1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bahasa adalah fungsi luhur yang paling utama bagi manusia selain fungsidaya mengingat, persepsi, kognisi, dan emosi. Kerusakan atau kelainan di otak dapat menimbulkan gangguan kemampuan berbahasa yang disebut afasia. Afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa seseorang (baik lisan maupun tulis) yang disebabkan oleh gangguan atau kerusakan di otak. Kerusakan otak itu sendiri dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit, tetapi yang paling sering oleh penyakit gangguan peredaran darah di otak dan cedera otak (strok dan trauma). Seringkali orang mengira mereka mengalami gangguan kejiwaan, padahal menderita afasia.
Di Amerika, afasia banyak ditemukan pada 20 % penderita stroke. Namun tidak menutup kemungkinan, afasia juga terjadi pada mereka yang mengalami cedera otak, tumor, dan terutama pasien neurodegenerative. Afasia seringkali masih disalahdiagnosiskan atau dianggap remeh, karena afasia seringkali hanya merupakan penyakit penyerta dari sebuah penyakit yang lebih nyata. Padahal diagnosis afasia merupakan hal yang penting karena membutuhkan terapi yang khusus.
Afasia dapat memperburuk kualitas hidup pasien karena pada afasia pasien menjadi kesulitan untuk memahami lingkungan sekitarnya dan pasien tidak dapat mengekspresikan dirinya, membuat pasien seolah terisolasi dari lingkungannya. Pasien dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan dan mengerti lingkungan juga memberikan sebuah waspada kepada dokter yang menangani karena setiap penyakit yang terdapat pada pasien jadi tidak dapat terdiagnosis dengan baik dan dokter tidak dapat mengedukasi pasien dalam proses terapi.
Banyak orang mengalami frustasi saat berlibur di negara lain. Frustasi tersebut berasal dari ketidakmampuan mengungkapkan dengan jelas apa yangmereka maksudkan atau tidak sepenuhnya mengerti apa yang dikatakan orang lain.
Pada penderita afasia mengalami hal-hal seperti ini sehari-hari. Dengandemikian, afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa.Tidak ada dua penderita afasia yang persis sama. Afasia berbeda dari satuorang dengan yang lain. Tingkat keparahan dan luasnya cakupan afasia tergantungdari lokasi dan keparahan cedera otak, kemampuan berbahasa sebelum afasia, dan kepribadian seseorang. Beberapa penderita afasia dapat mengerti bahasa dengan baik, tetapi mengalami kesulitan untuk mendapatkan kata-kata yang tepat atau membuat kalimat-kalimat. Penderita yang lain dapat berbicara panjang lebar,tetapi apa yang diucapkan susah atau tidak dapat dimengerti oleh lawan bicaranya. Penderita seperti ini sering mengalami masalah besar dalam memahami bahas. Kemampuan berbahasa dari kebanyakan penderita afasia berada diantara dua situasi tadi.
Untuk itu, pemahaman akan afasia adalah poin yang penting bagi setiap tenaga medis. Melalui tulisan ini di harapkan kewaspadaan masyarakat terhadap afasia dapat meningkat dan penderita afasia dapat diterapi spesifik sedini mungkin.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dengan melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka beberapa masalah yang akan dirumuskan dalam makalah ini adalah :
Pengertian Afasia
Jenis – jenis Afasia , mekanisme diagnose , dan penatalaksanaannya
1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui apakah afasia itu
Untuk mengetahui jenis – jenis afasia , mekanisme diagnose , dan penatalaksanaanya
BAB II
PEMBAHASAN
ANATOMI SISTEM SARAF
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau sensitivitas terhadap stimulus, dan konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respons terhadap stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama : Input sensorik. Sistem saraf menerima sensasi atau stimulus melalui reseptor, yang terletak di tubuh baik eksternal (reseptor somatic) maupun internal (reseptor viseral). Antivitas¬ integratif. Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang menjalar di sepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, yang kemudian akan menginterpretasi dan mengintegrasi stimulus, sehingga respon terhadap informasi bisa terjadi.Output motorik. Input dari¬ otak dan medulla spinalis memperoleh respon yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh , yang disebut sebagai efektor.
B. Organisasi Struktural Sistem Saraf
Sistem saraf pusat (SSP). Terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang kranium dan kanal vertebral.
Sistem saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem initerdiri dari saraf cranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medullaspinalis dengan reseptor dan efektor.
Secara fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem eferen.
Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke SSP
Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar.
Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub divisi :
Divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahan_ lingkungan eksternal dan pembentukan respons motorik volunteer pada otot rangka.
Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respon involunter pada otot polos, otot jantung dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui dua jalur
Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis
Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sacral pada medulla spinalis.
Sebagian besar organ internal di bawah kendali otonom memiliki inervasi simpatis dan parasimpatis.
C. Sel-Sel Pada Sistem Saraf
Pengertian Neuron
adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel dan perpanjangan sitoplasma.
Badan sel atau perikarion, suatu neuron mengendalikan metabolisme keseluruhan neuron. Bagian ini tersusun dari komponen berikut :Satu nucleus tunggal, nucleolus yang menanjol dan organel lain seperti konpleksgolgi dan mitochondria, tetapi nucleus ini tidak memiliki sentriol dan tidak dapat bereplikasi.Badan nissi, terdiri dari reticulum endoplasma kasar dan ribosom-ribosom bebas serta berperan dalam sintesis protein. Neurofibril yaitu neurofilamen dan neurotubulus yang dapat dilihat melalui mikroskop cahaya jika diberi pewarnaan dengan perak.
Dendrit adalah perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek serta berfungsi untuk menghantar impuls ke sel tubuh.
Akson adalah suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari dendrite.Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke sel lain (sel otot atau kelenjar) atau ke badan sel neuron yang menjadi asal akson.
Klasifikasi Neuron
Fungsi.
Neuron diklasifikasi secara fungsional berdasarkan arah transmisi impulsnya. Neuron sensorik (aferen) menghantarkan impuls listrik dari reseptor pada kulit, organ indera atau suatu organ internal ke SSP. Neuron motorik menyampaikan impuls dari SSP ke efektor. Interneuron (neuron yang berhubungan) ditemukan seluruhnya dalam SSP. Neuron ini menghubungkan neuron sensorik dan motorik atau menyampaikan informasi ke interneuron lain.
Struktur.
Neuron diklasifikasi secara structural berdasarkan jumlah prosesusnya.
Neuron unipolar memiliki satu akson dan dua denderit atau lebih. Sebagian besar neuron motorik, yang ditemukan dalam otak dan medulla spinalis, masuk dlam golongan ini.
Neuron bipolar memiliki satu_ akson dan satu dendrite. Neuron ini ditemukan pada organ indera, seperti amta, telinga dan hidung.
Neuron unipolar kelihatannya memiliki sebuah prosesus tunggal, tetapi neuron ini sebenarnya bipolar.
Sel Neuroglial.
Biasanya disebut glia, sel neuroglial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi sebagai jaringan ikat.
Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus panjang, sebagian besar melekat pada dinding kapilar darah melalui pedikel atau "kaki vascular".
Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan jumlah prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek.
Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya memiliki peran fagositik.
Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi rongga serebral dan rongga medulla spinalis.
Kelompok Neuron
Nukleus adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di dalam SSP.
Ganglion adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di bagian luar SSP dalam saraf perifer.
Saraf adalah kumpulan prosesus sel saraf (serabut) yang terletak di luar SSP.
Saraf gabungan. Sebagian besar saraf perifer adalah saraf gabungan ; saraf ini mengandung serabut arefen dan eferen yang termielinisasi dan yang tidak termielinisasi.
Traktus adalah kumpulan serabut saraf dalam otak atau medulla spinalis yang memiliki origo dan tujuan yang sama.
Komisura adalah pita serabut saraf yang menghubungkan sisi-sisi yang berlawanan pada otak atau medulla spinalis
SISTEM SARAF PUSAT DAN SISTEM SARAF PERIFER
OTAK
Perkembangan Otak
Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung. Bagian cranial pada tabung saraf membentuk tiga pembesaran (vesikel) yang berdiferensiasi untuk membentuk otak : otak depan, otak tengah dan otak belakang
Otak depan (proensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : telensefalon dan diensefalon. Telensefalon merupakan awal hemisfer serebral atau serebrum dan basal ganglia serta korpus striatum (substansi abu-abu) pada serebrum. Diensefalon menjadi thalamus, hipotalamus dan epitalamus.
Otak tengah (mesensefalon) terus tumbuh dan pada orang dewasa disebut otak tengah.
Otak belakang (rombensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : metensefalon dan mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons) dan serebelum. Mielensefalon menjadi medulla oblongata.
Rongga pada tabung saraf tidak berubah dan berkembang menjadi ventrikel otak dan kanal sentral medulla spinalis.
Lapisan Pelindung
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan araknoid dan durameter.
Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada otak.
Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan mengandung sedikit pembuluh darah. Runga araknoid memisahkan lapisan araknoid dari piameter dan mengandung cairan cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan penghubung serta selaput yang mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di bawahnya.
Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan ini biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada beberapa sisi spesifik. Lapisan periosteal luar pada durameter melekat di permukaan dalam kranium dan berperan sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak. Lapisan meningeal dalam pada durameter tertanam sampai ke dalam fisura otak dan terlipat kembali di arahnya untuk membentuk falks serebrum, falks serebelum, tentorium serebelum dan sela diafragma. Ruang subdural memisahkan durameter dari araknoid pada regia cranial dan medulla spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial antara perioteal luar dan lapisan meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.
Cairan Cerebrospinalis
Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan cerebrospinalis menyerupai plasma darah dan cairan interstisial, tetapi tidak mengandung protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis
Serebrum
Serebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yang membentuk bagian terbesar otak. Koterks serebral terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut saraf. Ventrikel I dan II (ventrikel lateral) terletak dalam hemisfer serebral. Korpus kolosum yang terdiri dari serabut termielinisasi menyatukan kedua hemisfer. Fisura dan sulkus. Setiap hemisfer dibagi oleh fisura dan sulkus menjadi 4 lobus (frontal, paritetal, oksipital dan temporal) yang dinamakan sesuai tempat tulangnya berada.
Fisura longitudinal membagi serebrum menjadi hemisfer kiri dan kanan
Fisura transversal memisahkan hemisfer serebral dari serebelum
Sulkus pusat / fisura Rolando memisahkan lobus frontal dari lobus parietal.
Sulkus lateral / fisura Sylvius memisahkan lobus frontal dan temporal.
Sulkus parieto-oksipital memisahkan lobus parietal dan oksipital.
Permukaan hemisfer serebral memiliki semacam konvolusi yang disebut girus.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.
Lobus Frontal
Merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
Permukaan hemisfer serebri terdiri dari fisura dan sulkus yang memisahkan lobus frontal,perietal dan temporal. Bagian otak yang terletak anrara sulkus disebut konvulsi atau gyrus. Fisura serebral lateral memisahkan lobus temporal dari lobus frontal. Sulkus sentralis terletak di tengah hemisfer mulai dari fisura serebral longitudinal dan memanjang ke bawah dan ke atas sampai sekitar 2,5 cm di atas fisura serebral lateral. Sulkus sentralis memisahkan lobus frontal dari lobus parietal.
Lobus frontalis mencakup daerah kortikal yang memanjang dari kutub frontalis ke sulkus sentralis dan fisura lateralis. Sulkus presentalis terletak di anterior dari girus presentalis dan paralel terhadap sulkus sentralis. Sulkus frontalis superior dan inferior memanjang ke depan dan ke bawah dari dari sulkus presentalis, membagi superior, medius, dan inferior. Girus frontalis inferior dibago 3 bagian oleh fisura serebralis lateralis rami asendens dan horizontal anterior yaitu bagian orbitalis yang terletak rostral dari ramus horizontal anteriot yaitu bagian orbitalis yang berbentuk baji antara rami horizontal anterior dan asenden anterior. Dan bagian operkularis yang terletak di antara ramus asenden dan sulkus presentalis.
Korteks serebri terdiri dari allokorteks dan isokorteks. Allokorteks terdapat pada sistem limbik sedangkan isokorteks terdapat pada hemisfer serebri. Isokorteks terdiri 6 lapisan sel, yang disebut dengan sitoaesitektur, yang terdiri dari :
Lapisan molekuler, tediri dari serabut yang berasal dari dalam korteks atau dari thalamus ( serabut aferen non spesifik)
Lapisan granuler eksterna, merupakan lapisan yang agak padat yang terdiri dari sel-sel kecil
Lapisan piramidal eksterna, teridiri dari sel-sel piramidal yang tersusun dalam barisan.
Lapisan granular interna merupakan lapisan yang tipis dengan sel-sel yang mirip dengan lapisan II. Sel-sel ini menerima serat aferen spesifik dari thalamus
Lapisan ganglionik/piramidal interna, terdiri dari sel-sel piramidal yang besar tapi jumlahnya lebih sedikit dibadingkan pada lapisan ke III.
Lapisan fusiform/multiform, terdiri dari sel-sel iregular yang fusiform dan aksonnya memasuki subtansia alba yang berdekatan.
Sistem klasifikasi brodman merupakan sistem klasifikasi korteks serebri yang paling banyak digunakan sebagai dasar klasifikasi proses fisiologi dan patologi. Lobus frontalis terdiri korteks somatomotorik primer dari girus presentalis ( area 4), area premotorik (area 6aa,6a dan 8), area prefrontal ( area 9,10,11,12,45,46,dan 47), area motorik bicara (area 44).
Vaskularisasi
Suplai arteri
Darah arteri untuk otak memasuki rongga tengkorak melalu 2 pasang pembuluh dara besar yaitu
Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan cabang dari arteri karotis komunis. Cabang arteri karotis interna adalah arteri oftalmik, arteri serebri media, dan arteri serebri anterior. Arteri serebri anterior dihubungkan oleh arteri komunikans anterior.
Anteri vertebralis
Arteri vertebralis merupakan cabang arteri subklavia. Sistem vertebra mensuplai batang otak, serebelum, lobus oksipital dan talamus.
Sistem karotis saling berhubungan melalui arteri serebri anterior dan arteri komunikans anterior. Selain itu, sistem karotis juga berhubungan dengan arteri serebri posterior melalui arteri komunikans posterior. Hubungan arteri-arteri ini disebut dengan siklus willisi.
