BAB II ANALISIS SITUASI A. Keadaan Wilayah dan Status Geografis Puskesmas Benu-Benua
Puskesmas
Benu-Benua
terletak
di
Kelurahan
Punggaloba
Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, tepatnya berada di antara 3º54’30” 4º3’11” Lintang Selatan dan 122º23’ - 122º39’ Bujur Timur.
Puskesmas Benu-Benua merupakan sebuah Puskesmas induk non perawatan yang definitife sejak tahun 1991. Wilayah kerja meliputi tiga kelurahan yaitu Kelurahan Tipulu, Kelurahan Puunggaloba dan Kelurahan Benu-Benua. Pada bulan April 2003 wilayah kerja puskesmas Benu-Benua bertambah
tiga kelurahan yaitu: yaitu: Kelurahan Sodoha, Kelurahan Sanua,
Kelurahan Dapu-Dapura yang merupakan bagian dari Kecamatan Kendari Barat.
Gambar 1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua.
5
Luas wilayah kerja Puskesmas Benu-benua ± 11,28 Km², yang terdiri dari Kel. Tipulu : 3,350 Km², Kel. Punggaloba: 2,693 Km², Kel.BenuBenua:1,378 Km², Kel. Sodohoa:1,824 Km², Kel. Sanua:1,835 Km²Kel. Dapu-Dapura:
0,200
Km².
Batas-batas
wilayah
kerja
Puskesmas
Puskesmas Benu-Benua sebagai berikut : 1.
Sebelah utara berbatasan dengan Gunung Nipa-Nipa
2.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Gunung Jati
3.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Kendari
4.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Watu-Watu Kemaraya
B. Keadaan Keadaan Penduduk Pe nduduk
Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua pada Tahun 2016 sebanyak 27.650 jiwa yang terhimpun dalam 5.503 KK, yang tersebar di 6 kelurahan dengan jumlah penduduk terbesar yakni 5.674 jiwa (21%) berada di Kelurahan Tipulu, dan terendah terdapat di Kelurahan Benu-benua 3.315 Jiwa (12%). Tabel.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelurahan Kelurahan Di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Tahun 2016 ∑ Penduduk ∑ ∑ No Kelurahan Pddk/Kelura Berdasarkan Lk Pr han KK 1 2 3 4 5=( 3+4) 6 1. Tipulu 2.852 2.822 5.674 857 2. Punggaloba 2.557 2.496 5.053 1148 3. Benu-Benua 1.653 1.662 3.315 609 4. Sodohoa 2.208 2.141 4.349 905 5. Sanua 2.590 2.558 5.148 1243 6. Dapu2.065 2.046 741 Dapura 4.111 Jumlah 13.92 13.72 5.503 5 5 27.650 Sumber data : BPS Kota Kendari tahun 2016
6
C. Jumlah Sarana Sosial
Jumlah sarana social di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua terdapat 20 Sekolah yang terdiri dari 16 Sekolah Dasar (SD), 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan 1 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) serta 1 Panti Asuhan. D. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas BenuBenua di antaranya puskesmas, rumah sakit, sarana produksi dan distribusi
farmasi
dan
alat
kesehatan,
sarana
Upaya
Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). Uraian sarana Kesehatan tersebut disajikan dalam tabel berikut : Tabel.2 Jenis Sarana Kesehatan Puskesmas Benu-Benua Tahun 2016 NO JENIS SARANA KESEHATAN JUMLAH 1. Sarana Kesehatan Pemerintah Puskesmas 1 Induk 2. Rumah sakit swasta 1 3. Distrbusi Farmasi dan alkes (apotek) 4 4. Sarana kesehatan bersumber daya 0 masyarakat - Posyandu 18 - SD dengan dokter kecil 16 - Pos UKK 2 - Dokter Praktek Swasta 7 6 1. Posyandu Lansia 2 2. Puskel 3. PAUD 3 1 4. Rumah Pemulihan GIZI 1 5. Rumah Siaga 6 6. Posbindu Sumber. SP2TP Puskesmas tahun 2016
7
E. Tenaga Kesehatan
Jumlah jenis tenaga kesehatan dan tupoksi masing-masing tenaga kesehatan Puskesmas Benu-Benua pada tahun 2016 dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel.3 Jumlah Jenis Tenaga Kesehatan Puskesmas Benu-Benua Tahun 2016 No. Jenis Tenaga Jumlah 1. Dokter Umum 2 2. Dokter Gigi 1 3. S 1 Kesehatan Masyarakat 4 4. S 1 Keperawatan 3 5. S1 Keperawatan + Ners 1 6. S 1 Non Kesehatan 3 7. Apoteker / S 1 Farmasi 0 8. D 3 Keperawatan 3 9. D 3 Kebidanan 5 10. S1 Kebidanan+S2 Kebidanan 1 11. S2 Kebidanan 1 12. D 3 Gizi 4 13. D 3 Kesling 1 14. D 3 Farmasi 1 15. D3 Perawat Gigi 2 16. D3 Analis kesehatan 1 17. D1 Kebidanan 3 18. Tenaga Kontrak 5 31 Tenaga Sukarela Jumlah 71 Sumber: data Kepegawaian Puskesmas Benu-Benua 2016
