan sintetis integral antara teori dan praktik. Teori tidak bisa dilepaskan dari dunia nyata, baik dunia yang merupakan lingkungan fisik maupun berupa lingkungan kehidupan intelektual manusia. Untuk mempelajari dan mengerti kondisi yang ada diperlukan teori. Sebaliknya, agar teori tersebut bisa mendapatkan nilai objektivitas, maka pengembangannya haruslah bersumber pada bukti nyata sebagai data yang pasti. Karena lingkungan itu tidak hanya berada di dalam kepala atau pikiran seseorang, tentu akan sangat berbahaya apabila kita mengabaikan dunia nyata. Memang lingkungan yang ada dalam pikiran seseorang (lingkungan subjektif) merupakan hal penting dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Lingkungan subjektif tersebut tidak bersemi dan tumbuh sepenuhnya hanya dalam benak seseorang, tetapi berkaitan dengan dunia di luar pikirannya. Lingkungan subjektif ini dapat ditransformasikan. Akan tetapi, yang dapat ditransformasikan sesungguhnya adalah lingkungan objektif, yang sekaligus berkaitan erat dengan kondisi di luar pikiran seseorang. Studi perilaku lingkungan menaruh perhatian pada proses transformasi ini dan pada mekanisme hubungan manusia dengan seluruh lingkungan yang terlibat dalam proses tersebut. Sejauh mana dimensi manusia telah menjadi bahan pertimbangan dalam pembentukan teori arsitektur, akan ditinjau. Para ahli dari kalangan profesi perancang landscape, sama-sama merasakan bahwa studi perilaku lingkungan dapat membantu perancang dengan teori, model dan konsep untuk mengertikan interaksi antara lingkungan dan manusia dan mengerti desain arsitektur dengan lebih baik. Model pengambilan keputusan dan model perancangan sebagai metodologi desain adalah gambaran bagaimana pendekatan desain lingkungan cybernetics cybernetics dan teori positif dari studi perilaku lingkungan memberi kontribusi bagi proses desain arsitektur atau a tau desai lingkungan. Manusia dan lingkungan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Setiap aspek kehidupan yang dijalaninya manusia selalu berada pada sebuah lingkungan tertentu. Lingkungan memiliki peran penting dalam mendukung pola
1
perilaku hingga karakter manusia. Lingkungan juga menjadi sarana manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam prosesnya, akan terlihat pola perilaku yang berbeda – berbeda – beda. beda. Barker seorang tokoh psikologi ekologi yang mengembangkan penelitian perilaku individual di lapangan,bukan di laboratorium seperti pada umumnya perilaku psikologi tradisional, menelusuri bahwa pola perilaku manusia berkaitan be rkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya, fis iknya, dan melahirkan konsep „tatar perilaku‟ (behavior setting ). ). Behavior
setting terjadi
pada
pertemuan
antara
individu
dan
lingkungannya. Seorang arsitek melalui pengamatan behavior setting dalam perencanaan proyek tertentu dapat membantu untuk mengenal sistem sosial dari dalam setting, dalam setting, dalam arti melihat pola-pola perilaku sistematis yang ditunjukkan oleh penghuni lingkungan tertentu. Dengan demikian, hasil pengamatan ini dapat memperluas wawasan pengetahuan arsitek tentang manusia dari perspektif yang berbeda bukan dari teori semata.
1.2 Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah : a) Bagaimana analisis Behavior Setting pada objek studi kasus? b) Bagaimana analisis penyimpangan Behavior setting terhadap objek studi kasus? c) Bagaimana solusi yang diberikan untuk mengatasi masalah penyimpangan Behavior setting pada objek studi kasus?
1.3 Tujuan
a) Untuk mengetahui analisis behavior setting pada objek studi kasus d) Untuk mengetahui analisis penyimpangan Behavior penyimpangan Behavior setting terhadap objek studi kasus. b) Untuk
mengetahui
solusi
yang
diberikan
untuk
mengatasi
masalah
penyimpangan Behavior penyimpangan Behavior setting pada objek studi kasus.
2
1.4 Manfaat
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat diuraikan manfaat dari pembuatan makalah ini adalah : a) Teoritis
Mampu memahami prinsip-prinsip dasar Behavior Setting terhadap pengaplikasiannya didalam aktivitas.
Mampu menerapkan prinsip-prinsip dasar sistem Behavior Setting pada mata kuliah merancang arsitektur.
b) Praktis
Mengetahui sejauh mana mahasiswa mampu memahami Behavior Setting untuk mendukung kinerja bangunan melalui proses pembelajaran yang sudah dijalankan.
Mengetahui sejauh mana mahasiswa mampu menerapkan Behavior Setting pada mata kuliah merancang arsitektur.
1.5 Metodologi
Dalam mengumpulkan data-data, penulis menggunakan beberapa teknik, diantaranya observasi, wawancara, dan tinjauan pustaka. a) Observasi Dengan melakukan pengamatan langsung yang dilakukan oleh penulis untuk mencari data, data, informasi,
dan dokumentasi terhadap behavior behavior setting dan
prilaku penyimpangan peletakkan troli secara sembarangan di areal parkir kendaraan yang dilakukan pengunjung Tiara Dewata sehingga penulis dapat merasakan langsung situasi di lapangan. b) Tinjauan atau Kajian Pustaka Dengan mengambil beberapa sumber yang relevan, baik itu dari media elektronik maupun non-elektronik, seperti: pada internet ataupun buku-buku referensi lainnya yang dapat mendukung penulisan ini serta disusun secara terstruktur (berhubungan), sesuai dengan topik yang akan dibahas, yakni mengenai behavior setting Areal Parkir Kendaraan di Pusat Perbelanjaan Tiara Dewata
3
BAB II KAJIAN TEORI
Behavior setting terjadi pada pertemuan antara individu dan lingkungannya. Apabila bangunan atau lingkungan binaan sudah dipakai dan ternyata digunakan dengan cara yang tidak terantisipasi sebelumnya oleh perancang, ataupun terdapat perubahan perilaku pengguna secara tiba-tiba dan tidak terduga ketika memasuki lingkungan tertentu, pengamatan behavior setting ini akan menjadi data masukan yang sangat menarik bagi arsitek ataupun perancang lingkungan, baik untuk perancangan
fasilitas
sejenis
maupun untuk penataan
ulang fasilitas
yang
bersangkutan. . 2.1 Definisi Behavior Setting
Roger Barker dan Herbert Wright memakai istilah behavior setting untuk menjelaskan tentang kombinasi perilaku dan milieu tertentu, Salah satu contoh, ketika seorang dosen menyiapkan suatu perkuliahan, atau seorang direktur menyusun agenda rapat tim direksinya, maka setiap orang bertindak untuk memastikan akan keberadaan suatu behavior setting. Pada setiap kasus tersebut, direncanakan adanya serangkaian aktivitas bersama orang lain ketika terdapat sejumlah pola perilaku tertentu yang dikombinasikan dengan objek tertentu dalam batasan ruang dan waktu tertentu.
