ARSITEKTUR TRADISIONAL KALIMANTAN TIMUR RUMAH LAMIN 1. LATAR BELAKANG DAN FILOSOFI Suku Dayak memiliki beragam rumah adat yang sangat unik, rumah adat Lamin contohnya. Rumah adat Lamin diresmikan pada tahun 1967 oleh pemerintah Indonesia. Kata ‘Rumah Lamin’ memiliki arti rumah panjang kita semua, dimana rumah ini ditinggali oleh banyak kepala keluarga termasuk anggota-anggota keluarganya dan membentuk suatu keluarga besar. besar. Rumah Lamin juga dikenal sebagai rumah panggung yang panjang dari sambung-menyambung. Konsep sambung-menyambung. Konsep rumah lamin di usung dengan adanya ruangan kolong setinggi 3 meter yang membuat rumah tersebut dikategorikan sebagai rumah Panggung. a. Pola Perkampungan Pada masa lalu, kehidupan suku-suku Dayak yang berdiam di pedalaman Kalimantan itu hidup secara berkelompok-kelompok. Di mana kehidupan yang mereka jalani pasti dilalui bersama, hal itu terwujud dalam sebuah karya yaitu, Huma Betang (Rumah Betang). Lebih dari bangunan untuk tempat tinggal suku dayak, sebenarnya rumah Betang adalah jantung dari struktur sosial kehidupan orang Dayak. Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Rumah betang dihuni bersama-sama beberapa keluarga inti dalam d alam satu rumah dapat ditinggali hingga lebih dari 200 orang. Hal tersebut dilakukan demi alasan keamanan. Karena pada masa lalu orang Dayak mengenal mengayau atau memotong kepala musuh. Dalam tradisi mengayau wanita dan anak-anak dilarang keras untuk dikayau atau dipotong kepalanya, namun bagi
wanita yang ikut berjuang dalam peperangan hanya diperkenankan untuk dijadikan jipen jipen atau budak.Kebiasaan mengayau, Kayau, habunu habunu atau mambalah mambalah adalah kebiasaan memenggal kepala yang dilakukan oleh Suku Dayak dalam peperangan. Mereka yang mampu memotong kepala lawannya dalam sebuah peperangan berarti adalah seorang ksatria. Semakin banyak mereka berhasil memenggal kepala lawannya orang tersebut akan semakin dihargai dan disegani baik dari pihak sendiri ataupun dari pihak musuh. Perkampungan masyarakat Dayak pada umumnya dibangun berdekatan dengan sungai , karena sungai merupakan sarana transportasi yang menghubungkan kawasan satu dengan kawasan yang lainnya. Rumah betang dapat pula dikatakan sebagai rumah suku karena didalamnya dihuni oleh satu keluarga besar yang dipimpin oleh seorang Bakas Lewu Lewu atau Kepala suku. Setiap keluarga inti memiliki kamar sendiri berbentuk ruangan petak-petak, serta dapur sendiri-sendiri. Pada halaman depan rumah betang biasanya terdapat Balai atau pasanggrahan yang digunakan sebagai tempat menerima tamu atau sebagai ruang pertemuan. Di bagian sebelah belakang rumah betang biasanya terdapat sebuah balai berukuran kecil yang digunakan untuk menyimpan alat perladangan. Sedangkan di halaman depan rumah biasanya terdapat sapundu sapundu yaitu patung berukuran tinggi yang fungsinya untuk tiang pengikat binatang-binatang yang dikorbankan pada saat upacara adat. Sedangkan di halaman depan atau kadang kala di halaman belakang rumah betang biasanya terdapat sandung terdapat sandung , yaitu tempat untuk menyimpan kerangka keluarga mereka yang telah meninggal dan telah mengalami ritual tiwah. Hingga saat ini tradisi tinggal bersama-sama dalam rumah betang masih dibertahan walau sudah sangat jarang sekali ditemukan. Betang memiliki keunikan tersendiri dapat diamati dari bentuknya yang memanjang serta terdapat hanya terdapat sebuah tangga dan pintu masuk ke dalam Betang. Tangga sebagai alat penghubung pada Betang dinamakan hejan hejan atau hejot . Betang yang dibangun tinggi dari permukaan tanah dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni Betang, seperti menghindari musuh yang dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang melanda Betang. Hampir semua Betang dapat ditemui di pinggiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan.
