BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di lingkungan. Sampah padat yang tidak dikelola sebagaimana mestinya dapat menyebabkan masalah lingkungan dan kesehatan pada masyarakat. Masalah pengelolaan sampah padat menjadi suatu hal yang sangat penting untuk diselesaikan. Pengelolaan sampah di kota Pekanbaru dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan umum kebersihan kota yang meliputi kegiatan-kegiatan berupa penyapuan jalan-jalan protokol, pengumpulan sampah, pengangkutan sampah, pemusnahan sampah dan pengelolaan tempat pembuangan akhir sampah serta pemungutan retribusi. Dalam pelaksanaan pengelolaan sampah jumlah tenaga kerja yang ada di Dinas Kebersihan dan pertamanan Kota Pekanbaru sebanyak 690 orang yang terdiri dari 625 orang tenaga harian lepas dan 65 orang pegawai negeri sipil. Diantara 625 orang tenaga harian lepas terdapat 79 orang sebagai petugas pengangkut sampah (Dinas Kebersihan Kota Pekanbaru, 2013) Kota Pekanbaru, pada pertengahan tahun 2013 kembali memperoleh penghargaan piala adipura oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kota terindah dan terbersih. Keberhasilan kota Pekanbaru dalam memproleh penghargaan ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat dalam membangun dan memelihara taman kota. Disamping itu yang paling berperan dalam keberhasilan ini adalah petugas kebersihan kota. Petugas kebersihan kota seperti petugas pengangkut sampah merupakan ujung tombak dalam kebersihan kota.
Petugas kebersihan kota seperti petugas pengangkut sampah yang terjun kelapangan memiliki resiko terkena penyakit yang
lebih banyak banyak dibandingkan
dengan pekerja struktural. Berdasarkan data (Jamsostek, 2011) angka kecelakaan kerja di Indonesia mencapai 99.491 kasus. jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. pada tahun 2007 sebanyak 83.714 kasus, tahun 2008 sebanyak 94.736 kasus, tahun 2009 sebanyak 96.314 kasus, dan tahun 2010 sebanyak 98.711 kasus. Meningkatnya
kecelakaan
kerja
antara
lain
Disebabkan karena kondisi lingkungan kerja yang tidak sehat dan tidak aman. Lingkungan kerja petugas pengangkut sampah adalah ketika menjamah sampah. Risiko yang bisa terjadi pada petugas pengangkut sampah seperti: tertusuk paku, kayu, besi, pecahan kaca dan benda tajam lainnya, keracunan gas metan, karbon monoksida, hidrogen sulfida dan berbagai Jenis penyakit bawaan sampah seperti disentri, diare, kutu air, jamur kulit, kolera, dermatitis, Pes, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan lain sebagainya. Tetapi angka kejadian penyakit yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan pada petugas pengangkut sampah belum dilaporkan secara tertulis pada Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru maupun Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru. Bahaya-bahaya lingkungan kerja baik fisik, biologis maupun kimiawi perlu dikendalikan sedemikian rupa sehingga tercipta suatu lingkungan kerja yang sehat, aman
dan
nyaman.
Berbagai
cara
pengendalian
dapat
dilakukan
untuk
menanggulangi bahaya-bahaya lingkungan kerja, salah satu upaya dalam rangka pemberian perlindungan tenaga kerja adalah dengan cara memberikan APD. Alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat alat yang dipergunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi sebagian/seluruh tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi potensi bahaya/kecelakaan kerja. Bagi petugas pengangkut pengangkut sampah, APD
sangat diperlukan untuk melindungi dirinya terhadap potensi bahaya kecelakaan kerja.