2.2 Kriteria dan Jenis Behavior Setting
Barker dan Wright (1968) dalam Laurens (2005:175) mengungkapkan ada kelengkapan kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah entitas, agar dapat dikatakan sebagai sebuah behaviour setting yang merupakan suatu kombinasi yang stabil antara aktivitas, tempat, dengan kriteria sebagai berikut :
Terdapat suatu aktifitas berulang, berupa suatu pola prilaku ( standing patern of behavior). Dapat terdiri atas satu atau lebih pola prilaku ekstraindividual.
Dengan tata lingkungan tertentu (Circumfacent milieu), mileu ini berkaitan dengan pola prilaku.
Membentuk suatu hubungan yang sama antar keduanya, ( synomorphy) Dilakukan pada priode waktu tertentu.
4
2.3 Sistem Setting
Menurut Barker (1968), dalam Laurens (2004:131), behaviour setting di sebut juga dengan “tatar perilaku” yaitu pola perilaku manusia yang berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya. Senada dengan Haviland (1967), dalam Laurens (2004:131),
bahwa
tatar
perilaku
sama
dengan
“ruang
aktivitas”
untuk
menggambarkan suatu unit hubungan antara perilaku dan lingkungan bagi perancangan arsitektur. Selanjutnya yang harus dipenuhi oleh sebuah entitas untuk menjadi sebuah behaviour setting menurut Laurens (2004:136), adalah : 1. Aktivitas 2. Penghuni 3. Kepemimpinan, Untuk mengetahui posisi fungsional penghuni, untuk mengetahui peran sosialnya yang ada didalam komunitas tersebut. 4. Populasi, Sebuah setting dapat mempunyai banyak atau sedikit partisipan. Komunitas dianggap lebih baik apabila memiliki banyak setting. 5. Ruang, Ruang tempat terjadinya setting tertentu sangat beragam, bisa di ruang terbuka atau ruang tertutup. 6. Waktu, Kelangsungan sebuah setting dapat terjadi secara rutin atau sewaktu-waktu. Durasi pada setting yang sama dapat berlangsung sesaat atau terus-menerus sepanjang tahun. 7. Objek 8. Mekanisme Pelaku Terdapat dua model pengamatan atau observasi dalam penelitian arsitektur dan perilaku manusia, yaitu model dengan metoda place centered map dan person centered map. 1. Metoda Place Centered Mapping Menuurt haryadi (1995), metode atau teknik ini adalah pemetaan berdasarkan tempat dimana kegiatan berlangsung, bertujuan untuk mengetahu bagaimana manusia atau kelompok manusia memanfaatkan, menggunakan, atau mengakomodasi perilakunya dalam suatu situasi waktu dan tempat tertentu. Perhatian dari teknik atau metoda ini adalah suatu tempat yang spesifik baik kecil, atau pun besar dalam satu setting yang tetap.
5
2. Metoda Person Centered Mapping Salah satu metoda penelitian arsitektur penelitian dan perilaku yang dikenalkan oleh Sommer (1980), yaitu metoda person centered mapping. Metoda ini menekankan pada pergerakan manusia pada periode waktu-waktu tertentu, dimana teknik ini berkaitan dengan tidak hanya satu tempat atau lokasi, akan tetapi beberapa tempat atau lokasi. Metoda ini mengharuskan peneliti berhadapan dengan seseorang atau kelompok manusia yang khusus diamati. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan teknik ini adalah sebagai berikut : a. Menentukan jenis sampel person yang akan diamati (aktor atau penggunaan ruang secara individu) b. Menentukan waktu pengamatan (pagi, siang dan malam) c. Mengamati aktivitas yang dilakukan dari masing-masing sampel person d. Mencatat aktivitas sampel person yang diamati dalam matriks atau table. Metoda person centered mapping dilakukan dengan membuat alur sirkulasi sampel person di area yang diamati atau di peta untuk mengetahui dari mana dan kemana orang pergi dengan mengidentifikasi arah lintasan pergerakannya. Metoda lain yang dikenalkan oleh Sommer adalah Phsycal traces atau jejak-jejak fisik. Pengamatan terhadap jejak-jejak fisik hasilnya dapat disajikan dalam bentuk rekaman tanda-tanda yang ditinggalkan oleh kegiatan yang berlangsung sebelumnya. Menurut Rapoport (1982), setting merupakan tata letak dari suatu interaksi antara manusia dengan lingkungannya, setting mencakup lingkungan tempat manusia (komunitas) berada (tanah,air,ruangan,udara,pohon,makhluk hidup lainnya) yaitu untuk mengetahui tempat dan situasi dengan apa mereka berhubungan sebab situasi yang berbeda mempunyai tata letak yang berbeda pula. Dalam konteks ruang, setting dapat dibedakan atas setting fisik dan setting kegiatan/ aktifitas. Berdasarkan elemen pembentuknya, setting dapat dibedakan atas : (Rapoport, 1982) 1. Elemen fixed , merupakan elemen yang pada dasarnya tetap atau perubahannya jarang. Secara spasial elemen-elemen
ini dapat di
6
organisasikan ke dalam ukuran, lokasi, urutan dan susunan. Tetapi dalam suatu kasus fenomena, elemen-elemen ini bisa dilengkapi oleh elemnelemen yang lain, meliputi : bangunan dan perlengkapan jalan yang melekat. 2. Elemen semi fixed , merupakan elemen-elemen agak tetap tapi tetap berkisar dari susunan dan tipe elemen, seperti elemen jalan, tanda iklan, etalase toko dan elemen-elemen urban lainnya. Perubahannya cukup cepat dan mudah. 3. Elemen non Fixed , merupakan elemen yang berhubungan langsung dengan tingkah laku atau perilaku yang di tujukan oleh manusia itu sendiri yang selalu tidak tetap, seperti posisi tubuh dan postur tubuh serta gerak anggota tubuh. Meliputi, pejalan kaki, pergerakan kendaraan motorise dan non motorise.
2.4 Sistem Aktifitas
Menurut Chapin dan Brail (1969;Porteous,1977), dalam Laurens (2005:184), sistem aktivitas dalam sebuah lingkungan terbentuk dari rangkaian sejumlah behavior setting .
Sistem
aktivitas
seseorang
menggambarkan
motivasi,
sikap,
dan
pengetahuannya tentang dunia dengan batasan penghasilan, kompetisi, dan nilai-nilai budaya yang bersangkutan. Laurens (2005:184), menyebutkan dalam pengamatan behavior setting, dapat dilakukan analisis melalui beberapa cara, antara lain sebagai berikut,
a. Mengugunakan Time Budget Time Budget memungkinkan orang mengurai/mendekomposisikan suatu aktivitas sehari-hari, aktivitas mingguan atau musiman, kedalam seperangkat behavior setting yang meliputi hari kerja mereka, atau gaya hidup mereka (Michelson dan Reed, 1975). Fungsi dan time budget adalah memperlihatkan bagaimana seseorang individu mengonsumsi atau menggunakan waktunya.
