ASKEP SEPSIS NEONATORUM
1. Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005). Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom yang dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000) Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada satu orga saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum persalinan (intrauterine (intrauterine sepsis) sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine (extrauterine sepsis) sepsis) dan dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida) meskipun jarang ditemui. (John Mersch, MD, FAAP, FAAP , 2009). Sepsis dapat dibagi menjadi dua yaitu, 1.
Sepsis dini :terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas ti nggi.
2.
Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu mi nggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari li ngkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi. (Vietha, 2008)
2. Epidemiologi
Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki. 2.3Etiologi
Bakteria
seperti
Escherichiacoli,, Listeria monocytogenes Escherichiacoli monocytogenes,, Neisseriameningitidis Neisseriameningitidis,, Sterptococcus Sterptococcus pneumoniae pneumoniae,, Haemophilus influenzae influenzae tipe tipe B, Salmonella Salmonella,, dan Streptococcus Streptococcus grup grup B merupakan penyebab paling sering serin g terjadinya terjadin ya sepsis pada bayi ba yi berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus Streptococcus grup grup B merupakan penyebab sepsis paling sering pada neonatus. Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain:
a. Perdarahan b. Demam yang terjadi pada ibu c. Infeksi pada uterus atau plasenta d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu mi nggu kehamilan) e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan) f. Proses kelahiran yang lama dan sulit. g. Streptococcus Streptococcus grup grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas. Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah.Streptococcus darah. Streptococcus pneumoniae pneumoniae ( ( pneumococcus) pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun. 4. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu selam proses persalinan ( infeksi
Streptokokus group B atau infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif). Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu : 1. Faktor Maternal a. Status
sosial-ekonomi
ibu,
ras,
dan
latar
belakang.
Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih. b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun c. Kurangnya perawatan prenatal. d. Ketuban pecah dini (KPD) e.
Prosedur
selama
persalinan.
2. Faktor Neonatatal a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin
serum
terus
menurun,
menyebabkan
hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit. b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi. c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan. 3. Faktor Lingkungan a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah
sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi. b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda. c. Kadang-
kadang
di
ruang
perawatan
terhadap
epidemi
penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan. d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli. Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara, yaitu : 1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma. 2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea. 3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)
5. Manifestasi Klinik
Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut, 1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema 2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali 3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih, sianosis 4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi 5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol 6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan. Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya: a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat e. Infeksi pada selaput perut ( peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah. 6. Pemeriksaan Penunjang
Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off tepat yang optimal, nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%, spesifisitas lebih dari
85%, Positive
Probable
Value (PPV)
lebih
dari
85%, Negative
Probable
Value (NPV) mendekati 100%, dan dapat mendeteksi infeksi pada tahap awal. Kegunaan klinis dari pertanda diagnostik yang ideal adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan virus, petunjuk untuk penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk menentukan prognosis.
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total, hitung neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (I:T), mikro Erytrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang dikerjakan adalah CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes cepat ( rapid test ) untuk deteksi antigen, dan panel skrining sepsis. Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah sebagai berikut: IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6 (atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF, TNF, CRP, dan hematological indices pada hari ke-0); CRP, IL6 (atau GCSF dan hematological indices pada hari ke-1); dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk memonitor respons terhadap terapi. Tabel 3 menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari berbagai uji laboratorium. 7. Penatalaksanaan
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan). 2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif). 3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain. 4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7. 5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus). 6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar 8. Askep sepsis neonatorum
1. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi a. Kriteria Hasil 1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5 o-37o C) 2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit) b. Intervensi dan Rasional INTERVENSI
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit
RASIONAL
Perubahan
tanda-tanda
vital
yang
signifikan akan mempengaruhi proses regulasi
ataupun
metabolisme
dalam
potensial
untuk
tubuh. 2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi
Hipertermi
sangat
menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan
secara
diketahui
evaporasi
jumlahnya
yang dan
tidak dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi. 3. Berikan kompres denga air hangat pada
Kompres pada aksila, leher dan lipatan
aksila, leher dan lipatan paha, hindari paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar penggunaan alcohol untuk kompres.
besar yang akan membantu menurunkan demam. dilakukan
Penggunaan karena
alcohol
akan
tidak
menyebabkan
penurunan dan peningkatan panas secara drastis. Kolaborasi
Pemberian
antipiretik
juga
diperlukan
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan untuk menurunkan panas dengan segera. jika panas tidak turun. 2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam a. Kriteria Hasil 1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5 o-37o C) 2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit) 3. Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam b. Intervensi dan Rasional INTERVENSI
RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit
Perubahan
tanda-tanda
vital
yang
signifikan akan mempengaruhi proses regulasi
ataupun
metabolisme
dalam
potensial
untuk
tubuh. 2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan dehidrasi.
