AUDIT BELANJA MODAL, BELANJA TRANSFER DAN BELANJA TIDAK TERDUGA
Definisi belanja menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 adalah sebagai berikut : “Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara / Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.” Definisi lain dari belanja ini adalah seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 sebagai berikut : “Belanja “Belanja adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.” Kedua definisi tersebut di atas menjelaskan bahwa transaksi belanja akan menurunkan ekuitas dana pemerintah daerah. Kewenangan Satuan Kerja dalam transaksi belanja a. Belanja tidak langsung, yaitu : belanja pegawai. b. Belanja langsung, yaitu : belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal. Pasal 11 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menetapkan klasifikasi jenis belanja negara terdiri dari Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Iain-Iain dan Belanja Daerah.
a. Pengertian Belanja Modal
Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi,termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Pengeluaran anggaran yang digunakan, dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode
Audit Sektor Publik
Page 1
akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset Tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual. Dalam SAP, belanja modal dapat dikategorikan ke dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu : 1 . Belanja Modal tanah Belanja
modal
tanah
adalah
pengadaan/pembelian/pembebasan,
pengeluaran/biaya penyelesaian,
balik
yang
digunakan
untuk
nama
dan
tanah,
sewa
pengosongan,pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. 2. Belanja Modal peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. 3. Belanja Modal gedung dan Bangunan Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 4. Belanja Modal jalan, irigasi dan jaringan Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 5. Belanja Modal fisik Lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan
pembangunan/pembuatan
serta
perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan
Audit Sektor Publik
Page 2
jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah. Belanja dapat dikategorikan sebagai Belanja Modal jika: • pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang dengan demikian menambah aset pemerintah; • pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah; • perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual. Contoh : Pemerintah menetapkan batasan nilai minimal kapitalisasi aset tetap untuk Peralatan dan Mesin dan Aset Tetap Lainnya adalah sebesar Rp300.000 per unit. Sementara untuk Gedung dan Bangunan; dan Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah sebesar Rp10.000.000. Pada tahun anggaran 2006, pemerintah merencanakan membeli 20 unit kalkulator dengan harga Rp250.000/unit. Total rencana anggaran untuk pembelian 20 unit kalkulator adalah Rp5.000.000. Dilihat dari jenis barangnya, kalkulator merupakan aset berwujud dan mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan. Namun, karena kalkulator tersebut harganya tidak material (nilai kalkulator per unit di bawah batasan minimal kapitalisasi yang telah ditetapkan yaitu Rp 300.000 per unit untuk peralatan dan mesin), maka kalkulator tersebut tidak disajikan sebagai Aset Tetap di neraca. Oleh karena itu, meskipun secara total nilai perolehan 20 unit kalkulator adalah sebesar Rp5.000.000, anggaran pengeluaran untuk pembelian kalkulator di APBN/APBD tidak diklasifikasikan sebagai Belanja Modal tetapi sebagai Belanja Barang. Konsekuensinya, realisasi pembelian kalkulator dicatat dan disajikan pada LRA sebagai Belanja Barang. AKUNTANSI BELANJA MODAL DALAM LRA Belanja modal sarana pelayanan masyarakat pemda adalah belanja mulia, belanja untuk pemewahan sarana kerja dan pemanjaan diri pemda sendiri sebaiknya dihindari. Pembangunan infrastruktur produktif merupakan inti dan basis kemajuan perekonomian bangsa. Jangan menafsir makna produktif secara sempit sebatas barang modal menghasilkan. Prasarana pasar, jalan, jembatan, listrik, pos polisi jelas meningkatkan lalu lintas perdagangan dan PDB daerah, namun belanja modal sarana ibadah berdampak kebersihan jiwa pejabat, menurunkan KKN, mengurangi kebocoran
Audit Sektor Publik
Page 3
