Arsitektur Nusantara Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dilengkapi dengan prosesbelajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni. (Vitruvius). Arsitektur memiliki makna Guna dan Citra, yaitu bangunan bangunan yang tidak sekedar fungsi, namun juga mengandung mengandung citra, nilai-nilai, status, pesan dan emosi yang disampaikannya. disampaikannya. (Romo Mangun) Arsitektur adalah karya dan cipta manusia dengan langsung dikendalikan dikendalikan kehadirannya kehadirannya oleh manusia penciptanya di satu sisi dan dikondisikan kehadirannya oleh tempat saat. (Josef Prijotomo) Nusantara adalah sebutan (nama) bagi seluruh wilayah kepulauan Indonesia.Sehingga dalam hal ini Arsitektur Nusantara dapat dimaknai sebagai seni dan ilmu bangun yang berasal dari seluruh wilayah kepulauan Indonesia, mulai dari sabang hingga merauke. Nusantara dalam kajian arsitektur mengalami kontekstualisasi dari sebuah wilayah politik yang berkonotasi Indonesia menjadi ruang budaya, tergelar luas dari ke Timur mulai dari negeri-negeri Asia Tenggara daratan, Aceh sampai dengan kepulauan di Timur Papua, dari Utara ke Selatan mulai dari Kepulauan Jepang sampai kompleks Pulau Rote. Jauh lebih luas daripada “pengertian tradisional” batas wilayah politik Indonesia. (Widjil Pangarsa, Galih. 20 06.Merah Putih Arsitektur Nusantara. Yogyakarta: Andi ) Arsitektur Nusantara Nusantara dibangun sebagai sebuah pengetahuan pengetahuan yang dilandaskan dilandaskan dan dipangkalkan dari filsafat, ilmu dan pengetahuan arsitektur, dan dengan demikian segenap pengetahuan yang ditumbuhkembangkan dan diwarisi dari antropologi, etnologi dan geografi budaya diletakkan sebgai pengetahuan sekunder (atau bahkan tersier). (Prijotomo, Joseph.2004. Arsitektur Arsitektur Nusantara Menuju Keniscayaan Keniscayaan .Cetakan Pertama.Surabaya: Wastu Lanas Grafika ) Arsitektur Nusantara Nusantara berbeda dengan arsitektur arsitektur Eropa. Arsitektur Arsitektur Nusantara adalah arsitektur pernaungan. Arsitektur Eropa merupakan arsitektur perlindungan. Sebagai arsitektur pernaungan, Arsitektur Nusantara memiliki ciri-khas pada struktur landasan, struktur badan dan struktur atap. Josef Prijotomo (2012) menyatakan bahwa Arsitektur Nusantara hendaklah dilihat, dipelajari, dan dipahami sebagai arsitektur yang berbeda dengan arsitektur di Eropa. Josef Prijo- tomo menyampaikan perbedaan arsitektur Nusantara dari arsitektur Eropa, khususnya untuk arsitektur Eropa hingga masa Neo-Klasik. Beberapa perbedaan itu adalah : 1. Arsitektur Nusantara dua musim, sedang arsitektur Eropa itu arsitektur 4 musim.