Arteri serebri media mensuplai struktur dan bagian lateral serebrum. Arteri serebri anterior dan cbang-cabangnya berjalan di sekitar genu korpu kalosum untuk mensuplai lobus frontalis anterior dan bagian medial hemisfer dan memanjang jauh ke arah posterior. Arteri serebri posterior berjalan sekitar batang otak untuk mensuplai lobus oksipitalis. Pleksus koroidalis vertikel kertiga dan lateral, dan permukaan bawah lobus temporal. Arteri koroidalis anterior membawa darah pleksus koroidalis ventrikel lateral dan beberapa struktur otak yang berdekatan.
Drainase vena
Darah kapiler yang memasuki vena-vena, meninggalkan otak melalui vena-vena interna dan eksterna yang mengalir ke dalam sinus-sinus duralis besar. Dari sinus-sinus, darah kembali ke jantung melalui vena-vena jugularis interna. Perjalanan dari banyak vena serebri tidak tergantung dari arteri-arteri yang memberi darah daerah dari vena tersebut. vena-vena ini mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan sinus transversus. Yang terdiri dari vena-vena lainnya berjalan hampir paralel dengan arteri-arteri yang namanya sama dengan nama venanya dan berhubungan dengan sinus-sinus pada basis tengkorak yaitu w serebri anterior, media dan posterior.
Vena-vena serebri anterior mengalirkan konvulsi orbital dan frontalis medial, seperti korpus kalosum rostral. Darah dari vena-vena tersebut mencapai sinus rektus melalui w basalis dn resenthal.
Fungsi dan gangguan pada lobus frontalis
Korteks somatomotorik primer/girus presentalis (area 4)
Destruksi dalam area 4 menyebabkan paralisis flaksid pada bagian tubuh kontralateral yang berkaitan, jika area premotorik 6 yang berdekatan juga rusak, serat-serat ekstrapiramidal akan terganggu dan menyebabkan pralisis spastik.
Korteks premotorik (6aa, 6a dan 8)
Lesi yang menghancurka pada korteks premotorik menghasilkan gangguan keseimbangan dan kecenderungan untuk jatuh karena adanya hubungan korteks premotorik dengan serebelum.
Jika korteks premotorik mengalami kerusakan, akan terjadi spastik kontralateral karan adanya gannguan terhadap perhambatan refleks perenggangan spinal di bawah keadaan normal. Perubahan iritatis pada daerah 6 atau 8 menghasilkan serangan dari mata, kepala dan badan, menoleh ke arah berlawanan. Kerusakan sisi medial hemisfer yang diduga sebagai area motorik suplementer menghasilkan refleks menggenggam atau dorongan untuk menggenggam.
Korteks prefrontal/ area asosiasi frontal
Perangsangan area prefrontal tidak menimbulkan respon motorik. Korteks prefrontal berhubungan dengan fungsi psikis yang lebih tinggi sehingga penyakit yang merusak korteks ini menyebabkan gangguan psikis. Penyakit ini diketahui dari kondisi seperti cedera lobus frontalis, leukotomi prefrontalis dan singulotomi memberika beberapa kepentingan korteks prefrontal untuk fungsi-fungsi psikis.
Korteks bicara motorik/broca (area 44)
Kerusakan area 44 kiri pada pasien yang kinan menghasilka afasia motorik. Pada afasia motorik ini, pasien bisa mengerti kata-kata yang diucapkan, tetapi tidak mampu berbicara karena motor engram dari gerakan-gerakan yang diperlukan untuk berbicara tidak ada. Otot-otot yang diperlukan untuk berbicara tidak mengalami paralisis, tetapi pasien tidak mampu untuk memperseafi otot-otot tersebut dengan intensitas dan kelajuan yang tepat. Jika hanya korteks area 4 yang mengalami kerusakan, terjadi afasia motorik kortikal. Jika serat-serat yang menghubungkan area 44 dengan area motorik untuk vokalisasi mengalami gangguan. Kondisi yang diakibatkan disebut afasia motorik subkortikal atau afasia motorik murni.
Lobus Parietal
Berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit. Lobus parietalis yang memandu gerakan tubuh dalam ruang, koordinasigerakan tubuh sambil berlari, berjalan, lompat tali, atau memanjat rintangan. Lobus parietalis juga dianggap sebagai "lobus tangan" dan menerima sensasi sensorisdari tulang, tendon, otot, dan kulit tangan, dan panduan gerakan dari tangan divisual-ruang.
Oleh karena itu, kemampuan untuk meraih dan memanipulasi alat, terbukadan lepaskan tutup dari botol dan menuangkan isinya ke dalam gelas, dimungkinkan oleh lobus parietalis dalam asosiasi dengan daerah motor frontal dan korteks visual.
Lobus parietalis bukan homolog jaringan tetapi terdiri dari sel-sel yang respon terhadap berbagai rangsangan yang berbeda, termasuk gerakan, posisi, tangan, menggenggam objek dalam jarak, audisi, gerakan, mata, sakit, panas, dingin, serta kompleks.
Lobus Temporal
Lobus temporal merupakan satu dari empat lobus utama dari otak.
Lobus temporalis berada di bawah sylvian fissure dan di anterior korteks oksipital dan parietal. Brodmann mengidentifikasi 10 area temporal, tetapi penelitian anatomi terbaru menunjukkan banyak area pada monyet, apalagi pada wanita.
Region pada permukaan lateral temporal dapat dilihat pada bentuk auditory dan visual. Sylvian fissure berisi jaringan yang membentuk insula yang meliputi gustatory cortex. Superior temporal sulcus (STS) memisahkan girus superior dan middle serta berisi jumlah yang signifikan dari neocortex, yang bisa dibagi dalam beberapa region. Korteks dari STS bersifat multimodal, menerima input dari auditory, visual, dan region somatik.
Lobus temporal memiliki dua sulci penting yang terletak secara horizontal dan parallel dengan Sylvian fissure. Mereka membagi lobus temporal menjadi 3 gyri: Superior Temporal Gyrus, Middle Temporal Gyrus,dan Inferior Temporal Gyrus. Inferior Temporal Gyrus ukurannya lebih besar daripada yang kita lihat biasa dari samping korteks karena itu letaknya di permukaan bawah dalam tengkorak.
Lobus temporalis tidak memiliki fungsi yang satu, karena dalam lobus temporalis terdapat primary auditory cortex, the secondary auditory, dan visual cortex, limbic cortex, dan amygdala.
Tiga fungsi basis dari korteks temporal adalah memproses input auditori, mengenali objek visual, dan penyimpanan jangka lama dari input sensori, ditambah dengan fungsi amigdala, yaitu nada afeksi (emosi) pada input
sensori dan memori. Beberapa fungsi lainnya adalah sebagai berikut :
Proses bahasa ucapan :
Diterima alat dengar Pusat otak primer dan sekunder Pusat otak asosiatif: area wernicke, kata yang didengar akan dipahami Girus angularis, tempat pola kata-kata dibayangkan lewat area Wernicke di fasikulus arkuatus area Broca: gerakan motorik pembicaraan area motorik primer ; otot-otot lidah untuk ucapan area motorik suplementer, agar ucapan/gerakan lidah menjadi jelas
Proses bahasa Visual :
Diterima alat visual Pusat otak primer penglihatan Pusat otak asosiasi penglihatan: (di sini terjadi pengenalan informasi) Girus angularis area Wernicke area Broca (gerakan pembicaraan) area motorik primer dan suplementer, sehingga pada akhirnya tulisan dapat dimengerti.
Kelainan-kelainan pada lobus temporalis :
Kerusakan Dominan
1. Cortical deafness kerusakan pada primary visual atau somatic cortex yang menuju pada kehilangan kesadaran akan sensasi, sehingga hal ini cukup masuk akan untuk memprediksi bahwa kerusakan bilateral pada auditory cortex akan menghasilkan tuli kortikal.
2. Auditory Agnosia ketidakmampuan untuk menginterpretasi suara nonverbal tetapi dapat menginterpretasi ungkapan.
Kerusakan Non-Dominan
Amusia tidak dapat membedakan antara nada musik yang berbeda, dan beberapa juga mengalami kesulitan membedakan antara pola berirama yang berbeda.
1. Congenital amusia : kekurangan pada musik yang kebanyakan orang telah memiliki kemampuan ini sejak lahir. Cirinya adalah tidak dapat mengenali atau bersenandung lagu-lagu yang dikenali, kurang peka terhadap nada yang disonan.
2. Acquired amusia : mempunyai ciri yang sama seperti amusia bawaan, tapi tidak diperoleh karena diwariskan, amusia jenis ini adalah akibat dari kerusakan otak.
Lobus Occipital
Ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
Kerusakan pada lobus oksipital dapat menyebabkan masalah penglihatan seperti kesulitan mengenali objek, ketidakmampuan untuk mengidentifikasi warna, dan kesulitan mengenali kata-kata. Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala gejala yang hampir sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional. Mengenai fungsi Otak Kanan dan Otak Kiri sudah kami bahas pada halaman tersendiri.
e. Area Fungsional Korteks Serebri
a) Area motorik primer pada korteks
Area primer terdapat dalam girus presentral. Disini neuron mengendalikan kontraksi volunteer otot rangka. Area pramotorik korteks terletak tepat di sisi anterior girus presentral. Neuron mengendalikan aktivitas motorik yang terlatih dan berulang seperti mengetik. Area broca terletak di sisi anterior area premotorik pada tepi bawahnya.
b) Area sensorik korteks
Terdiri dari area sensorik primer, area visual primer, area auditori primer. Area olfaktori primer dan area pengecap primer (gustatory).
c) Area asosiasi traktus serebral
Terdiri area asosiasi frontal, area asosiasi somatic, area asosiasi visual, area wicara Wernicke.
d) Ganglia basal
Adalah kepulauan substansi abu-abu yang terletak jauh di dalam substansi putih serebrum.
f. Diensefalon
Terletak di antara serebrum dan otak tengah serta tersembunyi di balik hemisfer serebral, kecuali pada sisi basal.
TALAMUS Terdiri dari dua massa oval (lebar 1 ¼ cm dan panjang 3 ¾ cm) substansi abu yang sebagian tertutup substansi putih. Masing-masing massa menonjol keluar untuk membentuk sisi dinding ventrikel ketiga.
HIPOTALAMUS Terletak di didi inferior thalamus dan membentuk dasar serta bagian bawah sisi dinding ventrikel ketiga.
Hipotalamus berperan penting dalam pengendalian aktivitas SSO yang melakukan fungsi vegetatif penting untuk kehidupan, seperti pengaturan frekwensi jantung, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan air, selera makan, saluran pencernaan dan aktivitas seksual. Hipotalamus juga berperan sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri, kegembiraan dan kemarahan. Hipotalamus memproduksi hormon yang mengatur pelepasan atau inhibisi hormon kelenjar hipofise sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.
EPITALAMUS Membentuk langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu massa
berukuran kecil, badan pineal yang mungkin memiliki fungsi endokrin, menjulur
dari ujung posterior epitalamus.
g. Sistim Limbik
Terdiri dari sekelompok struktur dalam serebrum dan diensefalon yang terlibat dalam aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tak sadar. Girus singulum, girus hipokampus dan lobus pitiformis merupakan bagian sistem limbic dalam korteks serebral.
h. Otak Tengah
Merupakan bagian otak pendek dan terkontriksi yang menghubungkan pons dan serebelum dengan serebrum dan berfungsi sebagai jalur penghantar dan pusat refleks. Otak tengah, pons dan medulla oblongata disebut sebagai batang otak. i. Pons. Hampir semuanya terdiri dari substansi putih. Pons menghubungkan medulla yang panjang dengan berbagai bagian otak melalui pedunkulus serebral. Pusat respirasi terletak dalam pons dan mengatur frekwensi dan kedalaman pernapasan. Nuclei saraf cranial V, VI dan VII terletak dalam pons, yang juga menerima informasi dari saraf cranial VIII
j. Serebelum
Terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar kedua otak. Terdiri dari bagian sentral terkontriksi, vermis dan dua massa lateral, hemisfer serebelar. Serebelum bertanggung jawab untuk mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dengan baik. Bagian ini memastikan bahwa gerakan yang dicetuskan di suatu tempat di SSP berlangsung dengan halus bukannya mendadak dan tidak terkordinasi. Serebelum juga berfungsi untuk mempertahankan postur. Fungsi cerebellum secara umum adalah untuk fine motor tuning. Cerebellum terintegrasi dengan bagian otak lain untuk koordinasi gerakan.
Cerebellum secara fungsional dan filogenetika mempuyai 3 fungsi yaitu :
Archicerebellum (vestibulocerebellum), bagian ini merupakan bagian yang paling tua, berfungsi utuk keseimbangan. Bagian ini terdiri atas Floculo Nodularis. Menerima impuls sebagian besar dari vestibular.
Paleocerebellum (spinocerebellum), bagian ini berfungsi untuk posisi berdiri dan berjalan. Menerima impuls sebagian besar dari spinal sehingga disebut sebagai spinocerebellum. Bagian ini terdiri atas culmen dan lobulus centralis yag terletak di anterior vermis, kemudia juga uvula, pyramid dan parafloculus. Bagian ini dapat disederhanakan sebagai vermis dan paravermis.
Neocerebellum (cerecerebellum), merupakan bagian yang paling muda, terletak di lobus posterior cerebellum. Cerecerebellum mempunyai fungsi untuk koordinasi gerakan halus dan komplek dari tubuh.
Secara anatomis Cerebellum terdiri atas 2 hemisfer, yaitu kanan dan kiri, dan vermis yang terletak diantaranya. Disebut sebagai vermis karena bentuknya yang mirip cacing (vermis). Jika dilakukan potongan melintang terhadap cerebellum, maka akan terdapat dua lapisan, yaitu lapisan korteks cerebellum dan lapisan substansia alba dengan deep nuclei yang ada didalamnya. Hemisfer cerebellum merupakan pusat integrasi dan pengolahan impuls aferen yang kemudian diproyeksikan ke deep nuclei. Dari deep nuclei impuls akan disebarkan ke bagian otak yang lain ataupun ke medula spinalis.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
k. Medulla Oblongata
Panjangnya sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons sampai medulla spinalis dan terus memanjang. Bagian ini berakhir pada area foramen magnum tengkoral. Pusat medulla adalah nuclei yang berperan dalam pengendalian fungsi seperti frekwensi jantung, tekanan darah, pernapasan, batuk, menelan dan muntah. Nuclei yang merupakan asal saraf cranial IX, X, XI dan XII terletak di dalam medulla.
l. Formasi Retikular
Formasi retukular atau sistem aktivasi reticular adalah jarring-jaring serabut saraf dan badan sel yang tersebar di keseluruhan bagian medulla oblongata,pons dan otak tengah. Sistem ini penting untuk memicu dan mempertahankan kewaspadaan serta kesadaran.
