ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF SUBTOTAL TYROIDECTOMI PADA NY. NY. M DENGAN GENERAL ANESTESI DI KAMAR BEDAH RS. PGI CIKINI JAKARTA TANGGAL 15 SEPTEMBER 2015
DISUSUN OLEH : ALFI SYAHRIN BEATRIX AESTIKA ROSMARIA MARSHALL TALLUPADANG
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Struma koloid, difus, nontoksik, dan nondular koloid merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16% perempuan dan 4% laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin membesar secara difus dan atau bernodula. Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya bertambahnya kebutuhan yodium pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik. Goitrogenik sporadic sporadic dapat disebabkan factor genetic atau karena obat (iatrogenic) antara lain metal atau propiltiourasil (PTU), tolbutamid, sulfaguanidin, PAS dan lain -lain.
Bertitik tolak dari masalah diatas, maka kelompok menulis karya ilmiah ini dengan judul ” Asuhan Keperawatan Perioperatif Subtotal Tiroidectomi pada Ny.M dengan General Anestesi Di Ruang Operasi RS PGI CIKINI.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada pembahasan makalah ini adalah “bagaimana pengelolaan pasien dengan dengan anestesi umum pada operasi subtotal tiroidectomi indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif”.
C. Ruang lingkup
Ruang lingkup pada pembahasan makalah ini adalah pengelolaan pasien selama preoperasi, intraoperasi dan postoperasi.
D. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum Memperoleh gambaran dan pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan operasi subtotal tiroidektomi ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif. 2. Tujuan Khusus
e. Memperoleh pengalaman nyata dalam mendokumentasikan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan subtotal subtotal tiroidectomi indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
E. Manfaat
1. Manfaat bagi Institusi Sebagai bahan ilmiah dan sumber informasi bagi institusi dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pada masa yang akan datang. 2. Manfaat bagi Rumah Sakit Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada dirumah sakit dalam mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam rangka meningkatkan pelayanan anastesi pada klien dengan subtotal tiroidectomi 3. Manfaat Bagi Penulis Sebagai bahan evaluasi tentang penetapan konsep perawatan yang didapatkan selama pendidikan ke dalam praktek keperawatan secara nyata.
BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi /Pengertian
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia (Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 2006).
B. Etiologi
Etiologi Penyebab kelainan ini bermacam – macam,pada siap orang dapat dijumpai masa karena kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama masa pubertas , pertumbuhan , menstruasi, kehamilan , laktasi, monepouse, infeksi atau stress lain. Pada masa-mas tersebut
C. Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-
ribonukleat
(RNA),
menambah
produksi
panas,
absorpsi
intestinal
terhadap
glukosa,merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan neurologik timbul pada saat lahir dan bayi.
D. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormone tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk kedalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuter oleh tiroid stimulating hormone kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari seksesi tiroid stimulating hormone dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormone metabolic tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
E. Penatalaksanaan
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain sebagai berikut : 1. Operasi/Pembedahan Pembedahan
menghasilkan
hipotiroidisme
permanen
yang
kurang
sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan. 2. Yodium Radioaktif
untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol. Anatomi Sistem Respirasi
Sistem respirasi terdiri dari: 1. Saluran nafas bagian atas Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disaring dan dilembabkan. 2. Saluran nafas bagian bawah Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas sampai alveol.i 3. Alveoli
Saluran Nafas Bagian Atas a. Rongga hidung Udara
yang
dihirup
melalui
hidung akan
mengalami
tiga
hal,
yaitu:
dihangatkan,disaring dan dilembabkan. Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari : Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. b. Nasofaring Terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius. c. Orofaring Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah. d. Laringofaring Terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan.
Saluran Nafas Bagian Bawah a. Laring Terdiri dari tiga struktur yang penting
kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior. Paru-paru
Paru sinistra mempunyai 2 lobus yang dipisahkan oleh fisura obliqua. Terdiri dari : lobus inferior dan lobus superior.
Pulmo dextra mempunyai 3 lobus yang dipisahkan oleh fisura obliqua dan fisura horizontalis.Terdiri dari lobus superior, lobus medius dan lobus inferior.
