ACARA VI
PENENTUAN KADAR VITAMIN
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan Praktikum
Menentukan kadar vitamin C (asam askorbat) dalam sampel jeruk buah dan jeruk nipis secara titrasi iodimetri.
Waktu Praktikum
Selasa, 29 Maret 2016
Tempat Praktikum
Lantai III, Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.
LANDASAN TEORI
Pada dasarnya konsep analisis kimia dapat dibagi atas 2 bagian, yakni analisis kualitaif dan analisis kuantitatif. Ada 2 aspek penting dalam analisis kualitatif yaitu pemisahan dan identifikasi. Kedua aspek ini dilandasi oleh kelarutan, keasaman pembentukan senyawa kompleks, oksidasi-reduksi, sifat penguapan, dan ekstraksi. Sifat-sifat ini sebagai sifat periodic menunjukkan kecenderungan dalam kelarutan klorida, sulfide, hidroksida, dan karbonat sulfat dan garam-haram lainnya dari logam. Analisis kimia kuantitaif menyangkut analysis gravimetric dan titirimetri. Dalam analysis gravimetri, zat yang akan ditentukan diubah ke dalam bentuk endapan yang sukar larut, selanjutnya dipisahkan dan ditimbang. Sedangkan analisis titrimetri yang sering disebut analisis volumetric, zat yang akan ditentukan dibiarkan berekasi dengan suatu perekasi yang diketahui sebagai larutan standar (baku). Kemudian volume larutan tersebut yang diperlukan untuk dapat bereaksi sempurna tersebut diukur (Barsasella, 2012 : 125).
Suatu metode titrimetric untuk analisis didasarkan pada sutu reaksi kimia seperti :
aA + tT produk
dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagensia T. Reagensia T, yang disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit (secara incremental), biasanya dari dalam buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan kedua ini disebut larutan standard dan konsentrasinya ditetapkan oleh suatu proses disebut standarisasi. Penambahan titran diteruskan sampai telah dimasukkan sejumlah T yang secara kimia setara dengan A. maka dikatakan telah tercapai titik ekivalensi dari titrasi itu. Untuk mengetahui kapan penambahan titran itu, dapat menggunakan suatu zat, yang disebut indicator, yang menanggapi munculnya kelebihan titran dengan perubahan warna. Titik dalam titrasi pada saat indicator berubah warna disebut titik akhir (Day, 2002 : 49).
Banyak sekali metode volumetric yang berprinsipkan pada transfer elektron, yaitu reaksi oksidasi reduksi yang berasal dari transfer langsung elektron dari donor ke akseptor. Bermacam reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis volumetri asalkan kesetimbangan yang tercapai setiap penambahan titran dapat berlangsung dengan cepat. Dan diperlukan juga adanya indicator yang mampu menunjukkan titik ekuivalen stoikiometri dengan akurasi yang tinggi. Banyak titrasi redoks dilakukan dengan mengunakan indicator warna. Salah satu system redoks yaitu kalum iodat yang banyak dipakai dalam kimia analitik dan reaksi dalam titrasi Andrew's. Pada pemakaian iodium sebagai reagen redoks harga E° iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. Jika E° tidak bergantung pada pH (pH<8,0) maka persamaan reaksinya :
I2 (s) + 2e 2I E° = 0,535 V
I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodide secara relatif merupakan reduktor lemah. Kelarutannya dalam air cukup baik dengan pembentukan triodida (KIO3). Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus disimpan dalam tempat yang dingin dan gelap. Berkurangnya iodium akibat penguapan dan oksidasi udara menyebabkan banyak kesalahan analisis. Cara lain standarisasi adalah dengan Na2S2O3.5H2O. Larutan tiosulfat distandarisasi terlebih dahulu dengan K2Cr2O7. Biasanya indicator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodide pada konsentrasi <10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompoleks iodium-amilum mempuyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2008 : 52).
