I.
Anatomi dan Fisiologi Anak A. Pengertian Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari d ari bayi (0-1 tahun) usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik adalah semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan pertumbuhannya. Demikian juga halnya perkembangan kognitif juga mengalami perkembangan yang tidak sama. Adakalanya anak dengan perkembangan kognitif yang lambat. Hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang anak. Perkembangan konsep diri ini sudah ada sejak bayi, akan tetapi belum terbentuk secara sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring dengan pertambahan usia pada anak. Demikian juga pola koping yang dimiliki anak hampir sama dengan konsep diri yang dimiliki anak. Bahwa pola koping pada anak juga sudah terbentuk mulai bayi, hal ini dapat kita lihat pada saat bayi menangis. Salah satu pola koping yang dimiliki anak adalah menangis seperti bagaimanana anak lapar, tidak sesuai dengan keinginannya, dan lain sebagainya. Kemudian perilaku sosial pada anak juga mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi perilaku sosial pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak mau diajak orang lain, dengan orang banyak dengan menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya perilaku sosial yang seiring dengan perkembangan usia. Perubahan perilaku sosial juga dapat berubah sesuai dengan den gan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau bermain dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Hidayat, 2005). Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak merupakan individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungan, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat
1
memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri (Supartini, 2012). B. Konsep tumbuh kembang Anak
Istilah tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang berbeda sifatnya. Namun, peristiwa itu saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih, 2005). Pertumbuhan (growth), merupakan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang dapat diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilo). Ukuran panjang dengan cm atau meter, umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan skill (skill )
dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih komplek dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan. 1. Teori terkait tumbuh kembang a. Freud (1856-1929) Menurut Freud, memperkenalkan sejumlah konsep-konsep tentang pikiran alam bawah sadar, mekanisme pertahanan diri, serta ide, ego, dan superego. Berdasarkan teori perkembangan psikoseksual Freud, kepribadian berkembang dalam lima tahap yang tumbang tindih dari lahir hingga dewasa. Lokasi penekanan libido dari satu tahap perkembangan perkemban gan ketahap perkembangan p erkembangan lain. Oleh sebab itu, area tubuh tertentu memiliki kemaknaan khusus bagi individu ditahap tertentu. Jika individu tidak mencapai perkembangan yang memuaskan pada satu tahap, kepribadian akan terfiksasi pada tahap tersebut. Fiksasi adalah imobilisasi atau ketidakmampuan kepribadian untuk beralih ketahap berikutnya yang disebabkan oleh kecemasan. b. Erick H. Erickson (1963) Kehidupan
sebagai
rangkaian
tingkat
pencapaian.
Setiap
tahap
mengindikasikan tugas yang harus diselesaikan. Tugas dapat diselesaikan seluruhnya, sebagaian, atau malah gagal diselesaikan. Erickson menekankan bahwa manusia harus berubah dan menyesuaikan perilaku mereka guna
2
mempertahankan kontrol terhadap hidup mereka. Dalam perkembangannya, tidak ada satu pun tahap didalam perkembangan kepribadian yang dapat dilewatkan, tetapi dalam kondisi cemas atau stres, individu dapat terfiksasi pada tahap perkembangannya tertentu atau mundur ketahap perkembangan sebelumn ya. c. Piaget (1952) Perkembangan kognitif merujuk pada cara manusia dalam belajar berpikir, menalar,
dan
menggunakan
bahasa.
Perkembangan
tersebut
melibatkan
kecerdasan, kemampuan persepsi, dan kemampuan memproses informasi yang dimiliki oleh individu. Perkembangan kognitif menggambarkan peningkatan kemampuan mental dari pikiran yang tidak logis menjadi pemikir logis, dari pemecahan masalah sederhana menjadi pemecahan masalah komplek, dan dari pemahaman ide konkrit menjadi pemahaman konsep abstrak. C. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang Anak
Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang menurut Rohmah (2009) secara umum ada 2 faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah herediter dan faktor lingkungan. 1. Faktor herediter Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil hasil proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku atau bangsa. 2. Posisi anak pada keluarga Posisi anak sebagai anak tunggal, anak sulung, anak tengah, anak bungsu akan mempengaruhi pola anak tersebut diasuh dan dididik dalam keluarga. Anak tunggal tidak mempunyai teman bicara atau beraktivitas kecuali dengan orang tuanya. Oleh karena itu, kemampuan intelektual anak tunggal anak akan dapat lebih cepat berkembang dan mengembangkan harga diri yang positif karena terus-menerus berinteraksi dengan orang dewasa, yaitu orang tuanya dan d an mendapat mend apat stimulasi secara psikososial. Akan tetapi, mereka akan lebih bergantung dan kurang mandiri.
