BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kemajuan dalam bidang industri sampai sekarang telah menghasilkan sekitar 70.000 jenis bahan berupa logam, kimia, pelarut, plastik, karet, pestisida, gas, dan sebagainya yang digunakan secara umum dalam kehidupan sehari-hari dan memberikan kenyaman dan kemudahan bagi penduduk di seluruh dunia. Namun di lain pihak, bahan-bahan tersebut menimbulkan berbagai dampak seperti cedera dan penyakit. Cedera akibat kerja dapat bersifat
ergonomik,
ortopedik,
fisik,
mengenai
mata,
telinga
dan
lainnya.Penyakit-penyakit akibat pajanan di lingkungan kerja dapat berupa toksik, infeksi, kanker, gangguan hati, saraf, alat reproduksi, kardiovaskular, kulit dan saluran napas. Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut International Labor Organization(ILO), setiap hari terjadi 1.1 juta kematian yang disebakan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Dari data ILO tahun 1999, penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan paling banyak disebabkan oleh kanker 34%.Sisanya terdapat kecelakaan sebanyak 25 %, penyakit saluran pernapasaan 21%, dan penyakit kardiovaskuler 15%.Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa penyakit saluran pernapasaan menempati peringkat ketiga. Sebagai tenaga kesehatan, termasuk perawat harus melakukan pengkajian terhadap pasien dan apakah ada hubungan antara penyakit yang diderita pasien dengan pekerjaan mereka.Sehingga dapat ditentukan perencanaan serta intervensi yang tepat untuk pasien agar hasil yang diperoleh dapat maksimal dan benar-benar bermanfaat untuk pasien.
1
1.2 Tujuan a. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan silikosis dan asbestosis. b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui patofisiologi silikosis dan asbestosis. 2. Mengetahui mekanisme klinis silikosis dan asbestosis. 3. Mengetahui pemeriksaan dignostik pada silikosis dan asbestosis. 4. Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan silikosis dan asbestosis
2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. SILIKOSIS a. Definisi
Pada saat orang menarik nafas, udara yang mengandung partikel akan terhirup ke dalam paru-paru. Ukuran partikel (debu) yal9ng masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut.
Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan tertahan di saluran nafas bagian atas,
Partikel berukuran 3 sampai 5 mikron akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah.
Partikel yang berukuran lebih kecil yaitu 1 sampai 3 mikron, akan masuk ke dalam kantung kantung udara paru-paru kemudian menempel pada alveoli.
Partikel yang lebih kecil lagi yaitu kurang dari 1 mikron, akan ikut keluar saat nafas dihembuskan.
Silikosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan akibat menghirup debu silika, yang menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru. Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami mengala mi masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silikosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak. (RS Persahabatan,2002)
3
Terdapat 3 jenis silikosis menurut RS Persahabatan, 2002 : 1. Silikosis kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika dalam jangka panjang (lebih dari 20 tahun). tahun).
Nodul-nodul
peradangan kronis dan jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah bening dada. 2. Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih banyak selama waktu yang yang lebih pendek (4-8 tahun). tahun). Peradangan, pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat. 3. Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam waktu waktu yang lebih pendek.
Paru-paru sangat
meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul sesak nafas yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah. Pada silikosis simplek dan akselerata bisa terjadi fibrosif masif progresif. Fibrosis ini terjadi akibat pembentukan jaringan parut dan menyebabkan kerusakan pada struktur paru yang normal. b. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juga banyak terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara. Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika bebas SiO 2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama – bersama – sama sama dengan partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.
4
Silika merupakan unsur unsur utama dari pasir, sehingga sehingga pemaparan biasanya biasanya terjadi pada: 1. Buruh tambang logam 2. Pekerja pemotong batu dan granit 3. Pekerja pengecoran logam 4. Pembuat tembikar. 5. Keluarga pekerja asbes akibat terpaparnya debu dari baju pekerja c. Manifestasi Klinis
Penyakit silikosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada silikosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati. Bila penyakit silikosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung. Gejala tambahan yang mungkin ditemukan, terutama pada silikosis akut:
Demam
Batuk
Penurunan berat badan
Gangguan pernafasan yang berat.