Iodin adalah salah satu reagen yang paling populer pada analisis kimia. Pada iodimetri, iodin digunakan sebagai titran pada titrasi langsung, dan juga pada titrasi tidak langsung, berdasarkan pada reaksi antara agen pengoksidasi kuat dan ion iodida berlebih untuk menghasilkan jumlah iodin yang equivalen dengan analit. Iodin kemudian dititrasi dengan larutan standar dari agen pereduksi. Kondisi dari larutan juga memainkan peranan penting selama tirasi iodimetri. Untuk menunjukkan reaksi yang cepat dan tepat dari oksidan dengan potensial reduksi yang relatif rendah (contohnya natrium tiosulfat, hidrogen sulfida), larutan asam dari iodin harus digunakan. Bagaimanapun, untuk mengoksidasi agen pereduksi lemah (arsenic (III) atau ion antimonium (III) dengan iodin, salah satu dari medium alkaline netral diperlukan. Potensial normal redoks dari pasangan reversible I2/I adalah 0,535 V. Nilai ini tidak berpengaruh pada pH larutan sampai pH 9. Pada pH yang lebih tinggi, iodin bereaksi dengan ion hidroksida untuk memproduksi ion iodida dan iodat (Ciesielski, 2006)
Iodimetri merupakan titrasi langsung dengan menggunakan baku iodin (I2) dan digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih kecil daripada system iodium-iodida sebagaimana persamaan di atas atau dengan kata lain digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat reduktor yang cukup kuat seperti vitamin C. Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodida. Persamaan reaksi yang terjadi antara iodin dengan vitamin C adalah: I3- + 2ē 3IC6H6O6 + 2 H+ + 2ē C6H8O6
Titik ekuivalen dalam titrasi kali ini ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi ungu kehitaman, yang menandakan bahwa vitamin C telah habis bereaksi dengan iodin, dan kemudian iodin bereaksi dengan larutan kanji sehingga menghasilkan warna ungu kehitaman (Masitoh, 2014).
Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, vitamin C bermanfaat untuk memperkuat daya tahan tubuh dan menurunkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh, serta mampu menyerap zat besi dari makanan yang dibutuhkan untuk mencegah anemia. Untuk menentukan kadar vitamin C digunakan metode iodimetri. Dasar dari metode iodimetri adalah bersifat mereduksi vitamin C (asam askorbat). Asam askorbat merupakan zat pereduksi yang kuat dan secara sederhana dapat dititrasi dengan larutan baku iodium. Metode iodimetri (titrasi langsung dengan larutan baku iodium 0,1 N) dapat digunakan pada asam askorbat murni atau larutannya (Agustina, 2014).
Perbedaan teknik pengukuran dan proses pemerasan juga berpengaruh pada kandungan vitamin C dalam jus buah. Faktor iklim, temperature dan jumlah pupuk nitrogen yang digunakan pada penumbuhan tanaman dan kondisi iklim seperti cahaya berpengaruh pada konsentrasi AA buah. Contohnya, peningkatan jumlah pupuk nitrogen dari 80-120 kg/ha menurunkan kandungan vitamin C sebanyak 7% pada kembang kol. Jumlah kandungan vitamin C pada jus buah juga bisa dipengaruhi oleh jenis penyimpanan. Jus buah harus disimpan pada suhu dingin. Ketika jus buah ditempatkan pada suhu dingin, kandungan vitamin C akan berkurang, bagaimanapun penyimpanan vitamin C pada suhu yang dingin akan mengurangi kandungan vitamin C. Hal ini karena vitamin C sangat sensitive terhadap temperature dan sangat mudah dioksidasi (Bekele, 2015).
ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
Alat-alat Praktikum
Alat pemeras jeruk
Alumunium foil
Buret 50 mL
Corong kaca 75 mm
Corong kaca kecil
Erlenmeyer 250 mL
Gelas kimia 250 mL
Klem
Labu takar 100 ml
Pipet gondok 10 mL
Pipet tetes
Pipet volume 2 mL
Rubber bulb
Statif
Timbangan analitik
Bahan-bahan Praktikum
Aquades (H2O(l))
Indikator amilum 2 %
Jeruk buah
Jeruk nipis
Larutan asam sulfat (H2SO4) 1 N
Larutan asam sulfat (H2SO4) 2 N
Larutan iodine (I2)
Larutan kalium iodide (KI) 10%
Larutan kalium triodida (KIO3) 0,1 N
Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
SKEMA KERJA
Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan Larutan KIO3 0,1 N
10 mL larutan KIO3 0,1 N
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Ditimbang
+ 5 mL larutan KI 10%
+ 2 ml H2SO4 1 N
Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai berwarna kuning muda
Hasil
+ beberapa tetes indikator amilum 1 %
Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai bening
Hasil
Standarisasi Larutan I2 dengan Larutan Standar Na2S2O3 0,1 N
10 mL larutan I2
Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai berwarna kuning muda
Hasil
+ beberapa tetes indikator amilum 2 %
Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai bening
Hasil
Penentuan kadar Vitamin C dalam Larutan dengan Larutan Iodium Standar
Pembuatan Larutan Buah
Jeruk buah dan jeruk nipis
Diperas masing-masing
Dimasukkan ke wadah yang berbeda
Hasil
10 mL perasan jeruk buah dan jeruk nipis
Ditimbang
Hasil
Titrasi Iodimetri Cara I
10 mL jeruk buah
Diencerkan dengan aquades sampai 100 mL
Hasil
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
+ 6 mL H2SO4 2 N
+ beberapa tetes indikator amilum 2%
Dititrasi dengan I2 standar sampai berwarna biru
Hasil
(Diulangi langkah di atas menggunakan air jeruk nipis)
Titrasi Iodimetri Cara II
10 mL jeruk buah
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
+ 6 mL H2SO4 2 N
+ beberapa tetes indikator amilum 2%
Dititrasi dengan I2 standar sampai berwarna biru
Hasil
(Diulangi langkah di atas menggunakan air jeruk nipis)
HASIL PENGAMATAN
Tabel Perubahan Fisik
No
Prosedur
Hasil Pengamatan
1.
Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan Larutan KIO3 0,1 N
10 mL larutan KIO3 0,1 N dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditimbang
Larutan KIO3 0,1 N tidak berwarna
Berat erlenmeyer kosong = 84,52 g
Berat erlenmeyer+larutan KIO3 = 94,15 g
Berat larutan KIO3 = berat erlenmeyer+larutan KIO3 – berat erlenmeyer kosong = 94,15 g – 84,52 g = 9,63 g
+ 5 mL larutan KI 10%
+ beberapa tetes H2SO4 1 N
Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N
Warna larutan setelah dicampurkan dengan KI 10% tetap bening
Setelah ditambahkan 10 tetes H2SO4, warna larutan menjadi orange kecoklatan dan terdapat endapan hitam pada dasar erlenmeyer
Hasil titrasi warna larutan menjadi kuning muda
+ beberapa tetes amilum 2%
Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N
Larutan indikator amilum tidak berwarna (bening)
Setelah ditambahkan 2 mL indikator amilum larutan berubah warna dari kuning muda menjadi biru tua
Hasil titrasi warna larutan menjadi bening
2.
Standarisasi Larutan I2 dengan Larutan Standar Na2S2O3 0,1 N
10 mL I2 dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N
Warna awal larutan I2 kuning pekat. Setelah dititrasi warna larutan berubah menjadi kuning muda
+ beberapa tetes amilum 2% dan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N
Setelah ditambahkan 1 tetes indikator amilum warna larutan yang awalnya kuning muda berubah menjadi biru tua
Setelah dititrasi warna larutan menjadi bening (warna biru hilang)
3.
Penentuan Kadar Vitamin C dalam Larutan dengan Larutan Iodium Standar
Pembuatan Larutan Buah
Jeruk buah dan jeruk nipis diperas dan ditempatkan pada wadah yang berbeda
10 mL air perasan jeruk buah dan jeruk nipis ditimbang
Warna perasan air jeruk buah orange sedangkan perasan air jeruk nipis berwarna kuning kehijauan
Berat erlenmeyer kosong = 90,33 g
Berat erlenmeyer+perasan air jeruk = 98,40 g
Berat perasan air jeruk = berat erlenmeyer+perasan air jeruk – berat erlenmeyer kosong = 98,40 g – 90,33 g = 8,07 g
Titrasi Iodimetri Cara I
10 mL jeruk buah/jeruk nipis diencerkan dengan 100 mL aquades dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
+ 6 mL H2SO4 2 N
+ beberapa tetes indikator amilum 2%
Dititrasi dengan larutan I2 standar
Warna perasan air jeruk buah setelah diencerkan orange bening
Warna perasan air jeruk nipis setelah diencerkan kuning keruh
Setelah ditambahkan asam sulfat warna larutan jeruk buah dan jeruk nipis tidak berubah
Setelah ditambahkan indikator amilum warna larutan jeruk buah dan jeruk nipis tidak berubah
Hasil titrasi warna kedua larutan menjadi biru tua
Titrasi Iodimetri Cara II
10 mL perasan jeruk buah/jeruk nipis dimasukkan ke dalam erlenmeyer
+ 6 mL H2SO4 2 N
+ beberapa tetes indikator amilum 2%
Dititrasi dengan larutan I2 standar
Warna awal perasan air jeruk buah orange
Warna awal perasan air jeruk nipis kuning kehijauan
Setelah ditambahkan asam sulfat, warna kedua larutan tidak berubah
Setelah ditambahkan indikator amilum warna kedua larutan tetap tidak berubah
Hasil titrasi kedua larutan berwarna biru tua
Tabel Perubahan Volume
No.