3
Perkembangan motorik lebih lambat karena tidak ada stimulasi untuk melakukan aktivitas fisik yang biasanya dilakukan oleh saudara kandungnya. 3. Faktor lingkungan Menurut Putra, dkk (2014), terdapat faktor lingkungan internal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, adalah sebagai berikut : a. Intelegensi Kecerdasan anak dimiliki sejak ia dilahirkan. Anak yang dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang rendah tidak akan mencapai prestasi yang cemerlang walaupun stimulus yang diberikan lingkungan demikian tinggi. Sementara anak yang dilahirkan dengan tingkat kecerdasan tinggi dapat didorong oleh stimulus lingkungan untuk berprestasi secara cemerlang. b. Hormon Hormon-hormon yang berpengaruh terhadap tumbuh 2 kembang antara lain : growth hormone, tiroid, hormone seks, insulin, IGFs ( Insulin Like Growth Factors), dan hormon yang dihasilkan kelenjar adrenal. c. Emosi Pendidikan dalam keluarga sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Sebagian besar waktu anak dihabiskan dalam keluarga, apa yang anak rasakan dan apa yang anak lihat akan menjadi model yang dapat ia tiru dalam berperilaku sehari-hari. Cara anak berinteraksi dalam anak akan mempengaruhi anak berinteraksi di luar rumah. Hubungan yang hangat dengan ayah, ibu, saudara akan berpengaruh terhadap hubungan dengan teman sebaya. Apabila kebutuhan emosi anak tidak terpenuhi dalam tahap perkembangannya akan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya. Putra,
dkk
(2014),
terdapat
juga
faktor
lingkungan
eksternal
yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak, adalah sebagai berikut : a. Budaya lingkungan (mempengaruhi tingkah laku dan pola pemeliharaan anak). b. Nutrisi baik kuantitas maupun kualitas. c. Penyimpangan dari keadaan sehat (sakit atau kecelakaan). d. Olahraga (mempengaruhi sirkulasi dan menstimulasi perkembangan otak). e. Urutan posisi anak dalam keluarga.
4
f.
Status sosial dan ekonomi keluarga.
g. Iklim atau cuaca. D. Periode perkembangan Anak
NO 1
PERIODE Pranatal
2
Post natal
3
Awal masa anak
4 5
SUB PERIODE a. Embrio b. Fetus
a. Neonatal b. Bayi Pertengahan a. Toddler masa anak b. Pra sekolah Akhir masa anak Usia sekolah a. Pubertas
b. Adolesent
WAKTU Konsepsi-8 minggu Fetus muda (8-28 minggu) Fetus tua (28 minggulahir) a. Lahir-28 minggu b. 1-12 bulan a. 1-3 tahun b. 3-6 tahun 6-12 tahun a. Perempuan 10-11 tahun b. Laki-laki 12-13 tahun a. Perempuan 13-18 tahun b. Laki-laki 14-19 tahun a. Rata-rata 12-17 tahun
E. Arah Pertumbuhan dan perkembangan
1. Directional Trend a. Cephalocaudal/head to toe (mengangkat kepala dulu kemudian dada dan diakhiri ekstremitas bagian bawah). Kemudian dada dan di akhiri ekstremitas bagian bawah). b. Proximodistall from the center outward (menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan jantung pusat tubuh kemudian pada anggota yang jauh, contohnya menggerakkan bahu dulu baru jari-jari). c. Mass to spesifik/simple to complex (dari kemampuan yang sederhana dulu baru kemampuan yang kompleks, contoh melambaikan tangan dulu baru memainkan jari).