Komplikasi :
Bronkitis
Emphysenic(kembang paru-paru)
Kegagalan jantung berfungsi
5
d. Patofisiologi
Partikel-partikel silika yang berukuran 0.5-5 µm bila terhirup akan tertahan di alveolus dan sel pembersih (makrofag) akan mencernanya. Banyak dari partikel ini dibuang bersama sputum sedangkan yang lain masuk ke dalam aliran limfatik paru-paru, kemudian mereka ke kelenjar limfatik. Enzim yang dihasilkan oleh sel pembersih menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada paru-paru. Pada kelenjar, makrofag itu kemudian berintregasi, meninggalkan partikel silika yang akan menyebabkan dampak lebih luas. Kelenjar itu menstimulasi pembentukan bundel-bundel nodular dari jaringan parut dengan ukuran mikroskopik, semakin lama semakin banyak pula nodul yang terbentuk, mereka kemudian bergabung menjadi nodul yang lebih besar yang kemudian akan merusak jalur normal cairan limfatik melalui kelenjar limfe. Ketika ini terjadi, jalan lintasan yang lebih jauh dari sel yang telah tercemar oleh silika akan masuk ke jaringan limfe paru-paru. Sekarang, antibodi baru di dalam pembuluh pembuluh limfatik bertindak sebagai sebagai gudang untuk selsel yang telah tercemar oleh debu, dan parut nodular terbentuk terbentuk pada lokasi ini juga. Kemudian, nodul-nodul ini akan semakin menyebar menyebar dalam paru-paru. Gabungan dari nodul-nodul itu kemudian secara berangsur-angsur menghasilkan bentuk yang mirip dengan masa besar tumor. Sepertinya, silika juga menyebabkan menyempitnya saluran bronchial yang merupakan sebab utama dari dyspnea. dyspnea. Jika penderita silikosis terpapar oleh organisme penyebab tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis) penderita silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih besar untuk menderita tuberkulosis. Biasanya gejala timbul setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada peledakan pasir, pembuatan terowogan dan pembuatan alat pengampelas sabun, dimana kadar silika yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam waktu kurang dari 10 tahun. tahun.
6
e. Pemeriksaan Penunjang
Biasanya akan ditanyakan secara terperinci mengenai jenis pekerjaan, hobi dan aktivitas lainnya yang kemungkinan besar merupakan sumber pemaparan silika. Pemeriksaan yang dilakukan: 1. Rontgen dada (terlihat gambaran pola nodul dan jaringan parut). Foto toraks berguna dalam mendeteksi dan memantau respon paru untuk debu mineral, logam tertentu, dan debu organik mampu mendorong pneumonitis hipersensitivitas. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) International
Klasifikasi
Radiografi
dari
Pneumoconioses
mengklasifikasikan radiografi dada sesuai dengan sifat dan ukuran dan kekeruhan melihat sejauh mana keterlibatan parenkim tersebut. Secara umum, kekeruhan linier terlihat di asbestosis. (Harrison , 2008) 2. Tes fungsi paru Banyak debu mineral menghasilkan perubahan karakteristik dalam mekanisme pernapasan dan volume paru-paru yang secara jelas menunjukkan pola restriktif. Demikian pula, pemaparan debu organik atau bahan kimia dapat menyebabkan asma kerja atau PPOK. Pengukuran perubahan volume ekspirasi paksa (FEV1) sebelum dan setelah shift kerja kerj a dapat digunakan untuk mendeteksi respon bronchoconstrictive bronchoconstrictive atau peradangan akut. (Harrison, 2008) f. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan khusus untuk silikosis. Untuk mencegah semakin memburuknya penyakit, sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan.Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi infeksi, bisa diberikan diberikan antibiotik.Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silikosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit saluran 7
pernapasan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantauan riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu – sewaktu – waktu waktu diperlukan. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:
Membatasi pemaparan terhadap silika
Berhenti merokok
Menjalani tes kulit untuk TBC secara rutin.
Penderita silikosis memiliki resiko tinggi menderita tuberkulosis tuberkulosis (TBC), sehingga dianjurkan untuk menjalani tes kulit secara rutin setiap tahun. . Silika diduga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC. Jika hasilnya positif, diberikan obat anti TBC. B. ASBESTOSIS a. Definisi
Asbestosis Asbestosis merupakan penyakit kronis progesif, Penyakit ini disebabkan oleh udara yang mengandung debu asbes. Umumnya debu masuk kedalam paru-paru pada saat kita menarik nafas. Hal ini tergantung pada ukuran debu yang terhirup. Semakin kecil ukuran debu yang masuk melalui saluran pernapasan, maka semakin besar pula resiko terjadinya penimbunan debu dalam paru-paru. Debu dikelompokan menjadi tiga yaitu debu organik seperti debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dll, debu mineral yaitu debu yang merupakan senyawa komplek seperti SiO2, SiO3, dan arangbatu, arangbatu, dan debu metal yaitu debu yang mengandung unsur logam. Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Debu dengan ukuran 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan atas, 3-5 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah, 1-3 mikron akan sampai di permukaan alveoli, 0,5-1 mikron hinggap di permukaan
8
alveoli/selaput lender sehingga menyebabkan fibrosis paru, sedangkan 0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli.(RS Harapan, 2002). Asbestosis disebabkan oleh debu asbes dengan masa latennya 10-20 tahun. Asbes adalah campuran berbagai silikat yang terpenting adalah campuran magnesium. Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru, mempengaruhi parenkim parenkim jaringan dari paru-paru, menjadi jaringan parut. Menghirup asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura. It occurs after long-term, heavy exposure to asbestos , eg in mining , and is therefore regarded re garded as an occupational lung disease . Ini terjadi setelah jangka panjang, paparan berat asbes, misalnya di pertambangan.Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Asbestos is a mineral that can be woven like wool. Asbes adalah mineral yang dapat dijalin seperti wol dan merupakan produk alam mineral yang diketahui tahan terhadap panas dan korosi, tidak meneruskan arus listrik, tahan terhadap asam kuat, serta merupakan serat yang kuat dan fleksibel, mudah dijalin bersama-sama dan digunakan secara luas di dalam bangunan dan pabrik-pabrik industri. Some of its more common uses were in pipe and duct insulation, fire-retardant materials, brake and clutch linings, cement, and some vinyl floor tiles. Terdapat beberapa jenis kristal debu asbestosis :
Chrysotile
Crocidolite
Anthrophylite
Tremolite
Actinolite
Yang paling banyak digunakan adalah asbestos golongan chrysotile, karena seratnya panjang dan paling kuat. Pada kelompok amphibole serat lebih pendek namun lebih stabil secara kimiawi dan lebih tahan terhadap asam. Bersifat fibrogenik terhadap paru lebih kuat dibanding silika, karsinogenik.