Hipertermi
sangat
menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan
secara
diketahui
evaporasi
jumlahnya
yang
tidak
dan
dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi. 3. Berikan kompres hangat jika terjadi
Kompres air hangat lebih cocok digunakan
hipertermi, dan pertimbangkan untuk pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk langkah kolaborasi dengan memberikan
menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi
antipiretik.
secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh karena
itu
diperlukan
pemberian
untuk
segera
antipiretik menurunkan
panas, misal dengan asetaminofen. 4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan jumlah
pemberian
yang
telah
ditentukan
Pemberian
ASI/PASI
sesuai
jadwal
diperlukan untuk mencegah bayi dari kondisi lapar dan haus yang berlebih.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume bersirkulasi akibat dehidrasi a. Kriteria Hasil 1. Tercapai keseimbangan ai dalam suang interselular dan ekstraselular 2. Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan 3. Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi jaringan b. Intervensi dan Rasional INTERVENSI
1. perawatan sirkulasi (misalnya periksa
RASIONAL
1. meningkatkan sirkulasi arteri dan vena
nadi perifer,edema, pengisian perifer, warna, dan suhu ekstremitas) 2. pantau perbedaan ketajaman/tumpul dan panas/dingin 3. pantau status cairan
2. mengetahui
sensasi
perifer,
kemungkinan parestesia 3. mengetahui
keseimbangan
antara
asupan dan haluaran 4. PK: Trombositopenia a. Tujuan Perawat akan menangandi dan mengurangi komplikasi penurunan trombosit. b. Intervensi dan Rasional INTERVENSI
RASIONAL
1. Pantau JDL, hemoglobin, tes koagulasi Nilai ini membantu mengevaluasi respon dan jumlah trombosit
klien terhadap pengobatan dan resiko terhadap pendarahan akibat dari sepsis.
2. Pantau tanda tau gejala pendarahan Pemantauan
secara
konstan
sangat
spontan atau perdarahan hebat : ptekie,
dibutuhkan untuk menjamin deteksi dini
ekimosis,
adanya episode perdarahan
hematoma
spontan,
perubahan tanda-tanda vital. 3. Pantau tanda perdarahan sisemik atau hipovolemia,
seperti
peningkatan
frekuensi nadi, napas dan tekanan
Perubahan pada oksigen sirkulasi akan mempengaruhi fungsi jantung, vascular dan fungsi neurologis
darah, perubahan status neurologis Daftar pustaka
Anonim.
2007.
Sepsis.
Akses
internet
di http://www.pediatrik.com/ilmiah_popular/20060220-1uyr3qilmiahpopular.doc Berkow & Beers. 1997. Neonatal Problems : Sepsis Neonatorum. Akses internet dihttp://debussy.hon.ch/cgi-bin/find?1+submit+sepsis_neonatorum Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi 6 .Jakarta : EGC. Doengoes, dkk. 1999 .Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :EGC Harianto,
Agus.
2008.
Sepsis
Neonatorum.
Akses
internet
dihttp://www.pediatrik.com/artikel/sepsis-neonatorium Novriani,
Erni.
2008.
Sepsis
Neonatorum.
Akses
Internet
di http://cemolgadis-
melayu.blogspot.com/2008/12/kepanak-sepsis.html Nurcahyo.
2000.
Sepsis
Neonatorum.
Akses
internet
dihttp://www.indonesiaindonesia.com/images_greenish/misc/navbits_finallink.gif
disusun oleh Indri Diyah bersama kelompok 5A keperawatan maternitas FKP UNAIR Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal . Jakarta : Bina Pustaka Vietha. 2008. Askep pada Sepsi Neonatorum. Akses internet dihttp://viethanurse.wordpress.com/2008/12/01/askep-pada-sepsis-neonatorum/
ASUHAN KEPERAWATAN SEPSIS SEPSIS 1.