manipulatif, meningkatkan efektivitas dan efisiensi APBD. Penganggaran BMD menggunakan Permendagri 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan BMD, Permendagri 17 tahun 2006 dan 11 Tahun 2007 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemda dan Perpres 73 tahun 2011 tentang Pembangunan Gedung Negara. Kekuatan utama bangsa besar adalah prasarana lengkap dan modern, sebagai syarat peningkatan PDB Daerah. Kualitas jalan raya, pelabuhan (darat, sungai-laut, udara) dan pasar adalah utama bagi pemda. Untuk keperluan audit kinerja dari BPK, Catatan atas Laporan Keuangan sebaiknya menerangkan apakah (1) realisasi APBD telah mencapai 30% APBD memenuhi Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJM 2010-2014, (2) sekurang-kurangnya 10% hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor dialokasikan untuk pembangunan jalan, pemeliharaan jalan, peningkatan sarana dan prasarana pengangkutan umum serta moda sesuai Pasal 8 (5) UU 28 tahun 2009, bahwa (3) seluruh hasil penerimaan penerangan jalan dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan sesuai Pasal 56 (3) UU 28/2009. b. Belanja Transfer
Menurut PSAP Nomor 02, pengeluaran ini disajikan pada kelompok pengeluaran belanja (above the line), tetapi pengeluaran transfer adalah bukan termasuk pengeluaran belanja (expenditures). Definisi transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan. Pada Paragraf 40 PSAP Nomor 02, definisi dari transfer keluar adalah: “... pengeluaran uang dari entitas pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah.” Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, ditetapkan bahwa pemerintah pusat wajib mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah, sekurang-kurangnya 25,50% dari penerimaan pendapatan dalam negeri. Pelaksanaan dari ketentuan perundangan-undangan tentang dana perimbangan, menimbulkan kewajiban pemerintah pusat untuk melakukan transfer dana ke pemerintah daerah. Karena sifat transfer tersebut bukan merupakan beban belanja bagi pemerintah pusat, maka dicatat sebagai transfer keluar (transfer out ) dan bagi pemerintah daerah yang menerima disebut transfer masuk (transfer in). Selanjutnya, transfer masuk dari pemerintah pusat tersebut merupakan kewenangan
Audit Sektor Publik
Page 4
pemerintah daerah untuk menetapkan penggunaan dana tersebut, yang pada akhirnya akan menjadi beban belanja bagi pemerintah daerah. Kemungkinan terjadi bahwa sebagian dari transfer masuk yang diterima pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dari pemerintah pusat tersebut, ditransfer lagi kepada daerah bawahan (kecamatan dan desa) sebagai dana bantuan dan dicatat sebagai transfer keluar dan akan dipertanggung jawabkan oleh daerah bawahan penerima transfer tersebut. Bagian belanja pemerintah pusat berupa pembagian dana APBN kepada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang besarnya berdasarkan perhitungan-perhitungan berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan. Belanja daerah terbagi atas dua kelompok besar yaitu Dana Perimbangan, merupakan Pengeluaran/alokasi anggaran untuk pemerintah daerah berupa dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah, dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian, merupakan Pengeluaran/alokasi anggaran untuk pemerintah daerah berupa dana otonomi khusus dan dana penyesuaian yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah. c. belanja lain-lain/belanja tak terduga
Menurut Paragraf 35 PSAP Nomor 02, istilah “Belanja Lain-lain digunakan oleh pemerintah pusat, sedangkan istilah “Belanja Tak Terduga” digunakan oleh pemerintahan daerah. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan
yang
sifatnya
tidak
biasa
dan
tidak
diharapkan
berulang
seperti
penanggulangan bencana alam, bencana sosial dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan/atau tidak terduga, disediakan dalam bagian anggaran tersendiri, yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah. Pada pemerintah pusat, anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan/atau tidak terduga dikelola pada BA tersendiri yaitu BA 069 (Belanja Lain-lain).
Audit Sektor Publik
Page 5
Pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang sifat pengeluarannya tidak dapat diklasifikasikan ke dalam pos-pos pengeluaran diatas.Pengeluaran ini bersifat tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial dan pengeluaran
tidak
terduga
lainnya
yang
sangat
diperlukan
dalam
rangka
penyelenggaraan kewenangan pemerintah. Menurut Pasal 48 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, Belanja Tak Terduga adalah belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun tahuntahun sebelumnya yang telah ditutup. Contoh: Pada tahun anggaran 2006 Pemda XYZ merencanakan untuk mengalokasikan dana sebesar Rp20.000.000 untuk penanggulangan bencana alam khususnya banjir. Rencana pengeluaran sebesar Rp20.000.000 pada tahun 2006 tersebut dicantumkan di APBD Pemda XYZ sebagai Belanja Tak Terduga. Demikian juga realisasi belanja tersebut dicatat dan disajikan pada LRA sebagai Belanja Tak Terduga. Jika dari hasil pengeluaran belanja tak terduga diperoleh aset tetap, maka aset tetap tersebut dicatat dan disajikan di neraca Pemda XYZ.