2. Arsitektur Nusantara melibatkan lautan dan daratan sedang arsitektur Eropa hanya melibatkan daratan saja. 3. Arsitektur Nusantara tidak mematikan karya anak bangsanya sedang arsitektur Eropa mematikan arsitektur anak benua. 4. Arsitektur Nusantara menggunakan bahan bangunan yang organik sedang arsitektur Eropa adalah arsitektur batu/anorganik. 5. Arsitektur Nusantara adalah arsitektur pernaungan dan arsitektur Eropa adalah arsi- tektur Perlindungan. 6. Arsitektur Nusantara bersolek di (tampang) luar dan arsitektur Eropa bersolek di (tampang) dalam. 7. Arsitektur Nusantara berkonstruksi tanggap gempa sedang arsitektur Eropa berkonstruksi tanpa gempa. 8. Arsitektur mengonsepkan pelestarian dengan ketergantian sedang arsitektur Eropa mengonsepkannya sebagai menjaga dan merawat. 9. Arsitektur Nusantara menjadikan perapian utamanya untuk mengawetkan bahan bangunan organiknya, sedang arsitektur Eropa untuk menghangatkan ruangan dan menjadikannya galih (core) dari huniannya. 10. Arsitektur Nusantara mengonsepkan kese- mentaraan sedang arsitektur Eropa mengonsepkan keabadian. 11. Arsitektur Nusantara adalah arsitektur “kami/kita” sedang arsitektur Eropa adalah arsitektur “aku” Begitu panjang perbedaan yang ditemui di Arsitektur Nusantara bila dipersandingkan dengan arsitektur yang lain, begitu luas kemung- kinan yang dapat digunakan untuk menggali dan menemukan serta mengungkapkan apa saja yang ada di Arsitektur Nusantara. Mempelajari Arsitektur Nusantara dengan tepat harus ditegaskan lebih dahulu ruang dan waktu dari kegiat an yang dilakukan. Penjelajahan pengetahuan Arsitektur Nusantara tentu saja menggunakan data arsitektur tradisional untuk dianalisis dan diinterpretasikan secara arsitektural.
Struktur Bawah
Pada arsitektur tradisional di Nusantara dijumpai rumah-rumah panggung yang berdiri di atas struktur tiang-tiang kayu sebagai landasan, bagian di atasnya terdapat lantai bangunan yang dinaungi oleh atap dan biasanya dengan kemiringan yang curam. Ditemui pada landasan bangunan tiang-tiang dengan berbagai posisi (ada yang diletakkan tegak tetapi juga ditemui tiang-tiang kayu yang direbahkan dan dijumpai pula adanya tiang kayu yang dirikan menyilang). Jenis kayu bervariasi tergantung ketersediaan jenis kayu yang terdapat disekitarnya. Sistem struktur bawah arsitektur nusantara dipenuhi dengan struktur pasak dan umpak batu menggunakan kayu dengan struktur yang kokoh. Berdasarkan temuan pada rumah-rumah
tra- disional nusantara diambil kesimpulan bahwa penggunaan bahan kayu dan pemahaman akan karakter bahan kayu; tinggi tiang kayu; jarak antar tiang; ukuran diameter kayu; pemilihan konstruksi sambungan yang fleksibel merupakan keandalan cemerlang struktur rumah tradisional dalam menanggapi gaya lateral gempa. Struktur Atas
Arsitektur Nusantara menurut Josef Prijotomo (2012) adalah Arsitektur Pernaungan di mana konsep perencanaan di Arsitektur Nusantara terdiri dari “alas/lantai bangunan” yang mewadahi kegiatan bernaung dan “Atap’ yang menaungi kegiatan di atas alas tersebut. Dengan memahami bahwa bagian demi bagian struktur atap dan landasan yang saling bergerak sebagai sebuah gaya aksi-reaksi hal ini juga menunjukkan bahwa sistem struktur bangunan tradisional dari Arsitektur Nusantara di atas menggunakan sistem struktur rangka batang yang berperilaku sebagai rangka ruang terutama pada daerah dengan tingkat kegempaan tinggi. Akibat sistem rangka batang ini, keberadaan penutup badan bangunan hanyalah sebagai selungkup bangunan yang berfungsi hanya sebagai tirai atau bagian bangunan yang non struktural, sehingga sangat layak bila ia bersifat fleksibel bagi penggunaan fungsi dan pengembangan ruangan yang lain serta memudahkan untuk diperbaiki tanpa merusak bagian yang lain.
