Analisis Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Keluarnya Indonesia dari Keanggotaan PBB pada Masa Orde Lama.
Nama : Adisty Paramita NIM : 0801509030 Prodi : H.I
DAFTAR ISI
Hal HALAMAN JUDUL .....................................................................
1
DAFTAR ISI ..............................................................................
2
BAB
I
: Pendahuluan......................................................... I.I. Latar belakang ..............................................
3
I.II. Rumusan Masalah .........................................
4
I.III. Batasan Masalah............................................ I.V. Manfaat dan Tujuan penulisan...................... V.
Kerangka Teori..............................................
6
BAB II :
Pembahasan.........................................................
7
BAB III :
Kesimpulan...........................................................
9
BAB IV :
Penutup................................................................ 16
DAFTAR
PUSTAKA
:
Daftar
Pustaka.................................................................................... 12
BAB I Pendahuluan I.I. Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui bahwa pada Masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia sempat keluar dari keanggotaan PBB. PBB atau Perserikatan Bangsa-Bangsa berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945, menggantikan organisasi Internasional terdahulu yaitu Liga BangsaBangsa. Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa baru didirikan 67 hari setelah Indonesia merdeka, dalam maklumat pemerintah pada tanggal 1 November 1945, Republik Indonesia menyatakan tekadnya untuk menjalankan politik berdasarkan piagam PBB. Indonesia yang pada saat itu terbilang sebagai negara yang sangat baru terbentuk atau baru merdeka, tentu saja berkeinginan untuk menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, karena dengan begitu jalan untuk mendapat pengakuan dari dunia Internasional yang sedang diperjuangkan Republik Indonesia menjadi lebih terbuka. Pada menyatakan
tanggal
31
Desember
ketidak-puasannya
1964,
terhadap
Presiden
Soekarno
keberadaan
PBB.1
Pernyataan resmi pihak Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsabangsa, disampaikan melalui surat Menteri Luar negeri yang pada saat itu dijabat oleh Dr. Subandrio, di dalam surat tersebut, tertera jelas bahwa Indonesia resmi keluar dari PBB pada tanggal 7 Januari 1965. Berdasarkan penjelasan diatas, Penulis merasa tertarik untuk membahas tentang faktor-faktor apa saja yang membuat Indonesia mampu mengambil keputusan untuk keluar dari keanggotaannya di PBB.
1
Tim Penulis, Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SMP, Grasindo, 2008. hlm 252.
I.II Rumusan masalah.
Seperti yang telah dibahas dalam bab latar belakang, dalam makalah politik luar negeri Indonesia semester genap ini penulis akan mencoba menganalisis dan menjawab pertanyaan berikut: 1. Tingkat
analisis
apakah
yang
digunakan
dalam
kebijakan
tersebut? 2. Termasuk jenis keputusan apakah kebijakan tersebut? 3. Serta Faktor-faktor psikologi apa saja yang mempengaruhi
kebijakan
luar
negeri
Indonesia
untuk
keluar
dari
keanggotaannya di PBB? Dengan menggunakan pisau analisis Alex Mintz & Karl DeRouen, “Understanding
Foreign
Policy
Decision
Making”
(Cambridge:
Cambridge University Press, 2010).
I.III Batasan Masalah
Makalah ini akan membahas mengenai kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh Presiden Soekarno yang memutuskan untuk keluar dari keanggotaan Republik Indonesia di PBB, sedangkan kebijakan dan peristiwa lain juga dijabarkan pada masa itu karena memiliki kaitan dengan masalah yang muncul sebagai latar belakang keadaan dan juga reaksi dari kebijakan tersebut.
I.V. Manfaat dan Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjawab rumusan masalah di atas. Selain itu, makalah ini juga dibuat untuk
memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Genap mata kuliah Politik Luar Negeri RI. Manfaat menambah
penulisan
informasi
makalah
bagi
ini,
yaitu
mahasiswa
diharapkan
hubungan
dapat
internasional
khususnya dan masyarakat luas umumnya. Serta diharapkan dapat mengerakkan keinginan para akademisi untuk melakukan penulisan dan penilitian terkait dengan tulisan ini. V. Kerangka Teori.
Dalam menjawab pertanyaan pertanyaan yang tertera dalam rumusan masalah diatas, penulis akan menggunakan Alex Mintz & Karl DeRouen, “Understanding Foreign Policy Decision Making” (Cambridge: Cambridge University Press, 2010) sebagai pisau analisis. Dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa terdapat tingkat analisis dalam
proses
pengambilan
kebijakan
luar
negeri.
menganalisa keputusan kebijakan luar negeri dari
Kita
dapat
tiga tingkatan
analisis yang utama, yaitu individu, kelompok dan koalisi. •
Tingkat
analisis
pengambilan
Individu,
keputusan
dalam
kebijakan
tingkatan luar
ini,
negeri
proses sangat
dipengaruhi oleh pemimpin pembuat kebijakan (individu). Para pemimpin ini membuat kebijakan atas pemahamannya sendiri tentang
situasi dunia
politik
internasional.