8
F. Struktur Organisasi
Gambar 2. Struktur Organisasi Puskesmas Benu-Benua
9
G. Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2017 1. Program Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak Serta KB
a. Kegiatan Program KIA dan KB 1) Pelayanan ANC dan Penjaringan Bumil Risti di Posyandu, Pustu, Polindes, dan Puskesmas 2) Sweeping Bumil 3) Pelayanan PNC dan Penjaringan Bufas Risti b. Upaya Pelayanan Kesehatan Bayi, Balita, APRAS Dan Anak Sekolah 1) Kunjungan Neonatal 2) Deteksi Dini Tumbuh Kembang Bayi, Balita, dan Apras 3) Penjaringan Kesehatan Anak Sekolah 4) Sweeping/kunjungan rumah Bayi dan Balita Risti untuk tindak lanjut c. Upaya Pendampingan Bumil 1) Kelas Ibu Hamil 2) Kunjungan Rumah untuk pendampingan d. Peningkatan Kinerja Tenaga Penolong Persalinan 1) Audit Maternal Perinatal 2) Supervisi dan pembinaan bidan desa oleh Bikor e. Keluarga Berencana 1) Penyuluhan KB untuk pembinaan Akseptor Lama dan Penjaringan Akseptor Baru 2) Kunjungan rumah untu PUS yang tidak berKB atau drop out Program KIA dapat dinilai dengan menggunakan beberapa parameter/indikator, yaitu: K1, K4, Persalinan oleh Nakes dan KN (output ), kemudian ditambah dengan anemia gizi dan BBLR serta AKI dan AKB.
10
Tabel 2. Distribusi Hasil Cakupan KIA Puskesmas Benu-benua tahun
2017 No
Jenis Kegiatan
Sasara
Target
Cakupan Absolut
%
1
K1
679
100
639
94,10
2
K4
679
95
597
87,92
3
Bumil Risti
135
100
117
86,7
4
PKO
135
80
102
75,55
5
Persalinan
647
90
553
85,47
80
102
75,55
Ket
Normal 6
Bulin Risti
7
Bulin Nakes
647
90
553
85,47
8
KN 1 (0-7 hari)
617
90
553
89,62
9
KN 2 (8-28 hari)
617
90
553
89,62
10
Neonatus Risti
93
80
74
74,56
11
Bufas
647
90
553
85,47
12
Bufas Risti
135
90
102
75,55
13
Bayi Risti
93
90
74
74,56
14
Yankes Bayi
617
90
538
67,19
15
Anak Balita
2467
90
2072
83,98
16
Apras
1066
60/90
721
90
2. Perbaikan Gizi Masyarakat
Program Perbaikan Gzi Masyarakat di puskesmas Benu-benua dilaksanakan oleh tim puskesmas yang terdiri dari Koordinator dan petugas
penanggungjawab kelurahan. Tiap kelurahan dipegang oleh
satu orang petugas gizi kompeten dibidangnya.
11
Visi dari program perbaikan gizi di puskesmas Benu-benua adalah “ KECAMATAN BENU -BENUA BEBAS DARI GIZI BURUK DAN GIZI KURANG PADA TAHUN 2017” Adapun misinya yaitu melakukan
berbagai upaya perbaikan gizi masyarakat khususnya untuk Bayi dan Balita serta Ibu hamil dan menyusui. Adapun kegiatan kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: a. Penjaringan Kasus Gizi Kurang dan Gizi Buruk 1) Penimbangan dan Pemantauan Pertumbuhan Balita di Posyandu 2) Kunjungan rumah untuk sweeping balita b. Pemberian Makanan Tambahan 1) PMT lokal dan PMT Pemulihan c. Penanggulangan Kep, Anemia Gizi Fe, Gaky Dan Gaky 1) Pemberian Vitamin A 2) Sweeping vitmin A 3) Sweeping tablet Fe Bumil 4) Pemantauan Penggunaan Garam beryodium Rumah tangga 5) Pendampingan kasus gizi kurang dan gizi buruk 6) Pendampingan bumil KEK d. Pemberdayaan Masyarakat Untuk Pencapaian Keluarga Sadar Gizi 1) Penyuluhan tentang Gizi seimbang 2) Penyuluhan ASI Exclusif 3) Lomba Balita Sehat 4) Pembinaan Taman Gizi Masyarakat Dari berbagai proses kegiatan yang dilakukan dihasilkan sejumlah out put yang merupakan indikator-indikator dalam upaya perbaikan gizi msyarkat.
12
3. Kegiatan Immunisasi
a. Pelayanan Immunisasi dasar di Posyandu dan Puskesmas b. Sweeping Immunisasi c. Penanganan kasus KIPI d. BIAS e. Pengambilan Vaksin 4. Upaya Promosi Kesehatan
Komponen perilaku dan lingkungan sehat merupakan garapan utama promosikesehatan. Promosi kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat agar dapatmemelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya
(WHO).