5
d. Sequential Trend 1) Semua dimensi pertumbuhan dan perkembangan dapat diketahui melalui sequence dari masing-masing tahap pertumbuhan dan perkembangan. 2) Masing-masing fase dipengaruhi oleh fase sebelumnya. Dapat diprekdisikan : waktu tumbuh kembang dapat diperkirakan telungkup duduk berdiri) tetapi kecepatan tumbuh kembang tidak sama sangat individual, paling cepat sebelum dan sesudah lahir, berangsur turun sampai dengan awal masa anak. Lambat pada pertengahan masa anak dan cepat lagi masa adolescence.
II.
Konsep Dasar Penyakit A. Definisi
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009). Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier dkk, 2004). B. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu : 1. Keturunan a. Adanya Penyimpangan Kromosom
6
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia , sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainankelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy. b. Saudara kandung Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi. 2. Faktor Lingkungan Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ALL. 3. Virus Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata.Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan.(Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia .Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute TCell Leukemia. 4. Bahan Kimia dan Obat-obatan a. Bahan Kimia Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan denganresiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
7
b. Obat-obatan Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol , fenilbutazon,dan
methoxypsoralen
dilaporkan
menyebabkan
kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML. 5. Radiasi Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis. 6. Leukemia Sekunder Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA . C. Manifestasi Klinis
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu: 1. Anemia : mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada 2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise 3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanya terjadi pada anak 4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
8
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah gramnegatif usus 6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur 7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria 8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati 9. Massa di mediastinum (T-ALL) Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik, muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan status mental. D. Patofisiologi
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang. ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem
9
limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor. Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan. Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur/abnormal dalam jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leukosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).
10
E. Komplikasi
1. Perdarahan Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah ditandai dengan : a. Memar (ekimosis) b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum dipermukaan kulit) Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan infeksi dapat memperberat perdarahan 2. Infeksi Akibat kekurangan granulosit matur dan normal.Meningkat sesuai derajat netropenia dan disfungsi imun. 3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal. Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi. 4. Anemia 5. Masalah gastrointestinal. a. Mual b. Muntah c. Anoreksia d. Diare e. Lesi mukosa mulut 6. Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat kemoterapi. F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik. 2. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml 3. Retikulosit : jumlah biasanya rendah 4. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
12
5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur (mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia. 6. PT/PTT : memanjang 7. LDH : mungkin meningkat 8. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat 9. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan mielomonositik. 10. Copper serum : meningkat 11. Zinc serum : meningkat/ menurun 12. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun. 13. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan G. Penatalaksanaan Medis
Leukemia Limfoblastik Akut : Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang. Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak.Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun.Sel-sel leukemik bisa kembali
13
muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi penyinaran. Penatalaksanaan lain : 1. Pelaksanaan kemoterapi Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi.Jenis pengobatan kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih. Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara : Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena) a. Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah
balik besar, seringkali di dada bagian atas - perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit. b. Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang. Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk semua orang. a. Tahap 1 (terapi induksi) Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi
14
kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase. b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi) Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian. c. Tahap 3 (profilaksis SSP) Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah.Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat. d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang) Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun.Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis.Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh.Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP. 2. Terapi Biologi Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker.Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
15
3. Terapi Radiasi Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang. 4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell) Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai. 5. Transfusi darah Biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin. 6. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan. 7. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin),
rubidomisin
(daunorubycine),
sitosin,
arabinosid,
L-asparaginase,
siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison.Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi
16
sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3. 8. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah
sel
leukemia
cukup
rendah
(105 -
106),
imunoterapi
mulai
diberikan.Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh.Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna. 9. Cara pengobatan. Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut: a. Induksi Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%. b. Konsolidasi Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperban yak diri lagi. c. Rumat (maintenance) Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama.Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa. d. Reinduksi Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari. e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad.
17
untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral.Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi. f.
Pengobatan imunologik Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. (Sutarni Nani, 2003).
18
H. Collaborative Care Management 1. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah 15 tahun (85%) , puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. 2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam, lesudan malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan kecenderungan terjadi perdarahan. b. Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatan seperti phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi. c. Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan berhubungan dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua. d. Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah, perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen, penurunan bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi selsel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oal, dan adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic leukemia) e. Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin, serta penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta adanya hematuria.
19
f.
Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami kelelahan.
g. Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan “seizure activity”, adanya keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat. h. Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapat ditemukan adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan peerubahan suasana hati, dan bingung. i.
Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji
j.
Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan kesempatan bermain dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
k. Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan ketidakberdayaan melakukan ibadah. l.
