ASUHAN KEPERAWATAN KRISIS HIPERTENSI
Disusun oleh : Kelompok III 1. 2. 3. 4. 5. 6.
DWI MIYANTO DWI SUPRIYANTO EDI SLAMET ENI WIDYANINGSIH ENNY PURWANING PURWANINGSIH SIH ERVINA YUYUN
(B1501013) (B1501014) (B1501015) (B1501016) (B1501017) (B1501018)
STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN PRODI S1 KEPERAWATAN ALIH JALUR 2016
KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum wr.wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adapun judul Makalah ini yang penulis ambil adalah “ASUHAN KEPERAWATAN KRISIS HIPERTENSI”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu metode pembelajaran bagi mahasiswa-mahasiswi STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN terutama program alih jalur. Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini, terutama teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun makalah ini. Penulis menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan makaah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi penulis apabila mendapatkan kritikan dan saran yang membangun agar makalah ini selanjutnya akan lebih baik dan sempurna serta komprehensif. Demikian akhir kata dari penulis, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan pembelajaran budaya khususnya dalam segi teoritis sehingga dapat membuka wawasan ilmu budaya serta akan menghasilkan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Wassalamu'alaikum wr.wb.
Klaten, November 2016
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi krisis hipertensi karena tidak menghindari dan tidak mengetahui factor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial.Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992 menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler yang menyolok sebagai penyebab kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai penyebab kematian nomor satu. Penyakit tersebut timbul karena berbagai factor risiko seperti kebiasaan merokok, hipertensi, disiplidemia, diabetes melitus, obesitas, usia lanjut dan riwayat keluarga. Dari factor risiko diatas yang sangat erat kaitannya dengan gizi adalah hipertensi, obesitas, displidemia, dan diabetes mellitus. Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti strok untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan mesyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. Pembagian hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah sudah disepakati oleh WHO-ISH Guidelines Committee untuk mengadopsi batasan dan klasifikasi The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI). Sebagian besar pasien hipertensi tergolong pasien hipertensi derajat 1 (ringan) dan derajat 2 (sedang) dan hanya sebagian kecil yang tergolong derajat 3 (berat).Sebagian besar
pasien hipertensi dengan pengobatan yang efektif selama bertahun-tahun umumnya asimtomatik. Pada sebagian kecil pasien hipertensi dapat terjadi krisis hipertensi. Pada pasien krisis hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah yang mencolok tinggi, umumnya tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari 120-130 mmHg, dan peningkatannya terjadi dalam waktu yang relatif pendek. Selain itu, dalam penatalaksanaan, yang lebih penting daripada tingginya tekanan darah adalah adanya tanda kerusakan akut organ target.Dengan pemakaian obat antihipertensi baru yang bekerja jangka panjang dengan efek samping yang minimal, jumlah pasien krisis hipertensi menjadi lebih sedikit, dengan angka prevalensi sekitar 1% pada pasien hipertensi. Hal ini berbeda sekali jika dibandingkan dengan era sebelum dipakai obat antihipertensi baru dengan insidens hipertensi maligna sekitar 7% pada pasien hipertensi yang tidak diobati.Sebagian pasien krisis hipertensi datang dalam keadaan gawat sehingga perlu dikenali dan ditangani secara khusus. Penanganan yang dianjurkan oleh para ahli tidak selalu sama dan dipengaruhi oleh pengalamannya dengan obat antihipertensi tertentu yang lebih banyak daripada obat lain. Ketersediaan obat antihipertensi parenteral di suatu negara juga merupakan faktor penting dalam cara penanggulangan yang dilakukan.
B. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengerti apa itu krisis hipertensi 2. Mahasiswa mampu menyebutkan jenis-jenis dan klasifikasi hipertensi 3. Mahasiswa paham dan mengerti tentang penatalaksanaan krisis hipertensi 4. Mahasiswa mengetahui rencana asuhan keperawatan pada pasien krisis hipertensi
BAB II TINJAUAN TEORI 1.
DEFINISI
Krisis hipertensi atau hipertensi darurat adalah suatu kondisi dimana diperlukan penurunan tekanan darah dengan segera (tidak selalu diturunkan dalam batas normal), untuk mencegah atau membatasi kerusakan organ. ( Mansjoer:522 ). Kedaruratan hipertesi terjadi pada penderita dengan hipertensi yang tidak terkontrol atau mereka yang tiba-tiba menghentikan penobatan. (Brunner & Suddarth:908). Kegawatan hipertensi (hypertensive emergencies) adalah hipertensi berat yang disertai disfungsi akut organ target. Pada pasien krisis hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah yang mencolok tinggi, umumnya tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari 120-130 mmHg, dan peningkatannya terjadi dalam waktu yang relative pendek. Jadi kedaruratan hipertensi adalah kondisi penderita hipertensi yang tidak terkontrol sehingga diperlukan penurunan tekanan darah dengan segera.