b. Filosofi Ciri yang sangat kental dalam rumah adat lamin seperti pada ukiran atap ada terdapat patung yang berbentuk naga dan bunrung enggan Yang mengandung arti kesaktian dan kewajiban masayarakat Dayak. Pada bagian dinding yang paling menonjol adalah dari segi warna. Rumah ini dominan dengan warna kuning, putih dan hitam yang berbentuk salur pakis dan mata yang masyarakat percaya mengandung makna suku Dayakmampu niat buruk orang lain yang akan mencelakakan suku Dayak dan melambangkan persaudaraan suku Dayak. Selain itu juga pada bagian kaki yang berbnetuk ukiran kerangka manusia dan juga binatang wanita memakai kain, serta bentuk semi-abstrakyang melambangkan persaudaraan suku Dayak desa Pampang. Masayarat percya ukiran dan patung tersebut berfungsi untuk mengusir roh-roh jahat mengingat kepercayaan suku Dayak yang masih percaya dengan kekuatan-kekuatan gaib atau animisme. Terdapat beberapa alat yang biasa digunakan dalam melakukan upacara adat tertentu di bagian dalam lamin. Di bagian dalam Lamin sempat ada beberapa tengkorak kepala kerbau yang bertuliskan tanggal waktu. Menurut saya tanggal tersebut menunjukkan kapan seseorang tersebut meninggal. Tengkorak kerbau tersebut merupakan bagian dari upacara pemakaman masyarakat dayak. ‘Menyembelih’ kerbau adalah rangkaian puncak dari upacara Kuangkai yang dilakukan untuk upacara kepergian seseorang yang telah meninggal).
c. Kearifan Lokal Rumah adat lamin memiliki kearifan lokal dalam tata letak kamar antara wanita dan pria yang dibatasi oleh ruangan-ruangan bersekat, memiliki ruang sendiri untuk penyimpanan harta kekayaan, dan konsep rumah panggung untuk beternak di bawahnya dan juga melindungi diri dari hewan hewan pengganggu, lalu penggunaan kayu ulin yang terbukti kuat untuk menopang seluruh anggota keluarga di dalam rumah adat lamin. tak lupa rumah lamin juga memiliki ruang tamu untuk tempat menyambut tamu maupun melakukan acara-acara adat.
2. TATA RUANG Pembentukan perubahan pola ruang bangunan lamin adat Dayak Kenyah terdapat pada penggunaan ruang, pengelompokan ruang dan fungsi ruang yang berbeda. Peletakan ruang dengan penggunaan dan fungsi yang sudah berubah, dikarenakan adanya penerapan faktor modernisasi pada penggunaan da n fungsi ruang rumah lamin adat dayak kenyah. Penggunaan pola ruang, fungsi ruang dan pengelompokan ruang pada lamin adat sebelum dan sesudah perubahan, yaitu
Sebelum Perubahan
Fungsi ruang yang terdapat di dalam rumah lamin adat lama dilakukan berdasarka pengelompokan status pernikahan dan perbedaan gender. Pengelompokan tersebu dilakukan karena fungsi dari rumah itu sebagai tempat tinggal rumah para bangsawan. (Gambar 1)
Gambar 1. Pengelompokan fungsi ruang, dan penggunaan ruang.