Percobaan
Hasil Pengamatan
1.
Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan Larutan KIO3 0,1 N
Vtit1 = 10 tetes = 0,67 mL
Vtit2 = 8 mL
Vtit-tot = Vtit1+Vtit2
= 0,67 mL+8 mL
= 8,67 mL
2.
Standarisasi Larutan I2 dengan Larutan Standar Na2S2O3 0,1 N
Vtit1 = 1 mL
Vtit2 = 4 tetes = 0,27 mL
Vtit-tot = Vtit1+Vtit2
= 1 mL+0,27 mL
= 1,27 mL
3.
Penentuan kadar Vitamin C dalam Larutan dengan Larutan Iodium Standar
Sampel jeruk buah
Sampel jeruk nipis
Volume titrasi cara 1 = 0,2 mL
Volume titrasi cara 2 = 6,3 mL
Volume titrasi cara 1 = 4,6 mL
Volume titrasi cara 2 = 0,3 mL
ANALISIS DATA
Persamaan reaksi
Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan Larutan KIO3 0,1 N
Oksidator + KIO3(aq) I2(aq) + KI(aq)
IO3–(aq) + 5I–(aq) + 6H+(aq) 3I2(aq) + 3H2O(l)
I2(aq) + 2Na2S2O3(aq) 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)
I2(aq) + amilum(aq) I2-amilum(aq)
Titrasi kembali
I2-amilum(aq) + 2S2O32-(aq) 2I–(aq) + amilum(aq) + S4O6–(aq)
Standarisasi Larutan I2 dengan Larutan Na2S2O3
I2(aq) + Na2S2O3(aq) 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)
I2(aq) + amilum(aq) I2-amilum(aq)
Titrasi kembali
I2-amilum(aq) + 2S2O32-(aq) 2I–(aq) + amilum(aq) + S4O6–(aq)
Reaksi Vitamin C dengan Iodium
C6H8O6(aq) + I2(aq) C6H6O6(aq) + 2I-(aq) + 2H+(aq)
Perhitungan
Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan Larutan KIO3 0,1 N
N KIO3 = massaMr × 1000V × valensi
= 9,63 g214 g/mol × 100010 mL × 1
= 0,05 × 100 × 1
= 5 N
(N × V) Na2S2O3 = (N × V) KIO3
N × 8,67 mL Na2S2O3 = 5 N × 10 mL KIO3
N Na2S2O3 = 5 N ×10 mL8,67 mL
N Na2S2O3 = 508.67
= 5,77 N
Standarisasi Larutan I2 dengan Larutan Natrium Tiosulfat
(N × V) I2 = (N × V) Na2S2O3
N × 10 mL I2 = 5,77 N × 1,27 mL Na2S2O3
N I2 = 5,77 N ×1,27 mL10 mL
= 7,3310
= 0,73 N
Kadar Vitamin C dalam Jeruk Buah
Cara I
% b/b = VI2 ×0,88 ×0,007261,01 × 100gr sampel ×faktor pengenceran
= 0,2 mL ×0,88 ×0,007261,01 × 1008,07 gr ×10
= 1,28 × 10-31,01 × 12,39 ×10
= 1,28 × 10-3122,14
= 1,02 × 10-5%
= 0,00001%
Cara II
% b/b = VI2 ×0,88 ×0,007261,01 × 100gr sampel ×faktor pengenceran
= 6,3 mL ×0,88 ×0,007261,01 × 1008,07 gr ×1
= 0,041,01 × 12,39 ×1
= 0,04122,51
= 0,0003%
Kadar Vitamin C dalam Jeruk Nipis
Cara I
% b/b = VI2 ×0,88 ×0,007261,01 × 100gr sampel ×faktor pengenceran
= 4,6 mL ×0,88 ×0,007261,01 × 1008,07 gr ×10
= 0,031,01 × 12,39 ×10
= 0,03122,14
= 0,0002%
Cara II
% b/b = VI2 ×0,88 ×0,007261,01 × 100gr sampel ×faktor pengenceran
= 0,3 mL ×0,88 ×0,007261,01 × 1008,07 gr ×1
= 0,0021,01 × 12,39 ×1
= 0,002122,51
= 0,00002%
PEMBAHASAN
Praktikum yang berjudul penetapan kadar vitamin bertujuan untuk menentukan kadar vitamin C (asam askorbat) dalam sampel jeruk buah dan jeruk nipis secara titrasi iodimetri.