Definisi
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguansirkulasi darah. Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan:
Hyperthermia/hypothermia (>38°C; <35,6°C)
Tachypneu (respiratory rate >20/menit)
Tachycardia (pulse >100/menit)
Leukocytosis >12.000/mm3 – Leukopoenia <4.000/mm3
10% >cell imature
Suspected infection
Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); C reactive Protein (CrP). Derajat Sepsis 1. S y s t em i c I n f l a m m a t o r y R e s p o n s e S y n d r o m e (SIRS), ditandai dengan ≥2 gejala sebagai berikut
Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
Tachypneu (resp >20/menit)
Tachycardia (pulse >100/menit)
Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
10% >cell imature
1. Sepsis Infeksi disertai SIRS 2. Sepsis Berat Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oligouri bahkan anuria. 3. Sepsis dengan hipotensi Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg). 4. Syok septik Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan.
Ketidakseimbangan: DO2 (oxygen delivery) dan VO2 (oxygen consumption).
USA → 400.000 kasus sepsis; 200.000 kasus syok septik; 100.000 kematian.
Pasien mendapatkan obat vasoaktif → syok septik jika hipoperfusi jaringan.
mengalami
Pengertian yang lain : Sepsis sering didefinisakan sebagai adanya mikroorganisme patogenik atau toksinnya berada di dlaam aliran darah. (Hudak&Gallo, 1996)
Sindroma sepsis didefinisikan sebagai respon sistemik terhadap sepsis, diwujudkan sebagai tachycardia, demam atau hypothermia, takipnea dan tanda – tanda perfusi organ yang tidak mencukupi. (Hudak&Gallo, 1996).
Syok sepsis adalah suatu bentuk syok (sindroma sepsis yang disertai hipotensi) yang menyebar dan vasogenik dicirikan oleh adanya penurunan daya tahan vascular sistemik serta adanya penyebaran yang tidak normal dari volume vascular. (Hudak&Gallo, 1996)
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006)
Sepsis is a condition in which the body is fighting a severe infection that has spread via the bloodstream. (emedicinehealth.com)
Terminology dalam sepsis menurut American College of Chest Physicians/society of Critical Care Medicine consensus Conference Committee : Critical Care Medicine, 1992 : Infeksi
Fenomena microbial yang ditandai dengan munculnya respon inflamasi terhadap munculnya / invasi mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh yang steril.
Bakteriemia
Munculnya atau terdapatnya bakteri di dalam darah.
SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome)
Respon inflamasi secara sistemik yang dapat disebabkan oleh bermacam – macam kondisi klinis yang berat. Respon tersebut dimanifestasikan oleh 2 atau lebih dari gejala khas berikut ini : 0
0
Suhu badan> 38 C atau <36 C
Heart Rate >9O;/menit
RR >20 x/menit atau PaCO 2 < 32 mmHg
WBC > 12.000/mm atau < 4.000/mm atau 10% bentuk immature
Sepsis sistemik
3
3
Respon terhadap infeksi yang disebabkan oleh adanya sumber infeksi yang jelas, yang ditandai oleh dua atau lebih dari gejala di bawah ini: 0
0
Suhu badan> 38 C atau <36 C
Heart Rate >9O;/menit
RR >20 x/menit atau PaCO 2 < 32 mmHg
WBC > 12.000/mm atau < 4.000/mm atau 10% bentuk immature
Severe Sepsis
3
3
Keadaan sepsis dimana disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi. Hipoperfusi atau gangguan perfusi mungkin juga disertai dengan asidosis laktat, oliguria, atau penurunan status mentas secara mendadak.
Shok sepsis
Sepsis yang menyebabkan kondisi syok, dengan hipotensi walaupun telah dilakuakn resusitasi cairan. Sehubungan terjadinya hipoperfusi juga bisa menyebabkan asidosis laktat, oliguria atau penurunan status mental secara mendadak. Pasien yang mendapatkan inotropik atau vasopresor mungkin tidak tampaka hipotensi walaupun masih terjadi gangguan perfusi.
Sepsis Induce Hipotension
Kondisi dimana tekanan darah sistolik <90mmHg atau terjadi penurunan sistolik >40mmHg dari sebelumnya tanpa adanya penyebab hipotensi yang jelas.