Munculnya ruang yang digunakan dan ditinjau dari status, dan perbedaan jenis kelamin. Ruang di dalam satu rumah yang dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi, dikelompokkan berdasarkan status pernikahan, perbedaan jenis kelamin dan kepentingan ruangan yang digunakan, yaitu
1. Fungsi primer, sebuah ruangan yang dianggap penting digunakan para pemimpin keluarga dalam memutuskan sebuah keputusan dalam kepemimpinan Suku Dayak Kenyah, yaitu pagen sebuah ruang terbuka yang biasa disebut masyarakat luas adalah teras. 2. Fungsi sekunder, ruangan yang lebih rendah kepentingannya dan digunakan sebagai tempat berkumpulnya keluarga secara menyeluruh yang bertempat tinggal di dalam rumah lamin adat, yaitu dalam amin sebuah ruang tertutup yang dapat dimasukin para keluarga saja. 3. Fungsi tersier, sebuah ruang pelengkap dari fungsi yang lainnya, yaitu tilong (kamar). Perbedaan fungsi ruang dapat dipengaruhi juga oleh kebutuhan dan penggunaan ruang masing-masing didalam rumah lamin adat.
Gambar 2 Perbedaan Fungsi Ruang Selain berfungsi sebagai rumah tinggal secara komunal yang terdiri dari dua belas kepala keluarga, fungsi dari ruang rumah lamin adat digunakan sebagai ritual adat yang dipercaya oleh masyarakat Suku Dayak Kenyah, pemanfaatan ruang dalam, yang digunakan sebagai ritual adat, yaitu 1. Upacara ritual adat kelahiran anak, ruang yang digunakan para wanita yang mau melahirkan (dalam amin) akan dikumandangkan bunyi-bunyian dari gong dan gendang yang terus dikumandangkan pada saat terdengar tangisan bayi yang baru
saja lahir yang dilakukan pada ruang pagen. Hal itu dilakukan bermaksud agar tidak terdengar oleh binatang-binatang di dalam hutan, dikarenakan adanya pantangan. Pantangan yang terjadi di dalam masyarakat Dayak Kenyah yang baru lahir ketika suara tangisan terdengar oleh binatang maka anak yang baru lahir tersebut akan sial sepanjang zaman. 2. Pemberian nama pada anak, Pemberian nama dilakukan oleh pui (nenek), uwih (ibu), tu ampe (bibi perempuan) berasal di dalam lingkungan keluarga, sedangkan pihak laki-laki ataupun amay (ayah)nya sendiri pantang memberikan nama. (Gambar3)
Gambar 3 Pemanfaatan ruang dalam acara kelahiran anak
3. Upacara kematian Suku Dayak Kenyah, merupakan acara setangis. Para keluarga menangis pelan-pelan dan mendendangkan syair pujian atas jasa mereka yang telah meninggalkan keluarga. Mayat ditaruh dalam peti mati setelah dikremasi dalam tikat . Di samping itu, para pemuda membuat tekalong (rumah-rumahan) sambil mendengarkan petuah dari kepala suku. Upacara kematian tersebut dilakukan
sebelum penguburan. Tempat tinggal mereka, dan menggunakan ruang dalam amin dan pagen untuk menunjang upacara kematian. (Gambar 4)
Gambar 4 Pemanfaatan Ruang dalam Acara adat Kematian
Penghubung ruang yang digunakan, adanya sebuah lubang pada dinding yang digunakan untuk menunjang acara adat, dimaksudkan agar mereka yang dibatasi oleh gender dalam penggunaan ruang dapat menyatu untuk menghormati upacara adat yang mereka percaya. (Gambar 5)
Setelah Perubahan
Fungsi ruang, rumah lamin adat saat ini sudah mengalami perubahan. Tidak lagi menjadi sebuah rumah tempat tinggal kaum bangsawan melainkan menjadi rumah pentas budaya. Fungsi rumah lamin yang sudah mengalami perubahan dan penggunaan dapat menjadi rumah tinggal sementara para sanak keluarga yang datang dari tempat tinggal asal mereka. Fungsi rumah lamin yang digunakan di dalam rumah juga mengalami pemisahan ruang, sehingga terbentuk ruang dalam satu halaman yang berbeda fungsi. Hal tersebut ditujukan agar, masyarakat luas dapat tetap mengetahui pekerjaan apa yang dilakukan pada ruang yang dialih fungsikan sebagai tempat pagelaran budaya mereka. Selain itu terdapat pula penambahan ruang akibat pengaruh modernisasi yang menjadi salah satu kebutuhan yang menunjang kehidupan di dalamnya. (Gambar 6)