9
Di dalam paru banyak terdapat “asbestos bodies” yaitu serat asbestos yang dilapisi bahan protein. Sering serat asbestos harus dipisahkan dengan tangan, sehingga terjadi papel kecil-kecil pada jari-jari tangan seperti duri, disebut duri asbestos. Terjadi juga fibrosis interstisialis, penebalan dan perlekatan pleura, fibrosis peritoneal. Paru menjadi kaku karena terdapat klasifikasi pada pleura dan dapat pula dijumpai keganasan Ca bronkogenik dan mesothelioma. Mesothelioma adalah tipe kanker pleura yang jarang. Peningkatan insidensi mesotelioma dihubungkan dengan inhalasi serat asbestos di lingkungan kerja. Walaupun gejala awalnya sedikit, mesotelioma dapat disembuhkan jika berhasil terdiagnosis. t erdiagnosis. Waktu antara paparan asbestos as bestos pertama dan kemunculan tanda-tanda tumor beragam mulai dari 20 sampai 50 tahun, khusus mesotelioma. Kenaikan angka insidensi mesotelioma juga tampak pada penduduk yang walaupun tidak terpapar secara okupasional, tinggalnya serumah dengan pekerja asbestos atau tinggal di sekitar sumber emisi asbestos. Walaupun asbestos tidak lagi dipakai sebagai penyekat, zat ini masih menjadi sorotan karena adanya bahaya yang berasal dari bangunan yang sekatnya menggunakan asbestos b. Etiologi
Asbestosis disebabkan oleh terhirupnya serat asbes (panjang 50 mikron atau lebih dan diameter 0,5 mikron atau kurang), oleh serat asbes, dimana serat asbes sukar untuk dihancurkan, bahkan oleh makrofag. Ketika makrofag mencoba untuk mencernakan serat asbes, sering mengalami kegagalan sebab seratnya terlalu kuat dan ikatan rantainya sangat kuat untuk diuraikan. Faktor resiko terjadinya asbestosis adalah: 1. Orang-orang yang bekerja di industri pengelolaan, pertambangan, penenunan, pemintalan asbes dan reparasi tekstil dengan produk-produk yang mengandung asbes. 2. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes terjadi dari partikel yang terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja
10
3. Perokok tembakau lebih cenderung menderita penyakit yang berhubungan dengan asbes dibandingkan non-perokok. Life expectancy is also shorter among smokers than non-smokers. Asbestos workers who stop smoking, can within 5-10 years reduce their risk of dying with lung cancer by about one half to one third that of their colleagues who continue to smoke. Harapan hidup perokok lebih pendek dibandingkan non-perokok. Asbestos pekerja yang berhenti merokok, dalam 5-10 tahun dapat mengurangi risiko kematian kanker paru-paru oleh sekitar satu setengah sampai satu sepertiga dari rekan-rekan mereka yang terus merokok. c. Manifestasi Klinis
Gejala asbestosis muncul secara bertahap dan baru muncul setelah terbentuknya jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru kehilangan elastisitasnya. Gejala pertama adalah sesak nafas ringan dan berkurangnya kemampuan untuk melakukan gerak badan juga ditandai dengan batuk kering. Sekitar 15% penderita, akan mengalami sesak nafas yang berat dan mengalami kegagalan pernafasan. Berlangsung Berlangsung sebagai penyakit paru- paru dan kerusakan meningkat, sesak nafas terjadi walaupun pada pasien istirahat. Perokok berat dengan bronkitis kronis dan asbestosis, akan menderita batuk-batuk dan sesak napas. Menghirup serat asbes kadang-kadang dapat menyebabkan terkumpulnya cairan pada ruang antara kedua selaput yang melapisi paru-paru. Keluhan dan gejala timbulnya sangat lambat, membutuhkan waktu 7-10 tahun. Terutama sesak nafas bila melakukan aktifitas. Batuk non produktif, lebih sering dan lebih hebat dibanding silikosis. Bila terjadi batuk darah biasanya sudah ada neoplasma paru. Nyeri dada retrosternal, berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pada fase dini biasanya belum dijumpai kelainan selain adanya benda asbestos didalam dahak pekerja (2 bulan). Pada fase lanjut didapatkan sianosis dan jari tabuh. Jari tabuh umumnya dihubungkan dengan
11
penyakit yang lanjut. Bila ada pada pekerja dengan kelainan fibrosis interstisialis yang ringan maka lebih banyak dihubungkan dengan kanker paru. Gerak pernafasan menurun, simetris, tanda-tanda fibrosis hebat. Sianosis akan bertambah hebat apabila melakukan kegiatan fisik, bisa juga didapatkan suara mengi. Dapat terdengar ronkhi (pada akhir inspirasi atau selama inspirasi) dibasal paru, terjadi pada > 60% penderita dengan asbestosis. Ronkhi ini tergantung pada dosis paparan dan dapat terjadi pada x-foto toraks normal. Pada asbestosis risiko terjadinya tuberculosis paru tidak didapatkan, tetapi disini
didapatkan
risiko
kanker
paru
lebih
besar.