Pengkajian tumbuh kembang anak.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia c. Resiko terhadap cedera: perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah e. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis berhubungan dengan efek samping ,agen kemoterapi f.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
g. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas.
20
4. Asuhan Keperawatan NO
1
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
Resiko infeksi
NOC :
NIC :
Definisi : P eningkatan resiko
Immune Status
Infection Control (Kontrol infeksi)
Knowledge : Infection control
Faktor-faktor resiko :
Risk control
-
Prosedur Infasif
Kriteria Hasil :
Pertahankan teknik isolasi
-
Ketidakcukupan pengetahuan
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan pada pengunjung untuk
masuknya organisme patogen
untuk menghindari paparan patogen
pasien lain
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses penularan
-
Trauma
penyakit, factor yang
-
Kerusakan jaringan dan
mempengaruhi penularan serta
peningkatan paparan lingkungan -
Ruptur membran amnion
-
Agen farmasi (imunosupresan)
-
Malnutrisi
-
Peningkatan paparan lingkungan
mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
penatalaksanaannya,
Menunjukkan kemampuan untuk
-
Imonusupresi
-
Ketidakadekuatan imum buatan
-
Tidak adekuat pertahanan
normal
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
Jumlah leukosit dalam batas
patogen
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
mencegah timbulnya infeksi
Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
sekunder (penurunan Hb,
21
Leukopenia, penekanan respon
inflamasi) -
menurunkan infeksi kandung kencing
Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia,
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap
cairan tubuh statis, perubahan
infeksi)
sekresi pH, perubahan peristaltik) -
Penyakit kronikhiperplasia dinding
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
bronkus, alergi jalan nafas, asma. -
Gunakan kateter intermiten untuk
Obstruksi jalan nafas : spasme
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap penyakit
jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus,
menular
adanya eksudat di alveolus,
adanya benda asing di jalan nafas.
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
22
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
2
Intoleransi aktivitas b/d fatigue
NOC :
Definisi : Ketidakcukupan energu
Energy
secara fisiologis maupun
Self
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
NIC :
conservation
Energy Management
Care : ADLs
psikologis untuk meneruskan atau
melakukan aktivitas
menyelesaikan aktifitas yang
Kriteria Hasil :
diminta atau aktifitas sehari hari.
Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik
tanpa disertai peningkatan Batasan karakteristik : a.
melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
Observasi adanya pembatasan klien dalam
perasaan terhadap keterbatasan
tekanan darah, nadi dan RR. Mampu
melakukan aktivitas sehari
Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
23
Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
hari (ADLs) secara mandiri
b. Respon abnormal dari tekanan
Dorong anak untuk mengungkapkan
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
darah atau nadi terhadap aktifitas c.
dan emosi secara berlebihan
Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia
Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
d. Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
beraktivitas. Activity Therapy
Faktor factor yang berhubungan :
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Tirah Baring atau imobilisasi
Medik dalammerencanakan progran
Kelemahan menyeluruh
terapi yang tepat.
Ketidakseimbangan antara suplei
aktivitas yang mampu dilakukan
oksigen dengan kebutuhan
Bantu klien untuk mengidentifikasi
Gaya hidup yang dipertahankan.