Struktur paru-paru : alveolus
sacus
alveolaris
duct.
alveolaris
brhonchiolus
respiratorius bronchiolus terminalis bronchiolus.
Capiler a. pulmonalis melepaskan CO2
Capiler v. pulmonalis mengambil O2
A. Intubasi Endotrakeal
Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glotis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkatio trakea. Terdapat dua macam intubasi, yaitu intubasi nasal dan oral. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal (Anonim, 1986) : 1. Mempermudah pemberian anestesia.
2.
Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri.
3. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronchial toilet. 4. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi. Menurut sumber lain (anonim 1986) indikasi intubasi adalah: 1. Ada obstruksi jalan napas bagian atas 2. Pasien memerlukan bantuan napas dengan respirator. 3. Menjaga jalan napas tetap bebas 4. Pemberian anestesi seperti pada operasi kepala, leher, mulut, hidung, tenggorokan, operasi abdominal dengan relaksasi penuh dan operasi thoracotomy 5. Terdapat banyak sputum (pasien tidak mengeluarkan sendiri). Sedangkan indikasi intubasi non surgical antara lain: 1. Aspiksia neonatorum berat 2. Untuk melakukan resusitasi pada pasien yang tersumbat pernafasannya, depresi atau absent dan sering menimbulkan aspirasi. 3. Obstruksi laryngeal berat karena eksudat inflamatoir. 4. Pasien dengan atelektasis dan tanda eksudasi dalam paru-paru.
Alat-alat yang dipergunakan
Didalam melakukan intubasi sebaiknya kita mengingat kata “STATICS” yaitu: S
: Scope
: - laringoskop dipilih yang sesuai dan lampunya harus terang - stetoskop digunakan untuk memeriksa apakah ujung pipa berada di tempat yang benar.
T
: Tube
: Pipa trakea yang sesuai dengan ukuran dan sediakan satu ukuran yang lebih besar dan satu yang lebih kecil. Olesi dengan pelicin jeli.
A
: Airway
T
: Tape
I
: Pipa nafas mulut faring : Plester untuk memfiksasi pipa di mulut
: Introducer : Mandrin atau stilet untuk memandu saat memasukkan ujung pipa trakea.
C
: connector
: alat penyambung pipa kea lat anestesi
S
: Suction
: Alat penyedot lendir/sekret dan muntah pasien
1. Laringoskop. Ada dua jenis laringoskop yaitu : - Blade lengkung (McIntosh) biasa digunakan pada orang dewasa. - Blade lurus (Blade Magill) bayi dan anak-anak. 2
Pipa endotrakheal. terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu misalnya didaerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking). Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan
besarnya
jari
kelingkingnya.
3. Pipa orofaring atau nasofaring. Digunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi. 4. Plester Digunakan untuk memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi. 5. Stilet atau forsep intubasi (McGill) Digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring. 6.
Alat pengisap atau suction.
Dosis induksi 0.1 mg/kgBB. 2. Analgetik narkotik Morfin Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kg BB) intramuskular diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter. Petidin Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kg BB) intravena diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernafasan serta merangsang otol polos. Dosis induksi 1-2 mg/kg BB intravena. Fentanyl Dosis premedikasi diberikan dengan dosis 2 – 2,5 mcg/kgBB diberikan intravena untuk mengurangi nyeri sebelum tindakan anastesi dan mengurangi dosis obat induksi 3. Barbiturat (Penobarbital dan sekobarbital). Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kg BB secara oral atau intramuscular. 4. Antikolinergik
Rokuronium. Dosis intubasi 0,3-0,6 mg/kgBB. Dosis rumalan 0,1-2 mg/kgBB.
2. Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi
Suksametonium (suksinil kolin). Mula kerja 1-2 menit dan lama kerja 3-5 menit. Dosis intubasi 1-1,5 mg/kgBB intravena.