Risiko
terjadinya
mesothelioma atau penebalan pleura sangat besar. Kelainan kuku atau clubbing of fingers fingers (bentuk jari-jari tangan yang menyerupai tabuh genderang) juga dapat terjadi. d. Patofisiologi
Asbestosis disebabkan oleh inhalasi jangka panjang dari serat asbes. People with occupational exposure to the mining, manufacturing, handling or removal of asbestos are at risk of developing asbestosis. There is an increased risk of lung cancer and mesothelioma associated with asbestosis.Terdapat peningkatan risiko kanker paru-paru dan mesothelioma terkait dengan asbestosis. The risk is related to the total dose of asbestos received and the duration of asbestos exposure. Biasanya mikroorganisme, debu, dan partikel asing lainnya yang ada di udara saat kita bernafas akan disaring oleh rambutrambut hidung, sehingga menimbulkan reflek batuk. Sedangkan partikel asbes (amphiboles) amphiboles) panjang, sangat tipis, ringan, dan mikroskopis yang masuk ke hidung, tidak dapat disaring oleh rambut-rambut hidung, menyebabkan partikel asbes dapat masuk ke saluran pernapasan Occupational exposure is the most common cause of asbestosis, but the condition also Ketika memasuki saluran pernapasan, partikel ini masuk ke dalam paru-paru kesalah satu alveoli dari 300 juta gas yang ada dan melakukan pertukaran pertukaran gas.
12
Setiap alveolus memiliki banyak sel-sel pembersih yang disebut macrophages menelan macrophages menelan partikel apapun yang dibuat ke bawah alveoli. Alveoli have very thin, elastic walls that allow an exchange of gases vital to your health - oxygen flows from the alveoli into your bloodstream to nourish your body, and carbon dioxide waste flows from your bloodstream into the alveoli and on into your bronchi to be expelled.Alveoli yang sangat tipis dan elastis yang memungkinkan pertukaran gas yang penting untuk kesehatan. Oksigen mengalir dari alveoli ke dalam darah untuk memelihara tubuh, dan karbon dioksida mengalir dari darah ke alveoli dan ke bronchi untuk dibuang. Asbestos fibers can easily flake off and are small enough to be inhaled deep into the lungs.Serat asbes dapat dengan mudah mengelupas dan cukup kecil untuk terhirup masuk ke dalam paru-paru. When they are inhaled into the lungs, the lungs’ defense cells try to destroy the asbestos fibers, but the body's defense mechanisms cannot break down asbestos.Apabila mereka terhirup ke dalam paru-paru, dan serat tersebut mencapai alveoli (kantung udara) dalam paru-paru, di mana oksigen dipindahkan ke dalam darah, benda asing (asbes serat) menyebabkan aktivasi dari paru-paru. Sel pertahanan paru-paru mencoba merusak serat asbes, tetapi mekanisme pertahanan
tubuh
tidak
dapat
menghancurkan
asbes,
bahkan
untuk
macrophage. Macrophage berusaha untuk menelan sebuah serat asbes, ia sering gagal karena serat yang terlalu panjang. Dalam prose macrophage tersebut mengeluarkan zat untuk menghancurkan benda asing, tetapi juga dapat membahayakan alveoli. Hal ini menyebabkan terjadinya perlukaan di alveoli dan membentuk jaringan parut disebut sebagai proses fibrosis. Kemudian serat asbes yang tidk dapat tersaring tetap berada di dalam dan menyebabkan radang paru-paru dan jaringan parut. Jaringan paru menyebabkan dinding alveolar menebal dapat mengurangi elastisitas dan kemampuan mereka untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Sehingga, terjadi penurunan kapasitas paru-paru, pertukaran oksigen berkurang, dan akan terasa semakin kekurangan nafas. Lebih dari 50% orang yang terkea dengan mengembangkan asbestosis plak di pleura parietal, di
13
dalam ruang antara dinding dada dan paru-paru. Pasien datang dengan inspirasi kering crackles, clubbing finger, dan pola fibrotik menyebar di bagian bawah lobus paru-paru yang merupakan tempat paling sering terserang asbestosis. e. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologis Penderita dapat mengalami sesak nafas tanpa adanya kelainan radiologis. Didapatkan infiltrat halus tersebar difus, lokasi kelainan pada umumnya didaerah lateral dan basal. Pada lapangan paru bawah bilateral terdapat bercak-bercak bercak- bercak nodular. Pada fase lanjut infiltrat makin banyak dan luas. Bila penyakit bertambah berat batas infiltrat makin tidak jelas dan jantung membesar. Bila ada penyulit maka akan didapatkan gambaran tumor paru, pelebaran pleura, ektasis dengan gambaran sarang lebah, cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan CTscan meningkatkan diagnostik dengan mendeteksi perubahan pada pleura dan parenkim yang tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiologis biasa. 2. Tes fungsi paru dengan a. Oximetry Evaluasi oksigenasi penting sebab hypoxemia yang belum dikoreksi akan menyebabkan hipertensi yang berkenaan dengan paru-paru dan dapat mendorong kearah kor pulmonal . terutama oximetry dilakukan pada saat istirahat dan selama latihan (misalnya, 6-menit tes berjalan).