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
24
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
3
Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
penurunan jumlah trombosit
Gunakan
semua tindakan untuk mencegah
perdarahan khususnya pada daerah ekimosis Cegah ulserasi oral dan rectal Gunakan
jarum yang kecil pada saat
melakukan injeksi Menggunakan
sikat gigi yang lunak dan
lembut Laporkan
setiap tanda-tanda perdarahan
(tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
25
Hindari
obat-obat yang mengandung
aspirin Ajarkan
orang tua dan anak yang lebih
besar ntuk mengontrol perdarahan hidung 4
Defisit Volume Cairan
NOC:
NIC :
Definisi : P enurunan cairan
Fluid balance
Fluid management
intravaskuler, interstisial, dan/atau
Hydration
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
intrasellular. Ini mengarah ke
Nutritional
Pertahankan catatan intake dan output
dehidrasi, kehilangan cairan
Status : Food and Fluid
Intake
yang akurat
dengan pengeluaran sodium
Batasan Karakteristik :
Kriteria Hasil :
membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik), jika diperlukan
Mempertahankan urine output
- Kelemahan
sesuai dengan usia dan BB, BJ
- Haus
urine normal, HT normal
- Penurunan turgor kulit/lidah
- Membran mukosa/kulit kering - Peningkatan denyut nadi, penurunan
dalam batas normal
Monitor vital sign
Monitor masukan makanan / cairan dan
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
hitung intake kalori harian
Kolaborasikan pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan IV pada suhu ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian nesogatrik sesuai
Tidak ada tanda tanda dehidrasi,
tekanan darah, penurunan
Elastisitas turgor kulit baik,
volume/tekanan nadi
membran mukosa lembab, tidak
- Pengisian vena menurun
Monitor status hidrasi ( kelembaban
ada rasa haus yang berlebihan
- Perubahan status mental
output
- Konsentrasi urine meningkat
26
- Temperatur tubuh meningkat
- Hematokrit meninggi
Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Kehilangan berat badan seketika (kecuali pada third spacing)
Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
Faktor-faktor yang berhubungan: - Kehilangan volume cairan secara
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
aktif - Kegagalan mekanisme pengaturan 5
Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral
Inspeksi
mulut setiap hari untuk adanya
ulkus oral Gunakan
dengan efek samping agen kemoterapi
sikat gigi berbulu lembut,
aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa Berikan
pencucian mulut yang sering
dengan cairan salin normal atau tanpa larutan bikarbonat Gunakan Hindari
pelembab bibir
penggunaan larutan lidokain pada
anak kecil
27
Berikan
diet cair, lembut dan lunak
Inspeksi
mulut setiap hari
Dorong
masukan cairan dengan
menggunakan sedotan Hindari
penggunaa swab gliserin, hidrogen
peroksida dan susu magnesi Berikan
obat-obat anti infeksi sesuai
ketentuan Berikan analgetik
6
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
NOC :
kebutuhan tubuh b/d pembatasan
Nutritional
cairan, diit, dan hilangnya protein
Intake
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Adanya peningkatan berat badan
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
sesuai dengan tujuan
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
Status : food and Fluid
Kriteria Hasil :
tubuh. Batasan karakteristik :
NIC :
Berat badan ideal sesuai dengan
yang dibutuhkan pasien.
tinggi badan
- Dilaporkan adanya intake makanan
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
yang kurang dari RDA
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Berikan substansi gula
(Recomended Daily Allowance)
Tidak terjadi penurunan berat
Yakinkan diet yang dimakan mengandung
- Membran mukosa dan konjungtiva
badan yang berarti
28
tinggi serat untuk mencegah konstipasi
pucat - Kelemahan otot yang digunakan
Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
untuk menelan/mengunyah - Luka, inflamasi pada rongga mulut
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
- Dilaporkan adanya perubahan
nutrisi yang dibutuhkan
sensasi rasa - Perasaan ketidakmampuan untuk
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
- Miskonsepsi
Monitor adanya penurunan berat badan
- Kehilangan BB dengan makanan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
mengunyah makanan
cukup
biasa dilakukan
- Keengganan untuk makan - Kram pada abdomen
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
- Tonus otot jelek
Monitor lingkungan selama makan
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
patologi
selama jam makan
- Kurang berminat terhadap makanan - Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
29
- Diare dan atau steatorrhea
Monitor turgor kulit
- Kehilangan rambut yang cukup
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
banyak (rontok)
mudah patah
- Suara usus hiperaktif
Monitor mual dan muntah
- Kurangnya informasi, misinformasi
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Faktor-faktor yang berhubungan :
Monitor makanan kesukaan
Ketidakmampuan pemasukan atau
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi
jaringan konjungtiva
berhubungan dengan faktor
Monitor kalori dan intake nuntrisi
biologis, psikologis atau ekonomi.