B. MEDULLA SPINALIS
a. Fungsi Medulla Spinalis
Medulla spinalis mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam tubuh. Bagian ini mentransmisi impuls ke dan dari otak melalui traktus asenden dan desenden.
b. Struktur Umum
Medulla spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun diameter medulla spinalis bervariasi, diameter struktur ini biasanya sekitar ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm. Dua pembesaran, pembesaran lumbal dan serviks menandai sisi keluar saraf spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai. Tiga puluh satu pasang (31) saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui foramina intervertebral.
c. Struktur Internal
Terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang diselubungi substansi putih. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi oleh substansi abu-abu bentuknya seperti huruf H. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk atau kolumna dan mengandung badan sel, dendrite asosiasi dan neuron eferen serta akson tidak termielinisasi. Tanduk dorsal adalah batang vertical atas substansi abu-abu. Tanduk ventral adalah batang vertical bawah. Tanduk lateral adalah protrusi di antara tanduk posterior dan anterior pada area toraks dan lumbal sistem saraf perifer. Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu di sisi kiri dan kanan medulla spinalis. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal dan satu radiks ventral.
d. Traktus Spinal
Substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi, dibagi menjadi funikulus anterior,posterior dan lateral. Dalam funikulus terdapat fasiukulu atau traktus. Traktus diberi nama sesuai dengan lokasi, asal dan tujuannya.
C. SISTEM SARAF PERIFER
Sistem ini terdiri dari jaringan saraf yang berada di bagian luar otak dan medulla spinalis. Sistem ini juga mencakup saraf cranial yang berasal dari otak ; saraf spinal, yang berasal dari medulla spinalis dan ganglia serta reseptor sensorik yang berhubungan.
a. Saraf Kranial
12 pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa saraf cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian besar tersusun dari serabut sensorik dan serabut motorik.
NERVUS OLFAKTORIUS ( CN I )
Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium olfaktori mukosa nasal. Berkas serabut sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan menjalar melalui traktus olfaktori sampai ke ujung lobus temporal (girus olfaktori), tempat persepsi indera penciuman berada.
Pemeriksaan dapat secara subyektif dan obyektif. Subyektif hanya ditanyakan apakah penderita masih dapat membaui bermacam-macam bau dengan betul. Obyektif dengan beberapa bahan yang biasanya sudah dikenal oleh penderita dan biasanya bersifat aromatik dan tidak merangsang seperti : golongan minyak wangi, sabun, tembakau, kopi, vanili, dan sebagainya (3 atau 4 macam). Bahan yang merangsang mukosa hidung (alkohol, amonia) tidak dipakai karena akan merangsang saraf V. Yang penting adalah memeriksa kiri, kanan dan yang diperiksa dari yang normal. Ini untuk pegangan, sebab tiap orang tidak sama. Kemudian abnormal dibandingkan dengan yang normal.
Tetapi dalam pembuatan status dilaporkan yang abnormal dahulu. Cara Pemeriksaan:
Kedua mata ditutup
Lubang hidung ditutup
Dilihat apakah tidak ada gangguan pengaliran udara
Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang hidung yang terbuka dan penderita diminta menarik nafas panjang, kemudian
diminta mengidentifikasi bahan tersebut.
Yang harus diperhatikan pada pemeriksaan adalah :
Penyakit pada mukosa hidung, baik yang obstruktif (rinitis) atau atropik (ozaena) akan menimbulkan positif palsu.
Pada orangtua fungsi pembauan bisa menurun (hiposmia).
Yang penting adalah gangguan pembauan yang sesisi (unilateral) tanpa kelainan intranasal dan kurang disadari penderita (kronik), perlu dipikirkan suatu glioma lobus frontalis, meningioma pada crista sphenoidalis dan tumor parasellar. Fungsi pembauan juga bisa hilang pada trauma kapitis (mengenai lamina cribosa yang tipis) dan meningitis basalis (sifilis, tuberkulosa).
Untuk membedakan hambatan pembauan karena penyebab psychic dengan organik, pemeriksaan tidak hanya memakai zat yang merangsang N II, tapi juga yang merangsang N V (seperti amoniak). Meskipun N I tidak dapat membau karena rusak, tetapi N V tetap dapat menerima rangsangan amoniak. Bila dengan amoniak tetap tidak membau apa-apa maka kemungkinan kelainan psycis.
NERVUS OPTIK ( CN II )
Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan kerucut retina di bawa ke badan sel akson yang membentuk saraf optic. Setiap saraf optic keluar dari bola mata pada bintik buta dan masuk ke rongga cranial melaui foramen optic. Seluruh serabut memanjang saat traktus optic, bersinapsis pada sisi lateral nuclei genikulasi thalamus dan menonjol ke atas sampai ke area visual lobus oksipital untuk persepsi indera penglihatan.
Pemeriksaan meliputi :
Penglihatan sentral
Untuk keperluan praktis, membedakan kelainan refraksi dengan retina digunakan PIN HOLE (apabila penglihatan menjadi lebih jelasmaka berarti gangguan visus akibat kelainan refraksi). Lebih tepat lagi dengan optotype Snellen. Yang lebih sederhana lagi memakai jari-jari tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 60 m dan gerakan tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 300 m.
Penglihatan perifer diperiksa dengan :
Tes Konfrontasi.
Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian menatap mata
pemeriksa sisi lain.
Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar sesuai
denganlapang pandang pasien.
Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada lapang pandang
pasien dari 8 arah.
Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat benda tersebut.
Bandingkan lapang pandang pasien dengan lapang pandang
pemeriksa.
Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang pemeriksa harus normal
Perimetri/Kampimetri
Biasanya terdapat di bagian mata dan hasilnya lebih teliti daripada tes konfrontasi.
3. Melihat warna
Persepsi warna dengan gambar stilling Ishihara. Untuk mengetahui adanya polineuropati pada N II.
4. Pemeriksaan Fundus Occuli
Pemeriksaan ini menggunakan alat oftalmoskop. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah pada papilla N II terdapat :
Stuwing papil atau protusio N II
Kalau ada stuwing papil yang dilihat adalah papilla tersebut mencembung atau menonjol oleh karena adanya tekanan intra cranial yang meninggi dan disekitarnya tampak pembuluh darah yang berkelok-kelok dan adanya bendungan.
Neuritis N II
Pada neuritis N II stadium pertama akan tampak adanya udema tetapi papilla tidak menyembung dan bial neuritis tidak acut lagi akan terlihat pucat.
Dengan oftalmoskop yang perlu diperhatikan adalah :
Papilla N II, apakah mencembung batas-batasnya.
Warnanya
Pembuluh darah
Keadaan Retina
NERVUS OKULOMOTORIUS ( CN III )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa impuls ke seluruh otot bola mata (kecuali otot oblik superior dan rektus lateral), ke otot yang membuka kelopak mata dan ke otot polos tertentu pada mata. Serabut sensorik membawa informasi indera otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata yang terinervasi ke otak.
Pemeriksaan meliputi :
Retraksi kelopak mata atas
Bisa didapatkan pada keadaan :
Hidrosefalus (tanda matahari terbit)
Dilatasi ventrikel III/aquaductus Sylvii
Hipertiroidisme
Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat kedepan, maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Bila salah satu kelopak mata atas memotong iris lebih rendah daripada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepala ke belakang/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik dapat dicurigai sebagai ptosis. Penyebab Ptosis adalah:
False Ptosis : enophtalmos (pthisis bulbi), pembengkakan kelopak mata (chalazion).
Disfungsi simpatis (sindroma horner).
Kelumpuhan N. III
Pseudo-ptosis (Bell's palsy, blepharospasm)
Miopati (miastenia gravis).
Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
Bentuk dan ukuran pupil. Bentuk yang normal adalah bulat, jika tidak maka ada kemungkinan bekas operasi mata. Pada sifilis bentuknya menjadi tidak teratur atau lonjong/segitiga. Ukuran pupil yang normal kira-kira 2-3 mm(garis tengah). Pupil yang mengecil disebut Meiosis, yang biasanya terdapat pada Sindroma Horner, pupil Argyl Robertson( sifilis, DM, multiple sclerosis). Sedangkan pupil yang melebar disebut mydriasis, yang biasanya terdapat pada parese/ paralisa m. sphincter dan kelainan psikis yaitu histeris
Perbandingan pupil kanan dengan kiri Perbedaan diameter pupil sebesar 1 mm masih dianggal normal. Bila antara pupil kanan dengan kiri sama besarnya maka disebut isokor. Bila tidak sama besar disebut anisokor. Pada penderita tidak sadar maka harus dibedakanapakah anisokor akibat lesi non neurologis(kelainan iris, penurunan visus) ataukah neurologis (akibat lesi batang otak, saraf perifer N. III, herniasi tentorium.
Refleks pupil Terdiri atas :
Reflek cahaya
Diperiksa mata kanan dan kiri sendiri-sendiri. Satu mata ditutup dan penderita disuruh melihat jauh supaya tidak ada akomodasi dan supaya otot sphincter relaksasi. Kemudian diberi cahaya dari samping mata. Pemeriksa tidak boleh berada ditempat yang cahayanya langsung mengenai mata. Dalam keadaan normal maka pupil akan kontriksi. Kalau tidak maka ada kerusakan pada arcus reflex (mata—N. Opticus—pusat—N. Oculomotorius)
Reflek akomodasi
Penderita disuruh melihat benda yang dipegang pemeriksa dan disuruh mengikuti gerak benda tersebut dimana benda tersebut
digerakkan pemeriksa menuju bagian tengah dari kedua mata penderita. Maka reflektoris pupil akan kontriksi. Reflek cahaya dan akomodasi penting untuk melihat pupil Argyl Robetson dimana reflek cahayanya negatif namun reflek akomodasi positif.
Reflek konsensual
Adalah reflek cahaya disalah satu mata, dimana reaksi juga akan terjadi pada mata yang lain. Mata tidak boleh langsung terkena cahaya, diantara kedua mata diletakkan selembar kertas. Mata sebelah diberi cahaya, maka normal mata yang lain akan kontriksi juga.
Gerakan bola mata (bersama-sama dengan N. IV dan VI)
Gerakan bola mata yang diperiksa adalah yang diinervasi oleh nervus III, IV dan VI. Dimana N III menginervasi m. Obliq inferior (yang menarik bala mata keatas), m. rectus superior, m. rectus media, m. rectus inferior. N IV menginervasi m. Obliq Superior dan N VI menginervasi m. rectus lateralis.
N III selain menginervasi otot-otot mata luar diatas juga menginervasi otot sphincter pupil. Pemeriksaan dimulai dari otot-otot luar yaitu penderita disuruh mengikuti suatu benda kedelapan jurusan.Yang harus diperhatikan ialah melihat apakah ada salah satu otot yang lumpuh. Bila pada 1 atau 2 gerakan mata ke segala jurusan dari otot-otot yang disarafi N III berkurang atau tidak bisa sama sekali, maka disebut opthalmoplegic externa. Kalau yang parese otot bagian dalam (otot sphincter pupil) maka disebut opthalmoplegic interna. Jika hanya ada salah satu gangguan maka disebut opthalmoplegic partialis, sedangkan kalau ada gangguan kedua macam otot luar dan dalam disebut opthalmoplegic totalis.
Sikap Bola Mata
Sikap bola mata yaitu kedudukan mata pada waktu istirahat. Kelainan –kelaian yang tampak diantaranya adalah :
Exopthalmus, dimana mata terdorong kemuka karena proses mekanis retroorbital
Strabismus yang dapat divergen atau convergen.Secara subyektif ditanyakan apakah ada diplopia. Pemeriksaan subyektif ini penting karena kadang-kadang strabismus yang ringan tak kelihatan pada pemeriksaan obyektif.
Nystagmus atau gerakan bola mata yang spontan. Dalam hal ini tidak hanya memeriksa otot-otot yang menggerakkan bola mata saja, tetapi sekaligus melihat adanya kelainan dalam keseimbangan atau N VIII.
Deviasi conjugae, adalah sikap bola mata yang dalam keadaan istirahat menuju kesatu jurusan tanpa dapat dipengaruhi oleh kesadaran, dengan sumbu kedua mata tetap sejajar secara terusmenerus. Lesi penyebab bisa di lobus frontalis atau di batang otak, bisa lesi destruktif (infark) atau irirtatif (jaringan sikatriks post trauma/ epilepsi fokal & perdarahan)
NERVUS TROKHLEARIS ( CN IV )
Adalah saraf gabungan , tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik dan merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. Neuron motorik berasal dari langit-langit otak tengah dan membawa impuls ke otot oblik superior bola mata. Serabut sensorik dari spindle otot menyampaikan informasi indera otot dari otot oblik superior ke otak.
5. NERVUS TRIGEMINAL ( CN V )
Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf sensorik utama pada wajah dan rongga nasal serta rongga oral. Neuron motorik berasal dari pons dan menginervasi otot mastikasi kecuali otot buksinator. Badan sel neuron sensorik terletak dalam ganglia trigeminal. Serabut ini bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi :
Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata, bola mata, kelenjar air mata, sisi hidung, rongga nasal dan kulit dahi serta kepala.
Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan palatum.
Cabang mandibular membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir, kulit rahang dan area temporal kulit kepala.
Sensibilitas
Sensibilitas N V ini dapat dibagi 3 yaitu :
bagian dahi, cabang keluar dari foramen supraorbitalis
bagian pipi, keluar dari foramen infraorbitalis
bagian dagu, keluar dari foramen mentale.
Pemeriksaan dilakukan pada tiap cabang dan dibandingkan kanan dengan kiri.