14
b. Spirometri Gambaran spirometri yang khas adalah penurunan kavasitas vital dan kapasitas paru total,volume residu biasanya normal atau sedikit menurun
serta
penurunan
kapasitas
difusi.Dalam
mendeteksi
kelainan ini secara dini maka kita harus mengamati adanya penurunan kapasitas vital dan kapasitas difusi c. Bilas Bronkoalveolar Merupakan indikator aktivitas penyakit (alveolitis). Cairan bilas bronkoalveolar normal mengandung 90% macrophage,10% limfosit dan sesekali neutrofil. d. Pemeriksaan darah Gas darah arteri (ABG) digunakan untuk mendeteksi penurunan oksigen
dalam
darah
yang
berhubungan
dengan
perubahan
pernapasan yang terkait te rkait dengan penyakit pen yakit yang berhubungan b erhubungan dengan asbes. Nilai normal BGA (Blood Gas Analysa) adalah PCO2 :3545mmHg, PO2 : 80 – 100 mmHg, pH : 7,35 – 7,45. Pada klien dengan asbestosis analisis gas darah arteri menunjukkan
❑ Partial
pressure of arterial oxygen — decrtekanan parsial oksigen arteri menurun dan
❑Partial
pressure of arterial carbon dioxide — dioxide — low low due
to hyperventilationtekanan parsial karbon dioksida arteri rendah karena hiperventilasi. f.
Penatalaksanaan
Tidak ada obat yang tersedia.Menghentikan paparan asbes lebih lanjut ditunjukkan. Maka dilakukan perawatan yang bertujuan untuk membantu pasien dapat bernapas dengan mudah, mencegah infeksi pernapasan, dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Pengguanaan antibiotik dimaksudkan untuk menyerang infeksi. Aspirin atau Acetominophen(Tylenol) dapat membebaskan 15
ketidaknyaman dan bronchodilators oral atau inhalasi dan melebarkan saluran napas.Dapat diberikan obat semprot untuk mengencerkan lendir. Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang lendir atau dahak dari paru-paru paru-paru melalui prosedur postural drainase. Bila asbestosis sudah memasuki stadium mesotelioma maka belum ada terapi yang berhasil meningkatkan kesembuhan
16
g. WOC (Web of Caution)
WOC ASKEP ASBESTOSIS Serat asbes 1-3 mikron masuk
Masuk ke alveoli
ke saluran pernapasan
SiO2
Sel pertahanan mencoba
SiO3
Terjadi radang dan
merusak serat asbes melalui makrofag
membentuk jaringan parut
Arangbatu
Mesothelioma Asbestosis Ca. Bronkogenik
B1 breath
Dinding
B2. Blood
B6 Bone
B5 bowel
Jar. parut Elastisitas
alveolar
Perasaan
Paru-paru tdk dpt
tidak nyaman
berkembang
Nafsu makan
Energi yang
menurun
digunakan untuk
menebal Sesak Nafas
elastisitas↓ difusi gas↓
respirasi meningkat
Kadar O2 di jaringan
Intake nutrisi menurun
Gangguan difusi
Ggn Perfusi Jaringan
Kelemahan fisik
Metabolisme
MK: Perubahan MK: gangguan
Kelemahan/ Keletihan
pertukaran gas
nutrisi kurang dari
MK: Intoleransi
kebutuhan tubuh
aktifitas
Intoleransi aktifitas 17
Partikel silika terinhalasi
WOC ASKEP SILIKOSIS
Silika tertahan di alveolus
Sel pembersih (makrofag) akan mencernanya
Makrofag menghasilkan enzim sebagai mekanisme pertahanan
Terbentuknya jaringan parut pada paru
Paru tercemar silika
SILIKOSIS
Breath (B1)
Menyempitnya
Blood (B2)
Reaksi sistemik silika
saluran bronchial
Bowel (B5)
Bone (B6)
Elastisitas paru
Perasaan tidak nyaman
Metabolisme dispnea
Paru-paru tidak dapat mengem bang
Nafsu makan MK : Hipertermi
Elastisitas paru
Intake nutrsi
Energi yang digunakan untuk respirasi meningkat
Difusi gas
MK : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kelemahan fisik
MK : Gangguan pertukaran gas
MK : Intoleransi aktivitas
Anoreksia
18
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
SILIKOSIS DAN ASBESTOSIS
a. Pengkajian
1. Identitas pasien Silikosis dan asbestosis lebih sering diderita oleh kalangan pekerja bangunan atau yang sering seri ng berhubungan dengan asbes as bes yang sebagian besar dilakukan oleh pria sehingga lebih sering menyerang pria dibanding wanita. 2. Riwayat Penyakit Sekarang Klien sesak saat bernafas, batuk, keluhan nyeri dada, peningkatan frekuensi peningkatan, lemas, nyeri kepala. 3. Keluhan utama Pada klien dengan asbestosis akan mengeluh sesak, batuk, demam 4. Riwayat Penyakit dahulu Perlu ditanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala luka tenggorok, bersin demam ringan. 5. Riwayat penyakit keluarga Umumnya klien dengan silikosis tidak memiliki penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit ini
6. Riwayat Psikososial 19