Beberapa
jenis APD
standar sta ndar
yang
perlu
dilengkapi
oleh
petugas
pengangkut sampah adalah alat pelindung kepala, alat pelindung pernafasan, alat pelindung tangan, alat pelindung kaki, kaki, dan pakaian pelindung. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan staf bidang kebersihan pada tanggal 25 maret 2014, 2014, Informasi Informasi yang didapatkan dari
wawancara tersebut
diantaranya: alat pelindung pelindung diri (APD) seperti topi pengaman atau helm, masker, sarung tangan, tangan, pakaian pelindung, dan sepatu pelindung untuk petugas saat bekerja memang telah disediakan dan diberikan secara Cuma-Cuma, namun masih banyak petugas yang tidak menggunakannya. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran petugas dalam mengunakan alat pelindung diri (APD). Hasil observasi awal penulis di lapangan dari 3 orang petugas pengangkut sampah juga diamati tidak seluruh petugas menggunakan APD standar, atau sudah memenuhi kategori alat pelindung diri tetapi tidak memenuhi syarat, Misalnya hanya menggunakan sepatu pelindung kaki tetapi tidak menggunakan sarung pelindung tangan, Menggunakan sarung tangan tetapi hanya menggunakan pada salah satu tangan. kurangnya kesadaran petugas petugas dalam
pemakaian APD saat
melaksanakan pekerjaan karena belum adanya juga pelatihan khusus yang diberikan kepada petugas pengangkut sampah tentang risiko terhadap kesehatan dan pentingnya penggunaan APD dalam melakukan pekerjaan. Hal tersebut berdampak pada sikap petugas dalam menggunakan APD saat melakukan pekerjaan. Menurut Notoatmodjo (2007) juga mengungkapkan suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt (overt behavior ). ). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.
B. Rumusan Masalah
Alat pelindung diri (APD) merupakan seperangkat alat yang dipergunakan oleh
tenaga kerja untuk melindungi
sebagian/seluruh
tubuhnya
terhadap
kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. Bagi petugas pengangkut sampah, APD
sangat
diperlukan
untuk melindungi
dirinya terhadap
potensi
bahaya kecelakaan kerja. Beberapa jenis APD standar yang perlu dilengkapi oleh petugas pengangkut sampah seperti: alat pelindung kepala, alat pelindung pernafasan, alat pelindung tangan, alat pelindung kaki, dan pakaian pelindung. Penggunaan alat pelindung diri (APD) seringkali dianggap tidak penting atau pun remeh oleh para petugas pengangkut sampah. Berdasarkan observasi awal penulis kepada petugas pengangkut sampah juga diamati tidak se luruh petugas menggunakan APD standar, atau sudah memenuhi kategori alat pelindung diri tetapi tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu, dirumuskan masalah penelitian yaitu “ Apakah ada hubungan pengetahuan, sikap
petugas pengangkut sampah dengan tindakan
penggunaan alat pelindung diri (APD)
di lingkungan Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Pekanbaru ”? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum:
diketahuinya
hubungan pengetahuan, sikap
petugas pengangkut sampah
dengan tindakan penggunaan alat pelindung diri (APD) di lingkungan Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Pekanbaru Tahun 2014. 2. Tujuan Khusus:
a.
Untuk mengetahui karakteristik (usia, tingkat pendidikan) pada petugas pengangkut sampah.
b.
Untuk mengetahui pengetahuan petugas pengangkut sampah terhadap penggunaan alat pelindung diri (APD).
c.
Untuk mengetahui sikap petugas pengangkut sampah terhadap penggunaan alat pelindung diri (APD).
d.
Untuk mengetahui tindakan
petugas pengangkut sampah terhadap
penggunaan alat pelindung diri (APD). D. Manfaat Penelitian: 1. Bagi Petugas Pengangkut Sampah
a.
Dapat mengetahui pentingnya penggunaan alat pelindung diri saat bekerja.
b.
Mencegah timbulnya penyakit atau kecelakaan akibat kerja.
2. Bagi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru
a.
Memberikan gambaran mengenai pengetahuan, sikap, tindakan
petugas
pengangkut sampah terhadap penggunaan alat pelindung diri (APD). b.
Dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam melaksanakan tindakan yang berguna untuk merubah perilaku petugas pengangkut dalam memakai alat pelindung diri.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi atau masukan bagi mahasiswa/i peneliti lain untuk studi yang lebih mendalam dan dapat menambah referensi buku-buku di perpustakaan Stikes Tengku Maharatu.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Sampah a. Pengertian
Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Kemudian yang dimaksud dengan sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Menurut Kamus Lingkungan, Sampah adalah semua benda atau produk sisa dalam bentuk padat akibat aktvitas manusia yang dianggap tidak bermanfaat dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya dan dibuang sebagai barang yang tidak berguna. b. Jenis sampah padat
Menurut Arif Sumantri (2010) Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, seperti berikut: 1) Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya. a) Organik, misal: sisa makanan, daun, sayur, dan buah. b) Anorganik, misal: logam, pecah belah, abu, dan lain- lain. 2) Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar a) Mudah terbakar, misal: kertas plastik, daun kering, kayu. b) Tidak mudah terbakar, misal : kaleng, besi, gelas, dan lain-lain.
3) Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk a) Mudah membusuk, misal: sisa makanan, potongan daging, dan sebagainya. b) Sulit membusuk, misal, plastik, karet, kaleng dan sebagainya. 4) Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah a) Garbage, terdiri atas zat- zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan cepat, khususnya jika cuaca panas. Proses pembusukan sering kali menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini dapat ditemukan di tempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya. b) Rubbish, terbagi menjadi dua: (1) Rubbish mudah terbakat terdiri atas zat-zat organik, misal: kertas, kayu, karet, daun kering, dan sebagainya. (2) Rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, misal: kaca, kaleng, dan sebagainya. (3) Ashes, semua sisa pembakaran dari industri. (4) Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat akibat aktivitas mesin atau manusia. (5) Dead animal, bangkai binatang besar yang mati akibat kecelakaan atau secara alami. (6) House hold refuse, atau sampah campuran (misal, garbage, ashes, rubbish) yang berasal dari perumahan. (7) Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan. (8) Demolision waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung.
c . Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah
Menurut Arif Sumantri (2010) beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah sampah, antara lain: 1) Jumlah penduduk Jumlah penduduk bergantung pada aktivitas dan kepadatan penduduk. Semakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk karena tempat atau ruang untuk menampung sampah kurang. Semakin meningkat aktivitas penduduk, sampah yang dihasilkan semakin banyak, misalnya aktivitas pembangunan, perdagangan, industri, dan sebagainya. 2) Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang dipakai Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak lebih lambat jika dibandingkan dengan truk. 3) Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali. Metode itu dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilai ekonomi bagi golongan tertentu. Frekuensi pengambilan dipengaruhi oleh keadaan. Jika harganya tinggi, sampai yang tertinggal sedikit. 4) Faktor geografis Lokasi tempat pembuangan apakah didaerah pegunungan, lembah, pantai, atau di dataran rendah. 5) Faktor waktu Bergantung pada faktor harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Jumlah sampah per hari bervariasi menurut waktu. 6) Faktor sosial ekonomi dan budaya Contoh, adat istiadat dan taraf hidup dan mental masyarakat.
7) Faktor musim Pada musim hujan sampah mungkin akan tersangkut pada selokan pintu air, atau penyaringan air limbah. 8) Kebiasaan masyarakat Contoh, jika seseorang suka mengkonsumsi satu jenis makanan atau tanaman sampah makanan itu akan meningkat. 9) Kemajuan teknologi Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat. Contoh, plastik, kardus, rongsokan, AC, TV, kulkas, dan sebagainya. 10) Jenis sampah Makin maju tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin kompleks pula macam dan jenis sampahnya. d. Pengelolaan Sampah 1) Pengertian
Menurut Wahit Iqbal Mubarak (2009) Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan
(sementara,
pengumpulan,
pemindahan/
pengangkutan.
Pemprosesan, dan pembuangan sampah) dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat seperti teknik (engineering ), perlindungan alam (conversation), keindahan dan pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya, serta mempertimbangkan sikap masyarakat. 2) Tahapan Pengelolaan Sampah Padat
Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik, di antara tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber, tahap pengangkutan, dan tahap pemusnahan.
a) Tahap Pengumpulan dan Penyimpanan di Tempat Sumber
Sampah yang ada di lokasi sumber (kantor, rumah tangga, hotel, dan sebagainya) ditempatkan dalam tempat penyimpanan sementara, dalam hal ini tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan
dalam
tempat
yang
terpisah
untuk
memudahkan
pemusnahannya. Adapun tempat penyimpanan sementara (tempat sampah) yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Kontruksi harus kuat dan tidak mudah bocor. (2) Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan. (3) Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang. Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak besar yang digunakan untuk menampung sampah rumah tangga. Pengelolaannya dapat diserahkan pada pihak pemerintah. Untuk membangun suatu dipo, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya: (1) Dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan setinggi kendaraan pengangkut sampah. (2) Memiliki dua pintu, pintu masuk dan pintu untuk mengambil sampah. (3) Memiliki lubang ventilasi yang tertutup kawat halus untuk mencegah lalat dan binatang lain masuk ke dalam dipo. (4) Ada keran air untuk membersihkan. (5) Tidak menjadi tempat tinggal atau sarang lalat dan tikus. (6) Mudah dijangkau masyarakat.