Pelaksanaan
kegiatanpromosi
kesehatan bukanlah pekerjaan yang mudah, karena menyangkut aspek perilakuyang erat kaitannya dengan sikap, kebiasaan, kemampuan, potensi
dan
faktor
budaya
padaumumnya.
Selanjutnya
perilaku
kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan oleh manusia yangdidasari oleh pengetahuan, sikap dan kemampuan yang dapat berdampak positif ataunegatif terhadap kesehatan.Keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan digambarkan melalui indikatorindikator persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat, persentase Posyandu Purnama dan Mandiri. a. Rumah Tangga ber PHBS Sepuluh
indikator tunggal Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) yang terdiri dari 6 indikator individu dan 4 indikator rumah tangga. Indikator individu meliputi: 1. pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, 2. bayi 0-6 mendapat ASI eksklusif, 3. Keluarga yang mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, 4. Rumah tangga yang yang memberantas jentik di rumah, 5. Keluarga tidak merokok didalam rumah, 6. Keluarga yang melakukan
aktifitas fisik setiap
hari. 13
Indikator Rumah Tangga meliputi : Rumah tangga yang menimbang balita setiap tahun, 2. Rumah tangga memiliki akses terhadap air bersih, 3. Rumah tangga memiliki akses jamban sehat, 4. Rumah tangga cukup mengkonsumsi sayur dan buah. PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. b. Posyandu Purnama dan Mandiri Peran serta masyarakat di bidang kesehatan sangat besar. Wujud nyata bentuk peran serta masyarakat antara lain muncul dan berkembangnya (UKBM),
Upaya
misalnya
Pos
Kesehatan Pelayanan
Bersumberdaya Terpadu
Masyarakat
(Posyandu),
Pos
Kesehatan Kelurahan (Poskeskel) yang merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat dengan dukungan tehnis dari petugas kesehatan. Sebagai
indikator
peran
aktif
masyarakat
melalui
pengembangan UKBM digunakan persentase desa yang memiliki Posyandu. Posyandu merupakan wahana kesehatan bersumberdaya masyarakat yang memberikan layanan 5 kegiatan uatama (KIA, KB, Gizi, Imunisasi dan P2 Diare) dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat. Di Puskesmas Benu-Benua, jumlah posyandu yang tercatat untuk tahun 2005-2014 sebanyak 18 buah posyandu dengan rasio posyandu/desa sebesar 3,0 sedangkan untuk tahun 2013, Jumlah posyandu
masih
tetap
yaitu
18
Posyandu
posyandu/desa masih sama yaitu sebesar 3,0.
dengan
rasio
Pada tahun 2011
untuk Program UKBM terdiri dari Posyandu Lansia sebanyak 5 buah serta Pusling sebanyak 2 buah, dan pada tahun 2012 Posyandu 14
lansia bertambah 2 sehingga menjadi 6 posyandu dan untuk pusling menjadi 3 tempat yaitu : Pusling kampung Baru, Pelelangan, dan Pasar
Higienis.Sedangkan
pada
tahun
2013 untuk
Pusling
mengalami pengurangan menjadi 2 tempat yaitu : Pusling Kampung Baru dan Pelelangan, hal ini disebabkan karena di Pasar Higenis tidak memungkinkan lagi untuk diadakan Pelayanan Kesehatan Keliling. Jadi di tahun 2013 terdapat 18 Posyandu Balita, 6 Posyandu Lansia dan 2 Pusling. Sedangkan di Tahun 2014 masih sama di tahun 2013 untuk Pusling berjumlah 2 tempat yaitu: Pusling Kampung Baru dan Palelangan. Pada tahun 2015 Jumlah Posyandu Balita tetap 18, 6 Posyandu Lansia, dan Posyandu Keliling menjadi 3 tempat yaitu Pusling Kampung Baru, Pelelangan dan Pasar Sentral. Pada tahun yang sama di adakan Posyandu Bimbingan Terpadu untuk yang merupakan pelayanan pengobatan secara umum untuk segala usia. Adapun tempat pelayanan Posbindu : 2 di Kelurahan Tipulu, 2 di Kelurahan Puunggaloba, 1 di Kelurahan Sodohoa dan 1 di Kelurahan Dapu-dapura. Jumlah Posyandu Purnama untuk tahun 2007-2009 mencapai 16 Posyandu (89%) dan untuk Posyandu Mandiri mencapai 2 Posyandu (11,2%), pada tahun 2011, Posyandu Purnama menjadi 14 dan Posyandu Mandiri meningkat menjadi 4 Posyandu dan pada tahun 2013 masih sama keadaannya dengan tahun 2012. Sedangkan di tahun 2014 jumlah Posyandu Mandiri berjumlah 3 Posyandu dan Posyandu Purnama Berjumlah 15 Posyandu. Tahun 2015 jumlah posyandu
mandiri
dan
posyandu
purnama
belum
mengalami
perubahan.
