BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Semakin tingginya mobilitas dan penyebaran penduduk ke seluruh penjuru
dunia, maka pada kematian salah seorang anggota keluarga ada kemungkinan
perlunya dilakukan penundaan penguburan/kremasi untuk menunggu kerabat yang
tinggal jauh di luar kota atau luar negeri. Kematian yang terjadi jauh dari
tempat asalnya, terkadang perlu dilakukan pengangkutan jenazah dari satu
tempat ke tempat lainnya. Kedua keadaan ini diperlukan pengawetan jenazah
untuk mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari jenazah ke lingkungan.1
Embalming (pengawetan jenazah) adalah suatu tindakan medis melakukan
pemberian bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan
serta menjaga penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi
sewaktu hidup.2 Pengawetan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian
wajar, akan tetapi pada kematian tidak wajar pengawetan jenazah baru boleh
dilakukan setelah pemeriksaan jenazah atau autopsi selesai dilakukan.3
Seiring dengan berkembangnya zaman dan adanya kebutuhan untuk
mempertahankan keadaan jenazah tetap menyerupai keadaan sewaktu hidup
diperlukan proses embalming. Proses embalming yang dilakukan disesuaikan
dengan kebutuhan atau kewajiban keluarga terhadap jenazah, seperti tetap
mempertahankan kesegaran jenazah, jenazah tidak berbau busuk, lentur dan
tidak kaku.1,2 Untuk memenuhi kebutuhan tesebut diperlukan suatu proses
embalming dengan metode tertentu yang menghilangkan hal-hal yang tidak
diinginkan dan memberikan keadaan jenazah yang menyerupai keadaannya
sewaktu hidup, metode tersebut dapat diperoleh dari embalming modern, untuk
itu perlu dipahami tentang embalming modern.
2. Batasan Masalah
Referat ini akan membahas tentang embalming, khususnya embalming
modern dipandang dalam berbagai macam aspek.
3. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas refrat selama berada di kepaniteraan Klinik senior
bagian ilmu kedokteran
2. Menambah pengetahuan tentang embaling, khususnya embalming modern.
4. Metode Penulisan
Referat ini disusun dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk dari berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Embalming
Embalming adalah proses pengawetan mayat untuk mempertahankan
penampilan mayat dalam, tetap dalam kondisi yang baik untuk jangka waktu
lama. Beberapa hari setelah kematian, tubuh seseorang akan mulai membusuk,
agar pembusukan tersebut tidak terjadi digunakan bahan pengawet kimia yang
termasuk dalam proses embalming. Embalming diperlukan baik untuk tubuh
normal maupun tubuh membusuk dan mayat yang akan diangkut untuk jarak
jauh.4
Orang yang melakukan tindakan embalming disebut embalmer. Embalmer
adalah seorang individu yang memenuhi syarat untuk disinfeksi atau
memelihara jenazah dengan suntikan atau aplikasi eksternal antiseptik,
desinfektan atau cairan pengawet, mempersiapkan jenazah untuk transportasi
dalam kasus dimana kematian disebabkan oleh penyakit menular atau
infeksi.5,6
2.2. Bahan Kimia Embalming
2.2.1. Formaldehida
Senyawa kimia formaldehida (metanal), merupakan aldehida berbentuk gas
dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida dihasilkan dari pembakaran bahan
yang mengandung karbon. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga
dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia. 7,8
a. Sifat Formaldehida
Dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa
larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar 37% menggunakan merk dagang
'formalin' atau 'formol'). Formalin bersifat asam karena mengandung asam
formiat akibat oksidasi formaldehida. Oleh sebab itu larutan formalin 10%
harus dibuat netral atau sedikit alkalis dengan menggunakan larutan dapar
fosfat dengan pH 7,2 sebagai pelarut, atau dengan menambahkan kalsium
asetat. Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau
polimer linier polioksimetilena.7,8