Pada tingkatan
analisis individu pemimpin merpakan individu yang sangat berpengaruh dan memiliki power sehingga tidak memerlukan konsensus lagi. •
Tingkat analisis kelompok adalah dimana kebijakan luar negeri diambil dan diputuskan oleh kelompok dan bukan oleh individu yang berkuasa. Keputusan yang diambil merupakan hasil dari perdebatan kelompok itu.
•
Tingkat analisis koalisi adalah dimana proses pengambilan keputusan luar negeri dipengaruhi oleh aksi tawar-menawar
berbagai aktor independen. Dalam tingkatan analisis koalisi, tidak ada satu aktor pun yang bisa mengambil suatu unilateral decision.
Kemudian adalah terdapat beberapa tipe keputusan luar negeri, yaitu: •
One-shot atau single decisions yang merupakan keputusan satu arah,
keputusan
seperti
hubungan internasional,
ini
sangat jarang
ditemui
dalam
karena kebanyakan dari keputusan
one-shot atau keputusan satu arah ini
adalah keputusan
interaktif yang dibuat oleh pembuat kebijakan. •
Strategic,
interactive
decisions
atau
Keputusan
interaktif
strategis merupakan keputusan yang melibatkan dua aktor yang saling mempengaruhi dalam pengambilan kebijakan luar negeri tersebut. •
Sequential decisions atau keputusan sekuensial merupakan keputusan yang meliputi rangkaian beberapa keputusan yang saling terkait satu dengan yang lainnya.
•
Sequence of interactive decisions atau keputusan sekuensial interaktif
merupakan
tipe
keputusan
yang
terjadi
dalam
rangkaian interaktif dimana setidaknya ada dua negara yang mengambil keputusan sebagai suatu respon atas keputusan satu sama lain. •
Group decisions atau keputusan kelompok, merupakan tipe keputusan yang dimana keputusan yang dibuat dipengaruhi oleh dinamika interaksi antar kelompok yang merupakan kombinasi dari individu, koalisi atau birokrasi, pembuatan keputusan melalui
proses
yang
rumit
dan
tawar-menawar
kepentingan-kepentingan yang berbeda.
diantara
•
Unilateral decisions merupakan keputusan yang diambil secara sepihak oleh suatu negara.
•
Negotiated
decision
merupakan
keputusan
yang
diambil
berdasarkan hasil negosiasi dua negara atau lebih. •
Structured decisions atau keputusan terstruktur merupakan bentuk kebijakan yang rutin dan terstrukstur juga bersifat repetitif atau berulang-ulang.
•
Semistructured berstruktur
decisions
yang
merupakan
mengandung
lebih
keputusan
banyak
resiko
tidak untuk
dipertimbangkan. •
Unstructured decisions merupakan keputusan yang diambil dalam
kondisi
yang
kompleks
serta
kurangnya
informasi
sehingga kondisi menjadi tidak pasti. Holistic decisions merupakan suatu keputusan yang diambil
•
melalui proses pertimbangan yang matang dan menyeluruh, meliputi pilihan alternatif, dimensi dan implikasinya. •
Heuristic decisions merupakan keputusan yang diambil melalui jalan pintas yang kognitif. Wholistic decisions merupakan keputusan yang dibuat tanpa
•
mempertimbangkan
secara
matang
seluruh
komponen
keputusan.
Dalam
proses
pengambilan
keputusan
kebijakan
luar
negeri
terdapat psychological factors yang mempengaruhi keputusan atau kebijakan yang dapat diambil oleh pengambil kebijakan. Pengaruh psychological factors dapat digunakan untuk memprediksi kebijakan yang akan diambil oleh pengambil kebijakan. •
Cognitive Consistency atau konsistesi kognitif terkait dengan pengaruh persepsi dalam pengambilan keputusan kebijakan Luar Negeri. Pengambil keputusan cenderung "mengabaikan"
atau
kurang memberikan
perhatian
terhadap
informasi-
informasi yang tidak sesuai dengan citra (images) dan Keyakinan
atau
Beliefs
yang
diyakini
oleh
pengambil
kebijakan. •
Evoked
Set mengacu
pada
"Immediate
Concern"
atau
perhatian pertama yang di utamakan dan yang paling penting dalam pikiran pengambil kebijakan. Pengambilan kebijakan bisa dipengaruhi oleh beberapa peristiwa yang terjadi secara bersamaan.