Pengumpulan sampah dapat dilakukan dengan dua metode: (1) Sistem duet: tempat sampah kering dan tempat sampah basah. (2) Sistem trio: tempat sampah basah, sampah kering, dan tidak mudah terbakar. b) Tahap Pengangkutan
Pengangkutan sampah adalah pemindahan sampah (dari tempat sampah sementara atau pengumpulan) ke tempat pembuangan dengan kendaraan yang relatif lebih besar. Elemen
fungsional
pemindahan
dan
pengangkutan
sampah
menyangkut mengenai penggunaan fasilitas dan perlengkapan yang digunakan untuk memindahkan sampah dari alat pengangkutan yang relatif lebih kecil ke dalam alat pengangkut yang lebih besar yang digunakan untuk mengangkutnya ke tempat yang lebih jauh baik menuju ke pusat pemprosesan atau tempat pembuangan akhir. Sistem pengangkutan dapat dibagi dalam beberapa tahap antara lain; (1) Tempat pengangkut sementara dari rumah tangga dapat dikumpulkan ke tempat sementara yang lebih besar dan dapat diangkut dengan gerobak atau truk. (2) Sampah diangkut ke tempat yang lebih besar biasanya dapat diangkut dengan menggunakan truk. (3) Transfer station selanjutnya sampah di angkut ke pembuangan akhir.
Untuk mendapatkan sistem pengangkutan yang efisien dan efektif maka operasional pengangkutan sampah sebaiknya mengikuti prosedur sebagai berikut: (1) Menggunakan rute pengangkutan yang sependek mungkin dan dengan hambatan yang sekecil mungkin. (2) Menggunakan kendaraan angkut dengan kapasitas/daya angkut yang semaksimal mungkin. (3) Menggunakan kendaraan angkut yang hemat bahan bakar. (4) Dapat memanfaatkan waktu kerja semaksimal mungkin dengan meningkatkan jumlah beban kerja semaksimal mungkin dengan meningkatkan jumlah beban kerja/rotasi pengangkutan.
c) Tahap Pengolahan dan Pemusnahan Sampah
(1) Sanitary landfill (ditanam), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah. (2) Incenarator atau insenerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah dengan cara membakar sampah secara besar-besaran dengan menggunakan fasilitas pabrik. (3) Composting, pemusnahan sampah dengan cara memanfaatkan proses dekomposisi zat organik oleh kuman-kuman pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk. (4) Discharge to sewers, Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem pembuangan air limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem pembuangan air limbah memang baik.
(5) Dumping, Sampah dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan, jurang, atau tempat sampah. (6) Dumping in water, Sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya banjir. (7) Individual incineration, Pembakaran sampah secara perorangan ini biasa dilakukan oleh penduduk terutama di daerah perdesaan. (8) Recyling, Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat dipakai atau daur ulang (9) Reduction, Metode ini diterapkan dengan cara menghancurkan sampah (biasanya dari jenis garbage) sampai ke bentuk yang lebih kecil, kemudian diolah untuk menghasilkan lemak. (10) Salvaging, Pemanfaatan sampah yang dapat dipakai kembali misalnya, kertas bekas. Bahayanya adalah bahwa metode ini dapat menularkan penyakit. 3) Pengaruh Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya tentu saja ada yang positif dan ada juga yang negatif. a)
Pengaruh yang baik Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif terhadap masyarakat dan lingkungannya, seperti berikut: (1) Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk. (2) Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang biak serangga atau binatang pengerat.
(3) Menurunkan
insidensi
kasus
penyakit
menular
yang
erat
hubungannya dengan sampah. (4) Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup masyarakat. (5) Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuan budaya masyarakat. b)
Pengaruh Negatif Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat, seperti berikut: (1) Pengaruh terhadap kesehatan (a) Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat atau tikus. (b) Terjadinya
kecelakaan
akibat
pembuangan
sampah
secara
sembarangan, misalnya luka akibat benda tajam seperti besi, kaca, dan sebagainya. (2) Pengaruh Terhadap Lingkungan (a) Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata. (b) Proses
pembusukan
sampah
oleh
mikroorganisme
akan
menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk. (c) Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya kebakaran yang lebih luas
(d) Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air permukaan atau sumur dangkal. (3) Terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat (a) Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial budaya masyarakat setempat. (b) Angka kasus kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja sehingga produktivitas masyarakat menurun. (c) Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan minat dan hasrat orang lain (turis) untuk datang berkunjung ke daerah tersebut sehingga menurunkan pendapatan masukan daerah tersebut.