Motorik
Penderita disuruh menggigit yang keras dan kedua tangan pemeriksa ditaruh kira-kira didaerah otot maseter. Jika kedua otot masseterberkontraksi maka akan terasa pada tangan pemeriksa. Kalau ada parese maka dirasakan salah satu otot lebih keras.
Reflek
Penderita diminta melirik kearah laterosuperior, kemudian dari arah lain tepi kornea disentuhkan dengan kapas agak basah. Bila reflek kornea mata positif, maka mata akan ditutupkan.
NERVUS ABDUSEN ( CN VI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons yang menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik membawa pesan proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.
NERVUS FASIAL ( CN VII )
Merupakan saraf gabungan. Meuron motorik terletak dalam nuclei pons. Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata dan kelenjar saliva. Neuron sensorik membawa informasi dari reseptor pengecap pada dua pertiga bagian anterior lidah.
Dalam keadaan diam, perhatikan :
asimetri muka (lipatan nasolabial)
gerakan-gerakan abnormal (tic fasialis, grimacing, kejang tetanus/rhesus sardonicus, tremor, dsb)
Atas perintah pemeriksa
Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri.
Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri), kemudian pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut (bandingkan kekuatan kanan dan kiri).
Memperlihatkan gigi (asimetri).
Bersiul dan mencucu (asimetri/deviasi ujung bibir).
Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari pipi masing masing).
Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan konsistensi otot platisma kanan dan kiri). Pada kelemahan ringan, kadang-kadang tes ini dapat untuk mendeteksi kelemahan saraf fasialis pada stadium dini.
Sensorik khusus (pengecapan 2/3 depan lidah)
Melalui chorda tympani. Pemeriksaan ini membutuhkan zat-zat yang mempunyai rasa :
manis, dipakai gula
pahit, dipakai kinine
asin, dipakai garam
asam, dipakai cuka
Paling sedikit menggunakan 3 macam. Penderita tidak boleh menutup mulut dan mengatakan perasaannya dengan menggunakan kode-kode yang telah disetujui bersama antara pemeriksa dan penderita. Penderita diminta membuka mulut dan lidah dikeluarkan. Zat-zat diletakkan di 2/3 bagian depan lidah. Kanan dan kiri diperiksa sendiri-sendiri, mula-mula diperiksa yang normal.
NERVUS VESTIBULOKOKLEARIS ( CN VIII )
Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi. Cabang koklear atau auditori menyampaikan informasi dari reseptor untuk indera pendengaran dalam organ korti telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla, ke kolikuli inferior, ke bagian medial nuclei genikulasi pada thalamus dan kemudian ke area auditori pada lobus temporal. Cabang vestibular membawa informasi yang berkaitan dengan ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap ruang yang diterima dari reseptor sensorik pada telinga dalam.
Pemeriksaan pendengaran
Detik arloji
Arloji ditempelkan ditelinga, kemudian dijauhkan sedikit demi sedikit, sampai tak mendengar lagi, dibandingkan kanan dan kiri.
Gesekan Jari
Tes Weber
Garpu tala yang bergetar ditempelkan dipertengahan dahi. Dibandingkan mana yang lebih keras, kanan/ kiri.
d. Tes Rinne
Garpu tala yang bergetar ditempelkan pada Processus mastoideus. Sesudah tak mendengar lagi dipindahkan ke telinga maka terdengar lagi. Ini karena penghantaran udara lebih baik daripada tulang.
NERVUS GLOSOFARINGEAL ( CN IX )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berawal dari medulla dan menginervasi otot untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid. Neuron sensorik membawa informasi yang berkaitan dengan rasa dari sepertiga bagian posterior lidah dan sensasi umum dari faring dan laring ; neuron ini juga membawa informasi mengenai tekanan darah dari reseptor sensorik dalam pembuluh darah tertentu.
NERVUS VAGUS ( CN X )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berasal dari dalam medulla dan menginervasi hampir semua organ toraks dan abdomen. Neuron sensorik membawa informasi dari faring, laring, trakea, esophagus, jantung dan visera abdomen ke medulla dan pons.
Pemeriksaan saraf IX dan X terbatas pada sensasi bagian belakang rongga mulut atau 1/3 belakang lidah dan faring, otot-otot faring dan pita suara serta reflek muntah/menelan/batuk.
Gerakan Palatum
Penderita diminta mengucapkan huruf a atau ah dengan panjang, sementara itu pemeriksa melihat gerakan uvula dan arcus pharyngeus. Uvula akan berdeviasi kearah yang normal (berlawanan dengan gerakan menjulurkan lidah pada waktu pemeriksaan N XII).
Reflek Muntah dan pemeriksaan sensorik
Pemeriksa meraba dinding belakang pharynx dan bandingkan refleks muntah kanan dengan kiri. Refleks ini mungkin menhilang oada pasien lanjut usia.
Kecepatan menelan dan kekuatan batuk
NERVUS AKSESORI SPINAL ( CN XI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari serabut motorik. Neuron motorik berasal dari dua area : bagian cranial berawal dari medulla dan menginervasi otot volunteer faring dan laring, bagian spinal muncul dari medulla spinalis serviks dan menginervasi otot trapezius dan sternokleidomastoideus. Neuron sensorik membawa informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh saraf motorik ; misalnya otot laring, faring, trapezius dan otot sternokleidomastoid.
Hanya mempunyai komponen motorik. Pemeriksaan :
Kekuatan otot sternocleidomastoideus diperiksa dengan menahan gerakan fleksi lateral dari kepala/leher penderita atau sebaliknya (pemeriksa yang melawan/ mendorong sedangkan penderita yang menahan pada posisi lateral fleksi).
Kekuatan m. Trapezius bagian atas diperiksa dengan menekan kedua bahu penderita kebawah, sementara itu penderita berusaha mempertahankan posisi kedua bahu terangkat (sebaliknya posisi penderita duduk dan pemeriksa berada dibelakang penderita).
NERVUS HIPOGLOSAL ( CN XII )
Termasuk saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berawal dari medulla dan mensuplai otot lidah. Neuron sensorik membawa informasi dari spindel otot di lidah.
Pada lesi LMN, maka akan tamapk adanya atrofi lidah dan fasikulasi (tanda dini berupa perubahan pada pinggiran lidah dan hilangnya papil lidah). Pemeriksaan :
Menjulurkan lidah
Pada lesi unilateral, lidah akan berdeviasi kearah lesi. Pada Bell,s palsy (kelumpuhan saraf VII) bisa menimbulkan positif palsu.
Menggerakkan lidah kelateral
Pada kelumpuhan bilateral dan berat, lidah tidak bisa digerkkan kearah samping kanan dan kiri.
Tremor lidah
Diperhatikan apakah ada tremor lidah dan atropi. Pada lesi perifer maka tremor dan atropi papil positip.
Articulasi
Diperhatikan bicara dari penderita. Bila terdapat parese maka didapatkan dysarthria.
b. Saraf Spinal
31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen. Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna bertebra tempat munculnya saraf tersebut.
Saraf serviks ; 8 pasang, C1 – C8.
Saraf toraks ; 12 pasang, T1 – T12.
Saraf lumbal ; 5 pasang, L1 – L5.
Saraf sacral ; 5 pasang, S1 – S5.
Saraf koksigis, 1 pasang.
Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen intervertebral, saraf kemudian bercabang menjadi empat divisi yaitu : cabang meningeal, ramus dorsal, cabang ventral dan cabang viseral. Pleksus adalah jarring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral seluruh saraf spinal, kecuali TI dan TII yang merupakan awal saraf interkostal.
c. Sistem Saraf Otonom
SSO merupakan sistem motorik eferen visceral. Sistem ini menginervasi jantung; seluruh otot polos, seperti pada pembuluh darah dan visera serta kelenjar-kelenjar. SSO tidak memiliki input volunteer ; walaupun demikian, sistem ini dikendalikan oleh pusat dalam hipotalamus, medulla dan korteks serebral serta pusat tambahan pada formasi reticular batang otak. Serabut aferen sensorik (visera) menyampaikan sensasi nyeri atau rasa kenyang dan pesan-pesan yang berkaitan dengan frekwensi jantung, tekanan darah dan pernapasan, yang di bawa ke SSP di sepanjang jalur yang sama dengan jalur serabut saraf motorik viseral pada SSO.
Divisi SSO memiliki 2 divisi yaitu divisi simpatis dan divisi parasimpatis. Sebagian besar organ yang diinervasi oleh SSO menerima inervasi ganda dari saraf yang berasal dari kedua divisi. Divisi simpatis dan parasimpatis pada SSO secara anatomis berbeda dan perannya antagonis.
DIVISI SIMPATIS / TORAKOLUMBAL
Memiliki satu neuron preganglionik pendek dan stu neuron postganglionic panjang. Badan sel neuron preganglionik terletak pada tanduk lateral substansi abu-abu dalam segmen toraks dan lumbal bagian atas medulla spinalis.
DIVISI PARA SIMPATIS / KRANIOSAKRAL
Memiliki neuron preganglionik panjang yang menjulur mendekati organ yang terinervasi dan memiliki serabut postganglionic pendek. Badan sel neuron terletak dalam nuclei batang otak dan keluar melalui CN III, VII, IX, X, dan saraf XI, juga dalam substansi abu-abu lateral pada segmen sacral kedua, ketiga dan keempat medulla spinalis dan keluar melalui radiks ventral.
NEUROTRANSMITER SSO
Asetilkolin dilepas oleh serabut preganglionik simpatis dan serabut preganglionik parasimpatis yang disebut serabut kolinergik. Norepinefrin dilepas oleh serabut post ganglionik simpatis, yang disebut serabut Adrenergic. Norepinefrin dan substansi yang berkaitan, epinefrin juga dilepas oleh medulla adrenal.
FISIOLOGI SISTEM SARAF
Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori. Saraf sensori disebut juga Afferent Sensory Pathway.
Mengkomunikasikan informasi antara system saraf perifer dan system saraf pusat.
Mengolah informasi yang diterima baik ditingkat medulla spinalis maupun diotak untuk selanjutnya menentukan jawaban atau respons.
Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik ke organ – organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan. Saraf motorik disebut juga Efferent Motorik Pathway.
2.3 MEKANISME IMPULS SARAF
Sel-sel di dalam tubuh dapat memiliki potensial membran akibat adanya distribusi tidak merata dan perbedaan permeabilitas dari Na+, K+, dan anion besar intrasel. Potensial istirahat merupakan potensial membran konstan ketika sel yang dapat tereksitasi tidak memperlihatkan potensial cepat. Sel saraf dan otot merupakan jaringan yang dapat tereksitasi karena dapat mengubah permeabilitas membran sehingga mengalami perubahan potensial membran sementara jika tereksitasi. Ada dua macam perubahan potensial membran:
Potensial berjenjang yakni sinyal jarak dekat yang cepat menghilang. Potensial berjenjang bersifat lokal yang terjadi dalam berbagai derajat. Potensial ini dipengaruhi oleh semakin kuatnya kejadian pencetus dan semakin besarnya potensial berjenjang yang terjadi. Kejadian pencetus dapat berupa:
Stimulus
Interaksi ligan-reseptor permukaan sel saraf dan otot
Perubahan potensial yang spontan (akibat ketidakseimbangan siklus pengeluaran pemasukan/ kebocoran-pemompaan)
Apabila potensial berjenjang secara lokal terjadi pada membran sel saraf atau otot, terdapat potensial berbeda di daerah tersebut. Arus (secara pasif )mengalir antara daerah yang terlibat dan daerah di sekitarnya (di dalam maupun di luar membran). Potensial berjenjang dapat menimbulkan potensial aksi jika potensial di daerah trigger zone di atas ambang. Sedangkan jika potensial di bawah ambang tidak akan memicu potensial aksi.
Daerah-daerah di jaringan tempat terjadinya potensial berjenjang tidak mempunyai bahan insulator sehingga terjadi kebocoran arus dari daerah aktif membran ke cairan ekstrasel (CES) sehingga potensial semakin jauh semakin berkurang. Contoh potensial berjenjang:
Potensial pasca sinaps
Potensial reseptor
Potensial end-plate
Potensial alat pacu
Potensial aksi merupakan pembalikan cepat potensial membran akibat perubahan permeabilitas membran. Potensial aksi berfungsi sebagai sinyal jarak jauh.
Istilah-istilah:
Polarisasi (potensial istirahat) à membran memiliki potensial dan terdapat pemisahan muatan berlawanan
Depolarisasi à potensial lebih kecil daripada potensial istirahat (menuju 0 mV)
Hiperpolarisasi à potensial lebih besar daripada potensial istirahat (potensial lebih negatif dan lebih banyak muatan yang dipisah dibandingkan dengan potensial istirahat)
Selama potensial aksi, depolarisasi membran ke potensial ambang menyebabkan serangkaian perubahan permeabilitas akibat perubahan konformasi saluran-saluran gerbang-voltase. Perubahan permeabilitas ini menyebabkan pembalikan potensial membran secara singkat, dengan influks Na+ (fase naik; dari -70 mV ke +30 mV) dan efluks K+ (fase turun: dari puncak ke potensial istirahat). Sebelum kembali istirahat, potensial aksi menimbulkan potensial aksi baru yang identik di dekatnya melalui aliran arus sehingga daerah tersebut mencapai ambang. Potensial aksi ini menyebar ke seluruh membran sel tanpa menyebabkan penyusutan. Cara perambatan potensial aksi:
Hantaran oleh aliran arus lokal pada serat tidak bermielin à potensial aksi menyebar di sepanjang membran
Hantaran saltatorik yang lebih cepat di serat bermielin à impuls melompati bagian saraf yang diselubungi mielin
Pompa Na+-K+memulihkan ion-ion yang berpindah selama perambatan potensial aksi ke lokasi semula secara bertahap untuk mempertahankan gradien konsentrasi. Bagian membran yang baru saja dilewati oleh potensial aksi tidak mungkin dirangsang kembali sampai bagian tersebut pulih dari periode refrakternya. Periode refrakter memastikan perambatan satu arah potensial aksi menjauhi tempat pengaktifan semula. Potensial aksi timbul secara maksimal sebagai respon terhadap rangsangan atau tidak sama sekali (all or none). Variasi kekuatan rangsang dlihat dari variasi frekuensi, bukan dari variasi kekuatan (besarnya) potensial aksi.