Vitamin merupakan golongan senyawa organik yang memiliki peran sangat penting untuk pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya agar metabolisme berjalan normal. Terdapat banyak sekali vitamin baik yang berasal dari alam maupun yang disintesis di laboratorium. Salah satunya adalah vitamin C. Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan senyawa yang bersifat asam dengan rumus empiris C6H8O6 (berat molekul = 176,12 g/mol). Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192°C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C sangat mudah larut dalam air (1g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol (1 g larut dalam 50 ml alkohol absolut atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam benzena, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak stabil dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, serta logam-logam seperti Cu, Fe, dan cahaya. Rumus bangun vitamin C dapat dilihat yaitu :
Vitamin C (asam askorbat) bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, oksigen, enzim, kadar air, dan katalisator logam. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan sebagai vitamin C lagi.
Vitamin C merupakan asam gula yang banyak terdapat pada buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Kegunaan vitamin C adalah sebagai antioksidan dan berfungsi penting dalam pembentukan kolagen, membantu penyerapan zat besi, serta membantu memelihara pembuluh kapiler, tulang, dan gigi. Konsumsi dosis normal vitamin C adalah 60-90 mg/hari.
Penentuan kadar vitamin C dalam suatu sampel dapat dilakukan dengan iodimetri. Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan menggunakan iodium. Iodimetri ini terdiri dari 2 jenis yaitu: (a) Iodimetri metode langsung, merupakan titrasi iodimetri dimana bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku Iodium. Contohnya pada penetapan kadar asam askorbat atau vitamin C dan (b) Iodimetri metode residual (titrasi balik), merupakan titrasi bahan iodimetri dimana bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan baku iodium dalam jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.
Pada praktikum ini jenis titrasi iodimetri yang digunakan adalah jenis pertama yaitu metode titrasi langsung yang digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam jeruk buah dan jeruk nipis. Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin dengan menggunakan indikator amilum (kanji). Titrasi ini dilakukan dalam suasana netral sedikit asam yaitu sekitar pH 5-8. Dalam titrasi iodimetri, iodin digunakan sebagai agen pengoksidasi, namun dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi yang dititrasi langsung dengan iodin. Dalam hal ini vitamin C merupakan pereduksi yang sangat kuat, maka vitamin C tepat jika digunakan sebagai sampel dalam titrasi iodimetri pada praktikum ini.
Dalam titrasi iodimetri, iodin akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibandingkan potensial reduksi iodin (+0,535 volt). Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil (+0,116 volt) dibandingkan potensial reduksi iodin, sehingga vitamin C dapat dititrasi secara langsung dengan iodin. Deteksi titik akhir titrasi pada iodimetri dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru kehitaman atau ungu kehitaman pada saat tercapainya titik akhir titrasi (TAT).