Jumlah waktu yang dialokasikan untuk kegiatan tertentu, dengan variasi waktu dalam sehari, seminggu, atau semusim.
Frekuensi dari aktivitas dan jenis aktivitas yang dilakukan.
Pola tipikal dari aktivitas yang dilakukan.
7
b. Melakukan Sensu Sensus adalah istilah yang dikemukakan oleh para ahli psikologi lingkungan untuk menggambaan proses pembelajaran semua aktivitas seorang individu dalam waktu tertentu dengan metode pengamatan. Seperti yang dilakukan Barker dan Wright dengan mengamati perilaku seseorang anak sepanjang hari. Cara ini dipakai dengan tujuan mendapatkan pengertian mengenai, misalnya bagaimana paa pekerja menggunakan bangunan. Untuk mendapatkan data mengenai pola interaksi dalam lingkungan tersebut, dilakukan sejumlah pengamatan yang membandingkan bagian demi bagian dalam sebuah lingkungan, atau membanndingkan lingkungan yang sama pada waktu yang berbeda, dan memandingkan lingkungan yang berbeda sama sekali. Biasanya tahun dilakukannya survey atau pengamatan meru[akan suatu interval tertentu untuk mendapatkan data rata – rata dari fluktuasi perubahan yang mungkin terjadi karena adanya pergantian penghuni, musim, atau factor lain. Hal yang dapat mewakili data pengamatan behavior Setting meliputi :
Manusia (siapa yang datang, ke mana dan mengapa, siapa yang mengendalikan setting?)
Karakteristik ukuran (berapa banyak orang per jam ada di dalam setting bagaimana ukuran setting secara fisik, berapa sering dan berapa lama setting itu ada?)
Objek ( ada berapa banyak objek dan apa jenis objek yang dipakai dalam Setting, kemungkinan apa saja yang ada bagi stimulasi, respon, dan adaptasi? )
Pola aksi (aktivitas apa saja yang terjadi di sana, seberapa sering terjadi pengulangan yang dilakukan orang?). Setiap setting diamati secara individual. Orang – orang yang memiliki informasi
dan pengetahuan dapat dimintai keterangannya mengenai setting yang bersangkutan. Adanya sampel dari semua setting meruakan kekuatan metode ini karena dapat menghindari terjadinya masalah sampling. Namun, sealigus juga merupakan kelemahan metode ini karena menjadi sangat sulit untuk mendekati semua lingkungan. Dari observasi bisa diketahui kondisi lingkungan secara fisik, seperti jumlah, jenis tatanan perabot yang ada. Melalui pengukuran yang lebih rinci bias diketahui
8
keadaan ambiennya seperti suhu ruangan, kelembaban, pencahayaan ruangan, atau tingkat kebisingan. Analisis sistem fungsional, termasuk aktivitas dan komponen fisik. Melalui pengamatan dapat diperoleh data bagaimana ruang digunakan dan fungsi – fungsi apa saja yang ada. Seperti terlihat disini, ruang digunakan sebagai kantor dan gudang. Melalui pengamatan yang lebih tajam, dapat dikenali yang manakah aktivitas yang lebih dominan. Dengan tatanan kantor yang terbuka, ketika seseorang staf masuk membawa sesuatu atau mendiskusikan suatu dengan seseorang. Staf lain telihat terganggu. Melalui pengamatan juga dapat diketahui bagaimana interaksi antara kedua staf tersebut.
c. Studi Asal dan Tujuan Studi asal dan tujuan adalah suatu studi yang mengamati, mengidentifikasi awal dan akhir dari pola – pola pergeraan. Studi semacam ini menggambarkan pola perilaku yang sesungguhnya terjadi, bukan hanya seperti yang dibayangkan oleh arsitek, melainkan yang membentuk kehidupan seseorang atau sekelompok orang. Studi asal dan tujuan merupakan pendekatan akro yang dapat diterapkan pada skala tahun atau skala bangunan. Rancangan tang dibuat semata – mata berdasarkan imajinasi arsitek sering kali menjadi rancangan yang ideal bagi arsitek, tetapi mungkin miskin akan affordances dan peluang – peluang bagi seseorang pengguna untuk memenuhi kebutuhannya. Citra suatu tempat dapat dipelajari dari komponen visual yang membentuk citra atau aura tempat ataulingkungan tersebut. Bagaimana persepsi pengguna terhadap lingkungan dan memberi respons terhadap affordances yang ada. Melalui studi asal dan tujuan ini, yang dapat dilakukan dengan bantuan fotografi atau film, dapat dibuat rekaman untuk mengungkapkan pengalamanvisual dan spasial dan mempelajari sekuen ruang serta perilaku pengguna dalam ruang secara runtut dan logis.
9
2.5 Hubungan antara Setting dan Perilaku Manusia
Menurut Roger Barker dalam Veitch & Arkkelin (1995), evaluasi terhadap kecocokan antara lingkungan dengan perilaku yang terjadi pada konteks lingkungan atau sebaliknya, melainkan kedua hal tersebut saling menentukan dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Pusat dari pemikiran para ahli teori ekologi adalah gagasan tentang kecocokan manusia dan lingkungannya. Suatu hal yang unik pada teori Barker adalah adanya seting perilaku yang dipandang sebagai factor tersendiri. Seting perilaku adalah pola tingkah laku kelompok yang terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan tertentu. Teori stimulus berlebih, dimana pada tingkat tertentu suatu stimulus dapat dirumuskan untuk mengoptimlkan perilaku. Aktivitas manusia sebagai wujud dari perilaku yang ditujukan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tatanan (setting) fisik yang terdapat dalam ruang yang menjadi wadahnya, sehingga untuk memenuhi hal tersebut di butuhkan adanya (Widley dan scheid dalam Weisman, 1987)
Kenyamanan, Menyangkut keadaan lingkungan yang memberikan rasa sesuai dengan panca indra
Aksesibilitas, menyangkut kemudahan bergerak melalui dan menggunakan lingkungan sehingga sirkulasi menjadi lancar dan tidak menyulitkan pemakai.
Legibilitas, menyangkut kemudahan bagi pemakai untuk dapat mengenal dan memahami elemen-elemen kunci dan hubungannya dalam suatu lingkungan yang menyebabkan orang tersebut menemukan arah atau jalan.
Kontrol, menyangkut kondisi suatu lingkungan untuk mewujudkan personalitas, menciptakan teritori dan membatasi suatu ruang.