1. Ideologi Arsitektur Nusantara berpedoman pada semboyang ke-Bhineka-an. Bhinneka Tunggal Ika melihat Toraja adalah Indonesia, Jawa adalah Indonesia. (Prijotomo, 1988:41). 2. Menghargai Sejarah Masa Lampau Arsitektur Nusantara menjadikan arsitektur Klasik Indonesia (percandian dan Tradisional) sebagai akar kearsitekturan. Penempatan sebagai sumber dan akar sama sekali tak boleh harus kembali ke masa lampau, tetapi arsitektur Klasik Indonesia itu saling dikawinkan (dikombinasikan). Di sini, proses stilisasi me njadi bagian penting dalam menghadirkan suatu bentukan baru yang Indonesiawi 3. Arsitektur Nusantara Sebuah Pengetahuan dari Disiplin Arsitektur Arsitektur Nusantara bukan sebagai pengetahuan yang mengklaim disiplin lain sebagai disiplinnya sendiri. Misalnya saja di dalam arsitektur diberlakukan rumus yang mengatakan bahwa pergerakan udara terjadi kalau terdapat selisih tekanan udara, tetapi rumus ini tetap saja tidak dikatakan sebagai rumus arsitektur, melainkan rumus fisika.
4. Arsitektur yang (Continuation) Berkelanjutan Keberkelanjutan arsitektur klasik Indonesia menuntut adanya pengkinian. Tujuan dari pengkinian arsitektur Nusantara adalah menjaga kesinambungan dan kehar monisan antar arsitektur percandian maupun etnik Nusantara, (Prijotomo 2004:115). Menurut Hidayatun pemahaman terhadap arsitektur Nusantara harus pula dipahami seperti “Sumpah Palapa (Bhineka Tunggal Ika)” yang tidak menutup kemungkinan adanya pertalian dari berbagai suku bangsa seperti misalnya antara Jawa- Madura-Sumba-Timor-Batak dsb. Adalah sebuah pencarian tentang hakekat berarsitektur dalam bumi Nusanatara ini 5. Arsitektur Nusantara Menerima Teknologi Modern Teknologi modern tetap dijadikan sebagai tamu (eksternal), untuk itu perlu distilir kedalam Nusantaran pengkombinasian gagasan (internal). (tranformasi arsitektur Artinya, dan modifikasi) antara gagasan modern dengan gagasan arsitektur Klasik untuk mencapai suatu karya arsitektur yang berciri Nusantara di sini, arsitektur Nusantara dapat diglobalkan (memodernkan arsitektur Indonesia). Contoh dari pengkombinasian ini dapat dilihat pada hasil penelitian Maria I. Hidayatun (2003) pada karya Gereja Puhsarang karya Mclaine Pont. 6. Arsitektur Pernaungan Lingkungan masyarakat dua musim seperti Indonesia, bangunan diperlukan bukan untuk
melindungi diri dari ancaman iklim yang mematikan, melainkan sebagai penaung terhadap iklim yang hanya menghadirkan kemarau yang terik dan penghujan yang lebat. Bagi sebuah pernaungan, atap adalah penaung yang diperlukan, dan daerah bayangan yang terjadi oleh adanya penaung tadi menjadi ruang-ruang dasar yang dimunculkan. menyatakan bahwa Keberadaan bangunan sebagai penaung itu sekaligus juga merupakan pernyataan masyarakat Nusantara mengenai hubungan dan sikap manusia Nusantara terhadap iklim dan ekologinya. Hidup bukanlah penguasaan alam tetapi adalah bersama alam, (Prijotomo, 2004:209). 7. Arsitektur Tanpa Paku, Tanggap Gempa dan Konservasi Bangunan Nusantara adalah adalah bangunan dengan sistem konstruksi (tektonika) sambungan (pasak-lubang dan pen-lubang).Cara penyambungan pasak dan- lubang maupun pada pen-dan-lubang. Keduanya tidak dilakukan dengan tingkat ketepatan (presisi) yang tinggi, sehingga ambungan-sambungan ini bisa bergerak- gerak. Prijotomo (dalam Hikmansyah, dkk. 2010:8), Dengan menamakan konstruksi di Nusantara ini sebagai konstruksi goyang (sebagai lawan dari konstruksi mati, sebutan bagi konstruksi yang menggunakan paku), kehandalan dari arsitektur Nusantara menjadi semakin terbukti bila dihadapkan dengan gempa. Sebagai mana yang dinyatakan oleh Pradipto (dalam Budihardjo,2009:120) bahwa, belajar