2. Alat pelindung diri a. Pengertian
Alat pelindung diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja (Permennakertrans RI, 2010) Menurut Budiono (2003) alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. b. Syarat APD
Menurut Suma‟mur (1996) syarat-syarat alat pelindung diri yang baik antara lain : 1) Alat pelindung diri tersebut harus enak dipakai. 2) Alat
pelindung
diri
tersebut
harus
tidak boleh
mengganggu
pekerjaannya. 3) Memberikan
perlindungan
yang
efektif
terhadap
bahaya
yang
dihadapinya. c. Ketentuan Penggunaan APD
Menurut Budiono dkk (2003) alat pelindung diri yang telah dipilih hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1) Harus memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh pekerja. 2) Beratnya harus se-ringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan. 3) Harus dapat dipakai secara fleksibel. 4) Bentuknya harus cukup menarik.
5) Tidak mudah rusak. 6) Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya. 7)
Suku cadangnya harus mudah diperoleh sehingga pemeliharaan alat pelindung diri dapat dilakukan dengan mudah.
8)
Memenuhi ketentuan dari standar yang ada.
9)
Pemeliharaannya mudah.
10) Tidak membatasi gerak. 11) Rasa “tidak nyaman” tidak berlebihan (rasa “tidak nyaman” tidak mungkin hilang sama sekali, namun diharapkan masih dalam batas toleransi). Menurut Notoadmodjo (1974), faktor yang mempengaruhi bersedia atau tidaknya menggunakan alat pelindung diri yang telah disediakan adalah : 1)
Sejauh
mana
orang
yang
memakai
alat
itu
mengerti
akan
kegunaannya. 2)
Kemudahan dan kenyamanan apabila dipakai dengan gangguan yang paling minimum terhadap prosedur kerja yang normal.
3)
Sanksi-sanksi ekonomi, sosial dan disiplin yang dapat digunakan untuk mempengaruhi attitude mereka.
d. Jenis – jenis alat pelindung diri
Menurut Kusnoputranto (1986) alat pelindung diri yang dipakai oleh petugas pengangkut sampah terdiri dari : pakaian pelindung, masker, sarung tangan, topi dan sepatu pelindung. 1) Pakaian Pelindung
Menurut International Labour Office Geneve
(1986) pakaian
pelindung berguna untuk menutupi seluruh atau sebagian dari panas, suhu,
dingin, cairan kimia, dan minyak. Bentuknya pakaian terusan dengan celana panjang dan lengan panjang. Dua kriteria dasar yang harus dipenuhi pada pakaian pelindung: a) Apapun
bahayanya,
pakaian
harus
memberikan
cukup
perlindungan terhadap bahaya tesebut. b) Pakaian tersebut harus ringan dipakainya, awet, dan membuat rasa kurang nyaman sekecil mungkin, tetapi memungkinkan mobilitas, penglihatan, dan sebagainya yang maksimum.
Gambar 1. Pakaian Pelindung 2) Masker
Menurut Habsary (2003) alat pelindung diri pernafasan/masker berguna untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang dapat bersifat racun, korosi, ataupun rangsangan. Masker untuk melindungi debu/partikel yang lebih besar yang masuk ke dalam pernafasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu.
Santoso (2004) menyatakan masalah alat perlindungan pernafasan terdiri atas: a) Penutup muka yang buruk dapat menimbulkan jerawat, dapat membuat rambut jadi terjepit, tidak sesuai dengan ukuran wajah, menimbulkan iritasi pada bekas luka. b) Pemeliharaan yang tidak baik c) Tali pengikat longgar/lepas d) Tidak nyaman dalam menghirup udara e) Menimbulkan sesak nafas f) Psikologis dan kecemasan g) Meningkatkan beban kerja pada jantung dan hati h) Menghirup kembali udara yang dihembuskan i) Kesulitan berkomunikasi
Gambar 2. Masker Pelindung 3) Sarung tangan
Menurut Habsary (2003) sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang paling banyak tidak digunakan. Hal ini tidaklah mengherankan karena kecelakaan pada tangan paling sering terjadi. Berguna untuk melindungi tangan dan bagian-bagian dari benda-benda tajam/goresan, bahan-bahan kimia (padat/larutan), benda-benda panas/dingin. Sarung tangan dapat terbuat dari kulit (melindungi tangan dari benda tajam, goresan), kain/katun (melindungi tangan dari benda panas/dingin atau goresan).