Orientasi Bangunan
Orientasi bangunan lamin adat, dapat mempengaruhi pola tata letak ruang dalam. Hal tersebut dikarenakan arah peletakan ruang dalam mempunyai kesakralan tersendiri yang dipunya oleh masyarakat Suku Dayak Kenyah. Setiap ruang alur sirkulasi berupa koridor yang dapat menembus ruang di antara aktivitas area tempat duduk, dan berlanjut ke area makan serta ke luar melalui pintu ruang servis menuju dapur pada bangunan [Widayati, 2014] Orientasi yang mempunyai arti sendiri, yaitu 1. Utara yang berarti Hulu sungai yang merupakan ”HULU” artinya orang yang berasal dari Hulu Mahakam yang berarti Dayak. 2. Timur yang merupakan gejala alam tempat arah terbitnya matahari biasa digunakan masyarakat Dayak untuk menjadi patokan tampak depan rumah mereka para bangsawan dan menjadi patokan yang menandakan mereka yang sudah pergi keTuhan mereka (meninggal) 3. Selatan yang artinya Hilir sungai merupakan arah orientasi yang berada di daerah paling atas dari air merupakan tempat tinggal masyarakat Dayak Kenyah yang sudah melakukan perkawinan antar suku dan sedang mempunyai penyakit yang menular. 4. Barat merupakan arah terbenamnya matahari yang digunakan sebagai patokan tampak depan rumah para masyarakat biasa Dayak Kenyah dan menjadi patokan orang yang sudah meninggal. Peletakan keempat penjuru mata angin dilakukan para tetua yang mempunyai kepercayaan yang kuat dilakukan para tetua terhadap hal yang gaib.
3. BENTUK DAN KONSTRUKSI Bentuk
Rumah
Lamin
berbentuk persegi
panjang dan
memiliki
atat
yang
berbentuk
seperti pelana. Rumah ini mempunyai tinggi kurang lebih 3 meter dari tanah dan lebar kurang lebih 15-25 meter dan panjang 200-300 meter. Memiliki beberapa tiang penyangga untuk menopang rumah. Tiang-tiang penyangga rumah Lamin dibagi atas dua bagian. Tiang penyangga inti adalah tiang yang menyangga atap rumah Lamin. Tiang penyangga lainnya adalah tiang yang menopang lantai-lantai rumah lamin. Tiang-tiang ini berbentuk seperti tabung.
Pintu masuk rumah Lamin dihubungkan dengan beberapa tangga sebagai jalan masuk ke dalam rumah. Pada halaman depan rumah Lamin terdapat patung-patung atau totem yang dibuat dari kayu. Pada bagian tengah rumah ada sebuah tiang besar yang dibuat dari kayu yang berfungsi untuk mengikat ternak atau hewan peliharaan. Bagian ujung atap rumah Lamin dihiasi dengan kepala Naga yang terbuat dari kayu.
Konstruksi
-
Bentuk atap nya limasan. Menggunakan sirap , karena di daerah tersebut mudah mendapatkan nya, selain itu penutup atap ini bertahan antara 25 tahun, atap sirap membuat rumah terasa sejuk.
-
Kemiringan atap yang sangat miring di buat karena berada di daerah tropis, dan mempermudah aliran air hujan, sehingga tidak menyerap di atap sirap.
-
Dinding pada rumah ini biasanya menggunakan material kayu.
-
Isi dari rumah tersebut adalah orang yang memiliki hubungan kekeluargaan seketurunan. Kamar-kamarnya bisa berjumlah sampai 50 kamar dan panjangnya kurang lebih 200 meter.
-
Termasuk berbentuk panggung, untuk melindungi penghuni rumah dari binatang buas, selain itu menghindari datangnya banjir di musim penghujan yang mengancam daerah hulu sungai Kalimantan. Materialnya menggunakan kayu yang disusun menjadi kolomkolom pada bagian bawah.