2.
JENIS-JENIS HIPERTENSI
Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini te rbagi 2 jenis : a)
Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi
180/120 mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak, jantung, paru, dan eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan salah satu gejala gangguan organ atas yang sudah nyata timbul. b)
Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg) tetapi belum ada
gejala seperti diatas. TD tidak harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi dalam hitungan jam bahkan hitungan hari dengan obat oral. Sementara itu, hipertensi dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebabnya : a)
Hipertensi Primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi
essensial). Hal ini ditandai dengan peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian besar (90 – 95%) penderita termasuk hipertensi primer. Hipertensi primer juga didapat terjadi karena adanya faktor keturunan, usia dan jenis kelamin.
b)
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit sistemik
lainnya, misalnya seperti kelainan hormon, penyempitan pembuluh darah utama ginjal, dan penyakit sistemik lainnya (Dewi dan Familia, 2010 : 22). Sekitar 5 – 10% penderita hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit ginjal dan sekitar 1 – 2% disebabkan oleh kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu misalnya pil KB (Elsanti, 2009 : 114 ).
3.
KLASIFIKASI HIPERTENSI
Table 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
Kategori
Tekanan Darah Sistolik
Tekanan Darah Diastolik
Normal
Dibawah 130 mmHg
Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi
130-139 mmHg
85-89 mmHg
140-159 mmHg
90-99 mmHg
160-179 mmHg
100-109 mmHg
180-209 mmHg
110-119 mmHg
Stadium 1 (Hipertensi ringan) Stadium 2 (Hipertensi sedang) Stadium 3 (Hipertensi berat) Stadium 4 (Hipertensi maligna)
210 mmHg atau lebih
120 Hg atau lebih
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi “Krisis Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %.
3.
ETIOLOGI
a.
Meminum obat antihipertensi tidak teratur
b.
Stress
c.
Pasien mengkonsumsi kontrasepsi oral
d.
Obesitas
e.
Merokok
f.
Minum alkohol (http:// mirzastory.com_KrisisHipertensi.html)
4.
MANIFESTASI KLINIS
a.
Sakit Kepala Hebat
b.
nyeri dada peningkatan tekanan vena
c.
shock / Pingsan
Tanda umum adalah: a.
Sakit kepala hebat
b.
nyeri dada
c.
pingsan
d.
tachikardia > 100/menit
e.
tachipnoe > 20/menit
f.
Muka pucat
5.
PATOFISIOLOGI
Penyebab krisis hipertensi yaitu adanya ketidak teraturan minum obat antihipertensi, stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan minum alkohol. Karena ketidak teraturan atau ketidak patuhan minum obat antihipertensi menybabkan kondisi akan semakin buruk, sehingga memungkinkan seseorang terserang hipertensi yang semakin berat ( Krisis hipertensi ). Stres juga dapat merangsang saraf simpatik sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi sedangkan mengkonsumsi kontrasepsi oral yang biasanya mengandung hormon estrogen serta progesteron yang menyebabkan tekanan pembuluh darah meningkat, sehingga akan lebih meningkatkan tekanan darah pada hipertensi, kalau tekanan darah semakin meningkat, maka besar kemungkinan terjadi krisis hipertensi. Apabila menuju ke otak maka akan terjadi peningkatan TIK yang menyebabkan pembuluh darah serebral sehingga O2 di otak menurun dan trombosis perdarahan serebri
yang mengakibatkan obstruksi aliran darah ke otak sehingga suplai darah menurun dan terjadi iskemik yang menyebabkan gangguan perfusi tonus dan berakibat kelemahan anggota gerak sehingga terjadi gangguan mobilitas fisik, sedangkan akibat dari penurunan O2 di otak akan terjadi gangguan perfusi jaringan. Dan bila di pembuluh darah koroner ( jantung ) menyebabkan miokardium miskin O2 sehingga penurunan O2 miokardium dan terjadi penurunan kontraktilitas yang berakibat penurunan COP. Paru-paru juga akan terjadi peningkatan volum darah paru yang menyababkan penurunan ekspansi paru sehingga terjadi dipsnea dan penurunan oksigenasi yang menyebabkan kelemahan. Pada mata akan terjadi peningkatan tekanan vaskuler retina sehingga terjadi diplopia bisa menyebabkan injury.
6.
KOMPLIKASI
a.