Perawat perlu memperoleh memperoleh persepsi yang jelas mengenai perasaan, status emosi, dan perilaku klien. klien sering merasa cemas akibat nyeri yang kronis dan mengisolasi diri karena penyaklit yang diderita. b. Pemeriksaan Fisik:
1. B1 (Breath) : sesak napas, Nyeri saat bernafas akibat adanya jaringan parut di alveoli, RR menurun, adanya penggunaan penggunaan otot bantu pernafasan inspirasi, hipoksia 2. B2 (Blood) : cyanosis, hypoxia, denyut jantung meningkat, TD meningkat, tachycardi 3. B3 (Brain) : dizziness, cemas, penurunan kesadaran 4. B4 (Bladder) : 5. B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun, Pasien lemah 6. B6 (Bone): malaise c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan
laboratorium,
biasanya
didapatkan
leukosit
15.000-
40.000/mm³, biakan sputum, darah, bila perlu cairan efusi pleura. 2. Pemeriksaan radiologis, sebaiknya gunakan foto thoraks posterior-anterior dan lateral. Pada lapangan paru bawah bilateral terdapat bercak-bercak nodular. Hasil diagnosa asbestosis dibangun atas 3 tahap : 1. Riwayat ekspose. 2. Bukti fibrosis dari radiografi (misalnya, HRCT), dan ditemukannya gangguan fungsi paru-paru dengan atau tanpa bukti histologi (serat asbes di dalam bronchoalveolar, cairan atau fibrosis pada biopsi jaringan paru paru). 3. Tidak adanya penyebab lain yang menyebabkan fibrosis interstitial. e. Diagnosa Keperawatan
20
1
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
NOC :
NIC :
*Respiratpry Status AirwayPatency
Airway Suction
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas Batasan karakteristik :
*Batuk yang tidak efektif *Dispnea *Gelisah *Kesulitan verballisasi *Mata terbuka lebar *Penurunan bunyi nafas *Perubahan frekw nafas *Sianosis *Sputum dalam jumlah lebih
-Pastikan kebutuhan oral/tracheal oral/tracheal suctioning Kriteria Hasil : a. Suara nafas normal (vesikuler) b. RR normal c. Secara verbal tidak ada keluhan sesak d. Disonea (-) e. Sianosis (-) f. Batuk (-) g. Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas
-Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction -Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan -Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi memfasilitasi suction -Monitor status oksigen Airway Management
-Buka jalan nafas, gunakan tehnik Chin lift atau jaw thrus bila perlu -Posisikan pasien untuk mengoptimalkan mengoptimalkan ventilasi
Faktor yang berhubungan :
-Identifikasi pasien perlunya pemasangan pemasangan alat jalan nafas nafas buatan
*Adanya jalan nafas buatan *Benda asing dalam jalan nafas *Eksudat dalam alveoli *Ekskresi yang tertahan *Spasme jalan nafas
-Keluarkan secret dengan batuk ataupun suction -Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara nafas tambahan -Atur intake untuk jalan nafas mengoptimalkan keseimbangan
2
Gangguan Pertukaran gas
Definisi : Kelebihan atau defisit oksigenasi dan/ atau eleminasi karbondioksida pada membran alveolar-
NOC :
*Respiratory status gas exchange *Respiratory status ventilation *Vital sign status
-Monitor respirasi dan status O2 NIC : -Buka jalan nafas, gunakan tehnik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil :
-Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
a. Keluhan dispnea berkurang
-Identifikasi pasien perlunya
21
kapiler Batasan Karakteristik :
b. Denyut nadi normal dan irama pemasangan pemasangan alat jalan nafas nafas nadi reguler buatan c. Kesadaran penuh d. Hasil analisis gas darah -Keluarkan secret dengan batuk normal ataupun suction
*Diaforesis *Dispnea *Gas darah arteri abnormal *Gelisah *Hiperkapnia *Hipoksia *Iritabilitas *Nafas cuping hidung *Penurunan karbondioksida *Pola pernafasan pernafasan abnormal *Sianosis *Somnolen *Takikardi *Warna kulit abnormal abnormal
-Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan -Atur intake untuk jalan nafas mengoptimalkan keseimbangan -Monitor respirasi dan status O2 -Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea
Faktor yang berhubungan :
3
*Keseimbangan ventilasi perfusi *Perubahan membran alveolar-kapiler Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
NOC :food and fluid fluid intake
NIC :1.Nutrition management management
Kriteria Hasil:
Kriteria Hasil:
Definisi : Intake nutrisi
tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh. tubuh.