Gambar 3. Sarung Tangan Pelindung Depnakertrans
RI
(2004)
membagi
faktor-faktor
yang
perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan sarung tangan: a)
Bahaya yang harus dijauhi seperti benda panas atau dingin, benda tajam dan kasar.
b)
Daya tahannya terhadap kontak dengan bahan berbahaya.
c)
Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan pekerjaan misalnya sarung tangan yang ringan akan memberikan kepekaan yang lebih besar.
d)
Daerah yang harus dilindungi yaitu apakah jari atau seluruh tangan. Menurut Santoso (2004) masalah sarung tangan:
a)
Mungkin dapat menangkap bahan kimia
b)
Mengurangi kepekaan tangan dan jari
c)
Kebocoran dari lubang yang tidak diketahui
d)
Mungkin menyebabkan dermatitis
4) Topi Pengaman
Menurut Depnakertrans RI (2004) tujuan pemakaian topi pengaman ini adalah melindungi kepala dari bahaya terbentur dengan benda tajam atau keras yang menyebabkan luka gores, terpotong, tertusuk, terpukul oleh benda benda jatuh, melayang dan meluncur, juga melindungi kepala dari panas.
Gambar 4. Alat Pelindung Kepala Adapun kriteria alat pelindung kepala: a) Tahan terhadap benturan benda b)
Menyerap tekanan atau goyangan
c)
Tahan air dan panas
d)
Sesuai dengan instruksi dan penempatan alat pelindung kepala
5) Sepatu Pelindung
Menurut Habsary (2003) sepatu pelindung bagi petugas kebersihan dipakai untuk melindungi kaki dari bahaya kejatuhan benda-benda berat, benda tajam/potongan kaca, larutan kimia, benda panas, dermatitis, kemungkinan tersandung/ tergelincir. Untuk mencegah tergelincir sebaiknya menggunakan sol anti slip dari karet alam atau sintetik dengan motif timbul. Untuk mencegah tusukan dari benda-benda runcing, sol dilapisi dengan logam.
Gambar 5. Alat Pelindung Kaki
e. Pemeliharaan Alat Pelindung Diri
Depnakertrans RI (2004) menyatakan bahwa perawatan dan kontrol terhadap alat pelindung diri penting agar fungsi alat pelindung diri tetap baik, sarung tangan pelindung harus dijaga kebersihannya, jika sarung tangan itu tidak bersih pada bagian dalamnya akan lebih berbahaya. Sarung tangan karet dapat menyebabkan eksim. Alat pelindung diri yang disuplai oleh perusahaan, harus ada sertifikat dari distributornya. Untuk menjamin bahwa perawatan alat pelindung diri telah dilakukan sesuai rencana, diperlukan adanya catatan. Catatan harus memberikan informasi: 1)
Kapan dan perawatan apa yang telah dilaksanakan.
2)
Bila tes, apa dan bagaimana hasilnya.
3)
Bila ada kerusakan, kerusakan apa dan perbaikan apa yang dilakukan.
3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri a. Pengetahuan 1) Pengertian
Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007) 2) Pentingnya Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuk tindakan seseorang (over behaviour ). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan. Penelitian
Rogers (1974) mengungkapkan bahwa Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul. c) Evaluation
(menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d) Trial, di mana subjek mula mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e) Adaption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Menurut Notoatmodjo (2007) ada enam tingkat Pengetahuan didalam domain kognitif, yakni: a) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall ) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, „tahu‟ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. b) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan
contoh,
menyimpulkan,
meramalkan,
dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c) Aplikasi ( Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya
dapat
menggunakan
rumus
statistik
dalam
penghitungan-
penghitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah ( problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. d) Analisis ( Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini
dapat
menggambarkan
dilihat
dari
(membuat
penggunaan
bagan),
kata-kata
membedakan,
kerja:
dapat
memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya. e) Sintesis ( syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru
dari
formulasi
yang
ada.