Iskemia atau Infark Miokard Iskemia atau infark miokard merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
hipertensi berat. Tekanan darah harus diturunkan sampai rasa nyeri dada berkurang atau sampai tekanan diastolik mencapai 100 mmHg. Obat pilihan adalah nitrat yang diberikan secara intravena yang dapat menurunkan resistensi sistemik perifer dan memperbaiki perfusi koroner. Obat lain yang dapat dipakai adalah labetalol. b.
Gagal Jantung Kongestif Peningkatan resistensi vaskular sistemik yang mencolok dapat menimbulkan gagal
jantung kiri. Natrium nitroprusid yang diberikan bersama-sama dengan oksigen, morfin, dan diuretik merupakan obat pilihan karena dapat menurunkan preload dan afterload. Nitrogliserin yang juga dapat menurunkan preload dan afterload merupakan obat pilihan yang lain. c.
Diseksi Aorta Akut Diseksi aorta harus dipikirkan pada pasien dengan peninggian tekanan darah yang
mencolok yang disertai dengan nyeri di dada, punggung, dan perut. Untuk menghentikan perluasan diseksi tekanan darah harus segera diturunkan. Tekanan darah diastolik harus segera diturunkan sampai 100 mmHg, atau lebih rendah asal tidak menimbulkan hipoperfusi organ target. Obat pilihan adalah vasodilator seperti nitroprusid yang diberikan bersama penghambat reseptor b. Labetalol adalah obat pilihan yang lain.
d.
Insufisiensi Ginjal Insufisiensi ginjal akut dapat sebagai penyebab atau akibat peninggian tekanan darah
yang mencolok. Pada pasien cangkok ginjal peninggian tekanan darah dapat disebabkan stenosis arteri pada ginjal cangkok, siklosporin, kortikosteroid, dan sekresi renin yang tinggi oleh ginjal asli. Penatalaksanaan adalah dengan cara menurunkan resistensi vaskular sistemik tanpa mengganggu aliran darah ginjal. Antagonis kalsium seperti nikardipin dapat dipakai pada keadaan ini. e.
Eklampsia Pada eklampsia dijumpai hipertensi, edema, proteinuria, dan kejang pada kehamilan
setelah 20 minggu. Penatalaksanaan definitif adalah dengan melahirkan bayi atau mengeluarkan janin. Hidralazin digunakan untuk menurunkan tekanan darah karena tidak mengganggu aliran darah uterus. Labetalol juga dapat dipakai pada keadaan ini. f.
Krisis Katekolamin Krisis katekolamin terjadi pada feokromositoma dan kelebihan dosis kokain. Pada
intoksikasi obat tersebut biasanya disertai kejang, strok, dan infark miokard. Fentolamin adalah obat pilihan klasik pada krisis katekolamin, meski labetalol juga terbukti efektif.
7.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.
Elektrokardio
b.
Urinalisa
c.
USG
d.
CT scan
e.
Rongsen
8.
PENATALAKSANAAN
a.
Penatalaksanaan Medis Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular sistemik Pada kegawatan
hipertensi tekanan darah arteri rata-rata diturunkan secara cepat, sekitar 25% dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya, dalam beberapa menit atau jam. Penurunan tekanan darah selanjutnya dilakukan secara lebih perlahan. Sebaiknya penurunan tekanan darah secara cepat tersebut dicapai dalam 1- 4 jam, dilanjutkan dengan penurunan tekanan darah dalam 24 jam
berikutnya secara lebih perlahan sehingga tercapai tekanan darah diastolik sekitar 100 mmHg. Seperti sudah disebutkan di atas, pada kegawatan hipertensi diberikan obat antihipertensi parenteral yang memerlukan titrasi secara hati-hati sesuai dengan respons klinik. Setelah penurunan tekanan darah secara cepat tercapai dengan pemberian obat antihipertensi parenteral, dimulai pemberian obat antihipertensi oral. Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat antihipertensi oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat antihipertensi parenteral sampai dihentikan. Pengukuran tekanan darah yang berkesinambungan dapat dilakukan dengan menggunakan alat monitor tekanan darah osilometrik otomatik. Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau hipotensi, kecuali pada diseksi aorta, karena akan mengakibatkan terjadinya hipoperfusi organ target. Penurunan tekanan darah sampai normal dapat dilaksanakan pada saat pasien berobat jalan. Obat parenteral yang digunakan untuk terapi krisis hipertensi adalah : 1)
Natrium Nitropusida
2)
Nikardipin hidroklorida
3)
Nitrogliserin
4)
Enaraplirat
5)
Hidralazin Hidroklorida
6)
Diazoksid
7)
Labatalol Hidroklorida
8)
Fentolamin ( Mansjoer:522 ) Obat pilihan pada kedaruratan hipertensi adalah yang memiliki efek samping segera.