Pemeriksaan Atas Belanja Modal, Belanja Transfer dan Belanja Tak Terduga a. Belanja Modal
Periksa apakah penganggaran belanja modal telah sesuai dengan rencana kebutuhan.
Periksa apakah pengeluaran belanja modal telah didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.
Periksa apakah penyediaan belanja modal untuk pembangunan gedung antor dan sarana mobilitas telah mempedomani peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemeriksaan terhadap system dan prosedur pengadaan belanja modal mengacu kepada DMP Pengelolaan Barang dan jasa
Audit Sektor Publik
Page 6
b.
Belanja Tak Terduga
Periksa apakah penggunaan belanja tidak terduga sudah sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
Periksa apakah setiap pembayaran belanja tidak terduga telah didukung dengan bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.
LAPORAN PPKD DAN SPKD a. PPKD o
Adapun komponen laporan keuangan yang disusun oleh PPKD terdiri atas:
o
o
Laporan Realisasi Anggaran (LRA); Neraca;
o
Laporan Arus Kas; dan
o
Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan KeuanganPPKD dikeluarkan 2 kali dalam satu tahun anggaran, yaitu:
Semester, yang dimulai dari periode Januari -Juni
Tahunan, yang dimulai dari periode Januari – DesemberFormat Laporan Keuangan Semesteran dan Tahunan
Penyusunan laporan keuangan PPKD Laporan Keuangan yang dihasilkan oleh PPKD merupakan hasil proses akuntansi sesuai dengan siklus akuntansi yang dilaksanakan sebelumnya, yaitu tahap pengidentifikasian dokumen sumber, tahap penjurnalan, dan tahap posting ke buku besar tiap-tiap akun. Agar memudahkan kontrol dalam penyusunan laporan keuangan secara manual, dapat dibantu melalui penyusunan Kertas Kerja (Worksheet). b. SPKD
SKPD diwajibkan menyusun laporan keuangan yang terdiri dari LRA, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Berikut dijelaskan secara ringkas ketiga laporan keuangan tersebut.
Audit Sektor Publik
Page 7
1. L apor an Reali sasi A nggar an (L RA)
LRA menyajikan informasi tentang anggaran SKPD, yang terdiri dari pendapatan dan belanja, dan realisasi atas anggaran tersebut. Informasi ini dapat dianalisis dengan melihat (a) selisih antara anggaran dan realisasinya; (2) rasio-rasio antar-rekening, misalnya rasio total belanja terhadap total pendapatan, belanja langsung terhadap belanja tidak langsung, belanja langsung terhadap total pendapatan, belanja langsung terhadap PAD, dsb. Selisih antara anggaran dan realisasi disebut variansi (variance). Secara teoretis, untuk pendapatan dan belanja, selisih tersebut bisa nol, positif atau negatif. Pada praktiknya, jarang terjadi selisih nol atau sama antara anggaran dan realisasinya. Untuk pendapatan, biasanya realisasi lebih besar daripada anggarannya (selisih positif), sedangkan untuk belanja, biasanya negatif. Selisih positif untuk rekening Pendapatan, khususnya PAD, menunjukkan bahwa realisasi pendapatan melampaui target yang ditetapkan. Biasanya selisih ini diartikan sebagai sebuah prestasi atau kinerja yang baik. Namun, harus dipahami bahwa kemungkinan pencapaian (yang terlalu besar) tersebut diakibatkan karena penetapan target pendapatan terlalu rendah. Dari perspektid keagenan, hal ini menunjukkan perilaku moral hazard pelaksana (SKPD) yang terlibat dalam penentuan target (aplikasi dari penganggaran partisipatif di pemerintah daerah). Jika selisih atau variansi belanja negatif, berarti realisasi atau pengeluaran kas masih berada di bawah anggaran (tidak melampaui anggaran). Selisih negatif ini bisa bermakna banyak, yakni:
Efisiensi: Hal ini terjadi jika capaian kinerja atau target output-outcome telah tercapai, sementara dana yang disediakan tidak dihabiskan seluruhnya. Namun, interpretasi seperti ini juga harus dikritisi lebih jauh karena mungkin saja target dinyatakan terlalu rendah dan anggaran dialokasikan terlalu tinggi.