MODS (Multy Organ Dysfunction Syndroma)
Munculnya penurunan fungsi organ atau gangguan fungsi organ dan homeostasis tidak dapat dijaga tanpa adanya intervensi.
1.
Etiologi
Mayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi bakteri gram negatif (-) dengan persentase 60-70% kasus, beberapa disebabkan oleh infeksi-infeksi jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh penyebab-penyebab lain dari infeksi atau agen-agen yang mungkin menyebabkan SIRS. Agen-agen infeksius, biasanya bakteri-bakteri, mulai menginfeksi hampir segala lokasi organ atau alat-alat yang ditanam (contohnya, kulit, paru, saluran pencernaan, tempat operasi, kateter intravena, dll.). Agen-agen yang menginfeksi atau racun-racun mereka (atau kedua-duanya) kemudian menyebar secara langsung atau tidak langsung kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka untuk menyebar ke hampir segala sistim organ lain. Kriteria SIRS berakibat ketika tubuh mencoba untuk melawan kerusakan yang dilakukan oleh agen-agen yang dilahirkan darah ini. Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus (Linda D.U, 2006) Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli, Klebsiella Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp.
Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya yang disebut endotoksin. Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah, endotoksin dapat menyebabkan bergabagi perubahan biokimia yang merugikan dan mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang menunjang timbulnya shock sepsis. Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah staphilococus, streptococcus dan pneumococcus. Organime gram positif melepaskan eksotoksin yang berkemampuan menggerakkan mediator imun dengan cara yang sama dengan endotoksin.
1.
Tanda dan Gejala
Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda tanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah, atau kebingungan. Pada pasien sepsis kemungkinan ditemukan:
Perubahan sirkulasi
Penurunan perfusi perifer
Tachycardia
Tachypnea Pyresia atau temperature <36oc
Hypotensi
Pasien harus mempunyai sumber infeksi yang terbukti atau yang dicurigai (biasanya bakteri) dan mempunyai paling sedikit dua dari persoalan-persoalan berikut: denyut jantung yang meningkat (tachycardia), temperatur yang tinggi (demam) atau temperatur yang rendah (hypothermia), pernapasan yang cepat (>20 napas per menit atau tingkat PaCO2 yang berkurang), atau jumlah sel darah putih yang tinggi, rendah, atau terdiri dari >10% sel-sel band. Pada kebanyakan kasus-kasus, adalah agak mudah untuk memastikan denyut jantung (menghitung nadi per menit), demam atau hypothermia dengan thermometer, dan untuk menghitung napa-napas per menit bahkan di rumah. Adalah mungkin lebih sulit untuk membuktikan sumber infeksi, namun jika orangnya mempunyai gejala-gejala infeksi seperti batuk yang produktif, atau dysuria, atau demam-demam, atau luka dengan nanah, adalah agak mudah untuk mencurigai bahwa seseorang dengan infeksi mungkin mempunyai sepsis. Bagaimanapun, penentuan dari jumlah sel darah putih dan PaCO2 biasanya dilakukan oleh laboratorium. Pada kebanyakan kasus-kasus, diagnosis yang definitif dari sepsis dibuat oleh dokter dalam hubungan dengan tes-tes laboratorium. Beberapa pengarang-pengarang mempertimbangkan garis-garis merah atau alur-alur merah pada kulit sebagai tanda-tanda dari sepsis. Bagaimanapun, alur-alur ini disebabkan oleh perubahanperubahan peradangan lokal pada pembuluh-pembuluh darah lokal atau pembuluh-pembuluh limfa
(lymphangitis). Alur-alur atau garis-garis merah adalah mengkhawatirkan karena mereka biasanya mengindikasikan penyebaran infeksi yang dapat berakibat pada sepsis. Gejala khas sepsis Dikatakan sepsis jika mengalami dua atau lebih gejala di bawah ini: 0 0 Suhu badan> 38 C atau <36 C
Heart Rate >9O;/menit
RR >20 x/menit atau PaCO 2 < 32 mmHg
WBC > 12.000/mm atau < 4.000/mm atau 10% bentuk immature
3
3
Kriteria Diagnostik sepsis menurut ACCP/SCCM th 2001 dan International Sepsis Definitions Conference, Critical Care Medicine, th 2003 : Variabel Umum
0
0
Suhu badan inti > 38 C atau <36 C
Heart Rate >9O;/menit
Tachipnea
Penurunan status mental
Edema atau balance cairan yang positif > 20ml/kg/24 jam
Hiperglikemia > 120 mg/dl pada pasien yang tidak diabetes.