15
5. Upaya Penyehatan Lingkungan
Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, akan disajikan indikator-indikator yang merupakan hasil dari upaya sektor kesehatan dan hasil dari upaya sektor-sektor lain yang sangat terkait. Lingkungan merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik, lingkungan menentukan baik buruknya status derajat kesehatan masyarakat. Salah satu sasaran dari lingkungan sehat adalah tercapainya permukiman dan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan di perdesaan dan perkotaan, termasuk penanganan daerah kumuh, serta terpenuhinya persyaratan kesehatan di tempat-tempat umum, termasuk sarana dan cara pengelolaannya. Indikator-indikator tersebut adalah persentase rumah sehat, persentase tempat-tempat umum sehat, persentase penduduk dengan akses air minum, serta persentase sarana pembuangan air besar dan tempat penampungan akhir kotoran/tinja pada rumah tangga. a. Rumah Sehat Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang sangat penting bagi kehidupan setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai tempat untuk melepas lelah setelah bekerja seharian, namun didalamnya terkandung arti yang penting sebagai tempat untuk membangun kehidupan keluarga sehat dan sejahtera. Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak dihuni Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
16
Di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua, berdasarkan laporan Program Kesehatan Lingkungan Tahun2013 presentase rumah Sehat mencapai 76% yang memenuhi syarat kesehatan dan 24% tidak memenuhi syarat sedangkan ditahun 2014 mengalami penurunan yaitu 60% dan 40% tidak memenuhi syarat. Angka pencapaian ini masih belum mencapai target nasional yaitu 80% oleh karenanya perlu adanya upaya-upaya peningkatan yang mengarah kepada peningkatan pencapaian rumah sehat. Rumah sehat pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 85,6% dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 14,4%. Pencapaian ini sesuai dengan target nasional. Sedangkan tahun 2016 sebanyak 75 %. b. Tempat-tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan (TUPM) Aspek penting dalam penyelanggaraan Sanitasi TempatTempat Umum (STTU) yaitu aspek teknis/ hukum yaitu peraturan dan perundang-undangan
sanitasi,
aspek
sosial,
yang
meliputi
pengetahuan tentang : kebiasaan hidup, adat istiadat, kebudayaan, keadaan
ekonomi,
administrasi
dan
kepercayaan, management,
komunikasi, yang
dll
meliputi
dan
aspek
penguasaan
pengetahuan tentang cara pengelolaan STTU yang meliputi : Man, Money, Method, Material dan Machine. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Program Kesling Puskesmas Benu-Benua tahun 2014 dan 2015, didapatkan bahwa persentase rata-rata tempat-tempat umum yang sehat baru mencapai 85,4%.
17
c. Akses Terhadap Air Minum Air merupakan kebutuhan essensial bagi mahluk hidup. Tanpa air tidak akan ada kehidupan di bumi ini. Sekitar 71% komposisi bumi terdiri dari air. Rumus kimia air adalah H2O (tersusun atas dua atom hidrogen dan satu atom oksigen). Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari. Ketersediaan
dalam
jumlah
yang
cukup
terutama
untuk
keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program penyediaan air bersih yang terus menerus diupayakan pemerintah. Oleh karena itu, salah satu indikator penting untuk mengukur derajat kesehatan adalah ketersediaan sumber air minum rumah tangga. Statistik Kesejahteraan Rakyat tahun 2007 yang diterbitkan oleh BPS mengkategorikan sumber air minum yang digunakan rumah tangga menjadi 2 kelompok besar, yaitu air minum terlindung dan tidak terlindung. Sumber air minum terlindung terdiri dari air kemasan, ledeng, pompa, mata air terlindung, sumur terlindung, dan air hujan. Sedangkan sumber air minum tak terlindung terdiri dari sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai dan lainnya. Sumber air minum yang digunakan rumah tangga dibedakan menurut air kemasan, ledeng, pompa, sumur terlindung, sumur tidak terlindung, mata air terlindung, mata air tidak terlindung, air sungai, air hujan dan lainnya. Data
dari
Statistik
Kesejahteraan
Rakyat
(BPS,
2003)
menunjukkan bahwa rumah tangga di Indonesia yang menggunakan air minum dari air kemasan sebesar 1,83%, ledeng 17,03%, pompa 14,51%, sumur terlindung 35,57%, sumur tidak terlindung 12,09%, mata air terlindung 7,88%, mata air tidak terlindung 4,93%, air sungai 3,10%, air hujan 2,66% dan sumber lainnya 0,39%. 18
Sulawesi Tenggara berdasarkan Peta Kesehatan Indonesia tahun 2007, persentase rumah tangga yang menggunakan sumber air minum Terlindung mencapai 73,99%, sedangkan untuk Kota Kendari Tahun 2006 persentase rumah tangga yang menggunakan sumber air minum Terlindung mencapai 30% dan untuk Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua tahun 2014 persentase rumah tangga yang menggunakan sumber air minum terlindung dan memenuhi syarat mencapai 90% dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 10%. Sedangkan di Tahun 2015 persentase rumah tangga yang menggunakan sumber air minum terlindung dan memenuhi syarat mencapai 100%. Sumber air bersih yang diperiksa pada tahun 2016 sebanyak 24.999 dari 25.090 sumber namun yang memenuhi syarat sebanyak 98% atau 24.578 dan yang
tidak memenuhi syarat
sebanyak 2% atau 421.