b. Produksi
Larutan dapar formalin yang sering digunakan adalah :8
1. Formal Calcium
2. Neutral Buffered Formalin
3. Buffered Formalin Sucrose
c. Kegunaan
Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri,
sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan
pengawet. Sebagai disinfektan, formaldehida dikenal juga dengan nama
formalin dan dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, pembersih kapal,
gudang dan pakaian.8 Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai
untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil. Larutan dari
formaldehida sering dipakai dalam embalming untuk mematikan bakteri serta
untuk mengawetkan mayat.8 Formaldehida diabsorbsi di jaringan dengan
baik, tetapi relatif lambat. Formalin adalah pengawet yang banyak
digunakan dan tidak ada jaringan yang dirusaknya. Bau formalin yang
menusuk hidung membuat formalin sangat dikenal oleh banyak pihak,
sehingga cukup berhati-hati dalam menggunakannya.9
d. Efek terhadap kesehatan
Pemaparan formaldehid dapat menyebabkan efek samping, dari gejala
ringan sampai yang mengancam nyawa. Pemaparan yang akut memiliki efek
samping jangka pendek dan biasanya mudah untuk diantisipasi. Pada manusia
Beberapa efek samping akut paparan formaldehid adalah iritasi pada mata,
hidung, dan tenggorokan. Ketika dipaparkan pada senyawa ini dengan jangka
waktu yang cukup lama tenggorokan menjadi kering dan sakit. Pada beberapa
penelitian ditemukan bukti bahwa paparan formaldehid yang konstan dapat
meningkatkan resiko untuk menderita beberapa jenis kanker.10
2.2.2. Etil Alkohol dan Polietilen Glikol (Kryofix)
Alternatif formaldehida dalam embalming dikenalkan oleh Boon dkk.
Kryofix dikembangkan di Belanda, merupakan gabungan antara etil alkohol dan
polietilen glikol tanpa aldehid. Efek kryofix pada fiksasi jaringan telah
dibandingkan dengan formaldehid di laboratorium patologi. Waktu fiksasi
kryofix lebih pendek dan lebih baik dibandingkan formaldehid. Hal ini
berhasil pada uji di laboratorium. Dengan demikian, penggunaan kryofix pada
jaringan yang besar diperlukan untuk menentukan keberhasilan kryofix dalam
proses embalming. Menurut definisi toksisitas OSHA, etil alkohol dan
polietilen glikol tidak termasuk bahan kimia berbahaya.11
2.2.3. Glutaraldehid
Glutaraldehid dapat digunakan sebagai alternatif formaldehid sebagai
cairan untuk embalming. Produk komersial glutaraldehid adalah 25% larut
dalam air, memiliki bau ringan, dan berwarna terang. Glutaraldehida
menyebabkan deformasi struktur heliks-alfa protein dan mengawetkan jaringan
dengan sangat cepat. Glutaraldehid kosentrasi tinggi meningkatkan fiksasi
protein dalam tubuh mayat. Konsentrasi optimum untuk embalming adalah 1-
1,5% (cairan). Larutan glutaraldehid 2% sering digunakan sebagai persiapan
embalming.9,11 Ikatan protein dengan glutaraldehid lebih kuat dan
menghasilkan protein aldehid yang stabil. Gabungan protein jaringan dengan
glutaraldehid tidak disukai oleh bakteri. Glutaraldehid berdifusi menembus
jaringan lebih merata dibandingkan formaldehid. Ketika dicampur dengan zat
pewarna pada proses embalming akan menghasilkan warna yang lebih alami pada
layanan pemakaman. Glutaraldehid merupakan disinfektan yang lebih efisien
dan efektif dibandingkan formaldehid, namun harga glutaraldehid lebih mahal
4-5 kali lipat.12 Formaldehid dan glutaraldehid dapat mengiritasi kulit,
mata dan pernapasan, tetapi iritasi kulit dan pernapasan yang disebabkan
glutaraldehid lebih ringan. Glutaraldehid tidak memiliki bau seperti
formaldehid. Sampai saat ini, belum ada data yang menyebutkan efek paparan
kronis dari glutaraldehid pada manusia.11
2.2.4. Phenoxyethanol
Phenoxyethanol merupakan pengawet nontoksik untuk mengurangi paparan
formaldehid. Embalming menggunakan phenoxyethanol membutuhkan jumlah yang
lebih rendah dan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan formaldehid.