Teritorialitas, menyangkut suatu pola tingkah laku yang ada hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok orang atas suatu tempat. Pola tingkah laku ini mencakup personalisasi dan pertahanan terhadap gangguan dari luar (Holahan,1982 dalam Hartanti 1997)
Keamanan, menyangkut rasa aman terhadap berbagai gangguan yang ada baik dari dalam maupun dari luar. Ruang yang menjadi wadah dari aktivitas di upayakan untuk memenuhi
kemungkinan kebutuhan yang diperlukan manusia, yang artinya menyediakan ruang yang memberikan kepuasan bagi pemakainya . Setting terkait langsung dengan aktivitas manusia sehingga dengan mengidentifikasi sistem aktivitas yang terjadi
10
dalam suatu ruang akan teridentifikasi pula sistem setting nya yang terkait dengan keberadaan elemen dalam ruang. (Rapoport,1991)
2.6 Hubungan Antara Setting dan Perilaku Dengan Desain
Dalam berbagai argumentasi dikatakan bahwa desain behavior setting yang baik adalah yang sesuai atau pas dengan struktur perilaku penggunanya. Desain arsitektur disebut suatu proses argumentatif. Argumentasi dilontarkan dalam membuat desain yang dapat diadaptasikan, fleksibel, atau terbuka (open ended ). Edward Hall mengidentifikasi tiga tipe dasar pola ruang sebagai berikut:
Ruang Berbatas Tetap ( fixed feature space) Ruang berbatas tetap dilingkupi oleh pembatas yang relative tetap dan tidak mudah digeser, seperti dinding massif, jendela, pintu, lantai.
Ruang Berbatas semitetap ( semifixed feature space) Ruang yang pembatasnya bisa berpindah. Pada rumah-rumah tradisional Jepang misalnya, dinding dapat digeser untuk mendapatkan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan dan pada waktu yang berbeda. Ruang-ruang pameran yang dibatasi oleh partisi yang dapat dipindahkan ketika dibutuhkan setting yang berbeda.
Ruang Informal Ruang yang terbentuk hanya untuk waktu singkat., seperti ruang yang terbentuk ketika dua atau lebih orang berkumpul. Ruang ini tidak tetap dan terjadi diluar kesadaran orang yang bersangkutan. Banyak ruang justru dibentuk seketika ia dibutuhkan untuk aktivitas tertentu.
Suatu lay out yang dapat diadaptasikan memungkinkan adanya berbagai pola perilaku pada waktu yang berbeda tanpa perlu melakukan perubahan physical milieu. Misalnya, sebuah ruang serbaguna yang dapat dipakai pada suatu saat untuk dipertandingkan badminton, tenis meja, dan karate. Pada saat lain, bisa dipakai untuk kegiatan halal bi halal. Pada kesempatan lain bisa juga untuk tempat pertunjukan sendra tari. Konsep system aktivitas dan behavior setting member dasar yang lebih luas dalam mempertimbangkan lingkungan daripada hanya semata-mata tata guna lahan, tipe bangunan, dan tipe ruangan secara fisik. Dengan demikian, membebaskan arsitek dari bentuk-bentuk klise, bentuk-bentuk prototype, atau memaksakan citra yang tidak
11
sesuai dengan pola perilaku masyarakat penggunanya. Sebaliknya, membawa arsitek berpikir pola perilaku dan milieu sebagai suatu entitas atau suatu kesatuan. Rapoport (1969) mengidentifikasi lima aspek budaya yang tercermin dalam desain sebuah rumah, yaitu cara menjalankan aktivitas dasar, struktur keluarga, peran gender, sikap terhadap privasi, dan proses social. Dari uraian tersebut, jelas bahwa organisasi keluarga dan gaya hidup mempunyai peran penting dalam desain suatu behavior setting.
12
BAB III KAJIAN LOKASI DAN OBJEK STUDI KASUS
3.1 Lokasi Objek Observasi
Nama Objek : Tiara Dewata Supermarket Tahun Berdiri : 16 Maret 1986 Alamat Objek : Jalan Mayjen Sutoyo no. 55 Banjar Gemeh , Denpasar-Bali Berikut adalah Peta Lokasi Tiara Dewata Supermarket
Gambar 3.1. Lokasi Pusat Perbelanjaan Tiara Dewata dilihat dari Peta Pulau Bali (berada di selatan Pulau Bali) Sumber : Google Maps, 2016
Gambar 3.2. Lokasi Pusat Perbelanjaan Tiara Dewata berada di kawasan kota Denpasar, Bali. Sumber : Google Maps, 2016
13
3.2 Identifikasi Kondisi Studi Kasus Behavior Setting
Lokasi observasi lingkupnya diperkecil, sehingga dipilih area parkir kendaraan Tiara Dewata yang menjadi focus objeknya dalam studi kasus ini.
Gambar 3.3. Fokus Lokasi observasi di area P arkir Kendaraan Tiara Dewata Sumber : Google Maps, 2016
Gambar 3.4. Kondisi Area Parkir Kendaraan Pengunjung Tiara Dewata pada Siang hari Sumber : Observasi, 19 Maret 2016 (Pukul 13.25 Wita)
14
Gambar 3.5. Kondisi Area Parkir Kendaraan Pengunjung Tiara Dewata pada malam hari Sumber : Observasi, 19 Maret 2016 (Pukul 18.36 Wita)
Area parkir kendaraan pengunjung ini dibagi menjadi beberapa zona, yaitu Parkir Motor, Parkir Mobil, tempat duduk, dan tempat troli. Tata letak dan kondisi dari keempat zona ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Parkir Motor Parkir Mobil Tempat Duduk Tempat Troli
Gambar 3.6. Penempatan dan Lokasi zona bagian dari area parkir kendaraan Tiara Dewata Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
15
Gambar 3.7. Kondisi Parkir Motor Pengunjung dan Suplier Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
Gambar 3.8. Kondisi Area Parkir Kendaraan Pengunjung Tiara Dewata denga tipe atau bentuk pola parkir berjejer 45 o Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
16
Gambar 3.9. Kondisi Tempat Troli yang berada di dekat Gerbang Entrance masuk kendaraan pengunjung Tiara Dewata Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
Gambar 3.10. Kondisi Tempat Troli yang berada di dekat Drop Off atau Loading unloading Supermarket Tiara Dewata Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
Gambar 3.11. Kondisi Tempat duduk-duduk pengunjung Tiara Dewata Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
17
3.3 Identifikasi Permasalahan pada Studi Kasus Behavior Setting
Gambar 3.12. Adanya kebiasaan pengunjung membawa troli ke area parkir untuk memperingan usaha dalam membawa barang-barang belanjaan yang ba nyak menuju kendaraan mereka Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
Gambar 3.13. Efek samping dari kebiasaan ini adalah troli banyak berserakan sembarang di areal parkir dan cukup mengganggu sirkulasi kendaraan dalam area parkir Tiara Dewata Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
18
Areal-areal yang biasa terjadi permasalahan ini terdapat pada area yang ada pada gambar dibawah ini :
Area yang banyak terjadi pelanggaran Behavior Setting Khususnya pada permasalahan Perletakan Trolly Belanja yang tidak teratur dan menggangu sirkulasi pengunjung
Gambar 3.14. Lokasi yang biasanya menjadi tempat terjadinya permasalahan yang akan dibahas dalam studi kasus Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
Troli barang dan Prilaku Pengunjung merupakan objek yang akan dijadikan focus pada permasalahan behavior setting. Sumber : Observasi, Tanggal 20 Maret 2016
19
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Analisis Behavior Setting Area Parkir Kendaraan di Tiara Dewata
Tiara Dewata merupakan pusat perbelanjaan yang tentunya mewadahi banyak aktivitas, seperti aktivitas belanja, transaksi, dan aktivitas pendukung lainnya. Interaksi antara area Tiara Dewata beserta dengan aktivitas-aktivitas yang diwadahinya inilah dikenal dengan nama Behavior setting atau Setting Prilaku. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, area parkir Tiara Dewata menjadi objek atau lokasi yang dilakukan untuk melakukan pengamatan Setting Prilaku. Sesuai dengan kriteria terjadinya setting perilaku yaitu :
Terdapat suatu aktivitas yang berulang berupa tempat memarkirkan kendaraan ketika ingin berbelanja di Pusat Perbelanjaan Tiara Dewata, tempat transit barang belanjaan ketika hendak memasukkannya dalam kendaraan, hingga tempat berinteraksi antarpengunjung.