Obat-obatan anastesi umum yang digunakan sebagai induksi intravena: 1. Tiopenthal Bubuk berbau belerang, berwarna kuning, dalam ampul 500/1000 mg. Dilarutkan dengan aquades sampai konsentrasi 2,5%. Dosis 3-7 mg/kgBB. Melindungi otak oleh karena kekurangan O2. Sangat alkalis, nyeri hebat dan vasokonstriksi bila disuntikkan ke arteri yang menyebabkan nekrosis jaringan sekitar. 2. Propofol Dalam emulsi lemak berwarna putih susu, isotonic, dengan kepekatan 1%. Dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB, rumatan 4-12mg/kgBB/jam, sedasi perawatan intensif 0,2mg/kgBB. Pengenceran hanya dengan Dextrosa 5%. Dosis dikurangi pada manula, dan tidak dianjurkan pada anak dibawah 3 thn dan ibu hamil. 3. Ketamin Kurang disenangi karena sering takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala. Paska
Prosedur Tindakan Intubasi.
dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan bentuk huruf V. d. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan blade laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester. e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan
disebabkan karena terjadi sekresi adrenalin. Diatasi dengan membuat anestesi lebih dalam, yaitu dengan meningkatkan konsentrasi halotan atau suntikan barbiturat. Penurunan tekanan darah dan nadi halus sebagai tanda syok dapat disebabkan karena kehilangan banyak darah. Hal ini diatasi dengan pemberian cairan pengganti plasma atau darah. Penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi dapat disebabkan karena anestesi terlalu dalam atau terlalu ringan serta kehilangan banyak darah atau cairan. Peningkatan tekanan darah dan tekanan nadi serta penurunan frekuensi nadi disebabkan transfusi yang berlebihan. Diatasi dengan penghentian transfusi. Evaluasi Pemulihan Pasca-Anestesi
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room) atau keruang perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum, ekstubasi terbaik dilakukan pada saat pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain, dan lain-lain. Kriteria yang digunakan dan umumnya yang dinilai adalah warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pemapasan dan aktivitas motorik, seperti Skor Aldrette. Idealnya pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. namun bila skor total telah diatas 8 pasien boleh dipindahkan dari ruang pemulihan. Skor Pemulihan Pasca-Anestesi Penilaian
Nilai
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan
2
Dua ekstremitas dapat digerakkan
1
Tidak bergerak
0
ASUHAN KEPERAWATAN I. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk menentukan masalah kesehatan yang dihadapi pasien melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi : A. Anamnase 1. Identifikasi klien. 2. Keluhan utama klien. Pada klien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi. 3. Riwayat penyakit sekarang Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi. 4. Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok. 5. Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari. 3. Sistim pernafasan Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas. 4. Sistim Neurologi Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit. 5. Sistim gastrointestinal Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang. 6. Aktivitas/istirahat Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot. 7. Eliminasi Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare. 8. Integritas ego Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
12. Seksualitas Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi. C. Pemeriksaan penunjang 1.Pemeriksaan penunjang a. Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid) b. Kadar T3, T4 Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11 a. Darah rutin b. Endo Crinologiie minimal tiga hari berturut turut (BMR) nilai normal antara – 10s/d +15 c. Kadar calsitoxin (hanya pada pebnderita tg dicurigai carsinoma meduler). 2. Pemeriksaan radiologis a. Dilakukan foto thorak posterior anterior b. Foto polos leher antero posterior dan lateral den gan metode soft tissu technig . c. Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus. II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang prosedur dan resiko pembedahan 2. Resiko gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan Perubahan membran kapiler alveolar, sekunder akibat total control ventilation