Teknik ini mengurangi resiko terhadap paparan formaldehid saat proses
embalming.11
3. Indikasi dan Kontraindikasi
A. Indikasi Embalming
Pengawetan jenazah perlu dilakukan pada keadaan:13
Adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam: Hal ini
penting karena di Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat
sudah mulai membusuk, mengeluarkan bau, dan cairan pembusukan yang dapat
mencemari lingkungan sekitarnya.13
Jenazah perlu dibawa ke tempat lain: Untuk dapat mengangkut jenazah dari
suatu tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman,
artinya tidak berbau, tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya
selama proses pengangkutan. Dalam hal ini perusahaan pengangkutan, demi
reputasinya dan untuk mencegah adanya gugatan di belakang hari, harus
mensyaratkan bahwa jenazah akan diangkut telah diawetkan secara baik,
yang dibuktikan oleh suatu sertifikat pengawetan.13
Jenazah meninggal akibat penyakit menular: Jenazah yang meninggal akibat
penyakit menular akan lebih cepat membusuk dan potensial menulari petugas
kamar jenazah, keluarga serta orang-orang di sekitarnya. Pada kasus
semacam ini, walaupun penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan,
tetap dianjurkan dilakukan embalming untuk mencegah penularan kuman/
bibit penyakit ke sekitarnya.13
B. Kontraindikasi
Embalming di Indonesia tidak dapat dilakukan pada kematian tidak wajar
sebelum dilakukan autopsi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan
penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah
dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti
berdasarkan pasal 233 KUHP. Oleh karena itu setiap kematian tidak wajar
menjadi kontra indikasi embalming.14,15
Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan termasuk
kematian yang tidak wajar. Cara kematian pada kematian tidak wajar adalah
pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan. Pada kasus kematian tidak wajar,
kasusnya hendaknya segera dilaporkan ke penyidik, sesuai dengan pasal 108
KUHAP. Adapun yang termasuk dalam kategori kasus yang harus dilaporkan ke
penyidik adalah: 14,15
1. Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara
2. Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati
3. Adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai kematiannya
tidak ada
4. Keadaan kematiannya menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat
perbuatan melanggar hukum.
5. Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematiannya
mengindikasikan kematian akibat bunuh diri.
6. Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter.
7. Kematian yang disaksikan dokter tetapi ia tidak dapat memastikan
penyebab kematiannya.14,15
2.4. Embalming Modern
2.4.1 Definisi Embalming Modern
Metode modern embalming didefinisikan sebagai desinfeksi dan
pelestarian tubuh yang sudah mati. Proses embalming modern dirancang untuk
menghambat dekomposisi jaringan untuk periode waktu yang diperlukan
sebagaimana yang diinginkan oleh keluarga agar jenazah berada dalam kondisi
yang baik. Embalming modern telah terbukti mampu menjaga tubuh utuh selama
beberapa dekade.16
Embalming merupakan sebuah "fiksasi" kimia protein sel. Secara
prinsip formaldehida pada dasarnya bereaksi dengan Albumin. Formal dehid
larut dalam sel dan mengkonversinya menjadi untuk albuminoids atau gel,
saat yang sama, bakteri dihancurkan, sehingga menghentikan atau setidaknya
menunda dekomposisi pada jenazah. Setelah embalming selesai, tubuh hanya
dapat diserang oleh udara yang membawa bakteri dan jamur yang pada akhirnya
dapat menghancurkan tubuh dengan terpapar udara dan kelembaban yang cukup
untuk mendukung hadir pertumbuhan bakteri dan jamur.16
Embalming modern dilakukan dengan menggunakan cairan embalming yang
bersifat disinfektan dan pengawet. Cairan embalming disuntikkan ke dalam
sistem peredaran darah tubuh dengan pompa listrik, sementara darah
dikeluarkan dari tubuh dan dibuang. Sehingga posisi darah di tubuh diganti
dengan disinfektan dan cairan pengawet.16
2.4.2 Tujuan Embalming
Ada tiga alasan mengapa dilakukannya modern embalming,16 yaitu:
1. Desinfeksi.
Saat seseorang meninggal, beberapa patogen akan ikut mati, namun
sebagian besar masih dapat bertahan hidup karena memiliki kemampuan
untuk bertahan hidup dalam jangka waktu lama dalam jaringan mati.