6. Upaya Pengobatan
Upaya pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara paripurna. Upaya tersebut dimaksudkan untuk a) Menjamin ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan obat generik dan obat esensial yang bermutu bagi masyarakat, b) Mempromosikan penggunaan obat yang rasional dan obat yang generik, c) Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di farmasi komunitas dan farmasi klinik serta pelayanan kesehatan dasar, serta d) Melindungi masyarakat dari penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan, mutu dan keamanan.
19
H. Pembiyaan Kesehatan
Dengan perubahan Visi, Misi dan Strategi Pembangunan Kesehatan, maka beban kerja Dinas Kesehatan cukup berat, luas dan kompleks. Selain
itu,
kita
juga
diperhadapkan
dengan
permasalahan
untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat, meningkatkan kelembagaan serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, pembiayaan pembangunan kesehatan diarahkan agar dapat mendukung berbagai program antara lain penerapan paradigma sehat, pelaksanaandesentralisasi, mengatasi berbagai kedaruratan, peningkatan profesionalisme tenaga kesehatan. Untuk
mencapai
tujuan
pembangunan
kesehatan
tersebut,
pemerintah telah melakukan berbagai upaya melalui upaya pelayanan kesehatan dasar yang menitikberatkan pada upaya pencegahan dan penyuluhan kesehatan. Dalam melaksanakan upaya pelayanan kesehatan tersebut diperlukan pembiayaan, baik yang bersumber dari pemerintah maupun masyarakat, termasuk swasta. Sejak dilaksanakannya kebijakan desentralisasi
pada
tahun
2001,
biaya
untuk
pelaksanaan
upaya
kesehatan dari pemerintah diharapkan sebagian besar berasal dari Pemerintah Daerah. 1. Anggaran Bantuan Operasional Kesehatan ( BOK )
BOK adalah bantuan dana dari pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dalam membatu Pemerintah Daerah kabupaten/Kota dalam melaksanakan
Pelayanan
Kesehatan
sesuai
Standar
Pelayanan
Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Menuju Millineum Development Goal s (MDG’s) Bidang Kesehatan tahun 2015 melalui peningkatan ’
Kinerja Puskesmas dan Jaringannya serta poskeskel dan Posyandu. Anggaran
BOK
(Bantuan
Operasional
Kesehatan)
dalam
penggunaanya dititik beratkan pada Upaya Promotif dan Preventif. Untuk anggaran BOK alokasi di Puskesmas Benu-Benua tahun 2015 20
sebesar Rp. 95.000.000, - dengan realisasi Rp. 95.000.000,- (100%), sedangkan pada tahun 2016 sebesar Rp. 235.000.000,- terealisasi 100%. 2. Anggaran Dari Dana Kapitasi JKN
Dengan diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada bulan Januari 2014. Diharapkan akan terjadi perubahan pada sistem pembiayaan Puskesmas. Melalui SJSN pemerintah hanya akan bertanggung jawab untuk pemenuhan pembiayaan upaya kesehatan masyarakat (UKM) sementara upaya kesehatan perorangan (UKP) di biayai oleh SJSN sebagai trust fund . Dalam konteks tersebut maka pembiayaan Puskesmas untuk UKP akan didukung oleh dana kapitasi dari
Badan
Penyelenggara
Jaminan
Sosial
Kesehatan
(BPJS
Kesehatan). Artinya, Puskesmas harus siap dan mampu mengelola dana tersebut demi pemenuhan SJSN sekaligus sebagai masukan manfaat bagi Puskesmas. Dana kapitasi adalah besaran pembayaran per bulan yang dibayarkan dimuka kepada FKTP oleh BPJS berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Tahun 2016 jumlah dana kapitasi JKN sebesar Rp. 973.568.000,- yang diperuntukkan 60% jasa tenaga kesehatan dan 40% operasional kesehatan berupa : 1. Dana untuk kegiatan upaya kesehatan perorangan berupa kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi lainnya (kegiatan puskel). 2. Dana kunjungan rumah dalam rangka upaya kesehatan perorangan. 3. Dana operasional untuk mobil puskesmas keliling. 4. Dana untuk bahan cetak dapat dibelanjakan pengadaan bahan cetak. 5. Dana untuk alat tulis kantor. 6. Dana administrasi keuangan dan sistem informasi.
21
3. Anggaran Pembangunan Daerah
Tahun 2016 anggaran kesehatan dari APBD yang dialokasikan dipuskesmas Benu-Benua berupa anggaran rutin yang diperuntukan sebagai dana Operasional Puskesmas. Alokasi Anggaran APBD untuk Puskesmas Benu-Benua sebanyak Rp. 140.770.000,- (100%) dengan realisasi sebesar Rp.140.364.375.- (99%).