R : memudahkan intervensi. 2. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu. R : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas. 3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan. 4. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapa-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani. R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan. 5. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam keadaan cemas. R : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya. 6. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi. R : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
•
Auskultasi paru: vesikuler
•
Expansi dada simetris
•
V/ S : dbn
•
TD, N ± 20 % dari nilai rata-rata px
Intervensi dan Rasional 1. Obs V/S & hitung range perubahannya R : V/S dengan range > ±20 % mengindikasikan respon klien terhadap efek obat anestesi atau tindakan pembedahan 2. Pastikan airway paten dengan teknik pemasangan & fiksasi ETT yang benar R : Intubasi dan fiksasi yang tepat dapat menjamin flow gas adekuat 3. Observasi SpO2 dan perubahannya R : Saturasi O2 yang baik mengindikasikan pertukaran gas yang adekuat 4. Catat hasil etCO2 yang keluar dari ekspirasi pasien R : Nilai CO2 yang muncul dipengaruhi oleh besarnya vol tidal yang diberikan 5. Monitoring vol.tidal yang keluar dari px R : Vol tidal yang sesuai dengan setting dg range ± 20 % sebagai indikasi pertukaran gas yang adekuat 6. Kaji adanya tanda sianosis, diaforesis R : Sianosis dan diaforesis merupakan salah satu tanda pertukaran gas tidak efektif
10.Lakukan pemeriksaan AGD sesuai indikasi dan instruksi dokter (jika diperlukan) R :Nilai AGD sebagai indikator efektifnya pertukaran gas Diagnosa ketiga
Tujuan : Klien memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator Kriteria hasil a. Klien mampu melakukan relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan b. Mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi factor tsb. c. Tidak mengalami gangguan frekwensi nafas HR atau TD Intervensi dan Rasional 1. Manajemen nyeri meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh klien R : Nyeri tidak dapat dihilangkan, tetapi diken dalikan sampai pada titik toleransi klien untuk mendukung mekanisme koping klien 2. Observasi isyarat non verbal ketidak nyamanan. R : Isyarat non verbal menunjukkan sensasi yang dirasakan klien sesuai dengan tingkat keparahannya 3. Observasi vital sign sebagai efek dari respon nyeri R : Perubahan vital sign dapat signifikan terjadi seba gai akibat mekanisme kompensasi
BAB III TINJAUAN KASUS A. PENGKAJIAN 1. Identitas a. Identitas Pasien Nama
: Ny. M
Umur
: 36 th
Agama
: Kristen
Jenis Kelamin
: Perempuan.
Status
: Menikah
Pendidikan
: Perguruan Tinggi
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Suku Bangsa
: WNI
Alamat
: Jl. Pelangi Ungu 7, C6U/30
Tgl Masuk
: 15 – 09 - 2015
Tgl Pengkajian
: 15 – 09 - 2015
No. Register
: 31 03 53
Diagnosa Medis
: SNNT
b. Riwayat Penyakit Keluarga Dalam keluarga pasien tidak ada riwayat SNNT 3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual) a. Kebutuhan bernafas dengan normal Baik sebelum dan selama dirumah sakit pasien dapat bernafas spontan, sesak nafas (-). b. Kebutuhan nutrisi Pasien mengatakan sebelum dan selama di rumah sakit nafsu makannya baik, dan tidak ada anoreksia maupun vomitus, frekuensi makan teratur. Terpasang IV line di tangan kanan, Perhitungan cairan selama operasi :
Maintenance ( M ) = 2 cc/kg = 2 x 46 = 92 cc/jam
PP = M x lama puasa = 92 x 8 = 736 cc
SO = jenis op ( 4 , 6, 8 untuk op ringan , sedang, berat ) x BB = 8 x 46 = 368 cc
1 jam pertama ½ PP + M + SO = ½ 736 + 92 + 368 = 368 + 92 + 368 = 828 cc/ jam Jam II/III
4. Keadaan umum 1.
Suhu
: 36,5 C
2.
Nadi
: 80 kali/menit
3.
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
4.
RR
: 20 kali/menit
5.
Berat badan
: 46 kg
5. Pemeriksaan fisik 1.
KU
: Baik
2.
Kesadaran
: Compos mentis (E4,V5,M6)
3.
Cepalo – caudal : a.
Kepala
: mesochepal, konjungtiva ananemis, skelera anikterik,
b.
Leher
: tidak terdapat pembesaaran kelenjar getah bening, tidak terdapat peningkatan JVP, terdapat benjolan diameter ± 7 cm , benjolan teraba lunak dan mobile.
c.
Thoraks Auskultasi : vesicular semua lapang paru. BJ 1-2 murni.
d.