Variable Inflamasi
WBC > 12.000/mm atau < 4.000/mm atau 10% bentuk immature
Peningkatan plasma C-reactive protein
Peningkatan plasma procalcitonin
Variabel Hemodinamik
Sistolik < 90mmHg atau penurunan sistolik . 40>mmHg dari sebelumnya.
MAP <70mmHg
SvO2 >70%
Cardiak Indeks >3,5 L/m/m
Variable Perfusi Jaringan
Serum laktat > 1mmol/L
Penurunan kapiler refil
Variable Disfungsi Organ
PaO2 / Fi O2 <300
Urine output < 0,5 ml/kg/jam
Peningkatan creatinin > 0,5 mg/dl
INR >1,5 atau APTT > 60 detik
3
3
3
Ileus
Trombosit < 100.000mm
Hiperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4mg/dl)
3
Tanda Klinis Syok Septik Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering.
Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan ekstremitas hangat.
Disertai tanda-tanda sepsis.
Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling , iskemia jari, perubahan status mental.
Tanda – tanda Syok Spesis ( Linda D.U, 2006) : Peningkatan HR
Penurunan TD
Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat vasodilatasi)
Peningkatan RR kemudian kelamaan menjadi penurunan RR
Crakles
Perubahan sensori
Penurunan urine output
Peningkatan temperature
Peningkatan cardiac output dan cardiac index
Penurunan SVR
Penurunan tekanan atrium kanan
Penurunan tekanan arteri pulmonalis
Penurunan curah ventrikel kiri
Penurunan PaO2
Penurunan PaCO2 kemudian lama kelamaan berubah menjadi peningkatan
PaCO2
Penurunan HCO3
Gambaran Hasil laborat : 3 3 WBC > 12.000/mm atau < 4.000/mm atau 10% bentuk immature
1.
Hiperglikemia > 120 mg/dl
Peningkatan Plasma C-reaktif protein
Peningkatan plasma procalcitonin.
Serum laktat > 1 mMol/L
Creatinin > 0,5 mg/dl
INR > 1,5
APTT > 60
Trombosit < 100.000/mm
Total bilirubin > 4 mg/dl
Biakan darah, urine, sputum hasil positif.
3
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons imun maladaptif host terhadap infeksi. 1.
Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit). 2.
Eliminasi sumber infeksi
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan
implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat. 3.
Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi. 4.
Terapi suportif Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
Terapi cairan
Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer laktat) maupun koloid.
Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.
Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin >8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine 0.58μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone). Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu. Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis, glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein.
Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin
Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.
Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas. Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis. 1. Modifikasi respons inflamasi Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog lipopolisakarida); antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-antitrombin, APC, TFPI; antagonis PAF; metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis bradikinin, antioksidan (N-asetilsistein, selenium), inhibitor sintesis NO (L-NMMA); imunostimulator (imunoglobulin, IFN- γ, GCSF, imunonutrisi); nonspesifik (kortikosteroid, pentoksifilin, dan hemofiltrasi). Endogenous activated protein C memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis. Drotrecogin alfa (activated) adalah nama generik dari bentuk rekombinan dari human activated protein C yang diindikasikan untuk menurunkan mortalitas pada pasien dengan sepsis berat dengan risiko kematian yang tinggi. Komplikasi Sepsis ARDS
Koagulasi intravaskular diseminata
Acute Renal Failure (Chronic Kidney Disease)
Perdarahan usus
Gagal hati
Disfungsi sistem saraf pusat
Gagal jantung
Kematian
1.
Gambaran Hasil Laborat
Sepsis awal
Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Neutrofil mengandung granulasi toksik, badan dohle, atau vakuola sitoplasma. Hiperventilasi menimbulkan alkalosis repiratorik. Hipoksemia. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat Kelanjutan
Trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase (enzim liver) meningkat. Bila otot pernafasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik (peningkatan gap anion) terjadi setelah
alkalosis respiratorik. Hipoksemia yang bahkan tidak bisa dikoreksi dengan O 2100%. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi. 1.