I. Derajat kesehatan
Gambaran derajat kesehatan Puskesmas Benu-Benua, berikut ini disajikan dalam situasi Angka Kelahiran, Mortalitas (Kematian), Morbiditas (Kesakitan), dan Status Gizi Masyarakat. 1. Angka Kelahiran
Kelahiran merupakan salah satu faktor yang dapat menambah jumlah penduduk indonesia. Meningkatkan angka kelahiran dapat mendorong pertumbuhan penduduk. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat
kesehatan
Ibu
meningkatkankeselamatan
hamil bayi
(ibu
yang
lahir),
yang
sehat
akan
dan
tenaga
sarana
kesehatan yang memadai (meningkatnya jumlah tenaga kesehatan seperti dokter atau bidan hingga desa-desa terpencil membantu menurunkan
tingkat
kematian
bayi),
kesejahteraan
masyarakat
(semakin sejahtera kehidupan suatu keluarga mendorong untuk penambahan keturunan), dan Perkawinan (hampir setiap orang memandang perkawinan sebagai bagian dari fase hidup mereka dan bertujuan untuk melahirkan keturunan mereka).
22
Perkembangan jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan sensus yang dilakukan pada 2010, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat penduduk Indonesia 2.376 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49%. Sementara pada 2013, penduduk Indonesia sudah mencapai 250 juta jiwa. Di tahun 2014 jumlah penduduk Indonesia bertambah menjadi 247.424.598 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1,49% per tahunnya sedangkan pada tahun 2015 berjumlah 25.859 jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1,49%. Perkembangan Jumlah penduduk di Kota Kendari khususnya di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua ditahun 2015 sebesar 25.859 jiwa dengan tingkat kelahiran sebesar 0,02 % pertahunnya. Sedangkan di tahun2016 sebesar 27.650 jiwa. 2. Mortalitas (Angka Kematian)
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadiankematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Disamping itu kejadian kematian jugadapat digunakan sebagai indikator dalam
penilaian
keberhasilan
pelayanan
kesehatan
danprogram
pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitungdengan melakukan berbagai survei dan penelitian. Peristiwa kematian pada dasarnya merupakan proses akumulasi akhir
dari
berbagaipenyebab
kematian
langsung
maupun
tidak
langsung. Secara umum kejadian kematianpada manusia berhubungan erat dengan permasalahan kesehatan sebagai akibat darigangguan penyakit atau akibat dari proses interaksi berbagai faktor yang secara sendirisendiriatau
bersama-sama
mengakibatkan
kematian
dalam
masyarakat.
23
Salah satu alat untuk menilai keberhasilan program pembangunan kesehatan yangtelah dilaksanakan selama ini adalah dengan melihat perkembangan angka kematian daritahun ke tahun. Besarnya tingkat kematian dan penyakit penyebab utama kematian yangterjadi pada periode terakhir dapat dilihat dari berbagai uraian berikut. a. Angka Kematian Bayi (AKB) Infant Mortality Rate
atau Angka kematian bayi adalah
banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Indikator ini terkait langsung dengan terget kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan tempat tinggal anak-anak termasuk
pemeliharaan
kesehatannya.
AKB
cenderung
lebih
menggambarkan kesehatan reproduksi. Angka Kematian Bayi (AKB) relevan dipakai untuk memonitor pencapaian terget program karena mewakili komponen penting pada kematian balita. Data kematian yang terdapat pada suatu komunitas dapat diperoleh melalui survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian di fasilitas pelayanan kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia berasal dari berbagai sumber, yaitu Sensus Penduduk, Surkesnas/Susenas, dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Beberapa tahun terakhir menurut Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2007 Estimasi AKB Tahun 2007 telah banyak mengalami penurunan yaitu 34 per 1.000 kelahiran hidup dibanding tahun 2005 sebesar 36 per 1.000 Kelahiran Hidup.