Orang yang datang dan kontak langsung dengan tubuh jenazah yang tidak
embalming dapat terinfeksi serta ada kemungkinan menjadi lalat atau
agen lain mentransfer patogen untuk manusia dan menginfeksi mereka.16
2. Pelestarian
Pelestarian, yaitu upaya pencegahan pembusukan dan dekomposisi
jenazah, sehingga jenazah di dikuburkan, dikremasikan tanpa bau atau
hal-hal yang tidak menyenangkan lainnya.16
3. Restorasi
Restorasi, yaitu upaya untuk mengembalikan keadaan tubuh jenazah
kembali seperti masih hidup.16
2.4.3 Proses pada embalming modern
A. Arterial embalming
Arterial embalming melibatkan injeksi bahan kimia ke dalam pembuluh
darah, biasanya melalui arteri karotis dextra dan darah dikeluarkan dari
vena jugularis. Bahan kimia disuntikkan melalui pompa mekanis atau dengan
memanfaatkan gaya gravitasi. Pijatan embalmer pada mayat untuk memastikan
distribusi yang tepat dari cairan embalming. Dalam kasus sirkulasi yang
buruk, titik injeksi lain dapat digunakan, yaitu iliaka atau arteri
femoralis, pembuluh subklavia atau aksila.4
Gambar 1. Arterial embalming12
B. Cavity embalming
Hisap cairan rongga tubuh mayat dan injeksi bahan kimia ke dalam
rongga tubuh, menggunakan aspirator dan trocar. Embalmer membuat sayatan
kecil tepat di atas pusar dan mendorong trocar di rongga dada dan perut
untuk menusuk organ berongga dan aspirasi cairannya. Kemudian rongga tubuh
diisi dengan bahan kimia yang mengandung formaldehid terkonsentrasi.4
Gambar 2. Cavity embalming12
c. Hypodermic embalming
Hypodermic embalming merupakan metode tambahan dimana injeksi bahan kimia
pengawet ke dalam jaringan dengan menggunakan jarum dan suntik hipodermik
yang biasanya digunakan pada kasus dimana area yang tidak memiliki aliran
arterial yang baik setelah dilakukan injeksi arteri.2
d. Surface embalming
Surface embalming merupakan metode tambahan yang menggunakan bahan kimia
pengawet untuk mengawetkan area langsung pada permukaan kulit dan area
superfisial lainnya dan juga area yang rusak, seperti pada kecelakaan
lalu lintas, penbusukan, pertumbuhan kanker, atau donor kulit.2
2.4.4 Langkah-langkah normal untuk persiapan tubuh
1. Tubuh ditempatkan dalam posisi yang tepat di meja embalming dengan
tangan diletakkan di atas perut .
2. Tubuh dicuci dan didesinfeksi.
3. Wajah dicukur diperlukan.
4. Mata tertutup. Hal ini biasanya dicapai dengan disk plastik kecil
melengkung disebut "mata topi" ditempatkan di bawah kelopak mata.
Perforasi dalam membantu memegang tutup kelopak mata di tempat.
5. Mulut tertutup. Hal ini biasanya dicapai dengan menempatkan sebuah
"taktik" yang dirancang khusus di rahang atas dan bawah. Taktik masing-
masing memiliki kawat halus terpasang. Dengan memutar dua kabel
bersama-sama, rahang demikian tertutup dan bibir diatur pada garis
bibir alami menggunakan krim untuk mempertahankan posisi yang tepat dan
untuk mencegah dehidrasi.
6. Solusi embalming disiapkan. Mesin embalming modern yang terdiri dari
suatu reservoir galon 2-3 dan pompa listrik. Sebuah solusi sekitar 8
ons cairan untuk 1 galon air siap.
7. Sebuah insisi dibuat di atas arteri karotid (di mana leher memenuhi
bahu) atau melalui arteri femoralis (di leg di pangkal paha). Arteri
dan vena terletak dan terisolasi.