-
Terdapat banyak bukaan di dindingnya yang berbentuk jendela, sehingga rumah sejuk, bias melihat pemandangan luar , sirkulasi udara lancar. Lalu di bawah kolomnya tidak tertutup dinding sehingga sirkulasi udara juga berjalan baik.
-
Bahaya kebocoran terjadi jika kemiringan tidak sebanding dengan tumpang tindih nya elemen penutup atap.
-
Bentuk bangunan tidak terlalu mementingkan keindahan tetapi lebih mengutamakan fungsi serta memanfaatkan material yang ada di lingkungan sekitar.
KONSTRUKSI RUMAH PANJANG
-
Tiang rumah panjang terbuat dari kayu belian dengan ukuran 15×15 cm. Tinggi tiang 2m, hubungan tiang dengan balok menggunakan system sambungan pasak dengan pen Lantai bagian luar terdiri dari bamboo yang diikat tali rotan. Lantai bagian dalam menggunakan papan kayu. Kolomnya biasanya merupakan balok menerus dari tiang pondasi sampai atap. Hubungan balok dan kolom menggunakan system pasak dan pen Tangga utama biasanya pada bagian samping.
4. ORNAMEN
Ornamen dinding yang terdapat pada lamin adat suku dayak Kenyah di desa Pampang juga memiliki beberapa bentuk dasar yaitu: -
Bentuk hewan, seperti buaya, harimau atau singa, burung enggang
-
Bentuk manusia
-
Garis lengkung dan lingkaran
-
Gong
-
Guci a. Burung Enggang dan Buaya
Keberadaan ornamen burung enggang merepresentasikan dan memiliki kemiripan dengan suatu objek. Burung enggang termasuk dalam benda fisik tiga dimensi yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ornamen burung enggang dapat digolongkan kedalam sebuah ikon. Dari segi mitos dan kepercayaannya burung enggang dianggap sebagai dewa atau hewan suci. Indeks mengacu pada kenyataan hubungan alamiah yang bersifat kausal, sebab akibat. Melalui pengertian ini, keberadaan ornamen burung enggang dapat digolongkan ke dalam indeks.
Pemaknaan Denotasi
Burung enggang sendiri merupakan suatu tanda yang identik dengan Kalimantan, karena burung enggang merupakan salah satu burung endemi yang ditemukan di Kalimantan. Dengan demikian, burung enggang pada sebuah ornamen memiliki makna burung enggang merupakan lambang dari Kalimantan.
Pemaknaan Konotasi
Makna yang ingin disampaikan melalui ornamen burung enggang ialah sebagai pemersatu, tidak hanya suku Kenyah saja, tetapi juga bagi suku-suku dayak yang lain. Anggapan ini timbul dari sifat burung enggang yang walaupun dari segi fisiknya termasuk besar namun rendah hati, setia dan berani. Melalui lambang burung enggang ini masyarakat dayakdiharapkan memiliki sikap yang berani,setia dan rendah hati.
Aspek sosial
Bentuk burung enggang dalam ornamen digunakan sebagai pengingat bahwa persatuan antar masyarakat dayak merupakan hal yang penting terutama disaat semakin banyaknya suku-suku pendatang dan pengaruh-pengaruh yang dibawanya, sebagai pengingat bahwa mereka harus juga dapat mempertahankan tradisi dan ciri khasnya ditengah banyaknya pengaruh-pengaruh dari luar.
b. Buaya
Ornamen Buaya merepresentasikan dan memiliki kemiripan dengan suatu objek. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ornamen Buaya dapat digolongkan kedalam sebuah ikon. Masyarakat dayak Kenyah beranggapan bahwa buaya merupakan salah satu binatang melata yang melambangkan dunia bawah. Motif buaya memiliki nilai magis dan dipercaya sebagai penjelmaan dewa atau roh nenek moyang. Keberadaan ornamen buaya dalam masyarakat dayak Kenyah menjadi simbol dunia bawah, air, kesuburan, dan kesaktian. (Sunaryo, 103) Ornamen buaya ini mengajarkan keahlian baik berburu maupun berperang pada masa lalu.