Abdomen: 1)
Inspeksi
2)
Auskultasi
: tak tampak kelainan peristaltic (+) 15 x/m
-
Leukosit
3,7
/ul
5-10 ribu
-
HT
35
-
Trombosit
276
/ul
150-400
-
BT
1,3’
Menit
1-3
-
CT
8’
Menit
3-6
35-47
Kimia klinik
7
-
Ureum
18.6
mg/dl
15-50
-
Kreatinin
0,69
mg/dl
0,4-0,9
-
Asam urat
2.6
u/l
6-8
Terapi 1. Pre medikasi
a. Midazolam 2 mg b. Fentanyl 100 mcg c. Infuse ringAs bag I 2. Intra operasi
b. Propofol 90 mg
i.
Vit K 10 mg
Ecron 6 mg
j.
Dicynone 250 mg
Asuhan Keperawatan Pre Operasi
1. Analisa Data No 1
Hari/ tgl/jam
Data Fokus
Selasa,
Ds :
15/09/2015
Pasien
07. 00 wib
pembedahan
mengatakan yang
cemas akan
Etiologi
Masalah
Pembesaran kelenjar
Cemas
dengan
tiroid
dilakukan
↓
karena tidak pernah operasi. pasien
Rencana pembedahan
bertanya apakah pembedahannya terasa
“kiste tiroidektomi”
sakit.
↓
Do:
Ketidaktahuan tentang
-
Pasien tampak cemas
-
Pasien tampak bertanya-tanya
tentang prosedur pembedahan yang akan di lakukan -
prosedur anestesi dan pembedahan ↓ Kecemasan
HR : 80 kali/menit
31
2. Rumusan Diagnosa Keperawatan Kecemasan berhubungan dengan Ketidaktahuan tentang prosedur anestesi dan pembedahan 3. Rencana Pre Operasi Dx
Tujuan Setelah diberikan tindakan
Intervensi 1. Kaji dan dokumentasikan
Rasional 1. Tingkat kecemasan klien yang
keperawatan selama 1x 5
tingkat kecemasan klien,
tinggi dapat beresiko
menit diharapkan cemas
termasuk reaksi fisik.
mempengaruhi perubahan v/s dan
berkurang dengan criteria hasil : Klien dapat mengurangi rasa cemasnya Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif. Menunjukkan koping yang
2. Gali bersama klien tentang teknik yang berhasil dan
reaksi fisik 2. Teknik yang berhasil dapat
tidak berhasil menurunkan
digunakan kembali untuk
ansietas dimasa lalu
mengatasi ansietas yang muncul,
3. Informasikan mengenai diagnosis, terapy dan prognosis.
efektif serta mampu
4. Jelaskan semua prosedur
berpartisipasi dalam
termasuk sensasi yag
pengobatan.
biasanya dialami selama prosedur. 5. Ajarkan teknik relaksasi untuk mekanisme koping. Obs V/S & hitung range
dan sebaliknya. 3. Info yang akurat membantu Klien untuk mengetahui proses perjalanan penyakitnya & mempersiapkan koping adaptif 4. Membantu klien untuk mengenali keadaannya yang diakibatkan prosedur pembedahan. 5. Teknik relaksasi yang tepat dapat membantu mempersiapkan
32
perubahannya
mekanisme koping adaptif
Implementasi
Hasil
4. Pelaksanaan Preoperasi Dx
Tanggal/jam 15/09/2015,
•
Mengkaji dan mendokumentasikan tingkat
S: Klien mengatakan rasa cemasnya
kecemasan pasien termasuk reaksi fisik.
jam 07.05
R/: klien menyatakan takut operasi, klien
berkurang O:-
terlihat gelisah, suara gemetar, kontak mata
•
Tingkat ansietas klien ringan
tidak focus. TD:150/90mmHg; N:100x/mnt;
•
Klien mampu melakukan relaksasi
RR: 25x/mnt. •
saat cemas meningkat
Menggali bersama klien tentang teknik untuk menurunkan ansietas dimasa lalu.
•
Klien dapat mengenali situasi yang berkaitan tentang prosedur
R/: klien mengatakan biasanya dengan
pembedahan dan mampu
menarik nafas panjang
merencanakan mekanisme koping
Menginformasikan mengenai diagnosis, terapy dan prognosis. R/:klien
dapat
menerima
(relaksasi) A: Masalah teratasi
an
mengerti
penjelasan •
•
P: Hentikan intervensi dan kolaborasi ttg pemberian premedikasi
Penjelasan prosedur dan sensasi yang dialami saat pelaksanaan operasi. R/:klien
dapat
menerima
penjelasan
perawat. 33
Mengajarkan
•
teknik
relaksasi
untuk
mekanisme koping klien. R/:klien dapat melakukan teknik relaksasi saat cemas.