Gambar 4.1 Tempat Parkir Pusat Perbelanjaan Tiara Dewata, Denpasar Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
Memiliki keterkaitan yang sama antara prilaku dengan lingkungan, dalam artian lingkungan tertentu dapat mewadahi aktivitas di dalamya dengan baik dan mereka saling sinkron dan mendukung. Misalnya area parkir Pusat Perbelanjaan Tiara Dewata berupa ruang terbuka yang sudah diberi batasan - batasan yang
20
menyesuaikan untuk memenuhi pola prilaku pengunjung ketika memarkirkan kendaraannya. Antara lingkungan parkir dengan aktivitas memarkirkan kendaraan sudah saling mendukung
Gambar 4.2. Kondisi lingkungan dengan aktivitas parkir kendaraan sudah saling mendukung Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
Kegiatan yang terjadi pada area parkir memiliki periode waktu tertentu yaitu pada hari Senin hingga Minggu atau buka setiap hari karena merupakan tempat pelayanan untuk masyarakat, mulai pukul 10.00 WITA – 22.00 WITA.
Dari ketiga kriteria diatas, dapat disimpulkan bahwa area parkir ini telah memenuhi syarat sebagai tempat terjadinya Setting Prilaku.
4.1.1. Analisis Sistem Setting Sistem setting mencakup komunitas, lingkungan, dan makhluk hidup lain yang ada di sekitarnya. Sistem setting pada area ini tentunya bagian dari setting areal Pusat Perbelanjaan Tiara Dewata. Sehinggga setting ini berpengaruh terhadap peletakan setting ruang lainnya, contohnya adalah perletakan ruang display barang atau produk, ruang kasir, toilet, department store, food court, sarana transportasi vertikal sebagai akses menuju setting – setting ruang lainnya, seperti escalator, tangga, dan sebagainya.
21
Sistem setting secara makro pada setting prilaku di areal parkir Tiara Dewata tentunya memiliki hubungan secara makro dengan Pusat Perbelanjaan Tiara Dewata yang mewadahi areal parkir tersebut, kemudian Pusat Perbelanjaan Tiara Dewata juga memiiki hubungan dengan kota Denpasar (lokasinya di kota Denpasar) hingga Bali. Hubungan tersebut nantinya akan mempengaruhi proses sosial budaya, hingga teknologi yang digunakan dalam pembangunan setting. Bali Den asar Lin kun an Dauh Tiara
Areal Parkir Tiara
Gambar 4.3. Tingkatan dan Skala Sistem Ruang (Sistem Setting) Areal Parkir Tiara Dewata Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
Diagram diatas menggambarkan mengenai tingkatan dan skala sistem setting, khususnya sistem setting (skala makro) Areal parkir di Tiara Dewata yang menjadi lokasi studi kasus yang akan dibahas. Diagram ini menjelaskan bahwa areal parkir Tiara Dewata merupakan tingkatan terendah atau dalam arti lingkup terkecil dari sistem ruang. Karean areal parkir ini tentunya hanya merupakan bagian dari keseluruhan bangunan dan site Tiara Dewata. Selanjutnya, letak Tiara Dewata berada di kawasan atau lingkungan Dauh Puri. Lingkungan Dauh Puri ini merupakan bagian dari kota Denpasar yang berada di Bali. Demikianlah skala atau tingkatan sistem ruang atau sistem setting dari areal parkir Tiara Dewata yang menjadi objek / lokasi studi kasus. Sedangkan sistem setting secara mikro dibagi menjadi empat sistem kecil, yaitu sistem setting kecil, yaitu sistem setting sistem setting tempat troli, sistem seeting tempat duduk, dan sistem setting parkir mobil, dan sistem setting parkir motor. Lokasi pembagian sistem setting mikro ini dapat dilihat pada sketsa dibawah ini.
22
Gambar 4.4 Penempatan dan Lokasi pembagian sistem setting mikro area parkir kendaraan Tiara Dewata Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
Berdasarkan elemen yang membentuk dan sekaligus sebagai pembatas yang mewadahi setting ini (area parkir) terbagi menjadi tiga kelompok, diantaranya sebagai berikut. a) Fixed Element Elemen tetap atau fixed element merupakan elemen yang pada dasarnya bersifat tetap, atauperubahannya jarang dan lambat. Dilkaji dari aspek spasialnya, elemen ini dapat diorganisasikan ke dalam bentuk susunan, lokasi, maupun ukuran. Memang, setting area parkir ini tidak menampakkan batasan elemen yang jelas. Hanya saja, untuk membatasi behavior setting atau setting prilaku yang terjadi cenderung berupa batas-batas garis parkir sebagai batas visual behavior setting di areal parkir kendaraan di Tiara Dewata, bisa juga berupa garis visual yang diciptakan oleh jarak antara satu pohon dengan pohon lainnya yang ada di parkir, atau dari satu signage (yang sifatnya permanen, tertanam dalam tanah) ke signage lainnya. Elemen ini bisa juga dilengkapi oleh elemen lain, seperti lantai, dinding, dan langit-langit. Hanya saja untuk elemen atas dan samping ini tidak memiliki batas yang fix karena sistem setting ini berupa ruang terbuka atau open air. Sedangkan untuk elemen dasar
23
atau lantainya tentu ada, difinishig dengan perkerasan berupa aspal, sehingga kendaraan dapat dengan luwes bergerak memutar (mencari atau hendak keluar dari parkir) tanpa hambatan.