Pemaknaan Denotasi
Makna yang diwujudkan melalui keberadaan ornamen buaya adalah kekuatan dan kelihaian. Buaya sendiri merupakan salah satu hewan yang banyak terdapat di hutan hujan tropis yang memiliki banyak sungai seperti Kalimantan.
Pemaknaan Konotasi
Makna yang ingin disampaikan melalui ornamen buaya ialah mencerminkan kekuatan, magis, kesaktian, air, dan kesuburan. Masyarakat dayak Kenyah sebagian masih percaya pada hal-hal yang bersifat magis dan supranatural, sehingga buaya merupakan salah satu hewan penting dalam kebudayaan mereka.
Aspek sosial
Bentuk buaya dalam ornamen digunakan sebagai lambang kekuatan dan kesaktian, pengingat bahwa dalam situasi sulit sekalipun harus tetap kuat disaat semakin
banyaknya
suku-suku
pendatang
dan
pengaruh-pengaruh
yang
dibawanya,
dibutuhkan suatu sikap bahwa mereka harus juga dapat mempertahankan tradisi dan ciri khasnya ditengah banyaknya pengaruh-pengaruh dari luar.
c. Harimau
Motif harimau merepresentasikan dan memiliki kemiripan dengan suatu objek. harimau
termasuk dalam benda fisik tiga dimensi yang menyerupai apa yang
direpresentasikannya. Dari segi mitos dan kepercayaannya harimau dianggap sebagai hewan suci. Indeks mengacu pada kenyataan hubungan alamiah yang bersifat kausal. Melalui pengertian ini, ornamen harimau dapat digolongkan ke dalam indeks. Sebagai motif perlamangan, binatang darat memiliki makna kekuatan, kepahlawanan, keberanian, kesucian, dan penolak yang jahat. (Sunaryo, 122) Simbol merupakan tanda yang ditentukan oleh suatu aturan yang berlaku umum, dan merupakan kesepakatan bersama atau konvensi (perjanjian). Ornamen harimau dalam masyarakat dayak Kenyah menjadi simbol kepemimpinan, kekuatan, kepahlawanan, keberanian, kendaraan roh/dewa, kesucian, dan penolak bala yang dapat melindungi masyarakat dayak Kenyah.
Pemaknaan Denotasi
Makna yang diwujudkan melalui keberadaan ornamen harimau adalah kekuatan, keberanian, dan kegesitan. Merupakan lambang kebangsawanan atau status sosial
seseorang dalam masyarakat dayak Kenyah. Harimau sendiri merupakan predator utama yang berada dipuncak rantai makanan di darat.
Pemaknaan Konotasi
Makna yang ingin disampaikan melalui ornamen harimau ialah kewibawaan, kekuatan, kepahlawanan dan kekuasaan yang dimiliki pemimpin suku dan kaum bangsawaannya sebagai pelindung bagi desanya. Hal ini dapat dilihat dari segi fisiknya yang kuat. Ini mencerminkan bahwa pemimpin haruslah mampu menjaga masyarakatnya.
Aspek sosial
Harimau dari sudut pandang masyarakat dayak Kenyah merupakan sebuah lambang kebangsawanan seseorang. Motif yang hanya boleh digunakan oleh raja dan kaum bangsawannya.
d. Manusia
Penggabaran sosok manusia sebagai seorang tokoh atau nenek moyang dapat ditemukan pada artefak peninggalan prasejarah. Penggambaran sosok manusia dilambangkan sebagai sosok nenek moyang dan simbol kekuatan gaib penolak bala. Ornamen manusia merepresentasikan dan memiliki kemiripan dengan suatu objek. Sehingga dapat digolongkan ke dalam ikon. Motif manusia ini sebagai pengingat akan nenek moyang dan dianggap dapat menjaga mereka dari kemalangan atau kejahatan orang lain. Masyarakat dayak Kenyah masih ada yang percaya terhadap hal-hal gaib. Sehingga pada lamin banyak terdapat patung ataupun ukiran yang berbentuk manusia. Melalui pengertian ini, keberadaan ornamen manusia dapat digolongkan ke dalam indeks. Keberadaan ornamen manusia dalam masyarakat dayak Kenyah menjadi simbol raja dan nenek moyang yang dapat melindungi dari roh jahat. Berkaitan dengan pemujaan leluhur dan persembahan. Tradisi JURNAL INTRA Vol. 2, No. 2, (2014) 288-293 292
Pemaknaan Denotasi
Manusia menjadi lambang individu yang dapat terus menjalankan tradisi dari nenek moyang, yang melanjutkan keberadaan suku, masadepan suku. Manusia juga diartikan sebagai lambang raja yang menjadi panutan masyarakatnya.