Praktikum ini terdiri dari 3 percobaan, yaitu standarisasi larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) dengan larutan KIO3 0,1 N, standarisasi larutan I2 dengan larutan Na2S2O3 0,1 N, dan penetapan kadar vitamin C dalam larutan dengan larutan iodium standar. Percobaan pertama yakni standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan KIO3 0,1 N. Larutan KIO3 berperan sebagai larutan standar primer untuk menentukan konsentrasi larutan standar sekunder Na2S2O3. Larutan baku primer adalah larutan yang diketahui konsentrasinya dengan cara menimbang zat dan menghitung berat zat terlarut yang dilarutkan dengan tepat. Syarat-syarat zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer adalah mudah diperoleh, stabil, tidak higroskopis, tidak menyerap CO2 pada waktu penimbangan, mempunyai masa ekivalen yang besar, dan lain-lain. Larutan baku sekunder adalah larutan baku yang tidak diketahui dan harus distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan standar primer. Kemudian syarat-syarat zat untuk larutan baku sekunder adalah kemurniannya kurang dari larutan baku primer, berat ekivalennya tinggi, larutannya stabil dalam penyimpanan, mudah didapatkan. Contohnya NaOH, AgNO3, Na-EDTA, HCl, dan sebagainya. Standarisasi pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi larutan tersebut sehingga dapat digunakan sebagai larutan baku sekunder. Larutan standar yang digunakan pada percobaan ini, yang menggunakan metode iodimetri jenis kedua yaitu titrasi residual (titrasi balik) biasanya adalah natrium thiosulfat. Natrium thiosulfat memiliki kemurnian yang tinggi namun selalu terdapat ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat fluoresen dari bentuk garamnya sehingga zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku primer. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Tahap pertama dimasukkan larutan KIO3 0,1 N ke dalam erlenmeyer yang sebelumnya sudah ditimbang, kemudian ditimbang kembali setelah dimasukkan larutan KIO3 untuk mendapatkan massa KIO3 sehingga dapat dilakukan perhitungan. Kemudian ditambahkan larutan KI 10% yang bertindak sebagai reduktor terhadap larutan KIO3, sedangkan larutan KIO3 bertindak sebagai oksidator sehingga saat di tambahkan larutan KI, kalium iodida akan terionisasi menjadi K+ dan I- , dimana I- akan teroksidasi menjadi I2 dengan penaikan biloksnya dari -1 menjadi 0. Kalium iodida harus bebas iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam larutan asam untuk membebaskan iodium :
IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O
Ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi (reduktor) yang cukup kuat sedangkan iodium merupakan oksidator lemah. Pencampuran larutan ini menghasilkan larutan bening. Setelah penambahan KI ke dalam suatu larutan (asam) dari suatu zat pengoksid larutan tak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan dengan udara, karena akan terbentuk tambahan iodium oleh reaksi tersebut di atas. Kemudian larutan ditambahkan H2SO4 pekat yang bertujuan untuk memberikan suasana asam pada larutan karena larutan terdiri dari KIO3 dan KI yang berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Suasana asam diperlukan untuk senyawa yang memiliki potensial reduksi yang rendah sehingga dapat direaksikan secara sempurna. Penambahan larutan asam sulfat menghasilkan warna larutan orange kecoklatan dan terdapat endapan hitam pada dasar erlenmeyer. Larutan berwarna orange kecoklatan ini disebabkan karena terbentuknya I2, sehingga warna larutan yang cukup kuat ini menyebabkannya dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Indikator ini berfungsi untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi pada saat diteteskan larutan basa sehingga mudah untuk diidentifikasi bahwa larutan telah mencapai titik ekivalen. Perubahan warna yang terjadi pada penambahan indikator tertentu disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan iodium yang berwarna khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga titik akhir tercapai. Tetapi pengamatan titik akhir titrasi akan lebih mudah dengan penambahan larutan kanji sebagai indikator, karena amilum akan membentuk kompleks dengan I2 yang berwarna biru sangat jelas. Penambahan amilum harus pada saat mendekati titik akhir titrasi. Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus I2 yang menyebabkan sukar lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna biru sukar hilang, sehingga titik akhir titrasi tidak terlihat tajam. Larutan lalu dititrasi dengan Na2S2O3 (natrium thiosulfat) sampai berwarna kuning muda yang bertindak sebagai pereduksi dimana reaksi antara I2 dengan S2O32- dari Na2S2O3 menyebabkan iodine tereduksi menjadi iodide sesuai reaksi :
I2 (aq) + 2S2O32-(aq) 2I-(aq) + S4O62-(aq)
Setelah proses titrasi, larutan di tambahkan indikator amilum 1%. Penambahan indikator setelah titrasi disebabkan karena kanji mudah menyerap I2 sehingga jika ditambahkan pada awal titrasi sebagian I2 akan terserap oleh kanji sebelum titrasi sehingga amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula dan kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat. Selain itu hal ini juga untuk menghindari terjadinya hidrolisis amilum karena mediumnya berupa asam kuat. Iodida pada konsentrasi < 10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi. Pada titik akhir titrasi akan diperoleh warna larutan bening yang diakibatkan terbentuknya senyawa kompleks antara kanji dengan iodium. Adapun volume titran yang digunakan yaitu sebanyak 8,67 ml dengan konsentrasi yang diperoleh dari hasil analisis data sebesar 5,77 N.