Elemen Dasar berbahan aspal untuk mempermudah pergerakan kendaraan
Batas garis parkir sebagai batas visual behavior setting di areal parkir kendaraan
Gambar 4.4. Elemen Fix atau permanen pada sistem setting area park ir Tiara Dewata Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
b) Semi-fixed Element Unsur semi-fixed ini sifatnya tidak tetap, dapat berubah dengan cepat atau dalam aplikasinya, elemen ini dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat ain sesuai dengan kebutuhan sistem setting. Elemen semi-fix pada area parkir ini berupa kendaraan yang parkir itu sendiri, dan pembatas yang dapat dipindah-pindah atau bersifat semi permanen, seperti pada gambar dibawah ini.
Pembatas beton yang bersifat semi permanen atau dapat dipindah-pindah
Gambar 4.5. Elemen semi permanen pada sistem setting area parkir Tiara Dewata Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
24
c) Non-fixed Element Elemen yang berhubungan tingkah laku manusia, yang selalu tidak tetap, cenderung di luar kesadaran. Elemen ini berupa aktivitas manusia di sistem setting meskipun tidak terlihat batasannya, namun dari individu-individu yang sedang melakukan aktivitas yang cenderung sama dan terkait, dapat menciptakan atau terbentuk ruang tersendiri, seperti pada gambar dibawah ini.
Aktivitas dua individu atau lebih menciptakan batasan ruang tersendiri
Gambar 4.6. Elemen non-fix pada sistem setting parkir kendaraan di T iara Dewata Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
4.1.2. Analisis Sistem Aktivitas Dalam menganalisis sistem aktivitas, digunakan metode sensus. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, sensus merupakan istilah yang dikemukakan para ahli psikologi lingkungan untuk menggambarkan proses pembelajaran semua aktivitas seorang individu dalam waktu tertentu dengan metode pengamatan. Berikut adalah data hasil pengamatan behavior setting dengan menggunakan metode sensus ini. a. Civitas yang melakukan aktivitas pada ruang tersebut yakni Pengunjung dan staff pengelola Tiara Dewata b. Jadwal penggunaan areal parkir yakni setiap hari senin sampai dengan jumat dengan rentan waktu 10.00-22.00 Wita. Dalam rentan waktu tersebut jumlah pengguna kendaraan yang parkir di areal parkir Tiara Dewata tidak menentu. c. Fasilitas yang digunakan adalah loket karcis, areal parkir, drop off, tempat troli dan trolinya. d. Aktivitas Pengunjung di areal parkir beragam, diantaranya yaitu : o
Aktivitas membayar karcis di loket
25
o
Aktvitas menurunkan penumpang,
o
Aktivitas memarkirkan kendaraan, ataupun keluar dari parkiran.
o
Aktivitas berjalan dari parkir menuju bangunan, dan sebaliknya
o
Aktivitas pengunjung yang sedang memasukkan barang belanjaannya ke dalam mobil dengan bantuan troli.
e. Pola prilaku yang terjadi : o
Perilaku emosional , prilaku ini biasanya terjadi berdasarkan sifat yang dimiliki masing-masing civitas pengguna areal parkir. Perbedaan sifat dan karakteristik civitas ini mempengaruhi sikap mereka dalam menanggapi suasana di areal parkir tersebut. Prilaku emosional meliputi : sikap, emosi, kekuasaan (territory), maupun persuasi.
o
Perilaku motorik , seperti : mengendarai kendaraan, duduk, berjalan kaki, memindahkan barang, dll.
o
Interaksi social , seperti : bercakap, berbincang-bincang.
o
Prilaku individu, seperti : persepsi civitas terhadap areal parkir, kemudian respon civitas terhadap areal parkir tersebut,
f.
Pola sirkulasi aktivitas yang terjadi pada areal parkir Tiara Dewata dibagi dua, untuk aktivitas parkir, pergerakkan mobil menggunakan pola linier agar sirkulasi kendaraan dalam parkir lancar. Sedangkan untuk pengunjung lain yang beraktivitas di areal parkir selain memarkirkan kendaraannya, pergerakkannya menggunakan pola radial (menyebar) sehingga alur sirkulasi setiap civitas lebih fleksible sesuai dengan kebutuhannya.
4.2. Analisis Penyimpangan Prilaku Pengunjung terhadap Aktivitas Peletakkan Troli di Area Parkir Kendaraan Tiara Dewata
Penyimpangan merupakan perilaku yang sifatnya ganjil yang mana tidak sesuai atau melanggar standar prilaku pada umumnya, kepatutan, dan harapan yang dicapai. Penyimpangan yang terjadi pada sistem setting area parkir kendaraan di Tiara Dewata merupakan
penyimpangan
atau
permasalahan
yang
dikategorikan
sebagai
penyimpangan perilaku, yang mana pusat pembahasannya mengarah pada subjek atau si pelaku yang menjalankan prilaku tersebut. Subjek atau pelakunya adalah pengunjung Tiara Dewata. Penyimpangan ini biasanya terjadi di jam-jam kerja, yaitu mulai dari pukul 09.00 WITA sampai dengan 21.00 WITA.
26
Bila ditinjau dari sistem setting yang direncanakan pada saat penggunaan setting ini, penyimpangan terjadi pada perilaku pengunjung Tiara Dewata yang tidak memanfaatkan fasilitas yang diberikan oleh pihak perusahaan dengan benar. Seperti yang kita ketahui, cenderung orang-orang membawa troli belanjanya ke areal parkir kendaraanya. Troli digunakan untuk membantu membawa barang barang belanjaan pengunjung supermarket Tiara Dewata agar mereka tidak perlu menjinjing tas atau kantong plastik yang berisi barang belanjaan mereka dari kasir ke tempat mobil atau kendaraan mereka berparkir. Hal ini tentu meringankan pekerjaan pengunjung.
Gambar 4.7. Aktivitas Pengunjung yang hendak memasukkan barang belanjaannya dari troli ke dalam bagasi mobilnya Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
Untuk menunjang aktivitas ini, pihak pengelola Tiara Dewata sudah menyediakan tempat troli di sekitar areal parkir, diharapkan agar pengunjung tidak meletakkan troli dengan sembarangan di areal parkir setelah selesai menggunakannya. Bahkan pengelola sudah memberikan rambu atau penanda agar pengunjung meletakkan troli-troli yang telah mereka gunakan itu di tempat dimana rambu itu dipasang, agar tidak mengganggu aktivitas parkir kendaraan pengunjung di area parkir Tiara Dewata tersebut.