Fokus
perhatian
dapat
dipengaruhi
oleh
bagaimana berbagai informasi dapat diterima. Pengambil kebijakan sangat mengetahui apa yang paling penting. •
Emotions
sangat
menentukan
berpengaruh
kebijakan
yang
dan
berperan
diambil
oleh
dalam
pengambil
keputusan kebijakan luar negeri. Berbagai bentuk kondisi emosional seperti
ketakutan, kebencian,
ketidakamanan,
kemarahan, cinta, simpati, empati mempengaruhi proses pengambilan keputusan kebijakan luar negeri. Keadaan emosi tertentu mempengaruhi bentuk pilihan keputusan dan cara dalam memutuskan kebijakan. •
Images (Citra) merupakan representasi mental yang kita gunakan
untuk
membingkai,
mengelompokan,
mengorganisasikan dunia sekitar kita yang kompleks. Images membentuk suatu stereotype yang digunakan pikiran kita untuk mengkategorisasikan berbagai peristiwa dan manusia. Dibentuk melalui proses kognitif, namun dapat menyebabkan overgeneralization dan bias oleh pengambil kebijakan. •
Beliefs (keyakinan) merupakan suatu bingkai yang sangat berpengaruh dalam menginterpretasikan dan memahami situasi proses pengambilan kebijakan luar negeri. Pengarruh dari faktor domestik ataupin Internasional dalam pengambilan
kebijakan luar negeri dimediasi oleh keyakinan pemimpin atau
pengambil
kebijakan.
Keyakinan
juga
membentuk
bagaimana pemimpin memproses Informasi. •
Analogies
and
pengambilan
learning
keijakan
ingatan/memori
dimasa
maksudnya
luarr
negeri
lalu.
Dimana
adalah
proses
dipengaruhi pemimpin
oleh seperti
dihadapkan pada situasi yang sama yang pernah terjadi dimasa lalu. Learning ketika pengambil kebijakan mengambil keputusan yang berbeda dari kejadian sama dimasa lalu dan mengalami keberhasilan. •
Leader's Personality atau Keprribadian pemimpin tentu saja mempengaruhi
strategi
dan
pilihan
keputusan
proses
pengambilan kebijakan luar negeri. bagaimana dua pemimpin yang berbeda dihadapkan pada satu persoalan yang sama namun kebijakan yang diambil berbeda. •
Leadership Style. Gaya kepemimpinan juga mempengaruhi bagaimana seorang pemimpin mengambil kebijakan luar negeri.
Dengan menggunakan pisau analisis diatas, penulis akan mencoba menjawab pertanyaan yang tertera dalam bab rumusan masalah.
BAB II Pembahasan
Melihat kepada Alex Mintz & Karl DeRouen, “Understanding Foreign Policy Decision Making” (Cambridge: Cambridge University Press, 2010) Tingkat analisis pada kebijakan luar negeri RI yang memutuskan Keluarnya Indonesia dari keanggotaannya di Perserikatan bangsabangsa pada Masa pemerintahan Orde Lama Soekarno merupakan
Tingkat analisis Individu, yang dimana dalam tingkatan ini, proses pengambilan keputusan kebijakan luar negeri sangat dipengaruhi oleh pemimpin pembuat kebijakan (individu) yaitu Presiden Soekarno. Soekarno membuat kebijakan atas pemahamannya sendiri tentang situasi dunia politik internasional pada masa itu Soekarno menganggap bahwa PBB hanya menindas negara-negara dunia ketiga, dengan mendukung terbentuknya Malaysia yang merupakan negara boneka Inggris. Presiden Soekarno waktu itu menafsir pembentukan Malaysia tersebut sebagai suatu usaha dari pihak negara-negara kolonialis dan neokolonialis
untuk
mengepung
Indonesia,
dan
oleh sebab
itu
merupakan suatu ancaman terhadap keselamatan negara dan Bangsa Indonesia.2 Pada tingkatan analisis individu pemimpin yang dalam hal ini adalah presiden Soekarno merupakan individu yang sangat berpengaruh dan memiliki power sehingga tidak memerlukan konsensus lagi.
Penulis berasumsi bahwa keputusan Presiden Soekarno untuk keluarnya Indonesia dari keanggotaan di Perserikatan BangsaBangsa adalah
suatu one-shot atau keputusan satu arah karena
pada saat itu Presiden Soekarno yang notabene merupakan seorang pemimpin yang memiliki rasa nasionalisme dan revolusioner, semangat juang serta menjunjung tinggi harkat dan martabat Indonesia
sebagai
bangsa
dan
negara.
Sehingga
Soekarno
memandang bahwa Indonesia harus terlepas dari segala bentuk penjajahan 2
dan
kolonialisme
negara-negara
Sabir, M. Politik Bebas Aktif . PT. (Persero) Gita Karya, Jakarta, 1987. hlm.193.
barat.