Misalnya
dapat
menyusun,
dapat
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya. f) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain: a) Pengalaman Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan. b) Ekonomi (pendapatan) Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih tercukupi bila dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk kedalam kebutuhan sekunder. c) Lingkungan sosial ekonomi Manusia
adalah
makhluk
sosial
dimana
didalam
kehidupan
saling
berinteraksi satu dengan yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan lebih besar ia terpapar informasi.
d) Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam pemberian respons terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan. e) Paparan media massa atau informasi Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media massa. f) Akses layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan Mudah atau sulitnya dalam mengakses layanan kesehatan tentunya akan berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya dalam hal kesehatan. b. Sikap 1) Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat menafsirkan te rlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007) 2) Komponen pokok sikap
Menurut (Notoatmodjo, 2007) Sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep
terhadap suatu obyek
artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap obyek. b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang terhadap obyek. c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk berperilaku terbuka. 3) Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), tingkatan sikap terbagi menjadi 4 yaitu : a) Menerima ( Receiving ) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b) Merespons ( Responding ) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut. c) Menghargai (Valuing ) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat 3. d) Bertanggung jawab ( Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
4) Ciri-ciri sikap
Ciri-ciri sikap menurut purwanto (1998) adalah: a) Sikap
bukan
dilakukan
sejak
lahir
melainkan
dibentuk
atau
dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat. b) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terhadap keadaan dan syaratsyarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang lain. c) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu obyek dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari/berubah senantiasa
berkenaan dengan suatu obyek tertentu
yang dirumuskan dengan jelas. d) Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. e) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah
yang
membedakan
sikap
dan
kecakapan-
kecakapan/pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. 5) Sifat sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif menurut purwanto (1998): a) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. b) Sikap negatif terhadap kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.
C. Praktik/ tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan ( over behaviour ). untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan f akto pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2007) Menurut Notoatmodjo (2007) tingkat-tingkat praktik meliputi : a) Persepsi ( Perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama. b) Respon Terpimpin (Guided Respons) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua. c) Mekanisme (mecanism) Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. d) Adaptasi ( Adaptation) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan
penilaian
atau
pendapat
terhadap
apa
yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan diketahuinya.
apa yang
30
B. Penelitian Terkait
1. Berdasarkan penelitian Heny Sutianingsih yang meneliti ” Hubungan pengetahuan sikap dan praktik terhadap penggunaan alat pelindung diri (APD) Pekerja Pengangkut Sampah di PT.Flarosurya Sepakat Rumbai Kota Pekanbaru Tahun 2013”. Didapatkan ada hubungan pengetahuan responden terhadap penggunaan APD pada pengangkut sampah dan tidak adanya hubungan sikap responden terhadap penggunaan APD pada pengangkut sampah. 2. Penelitian Rahma Dona tentang ”Faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada petugas pengangkut sampah dinas pasar kebersihan dan pertamanan Kabupaten Kampar tahun 2011”, didapatkan pengetahuan petugas pengangkut sampah terhadap perilaku penggunaan alat pelindung diri sebagian besar sudah cukup baik, namun dalam hal ini petugas pengangkut sampah hanya sekedar mengetahui alat-alat pelindung diri tapi kurang memahami manfaat atau tujuan penggunaan APD bagi kesehatannya, rata-rata petugas pengangkut sampah hanya menerima alat-alat pelindung diri saja tapi mereka jarang menggunakan APD secara lengkap saat bekerja karena alasan sangat tidak nyaman, terganggu dan merasa risih saat memakainya. Sikap petugas pengangkut sampah yang berkaitan dengan penggunaan APD menunjukkan bahwa sebagian besar mempunyai sikap yang positif (baik). 3. Penelitian Zaki tentang hubungan pengetahuan, sikap dan masa kerja petugas pengangkut sampah dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) di lingkungan dinas kebersihan dan pertamanan Kabupaten Rokan Hilir 2008. Dari tiga variabel yang diasumsi sebelumnya, hanya dua variabel yang memiliki hubungan secara bermakna yaitu variabel pengetahuan dan masa kerja dengan penggunaan APD pada petugas pengangkut sampah.
31
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo, 2010) Secara skematis kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel Independen
Skema 2.1 Variabel Dependen
Pengetahuan Petugas Pengangkut Sampah Tindakan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Sikap Petugas Pengangkut Sampah
D. Hipotesis
Ho: 1.
Tidak Ada hubungan antara pengetahuan petugas pengangkut sampah dengan tindakan penggunaan alat pelindung diri (APD) di lingkungan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru Tahun 2014.