27
Gambar 4.8. Signage Tempat Troli di sekitar area parkir kendaraan Tiara Dewata Sumber : Observasi 19 Maret 2016
Gambar 4.9. Troli yang diletakkan tidak pada tempatnya oleh pengunjung Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
Namun pengunjung cenderung cuek seakan tidak mengenal rambu-rambu yang telah diberikan oleh pihak pengelola Tiara Dewata. Hal ini membuat pengunjung terbiasa untuk meletakkan troli secara sembarangan dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan buruk yang terus berulang-ulang dilakukan oleh setiap pengunjung supermarket Tiara Dewata. Tentu saja prilaku pengunjung-pengunjung ini tidak sesuai dengan kepatutan atau aturan yang ada, serta tidak sesuai pula dengan harapan yang ingin dituju oleh pihak pengelola Tiara Dewata, yakni harapan agar tidak ada troli-troli yang berserakan di area parkir kendaraan Tiara Dewata dengan sembarangan.
28
Gambar 4.10. Troli yang diletakkan se mbarangan di parkir oleh beberapa pengunjung menghalangi kendaraan milik pengnjung lain Sumber : Observasi 19 Maret 2016
Faktor-Faktor penyebab terjadinya Penyimpangan Prilaku Pengunjung Faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan prilaku pengunjung terhadap aktivitas peletakan troli di area parkir kendaraan Tiara Dewata, diantaranya sebagai berikut. o
Faktor Internal, merupakan factor yang berasal dari dalam diri individu yang dalam konteks permasalahan kali ini adalah pengunjung. Kesadaran diri pengunjung
menjadi
faktor
internal
yang
mempengaruhi
terjadinya
penyimpangan aktivitas peletakkan troli. Penyimpangan oleh pengunjung Tiara Dewata ini terjadi karena :
Kurangnya rasa kepedulian terhadap lingkungan area parkir. Tipikal pengunjung seperti ini cenderung cuek dan apatis. Padahal lokasi antara tempat parkir kendaraan dengan tempat troli cukup berdekatan.
Adanya rasa malas. Rasa malas ini kemungkinan berasal dari dalam diri maupun terkait efisiensi waktu dan juga terpengaruh dan terkait faktor eksternal. Rasa malas pada pengunjung bisa muncul akibat lokasi tempat trolinya jauh dari tempat parkir kendaraannya atau susah untuk dijangkau, sedangkan si pengunjung dalam kondisi terburu-buru atau dikejar waktu.
Namun berdasarkan hasil observasi, sebagian pengunjung ada juga yang peduli akan lingkungan sekitar sehingga mereka meletakkan troli sesuai pada
29
tempat yang disediakan oleh pihak pengelola. Namun ada pula beberapa pengunjung kurang peduli, cuek,dan apatis terhadap lingkungan di area parkir.
Gambar 4.11. Troli yang diletakkan sesuai dengan tempatnya, yang mana tidak menghalangi sirkulasi dan mengganggu areal parkir kendaraan di Tiara Dewata Sumber : Observasi 19 Maret 2016 o
Faktor Eksternal, merupakan faktor yang berasal dari luar individu, bisa akibat kondisi lingkungan atau kondisi di lapangan,
Lokasi tempat troli tidak mudah atau sulit dijangkau, diakibatkan karena adanya kesalahan pada penataan dan pemilihan lokasi tempat troli tersebut. Pengelola memilih lokasi-lokasi yang yang sulit dijangkau oleh pengunjung sebagai tempat untuk meletakkan troli. Seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.12.Tempat Troli terhalang akses mobil yang lewat menuju loket karcis di Tiara Dewata Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
30
Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui bahwa tempat troli di area parkir kendaraan Tiara Dewata terhalang akses mobil yang menuju loket karcis Tiara Dewata. Karena kesalahan dalam pemilihan lokasi tempat troli ini menyebabkan prilaku pengunjung tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena ada kemungkinan pengunjung yang datang akan membludak, sehingga antrian parkir akan panjang, itu berarti akses untuk menuju tempat troli akan tertutup. Dan membuat pengunjung malas untuk menuju tempat troli serta merasa lebih baik meletakkan trolinya di dekat mereka parkir daripada harus menunggu antrian mobil sepanjang itu selesai.
Lokasi tempat troli jauh dari beberapa spot area parkir kendaraan Tempat troli yang terlalu jauh dari area parkir kendaraan ini disebabkan oleh pesebaran lokasi tempat troli yang kurang merata di area parkir kendaraan Tiara Dewata. Tempat pengumpulan troli hanya ada di dua tempat, yaitu di dekat pintu masuk dan di sebelah drop off Supermarket Tiara Dewata (dekat loket parkir motor). Sedangkan pengunjung yang parkir di ujung sebelah timur bangunan harus berjalan jauh untuk mengembalikan troli barang. Kemungkinan hal ini bisa diatasi dengan menjemput penumpang yang membawa troli di drop off dan langsung memasukkan barangnya ke mobil.
Gambar 4.13.Pengunjung yang menjemput barang belanjaan di drop off Supermarket Tiara Dewata Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
31
Gambar 4.14.Pengunjung menjemput ke drop off dan langsung memasukkan barang belanjaannya di drop off Supermarket Tiara Dewata Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
Hal ini mungkin dapat dilakukan, hanya saja jika semua pengunjung seperti ini, kemungkinan drop off akan padat dan sirkulasi drop off dan parkir pun akan terganggu (macet). Mengingat kondisi drop off yang memiiki dimensi yang hanya mampu menampung 2 mobil saja.
Dampak yang Ditimbulkan Jika Penyimpangan Berlanjut Jika dilihat dari hubungan setting dengan aktivitas Area Parkir Kendaraan Tiara Dewata, dampak yang akan ditimbulkan apabila peyimpangan prilaku peletakkan troli secara sembarangan oleh pengunjung Tiara Dewata ini terus berlanjut adalah sebagai berikut. o
Kenyamanan Hal ini tentu saja mengganggu kenyamanan pengunjung Tiara Dewata, khususnya pengguna fasilitas parkir kendaraan. Karena sirkulasinya atau aksesibilitasnya
terhalang
troli-troli
yang
berserakkan
akibat
kurang
terkontrolnya kesadaran pengguna troli dalam mematuhi signage atau penanda yang ada. Selain itu, pengunjung yang membawa troli ke parkiran kendaraannya dapat menghalangi sirkulasi akses mobil yang dimensinya tidak
32
terlalu lebar, hal ini bisa menimbulkan kemacetan dan terganggunya kelancaran sirkulasi parkir mobil.
Gambar 4.15.Pengunjung yang waswas ketika troli barangnya menghalangi mobil yang melewati akses sirkulasi mobil. Mobil se mpat berhenti selama satu menit, menunggu barang pengunjung selsesai dimasukkan dalam mobil Sumber : Observasi, 19 Maret 2016 o
Aksesibilitas, Teritorialitas, dan Kontrol Kebutuhan sirkulasi ruang yang masih kurang, karena kondisi lahan yang sempit, dan dituntut untuk menampung kapasitas parkir yang banyak. Hal ini akan membuat sirkulasi antara pengunjung dan sirkulasi kendaraan pada areal parkir menjadi satu dan batas-batasnya pun masih samar dan belum terlihat jelas. Sehingga aksesibilitas ruang gerak civitas akan sangat terbatas. Hal ini juga akan mempengaruhi kondisi keamanan dan teritorialitas di area parkir ke depannya serta mempengaruhi kenyamanan pengunjung, baik pedestrian maupun pengendara kendaraan mobil atau motor..