Dengan
mempertimbangkan bahwa pembentukan negara Federasi Malaysia dapat mengancam keamanan serta keutuhan Republik Indonesia. Bahkan sebelum Keputusan ini diambil oleh Soekarno, Soeakarno sempat mengecam tindakan PBB yang hanya menjadi boneka negara-negara
Imperialis.
Soekarno
menyadari
bahwa
untuk
menjadikan PBB suatu organisasi yang tidak terpengaruh oleh dua blok perang dingin yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet maka markas PBB harus dipindahkan dari NewYork. Harus ada Reformasi dalam tubuh PBB serta penghapusan Hak Veto lima negara anggota Dewan Keamanan PBB. Berikut adalah cuplikan dari pidato Presiden Soekarno di SU PBB, 30 September 1960: “…..Saya katakan pada Tuan-tuan: Janganlah bertindak sebagai alat yang tak tahu apa-apa dari imperialisme. Janganlah bertindak sebagai tangan kanan yang buta dari kolonialisme. Jika tuan bertindak demikian, maka tuan pasti akan membunuh Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini, dan dengan begitu tuan akan membunuh harapan dari berjuta-juta manusia, yang tiada terhitung itu dan mungkin tuan akan menyebabkan hari depan mati dalam kandungan…..”3
Ketidak-sukaan
presiden
Soekarno
memuncak
pada
saat
Malaysia diangkat menjadi anggota Dewan Keamanan tidak tetap PBB dan Indonesia keluar dari PBB pada tanggal 7 januari 1965. Psychological factors juga mempengaruhi keputusan Soekarno dalam mengambil keputusan Indonesia keluar dari keanggotaannya di
PBB.
Pertama
adalah
Evoked
Set yang
mengacu
pada
"Immediate Concern" atau perhatian pertama yang di utamakan dan yang paling penting dalam pikiran pengambil kebijakan. Immediate Concern Indonesia pada saat itu adalah ancaman atas kedaulatan Republik Indonesia. Soekarno sebagai pemimpin dan 3
Lihat http://nusantaranews.wordpress.com/2009/01/04/indonesia-ancam-keluar-dari-pbb-mungkinkah/ diakses pada 27 juni 2011 pukul 11.30 PM
pengambil kebijakan sangat mengetahui apa yang paling penting bagi Indonesia pada masa itu. Kemudian adalah Emotions, tidak dapat dipungkiri bahwa kebencian presiden Soekarno yang tumbuh dalam masa perjuangan kemerdekaan atas kolonialisme, neokolonialisme serta Imperialisme sangat mempengaruhi
pengambilan
keputusan kebijakan luar
negeri ini. Pada saat itu Presiden Soekarno merasa sangat marah ketika PBB mendukung dibentuknya negara federasi Malaysia yang dianggapnya sebagai bentuk baru kolonialisme serta mengepung Indonesia yang mengancam kedaulatan bangsa Indonesia. Lalu citra (Images) bangsa-bangsa barat yang telah terbentuk sebagai bangsa yang menjajah bangsa lain, pencetus tindakan Imperialisme kapitalis telah menjadi stereotype dalam pikiran Soekarno. Soekarno menganggap bahwa bangsa-bangsa barat hanya ingin menginjak-injak harkat dan martabat negara-negara dunia ketiga. Adapun
Leader's
Personality yang
sangat
mempengaruhi
kebijakan luar negeri ini. Seperti yang kita ketahui bahwa Soekarno merupakan pemimpiin bangsa yang berjiiwa revolusi, nasionalisme yang tinggi. Beliau sangat tegas dan berani dalam menentukan sikap perpolitikan luar negeri Indonesia pada masa orde lama.
Kesimpulan
Pengambilan kebijakan Soekarno untuk keluar dari keanggotaan PBB pada masa orde lama menggunakan tingkat analisis individu dimana pemimpin mengambil keputusan atas pemahamannya sendiri
atas situasi dunia internasional, kemudian keputusan ini merupakan keputusan one-shot atau keputusan satu arah. Selain itu ada pula psychological
factors yang
mempengaruhi
proses
pengambilan
keputusan ini yaitu Evoked Set, Emotions, Images dan Leader's personality.
Daftar Pustaka.
1. Alex Mintz & Karl DeRouen, “Understanding Foreign Policy
Decision Making” (Cambridge: Cambridge University Press, 2010).
2. Tim Penulis, Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SMP, Grasindo, 2008 3. Sabir, M. Politik Bebas Aktif . PT. (Persero) Gita Karya, Jakarta,
1987. 4. http://nusantaranews.wordpress.com/2009/01/04/indonesia-
ancam-keluar-dari-pbb-mungkinkah/