Adanya peningkatan berat badan sesuai sesuai dengan tujuan Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Tidak ada tanda tanda malnutrisi Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C Berikan substansi gula Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi Kaji kemampuan pasien untuk
22
mendapatkan dibutuhkan
nutrisi
yang
2. Nutrition monitoring Kriteria Hasil:
BB pasien dalam batas normal Monitor adanya penurunan berat badan Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi pigmentasi Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah Monitor mual dan muntah Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar kadar Ht Monitor makanan kesukaan Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva Monitor kalori dan intake nuntrisi Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
23
TINJAUAN KASUS Pengkajian lengkap 1. Biodata
a. Identitas Klien : Nama Umur Suku bangsa Status Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat Tanggal MRS Tanggal pengkajian Diagnosa Medis
: Tn. S : 50 th : Jawa : Menikah : Islam : SMA : Buruh bangunan : Jl. Imam Bonjol IIA : 23 Juni 2016 : 24 Juni 2016 : Pneumokoniosis
b. Keluhan Utama : Tn. S mengatakan batuk dan nafas terasa sesak c. Riwayat Penyakit Sekarang : Tn. S mengatakan sejak kurang Lebih 2 minggu yang lalu pasien mengalami batuk terus menerus dengan disertai dahak dan nafas terasa sangat sesak, Tn. S mengaku sebelum merasakan sakit ini berat badan ideal 60kg tapi sekarang turun hingga 2kg, semenjak merasakan keluhan Tn. S sudah di bawa periksa ke BPS dekat rumah namun tidak kunjung sembuh, setelah itu baru datang di UGD RS Hardjolukito Hardjolukito pada tanggal 23 Juni 2016 dengan pemeriksaan yang di dapat TD : 140/90 140/90 mmHg, Suhu tubuh tubuh : 37, RR : 30x/menit, Nadi 90x/menit, auskultasi suara paru terdengar Ronchi dan Whezzing, nafas dangkal cepat dan disertai batuk yang terus menerus dan terlihat cyanosis d. Riwayat Kesehatan Lalu Tn. S mengatakan 1bulan yang lalu mengalami sesak dan batuk tapi tidak dirasakan e. Riwayat Kesehatan keluarga Tn. S mengatakan tidak ada keluarga keluar ga yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien dan tidak mempunyai riwayat penyakit sesak di keluarganya
24
f. Kesehatan Psikososial Tn. S tampak lemah dan gekisah dan terlihat memegangi dadanya ketika batuk g. Pola Aktifitas dan Nutrisi Sehari-hari Selama Di rumah Aktifitas Makan Minum Mandi Tidur
Porsi 3x1 porsi cukup (habis) 1500-2000ml/hari 2-3x / hari 8-9 jam / hari
Mandiri Dibantu V V V V
Tidak mampu
Mandiri Dibantu V V V V
Tidak mampu
Selama Di Rumah Sakit
Aktifitas Makan Minum Mandi Tidur
Porsi 3x1 (2-3 sendok) 1000-1500 ml/hari 1x / hari (di seka) Sering terbangun
h. Pola Eliminasi Selama di rumah
Selama di Rumah Sakit
Tn. S mengatakan selama di rumah Tn. S tidak pernah bermasalah dengan pola BAK maupun BAB nya Tn. S mengatakan selama di RS Tn. S belum BAB sm sekali dan BAK tetap masih lancar meskipun tidak sebanyak waktu di rumah
i. Pola Spiritual Selama di rumah Selama di Rumah Sakit
Tn. S mengatakan selama di rumah Tn. S selalu beribadah 5 waktu Tn. S mengatakan selama di RS Tn. S tetap berusaha beribadah 5 waktu meski hanya dengan posisi duduk ataupun dengan duduk, Tn. S juga berdoa agar segera sembuh dan pulang agar bisa kembali bekerja seperti semula
25
2. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Tampak lemah TD : 130/90 mmHg Suhu : 37 derajad selsius RR : 30x / menit Nadi : 90x / menit
b. Kepala dan leher a. Rambut : Inspeksi : Rambut pendek dan rapi dan sedikit berubah b. Mata : Inspeksi : Mata simetris, ada reaksi pupil, konjungtiva tidak enemis, sedikit cowong c. Telinga : Inspeksi : Bentuk simetris, tampak bersih d. Hidung : Bersih, lubang hidung simetris e. Mulut : Inspeksi : Bibir simetris, tidak ada lesi, tidak stomatitis, sedikit cyanosis f. Leher : Inspeksi : Tidak ada lesi dan benjolan, terlihat bersih c. Dada Inspeksi : Tidak ada retraksi intercosta Palpasi : Tidak terdapat lesi maupun benjolan, Perkusi : Terdengar sonor Auskultasi : Terdapat suara tambahan Ronkhi dan Whezzing d. Jantung Inspeksi : Tidak terlihat ictus cordis Palpasi : Tidak teraba ictus cordis Perkusi : Terdengar redup Auskultasi : Suara I dan II terdengar Lup dup e. Abdomen Inspeksi : Perut tidak terlihat buncit, bersih, tidak ada lesi, tidak ada tandatanda inflamasi Palpasi : Tidak teraba benjolan, tidak nyeri tekan Perkusi : Terdengar timpani Auskultasi : Bising usus 30x / menit
26
f. Ekstremitas Tidak terdapat lesi maupun teraba benjolan, tidak terdapat patah tulang pada tangan maupun kaki Kekuatan otot