Intra operasi
. Analisa data intra operasi
No 1
Hari/ tgl/jam
Data
15/09/2015,
Ds :
jam 07.30
Do:
-
•
SpO2 > 95 %
•
etCO2: 35 – 45
•
Volume tidal px keluar ± 20 %
•
Tidak muncul cyanosis, diaforesis
•
Auskultasi paru: vesikuler
•
Expansi dada simetris
•
V/ S : dbn
•
TD, N ± 20 % dari nilai ratarata px
Etiologi
Masalah
general anastesi
Resiko gangguan
dengan intubasi
pertukaran gas
↓
pengambilalihan jalan nafas dengan mesin anastesi dan ventilator ↓
perubahan membrane kapiler alveolar ↓
Resiko gangguan pertukaran gas
34
2. Rumusan Diagnosa Keperawatan Resiko gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan Perubahan membran kapiler alveolar, sekunder akibat total control ventilation
3. Rencana intra operasi Dx
Tujuan •
Resiko P ertukaran gas tidak terjadi
Intervensi
Rasional
1. Obs V/S & hitung range perubahannya
mengindikasikan respon klien
selama tindakan
terhadap
anestesi pada intra
atau tindakan pembedahan
operasi
2. Pastikan
airway
•
Kriteria Hasil:
dengan
•
SpO2 > 95 %
pemasangan
•
etCO2: 35 – 45
ETT yang benar
•
Volume tidal px keluar ± 20 %
•
•
3. Observasi
&
paten
fiksasi
yang
fiksasi
gas adekuat
SpO2
dan
3. Saturasi
O2
yang
mengindikasikan
baik
pertukaran
gas yang adekuat 4. Catat hasil etCO2 yang keluar
vesikuler
pasien
simetris
dan
tepat dapat menjamin flow
perubahannya
Auskultasi paru:
Expansi dada
2. Intubasi
efek obat anestesi
teknik
Tidak muncul cyanosis, diaforesis
•
1. V/S dengan range > ±20 %
dari
5. Monitoring
ekspirasi
4. Nilai
CO2 yang
dipengaruhi
oleh
muncul besarnya
vol tidal yang diberikan vol.tidal
yang keluar dari px
5. Vol tidal yang sesuai dengan setting dg range ± 20 %
•
V/ S : dbn
sebagai indikasi pertukaran
•
TD, N ± 20 % dari
gas yang adekuat
35
nilai rata-rata px
6. Kaji
adanya
tanda
sianosis, diaforesis
6. Sianosis
dan
diaforesis
merupakan salah satu tanda pertukaran gas tidak efektif
7. Lakukan auskultasi paru &
nilai
suara
napas
7. Menilai dapat
faktor
ketidakefektifan
muncul
gas kesimetrisan
expansi dada
yang
mempengaruhi
tambahan yang mungkin
8. Amati
lain
pertukaran
8. Expansi dada yang simetris mengindikasikan
flow gas
simetris antara paru kanan & kiri 9.