Hasil perhitungan ini tidak sesuai dengan yang di inginkan yaitu 0,1 N. Faktor-faktor yang memepengaruhi hasil perhitungan ini antara lain kurangnya ketelitian saat proses titrasi, kadar iodium berkurang karena iodium mudah menguap, sehingga titran semakin banyak diperlukan, dan indikator amilum yang tidak baru. Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah merkurium (II) iodida, asam borat atau asam formiat. Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil alkohol.
Percobaan kedua yaitu standarisasi larutan I2 dengan larutan Na2S2O3 (natrium thiosulfat) 0,1 N. Standarisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer. Larutan standar primer adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa sampai volum larutan). Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standarisasi. Standarisasi ini bertujuan untuk mengetahui normalitas larutan I2 yang selanjutnya akan digunakan untuk titrasi iodimetri pada penentuan kadar vitamin C. Standarisasi ini dilakukan dengan cara mentitrasi larutan I2 dengan larutan Na2S2O3 (natrium thiosulfat) 0,1 N sampai berwarna kuning muda dengan reaksi sebagai berikut :
I2(aq) + Na2S2O3(aq) 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)
Titrasi ini terus dilakukan sampai larutan berwarna kuning muda yang menandakan larutan iodium bereaksi dengan larutan Na2S2O3 (natrium thiosulfat). Karena volume I2 lebih banyak daripada volume natrium tiosulfat (volume titrasi yaitu 1 mL) maka masih terdapat iodin yang belum bereaksi dengan natrium tiosulfat (terdapat I2 berlebih). Kelebihan I2 ini kemudian ditambahkan dengan indikator amilum untuk mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi biru tua yang merupakan warna dari kompleks iodin berlebih-amilum yang terbentuk sesuai reaksi:
I2 berlebih + kanji kompleks iodin berlebih-amilum
Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 (natrium thiosulfat) sampai menghasilkan larutan yang tidak berwarna (bening). Perubahan warna tersebut menandakan titik akhir titrasi telah tercapai dan iodin telah habis bereaksi dengan natrium tiosulfat. Volume titrasi total yang diperoleh sebesar 1,27 mL dan normalitas I2 yang dihasilkan yaitu 0,73 N.
Percobaan ketiga yakni penetapan kadar vitamin C dalam larutan dengan larutan iodium standar. Pada percobaan ketiga ini terdapat 3 perlakuan yaitu pembuatan larutan buah, titrasi iodimetri cara I, dan titrasi iodimetri cara II. Adapun buah yang digunakan adalah jruk buah dan jeruk nipis. Jeruk buah dan jeruk nipis merupakan tumbuhan bermarga citrus dengan nama latin berturut-turut Citrus sinensis dan Citrus aurantifolia. Kedua jenis jeruk ini merupakan sumber vitamin C dan asam sitrat yang ditandai dengan rasanya yang masam dan segar pada daging buahnya sehingga dipilih buah ini sebagai sampel dalam penentuan kadar vitamin C. Proses pembuatan larutan jeruk buah dan jeruk nipis ini dilakukan dengan cara memotong buah jeruk menjadi 2 bagian kemudian diperas untuk mendapatkan sarinya lalu disaring agar didapatkan sari yang sudah terpisah dari ampasnya. Kemudian masing-masing larutan tersebut dititrasi dengan 2 macam cara yaitu titrasi iodimetri cara I (dengan pengenceran) dan titrasi iodimetri cara II (tanpa pengenceran).
