ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
Di susun oleh:
Septi Rustina
PO.71.20.1.11.077 PO.71.20.1.11.077
Nora Dwi Purwanti
PO.71.20.1.11.057 PO.71.20.1.11.057
Twin Febriyanti SMP
PO.71.20.1.11.087 PO.71.20.1.11.087
Riris Charolina L. Tobing
PO.71.20.1.11.071 PO.71.20.1.11.071
Rini Puspita Sari
PO.71.20.1.11.0 PO.71.20.1.11.0
Tingkat : II / Semester IV Dosen Pembimbing : Ira Kusumawaty,
KEMENTRIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG JURUSAN KEPERAWATAN
2013 i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesikan pembuatan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Perilaku Kekerasan ” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Biostatistik, juga sebagai informasi tambahan bagi mahasiswa mengenai asuhan keperawatan pada apasien dengan perilaku kekerasan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing, yang telah membimbing dan memberi saran serta masukan kepada kami dalam menyusun makalah ini. Selain itu, juga kepada teman-teman yang selalu memberikan dukungannya, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun tetap kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, amin
Palembang, April 2013
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………….........
i
KATA PENGANTAR……...…………………………………………...
ii
DAFTAR ISI……….. …………………………………………………...
iii
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN.......................................................................................... 1 1. Definisi........................ Definisi.............................................. ............................................ ....................................... ................. 1 2. Etiologi………………………………………………………. 1 3. Patofisiologi………………………………………………….. 5 4. Manifestasi Klinik……………………………………………. 6 5. Penatalaksanaan Medis ……………………………………… 8 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN.......................................................................................... 10 1. Pengkajian...................................... Pengkajian............................................................ .......................................... .................... 10 2. Diagnosa Keperawatan………………………………………. 11 3. Intervensi Keperawatan……………………………………… 11 4. Implementasi Keperawatan………………………………….. 15 5. Evaluasi Keperawatan……………………………………….. 15 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
iii 3
16
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
1. DEFINISI
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen : 1995). Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen : 2005). Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 15-25 tahun, orang kota, kulit hitam, atau subgroup dengan budaya kekerasan, peminum alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk : 2008). P erilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang yang ditujukan untuk untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk : 2008). Sedangkan menurut Carpenito 2000, perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain. Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan. li ngkungan.
2. ETIOLOGI
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri, misalnya harga diri rendah, dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
1
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan. Berikut ini ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku kekerasan:
1)
Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) yaitu:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
2
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c) Genetik
Penelitian
membuktikan
adanya
hubungan
langsung
antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik
3
Teori ini menjelaskan menjelaskan tidak
terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresif Agresi f dan tindak t indak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan memberikan arti dalam kehidupannya. kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, dia laminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
4
2)
Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan: a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya. b. Ekspresi dari, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi. c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik. d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa. e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan
tidak
mampu
mengontrol
emosinya
pada
saat
menghadapi rasa frustasi. f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
3) PATOFISIOLOGI
Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan bagian kehidupan sehari -hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan. Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa perilaku kekerasan sedangkan secara
5
internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan perasaan lega, menurunkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat diatasi. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya dilakukan individu karena ia merasa meras a kuat. Cara demikian tentunya tidak ti dak akan menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan. Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan individu karena merasa tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri.
4) MANIFESTASI KLINIK
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
Muka merah dan tegang
Mata melotot/ pandangan tajam
Tangan mengepal
Rahang mengatup
Postur tubuh kaku
Jalan mondar-mandir
2. Verbal
Bicara kasar
6
Suara tinggi, membentak atau berteriak
Mengancam secara verbal atau fisik
Mengumpat dengan kata-kata kotor
Suara keras
Ketus
3. Perilaku
Melempar atau memukul benda/orang lain
Menyerang orang lain
Melukai diri sendiri/orang lain
Merusak lingkungan
Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat
Tidak aman dan nyaman
Rasa terganggu, dendam dan jengkel
Tidak berdaya
Bermusuhan
Mengamuk, ingin berkelahi
Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan perasaan orang lain, tidak perduli perduli dan kasar.
7
7. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
1. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Farmakoterapi
1. Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP) 2. Obat anti depresi, amitriptyline 3. Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam 4. Obat anti insomnia, phneobarbital
b. Terapi modalitas
1. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian:
BHSP
Jangan memancing emosi klien
Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan pendapat
Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang dialami
Mendengarkan keluhan klien
Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
Jika terjadi PK yang dilakukan adalah: 8
Bawa klien ketempat yang tenang dan aman
Hindari benda tajam
Lakukan fiksasi sementara
Rujuk ke pelayanan kesehatan
2. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan social atau aktivitas lai dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3. Terapi musik
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien.