Ada kegiatan yang belum selesai dilaksanakan atau dibayarkan. Karena pekerjaan belum selesai atau belum dilakukan serah terima barang, maka pembayaran belum dilakukan. Hal ini menyebabkan anggaran belanja belum direalisasikan, sehingga di LRA tercantum nilai realisasi belanja yang lebih kecil
Audit Sektor Publik
Page 8
daripada anggarannya. Konsekuensinya, kegiatan/pembayaran akan dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya. Untuk itu, SKPD akan menyusun DPA-L (DPA Lanjutan), yang bisa digunakan sebagai dasar untuk melakukan pembayaran, tanpa harus menunggu APBD di-Perda-kan.
Ada kegiatan yang tidak jadi dilaksanakan. Beberapa alasan yang menyebabkan suatu kegiatan tidak jadi dilaksanakan adalah: (a) Kesalahan dalam perencanaan; (2) ketiadaan sumber pendanaan; (3) keadaan luar biasa/tidak terduga; dan (3) perubahan kebijakan pemerintah daerah dan pusat.
2. Neraca
Neraca memberikan informasi mengenai kondisi atau posisi keuangan pada tanggal tertentu atau akhir tahun anggaran. Informasi tentang kekayaan SKPD dan sumber-sumbernya tersaji dalam laporan keuangan ini. Sesuai dengan standar akuntani untuk pemerintahan yang berlaku di Indonesia (PP No.24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan), hubungan antara aset dengan rekening di pasiva bersifat paralel. Nilai komponen-komponen aset memiliki kaitan langsung dengan sisi pasiva. Perubahan aset/barang/kekayaan SKPD, yang tergambar dari pembandingan antara neraca awal tahun dengan neraca akhir tahun, dapat terjadi karena beberapa hal, di antaranya: (1) realisasi belanja barang, misalnya untuk memperoleh alat tulis kantor; (2) realisasi belanja modal, yang menyebabkan aset tetap bertambah; (3) pengahpusan aset, misalnya dengan menghibahkan, menjual, menukarkan, atau memusnahkan; dan (4) penerimaan hibah atau bantuan dari pihak lain. 3. Catatan atas L aporan K euangan
CALK memberikan informasi mengenai berbagai hal yang tidak “terbaca” dari LRA dan Neraca. Berbeda dengan fungsi buku besar pembantu, CALK tidak hanya merinci lebih jauh rekening-rekening dalam laporan keuangan tersebut, tetapi juga menjelaskan berbagai kebijakan, pendekatan, metode, dan dasar penentuan dan penyajian angka-angka LRA dan Neraca. Selain itu, di dalam CALK juga dapat dijelaskan berbagai faktor, asumsi, dan kondisi yang mempengaruhi angka-angka LK.
Audit Sektor Publik
Page 9
PROSEDUR PEMERIKSAAN SIKLUS BELANJA DAERAH 1. Pengujian subtantatif dititik beratkan pada rek. Aktiva tetap dan kewajiban Materialitas
Auditor berusaha untuk mencapi tingkat risiko yang rendah.yaitu pastikan transaksi belanja daerah bukan merupakan sumber salah saji. Risiko Bawaan
Risiko bawaan dalam pos belanja adalah tinggi disebabkan yaitu:
Volume transaksi tinggi
Kemungkinan adanya pembelanjaan dan pengeluaran tanpa otorisasi
Pembelian aktiva tidak perlu
Masalah akuntansi berkembang
2. Strategi Audit
Tingginya risko bawaan dalam siklus belanja menyebabkan banyak entitas prioritas pada struktur pengendalian intern terhadap siklus belanja guna mencegah dan mendeteksi salah saji. Hal ini signifikan mengurangi risiko pengendalian terhadap keberadaan danketerjadian,kelengkapan,serta penilaian dan pengalokasian.Strategi yang sering digunakan adalah pendekatan tingkat risiko yang lebih rendah. Sebagaimana pada siklus pendapatan ,pengujian pengendalian umumnya tidak mengurangi risiko pengendalian untuk pernyataan hak dan kewajiban. Faktor lain untuk memilih strategi audit adalah manfaat versus biaya. auditor membandingkan biaya untuk melakuan pengujian pengendalian intern dengan hemat pada pengujian subtantif. Tujuan Audit sikus belanja adlh memperoleh bukti mengenai masing-masing peryataan signifikan terkait dengan transaksi dan saldo belanja.saldo berlanja menekankan pada asersi hutang(kewajiban) dan aktiva,pembelian dan pengeluaran kas.