2.
Tidak ada hubungan antara sikap petugas pengangkut sampah dengan tindakan penggunaan alat pelindung diri (APD) di lingkungan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru Tahun 2014.
Ha: 1.
Ada hubungan antara pengetahuan petugas pengangkut sampah dengan tindakan penggunaan alat pelindung diri (APD) di lingkungan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru Tahun 2014.
2.
Ada hubungan antara sikap petugas pengangkut sampah dengan tindakan penggunaan alat pelindung diri (APD) di lingkungan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru Tahun 2014.
32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik sedangkan rangcangan penelitian menggunakan Cross Sectional study, yaitu untuk mendapatkan gambaran tentang suatu keadaan secara objektif dalam waktu bersamaan. B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru dari bulan April – Mei 2014. C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Popoulasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang diteliti (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah petugas pengangkut sampah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru yang berjumlah 79 orang. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan petugas pengangkut sampah yang berjumlah 79 orang. Dalam bukunya (Arikunto, 2006) mengatakan bahwa jika jumlah populasi kurang dari 100, akan lebih baik jika diambil secara keseluruhan. D. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan wawancara dengan staf bidang kebersihan mengenai tujuan penelitian dan masalah yang diangkat untuk menjadi topik penelitian. Setelah mendapat persetujuan, barulah peneliti melakukan pendekatan dengan responden yakni petugas pengangkut pengangkut sampah. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada
33
responden. Setelah responden mengerti dan menyatakan diri untuk bersedia, responden harus menandatangi lembar persetujuan sebagai responden. Jika ada petugas yang tidak bersedia untuk menjadi responden, maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati haknya. Dalam hal ini Segala Kerahasian jawaban responden akan dijamin sepenuhnya oleh peneliti. E. Alat Pengumpulan Data
Pada penelitian ini alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang mengacu pada kerangka konsep, dimana sebelum kuesioner disebarkan terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. F. Prosedur Pengumpulan Data
Alur pelaksanaan kegiatan peneliti dalam pengumpulan data: 1. Setelah topik penelitian disetujui oleh Pembimbing Penelitian, kemudian peneliti mengurus dan meminta izin kepada Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru. 2. Peneliti meminta izin kepada Kepala Bidang Kebersihan untuk menjalankan penelitian. 3. Peneliti mendatangi responden (Petugas Pengangkut Sampah) untuk menjelaskan tujuan penelitian dan menjamin terhadap hak-hak responden. Responden yang bersedia untuk mengisi lembaran kuesioner harus mendatangani surat persetujuan sebagai responden. 4. Peneliti membagi lembaran kuesioner kepada responden (Petugas Pengangkut Sampah) dan menjelaskan cara pengisian kuesioner. 5. Setelah kuesioner terisi, peneliti mengumpulkan kuesioner untuk diperiksa kelengkapannya.
34
H. Pengolahan dan Analisa Data 1) Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari kuesioner diolah dengan menggunakan Software Statistik SPSS versi 16.0, langkah-langkah yang dilakukan adalah: a. Editing,
yang bertujuan untuk mengecek kelengkapan jawaban yang
disesuaikan dengan jumlah pertanyaan. b. Coding, data yang telah diedit akan diubah kedalam bentuk angka. c. Entry, variabel-variabel yang telah di coding, kemudian dimasukkan ke dalam file data dengan menggunakan software statistik (SPSS versi 16.0). d. Tabulating, data yang terkumpul akan ditabulasi dalam bentuk tabel. e. Melakukan analisis data sesuai dengan tujuan penelitian. 2) Analisa Data
Analisa data berguna untuk menyederhanakan data sehingga mudah ditafsirkan dalam penelitian ini. Peneliti menganalisa data dengan 2 cara, yaitu: a. Analisa Univariat Analisa ini dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase dari tiap-tiap variabel independen yaitu pengetahuan dan sikap petugas pengangkut sampah dengan tindakan penggunaan alat pelindung diri (APD). b. Analisa Bivariat Analisa ini dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen (pengetahuan dan sikap) dengan variabel dependen (tindakan penggunaan alat pelindung diri). Dengan menggunakan uji statistik chi-square dengan batas derajat kepercayaan 0,05. Apabila uji statistik didapatkan p value < 0,05