Pemaknaan Konotasi
Makna yang ingin disampaikan melalui ornamen manusia ialah sebagai pelindung dan penolak bala, karena dipercaya merupakan perwujudan dari nenek moyang yang selalu menjaga mereka.
Aspek sosial
Bentuk manusia dalam ornamen digunakan sebagai pengingat bahwa persatuan antar masyarakat dayak merupakan hal yang penting dan utama, karena setiap inidividunya memiliki peran dalam masa depan suku.
e. Garis Lengkung dan Bentuk Lingkaran
Ornamen lengkung dan lingkaran tidak merepresentasikan dan memiliki kemiripan dengan suatu objek, sehingga tidak dapat digolongkan sebagai ikon. Garis lengkung dan lingkaran mengambil motif dasar tumbuhan yang distilisasi sedemikian rupa sehingga tidak menyerupai bentuk aslinya. Garis lengkung dan lingkaran merupakan bentukan dasar yang sering dijumpai dalam ukiran suku dayak. Garis lengkung dan lingkaran merupakan representasi dari bentuk tumbuhan yang banyak tumbuh di daerah lembap seperti Kalimantan. Bentukannya mirip dengan tanaman pakis yang daun mudanya melengkung dan berbentuk spiral. Keberadaan ornamen garis lengkung dan lingkaran dapat digolongkan ke dalam indeks. Indeks yang terwujud ialah bahwa keberadaan garis lengkung dan lingkaran dalam ornamen merupakan sebuah cerminan dari lingkungan hidupnya. Keberadaan ornamen lengkung dan lingkaran dalam masyarakat dayak Kenyah menjadi simbol keturunan masyarakat dayak yang tidak putus-putusnya yang dapat mempersatukan masyarakat dayak. Ornamen lingkaran lemambangkan tiap-tiap kepala suku dan sub suku dayak yang ada di Kalimantan. Adanya ornamen garis lengkung dan lingkaran ini mengajarkan tentang persaudaraan.
Pemaknaan Denotasi
Makna yang diwujudkan melalui keberadaan ornamen garis lengkung dan lingkaran adalah lambang persatuan seluruh masyarakat dayak yang ada di Kalimantan sebagai suatu yang harus dipertahankan. Garis lengkung berbentuk seperti sulur dan pakis pakisan yang banyak tumbuh di hutan Kalimantan.
Pemaknaan Konotasi
Makna yang ingin disampaikan melalui ornamen garis lengkung dan lingkaran ialah sebagai perlambangan dari seluruh kepala suku dayak yang saling berkait, terjalin satu dengan yang lain dengan garis yang saling menyambung.
Aspek sosial
Garis lengkung dan bentuk lingkaran sebagai lambang dari keturunan dan tiap kepala suku dayak yang ada di Kalimantan. Bentuk lengkung dan lingkaran dalam ornamen digunakan sebagai lambang persatuan antar masyarakat dayak.