Pengkajian
Selalu menggunakan pendekatan ABCDE. Airway
yakinkan kepatenan jalan napas
berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
Breathing
kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan
kaji saturasi oksigen
periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis
berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
periksa foto thorak
Circulation kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
periksa waktu pengisian kapiler
pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
pasang kateter
lakukan pemeriksaan darah lengkap
siapkan untuk pemeriksaan kultur
catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 36oC
siapkan pemeriksaan urin dan sputum
berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU. Exposure Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya. Tanda ancaman terhadap kehidupan Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut: Penurunan fungsi ginjal
Penurunan fungsi jantung
Hyposia
Asidosis
Gangguan pembekuan
Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema pulmonal. 1.
MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNCUL Penurunan kardiak output berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan preload, ketidak efektifan kontraktilitas otot jantung, deficit volume cairan.
Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan kardiak output yang tidak mencukupi.
Deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakefektifan ventilasi, edema pulmonal.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan.
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolism.
Risiko ketidakseimabangan temperature tubuh behubungan dengan proses infeksi.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kardiak output yang rendah, ketidak mampuan mencukupi metabolism otot rangka, kongesti pulmonal yang menyebabkan hipoksia, dan status nutrisi yang buruk.
Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan dan adanya edema.
ASKEP SEPSIS TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang di derita neonatus dengan gejala si stemik dan terdapat bakteri di dalam darah (perawatan bayi resiko tinggi, penerbit buku kedokteran, Jakarta : EGC) Sepsis adalah mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darahh ( Dorland, 1998) Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan (Muscari, Mary E. 2005) B. PATOFISIOLOGI Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri. Penyebabnya biasanya adalah infeksi bakteri: 1.
Ketuban pecah sebelum waktunya
2.
Perdarahan atau infeksi pada ibu.
3.
Penyebab yang lain karena bakteri virus, dan jamur, yang terserang bakteri,
jenis bakteri bervariasi tergantung tempat dan waktu: 1. Streptococus group B (SGB) 2. Bakteri enterik dari saluran kelamin ibu 3. Virus herpes simplek 4. Enterovirus 5. E. Coli 6. Candida 7. Stafilokokus. 4.
Proses persalinan yang lama dan sulit
5.
Kelahiran kurang bulan
6.
trauma lahir, asfiksia neonatus.
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005) Patogenesis juga dapat terjadi antenatal, intranatal, dan paskanatal yaitu; 1.
Antenatal Terjadi karena adanya faktor resiko, pada saat ant enatal kuman dari ibu setelah melewati
plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang menembus plasenta, antara lain: virus rubella, herpes, influeza, dan masih banyak yang lain. 2.
Intranatal Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadilah amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain saat persalinan, cairan am nion yang sudah terinfeksi oleh bayi sehingga menyebabkan infeksi pada lokasi yang terjadi pada janin melalui kulit bayi saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman.
3. Pascanatal Infeksi yang terjadi sesudah persalinan, umumnya terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim,( misal : melalui alat-alat, penghisap lendir, selang endotrakea, infus, dan lain-lain). Dan infeksi dapat juga terjadi melalui luka umbillikus.
Selain dari faktor patofisiologi ada beberapa faktor yang menyebabkan yaitu : 4. Faktor predisposisi Terdapar berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor tersebut adalah :
a. Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan b.
Perawatan antenatal yang tidak memadai
c.
Ibu menderita eklampsia, diabetes mellitus
d.
Pertolongan persalina yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
e.
Kelahiran kurang bulan, BBLR, dan cacat bawaan.
f.
Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus.
g.
Tidak menerapakan rawat gabung
h.
Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak
i.
Ketuban pecah dini,
MANIFESTASI KLINIS 1. Umum : panas, hipotermi, malas minum, letargi, sklerema 2.
Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3.
Saluran nafas: apnu, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih,
sianosis
4.
Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardi 5.
Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,
pernapasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol 6.
Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan. (Arif,
2000)
Jika tidak segera di tangani dapat mengakibatkan adanya komplikasi yaitu: a.
Dehidrasi
b. Asidosis metabolik c.