24
Sedangkan di Sulawesi Tenggara menurut Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2007 Estimasi AKB Tahun 2007 masih cukup tinggi yakni sebesar 41 per 1.000 Kelahiran Hidup. Untuk Kota Kendari menurut Profil Kesehatan Kota Kendari tahun 2006 AKB sebesar 3 per 1000 Kelahiran Hidup, dan angka ini sudah cukup baik karena dibawah angka rata-rata nasional sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup. di Puskesmas Benu-Benua sendiri AKB tahun 2011 sebanyak 5 per 1.000 Kelahiran Hidup dan tahun 2012 sebanyak 0 per 1000 Kelahiran Hidup, tahun 2014Angka Kematian Bayi sebanyak 0 per 1000 Kelahiran Hidup sedangkan pada tahun 2015Angka Kematian Bayi sebanyak 3 per 1000 Kelahiran Hidup (0,01%), dan pada tahun 2016 tidak terdapat kematian bayi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat AKB tetapi tidak mudah untuk menentukan faktor yang paling dominan dan faktor yang kurang dominan. Tersedianya berbagai fasilitas atau faktor aksesibilitas dan pelayanan kesehatan dari tenaga medis yang terampil, serta kesediaan masyarakat untuk merubah kehidupan tradisional ke norma kehidupan modern dalam bidang kesehatan merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat AKB. Menurunnya AKB dalam beberapa waktu terakhir memberi gambaran adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam Profil Kesehatan Indonesia penyebab kematian
bayi
yang
terbanyak
adalah
disebabkan
karena
pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran
prematur
dan
Berat
Badan
Lahir
Rendah
(BBLR)
sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir). 25
b. Angka Kematian Balita (AKABA)
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1.000 Kelahiran Hidup. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan anak Balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan, indikator ini menggambarkan tingkat kesejahteraan sosial, dalam arti besar dan tingkat kemiskinan
penduduk, sehingga kerap dipakai
untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk. Adapun nilai normatif AKABA yakni lebih besar dari 140 tergolong sangat tinggi, antara 71-140 sedang dan kurang dari 71 rendah. Angka Kematian Balita di Kota Kendari (menurut Profil kesehatan Kota kendari tahun 2006) sebanyak 14 kasus kematian dari 25.066 balita angka ini naik 3 kasus dibanding tahun 2005. Sedangkan
di
Puskesmas
Benu-Benua
AKABA
Tahun
2010
sebanyak 1 kasus dari 2.260 Balita. Pada tahun 2012, 2013, 2014, 2015 DAN 2016 AKABA sebanyak 0 kasus. c. Angka Kematian Ibu (AKI)
AKI adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian
terkait dengan gangguan kehamilan atau
penanganannya selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) per 100.000 Kelahiran Hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu ibu melahirkan dan masa nifas.
26
Untuk mengantisipasi masalah ini maka diperlukan terobosanterobosan dengan mengurangi peran dukun dan meningkatkan peran Bidan. Harapan kita agar bidan di desa benar-benar sebagai ujung tombak dalam upaya penurunan AKB (IMR) dan AKI (MMR). 3. Morbiditas (Angka Kesakitan)
Angka kesakitan penduduk diperoleh dari data yang berasal dari masyarakat ( community based data ) yang diperoleh melalui survei, dan hasil pengumpulan data dari sarana pelayanan kesehatan ( facility based data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan. Tabel.4 Jumlah Kunjungan Pasien Berdasarkan Kunjungan Baru Dan Lama Tahun 2016
1.
Kunjungan Baru
JUMLAH KUNJUNGAN 425
2.
Kunjungan Lama
22.824
No.
NAMA KUNJUNGAN
Jumlah Kunjungan
% DARI JUMLAH KUNJUNGAN 1,8 98,2 100
23.249
Sumber: SP2TP PuskesmasBenu-Benua 2016 Tabel.5 Jumlah Kunjungan Dan Rujukan Pasien Berdasarkan Jaminan Kesehatan Tahun 2016 No . 1.
Nama Kunjungan
Kunjungan Bpjs Kunjungan 2. Gratis/Umum Jumlah Kunjungan
Jumlah Kunjungan 15323 7926 23.249
% Dari Jumlah Kunjungan 66,9 34,1 100
Jumlah Rujukan 3131 12
% Dari Masing2 Kunjungan 20,4 0,2
3,143
Sumber: SP2TP PuskesmasBenu-BenUa 2016
27
Untuk angka kesakitan di Puskesmas Benu-Benua dapat dilihat dalam Tabel 20 besar penyakit dapat dilihat tabel dibawah ini: Tabel.6 20 Besar Penyakit Puskesmas Benu-Benua Tahun 2016 No. NAMA PENYAKIT JUMLAH
1.
Ispa
4315
2.
Comond Cold
1745
3.
Hipertensi
1707
4.
Artritis
1372
5.
Penyakit Pulpa/Jaringan Perafikal
1363
6.
Dispepsia
1082
7.
Penyakit Jantung Pembuluh Darah
898
8.
Penyakit Pada Susunan Saraf
888
9.
Dermatitis Kontak Alergi
885
10.
Diabetes Militus
723
11.
Kll Dan Ruda Paksa
625
12.
Diare
584
13.
Penyakit Mata
388
14.
Suspek Tb
364
15.
Infeksi Kulit
352
16.
Otitis Media
338
17.
Pnemonia
317
18.
Penyakit Jiwa
229
19.
Asma Bronitial
201
20.
Infeksi Saluran Kencing
158
Sumber: SP2TP Puskesmas Benu-Benua 2016
28
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa angka kesakitan tertinggi pada tahun 2016 adalah penyakit ISPA yang mencapai 4.315 kasus. 4. Status Gizi
Status gizi seseorang sangat erat kaitannya dengan permasalahan kesehatan
secara
umum,
karena
disamping
merupakan
faktor
predisposisi yang dapat memperparah penyakit infeksi secara langsung juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan individual. Bahkan status gizi janin yang masih berada dalam kandungan dan bayi yang sedang menyusu sangat dipengaruhi oleh status gizi ibu hamil atau ibu menyusui. Berikut ini akan disajikan gambaran mengenai indikator-indikator status gizi masyarakat antara lain bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), status gizi balita, status gizi wanita usia subur, Kurang Energi Kronis (KEK), Anemia Gizi Besi (AGB) pada ibu dan pekerja wanita dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) sebagaimana diuraikan berikut ini : a. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 kategori yaitu BBLR karena prematur (usia kandungan < 37 minggu) atau BBLR karena Intra Uterine Growth Retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup
bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara berkembang, banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemia, malaria dan menderita penyakit menular seksual (PMS) sebelum konsepsi atau pada saat hamil.