Nitroprusid dan labetalol hidroklorida intravena memiliki efek vasodilatasi segera dengan waktu kerja yang pendek, sehingga banyak digunakan pada awal klinis. Efek pada kebanyakan obat antihipertensi diperkuat oleh deuretik. Pemantauan tekanan darah yang sangat ketat dan status kardiovaskuler pasien penting dilakukan selama penanganan dengan obat ini. Penurunan tekanan darah secara mendadak dapat terjadi dan memerlukan tindakan segera untuk mengembalikan tekanan darah ke batas normal. ( Brunner & Suddarth:908 ) b.
Penatalaksanaan Keperawatan Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan.
Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU, pasang femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi
kordiopulmonair dan status volume intravaskuler. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik. Tentukan penyebab krisis hipertensi, singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi, tentukan adanya kerusakan organ sasaran. Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien. Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat. Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta. TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu. c.
Diet sehat penderita krisis hipertensi Pengaturan menu bagi penderita hipertensi selama ini dilakukan dengan empat cara,
yakni diet rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas, diet rendah serat,dan diet rendah energi (bagi yang kegemukan). Cara diet tersebut bertambah satu dengan hadirnya DASH (Dietary Approach to Stop Hipertension) yang merupakan strategi pengaturan menu yang lengkap. Prinsip utama dari diet DASH adalah menyajikan menu makanan dengan gizi seimbang terdiri atas buah buahan, sayuran, produk-produk susu tanpa atau sedikit lemak, ikan, daging unggas, biji bijian, dan kacang-kacangan. Porsi makanan tergantung pada jumlah kalori yang dianjurkan untuk dikonsumsi setiap harinya. Jumlah kalori tergantung pada usia dan aktifitas. Menu yang dianjurkan dalam diet DASH untuk yang berat badannya normal mengandung 2.000 kalori yang dibagi dalam tiga kali waktu makan (pagi, siang, malam).
BAHAN MAKANAN
PORSI SEHARI
UKURAN PORSI
Karbohidrat
3 – 5 piring
Kecil
Lauk hewani
1 – 2 potong
Sedang
Lauk nabati
2 – 3 potong
Sedang
Sayuran
4 – 5 mangkuk
Buah – buahan
4 – 5 buah/potong
Susu / yoghurt
2 – 3 gelas
Sedang
Diet tinggi buah-buahan, sayuran, dan produk susu tanpa lemak atau rendah lemak secara bersama-sama dan total dapat menurunkan tekanan sistolik rata-rata 6 – 11 mmHg. Buah yang paling sering dianjurkan dikonsumsi untuk mengatasi hipertensi adalah pisang. Sementara dari golongan sayuran adalah sayuran hijau, seledri, dan bawang putih. Sedangkan makanan yang dilarang dikonsumsi lagi oleh penderita hipertensi adalah daging kambing dan durian. d.
Terapi Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110
mmHg atau berkurangnya sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya mean arterial blood pressure mean arterial blood pressure25 %( pada strok penurunan hanya boleh 20 % dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila sangat tinggi> 220 / 330 mmHg ) dalam waktu 2 jam. Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam 12 – 16 jam selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan tekanan darah hipertensi urgency dilakukan secara bertahap dalam dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.
C. ASUHAN KEPERAWATAN KRISIS HIPERTENSI
1.
Pengkajian
a.
Identitas
1)
Pasien, meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa.
2)
Penanggung Jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa
dan hubungan dengan pasien. b.
Pengkajian Primer
1)
Airway
Kaji : Bersihan jalan nafas Adanya/ tidaknya jalan nafas Distres pernafasan Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring 2)
Breathing
Kaji : Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
Suara nafas melalui hidung atau mulut Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas 3)
Circulation
Kaji : Denyut nadi karotis Tekanan darah Warna kulit, kelembapan kulit Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal 4)
Disability
Kaji : Tingkat kesadaran Gerakan ekstremitas GCS ( Glasgow Coma Scale ) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya 5)
Eksposure
Kaji : Tanda-tanda trauma yang ada. ( Muslicha : 45-46 ) c.
Dasar Data Pengkajian
1)
Aktivitas/istirahat Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, Takipnea
2)
Sirkulasi Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin
3)
Integritas Ego Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, Factor stress multipel Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
4)
Eliminasi Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5)
Makanan/Cairan Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema 6)
Neurosensori Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic
7)
Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen
8)
Pernapasan Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal,
batuk
dengan
atau
tanpa
sputum,
riwayat
merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis 9)
Keamanan Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura
10) Pembelajaran/Penyuluhan Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone. (Dongoes Marilynn E, 2000)
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan O2 otak menurun
b.
Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru
c.
Penurunan COP berhubungan dengan Penurunan O2 miokrdium
d.
Resiko injury berhubungan dengan diplopia
e.
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak
f.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
3.
Intervensi Keperawatan
a.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan O2 otak menurun Tujuan : gangguan perfusi jaringan dapat diatasi Kriteria hasil : Fungsi sensori dan motorik membaik
Mampu mempertahankan tingkat Intervensi : 1)
Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya R : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan tekanan darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas tidak teratur menunjukkan adanya peningkatan TIK
2)
Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana R : Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien.
3)
Pantau status neurologis secara teratur R : Mencegah/menurunkan atelektasis
4)
Dorong latihan kaki aktif/ pasif R : Menurunkan statis vena
5)
Pantau pemasukan dan pengeluaran haluaran urin R : Penurunan atau pemasukan mual terus menerus dapat menyebabkan penurunan volume sirkulasi
6)
Beri obat sesuai indikasi, misal : Caumadin R : Menurunkan resiko trombofeblitis
b.
Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola napas Kriteria hasil : Memperhatikan pola napas normal/efektif, bebas sianosis dengan GDA dalam batas normal pasien Intervensi :
1)
Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara suara tambahan yg tidak normal R : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
2)
Pantau frekuensi,irama,kedalaman pernapasan, catat ketidakteraturan pernapasan R : Perubahan dapat menunjukan komplikasi pulmonal/menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
3)
Berikan oksigen sesuai indikasi R : Mencegah hipoksia, jika pusat pernapasan tertekan.
4)
Anjurkan pasien untuk latihan napas dalam yang efektif jika pasien sadar R : Mencegah/menurunkan atelektasis
5)
Kaji TTV tiap hari
R : Mengetahui perubahan status kesehatan
c.
Penurunan COP berhubungan dengan Penurunan O2 miokrdium Tujuan : Menurunkan beban kerja jantung Kriteria hasil : Berpartisipasi dalam menurunkan TD Mempertahankan TD dalam rentan yang dapat diterima Intervensi :
1)
Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya R : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan tekanan darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas tidak teratur menunjukkan adanya peningkatan TIK
2)
Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana R : Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien.
3)
Catat keberadaan denyutan sentral dan perifer R : Denyutan karotis, jugularis, radialis, femoralis mungkin menurun mencerminkan efek vasokontriksi.
4)
Auskultasi tonus jantung R : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat
5)
Amati warna kulit, kelembapan suhu dan masa pengisian kapiler R : Adanya pucat, dingin, kulit lembap dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi atau penurunan COP
6)
Berikan obat-obat sesuai indikasi, misal : deuretik tiyazid R : Tiyazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur dengan obat lain untuk menurunkan tekanan darah.
d.
Resiko injury berhubungan dengan diplopia Tujuan : Resiko injuri berkurang Kriteria hasil : Pasien merasa tenang dan tidak takut jatuh Intervensi :
1)
Atur posisi pasien agar aman. R : Menurunkan resiko injuri
2)
Pertahankan tirah baring secara ketat R : Pasien mungkin merasa tidak dapat beristirahat atau perlu untuk bergerak
3)
Atur kepala taruh diatas daerah yang empuk ( lunak ) R : Menurunkan resiko trauma secara fisik
e.
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak Tujuan : Mempertahankan posisi fungsi optimal Kriteria hasil : Dapat melakukan aktifitas mandiri Intervensi :
1)
Kaji derajat emobilitas pasien dengan menggunakan skala ketergantungan R : Pasien mampu mandiri ataukah masih membutuhkan orang lain untuk aktivitas
2)
Pertahankan kesejajaran tubuh R : Untuk membantu mencegah footdrop
3)
Bantu pasien dengan program latihan menggunakan alat mobilisasi R : Proses penyembuhan yang lambat sering menvertai trauma
4)
Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional R : Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional
f.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan Kriteria hasil : Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur Intervensi :
1)
Kaji respon pasien terhadap aktifitas, parhatikan frekuensi nadi, dispnea atai nyeri dada, keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaforesis, pusing atau pingsan R : Menyebutkan parameter membantu dlam mengkaji respons fisiologi terhadap stres aktifitas dan bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktifitas
2)
Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi R : Tehnik menghemat energi mengurangi penggunaan energi juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
3)
Berikan dorongan untuk melakukan aktifitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan. R : Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba tiba. Memberikan bentuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktifitas. ( Doengoes, Marlynn E. 2002. )