8. Sebuah tabung yang melekat pada mesin dimasukkan ke dalam arteri.
Sebuah tabung sedikit lebih besar ditempatkan ke dalam vena yang
menyertainya. Tabung ini melekat pada selang ke sistem saluran
pembuangan.
9. Cairan disuntikkan ke dalam arteri di bawah tekanan oleh mesin
embalming. Seperti darah digantikan oleh cairan masuk, itu dipaksa
keluar dari tabung vena dan dibuang. Tekanan cairan embalming pasukan
ke kapiler dan akhirnya ke sel-sel tubuh. Setelah sekitar 3 galon
larutan yang disuntikkan ke dalam tubuh, darah telah menipis dan cairan
datang melalui tabung vena sebagian besar embalming cairan.
10. Tabung dihapus dan sayatan dijahit.
11. Rongga perut diobati dengan menggunakan tabung hampa disebut trocar
yang digunakan untuk aspirasi gas dan isi cairan di bawah hisap.
Sebuah kimia pengawet diperkenalkan.
12. Tubuh lagi dicuci dan krim ditempatkan pada tangan dan wajah untuk
mencegah dehidrasi.
13. Rambut dikeramas dan kuku jari dibersihkan.
14. Tubuh ditutupi dengan selembar menunggu ganti dan penempatan di peti
mati.
15. Kosmetik yang kemudian diterapkan untuk menggantikan warna alami
dihapus oleh proses embalming, banyak yang diciptakan oleh kapiler
darah di wajah yang tidak lagi hadir. Dalam kasus wanita, kosmetik
yang digunakan dalam hidup juga dapat digunakan untuk menciptakan
kembali "melihat" orang tersebut selama hidup. Rambut disisir atau
set.
2.4.5 Manfaat embalming modern
1. Wangi
Untuk menghindari bau yang tidak menyenangkan pada jenazah dan juga
untuk mendapatkan bau yang wangi, maka dibutuhkan campuran beberapa
zat kimia, seperti campuran formaldehid dengan deodorant dan juga
pemberian aroma terapi.
2. Rigor Mortis negative
Rigor mortis terjadi karena serabut otot mengandung Actin dan
Myosin yang mempunyai sifat untuk berkontraksi dan relaksi dengan
adanya suatu konsentrasi dari ATP dan kalium chlorida. Kelenturan
dapat dipertahankan karena adanya metabolisme sel yang menghasilkan
energi. Energi ini untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama ATP masih
ada serabut aktin dan miosin berkontraksi. Bila cadangan glikogen
habis maka energi tidak terbentuk sehingga aktin dan miosin otot
berubah menjadi massa seperti jeli yang kaku sehingga terjadi suatu
rigiditas. Perubahan-perubahan kimia juga terjadi di dalam otot-
otot pada waktu yang sama seperti meningkatnya asam laktat akibat
proses glikogenolisis secara anaerob, perubahan pH jaringan dan
lain-lain.
Rigor mortis biasanya terjadi 2-4 jam sesudah kematian dan
berlangsung selama 36-72 jam. Rigor mortis akan mempengaruhi proses
embalming. Oleh karena itu, rigor mortis harus dihilangkan terlebih
dahulu dengan menetralkan pH atau merubah keadaannya menjadi
alkali. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan senyawa
berupa amonia. Dengan pemberian amonia, asam laktat akan
ternetralisir sehingga serat otot akan kembali dapat berkontraksi
dan proses pembusukan segera dimulai. Pada kondisi seperti inilah
proses embalming dapat dilakukan.
3. Hiperemis atau tidak pucat
Untuk mendapatkan jenazah yang tidak pucat, maka dibutuhkan
campuran formaldehid dengan lanolin atau humektan.
2.5 Proses Embalming
Proses embalming dimulai dengan mencuci secara menyeluruh dan
desinfeksi tubuh. Mulut, hidung, dan lubang lainnya dibersihkan dan ditutup
untuk mencegah ekskresi yang bisa menjadi sumber penyakit atau infeksi.
