7 LANGKAH DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:1
i)
Tentukan Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas -fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak. a) Diagnosis2 I)
Anamnesis
Ditanyakan nama, pekerjaan, tempat tinggal, umur.
Ditanyakan apakah keluhan utama pasien.
Ditanyakan adakah ada riwayat penyakit adakah trauma atau tidak. Sekiranya tidak ada bermakna fraktur tersebut merupakan fraktur patologis.
Sekiranya fraktur disebabkan oleh trauma, harus ditanyakan dengan lebih terperinci. - Kapan terjadinya? - Dimanakah kejadian trauma itu terjadi? - Dibagian manakah terasa nyeri?
Ditanyakan riwayat pekerjaan -
Sudah berapa lama bekerja?
-
Apakah
riwayat
pekerjaan
pasien
yang
sebelumnya? -
Apakah alat kerja yang digunakan, bahan kerja,
dan
dilakukan?
bagaimanakah
proses
kerja
-
Apakah barang yang diproduksi/dihasilkan?
-
Berapa lamakah waktu bekerja sehari?
-
Apakah pasien memakai alat pelindung diri sewaktu bekerja?
-
Apakah kemungkinan pajanan yang dialami?
-
Adakah pekerja lain mengalami hal yang sama?
II)
Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok
Dilihat adakah terdapat tanda-tanda sepsis sekiranya terdapat fraktur terbuka yang mengalami infeksi
III)
Pemeriksaan status lokasi
Look, dicari apakah terdapat : -
Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi, dan pemendekan
-
Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris yang tidak bisa berjalan
-
Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya pada tungkai bawah meliputi apparent length (jarak antara umbilikus dengan maleolus medialis) dan true length (jarak antara SIAS dengan maleolus medialis)
Feel, apakah terdapat nyeri tekan.
Move, untuk mencari : -
Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Tetapi tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena akan menambah trauma.
-
Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif
-
Seberapa
jauh
gangguan-gangguan
fungsi,
gerakan-gerakan yang tidak mampu digerakkan, range of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi), dan kekuatan
IV) Pemeriksaan Radiologi
Setelah tiba di rumah sakit, biasanya dokter akan melakukan
X-ray
pada
bagian
yang
dijangka
mengalami fraktur untuk mendapatkan kepastian dan posisi fraktur yang lebih tepat.
V)
Tanda dan gejala Seseorang itu dikatakan mengalami fraktur jika terdapatnya tanda-tanda atau gejala-gejala berikut : -
Adanya nyeri/nyeri tekan
-
Deformitas
-
Hematom
-
Edema berat
-
Fungsio laesa
-
Ansimetris
-
Krepitasi
-
Nyeri bila digerakkan
Daripada kasus, pasien mengalami patah paha kanan. Fraktur itu sendiri terbagi kepada 2 macam yaitu :2 I)
Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
II)
Fraktur terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajat (menurut R Gustillo), yaitu :
Derajat I
-
Luka < 1cm
-
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
-
Fraktur
sederhana,
transversal,
oblik,
atau
komunitif ringan
Kontaminasi minimal
Derajat II -
Laserasi > 1 cm
-
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas
-
Fraktur kominutif sedang
-
Kontaminasi sedang
Derajat III -
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler –
-
kontaminasi derajat tinggi
-
terbagi kepada 3 bagian : jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas,
atau
fraktur
segmental/
sangat
kominutif yang disebabkan oeh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka kehilangan jaringan lunak dengan besarnya fraktur
tulang
yang
terpapar
atau
kontaminasi masif luka pada pembuluh arteri / saraf perifer yang
harus
diperbaiki
kerusakan jaringan lunak
Dalam kasus ini, diagnosis klinisnya adalah patah tulang paha.
ii)
Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
tanpa
melihat
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:1 Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara khronologis Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan Bahan yang diproduksi Materi (bahan baku) yang digunakan Jumlah pajanannya Pemakaian alat perlindungan diri (masker) Pola waktu terjadinya gejala Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya
Dalam kasus ini, bisa dilakukan anamnesis pada pekerja tersebut dan didapati pekerja tersebut tidak memakai tali pengaman. Tali pengaman merupakan bagian dari alat pelindung diri dan merupakan salah satu pajanan pada kasus ini.
iii)
Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
Selain itu diidentifikasi dahulu jenis penyebab yang ada yang bisa dikaitkan dengan penyebab penyakit tersebut. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:3
Golongan fisik - Suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan yang kurang baik.
Golongan kimiawi - Bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja,maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan dan kabut.
Golongan biologis - Bakteri, virus, atau jamur
Golongan fisiologi - Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja
Golongan psikososial - Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress
Namun bisa juga dibagikan kepada ada dua penyebab utama yaitu langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes) yaitu:4
a) Penyebab Dasar I)
Faktor manusia/pribadi, antara lain:
kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis
kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.
stress
motivasi yang tidak cukup/salah
II)
Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :
tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan
tidak cukup rekayasa(engineer ing)
tidak cukup pembelian/pengadaan barang
tidak cukup perawatan(m aintenance)
tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berangbarang/bahan-bahan
tidak cukup standar-standard kerja
penyalahgunaan
b) Penyebab langsung I)
Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya :
Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat.