Lakukan
tindakan
kolaboratif
untuk
mencegah
9. Maintenance mesin anestesi penting
untuk
menjamin
kerusakan
pertukaran gas yang efektif
pertukaran gas dengan
dengan menyesuikan minute
dokter:
volume yang sesuai dengan
•
RR/ VT diturunkan
klien
•
Pasang
conector flex
tube •
Menaikkan PEEP
•
Medikasi & maintenance gas anestesi
36
10.Lakukan pemeriksaan AGD
10. Nilai AGD sebagai indikator
sesuai indikasi dan instruksi
efektifnya pertukaran gas
dokter (jika diperlukan)
4. Pelaksanaan Dan Evaluasi Intra Operasi Dx
Tanggal/jam 15/09/2015,
Implementasi •
jam 07.30 09.10 WIB
•
Evaluasi
Mengobservasi V/S: TD: 135/ 92
S:-
mmHg, N: 89 bpm, SpO 2: 98 %
O:
Memberikan
-
induksi
dan
(Injeksi
IV:
obat
premedikasi,
muscle Miloz
relaxan 2,5
guedel (kondisi fixasi baik selama intra op)
mg,
Fentanyl 100 mcg, Inj. Propofol
-
R/ Efek cukup
•
Memberikan
hiperventilasi
-
•
Melakukan
kolaborasi
tindakan intubasi •
TD: 112/75 mmHg, N: 76 bpm (vol: cukup, regular, pulsasi kuat)
2% R/ efek cukup
Gas inhalasi Isoflurane 2%,O 2: 2 lpm, N2O: 2 lpm
2,5
mnt dengan O 2 7 Lpm, Isoflurane
•
Control respiration dengan (f: 12. VT: 450 ml, minute vol: 5,7 L)
90 mg, ecron 6 mg) •
Klien terpasang ETT kinking 7 dan
R/ pasang ETT 7,5 kinking
untuk
-
SpO2: 100%, etCO2: 36
-
VT px: 420 ml
-
Perfusi periferal: dingin, kering, merah
37
•
•
Melakukan pemeriksaan expansi
-
dada & auskultasi suara napas
A: Masalah teratasi
R/ expansi dada simetris dan
P: Hentikan intervensi & kaji masalah
auskultasi paru simetris vesikuler •
CRT < 2”
lain
Memfixasi ETT dengan kuat dan rapat
•
R/ fixasi baik pada batas bibir 21
•
Mengobservasi V/S: SpO2: 100%
•
Melakukan kolaborasi untuk set mesin anestesi: VT: 480 ml, f: 12 (min. Vol 5,7 L). O2 2 Lpm N 2 O 2
Lpm,
Isoflurane
2%,
dan
mengalihkan ke mode control ventilation •
R/ efek cukup
•
Mengobservasi V/S saat operator mulai
tindakan:
TD:
98/
67
mmHg, N: 78 bpm, SpO2: 100%, etCO2: 36 •
Mencatat VT px: 445 ml
•
Mengobs V/S TD: 87/52 mmHg, N: 67 bpm, SpO2: 100%, VT
38
px:440 ml •
R/
Menurunkan
Isoflurane
menjadi 1.5% •
Mengobservasi V/S TD: 98/52 mmHg, N: 62 bpm, SpO2: 100%, VT px: 460 ml, etCO 2: 23
•
Melakukan
kolaborasi
dengan
dokter: menurunkan f: (menjadi 10 rpm) •
Mengobservasi etCO 2: 29, VT px 445 ml, SpO2: 100%
•
Mengobservasi V/S TD: 115/72 mmHg, N: 79 bpm, SpO2: 100%, etCO2: 34, durasi muscle relaxan: 70 menit,
•
R/ muncul trigger, napas spontan belum adekuat
•
Mengambil alih mode penapasan ke
manual
bagging
dengan
memberikan assist (hipoventilasi): mematikan N2O, O2 naik menjadi 7
Lpm,
gas
isoflurane
turun
39
menjadi 1% •
Melihat
lapangan
(operator
selesai
operasi melakukan
tindakan) & mengobservasi V/S: TD: 112/75 mmHg, N: 76 bpm, SpO2: 100%, etCO2: 36, napas spontan adekuat. •
Membersihkan jalan napas dari slym dan saliva dengan suction, dan menilai pernapasan.