Sinaps dan Integrasi Neuron
Susunan saraf memiliki banyak neuron yang saling berhubungan membentuk jaras konduksi fungsional (functional conducting pathway). Sinaps merupakan tempat dua neuron yang berdekatan satu sama lain dan terjadi komunikasi interneuronal. Potensial aksi di neuron prasinaps menyebabkan pengeluaran neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor di neuron pascasinaps. Sinaps berdasarkan letak:
Sinaps aksodendritik
Sinaps aksosomatik
Sinaps aksoaksonik
Jenis sinaps:
a. Sinaps Kimiawi
Permukaan yang berhadapan dengan perluasan akson terminal dan neuron disebut membran prasinaptik dan pascasinaptik yang dipisahkan oleh celah sinaptik. Membran prasinaptik dan pascasinaptik menebal dan sitoplasma meningkat densitasnya. Prasinaptik terminal banyak mengandung vesikel-vesikel prasinaptik yang berisi neurotransmiter. Vesikel-vesikel bergabung dengan membran prasinaptik dan mengeluarkan neurotransmiter ke celah sinaptik melalui melalui proses eksositosis. Mitokondria berperan dalam menyediakan ATP untuk sintesis neurotransmiter baru. Sebagian besar neuron hanya menghasilkan dan melepaskan neurotransmitter utama di semua ujung-ujung sarafnya. Misalnya, asetilkolin digunakan di susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi, sedangkan dopamin di substansia nigra. Glisin ditemukan terutama di sinaps-sinaps medulla spinalis.
Tabel 1. Contoh Neurotransmiter Utama (Klasik) dan Neuromodulator di Sinaps
Neuromediator
Fungsi
Mekanisme reseptor
Mekanisme Ionik
Lokasi
Neurotransmitter utama
Asetilkolin (nikotinik), L-glutamat
GABA
Neuromodulator
Asetilkolin (muskarinik), serotonin, histamin, adenosin
Eksitasi cepat
Inhibisi cepat
Modulasi dan modifikasi aktivitas
Reseptor kanal ion
Reseptor G-potein-coupled
Membuka kanal ion (EPSP cepat)
Membuka kanal ion (IPSP cepat)
Membuka atau menutup kanal K+ atau Ca2+ (EPSP dan IPSP lambat)
Sensorik utama dan sistem motorik
Sistem yang mengontrol homeostasis
Tabel 2. Neurotransmitter dan Neuromodulator (yang Diketahui dan Diduga)
Neurotransmiter Klasik
Neuromodulator
Asetilkolin
Dopamin
Norepinefrin
Epinefrin
Serotonin
Histamin
Glisin
Glutamat
Aspartat
Asam gama-aminobutirat (GABA)
β-endorfin Bambosin
Somatostatin Karnosin
Kolesistokinin (CCK) Gastrin
Neurotensin Substansi P
Enfekalin leusin Motilin
Enfekalin metionin Insulin
Angiotensin II Glukagon
Vasopresin Bradikinin
Hormon adrenokortikotropik (ACTH) Oksitosin
α-melanocyte stimulating hormone (MSH)
Thyrotropin releasing hormone (TRH)
Gonadotropin releasing hormone (GnRH)
Polipeptida intestinal vasoaktif (VIP)
Neurotransmitter dilepaskan dari ujung saraf ketika datang impuls saraf (potensial aksi). Potensial aksi menyebabkan influks K+ yang menyebabkan vesikel sinaptik bergabung dengan membran prasinaptik. Kemudian neurotransmitter dikeluarkan ke celah sinaps. Ketika berada di celah sinaptik, neurotransmiter mencapai sasarannya dengan meningkatkan atau menurunkan potensial istirahat (resting potential) pada membrane pascasinaptik untuk waktu yang singkat. Protein reseptor pada membran sinaptik mengikat neurotransmitter dan melakukan penyesuaian dengan membuka kanal ion, membangkitkan Excitatory Postsynaptic Potential (EPSP) atau Inhibitory Postsynaptic Potential (IPSP). Eksitasi cepat diketahui menggunakan asetilkolin (nikotinik) dan L-glutamat atau inhibisi menggunakan GABA. Reseptor protein lain mengikat neuromodulator dan mengaktifkan sistem messenger kedua, biasanya melalui transduser molekuler, protein G. Reseptor ini memiliki periode laten yang lebih lama, berlangsung selama beberapa menit atau lebih. Contoh neuromodulator adalah asetilkolin (muskarinik), serotonin, histamin, neuropeptida, dan adenosin.
Efek eksitasi atau inhibisi pada membran pascasinaps neuron bergantung pada jumlah respons pascasinaps pada sinaps yang berbeda. Jika efek keseluruhannya adalah depolarisasi, neuron akan terstimulasi dan potensial aksi akan dibangkitkan pada segmen inisial akson dan impuls saraf dihantarkan sepanjang akson. Sebaliknya, jika efek keseluruhannya adalah hiperpolarisasi, neuron diinhibisi dan tidak timbul impuls saraf.
Distribusi neurotransmitter bervariasi di berbagai bagian susunan saraf. Misalnya asetilkolin yang ditemukan di taut neuromuskular, ganglia autonom, dan ujung-ujung saraf simpatis. Pada susunan saraf pusat, kolateral neuron motorik sampai sel-sel Renshaw, hippocampus, ascending reticular pathway, serta serabut aferen sistem penglihatan dan pendengaran memiliki neurotransmitter kolinergik. Norepinefrin ditemukan pada ujung-ujung saraf simpatis dan ditemukan dalam konsentrasi tinggi di hipotalamus. Dopamin terdapat dalam konsentrasi tinggi di berbagai bagian di sistem saraf pusat, misalnya di nucleus basalis (ganglia basalis).
Efek neurotransmitter dipengaruhi oleh destruksi atau reabsorpsi neurotransmitter tersebut. Misalnya pada asetilkolin, efeknya dibatasi oleh enzim asetilkolinesterase (AChE) dengan mendegradasi asetilkolin. Namun, efek katekolamin dibatasi dengan kembalinya neurotransmitter ke ujung-ujung saraf prasinaps.
Neuromodulator merupakan zat selain neurotransmitter yang dikeluarkan dari membran prasinaps ke celah sinaps, mampu memodulasi dan memodifikasi aktivitas neuron pascasinaps. Neuromodulator dapat ditemukan bersama dengan neurotransmitter utama di sebuah sinaps tunggal. Biasanya neuromodulator terdapat di dalam vesikel prasinaps yang berbeda. Pelepasan neuromodulator ke celah sinaps tidak memberikan efek langsung pada membran pascasinaps. Neuromodulator berperan menguatkan, memperpanjang, menghambat, atau membatasi efek neurotransmitter utama di membrane pascasinaps. Neuromodulator bekerja melalui sistem messenger kedua yang biasanya melalui transducer molecular, protein G, dan mengubah respons reseptor terhadap neurotransmitter. Di daerah sistem saraf pusat tertentu, berbagai neuron aferen yang berbeda dapat melepaskan beberapa neuromodulator berlainan yang diambil oleh neuron pascasinaps. Susunan tersebut dapat menimbulkan berbagai respon berbeda tergantung pada input dari neuron aferen
b. Sinaps Elektrik
Sinaps elektrik merupakan gap junction berupa kanal dari sitoplasma neuron prasinaps ke neuron pascasinaps. Neuron-neuron berkomunikasi secara elektrik dan tidak ada transmitter kimia. Ion mengalir dari suatu neuron ke neuron lain melalui kanal-kanal penghubung. Penyebaran aktivitas yang cepat dari satu neuron ke neuron lain menunjukkan sekelompok neuron melakukan suatu fungsi bersama-sama. Sinaps elektrik dapat berjalan dua arah sedangkan sinaps kimiawi hanya satu arah. Sinaps elektrik memiliki respon yang cepat sehingga penting untuk gerakan refleks.
Reseptor Neurotransmitter
Reseptor berupa protein kompleks transmembran yang sebagian menonjol ke lingkungan ekstrasel dan bagian lain yang menonjol ke lingkungan intrasel. Reseptor neurotransmitter menangkap neurotransmitter yang dilepaskan dan menyalurkan pesan yang dibawa neurotransmitter ke intrasel. Reseptor tersebut mempunyai tempat pengikatan yang multipel (binding site). Klasifikasi reseptor neurotransmitter:
Reseptor Ionotropik (ligand-gated ion channel)
Reseptor ionotropik merupakan transmitter-gated channels. Neurotransmitter berikatan dengan reseptor yang menempel pada pintu masuk kanal ion dan menyebabkan kanal ion terbuka. Reseptor ionotropik mempunyai aksi sangat cepat, waktu pengikatan neurotransmitter pada reseptor dan respon sangat pendek, respon singkat.
Reseptor neurotransmitter Kolinergik
Setiap neurotransmitter menimbulkan efek di membran postsinaptik bila berikatan dengan reseptor spesifik. Dua neurotransmitter tidak akan berikatan pada satu reseptor yang sama, meskipun satu neurotransmitter dapat berikatan dengan reseptor yang berbeda. Hal ini disebut sebagai subtipe reseptor. Asetilkolin bekerja pada dua subtipe reseptor yang berbeda. Satu tipe berada di otot skeletal (nikotinik) dan tipe lain berada di otot jantung (muskarinik).
Reseptor Nikotinik Asetilkolin (Ach)
Reseptor ini berperan dalam penyaluran sinyal listrik dari suatu motor neuron ke serat saraf otot. Asetilkolin yang dilepaskan oleh neuron motorik berdifusi ke membran plasma sel miosit dan terkait pada reseptor asetilkolin. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan konformasi reseptor dan akan menyebabkan kanal ion membuka. Pergerakan muatan positif akan mendepolarisasi membran plasma yang menyebabkan kontraksi. Pembukaan kanal hanya berlangsung sebentar meskipun asetilkolin masih menempel pada reseptor (periode desensitisasi). Reseptor nikotinik asetilkolin yang matang terdiri atas 2 α, β, γ, dan δ. Berbeda dari yang ada di otot, struktur reseptor nikotinik asetilkolin di neuron hanya terdiri atas subunit α&β (α3β2).
Reseptor Muskarinik
Reseptor muskarinik yang terdapat pada otot jantung mempunyai subunit α3β2. Setelah asetilkolin berikatan dengan reseptor muskarinik, timbul sinyal dengan mekanisme berbeda. Misalnya, bila reseptor M1 atau M2 diaktifkan, reseptor ini akan mengalami perubahan konformasi dan berinteraksi dengan protein G yang selanjutnya akan mengaktifkan fosfolipase C. akibatnya terjadi hidrolisis fosfatidilinositol-(4,5)-bifosfate (PIP2) yang menyebabkan peningkatan kadar Ca2+ intrasel. Selanjutnya kation ini akan berinteraksi memacu atau menghambat enzim-enzim, menyebabkan hiperpolarisasi, sekresi, atau kontraksi. Sebaliknya, aktivasi reseptor subtype M2 pada otot jantung memacu potein G yang menghambat adenilsiklase dan mempertinggi konduksi K+ sehingga denyut jantung dan kontraksi otot jantung menurun.
Amino Acid-Gated Channels
Amino Acid-Gated Channels memediasi sebagian besar transmisi cepat sinapsis di CNS (Cerebral Nervous System). Fungsinya lebih terbatas yakni pada sistem sensorik, memori, dan penyakit.
Reseptor GABAA
Reseptor GABAA mempunyai beberapa tempat pengikatan untuk berbagai neuromodulator. Reseptor ini merupakan target yang baik untuk obat
Glutamate-Gated Channels
Reseptor agonis glutamate adalah AMPA (alpha-amino-3-hydroxy-5-methylisoxazole-4-propionic acid), NMDA (N-methyl D-aspartate), dan Kainate. AMDA dan NMDA berperan dalam transmisi sinaps eksitator yang cepat di otak sedangkan KAINATE fungsinya belum diketahui. AMPA-gated channels permeabel terhadap Na+ dan K+ dan tidak permeabel terhadap Ca2+. Sedangkan reseptor NMDA permeabel terhadap Na+ ,K+ dan Ca2+.
2. Reseptor Metabotropik (G protein-coupled)
Metabotropik merupakan reseptor yang berikatan dengan neurotransmitter dan membentuk second messenger sebagai salah satu jalur transduksi sinyal. Neurotransmitter yang berikatan yakni amin biogenic (dopa, dopamine, serotonin, adrenalin, noradrenalin, histamine), hormone peptide (angiotensin II, somastosin, TRH). Ligan yang berikatan bukan dari golongan neurotransmitter adalah eikosanoid. Biasanya reseptor jenis ini merupakan reseptor G-potein-coupled yang mempunyai 3 subunit (α, β, γ) dan memiliki 7 kompartemen.
Transduksi sinyal pada reseptor metabotropik G-protein-coupled
Pada keadaan inaktif, subunit α potein G mengikat GDP. Saat diaktivasi oleh reseptor G-protein-coupled, GDP beruba menjadi GTP. Kemudian potein G akan terpecah menjadi Gα (subunit GTP) dan Gβγ yang akan mengaktifkan protein efektor. Secara perlahan subunit Gα akan melepas PO4 dari GTP sehingga berubah menjadi GDP yang menyebabkan aktifitas berhenti.
Taut Neuromuskular pada Otot Rangka
Setiap serabut saraf bermielin yang masuk ke otot rangka membentuk banyak cabang yang jumlahnya tergantung pada ukuran unit motoriknya. Cabang akan berakhir pada otot rangka di tempat yang disebut taut neuromuskular (neuromuscular junction) atau motor-end-plate. Sebagian besar serabut-serabut otot hanya dipersarafi oleh satu motor end-plate. Saat mencapai serabut otot, saraf kehilangan selubung mielin dan pecah menjadi cabang-cabang halus. Masing-masing saraf berakhir sebagai akson yang terbuka dan membentuk unsur neural motor end-plate. Pada motor end-plate, permukaan serabut otot sedikit meninggi serta membentuk unsur otot (sole plate). Elevasi terjadi akibat akumulasi sarkoplasma granular di bawah sarkolema serta banyak inti dan mitokondria.