Bahan pengawet kimia kemudian disuntikkan ke dalam tubuh melalui satu atau
lebih arteri, sementara cairan tubuh dikeluarkan melalui pembuluh darah
yang sesuai. Bahan pengawet kimia membunuh bakteri dan mengawetkan mayat
dengan mengubah struktur fisik dari protein tubuh, sehingga tidak bisa lagi
berfungsi sebagai host untuk bakteri. Dengan demikian proses dekomposisi
dapat dihambat.13
2.6 Embalming ditinjau dari berbagai Aspek
1. Embalming dari Sudut Medikolegal
Dalam praktek sehari-hari seorang dokter mungkin diminta untuk
melakukan embalming. Embalming pada umumnya dilakukan untuk menghambat
pembusukan, membunuh kuman, serta mempertahankan bentuk mayat. Pada
prinsipnya embalming hanya boleh dilakukan oleh dokter pada mayat yang
meninggal secara wajar (natural death), sedangkan pada mayat yang meninggal
tidak wajar (akibat pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan) embalming
baru boleh dilakukan setelah proses pemeriksaan forensik selesai dilakukan.
Embalming sebelum otopsi dapat menyebabkan perubahan serta hilangnya atau
berubahnya beberapa fakta forensik. Dokter yang melakukan hal tersebut
dapat diancam hukuman karena melakukan tindak pidana menghilangkan barang
bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Bunyi pasal 233 KUHP adalah "Barang siapa
dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai,
menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau
membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat
atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus-menerus atau
untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat,
ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun".14,15,16
Di Indonesia, embalming sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai
keahlian dan kewenangan yaitu dokter spesialis forensik. Adapun alasannya
adalah sebagai berikut :14
1. Indonesia tidak menganut sistim koroner atau medical examiner yang
bertugas memilah kasus kematian wajar dan tidak wajar.
2. Embalmer di Indonesia, yang secara sengaja maupun tidak sengaja
melakukan embalming pada kasus kematian tidak wajar sebelum dilakukan
otopsi, dapat menyebabkan terjadinya kesulitan penyidikan karena adanya
bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat
dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233
KUHP. Jika pada kasus ini dilakukan juga gugatan perdata, maka pihak
rumah duka pun dapat saja ikut dilibatkan sebagai pihak tergugat.
3. Kewenangan dan keahlian untuk melakukan embalming ada pada dokter
spesialis forensik, berdasarkan pendidikannya.
Dalam hal telah dilakukan embalming tanpa sertifikat dan hasilnya
jelek dan merugikan keluarga, maka pihak rumah duka sebagai pihak yang
memfasilitasi embalming tersebut dapat turut digugat secara perdata
berdasarkan pasal 1365 KUHPer.14 Pasal 1365 KUHPer berbunyi "Tiap perbuatan
yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan
kerugian tersebut".17
2. Embalming untuk pendidikan anatomi
Pengawetan yang dilakukan untuk pendidikan kedokteran sedikit berbeda
dengan pengawetan jenazah untuk keperluan lain. Prioritas pertama adalah
untuk pelestarian jangka panjang bukan untuk presentasi atau tampilan.
Pengawetan medis menggunakan cairan yang mengandung formaldehid pengawetan
dengan terkonsentrasi (37-40%, yang dikenal sebagai formalin) atau
gluteraldehyde serta fenol dan dibuat tanpa pewarna atau parfum. Banyak
perusahaan kimia pengawetan membuat cairan khusus pengawetan anatomi.
Anatomi pengawetan dilakukan ke dalam sistem peredaran darah tertutup.
Cairan biasanya disuntikkan dengan mesin pengawetan ke arteri di bawah
tekanan tinggi untuk menjenuhkan jaringan. Setelah jenazah dibiarkan selama
beberapa jam, sistem vena umumnya dibuka dan cairan diperbolehkan untuk
mengalir keluar, meskipun pengawetan anatomi banyak yang tidak menggunakan
teknik drainase.