g. B1 (Breath) Nafas sesak, dangkal, dan cepat B2 (Blood) Cyanosis, denyut jantung meningkat > 100x / menit, Takikardi B3 (Brain) Cemas, gelisah B4 (Bladder) B5 (Bowel) Nafsu makan menurun, BB sebelum sakit 58kg, dan sekarang 56kg B6 (Bone) Malaise h. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan DL - Hb : 12 gr/dl - Leukosit : 12.000 /mm3 - Hematokrit : 34,1 - Trombosit : 323.000 - Eritrosit : 5.000.000 2. Analisa Data
No 1
2
Tgl 24 Juni 2016
24 Juni 2016
Analisa data DS : Tn. S mengatakan batuk berdahak dan terasa sangat sesak DO : Batuk disertai dahak Tn. S tampak terlihat lemah dan gelisah Tn. S tampak batuk terus menerus dengan nafas dangkal dan cepat RR : 30x/menit Terdengar suara ronkhi dan whezzing Bibir terlihat cyanosis DS : Tn. S mengatakan batuk yang menyebabkan nafas jadi terasa sesak
Dx Keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Gangguan pertukaran gas
27
3
24 juni 2016
DO : Tn. S terlihat lemah Terlihat nafas cepat dan dangkal TTV : TD : 130/90 mmHg Nadi : 90x / menit RR : 30x / menit Terpasang O2 2lt / menit DS : Tn. S mengatakan tidak nafsu makan semenjak di RS
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
DO : Nasi dari RS terlihat selalu tidak habis Di RS Cuma mau makan 2-3 sendok BB sebelum sakit 60kg, sekarang 58kg Tn. S tampak lemah
3. Intervensi Keperawatan
No 1
2
Tgl Dx Keperawatan 24 Juni Ketidakefektifan 2016 bersihan jalan nafas
24 Juni 2016
Gangguan pertukaran gas
NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat teratasi Kriteria Hasil : - Mendemonstrasikan batuk efektif - Suara nafas bersih - Tidak ada cyanosis - Mampu mengeluarkan dahak / sputum dg efektif - RR normal 24x/menit - Pernafasan teratur tidak dangkal dan cepat Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan pertukaran gas dapat teratasi Kriteria Hasil : - Frekuensi nafas teratur tidak dangkal dan cepat - Pasien tidak mengeluh sesak
NIC - Mengajarkan batuk efektif - Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah batuk efektif - Informasikan pada pasien dan keluarga mengenai batuk efektif - Berikan O2 pada pasien - Monitor status oksigenasi pasien - Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
- Berikan O2 2lt/menit - Monitor frekuensi pernafasan - Auskultasi suara pernafasan - Monitor pergerakan dada dan kesimetrisan
28
3
24 Juni 2016
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- TTV normal - TD : 130/80 mmHg - Nadi : 80x/menit - RR : 24x/menit Setelah dilakukan tindakan keperawatan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi Kriteria Hasil : - Menunjukkan tandatanda nafsu makan meningkat - Ada peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan - Berat badan sesuai dengan tinggi badan - Tidak ada tanda-tanda malnutrisi - Tidak terjadi penurunan berat badan
- Kaji adanya alergi terhadap makanan - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien - Anjurkan pasien untuk menambah intake makanan dan minuman (sedikit tapi sering) - Berikan makanan yang terpilih dari pihak ahli gizi RS - Berikan informasi pada pasien maupun keluarganya tentang kebutuhan nutrisi - Monitor BB pasien - Monitor keadaan lingkungan disekitar pasien selama makan
29
BAB IV KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Pneumokoniosis adalah sekelompok penyakit yang disebabkan oleh inhalasi debu anorganik yang bersifat kronik khususnya di tempat kerja untuk jangka waktu yang lama sehingga disebut penyakit paru kerja karena di dapatkan ketika bekerja di tempat berdebu. Terpapar debu anorganik yang terus menerus menyebabkan akumulasi debu-debu organik pada paru-paru yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis pada paru-paru dan menyebabkan kekakuan sehingga penurunan peregangan paru. Pneumokoniosis di tandai dengan sesak sesa k nafas, batuk kronis, sianosis dan nadi yang cepat sebagai konsekuensi terhadap kekurangan O2.
B. SARAN
Sebaiknya setiap orang dapat berhati-hati dalam bekerja dan melakukan perlindungan diri terhadap keselamatan kerja sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit paru kerja ini(pneumokoniosis), seperti menggunakan masker saat bekerja dan perlindungan perlindungan diri lain sehingga terhindar dari partikel partikel yang dapat mengganggu kesehatan. Dan pihak pemilik industri hendaknya memberikan standar keamaan bagi para pekerjanya untuk meminimalisir kasus penyakit paru kerja ini.
30
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,VHalaman : 626 – 628, 628, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta , 2002 Marilyn
E.
Doenges,
Mary
Frances
Moorhouse, Alice
C.
Geissler,
RencanaAsuhan Keperawatan, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,2002. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi (Konsep Klinis ProsesProsesPenyakit), Edisi 4, Buku 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2000.
31