II)
Bahan, alat-alat/peralatan rusak
Terlalu sesak/sempit
Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai
Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buru
Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll
Bising
Paparan radiasi
Ventilasi dan penerangan yang kurang
Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya :
Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
Gagal untuk memberi peringatan.
Gagal untuk mengamankan.
Bekerja dengan kecepatan yang salah.
Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
Memindahkan alat-alat keselamatan.
Menggunakan alat yang rusak.
Menggunakan alat dengan cara yang salah.
Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar
Dalam kasus ini, setelah ditentukan faktor-faktor seperti faktor individu, faktor faktor fisik, faktor kimia, faktor psikososial dan lain-lain bisa dikaitkan adakah pajanannya itu berkait atau tidak dengan pekerja tersebut yang patah paha kanannya setelah jatuh akibat tidak memakai tali pengaman.
iv)
Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
Patofisiologi fraktur : Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik (meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan
adanya
densitas
tulang
tulang.
yang
dapat
menyebabkan terjadinya patah pada tulang bermacam-macam antara lain trauma (langsung dan tidak langsung), akibat keadaan patologi serta secara spontan. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur
pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan
pada
tulang
dapat
berupa
teknan
berputar,
membengkok, kompresi bahkan tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena kelemahan tuklang sebelumnya akibat kondisi patologis yang terj adi di dalam tulang. Akibat trauma pada tulang tergantung pada j enis trauma, kekuatan dan arahnya. Sementara fraktur spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi terus menerus.5
Epidemiologi Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Catatan PT Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 - 2001) terbukti jumlah kasus kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus pada 1999 bertambah menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi 104.774 kasus pada 2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972 kasus, sehingga rata - rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek. Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni 5.476 orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari 39 orang tenaga kerja mengalami cacat tubuh.4
Pada kasus ini, setelah diketahui patofisiologi dan juga epidemiologi sesuatu kecelakaan, harus dilakukan juga observasi tempat dan lingkungan kerja,
pemakaian alat pelindung diri dan sebagainya untuk mengetahui tahap pajanannya besar atau tidak.
v)
Tentukan
apakah
ada
faktor-faktor
individu
yang
mungkin
dapat
mempengaruhi Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya,
yang
dapat
mengubah
keadaan
pajanannya,
misalnya
penggunaan alat pelindung diri (APD), riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami? Pada kasus ini, haruslah ditanyakan status kesehatan fisik pekerja tersebut adakah dia memiliki riwayat alergi atau tidak, adakah dia biasa berolah raga atau tidak, bagaimana riwayat penyakit dalam keluarganya. Bisa juga periksa status kesehatan mental pekerja dan juga higiene perorangannya bagaimana. Seperti yang kita tahu, sekiranya seseorang itu tidak menjaga higienenya dengan benar makan dia akan mudah jatuh sakit akibat infeksi dan sekiranya jatuh sakit maka kualitas kerja seseorang pekerja itu akan menurun. vi)
Cari adanya kemungkinan lain di luar pekerjaan yang dapat menjadi penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
Pada kasus ini, bisa tanyakan kepada pekerja apakah hobinya pada masa lapang. Tanyakan kepadanya apakah dia mempunyai kerja sambilan yang lain. Sekiranya ada, bisa diperkirakan bahwa dia itu tidak mendapat rehatnya yang cukup. Sekiranya dia tidak mendapatkan rehat yang cukup, maka dia akan menjadi kurang bertenaga dan kurang fokus apabila kembali bekerja. Ini akan menyebabkan kualitas kerja akan menurun dan potensi untuk kecelakaan kerja
terjadi akan meningkat. Selain itu ditanyakan apakah dia mempunyai kebiasaan merokok. ditanyakan juga keadaan di rumahnya itu bagaimana. Adakah higienenya baik atau pun tidak.
vii)
Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat
suatu
keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis.
Dalam kasus ini, setelah menitik beratkan semua faktor dan pajanan yang ada pekerja tersebut mengalami penyakit akibat kerja.
Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan data epidemiologis.1
1. Sulistoma A. Artikel Diagnosis Penyakit Kerja Akibat Kerja dan Sistem Rujukan. Maj Cermin Kedokteran Indonesia No. 136, 2002. 2. Icoel Budiman. Pemeriksaan Fisik dan Radiologi pada Fraktur. Januari 2011. Diunduh dari http://icoel.files.wordpress.com/2011/01/pem-fisik-radiologifraktur.pdf. 26 Oktober 2011. 3. Scribd. Penyakit Akibat Kerja. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/59776089/PENYAKIT-AKIBAT-KERJA. 25 Oktober 2011. 4. Ragil Setiyabudi, S.KM. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Lingkungan Industri. 23 Oktober 2010. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/23033296/KesehatanDan-Keselamatan-Kerja-Di-Lingkungan-Industri. 25 Oktober 2011. 5. Scribd. Patofisiologi Fraktur. 11 Disember 2010. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/34822066/Patofisiologi-Fraktur. 26 Oktober 2011.