33
Gambar 4.16. Kondisi aksesibilitas area parkir masih kurang. Karena tidak ada batas yang jelas antara area sirkulasi kendaraan dengan pengunjung yang membawa troli ke area parkir kendaraan. Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
Gambar 4.17. Kondisi aksesibilitas area parkir masih kurang. Karena tidak ada batas yang jelas antara area sirkulasi kendaraan dengan pengelola yang membawa troli dari area parkir kendaraan ke super market Sumber : Observasi, 19 Maret 2016 o
Legibilitas Kemudahan civitas dalam mencapai setting atau tempat aktivitasnya masih kurang sesuai karena peletakan tempat troli yang sudah tertata untuk mendukung ragam pola aktivitas di dalamnya ini lokasinya tidak merata, dan lokasinya cukup sulit untuk dijangkau pengunjung. Hal ini membuat pengunjung meletakkan trolinya sembarangan, sehingga troli akan berserakan. Jika troli berserakan tentu akan mengganggu sirkulasi parkir, hal ini akan
34
menambah kinerja staf pengelola Tiara Dewata untuk mencari dan mengumpulkan, serta mengembalikan troli-troli yang ada di areal parkir tersebut, yang lokasi troli yang diletakkan pengunjung dengan sembarangan itu belum tentu terlihat oleh staf pengelola.
Gambar 4.18. Petugas yang sibuk mengumpulkan troli yang diletakkan sembarangan di areal parkir. Hingga akhirnya petugas juru parkir juga ikut sibuk mengumpulkan troli agar tidak mengganggu aktivitas mobil yang parkir. Sumber : Observasi, 19 Maret 2016 o
Keamanan Keamanan itu menyangkut rasa aman terhadap berbagai gangguan baik dari dalam maupun dari luar. Keamanan pengunjung kemungkinan akan terancam, ada kemungkinan pengendara yang ingin mengeluarkan mobilnya dari tempat parkirnya tidak memperhatikan ada deretan troli dibelakang mobilnya, sehingga troli akan terdorong dan menyerang pengunjung lain yang berjalan di areal parkir.
Gambar 4.19. Sempat terjadi insiden mobil menyenggol troli kosong bekas pengunjung yang lokasinya sedikit menghalangi sirkulasi mobil yang ingin memarkirkan kendaraan karena territorial mobil dilanggar oleh troli yang diletakkan sembarangan oleh bekas pemakainya Sumber : Observasi, 19 Maret 2016
35
4.3.Solusi dalam Mengatasi Penyimpangan Prilaku Pengunjung terhadap Aktivitas Peletakkan Troli di Area Parkir Kendaraan Tiara Dewata
Seperti yang kita ketahui, akar dari permasalahan ini adalah kurangnya kesadaran pengunjung untuk peka terhadap lingkungan sekitar dan mematuhi penanda atau aturan yang dibuat oleh pihak pengelola. Namun ada baiknya perlu mencari tahu apa yang yang membuat atau menyebabkan pengunjung tidak peka atau tidak sadar akan adanya penanda itu.
Penempatan Tempat Troli nya kurang tepat, karena untuk mencapai tempat troli, pengunjung harus menyebrangi jalur atau akses mobil yang mengantri karcis masuk dari lokasi parkirnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Karena kesalahan dalam desain ini yang menyebabkan prilaku pengunjung tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena ada kala dimana pengunjung membludak, antrian parkir akan panjang, itu berarti akses untuk menuju tempat troli tertutup. Dan membuat pengunjung merasa lebih baik meletakkan trolinya di dekat mereka parkir daripada harus menunggu antrian sepanjang itu selesai. Maka dari itu, sebaiknya tempat troli dan signagenya diletakkan di beberapa spot dekat parkir namun tidak terhalang oleh akses mobil. Hal ini bisa membantu menata situasi parkir agar tidak berantakan oleh troli.
Tempat Troli yang tersembunyi ini sebaiknya buat agar tidak t ersembunyi atau bisa diketahui oleh pengunjung, dan diberi batasan serta pengaturan secara administratif agar terlihat bahwa itu merupakan tempat troli. Misalnya dengan
36
membuat desain tempat troli yang jelas batasnya serta “menuntun” dan “memaksa” pengunjung untuk meletakkan troli yang telah dipakainya dengan rapi.
Gambar 4.11. Desain layout tempat Troli yang berdekatan dengan parkir tanpa terhalang sirkulasi atau akses
Sebaiknya tiap spot parkir terdapat tempat troli yang mudah diakses baik pengunjung maupun staf pengelola. Kapasitas tempat troli sebanding dengan deretan mobil di parkir. Namun, sebaiknya tiang signage dibuat lebih tinggi dari mobil sehingga dari jarak yang jauh pun orang bisa membaca signage dan tahu bahwa tempat troli ada dibalik mobil yang terparkir tersebut.
37
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penyimpangan perilaku terjadi pada non fixed elemen yaitu pada perilaku pengunjung Tiara Dewata yang tidak memanfaatkan fasilitas yang diberikan oleh pengelola dengan benar, yang mana permasalahannya adalah tidak dikenalinya rambu atau penanda pengelola mengenai tempat troli sehingga pengunjung cenderung tidak peduli dengan rambu-rambu yang telah diberikan oleh pihak pengelola Tiara Dewata. Hal ini membuat pengunjung terbiasa untuk meletakkan troli secara sembarangan dan mengganggu sirkulasi parkir kendaraan. Sebaiknya tempat troli dan signagenya diletakkan di beberapa spot dekat parkir namun tidak terhalang oleh akses mobil. Hal ini bisa membantu menata situasi parkir agar tidak berantakan oleh troli. Tiang signage tempat troli juga dibuat lebih tinggi dari mobil sehingga dari jarak yang jauh pun orang bisa membaca signage dan tahu bahwa tempat troli ada dibalik mobil yang terparkir ters ebut.
5.2 Saran
Sebaiknya para perancang lebih berhati-hati dalam merancang. Apabila bangunan atau lingkungan binaan sudah dipakai dan ternyata digunakan dengan cara yang tidak terantisipasi sebelumnya oleh perancang, ataupun terdapat perubahan perilaku pengguna secara tiba-tiba dan tidak terduga ketika memasuki lingkungan tertentu, pengamatan behavior setting ini akan menjadi data masukan yang sangat menarik bagi arsitek ataupun perancang lingkungan, baik untuk perancangan fasilitas sejenis maupun untuk penataan ulang fasilitas yang bersangkutan.
38