Untuk cara I masing-masing larutan jeruk buah dan jeruk nipis diencerkan sampai 100 mL dalam labu ukur. Kemudian ditambahkan dengan asam sulfat untuk memberikan suasana asam pada proses titrasi sehingga proses titrasi bisa lebih cepat berlangsung. Hal ini juga dilakukan karena larutan buah telah diencerkan dengan aquades sebelumnya, sehingga kadar keasamannya akan menurun, dimana larutan ini harus selalu berada dalam keadaan asam, sebab jika tidak maka hasil titrasi tidak akan maksimal. Kemudian larutan buah tersebut diteteskan dengan indikator amilum untuk mengetahui titik akhir titrasi nantinya yang ditandai dengan perubahan warna menjadi biru yang menandakan terbentuknya kompleks iod-amilum yang berwarna biru tua disebabkan molekul iod terikat kuat pada permukaan beta amilosa seperti amilum. Setelah ditambahkan indikator, larutan jeruk buah dan jeruk nipis dititrasi dengan larutan iodium standar. Kemudian larutan buah dititrasi secara perlahan-lahan dengan larutan iodium. Ketika akan mencapai batas akhir titrasi larutan terkadang menimbulkan warna biru akan tetapi warna biru tersebut hilang kembali. Hal ini dikarenakan masih ada vitamin C yang belum bereaksi dengan larutan iodium. Setelah beberapa saat maka didapatkanlah hasil larutan yang berwarna biru mantap. Hal ini menandakan bahwa vitamin C telah habis bereaksi dan titik akhir titrasi telah tercapai. Warna biru terbentuk karena dalam larutan pati, terdapat unti-unit glukosa membentuk rantai heliks karena adanya ikatan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya., sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut. Berikut ini reaksi yang terjadi antara vitamin C dengan iodium :
C6H8O6 + I2 C6H6O6 + 2I- + 2H+
Untuk titrasi iodimetri cara II, perlakuannya hampir sama hanya berbeda pada proses pengencerannya. Jika titrasi cara I dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum dititrasi maka pada titrasi cara II ini tidak dilakukan pengenceran. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor pengenceran pada proses titrasi dan penentuan kadar vitamin C. Volume titrasi yang diperoleh dari titrasi cara I dan cara II untuk sampel jeruk buah berturut-turut sebesar 0,2 mL dan 6,3 mL. Sedangkan volume titrasi yang diperoleh dari titrasi cara I dan cara II untuk sampel jeruk nipis berturut-turut sebesar 4,6 mL dan 0,3 mL. Dari volume titrasi tersebut dapat dihitung kadar vitamin C yang terdapat dalam kedua sampel. Kadar vitamin C yang terdapat pada jeruk buah untuk titrasi cara I dan cara II berturut-turut sebesar 0,00001% dan 0,0003%. Sedangkan kadar vitamin C yang terdapat pada jeruk nipis untuk titrasi cara I dan cara II berturut-turut sebesar 0,0002% dan 0,00002%.
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa kadar vitamin C yang terdapat pada sampel jeruk buah dengan tirasi iodimetri cara I dan II berturut-turut sebesar 0,00001% dan 0,0003%. Sedangkan kadar vitamin C yang terdapat pada sampel jeruk nipis dengan titrasi iodimetri cara I dan cara II berturut-turut sebesar 0,0002% dan 0,00002%.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, A dan Rahmi, N. 2014. Penetapan Kadar Vitamin C pada Buah Belimbing Wuluh Averrhoa Bilimbi L.) secara Iodimetri. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional : Karanganyar.
Barsasella, D. 2012. Buku Wajib Kimia Dasar. Jakarta : TIM.
Bekele, D.A. dan Girma, S.G. 2015. Iodometric Determination of the Ascorbic Acid (Vitamin C) content of some Fruits consumed in Jimma Town Community in Ethiopia. Ethiopia: Jimma University.
Ciesielski, W dan Robert, Z. 2006. Iodimetric Titration of Sulfur Compounds in Alkaline Medium. Polandia : University of £ódz.
JR, R.A. Day dan A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.
Masitoh, S.,dkk. 2014. Titrasi Iodimetri Penentuan Kadar Vitamin C. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II
ACARA 6
PENENTUAN KADAR VITAMIN
OLEH
BAIQ NURHIKMAH SEPTIANA
G1C013009
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2016