Akson terbuka yang melebar terletak pada alur permukaan serabut otot yang dibentuk oleh lipatan sarkolema ke dalam (junctional fold = dasar alur dibentuk oleh sarkolema yang membentuk lipatan-lipatan). Junctional fold berfungsi memperluas area permukaan sarkolema yang terletak di dekat akson yang melebar. Di antara membran plasma akson (aksolema atau membran prasinaps) dan membran plasma serabut otot (sarkolema atau membran pascasinaps) terdapat celah sinaps.
Saat potensial aksi mencapai membran prasinaps motor end-plate, kanal voltage-gated Ca2+ terbuka dan Ca2+ masuk ke dalam akson. Hal ini menstimulasi penggabungan vesikel sinaptik dengan membran prasinaps dan menyebabkan pelepasan asetilkolin ke celah sinaps. Kemudian asetilkolin menyebar dan mencapai reseptor Ach tipe nikotinik di membran pascasinaps junctional fold. Setelah pintu kanal terbuka, membran pascasinaps lebih permeabel terhadap Na+ yang mengalir ke dalam sel-sel otot dan terjadi potensial lokal (end-plate potential). Pintu kanal Ach permeabel terhadap K+ yang keluar dari sel namun dalam jumlah yang lebih kecil. Jika end-plate potential cukup besar, kanal voltage-gated untuk Na+ terbuka dan timbul potensial aksi yang menyebar sepanjang permukaan sarkolema. Gelombang depolarisasi diteruskan ke serabut otot oleh sistem tubulus T menuju miofibril yang kontraktil. Hal ini menyebabkan pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma yang akan menimbulkan kontraksi otot.
Mekanisme Kontraksi Otot
Setelah struktur otot dan komponen-komponen penyusunnya ditinjau, mekanisme atau interaksi antar komponen - komponen itu akan dapat menjelaskan proses kontraksi otot.
Filamen-filamen tebal dan tipis yang saling bergeser saat proses kontraksi
Menurut fakta, kita telah mengetahui bahwa panjang otot yang terkontraksi akan lebih pendek daripada panjang awalnya saat otot sedang rileks. Pemendekan ini rata - rata sekitar sepertiga panjang awal. Melalui mikrograf elektron, pemendekan ini dapat dilihatsebagai konsekuensi dari pemendekan sarkomer. Sebenarnya, pada saat pemendekan berlangsung, panjang filamen tebal dan tipis tetap dan tak berubah (dengan melihat tetapnya lebar lurik A dan jarak disk Z sampai ujung daerah H tetangga) namun lurik I dan daerah H mengalami reduksi yang sama besarnya. Berdasar pengamatan ini, Hugh Huxley, Jean Hanson, Andrew Huxley dan R.Niedergerke pada tahun 1954 menyarankan model pergeseran filamen (=filament sliding). Model ini mengatakan bahwa gaya kontraksi otot itu dihasilkan oleh suatu proses yang membuat beberapa set filamen tebal dan tipis dapat bergeser antar sesamanya.
Aktin merangsang Aktivitas ATPase Miosin
Model pergeseran filamen tadi hanya menjelaskan mekanika kontraksinya dan bukan asal-usul gaya kontraktil. Pada tahun 1940, Szent-Gyorgi kembali menunjukkan mekanisme kontraksi. Pencampuran larutan aktin dan miosin untuk membentuk kompleks bernama Aktomiosin ternyata disertai oleh peningkatan kekentalan larutan yang
cukup besar. Kekentalan ini dapat dikurangi dengan menambahkan ATP ke dalam larutan aktomiosin. Maka dari itu, ATP mengurangi daya tarik atau afinitas myosin terhadap aktin. Selanjutnya, untuk dapat mendapatkan penjelasan lebih tentang peranan ATP dalam proses kontraksi itu, kita memerlukan studi kinetika kimia. Daya kerja ATPase miosin yang terisolasi ialah sebesar 0.05 per detiknya. Daya kerja sebesar itu ternyata jauh lebih kecil dari daya kerja ATPase miosin yang berada dalam otot yang berkontraksi. Bagaimanapun juga, secara paradoks, adanya aktin (dalam otot) meningkatkan laju hidrolisis ATP miosin menjadi sekitar 10 per detiknya. Karena aktin menyebabkan peningkatan atau peng-akti-vasian miosin inilah, muncullah sebutan aktin. Selanjutnya, Edwin Taylor mengemukakan sebuah model hidrolisis ATP yang dimediasi / ditengahi oleh aktomiosin Pada tahap pertama, ATP terikat pada bagian miosin dari aktomiosin dan menghasilkan disosiasi aktin dan miosin. Miosin yang merupakan produk proses ini memiliki ikatan dengan ATP. Selanjutnya, pada tahap kedua, ATP yang terikat dengan miosin tadi terhidrolisis dengan cepat membentuk kompleks miosin-ADP-Pi. Kompleks tersebut yang kemudian berikatan dengan Aktin pada tahap ketiga. Pada tahap keempat yang merupakan tahap untuk relaksasi konformasional, kompleks aktin-miosin-ADP-Pi tadi secara tahap demi tahap melepaskan ikatan dengan Pi dan ADP sehingga kompleks yang tersisa hanyalah kompleks Aktin-Miosin yang siap untuk siklus hidrolisis ATP selanjutnya. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa proses terkait dan terlepasnya aktin yang diatur oleh ATP tersebut menghasilkan gaya vektorial untuk kontraksi otot.
Model untuk interaksi Aktin dan Miosin berdasar strukturnya
Rayment, Holden, dan Ronald Milligan telah memformulasikan suatu model yang dinamakan kompleks rigor terhadap kepala S1 miosin dan Faktin. Mereka mengamati kompleks tersebut melalui mikroskopi elektron. Daerah yang mirip bola pada S1 itu berikatan secara tangensial pada filamen aktin pada sudut 45o terhadap sumbu filamen. Sementara itu, ekor S1 mengarah sejajar sumbu filamen. Relasi kepala S1 miosin itu nampaknya berinteraksi dengan aktin melalui pasangan ion yang melibatkan beberapa residu Lisin dari miosin dan beberapa residu asam Aspartik dan asam Glutamik dari aktin.
Kepala-kepala Miosin "berjalan" sepanjang filamen-filamen aktin
Hidrolisis ATP dapat dikaitkan dengan model pergeseran-filamen. Pada mulanya, kita mengasumsikan jika cross-bridges miosin memiliki letak yang konstan tanpa berpindah-pindah, maka model ini tak dapat dibenarkan. Sebaliknya, cross bridges itu harus berulangkali terputus dan terkait kembali pada posisi lain namun masih di daerah sepanjang filamen dengan arah menuju disk Z. Melalui pengamatan dengan sinar X terhadap struktur filamen dan kondisinya saat proses hidrolisis terjadi, Rayment, Holden, dan Milligan mengeluarkan postulat bahwa tertutupnya celah aktin akibat rangsangan (berupa ejeksi ADP) itu berperan besar untuk sebuah perubahan konformasional (yang menghasilkan hentakan daya miosin) dalam siklus kontraksi otot. Postulat ini selanjutnya mengarah pada model "perahu dayung" untuk siklus kontraktil yang telah banyak diterima berbagai pihak. Pada mulanya, ATP muncul dan mengikatkan diri pada kepala miosin S1 sehingga celah aktin terbuka. Sebagai akibatnya, kepala S1melepaskan ikatannya pada aktin. Pada tahap kedua, celah aktin akan menutup kembali bersamaan dengan proses hidrolisis ATP yang menyebabkan tegaknya posisi kepala S1. Posisi tegak itu merupakan keadaan molekul dengan energi tinggi (jelas-jelas memerlukan energi). Pada tahap ketiga, kepala S1 mengikatkan diri dengan lemah pada suatu monomer aktin yang posisinya lebih dekat dengan disk Z dibandingkan dengan monomer aktin sebelumnya. Pada tahap keempat, Kepala S1 melepaskan Pi yang mengakibatkan tertutupnya celah aktin sehingga afinitas kepala S1 terhadap aktin membesar. Keadaan itu disebut keadaan transien. Selanjutnya, pada tahap kelima, hentakan-daya terjadi dan suatu geseran konformasional yang turut menarik ekor kepala S1 tadi terjadi sepanjang 60 Angstrom menuju disk Z. Lalu, pada tahap akhir, ADP dilepaskan oleh kepala S1 dan siklus berlangsung lengkap.
Pengaturan untuk Kontraksi Otot
Gerakan otot lurik tentu dibawah komando atau suatu kontrol yang disebut impuls saraf motor.
Ca2+ mengatur Kontraksi Otot dengan proses yang ditengahi oleh Troponin dan Tropomiosin
Sejak tahun 1940, ion Kalsium diyakini turut berperan serta dalam pengaturan kontraksi otot. Kemudian, sebelum 1960, Setsuro Ebashi menunjukkan bahwa pengaruh Ca2+ ditengahi oleh Troponin dan Tropomiosin. Ia menunjukkan aktomiosin yang diekstrak langsung dari otot (sehingga mengandung ikatan dengan troponin dan tropomiosin) berkontraksi karena ATP hanya jika Ca2+ ada pula. Kehadiran troponin dan tropomiosin pada sistem aktomiosin tersebut meningkatkan sensitivitas system terhadap Ca2+. Di samping itu, subunit dari troponin, TnC, merupakan satu-satunya komponen pengikat Ca2+. Secara molekuler, proses kontraksi
Impuls saraf melepaskan Ca2+ dari Retikulum Sarcoplasma
Sebuah impuls saraf yang tiba pada sebuah persambungan neuromuscular (sambungan antara neuron dan otot) akan dihantar langsung kepada tiap-tiap sarkomer oleh sebuah sistem tubula transversal / T. Tubula tersebut merupakan pembungkuspembungkus semacam saraf pada membran plasma fiber. Tubula tersebut mengelilingi tiap miofibril pada disk Z masing-masing. Semua sarkomer pada sebuah otot akan menerima sinyal untuk berkontraksi sehingga otot dapat berkontraksi sebagai satu kesatuan utuh. Sinyal elektrik itu dihantar (dengan proses yang belum begitu dimengerti) menuju retikulum sarkoplasmik (SR). SR merupakan suatu sistem dari vesicles (saluran yang mengandung air di dalamnya) yang pipih, bersifat membran, dan berasaldari retikulum endoplasma. Sistem tersebut membungkus tiap-tiap miofibril hampir seperti rajutan kain. Membran SR yang secara normal non-permeabel terhadap Ca2+ itu mengandung sebuah transmembran Ca2+- ATPase yang memompa Ca2+ kedalam SR untuk mempertahankan konsentrasi [Ca2+] bagi otot rileks. Kemampuan SR untuk dapat menyimpan Ca2+ ditingkatkan lagi oleh adanya protein yang bersifat amat asam yaitu kalsequestrin (memiliki situs lebih dari 40 untuk berikatan dengan Ca2+). Kedatangan impuls saraf membuat SR menjadi permeabel terhadap Ca2+.Akibatnya, Ca2+ berdifusi melalui saluran-saluran Ca2+ khusus menuju interior miofibril, dan konsentrasi internal [Ca2+] akan bertambah. Peningkatan konsentrasi Ca2+ ini cukup untuk memicu perubahan konformasional dalam troponin dan tropomiosin. Akhirnya, kontraksi otot terjadi dengan mekanisme "perahu dayung" tadi. Saat rangsangan saraf berakhir, membran SR kembali menjadi impermeabel terhadap Ca2+ sehingga Ca2+ dalam miofibril akan terpompa keluar menuju SR. Kemudian otot menjadi rileks seperti sediakala.
Pengertian Afasia
Afasia adalah gangguan atau ketidakmampuan dalam berbahasa yang disebabkan oleh gangguan pada otak, dimana gangguan tersebut bukan merupakan penyakit yang herediter, tidak disebabkan oleh gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau kelemahan motorik. Afasia tidak meliputi kelainan perkembangan berbahasa atau disfasia, gangguan motorik berbahasa seperti gagap, apraksia berbahasa, atau disartria, dan bukan gangguan berbahasa yang disebabkan oleh gangguan berpikir seperti pada pasien skizofrenia.
Afasia mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh walaupun biasanya terdapat gangguan yang lebih menonjol daripada gangguan lainnya. Tercakup di dalam afasia adalah gangguan yang lebih selektif, misalnya gangguanmembaca (alexia) atau gangguan menulis (agrafia). Gangguan yang berkaitanmisalnya apraksia (gangguan belajar atau ketrampilan), gangguan mengenal (agnosia), gangguan menghitung (akalkulias), serta defisit perilaku neurologisseperti demensia dan delirium. Ini semua bisa muncul bersama-sama dengan afasia atau muncul sendiri.
Afasia adalah gangguan pada komprehensi atau ekspresi dari bahasa yang diakibatkan oleh lesi pada bagian otak yang bertanggung jawab untuk bahasa(pada kebanyakan orang di hemisfer kiri otak). Dapat terjadi tiba-tiba (misalnya karena stroke atau cedera kepala) atau perlahan-lahan (misalnya karena tumor otak,infeksi, atau dementia)
FISIOLOGI BERBICARA
Pada korteks serebri ada beberapa daerah luas yang tidak termasuk dalam pembagian area sensorik – motorik primer dan sekunder pada umumnya. Area tersebut dinamakan area asosiasi karena menerima dan menganalisis sinyal – sinyal secara bersamaan dari berbagai regio baik dari korteks motorik maupun korteks sensorik dan juga dari struktur subkortikal. Area asosiasi yang paling penting diantaranya area asosiasi parieto-oksipitotemporal, area asosiasi prefrontal, dan area asosiasi limbic.
Area asosiasi parieto-oksipito-temporal terletak di dalam ruang kortikal parietal dan oksipital yang besar dibatasi oleh korteks somatosensorik bagian anterior, korteks penglihatan bagian posterior, dan korteks pendengaran bagian lateral. Area ini memberikan tafsiran derajat tinggi untuk mengartikan sinyal – sinyal dari seluruh area sensorik sekitarnya. Area asosiasi parieto-oksipito-temporal ini memiliki sub area fungsionalnya sendiri. Area utama untuk pemahaman bahasa disebut area Wernicke dan terletak di belakang korteks auditorik primer pada bagian posterior girus temporalis di lobus temporalis. Region ini merupakan regio yang paling penting di seluruh otak untuk fungsi intelektual yang lebih tinggi karena hampir semuanya di dasarkan pada bahasa.