Audit Sektor Publik
Page 10
1. Keberadaan dan Keterjadian Seluruh utang dan aktiva memang benar di neraca.pemebelian dan pengeluran kas benar ada. Terdapat dua tujuan pengujian menurut petunjuk teknis LKPD, namun terdapat beberapa poin yang bisa ditambah yaitu: 1. Belanja dan pengeluaran yg dicatat adalah barang dan jasa yang diterima (pada pembelian barang/jasa) atau pekerjaan yang benar-benar dilakukan oleh pegawai. 2. Pada tujuan kedua belanja dan pengeluaran pembiayaan yang disajikan di LRA milik pemerintah daerah, hal ini merupakan asersi existence yang tidak terkait dengan tujuan audit terkait transaksi.
2. Kelengkapan Transaksi dan saldo memang tercatat. Untuk menguji kelengkapan atas transaksi belanja pemerintah yang terjadi ada beberapa langkah yang harus dilakukan auditor antara lain: mengidentifikasi pengendalian internal kunci dan kelemahannya setelah itu menilai risiko pengendalian, dan langkah terakhir pengujian substantif atas transaksi . semua ini dituangkan dalam matriks. Pada bagian matriks yang dibuat BPK khususnya asersi yang terkait kelengkapan ada beberapa langkah yang harus diperbaiki, berikut penjelasannya. Untuk tujuan audit yang telah diterapkan BPK sudah benar. Seluruh transaksi yang terkait belanja harus dicatat kedalam laporan keuangan yang terkait baik anggaran maupun realisasinya. 3. Hak dan Kewajiban Tujuan pengujian: Memastikan apakah entitas mempunyai hak dan kewajiban yang sah atas aktiva tetap dan kewajiban yang tercat at. Pengendalian intern kunci: 1. Adanya dokumen dan catatan akuntansi 2. Adanya akses kearah pengendalian 3. Pengecekan yang di lakukan oleh personel yang independent Pengujian pengendalian intern:
Audit Sektor Publik
Page 11
1. Melakukan pengamatan terhadap prosedur persetujuan atas permintaan pembelian, order pembelian, penerimaan barang, dan pembuatan bukti kas keluar 2. Memeriksa adanya pengecekan independen terhadap posting ke buku pembantu dan jurnal Risiko terhadap penyajian laporan keuangan di BPK sudah benar. Pengujian substantif atas transaksi: tidak ada hak dan kewajiban pada transaksi, hak dan kewajiban hanya ada pada saldo. 4. Penilaian dan Pengaloasian Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah komponen belanja sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya. Contohnya belanja aktiva tetap dicatat berdasarkan harga perolehannya dan perolehan semacam itu secara sistematik dialokasikan pada periode yang semestinya, hal ini sesuai asumsi dan konsep dasar akuntansi mengenai prinsip biaya historis. Pada bagian pengujian pengendalian internal: 1.
Periksa apakah telah dilakukan verifikasi intern atau review atas dokumen Pengeluaran dan belanja dan periksa apakah hasilnya telah ditindaklanjuti
2.
Periksa apakah pengeluaran dan belanja telah dinilai/diukur dengan harga perolehan
Pada proses pengujian subtantif atas transaksi: 1. Periksa secara uji petik dokumen pengeluaran dan belanja daerah apakah telah benar perhitungannya 2. Periksa secara uji petik apakah pengeluaran dan belanja daerah tahun berjalan sesuai dengan harga perolehannya di LRA 3. Periksa secara uji petik informasi/dokumen pengeluaran dan belanja daerah dan bandingkan dengan laporan yang disajikan di LRA. 5. Pengungkapan dan Pelaporan Diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapakan dalam neraca. Pengungkapan dengan metode depresiasi yg sesuai. Hal yang perlu dikaji lebih jauh yaitu :
Audit Sektor Publik
Page 12
a.