Pengawetan anatomis dapat menggunakan gravitasi-pakan pengawetan, di
mana wadah mengeluarkan cairan pengawetan yang ditinggikan di atas
permukaan tubuh dan cairan dimasukkan secara perlahan selama beberapa jam,
kadang-kadang selama beberapa hari. Berbeda dengan pengawetan arteri
standar, drainase tidak terjadi dan tubuh mengalami distensi ekstensif
dengan cairan. Akhirnya mengurangi distensi, seringkali dilakukan sampai
enam bulan pendinginan, sehingga didapatkan penampilan cukup normal. Tidak
ada rongga perawatan terpisah dari organ internal. Mayat anatomis diawetkan
memiliki pewarnaan abu-abu, akibat konsentrasi formaldehida yang tinggi
bercampur dengan darah dan kurangnya agen pewarnaan merah biasanya
ditambahkan ke standar, non-medis, cairan pengawetan. Formaldehida dicampur
dengan darah menyebabkan perubahan warna abu-abu juga dikenal sebagai "abu-
abu formaldehida" atau "embalmer abu-abu".
3. Embalming dari sudut pandang agama
Ada banyak perbedaan pendapat diantara agama yang berbeda mengenai
kebolehan pengawetan , yaitu :
Sudut pandang agama Islam
Di masyarakat yang mayoritas penduduknya beragama Islam ada
larangan dilakukannya pengawetan karena agama Islam mewajibkan
jenazah untuk dikuburkan dalam waktu 24 jam dari kematian. Seorang
muslim percaya bahwa roh akan tetap berada di tubuhnya dari mulai
kematian sampai setelah pemakaman.
Sudut pandang agama Kristen
Sebagian besar tokoh agama Kristen mengatakan bahwa pengawetan
dapat dilakukan. Beberapa badan dalam Ortodoksi Timur mengatakan
untuk dilakukan pengawetan kecuali jika diwajibkan oleh hukum atau
keharusan lainnya, sedangkan yang lain mungkin mencegah, tetapi
tidak melarang juga untuk dilakukan untuk dilakukan pengawetan.
Secara umum keputusan untuk dilakukan pengawetan adalah salah satu
yang ditentukan oleh keluarga jenazah dan kebijakan gereja
tertentu.
Sudut pandang Agama Hindu
Banyak pihak berwenang berpendapat bahwa Hinduisme tidak menerima
pengawetan. Dalam prakteknya, agama hindu tidak melarang keras
untuk dilakukan pengawetan, seperti pengawetan yang pernah terjadi
pada tokoh agama Hindu yang sangat dihormati, umumnya pengawetan
ini dilakukan untuk pemulangan ke India untuk dilakukan ritual
keagamaan dan keagamaan di rumah keluarganya sebelum kremasi akhir.
Secara tradisional, tubuh yang mati harus dikremasi sebelum
matahari terbenam, sehingga pengawetan bukanlah sesuatu yang umum
atau luasuntuk dilakukan.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
Embalming adalah proses pengawetan mayat untuk mempertahankan
penampilan mayat dalam waktu yang singkat, tetap dalam kondisi yang baik
untuk jangka waktu lama. Teknik embalming modern adalah hasil dari
akumulasi berabad-abad penelitian, penemuan, trial and error. Metode
embalming modern terdiri dari arterial embalming, cavity embalming,
hypodermic embalming, dan surface embalming. Bahan kimia yang dapat
digunakan dalam proses embalming, antara lain formaldehid, etil alkohol dan
polietilen glikol (kryofix), phenoxyethanol, dan glutaraldehid.
Pada prinsipnya embalming hanya boleh dilakukan oleh dokter pada mayat
yang meninggal secara wajar (natural death), sedangkan pada mayat yang
meninggal tidak wajar (akibat pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan)
embalming baru boleh dilakukan setelah proses pemeriksaan forensik selesai
dilakukan.
3.2 Saran
Di Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi pendidikan yang
khusus mendidik seseorang untuk menjadi embalmer. Dalam pendidikan S2,
spesialisasi kedokteran forensik adalah satu-satunya program pendidikan
yang mencantumkan pelajaran mengenai embalming dalam kurikulumnya. Atas
dasar itulah, maka dalam konteks hukum di Indonesia, embalming sebaiknya
dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu,
yaitu dokter spesialis forensik.
Daftar Pustaka