dari dari bencana 27 Mei 2006, bencana tektonis di Yogyakarta menunjukkan bahwa kerusakan dan kehancuran bangunan terutama pada konstruksi beton atau batuan. Bangunan yang menggunakan kayu dan bambu hanya mengalami keurakan relatif kecil. Bangunan dengan menggunakan bahan tumbuhan setempat sudah banyak membuktikan kekuatan dan ketahannya terhadap kondisi iklim dan alam. 10. Menggunakan Ornamen dan Dekorasi Pada arsitektur klasik Indonesia dalam hal ornamen adalah kenyataan bahwa kita memiliki khasanah yang sangat kaya dan beraneka ragam. Masing-masing anak bangsa ataupun daerah memiliki kekhususan dalam ornamennya. Ornamen-ornamen diperlukan kehadirannya untuk menyempurnakan penampilan, memperkaya teknik penyelesaian, dan mempertinggi kesan estetik dart arsitektur itu sendiri. Jika ini disadari oleh para arsitek Indonesia, tidaklah mustahil untuk dikatakan bahwa di arsitektur Indonesia ornamennya jauh lebih kaya daripada semua Jenis ornamen yang ada di Barat, (Prijotomo, 1988). Sebagai pembuktian bahwa arsitektur Nusantara adalah arsitektur yang berornamen dan berdekorasi, dapat dilihat pada hasil peneltian Prijtotomo (1995) mengenai persolekan arsitektur Biak melalui kajian penafsiran (interpretasi).
Ciri Arsitektur Nusantara Berdasarkan Pengaruh Iklim dan Arsitektur Tradisional Indonesia Dari Keberagaman tipe arsitektur tradisional Indonesia, jika ditelusuri terdapat beberapa persamaan yang dapat dijadikan ciri dari arsitektur Indonesia, antara lain:
Iklim dan geografi - Sebagian besar rumah tradisional Indonesia menggunakan sistem rumah panggung, sebagai adaptasi terhadap iklim dan geografis
- Beranda atau teras yang terdapat pada mayoritas rumah tradisional Indonesia merupakan ruang perantara antara ruang dalam dan ruang luar, cocok untuk diterapkan di Indonesia yang beriklim tropis lembab dan juga pas untuk mewadahi perilaku masyarakatnya yang senang berkumpul dan bercengkrama.
Pola perkampungan - Tatanan massa bangunan di perkampungan Indonesia mayoritas menggunakan pola linear, yang kini mulai dikombinasikan dengan pola lainnya. Tatanan ruang
- Mayoritas rumah tradisional Indonesia, terutama di daerah Jawa, tatanan ruang horizontal pada rumah terbagi menjadi 3 bagian yaitu, bagian kepala (publik), bagian badan (privat) dan bagian kaki (servis).
Material - Material yang digunakan pada rumah tradisional Indonesia umumnya menggunakan bahan-bahan lokal seperti kayu dan bambu.
KESIMPULAN
Arsitektur nusantara sudah tentunya berpedoman “Sumpah Palapa” yaitu Bhineka Tunggal Ika”. Yang mengamanatkan adanya pertalian dari berbagai suku bangsa (etnik Nusantara) ataupun arsitektur di luar Nusantara (agama, teknologi modern, orneman dan dekorasi). pertalian dari kedua unsur internal maupun ektrenal tentunya melalui proses stilisasi. Dimana stilisasi adalah penggunaan kedua unsur internal- eksternal secara bersama-sama. Tanpa menghilangkan salah satu dari kedua unsur tersebut. Di sinilah, proses tranformasi- modifikasi berlangsung, dengan tujuan menampilkan suatu bentukan yang menampilkan kesamaan-kebedaan, sehingga menghasilkan suatu bentukan yang baru, namun masih menampilkan karakter dari kedua unsur tersebut. Di dalam pengkinian arsitektur Nusantara, berbagai unsur-unsur internal maupun internal tentunya harus melalui proses penafsiran (interpretasi). Sehingga hasil tafsir dapat ditranformasi dapat dilakukan dalam membentuk suatu desain arsitektur yang Indonesiawi. Pengetahuan arsitektur Nusantara mendapatkan posisinya ke dalam tipe teori arsitektur, meliputi: theory in architecture dari Edward Robbis, teori normatif dari Jon Lang serta teori preskriptif dari Kate Nesbitt.