Pada bagian posterior area pemahaman bahasa, terutama terletak di regio anterolateral pada lobus oksipitalis, terdapat area asosiasi penglihatan yang mencerna informasi pengelihatan dari kata – kata yang di baca ke dalam area Wernicke, yakni area pemahaman bahasa. Girus yang disebut girus angularis diperlukan untuk mengartikan kata – kata yang diterima secara visual. Bila area ini tidak ada, seseorang masih dapat memiliki pemahaman bahasa yang sangat baik dengan cara mendengar tetapi tidak dengan cara membaca.
Di daerah paling lateral dari lobus oksipitalis anterior dan lobus temporalis posterior terdapat area untuk member nama suatu objek. Nama – nama ini terutama dipelajari melalui input pendengaran sedangkan sifat fisik suatu objek dipelajari terutama melalui input visual. Selanjutnya nama – nama penting untuk pemahaman bahasa visual dan pendengaran dimana fungsi yang dilakukan oleh area Wernicke terletak tepat di superior region penamaan auditoris dan di anterior dari area pemrosesan kata visual.
Area asosiasi prefrontal fungsinya berkaitan erat dengan korteks motorik untuk merencanakan pola – pola yang kompleks dan berurutan dari gerakan motorik. Untuk membantu fungsi tersebut, area ini menerima input melalui berkas subkortikal massif dari serabut – serabut saraf yang menghubungkan area asosiasi parieto – oksipito – temporal dengan area asosiasi prefrontal. Melalui berkas ini, korteks prefrontal menerima banyak informasi sensorik yang belum dianalisis, khususnya informasi mengenai keserasian tubuh secara spasial yang diperlukan untuk merencanakan gerakan - gerakan yang efektif.
Kebanyakan output dari area area prefrontal ini masuk ke dalam system pengatur motorik yang berjalan melalui bagian kaudatus dari lintasan umpan balik ganglia basalis – thalamus guna melakukan perencanaan motorik yang menghasilkan banyak komponen rangsangan gerakan yang berurutan dan bersifat parallel. Region khusus pada korteks frontalis yang disebut area Broca memiliki lintasan saraf untuk pembentukan kata. Area ini sebagian terletak di korteks prefrontal bagian posterior lateral dan sebagian lagi terletak di area premotorik. Di area ini rancangan dan pola motorik untuk menyatakan kata – kata atau bahkan kalimat pendek dicetuskan dan dilaksanakan. Area ini bekerja sama dengan area Wernicke di korteks asosiasi temporal.
Area asosiasi somatik, visual, dan auditorik semuanya saling bertemu satu sama lain di bagian posterior lobus temporalis superior. Daerah pertemuan dari berbagai area interpretasi sensorik ini terutama berkembang pada sisi otak yang dominan ( sisi kiri pada hampir semua orang yang bertangan kanan ). Area ini sangat berperan pada fungsi pemahaman otak yang lebih tinggi ( fungsi luhur ) dalam setiap bagian korteks serebri. Fungsi ini disebut intelegensia. Oleh karena itu, daerah ini sering disebut dengan berbagai nama yang menyatakan bahwa area tersebut memiliki kepentingan yang menyeluruh. Namun area ini lebih dikenal dengan nama area Wernicke sesuai dengan nama penemunya.
Perangsangan listrik area Wernicke pada seseorang yang sadar kadang – kadang menimbulkan pikiran yang sangat kompleks. Hal ini terutama terjadi apabila elektroda perangsangnya dimasukan cukup di dalam otak sehingga mencapai area thalamus yang berkaitan dengan area Wernicke. Dengan alas an ini dianggap bahwa aktivasi area Wernicke dapat memanggil kembali pola ingatan yang rumit, yang melibatkan lebih dari satu modalitas sensorik, walaupun sebagian besar ingatan individual disimpan di daerah mana saja. Hal ini dianggap sesuai dengan kepentingan area Wernicke dalam menginterpretasikan arti yang rumit dari bermacam – macam pengalaman sensorik.
Girus angularis merupakan bagian lobus parietalis posterior yang paling inferior, terletak tepat dibelakang area Wernicke dan disebelah posterior bergabung dengan area visual lobus oksipitalis. Bila daerah ini mengalami kerusakan sedangkan area Wernicke di lobus temporalis tetap utuh, pasien masih dapat menginterpretasikan pengalaman auditoriknya namun rangkaian pengalaman visual yang berjalan dari korteks visual ke area Wernicke benar – benar terhambat. Oleh karena itu pasien mungkin masih mampu melihat kata – kata itu tetapi tidak dapat menginterpretasikan arti dari kata – kata itu. Keadaan ini disebut disleksia atau buta kata – kata.
SEJARAH
Proses identifikasi area otak yang terlibat dalam kemampuan berbahasa dimulai pada tahun 1861 ketika seorang ahli bedah saraf dari Prancis, Paul Broca, meneliti otak dari seorang pasien yang telah meninggal dengan kelainan yang tidak umum pada saat itu. Sekalipun pasien dapat mendengar dan memahami kata-kata dan tidak ada kelemahan pada otot menggerak mulut dan bibirnya yang mungkin mengganggu kemampuan berbicaranya, pasien tidak mampu mengucapkan 1 kalimat utuh. Satu-satunya frase yang dapat ia ucapkan ialah "Tan" yang merupakan bagian dari namanya sendiri.
Otak Tn. Tan yang telah diotopsiPaul Broca
Otak Tn. Tan yang telah diotopsi
Paul Broca
Ketika Broca mengotopsi otak Tan, ia mendapati adanya lesi pada korteks frontalis bagian inferior kiri. Selanjutnya Broca mempelajari 8 pasien lain dengan defisit kemampuan berbicara yang serupa dimana ditemukan pula pada otak pasien-pasien tersebut sebuah lesi pada lobus frontalis kiri. Hal ini menuntun Broca untuk membuat satu pernyataan yang terkenal yakni " kita berbicara menggunakan hemisfer kiri" dan untuk mengidentifikasi, untuk yang pertama kalinya, keberadaan pusat bahasa pada bagian posterior lobus frontalis kiri. Hal ini merupakan area pertama pada otak yang berhasil diidentifikasi kaitannya dengan kemampuan berbahasa.
10 tahun kemudian, Carl Wernicke, seorang ahli saraf Jerman, menemukan bagian lain dari otak yang terlibat dalam pemahaman bahasa di bagian posterior lobus temporalis kiri. Pasien dengan lesi di bagian ini dapat berbicara namun pembicaraan tersebut tidak koheren dan tidak memiliki makna.
Observasi Wernicke dikonfirmasi oleh berbagai pihak sejak saat ini. Saat ini para ahli saraf menyetujui bahwa di sulkus lateralis yang biasa dikenal dengan fisura sylvii pada bagian otak hemisfer kiri didapati adanya sebuah sirkuit neuronal yang terlibat baik dalam pemahaman maupun proses produksi kata-kata. Pada ujung frontal dari sirkuit ini terdapat area Broca yang berkaitan dengan produksi kata-kata untuk diucapkan atau pusat output dari bahasa. Pada ujung yang lain yakni di superior posterior lobus temporalis terdapat area Wernicke yang berkaitan dengan pemahaman kata-kata yang telah didengar atau merupakan pusat input bahasa. Broca area dan Wernicke area dihubungkan oleh sebuah kumpulan besar serabut saraf yang disebut fasikulus arkuata.
Sirkuit bahasa ditemukan pada hemisfer kiri pada 90% pasien yang tidak kidal dan 70% pada pasien yang kidal. Bahasa merupakan salah satu fungsi yang dilakukan secara asimetris pada otak. Sirkuit ini juga ditemukan di lokasi yang sama pada pasien buta yang menggunakan bahasa sandi. Dari hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sirkuit ini tidak spesifik dengan bahasa yang terucap maupun terlihat namun secara luas berkaitan dengan modalitas berbahasa setiap individu.
Epidemiologi
Banyak pada orang usia middle age
Sama pada pria dan wanita
80 ribu orang terkena tiap tahun karena stroke
Sekitar 5 juta kasus di USA afasia
Etiologi
Afasia adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul akibat cedera otak atau proses patologik pada area lobus frontal, temporal atau parietal yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu Area Broa, Area Wernicke, dan jalur yang menghubungkan antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak di hemisfer kiri otak dan pada kebanyakan orang, bagian hemisfer kiri merupakantempat kemampuan berbahasa diatur.Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan oleh stroke, cedera otak traumatik, perdarahan otak akut dan sebagainya. Afasia dapat muncul perlahan-lahan seperti pada kasus tumor otak. Afasia juga terdaftar sebagai efek samping yang langka dari fentanyl, suatu opioid untuk penanganan nyeri kronis.
Patofisologi
Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Padamanusia, fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak pada 96-99% orang yang dominan tangan kanan (kinan) dan 60% orang yangdominan tangan kiri (kidal). Pada pasien yang menderita afasia, sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri.Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu area Broca dan area Wernicke.Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann, bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kersulitandalam artikulasi tetapi penderita bisa memahami bahasa dan tulisan.Area Wernicke atau area 41 dan 42 Broadmann, merupakan area sensorik penerima untuk impuls pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan penurunan hebat kemampuan memahami serta mengerti suatu bahasa.Secara umum afasia muncul akibat lesi pada kedua area pengaturan bahasadi atas. Selain itu lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia transkortikal. Afasia juga dapat muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus, yaitu penghubung antara area Broca dan area Wernicke.
Klasifikasi
Dasar untuk mengklasifikasikan afasia beragam, diantaranya ada yang mendasarkan kepada :
Manifestasi Klinik
Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek
Gabungan pendekatan manifestasi klinik dengan lesi anatomic
Berdasarkan manifestasi kliniknya afasia dapat dibedakan berdasarkan :
Afasia tidak lancar atau non fluent
Afasia lancar atau fluent
Berdasarkan lesi anatomik, afasia dapat dibedakan berdasarkan :
Sindroma Afasia peri – silvian
Afasia Broca ( motorik, ekspresif )
Afasia Wernicke ( sensorik, resesif )
Afasia Konduksi
Sindroma Afasia daerah batasan ( borderzone )
Afasia Transkortikal Motorik
Afasia Transkortikal Sensorik
Afasia Transkortikal Campuran
Sindroma Afasia Subkortikal
Afasia Talamik
Afasia Striatal
Sindroma Afasia Non Lokalisasi
Afasia Anomik
Afasia Global
Gejala Klinik
Afasia Tidak Lancar
Pada afasia ini, output atau keluaran bicara terbatas. Penderita menggunakan kalimat pendek dan bicara dalam bentuk sederhana. Sering disertai artikulasi dan irama bicara yang buruk.
Gambar klinisnya ialah :
Pasien tampak sulit memulai bicara
Panjang kalimat sedikit ( 5 kata atau kurang per kalimat )
Gramatika bahasa berkurang dan tidak kompleks
Artikulasi umumnya terganggu
Irama bicara terganggu
Pemahaman cukup baik, tapi sulit memahami kalimat yang lebih kompleks
Pengulangan ( repetisi ) buruk
Kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk
Afasia Lancar
Pada afasia ini penderita bicara lancar, artikulasi dan irama baik, tetapi isi bicara tidak bermakna dan tidak dapat dimengerti artinya. Penderita tidak dapat mengerti bahasa sehingga tidak dapat berbicara kembali.
Gambar klinisnya ialah :
Keluaran bicara yang lancar
Panjang kalimat normal
Artikulasi dan irama bicara baik
Terdapat parafasia
Kemampuan memahami pendengaran dan membaca buruk
Repetisi terganggu
Menulis lancar tadi tidak ada arti
Seorang afasia yang non – fluen mungkin akan mengatakan dengan tidak lancar dan tertegun tegun. Sedangkan seorang afasia fluen mungkin akan mengatakan dengan lancar.
Afasia Broca ( Motorik, ekspresif )
Disebabkan lesi di area Broca. Pemahaman auditif dan membaca tidak terganggu, tetapi sulit mengungkapkan isi pikiran. Gambaran klinik afasia Broca ialah bergaya afasia non-fluent.
Afasia Wernicke ( Sensorik, resesif )
Disebabkan lesi di area Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Penderita tidak mampu memahami bahasa lisan dan tulisan sehingga ia juga tidak mampu menjawab dan tidak mengerti apa yang dia sendiri katakana. Gambaran klinis Afasia Wernicke ialah bergaya afasia fluent.
Afasia Konduksi
Disebabkan lesi di area fasciculus arcuatus yaitu penghubung antara area sensorik ( wernicke ) dan area motorik ( broca ). Lesi ini menyebabkan kemampuan berbahasa dan pemahaman yang baik tetapi didapati adanya gangguan repetisi atau pengulangan.
Afasia Transkortikal
Disebabkan lesi di sekitar pinggiran area pengaturan bahasa. Pada dasarnya afasia transkortikal ditandai oleh terganggunya fungsi berbahasa tetapi didapati repetisi bahasa yang baik dan terpelihara
Afasia Transkortikal Motorik
Ditandai dengan tanda afasia Broca dengan bicara non – fluent, tetapi repetisi atau kemampuan mengulangnya baik dan terpelihara.
Afasia Transkortikal Sensorik
Ditandai dengan tanda afasia Wernicke dengan bicara fluent, tetapi repetisi atau kemampuan mengulangnya baik dan terpelihara.
Afasia Talamik
Disebabkan lesi pada thalamus, dan afasia striatal disebabkan lesi pada capsular striatal, yang keduanya juga berperan dalam pengaturan bahasa. Pada kedua afasia ini terdapat tanda afasia anomik.
Afasia Anomik
Merupakan suatu afasia dimana penderita kesulitan menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Bicara, gramatika dan irama lancar, tetapi sering tertegun ketika mencari kata dan mengenal nama objek.
Afasia Global
Bentuk afasia yang paling berat. Ini disebabkan lesi yang luas yang merusak sebagian besar atau semua area bahasa pada otak. Keadaan ini ditandai oleh tidak ada lagi atau berkurang sekali bahasa spontan dan menjadi beberapa patah kata yang diucapkan secara berulang. Pemahaman bahasa hilang atau berkurang. Repetisi, membaca dan menulis juga terganggu berat. Afasia global hampir selalu disertai dengan hemiparese atau hemiplegia.