•
R/ TD: 113/71 mmHg, N: 77 bpm, SpO2: 100%, VT px: 420 ml (pernapasan
thorakal),
reflek
membuka mata (+), reflek batuk (+) •
Melakukan
ekstubasi,
membersihkan dilanjutkan
jalan
dengan
dan napas
pemberian
oksigen melalui face mask 6 Lpm (± 3 menit) dan mematikan gas anestesi
40
Post Operasi
1. Analisa Data Pasca Operasi No 1
Hari/ tgl/jam
Data
Selasa,
Ds : -
15/09/2015
Do:
09.30
Etiologi
Masalah
prosedur post anastesi
Nyeri
↓
Respirasi rate : 22 kali/menit
Efek obat anastesi menghilang
SpO2 : 95%
↓
Pucat
rangsangan nyeri mulai
Nafas spontan
terasa
Nadi : 74 x/menit
↓
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Klien Nampak meringis
Akral hangat
↓
RT <2 detik
nyeri
Stewart score 3 Terpasang mayo
2. Rumusan Diagnosa Keperawatan Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. Rencana Pasca Operasi Dx
Tujuan Klien memperlihatkan pengendalian nyeri, yang
Intervensi 1. Manajemen meringankan
Rasional nyeri atau
•
Manajemen
nyeri
meringankan
atau
41
dibuktikan oleh indicator
mengurangi nyeri sampai
mengurangi
sbb: “Kadang-kadang”
pada tingkat kenyamanan
pada
tingkat
Kriteria Hasil:
yang dapat diterima oleh
yang
dapat
-Klien mampu melakukan
klien
klien
relaksasi yang efektif untuk
2. Pemberian
analgesic:
•
sampai
kenyamanan diterima
Pemberian
oleh
analgesic:
mencapai kenyamanan
menggunakan
-Mengenali factor
farmakologiuntuk
farmakologiuntuk
penyebab dan
mengurangi/menghilangk
mengurangi/menghilangkan
menggunakan tindakan
an nyeri.
nyeri.
untuk memodifikasi factor
3. Observasi
tsb.
verbal
-Tidak mengalami
nyamanan.
gangguan frekwensi nafas HR atau TD
4. Observasi
agen
nyeri
isyarat
non
menggunakan
•
ketidak
vital
sign
sebagai efek dari respon
agen
Observasi isyarat non verbal ketidak nyamanan.
•
Observasi vital sign sebagai efek dari respon nyeri
nyeri
42
4. Pelaksanaan Pasca Operasi Dx
Tanggal/jam Selasa,
Implementasi 1. Mengobservasi
expresi
hasil nonverbal
S: Klien mengatakan nyeri pada daerah
15/09/2015
klien
operasinya mulai terasa
jam 09.50
H : Klien terlihat kesakitan (gelisah
O: klien Nampak meringis, skala 4/5
WIB
dan merintih) & klien mengatakan
TD: :102/68 mmHg; N:110 x/mnt
ingin BAK, terasa panas dan perih
(vol: cukup, regular, pulsasi kuat)
2. Observasi Vital sign
Perfusi periferal: dingin, kering,
H: TD:140/90;N:100x/mnt;
merah CRT < 2”
RR:20x/mnt; SpO2: 90% 3. Kolab
dengan
dokter
A: Masalah belum teratasi tentang
P: Lanjutkan intervensi
pemberian analgetik & Oksigen H :Memberikan Inj Tramadol 50mg (saat durante op) & O 2 5 Lpm 4. Mengajarkan teknik relaksasi untuk meningkatkan ambang batas nyeri
43
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapatkan selama memberikan asuhan keperawatan pada pasien hipertiroid pasca tiroidektomi adalah : 1. Struma merupakan penyakit hormon yang menempati urutan kedua terbesar di Indonesia setelah diabetes yang juga merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat perkotaan. 2. Diperlukan kolaborasi dokter maupun perawat untuk menjelaskan pentingnya stretching leher pada pasien dan keluarga untuk membantu mencegah kontraktur pada leher atau gejala
ketidaknyamanan pada leher pasca operasi tiroidektomi. 3. Latihan perenggangan leher (Stretching exercise) efektif untuk mengurangi gejala ketidaknyamanan leher pasca operasi tiroidektomi.
B. SARAN Berdasarkan masalah keperawatan yang muncul, diharapkan perserta pelatihan dapat meningkatkan pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan struma nodosa non toxic, 44
meningkatkan pemahaman dan berpikir kritis dalam menghadapi kasus struma nodosa non toxic dan tindakan pembedahan dengan subtotal tiroidectomi. Dan bagi Instansi Rumah Sakit diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan yang optimal bagi klien dengan struma nodosa non toxic dengan tindakan pembedahan subtotal tiroidectomi
45