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
7
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Nyeri
NOC :
NIC :
Definisi :
Pain Level,
Pain Management
Sensori yang tidak menyenangkan dan
Pain control,
Comfort level
pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil :
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Mampu mengontrol nyeri (tahu
menggambarkan adanya
penyebab nyeri, mampu
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri
menggunakan tehnik
30
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk
mendadak atau pelan intensitasnya
mengurangi nyeri, mencari
untuk mengetahui pengalaman nyeri
dari ringan sampai berat yang
bantuan)
pasien
dapat diantisipasi dengan akhir
Melaporkan bahwa nyeri
yang dapat diprediksi dan dengan
berkurang dengan menggunakan
durasi kurang dari 6 bulan.
manajemen nyeri
Batasan karakteristik : -
Internasional): serangan
Mampu mengenali nyeri (skala,
Gunakan teknik komunikasi terapeutik
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
Laporan secara verbal atau non
intensitas, frekuensi dan tanda
lain tentang ketidakefektifan kontrol
verbal
nyeri)
nyeri masa lampau
-
Fakta dari observasi
-
Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat
-
Gerakan melindungi
mempengaruhi nyeri seperti suhu
-
Tingkah laku berhati-hati
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
-
Muka topeng
Kurangi faktor presipitasi nyeri
-
Gangguan tidur (mata sayu,
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
tampak capek, sulit atau gerakan
(farmakologi, non farmakologi dan inter
kacau, menyeringai)
personal)
-
Terfokus pada diri sendiri
-
Fokus menyempit (penurunan
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
persepsi waktu, kerusakan proses
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
berpikir, penurunan interaksi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
31
-
dengan orang dan lingkungan)
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkah laku distraksi, contoh :
Tingkatkan istirahat
jalan-jalan, menemui orang lain
Kolaborasikan dengan dokter jika ada
dan/atau aktivitas, aktivitas
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
berulang-ulang) -
Respon autonom (seperti
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
diaphoresis, perubahan tekanan
-
darah, perubahan nafas, nadi dan
Analgesic Administration
dilatasi pupil)
Perubahan autonomic dalam tonus
derajat nyeri sebelum pemberian obat
otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) -
-
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
Tingkah laku ekspresif (contoh :
Cek riwayat alergi
gelisah, merintih, menangis,
Pilih analgesik yang diperlukan atau
waspada, iritabel, nafas
kombinasi dari analgesik ketika
panjang/berkeluh kesah)
pemberian lebih dari satu
Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
Faktor yang berhubungan :
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
32
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
8
Kerusakan intergritas kulit b/d edema
NOC : Tissue Integrity : Skin and
dan menurunnya tingkat aktivitas Definisi : Perubahan pada epidermis dan dermis
Mucous Membranes
NIC : Pressure Management
pakaian yang longgar
Kriteria Hasil :
Anjurkan pasien untuk menggunakan
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,
Hindari kerutan padaa tempat tidur
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Batasan karakteristik :
elastisitas, temperatur, hidrasi,
-
Gangguan pada bagian tubuh
pigmentasi)
-
Kerusakan lapisa kulit (dermis)
Tidak ada luka/lesi pada kulit
-
Gangguan permukaan kulit
Perfusi jaringan baik
Monitor kulit akan adanya kemerahan
(epidermis)
Menunjukkan pemahaman dalam
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
Faktor yang berhubungan :
proses perbaikan kulit dan
Eksternal :
mencegah terjadinya sedera
-
Hipertermia atau hipotermia
berulang
-
Substansi kimia
-
Kelembaban udara
mempertahankan kelembaban
-
Faktor mekanik (misalnya : alat
kulit dan perawatan alami
kering
Mampu melindungi kulit dan
33
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
derah yang tertekan
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi pasien
Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint) -
Immobilitas fisik
-
Radiasi
-
Usia yang ekstrim
-
Kelembaban kulit
-
Obat-obatan
Internal : -
Perubahan status metabolik
-
Tulang menonjol
-
Defisit imunologi
-
Faktor yang berhubungan dengan perkembangan
-
Perubahan sensasi
-
Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan)
-
Perubahan status cairan
-
Perubahan pigmentasi
-
Perubahan sirkulasi
-
Perubahan turgor (elastisitas kulit)
34
III.
Daftar Pustaka
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.Jakarta : EGC; 2001.2. Tucke Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young adults. Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5): 1033-42.2. Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo PAPoplack DG, eds. Principles and Practice of Pediatric Onco logy. 15th ed. 2006:538-90.3. Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al. Development of risk-based guidelines for pediatric cancer survivors: the Children's Oncology Group Long-Term Follow-Up Guidelines from the Children's OncologyGroup Late Effects Committee and Nursing Discipline. J Clin Oncol. Dec 152004 ; 22 (24) : 4979-90. Aster, Jon. 2007. Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta: Erlangga Baldy, Catherine M. 2006. Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. Jakarta : EGC ; 2009. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001.
35