Tujuan pengujian sudah sesuai, yaitu terkait dengan klasifikasi bagan akun yang digunakan dalam sektor publik sudah ditentukan dari SAP dan sudah dijabarkan dalam pengendalian intern kunci. Terkait pengungkapan belanja dan pengeluaran pembiayaan yang memadai disini harus jelas. Memadai jika dilihat dari sisi SAP, apakah belanja tersebut jelas klasifikasinya, apakah jelas secara pendanaannya dari mana (dana yang berasal dari penganggaran untuk belanja atau dana yang sudah disiapkan khusus, misal seperti dana sinking fund).
b.
Dalam pengendalian intern kunci, prosedur timing yang belum jelas, dimana dalam mencatat transaksi harus sesegera mungkin, kapan?, yaitu ketika kas sudah keluar dari Kas Daerah (Cash Basis). Tanggalnya pun harus tercatat dengan jelas dan benar.
c.
Dalam pengujian substantif lebih bersifat dokumentasi, sedangkan disini harusnya berupa konfirmasi apakah benar pengeluaran terkait sesuai dengan tanggal, jumlah, dan vendor yang tepat. Misalnya terkait beban bunga yang harus dibayar, harus dikonfirmasi apakah jumlah yang dibayar sudah benar, dan pembayaran tiap bulannya berapa.
Sistem dan Prosedur Belanja Daerah secara umum adalah sebagai berikut: PPKD dalam rangka manajemen kas menerbitkan Surat Penyediaan Dana (SPD) yang disiapkan oleh kuasa BUD untuk ditandatangani oleh PPKD, setelah penetapan anggaran kas. SPD tersebut merupakan dasar pengeluaran kas yang membebani APBD (belanja) . Berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD di atas, bendahara pengeluaran mengajukan SPP kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD. SPP yang diajukan tersebut dapat berupa SPP Uang Persediaan (SPP-UP); SPP Ganti Uang (SPP-GU); SPP Tambahan Uang (SPP-TU); dan SPP Langsung (SPP-LS). Pengajuan SPP tersebut dilampiri dengan daftar rincian rencana penggunaan dana sampai dengan jenis belanja dan persyaratan dokumen lainnya. Dalam hal dokumen SPP tersebut lengkap dan sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran atau perjabat yang diberikan kewenangan menerbitkan SPM dalam waktu 2 hari kerja sejak diterima SPP. Dalam hal dokumen SPP dinyatakan Jtidak lengkap dan/atau tidak sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran menolak
Audit Sektor Publik
Page 13
menerbitkan SPM dalam waktu 1 hari kerja sejak diterima SPP .SPM(diajukan pa/kpa) yang telah diterbitkan tersebut diajukan kepada kuasa BUD untuk penerbitan SP2D. Kuasa BUD atau pejabat yang diberi kuasa meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran agar pengeluaran yang diajukan tidak melampaui pagu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan seperti kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan. Dalam hal dokumen SPM tersebut dinyatakan lengkap, kuasa BUD menerbitkan SP2D paling lama 2 hari kerja sejak diterimanya SPM. Dalam hal dokumen SPM tersebut dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah dan/atau pengeluaran tersebut melampaui pagu anggaran, kuasa BUD menolak menerbitkan SP2D melalui surat penolakan paling lama 1 hari kerja sejak diterimanya SPM. Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan uang persediaan/ganti uang
persediaan/ tambahan uang persediaan kepada pengguna
anggaran/kuasa penggguna anggaran serta menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan pembayaran langsung kepada pihak ketiga. Metodologi/Langkah2 : 1.memahami pengendalian Internal : bagan alir,kuisoner,walk-through tests 2.Menilai pengenalian internal,Pemisahan tugas,Otorisasi yg tepat,Kecukupan dokumen dan catatan,Dokumen pra-number,Prosedur verifikasi internal 3.mengevaluasi Biaya dan manfaat. Memutuskan apakah peng,substantif akan dpt mengurangi pengujian pengendalian Tujuan pemriksaan berkaitan dengan Transaksi-Belanja : 1. Keberadaan : Belanja dicatat sah 2. kelengkapan : trnsaksi telah dicatat 3. Keakuratan : sesuai jumlah pengeluaran 4. Klasifikasi : transaksi diklasifikasi tepat 5. Ketepatan waktu : waktu tepat dicatat 6. Jurnal dan Peringkasan : dicatat pada file induk
Audit Sektor Publik
Page 14