f. Guci dan Gong
Ornamen guci dan gong merepresentasikan dan memiliki kemiripan dengan suatu objek. ornamen Guci dan Gong dapat digolongkan kedalam sebuah ikon. Masyarakat dayak Kenyah beranggapan bahwa guci dan gong merupakan harta berharga karena merupakan benda warisan dari zaman nenek moyang. Keberadaan guci dan gong dapat digolongkan ke dalam indeks. Guci dan Gong merupakan sebuah harta berharga terutama gong karena tidak semua orang memiliki, dan guci biasanya digunakan untuk pembayaran denda adat jika melanggar aturan. Ornamen guci dan gong dalam masyarakat dayak Kenyah menjadi simbol kekayaan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
Pemaknaan Denotasi Makna yang diwujudkan melalui keberadaan ornamen guci dan gong adalah sebagai suatu bentuk penghargaan terhadap benda-benda peninggalan nenek moyang. Serta sebagai pembayaran denda adat bagi masyarakat dayak Kenyah. Guci dan gong sendiri merupakan suatu tanda yang identik dengan nenek moyang suku dayak yang berasal dari dataran Cina yang bermigrasi pada masa lalu ke pulau Kalimantan, dan termasuk dalam golongan Proto Melayu.
Pemaknaan Konotasi
Makna yang ingin disampaikan melalui ornamen guci dan gong ialah sebagai kenangan terhadap nenek moyang dan merupakan hal yang berharga. Digunakan sebagai pelindung dari kekuata-kekuatan jahat.
Aspek sosial
Bentuk guci dan gong dalam ornamen digunakan sebagai pengingat bahwa asal nene moyang suku dayak yang berasal dari Yunan, Cina. Benda-benda ini di bawa nenek moyang
5. CIRI KHAS Setiap rumah adat pastinya mempunyai ciri khas yang menjadi daya tarik suku Dayak. Dalam rumaha dat Lamin sendiri ada beberapa ciri yang sangat kental seperti pada pada ukiran atap ada terdapat patung yang ebrbebtuk naga dan burung enggan. Yang mengandung arti kesaktian dan kewajiban masyarakat Dayak. Pada bagian dinding yang paling menonjol adalah dari segi warna. Rumah ini dominan dengan warna kuning, putih dan hitam yang berbentuk salur pakis dan mata yang masyarakat percaya mengandung makna suku Dayak mampu niat buruk orang lain yang akan mencelakakan suku Dayak dan melambangkan persaudaraan suku Dayak. Selain itu juga pada bagian kaki yang berbentuk ukiran kerangka manusia dan juga binatang wanita memakai kain, serta bentuk semi-abstrak yang melambangkan persaudaraan suku Dayak desa Pampang. Masyarakat percaya ukiran dan patung tersebut berfungsi untuk mengusir roh-roh jahat mengingat kepercayaan suku Dayak yang masih percaya dengan kekuatan-kekuatan gaib atau animisme. Bahan utama bangunan rumah adat Lamin adalah kayu ulin atau banyak orang yang menyebutnya sebagai kayu besi. Disebut kayu besi karena memang jenis kayu tersebut adalah kayu yang sangat kuat. Bahkan banyak orang mengatakan jika kayu ulin terkena air maka justru tingkat kekuatannya akan semakin keras. Mungkin hal inilah yang membuat banyak orang yang membangun rumah di atas dataran rawa atau pinggiran sungai namun tahan lama umur bangunannya. Selain bangunan, totem-totem yang ada di bagian depan rumah adat Lamin juga terbuat dari bahan kayu ulin. Menurut saya pribadi, bangunan yang terbuat dari bahan kayu ulin memiliki kesan mewah karena warna hitam khasnya. Hanya saja menurut penduduk sekitar saat ini agak sulit untuk mencari pohon ulin karena ada alih konversi lahan serta perambahan hutan-hutan. Di bagian dalam rumah adat lamin terdapat beberapa alat yang biasa digunakan dalam melakukan upacara adat tertentu. Di bagian dalam Lamin sempat ada beberapa tengkorak kepala kerbau yang bertuliskan tanggal waktu. Menurut saya tanggal tersebut menunjukkan kapan seseorang tersebut meninggal. Dan juga Saya yakin tengkorak tersebut adalah bagian dari upacara melepas kematian yang biasa dilakukan oleh suku Dayak. ‘Menyembelih’ kerbau adalah rangkaian puncak dari upacara Kuangkai yang dilakukan untuk upacara kepergian seseorang yang telah meninggal.