9
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
1. PENGKAJIAN
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
10
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan perilaku kekerasan adalah: 1. Resiko perilaku mencederai mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan lingkungan berhubungan dengan dengan perilaku kekerasan. 2. Perilaku kekerasan b. d harga diri rendah 3. Gangguan Konsep diri b. d harga diri rendah
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko perilaku mencederai mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan lingkungan berhubungan dengan dengan perilaku kekerasan. 11
Tujuan
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
Kriteria hasil:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Intervensi
Rasional
Bina hubungan saling percaya : salam
Hubungan saling percaya
terapeutik, empati, sebut nama perawat
memungkinkan terbuka pada perawat
dan jelaskan tujuan interaksi.
dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
Beri kesempatan mengungkapkan
Informasi dari klien penting bagi
perasaan.
perawat untuk membantu kien dalam dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
Bantu klien mengungkapkan perasaan
Pengungkapan perasaan dalam suatu
jengkel / kesal.
lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
Observasi tanda perilaku kekerasan.
Mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
2. Perilaku kekerasan b. d harga diri rendah
12
Tujuan
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Kriteria hasil:
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya
Intervensi Bina hubungan saling percaya,
Rasional Hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
Diskusikan kemampuan dan aspek
Mengidentifikasi hal-hal positif yang
positif yang dimiliki klien.
masih dimiliki klien.
Setiap bertemu klien hindarkan dari
Pemberian penilaian negatif dapat
memberi penilaian negatif
menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
Utamakan memberi pujian yang
Utamakan memberi pujian yang
realistis.
realistis.
Minta klien untuk memilih satu
Agar klien dapat melakukan kegiatan
kegiatan yang mau dilakukan di rumah
yang realistis sesuai kemampuan yang
sakit.
dimiliki.
13
Beri kesempatan klien untuk mencoba
Tujuan utama dalam penghayatan
kegiatan yang telah direncanakan
pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
Beri pendidikan kesehatan pada
Meningkatkan pengetahuan keluarga
keluarga tentang cara merawat klien
dalam merawat klien secara bersama.
dengan harga diri rendah.
3. Gangguan Konsep diri b. d harga diri rendah
Tujuan
Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain
Kriteria hasil: 1) Ekspresi Wajah bersahabat , menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Intervensi Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi tcrapeutik. Sapa pasien dengan ramah laik verbal maupun non non verbal
Perkenalkan diri dengan sopan
Tanyakan nama iengkap pasien dan nama panggilan disukai pasien
Jelaskan tujuan pertemuan
Jujur dan menepati janji
Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
14
4. IMPLEMENTASI IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan yang dilakukan harus sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah diibuat sebelumnya.
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Dari apa yang telah dipaparkan diatas untuk mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai, perawat dapat mengobservasi perilaku klien. Menurut iyus Yosep ada beberapa perilaku yang dapat diindikasikan sebagai evaluasi yang positif yaitu : 1. Identifikasi sesuatu yang dapat membangkitkan kemarahan klien. 2. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci panda orang lain. 3.
Sudahkan klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada orang lain
4. Buatlah komentar yang kritikal 5. Apakah klien sudah mampu mengespresikan sesuatu yang berbeda. 6. Klien mampu menggunakan aktifitas secara fisik untuk mengurangi perasaan marahnya. 7. Mampu mentoleransi rasa marahnya. 8. Konsep diri klien sudah meningkat 9. Kemandirian dalam berfikir dan aktivitas.
15
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999 Keliat, ana budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan professional Jiwa, Jiwa, Jakarta; EGC Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan 2007. Keperawatan Jiwa. Jiwa. Bandung ; Refika Aditama Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta; Jiwa. Jakarta; EGC Tanpa
nama.
2012.
Askep
Perilaku
Kekerasan.
(Online
http://elnurch.blogspot.com/2012/10/askep-perilaku-kekerasan.html)) http://elnurch.blogspot.com/2012/10/askep-perilaku-kekerasan.html
:
Diakses
tanggal 10 April 2013 Tanpa nama. 2011. Askep Pasien dengan Perilaku Kekerasan. (Online : http://delsajoesafira.blogspot.com/2011/12/askep-pasien-dengan-perilakukekerasan.html)) Diakses tanggal 10 April 2013 kekerasan.html
16