Hipoglikemia
d. Anemia, e. Hiperbilirubin f. Meningitis C. PENATALAKSANAAN MEDIS Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metobolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, tidak toksis, dapat menembus sawar darah otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum. - Ampisilin 200 mg/kg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian. - Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian. - Sefalosporin 100 mg/kg BB/hari, dibagai dalam 2 kali pemberian. - Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian. - Eritromisin 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis. - Berikan lingkungan dengan temperatur netral. - Pertahankan kepatenen jalan napas - Observasi tanda-tanda syok septik - Antisipasi masalah potensial seperti dehidrasi/hipoksia
D. TUMBUH KEMBANG Penilaian tumbuh kembang perlu dilakukan untuk menentukan apakah tumbuh kembang seorang anak berjalan normal atau tidak, baik dilihat dari segi medis maupun
statistik. Anak yang sehat akan menunjukan tumbuh kembang yang optimal, apabila diberikan lingkungan bio-fisiko-psikososial yang adekuat. Proses tumbuh kembang merupakan proses yang ber-kesinambungan mulai dari konsepsi sampai dewasa, yang mengikuti pola tertentu yang khas untuk setiap anak. Proses tersebut merupakan proses interaksi yang terus menerus serta rumit antara faktor genetik dan faktor lingkungan biofisiko-psikososial tersebut. Perkembangan mental, gerakan kasar dan halus, emosi, sosial, perilaku dan bicara pada anak balita sangat penting sebagai dasar untuk perkembangan selanjutnya yakni prasekolah, sekolah, akil balik dan remaja. Untuk perkembangan yang baik dibutuhkan: 1. Kesehatan dan gizi yang baik daripada ibu hamil, bayi dan anak prasekolah. 2. Simulasi/ rangsangan yang cukup dalam kualitas dan kuantitas. 3. Keluarga dan KIA-KB mempunyai peran yang penting dalam pembinaan fisik, mental sosial anak balita. Perkembangan anak dari lahir sampai dengan 3 bulan, menurut SKALA YAUMIL-MIMI, yaitu: 1. Belajar mengangkat kepala. 2. Belajar mengikuti obyek dengan matanya. 3. Melihat ke muka orang dengan senyum. 4. Bereaksi terhadap suara/ bunyi. 5. Mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak. 6. Menahan barang yang dipegangnya. 7. Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh.
E. PENGKAJIAN a. Pengakajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data yang perlu dikaji adalah : - Sosial ekonomi - Riwayat perawatan antenatal - Ada/tidaknya ketuban pecah dini - Partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus) - Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi atau tempat lain - Riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll) - Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pe rnah menderita penyakit infeksi (mis, taksoplasmosis, rubeola, toksemia gravidarum dan amnionitis) b. Pada pengkajian fisik ada yang akan ditemukan meliputi : - Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama) - Tidak mau minum/reflek menghisap lemah - Regurgitasi - Peka rangsang
- Pucat - Hipotoni - Hiporefleksi - Gerakan putar mata - BB berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis - Sianosis - Gejala traktus gastro intestinal (muntah, distensi abdomen atau diare) - Hipotermi - Pernapasan mendengkur bardipnea atau apneu - Kulit lembab dan dingin - Pucat - Pengisian kembali kapiler lambat - Hipotensi - Dehidrasi - Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula dengan lesi atau herpes. c.
Riwayat tumbuh kembang
Anamnesis riwayat inkontipabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat yang di berikan ibu seelama hamil/ persalinan.
Riwayat neonatal ada ikterik yang tampak, bayi menderita sindrom gawat nafas, hepatitis neonatal, sianosis, infeksi pasca natal.
Riwayat imunisasi
d. Riwayat Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah : - Bilirubin - Kadar gular darah serum - Protein aktif C - Imunogloblin IgM - Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung, umbilikus, telinga, pus dari lesi, feces dan urine. - Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi dan jumlah leukosit.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Hipertermi b.d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dehidrasi, peningkatan metabolisme. 2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b.d hipovolemia. 3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kebocoran cairan ke dalam intersisial. 4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d terganggunya pengiriman oksigen ke dalam jaringan. 5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d minum sedikit atau intoleran terhadap minuman 6. Gangguan pola nafas b.d apnea