Diagnosa
Anamnesis
Afasia muncul secara mendadak pada pasien dengan stroke atau cedera kepala. Pasien dengan penyakit neurodegeneratif atau lesi tumor dapat menderita afasia secara perlahan. Tanda-tanda awal yang mencirikan lesi atau defisit yang berasal dari area korteks atau jaras yang berdekatan dengan posisi area berbahasa harus diwaspadai. Tanda-tanda tersebut meliputi hemianopia, defisit dari fungsi motorik maupun sensori, atau defisit neurobehavioral seperti alexia, agrafia, akalkulia, atau apraksia. Pada pasien harus ditanyakan riwayat kejang atau episode afasia sebelumnya. Terkadang, sekalipun insidensinya rendah, afasia dapat diakibatkan oleh ensefalitis herpes simpleks. Ciri dari penyakit ini meliputi riwayat demam, kejang, nyeri kepala, dan perubahan perilaku.
Riwayat nyeri kepala baik akut maupun kronik dapat menjadi petunjuk penting untuk mendiagnosa kondisi tertentu seperti tumor otak maupun malformasi arteri vena. Pada pasien harus ditanyakan tentang riwayat gangguan pada memori atau riwayat gangguan dalam melakukan kegiatan sehari-hari karena gangguan berbahasa bisa hanya merupakan satu bagian dari kondisi neurodegeneratif yang menyeluruh seperti demensia. Perlu ditanyakan juga apakah pasien kidal atau tidak, riwayat hipertensi, perdarahan otak sebelumnya, penyakit jantung, penyakit vaskular otak, atau amiloid angiopati.
Pemeriksaan berbicara spontan
Langkah pertama dalam menilai berbahasa adalah mendengarkan bagaimana pasien berbicara spontan atau bercerita. Pasien dapat diminta untuk menceritakan hal-hal yang terjadi dalam waktu dekat, misalnya bagaimana ia sampai dirawat di rumah sakit. Yang dinilai ialah apakah bicaranya pelo, cadel, tertegun, diprosodik (irama, ritme, intonasi terganggu) dan apakah ada afasia, kesalahan sintaks, salah menggunakan kata, dan perseverasi.
Parafasia ialah kegiatan mensubstitusi kata. Ada dua jenis parafasia. Parafasia semantik atau verbal berarti mensubstitusi satu kata dengan kata yang lainnya. Parafasia fonemik berarti mensubstitusi suatu bunyi dengan bunyi lain yang biasanya berbunyi cukup mirip.
Pemeriksaan kelancaran berbicara
Seseorang disebut lancar berbicara bila bicara spontannya lancar, tanpa terbata-bata. Kelancaran berbcara verbal ini merupakan refleksi dari efisiensi menemukan kata. Bila kemampuan ini diperiksa secara khusus dapat dideteksi masalah berbahasa yang ringan pada lesi otak yang ringan atau demensia dini. Defek yang ringan dapat dideteksi melalui tes kelancaran, menemukan kata yaitu jumlah kata tertentu yang dapat diproduksi selama jangka waktu yang terbatas. Sebagai contoh pasien diminta untuk menyebutkan sebanyak-banyaknya nama jenis hewan atau menyebutkan kata-kata yang dimulai dengan huruf tertentu selama jangka waktu satu menit. Tidak lupa pula kesalahan yang timbul dicatat untuk melihat adanya parafasia atau tidak.
Usia merupakan salah satu faktor yang berpengaruh secara bermakna dalam pemeriksaan ini. Orang normal di bawah usia 69 tahun mampu menyebutkan kira-kira 20 nama hewan dengan baik. Kemampuan ini menurun pada orang berusia sekitar 70 tahun (±17 nama) dan terus menurun seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia 85 tahun, skor 10 mungkin merupakan batas normal bawah.
Orang normal umumnya dapat menyebutkan 36-60 kata yang berawalan dengan huruf tertentu, tergantung dari tingkat intelegensi, usia, dan tingkat pendidikan. Kemampuan yang hanya sampai 12 kata atau kurang untuk setiap huruf merupakan petunjuk adanya penurunan kelancaran berbicara verbal namun perlu diperhatikan pada pasien dengan tingkat pendidikan yang tidak lebih dari sekolah menengah pertama
Pemeriksaan pemahaman (komprehensi) bahasa lisan
Pemeriksaan pemahaman bahasa lisan seringkali sulit dinilai. Pemeriksaan klinis pada pasien rawat inap yang biasa dilakukan di samping tempat tidur pasien dapat memberikan hasil yang menyesatkan. Langkah yang digunakan untuk mengevaluasi pemahaman secara klinis meliputi cara konversasi, suruhan, pertanyaan tertutup (ya atau tidak), dan menunjuk.
Konversasi : Dengan mengajak pasien bercakap-cakap dapat dinilai kemampuannya dalam memahami pertanyaan dan suruhan yang diberikan olh pemeriksa
Suruhan : Serentetan suruhan, mulai dari yang sederhana (satu langkah) sampai pada yang sulit dapat digunakan untuk menilai kemampuan pasien dalam memahami perintah. Mula-mula pasien dapat disuruh bertepuk tangan, kemudian tingkat kesulitan dinaikkan misalnya mengambil benda dan meletakkan benda tersebut pada lokasi yang lain. Perlu diperhatikan bahwa perintah tipe ini tidak dapat dilakukan pada pasien dengan kelemahan motorik dan apraksia. Pasien juga dapat diminta untuk menunjuk ke beberapa benda, mula-mula satu benda dan ditingkatkan menjadi sebuah perintah berantai untuk menunjuk ke beberapa benda secara berurutan. Pasien dengan afasia mungkin hanya mampu menunjuk sampai 1-2 objek saja.
Ya atau Tidak : Kepada pasien dapat juga diberikan pertanyaan tertutup dengan bentuk jawaban "ya" atau "tidak". Mengingat kemungkinan salah adalah 50%, jumlah pertanyaan yang diberikan minimal 6 pertanyaan misalnya "Apakah anda bernama Budi?", "Apakah AC di ruangan ini mati?", "Apakah ini Rumah Sakit?", "Apakah di luar sedang hujan?", "Apakah saat ini malam hari?".
Menunjuk : Pasien diminta untuk menunjuk mulai dari benda yang mudah dipahami kemudian berlanjut ke benda yang lebih sulit. Contohnya : "tunjukkan lampu" kemudian "tunjukkan gelas yang ada di samping televisi". Pemeriksaan sederhana ini dapat dilakukan di samping tempat tidur pasien. Sekalipun kurang mampu menilai kemampuan pemahaman dengan baik sekali, pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran kasar mengenai gangguan serta beratnya.
Pemeriksaan repetisi
Kemampuan mengulang dinilai dengan menyuruh pasien mengulang mula-mula kata yang sederhana (satu patah kata) kemudian ditingkatkan menjadi banyak (satu kalimat). Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini didapatkan parafasia, salah tatabahasa, kelupaan, atau penambahan. Orang normal umumnya dapat mengulang kalimat yang mengandung 19 suku kata. Banyak pasien afasia mengalami kesulitan dalam mengulang, namun ada juga yang menunjukkan kemampuan yang baik dalam mengulang, bahkan lebih baik daripada berbicara spontan. Bila kemampuan mengulang terpelihara, maka kelainan patologis sangat mungkin tidak berada di area perisylvii. Umumnya daerah ekstrasylvian yang terlibat dalam kasus afasia tanpa defek repetisi terletak di daerah perbatasan vaskuler (watershed area)
Pemeriksaan menamai dan menemukan kata
Kemampuan menamai objek merupakan salah satu dasar fungsi berbahasa. Hal ini sedikit-banyak terganggu pada semua penderita afasia. Dengan demikian, semua tes yang dilakukan untuk menilai afasia mencakup penilaian terhadap kemampuan ini. Kesulitan menemukan kata erat kaitannya dengan kemampuan menyebut nama (menamai) atau disebut anomia.
Penilaian harus mencakup kemampuan pasien menyebutkan nama objek, bagian dari objek, bagian tubuh, warna, dan bila perlu gambar geometrik, simbol matematik, atau nama dari suatu tindakan. Dalam hal ini, perlu digunakan benda-benda yang sering digunakan sampai ke benda-benda yang jarang ditemui atau digunakan. Banyak penderita afasia yang masih mampu menamai objek yang sering ditemui atau digunakan dengan cepat dan tepat, namun lamban dan tertegun dengan melukiskan kegunaannya atau parafasia pada objek yang jarang dijumpainya. Bila pasien tidak mampu atau sulit menamai, dapat dibantu dengan memberikan suku kata pemula atau dengan menggunakan kalimat penuntun. Yang penting ialah sampainya pasien kepada kata yang dibutuhkan, yakni kita nilai kemampuan pasien dalam menamai objek. Ada pula pasien yang mengenal objek dan mampu melukiskan kegunaannya namun tidak dapat menamainya.
Pertama-tama terangkan kepada pasien bahwa ia akan disuruh menyebutkan nama beberapa objek juga warna dan bagian dari objek tersebut. Kita dapat menilai dengan memperlihatkan misalnya arloji, bolpoin, kaca mata, kemudian bagian dari arloji, lensa kaca mata. Objek atau gambar yang dapat digunakan misalnya meja, kursi, lampu, pintu, jendela. Bagian dari tubuh misalnya mata, hidung, gigi, ibu jari, lutut. Warna misalnya merah, biru, hijau, kuning, kelabu. Bagian dari objek contohnya jarum jam, sol sepatu, kepala ikat pinggang, bingkai kaca mata.
Perhatikanlah apakah pasien dapat menyebutkan nama objek dengan cepat atau lamban, atau tertegun, atau menggunakan sirkumlokusi, parafasia, neologisme, dan apakah ada perseverasi. Di samping menggunakan objek, dapat pula digunakan gambar objek.
Bila pasien tidak mampu menyebutkan nama objek, perlu diperhatikan apakah pasien dapat memilih nama objek tersebut dari beberapa pilihan nama objek. Pada pemeriksaan ini perlu digunakan kurang lebih 20 nama objek sebelum menentukan bahwa tidak didapatkan gangguan.
Pemeriksaan sistem bahasa
Evaluasi sistem bahasa harus dilakukan secara sistematis. Perlu diperhatikan bagaimana pasien berbicara spontan, komprehensi, repetisi, maupun menamai. Selain itu kemampuan membaca dan menulis harus dinilai pula. Tidak lupa evaluasi dilakukan untuk memeriksa sisi otak mana yang dominan dengan melihat penggunaan tangan.
Dengan melakukan penilaian yang sistematis biasanya dalam waktu yang singkat dapat diidentifikasi adanya afasia serta jenisnya. Pasien yang afasia selalu agrafia dan sering aleksia, untuk itu pemeriksaan membaca dan menulis dapat dipersingkat. Namun pada pasien yang tidak afasia, pemeriksaan membaca dan menulis harus dilakukan sepenuhnya karena aleksia, agrafia, atau keduanya dapat terjadi secara terpisah.
Pemeriksaan penggunaan tangan
Penggunaan tangan dan sisi otak yang dominan mempunyai kaitan yang erat. Sebelum menilai bahasa perlu ditanyakan pada pasien apakah ia kidal atau menggunakan tangan kanan. Banyak orang kidal telah diajarkan untuk menulis dengan tangan kanan, oleh karena itu observasi cara menulis saja tidak cukup untuk menenetukan apakah ia seorang yang kidal atau kandal. Pasien dapat juga diminta memperagakan gerakan tangan yang digunakan untuk memegang pisau, melempar bola, dan sebagainya.
Diagnosa Banding
Kelainan Psiakiatri
Kelainan Perkembangan
Mutism
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien afasia bergantung pada penyebab dari sindrom afasia itu sendiri. Penanganan terhadap stroke akut seperti pemberian rTPA pada pasien stroke iskemik, terapi intervensi intra-arterial, stenting dan endarterectomy karotid, atau kontrol dari tekanan darah dapat meringankan defisit yang dialami. Pembedahan pada subdural hematoma atau tumor serebri juga memberikan hasil yang cukup memuaskan. Pada afasia yang disebabkan oleh infeksi seperti herpes simpleks dapat diberikan terapi antivirus.
Terapi berbicara dan berbahasa merupakan terapi utama dalam afasia. Waktu dan teknik pelaksanaan intervensi pada pasien afasia bervariasi luas karena penelitian yang dilakukan sangat minim. Namun dalam beberapa penelitian telah terbukti bahwa teapi berbicara dan berbahasa dapat meningkatkan prognosis pasien afasia. Kesulitan yang dialami pasien dalam menjalani terapi ini sangat beragam karena berbeda dari individu ke individu.
Beberapa hal yang hasur diperhatikan saat melakukan terapi pada pasien afasia :
Banyak pasien afasia menderita depresi oleh karena itu pasien afasia memerlukan dukungan psikologis. Ketepatan diagnosis, terapi, dan dukungan emosional dapat sangat berguna bagi pasien.
Terdapat beberapa teknik terapi khusus untuk pasien dengan masalah artikulasi, masalah kosa kata, minimnya ilmu kalimat, dan kurangnya intonasi. Dalam kata lain, terapi pada pasien afasia dapat divariasi agar sesuai dengan kebutuhan pasien
Terapi farmako pada afasia masih bersifat eksperimental. Penggunaan dopaminerjik, cholinerjik, dan obat-obatan stimulan belum memberikan hasil yang jelas. Namun penggunaan terapi farmaka sebagai pendamping dari terapi berbicara telah menunjukkan hasil yang baik.
Teknologi baru yang dinamakan stimulasi magnetik transkranial sedang diuji coba pada pasien afasia dan sejauh ini menunjukkan hasil yang baik.
X. Prognosis
Prognosis pada pasien afasia sangat bergantung pada penyebabnya. Pada afasia yang disebabkan oleh stroke, penanganan utama stroke dan kesembuhannya sangat berpengaruh terhadap kesembuhan dari afasia itu sendiri. Menginat penyembuhan dari stroke memakan waktu lama dan biasanya meninggalkan bekas defisit neurologis, kesembuhan afasia dari pasien stroke sangat tidak menentu.
Pada pasien afasia yang disebabkan oleh infeksi herpes simpleks misalnya, kesembuhan dapat segera terjadi dengan memberikan terapi antiviral yang sesuai.