29
Di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua di tahun 2013 jumlah bayi yang lahir sebanyak 516 bayi, dengan BBLR sebanyak 11 bayi dan ditahun 2014 jumlah bayi yang lahir sebanyak 466 orang dengan BBLR 4 bayi. Sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 539 orang dengan jumlah BBLR 8 bayi (4 laki-laki dan 4 perempuan). Sedangkan di Tahun 2016 jumlah kasus BBLR sebanyak 21 kasus b. Status Gizi Balita
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara penilaian status gizi pada Balita adalah dengan anthropometri yang diukur melalui indeks Berat Badan menurut umur (BB/U) atau berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Kategori yang digunakan adalah: gizi lebih (zscore>+ 2 SD); gizi baik (z-score-2 SD sampai +2 SD); gizi kurang (z-score<-2 SD sampai -3 SD) dan gizi buruk (z-score<-3 SD). Sejak tahun 1992 untuk mengukur keadaan gizi anak balita digunakan standar WHO-NCHS untuk index berat badan menurut umur. Namun dari beberapa studi/survei yang melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan (BB/TB), pada umumnya, pengukuran BB/TB menunjukkan keadaan gizi kurang yang lebih jelas,
dan
sensitif/peka
dibandingkan
prevalensi
berdasarkan
pengukuran berat badan menurut umur seperti hasil dari pengukuran prevalensi gizi kurang menurut BB/TB( wasting )sesudah tahun1992 berkisar antara 10-14%. Di Puskesmas Benu-Benua status gizi balita masih merupakan masalah yang perlu penanganan yang serius, ini disebabkan masih banyaknya kasus gizi buruk yang terjadi diWilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua.
30
Profil Kesehatan Puskesmas Benu-Benua Tahun 2007 kasus gizi buruk yang di tangani sebanyak 27 kasus, pada tahun 2008 sebanyak 37 kasus, pada tahun 2009 sebanyak 40 kasus Gizi buruk, dan pada tahun 2010 sebanyak 14 kasus Gizi Buruk, pada tahun 2011 sebanyak 18 kasus gizi buruk dan pada tahun 2012 jumlah gizi buruk sebanyak 15 kasus yang ditangani namun pada akhir tahun sisa 6 kasus yang belum berubah status gizinya.
Di tahun 2013
jumlah gizi buruk sebanyak 18 kasus, 8 kasus diantaranya sudah berubah status gizinya menjadi baik, sedangkan 10 kasusnya lagi masih dalam pemantauan dan penanganan oleh petugas Gizi di Puskesmas. Sedangkan di awal tahun 2014 jumlah kasus gizi buruk sebanyak10 kasus, 8 kasus diantaranya sudah berubah status gizinya menjadi baik sedangkan 2 kasus lagi masih dalam pemantauan dan penanganan.Sedangkan pada tahun 2015 Baduta (0-23 bulan) yang ditimbang sebanyak 1.508 Baduta, sedangkan Baduta yang berada dibawah garis merah (BGM) sebanyak 16 Baduta. Kasus Gizi buruk yang ditemukan pada tahun 2015 sebanyak 4 kasus dan telah mendapatkan perawatan. Di tahun 2016 jumlah Bayi Garis Merah (BGM) sebanyak 28 kasus. c. Status Gizi Wanita Usia Subur Kurang Energi Kronik (KEK)
Salah satu cara untuk mengetahui status gizi wanita usia subur (WUS) umur 15-49 tahun adalah dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Hasil pengukuran ini bisa digunakan sebagai salah satu cara dalam mengidentifikasikan seberapa besar seorang wanita mempunyai risiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Indikator Kurang Energi Kronik (KEK) menggunakan standar lingkar lengan atas (LILA) <23,5cm.
31
Di Puskesmas Benu-Benua tahun 2007 kasus bumil KEK mencapai 71 (10,6%),
pada tahun 2008 turun menjadi 68 Kasus
(11,7%), pada tahun 2009 turun menjadi 62 kasus(10,8%),
pada
tahun 2010 turun menjadi 51 kasus (10,2%), pada tahun 2011 sebanyak 32 kasus (7,07%) dan pada tahun 2012 meningkat sebanyak 42 Kasus. Sedangkan di tahun 2013 jumlah Bumil KEK mengalami penurunan yaitu sebanyak 21 kasus (1,3%), begitupun di tahun
2014
jumlah
bumil
KEK
menurun
menjadi
14
kasus
(2,5%).Tahun 2015 pada kasus bumil KEK menurun menjadi 12 kasus (1,9%). Sedangkan di Tahun 2016 sebanyak 16 Kasus.
32