7. Koping individu tidak efektif b.d kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi.
G. RENCANA KEPERAWATAN 1. Hipertermi b.d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur, dehidrasi, peningkatan metabolisme. Tujuan/ kriteria hasil : Suhu tubuh dalam keadaan normal ( 36,5-37 ) Intervensi :
Pantau suhu pasien R : suhu 38,9 -41,1 derajad celcius menunjukkkan proses penyakit infeksius a kut
Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen sesuai indikasi R : suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol R : membantu mengurangi demam
Kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya aspirin, asetaminofen R : mengurangi demem dengan aksi sentral pada hipotalamus
2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b.d hipovolemia. Tujuan/ kriteria hasil : mempertahankan perfusi jaringan Intervensi :
Pertahankan tirah baring R: menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen
Pantau perubahan pada tekanan darah R: hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah
Pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmia R: disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia
Kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas R: peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-ef ek langsung endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak
Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal Kaji perubahan warna kulit,suhu, kelembapan R: mengetahui status syok yang berlanjut
Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral R: mempertahankan perfusi jaringan
Kolaborasi dalam pemberian obat R: mempercepat proses penyembuhan
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kebocoran cairan ke dalam intersisial. Tujuan/ kriteria hasil : terpenuhinya kebutuhan cairan di dalam tubuh. Intervensi :
Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya R: penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal serta menyebabkan hipovolemia
Pantau tekanan darah dan denyut jantung R: pengurangan dalam sirkulasi volum cairan dapat mengurangi tekanan darah
Kaji membrane mukosa R: hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi
Kolaborasi dalam pemberian cairan IV misalnya kristaloid R: cairan dapat mengatasi hipovolemia
4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d terganggunya pengiriman oksigen ke dalam jaringan. Tujuan /Kriteria hasil : terpenuhinya oksigen dalam tubuh Intervensi :
Pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi fowler R: meningkatkan ekspansi paru-paru
Pantau frekuensi dan kedalaman jalan nafas R: pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan sirkulasi endotoksin
Auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, mengi R: kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari kongesti pulmona/ edema intersisial
Catat adanya sianosis sirkumoral R: menunjukkna oksigen sistemik tidak adequate
Selidiki perubahan pada sensorium R: fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenisasi Sering ubah posisi R: mengurangi ketidakseimbangan ventilasi
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d minum sedikit atau intoleran terhadap minuman Tujuan/ kriteria hasil : memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat badan bayi tidak tujuan, menunjukkan kenaikan berat badan. Intervensi :
Kaji intoleran terhadap minuman
Hitung kebutuhan minum bayi
Ukur masukan dan keluaran
Timbang berat badan setiap hari
Catat perilaku makan dan aktivitas secara akurat
Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan
Ukur berat jenis urine
Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi
Pantai distensi abdomen (residu lambung)
6. Gangguan pola nafas b.d apnea Tujuan : mengatur dan membantu usaha bernpaas dan kecukupan oksigen. Kriteria Hasil : frekuensi pernapasan normal, tidak mengalami apneu. Intervensi Keperawatan :
Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping hidung, gunting,sianosis, ronki kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik.
Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui takikardia atau bradikardia dan perubahan tekanan darah.
Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan kadar T1O2 yang rendah untuk menjaga pengeluaran energi dan panas. Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik.
Isap lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati. Amati gas darah yang ada atau pantau tingkat analisis gas darah sesuai kebutuhan.
Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang berlebihan.
7. Koping individu tidak efektif b.d kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi. Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan koping saat krisis. Kriteria hasil : koping individu adekuat. Intervensi keperawatan :
Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan mekanisme koping Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit ba yi, penyebab infeksi, lama
perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi. Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang dicapai, perawatan
selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi. Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan untuk merawat bayi.
H. PELAKSANAAN KEPERAWATAN 1. Mempertahankan tirah baring, membantu aktivitas perawatan.
2. Memantau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi,dan perubahan pada tekanan denyut. 3. Memantau frekuensi dan irama jantung. 4. Mengkaji frekuensi pernafasan, kedalaman, dan kualitas. 5. Memantau suhu anak. 6. Mencatat pemasukan dan pengeluaran urin. 7. Memantau pemeriksaan laboratorium. 8. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung tangan steril untuk mengurangi terjadinya infeksi nosokomial.
I.
EVALUASI KEPERAWATAN 1. Suhu kembali normal. 2. Berat badan meningkat. 3. Perfusi jaringan normal, tidak mengalami dispnea dan sianosis. 4. Tidak terjadi infeksi nosokomial. DAFTAR PUSTAKA Perawatan bayi resiko tinggi, Jakarta : EGC 2000
Wong L, Donna, Buku Ajar Keperawatan Peditrik. Jakarta: EGC, 2009 Carpenito, Lynda Jual, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC