Diktat Kuliah
ILMU NEGARA
Disampaikan dalam forum kuliah
ILMU NEGARA
Pada Fakultas Hukum
Universitas Jabal Ghafur
Disusun
Oleh:
ZAKI 'ULYA, S.H.,M.H.
NIDN :0122028505
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JABAL GHAFUR
SIGLI
2014
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Istilah, Pengertian Negara dan Ilmu Negara 3
B. Objek Ilmu Negara 6
C. Metode Pendekatan Ilmu Negara 7
BAB II NEGARA
A. Istilah dan Pengertian Negara 9
B. Hakikat Negara 10
C. Unsur-Unsur dan Sifat-Sifat Negara 11
D. Tujuan dan Fungsi Negara 12
BAB III TEORI KEKUASAAN DAN AJARAN KEDAULATAN
A. Kekuasaan Dan Kewibawaan 15
B. Legitimasi Kekuasaan 16
C. Teori Kedaulatan 19
BAB IV TIMBUL DAN LENYAPNYA NEGARA
A. Teori Timbul dan Munculnya Negara 23
B. Teori Lenyapnya Negara 24
BAB V TIPE-TIPE NEGARA
A. Tipe Negara Berdasarkan Sejarah 26
B. Tipe Negara Berdasarkan Hukum 27
BAB VI BENTUK NEGARA DAN PEMERINTAHAN
A. Pengertian Bentuk Negara dan Pemerintahan 29
B. Teori-Teori Bentuk Negara 31
BAB VII SUSUNAN NEGARA DAN HUBUNGAN ANTARNEGARA
A. Susunan Negara 36
B. Hubungan Antar Negara 36
DAFTAR KEPUSTAKAAN 40
BAB I
PENDAHULUAN
A. Istilah, Pengertian Negara dan Ilmu Negara
Kelahiran dan keberadaan Ilmu Negara tidak dapat lepas dari jasa
George Jellinek, seorang pakar hukum dari Jerman yang kemudian dikenal
sebagai bapak Ilmu Negara, pada tahun 1882 ia telah menerbitkan buku
dengan judul Allgemeine Staatslehre (Ilmu Negara Umum), buku ini
kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Ilmu Negara. Istilah Ilmu Negara
dikenal dengan beberapa istilah, antara lain:
1. di Belanda dikenal dengan istilah Staatsleer,
2. di Jerman dikenal dengan istilah Staatslehre,
3. di Perancis dikenal dengan istilah Theorie d' etat, sedangkan
4. di Inggris dikenal dengan istilah Theory of State, The General Theory
of State, Political Science, atau Politics.
Dalam menyusun bukunya Allgeimeine Staaslehre, George Jellinek
menggunakan methode van systematesering (metode sistematika), dengan
cara mengumpulkan semua bahan tentang ilmu negara yang ada mulai zaman
kebudayaan Yunani sampai pada masanya sendiri (sesudah akhir abad ke-19
atau awal abad ke-20 dan bahan-bahan itu kemudian disusunnya dalam suatu
sistem.
Berkaitan dengan perbedaan penyelidikan objek antara Ilmu Negara
dengan Ilmu Lain yang pembahasan sama, yaitu Negara, bahwa Hukum Tata
Negara RI dan Ilmu Politik Kenegaraan memandang objeknya, yaitu negara
dari sifatnya atau pengertiannya yang konkret, artinya objeknya itu
sudah terikat pada tempat, keadaan dan waktu, jadi telah mempunyai objek
yang pasti, misalnya negara Republik Indonesia, negara Inggris, negara
Jepang dan seterusnya. Kemudian, dari negara dalam pengertiannya yang
konkret itu diselidiki atau dibicarakan lebih lanjut susunannya, alat-
alat perlengkapannya. Wewenang serta kewajiban daripada alat-alat
perlengkapan tersebut dan seterusnya.
Sedangkan Ilmu Negara memandang objeknya itu, yaitu Negara, dari
sifat atau pengertiannya yang abstrak, artinya objeknya itu dalam
keadaan terlepas dari tempat, keadaan dan waktu, belum mempunyai ajektif
tertentu, bersifat abstrak-umum-universal.
Metode yang digunakan oleh Jellinek dalam bukunya, dapat dilihat
dalam sistematika dibawah ini :
- Pengertian Negara dan Unsur-unsurnya
Istilah negara sudah dikenal sejak zaman Renaissance, yaitu pada
abad ke-15. Pada masa itu telah mulai digunakan istilah Lo Stato yang
berasal dari bahasa Italia, yang kemudian menjelma menjadi L'etat' dalam
bahasa Perancis, The State dalam bahasa Inggris atau Deer Staat dalam
bahasa Jerman dan De Staat dalam bahasa Belanda.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian negara seperti
dikemukakan oleh Aristoteles, Agustinus, Machiavelli dan Rousseau.
Sifat khusus daripada suatu negara ada tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Memaksa
Sifat memaksa perlu dimiliki oleh suatu negara, supaya peraturan
perundang-undangan ditaati sehingga penertiban dalam masyarakat dapat
dicapai, serta timbulnya anarkhi bisa dicegah. Sarana yang digunakan
untuk itu adalah polisi, tentara. Unsur paksa ini dapat dilihat pada
ketentuan tentang pajak, di mana setiap warga negara harus membayar
pajak dan bagi yang melanggarnya atau tidak melakukan kewajiban
tersebut dapat dikenakan denda atau disita miliknya.
2. Monopoli
Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari
masyarakat. Negara berhak melarang suatu aliran kepercayaan atau
aliran politik tertentu hidup dan disebarluaskan karena dianggap
bertentangan dengan tujuan masyarakat.
3. Mencakup semua
Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang
tanpa, kecuali untuk mendukung usaha negara dalam mencapai masyarakat
yang dicita-citakan. Misalnya, keharusan membayar pajak.
Adapun Negara mempunyai dua pengertian :
a. Negara dalam arti luas merupakan kesatuan social yang diatur secara
konstutisional untuk mewujudkan kepentingan bersama.
b. Negara dalam arti sempit ada beberapa ahli yang berpendapat:
Negara menurut pendapat para sarjana yaitu:
- George Jellinek: Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok
manusia yang telah berkediaman diwilayah tertentu.
- George Wilhelm Friedrich Hegel: Negara merupakan organisasai
kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual
dan kemerdekaan universal.
- Mr. Kranenburg: Negara adalah suatu organisasai yang timbul karena
kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri
- Roger F. Soltau: Negara adalah alat (agency) atau wewnang (authority)
yang mengtur atau mengendalikan personal bersama atas nam masyarakat.
- Prof. R. Djokosoetono: Negara ialah suatu organisasi manusia atau
kumpulan manusia yang berada dibawah suatu pemerintahan yang sama.
- Prof. Mr. Soenarko: Negara ialah organisasi masyarakat yang mempunyai
daerah tertentu, dimana kekuasaan Negara berlaku sepenuhnya sebagai
souvereign.
Hal yang dimaksud unsur-unsur negara adalah bagian-bagian yang
menjadikan negara itu ada. Unsur-unsur negara terdiri dari:
1. Wilayah, yaitu batas wilayah di mana kekuasan itu berlaku. Adapun
wilayah terbagi menjadi tiga, yaitu darat, laut, dan udara.
2. Rakyat, adalah semua orang yang berada di wilayah negara itu dan yang
tunduk pada kekuasaan negara tersebut.
3. Pemerintah, adalah alat negara dalam menyelenggarakan segala
kepentingan rakyatnya dan merupakan alat dalam mencapai tujuan.
4. Pengakuan dari negara lain. Unsur ini tidak merupakan syarat mutlak
adanya suatu negara karena unsur tersebut tidak merupakan unsur
pembentuk bagi badan negara melainkan hanya bersifat menerangkan saja
tentang adanya negara. Jadi, hanya bersifat deklaratif bukan
konstitutif. Pengakuan dari negara lain dapat dibedakan dua macam,
yaitu pengakuan secara de facto dan pengakuan secara de jure.
- Hubungan ilmu negara dengan ilmu hukum tata negara:
Ilmu negara merupakan pengantar sebelum mempelajari hukum tata
negara. Karena ilmu negara yang merupakan ilmu pengetahuan yang murni
mempelajari dasar-dasar pokok dan sendi-sendi pokok daripada negara.
Oleh karenanya ilmu negara dapat memberikan dasar-dasar teoritis untuk
hukum tata negara yang positif dan konkret.
- Hubungan ilmu negara dengan ilmu politik
Kata politik berasal dari kata 'polis' dalam bahasa Yunani kuno.
Polis adalah kota yang menyerupai negara. (pada zaman yunani kuno
terdapat suatu tempat tinggal bersama orang-orang di atas sebuah bukit
dengan tembok/benteng yang kuat, yang mempunyai organisasi kekuasaan
tertnggi. Maka polis adalah suatu negara, disebut negara kota (city
state), selanjutnya kata-kata yang berasal dari kata
polis/politik/police dll dapat dikatakan berkaitan dengan negara.
Obyek penyelidikan ilmu politik adalah negara dalam arti umum. Yang
diselidiki terutama adalah kekuatan-kekuatan sosial yang terdapat dalam
masyarakat yang secara langsung dapat mempengaruhi pemerintahan negara,
bahkan dapat ikut merubah dan menentukan struktur negara. Karenanya ilmu
politik penyelidikannya berkaitan dengan faktor-faktor kekuasaan yang
riil dalam masyarakat.
Persamaan ilmu negara dengan ilmu politik terletak pada obyeknya,
yaitu keduanya mempelajari negara sebagai pengertian 'genus'/umum.
Bahkan dinegara Anglo-Amerika kedua ilmu tersebut tidak dibedakan. Ilmu
tersebut identik.
Perbedaan keduanya terletak pada 'focus of interest'. Herman
Heller menyatakan ilmu negara tugasnya terbatas pada usaha-usaha
melukiskan lembaga-lembaga kenegaraan, sehingga sifatnya adalah
deskriptif dan karenanya statis. Ilmu politik sebaliknya lapangan
kerjanya lebih luas, karena juga meliputi usaha-usaha untuk mengadakan
analisa dari peristiwa politik atau peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan negara, jadi sifatnya lebih dinamis.
B. Objek Ilmu Negara
Ilmu Negara menganggap Negara sebagai obey-obyek penyelidikannya
antara lain meliputi pertumbuhan, sifat hakit dan bentuk-bentuk Negara.
Hukum tata Negara juga mengganggap Negara sebagai obyeknya,
terutama tentang hubungan antara alat-alat perlengkapan Negara.
Pembahasan dalam ilmu Negara menitik beratkan pada hal-hal yang bersifat
umum dengan menganggap Negara sebagai gema (bentuk umum) dan
mengesampingkan/mengabaikan sifat-sifat khusus dari Negara.
Perbedaan antara hukum tata Negara dengan ilmu Negara ialah ilmu
Negara menyelidiki atau membahas negara dalam teori-teori yang umum
dengan mengesampingkan sifat-sifat khusus dari setiap Negara-negara
sedangkan hukum Tata Negara (positif) menyelidiki atau membahas suatu
system Hukum Tata Negara Indonesia, Hukum Tata Negara Inggris. Hukum
Tata Negara Belanda, dan sebagainya.
Jadi Hukum Tata Negara menguraikan pertumbuhan, perkembangan dan
susunan suatu sistem alat-alat perlengkapan negara tertentu, sedangkan
Ilmu Negara mencurahkan perhatiannya pada hal-hal yang bersifat
menyeluruh yaitu berupa pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi
pokok (kranenburg mempergunakan istilah pengertian-pengertian umum dan
sifat-sifat umum) dari Negara secara umum.
Dengan demikian Ilmu Negara memberikan dasar-dasar teoretis kepada
Hukum Tata Neagara positif. Dan Hukum Tata Negara merupakan
kongkretisasi daripada teori-teori Ilmu Negara. Jika dikatakan Hukum
Tata Negara lebih bersifat praktis maka Ilmu Negara lebih bersifat
teoritis. Naka dengan demikian Ilmu Negara dianggap sebagai Ilmu
pengantar untuk mempelajari Hukum Tata Negara.
Aadapun gambaran mengenai objek kajian ilmu negara dan perbedaannya
dengan cabang ilmu lainnya , yaitu sebagai berikut:
C. Metode Pendekatan Ilmu Negara
Metode mempelajari Ilmu Negara secara umum dapat terbagi dalam
beberapa bentuk
1. Metode induktif: Metode yang mempelajari suatu gejala yang khusus
untuk mendapatkan kaedah yang bersifat umum.
2. Metode deduktif: Metode yang dimulai dengan kaedah yang umum kemudian
dipelajari dalam keadaan yang umum.
3. Metode history: Metode penelitian yang mencari gejala di masa lalu
yang tentunya memiliki hubungan dengan keadaan di masa sekarang.
4. Metode perbandingan: Metode yang membandingkan antara dua obyek
penyelidikan atau lebih, untuk menambah dan memperdalam tentang obyek
yang diselidiki.
5. Metode dialektis: Metode tanya-jawab, yang memiliki cara kerja, yaitu
:
- Theses, yaitu suatu dalil stelling
- Antithese, yaitu suatu serangan terhadap dalil tersebut
- Synthese, yaitu jalan tengah antara these dengan antithese
6. Metode empiris: Metode yang menyandarkan kepada kenyataan.
7. Metode rasionalitas: Metode yang mengutamakan pemikiran denga logika.
8. Metode sistematis: Metode yang didasarkan secara menghimpun bahan,
lalu dilakukan pengolongan dalam suatu kesatuan dimana masing-masing
selalu berhubungan, sistematik.
9. Metode hukum: Metode yang menitikberatkan kepada segi-segi yudiris.
10. Metode fungsional: Metode yang meninjau obyek penyelidikan dengan
menggandengkan, sehingga obyek tersebut dapat mempengaruhi masyarakat
dan sebaliknya.
11. Metode sinkretis: Metode yang menggabungkan factor yang bersifat
juridis dan nonjuridis.
BAB II
NEGARA
A. Istilah dan Pengertian Negara
Istilah negara berasal dari istilah statum atau status sejak 104-43
SM. Cicero mengartikannya sebagai standing atau station yang berarti
kedudukan. Kata negara berasal dari bahasa Sansekerta nagara atau nagari
yang berarti kota. Pengertian negara secara umum; negara adalah sekumpulan
manusia yang berada di wilayah tertentu yang memiliki pemerintahan yang sah
secara hukum dan memilki kedaulatan baik ke dalam maupun ke luar.
Secara etimologi, istilah negara diadopsi dari beberapa bahasa negara
di dunia ini. Diantaranya adalah dari bahasa Belanda "STAAT". Kata Staat
itu diambil oleh orang-orang Eropa dari bahasa Latin pada abad ke-15, yaitu
dari kata status atau statum yang berarti keadaan yang tetap dan tegak,
atau sesuatu yang bersifat tegak dan tetap. Timbulnya istilah negara saat
pertama kali kurang lebih bersaan dengan timbulnya istila Lo Stato dari
Niccolo Machiavelli dalam bukunya yang berjudul II Principe. Pada waktu
itu, istilah Lo Stato diartikan sebagai suatu sistem tugas-tugas atau
fungsi-fungsi publik dan alat-alat perlengkapan yang teratur di dalam
wilayah tertentu.
Istilah Lo Stato pada awalnya berasal dari bahasa Italy. Istilah ini
digunakan untuk menyebutkan pihak yang diperintah (dependent). Anggapan
umum yang diterima bahwa kata staat, state ataupun etat, dialihkan dari
kata bahasa latin status atau statum. Secara etimologis kata status dalam
bahasa Latin klasik adalah suatu istilah yang abstrak yang menunjukkan
keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang
tegak dan tetap.
Menurut beberapa tokoh dari Belanda, negara juga mempunyai arti yang
berbeda. Diantaranya: Menurut George Jellinek dalam bukunya Allgemeine
Staatslehre, negara adalah organisasi yang dilengkapi dengan suatu kekuatan
asli yang didapat bukan dari suatu kekuatan yang lebih tinggi derajatnya.
Sedangkan menurut Harold J. Laski dalam bukunya The State in Theory and
Parctice mengartikan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang
diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang
secara sah lebih agung daripada ndividu atau kelompok yang merupakan bagian
dari masyarakat.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
negara bersifat memaksa, bersifat monopoli, dan bersifat totalitas. negara
dapat memaksakan kehendak dan kekuasaannya, baik melalui jalur hukum maupun
jalur kekuasaan atau kekerasan. Setiap negara juga menguasai hal-hal
tertentu demi tujuan negara tanpa ada saingan. Negara juga merupakan wadah
yang memungkinkan seseorang dapat mengembangkan bakat dan potensi. Negara
dapat memungkinkan rakyatnya maju berkembang serta dalam menyelenggarakan
daya cipta atau kreativitasnya dengan bebas, bahkan negara melakukan
pembinaan.
Pengertian negara menurut para ahli dapat dilihat sebagai berikut:
1. G. Pringgodigdo, SH : Negara adalah organisasi kewibawaan yang memenuhi
syarat-syarat dan dapat sebagai nation.
2. joko Soetomo: Negara adalah sekumpulan manusia yang berada di bawah
pemerintahan yang sama.
3. Robert H. Soltau: Negara adalah alat atau wewenang yang dapat
menyelesaikan persoalan bersama.
4. Robert M. Maever: Negara adalah asosiasi yang dapat melaksanakan
penertiban dan kekuasaannya memaksa.
B. Hakikat Negara
Negara dalam arti luas dapat di artikan kesatuan sosial (masyarakat)
yang di atur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama.
Atau negara dapat di artikan organisasi kekuasaan yang di dalamnya harus
ada rakyat, wilayah yang permanen, dan pemerintah yang berdaulat baik ke
dalam maupun ke luar. Dalam arti khusus pengertian negara dapat dilihat
pendapat para pakar kenegaraan di bawah ini :
Hugo De Groot : Negara adalah ikatan manusia yang insaf akan arti dan
panggilan hukum.
George Jelineek: Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok
manusia yang berdiam di wilayah tertentu.
Mr. Kranenburg: Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena
kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
Roger F, Soltau: Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau
mengandalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
Prof. R. Djokosutomo: Negara adalah suatu oerganisasi manusia atau
kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
Logeman : Negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan
dengan kekuasaannya itu mengatur serta menyelenggarakan suatu
masyarakat.
Prof. Mr. Soenarko: Negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai
daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai
kedaulatan (souvereign).
Woodrow wilson: negara adalah rakyat yang terorganisasi untuk hukum
dalam wilayah tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa negara merupakan
Organisasi kekuasaan yang teratur.
Organisasi yang mempunyai kekuasaan yang bersifat memaksa dan
memonopoli.
Suatu organisasii untuk mengurus kepentingan bersama dalam masyarakat.
Persekutuan yang mempunyai wilayah tertentu dan yang dilengkapi dengan
alat perlengkapan negara.
Pada umumnya sifat hakikat negara mencakup hal-hal berikut :
Sifat memaksa, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk memaksakan
kekuasaan fisik secara legal, sehingga sseluruh peraturan perundang-
undangan serta kebujakan lainnya dapat ditaati oleh masyarakat,
terwujud ketertiban dan kemampuan dalam masyarakat.
Sifat monopoli, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk menetapkan
tujuan bersama masyarakat. Bila warga negara dan masyarakat mengingkari
dan melanggar hal demikian, maka negara dapat mengambil tindakan sesuai
dengan hukum yang berlaku.
Sifat mencakup semua (all-encompasing, all-embaracing), artinya semua
peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa
terkecuali.
Negara merupakan suatu organisasi dalam satu wilayah yang memiliki
kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya. Negara memiliki sifat
memaksa, monopoli, mencakup semua.
C. Unsur-Unsur dan Sifat-Sifat Negara
Menurut JOhn Locke & Rousseau, negara adalah suatu badan atau
organisasi hasil dari pada perjanjian masyarakat. Sebuah negara dapat
terbentuk karena adanya beberapa unsur. Nerikut ini adalah unsur-unsur
negara menurut para ahli:
1. Abdul Rahman menyebutkan unsur-unsur negara terdiri dari:
a) Penduduk
b) Wilayah
c) Pemerintah
2. Miriam Budiardjo menyimpulkan bahwa unsur-unsur negara terdiri dari :
a) Wilayah
b) Penduduk
c) Pemerintah
d) Kedaulatan
3. Oppenheim – Lauterpacht mengklasifikasi bahwa unsur-unsur negara
terdiri dari:
a) Adanya daerah/wilayah
b) Adanya rakyat
c) Adanya pemerintah yang berdaulat
d) Adanya pengakuan dari negara lain
Menurut Konvensi Montevideo pada tahun 1933 menyebutkan unsur-unsur
berdirinya sebuah negara adalah sebagai berikut:
a) Rakyat
b) Wilayah yang permanen
c) Penguasa yang berdaulat
d) Kesanggupan berhubungan dengan negara lain
e) Pengakuan (deklaratif)
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa unsur pokok
sebagai syarat mutlak terbentuknya suatu negara adalah terdapatnya rakyat,
adanya daerah atau wilayah, serta pemerintahan yang berdaulat. Tanpa ketiga
unsur pokok tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai negara. Ketiga unsur
pokok tersebut disebut juga unsur konstitutif atau unsur pembentuk.
Selain ketiga unsur yang mutlak harus dipenuhi tersebut, terdapat juga
unsur pengakuan dari negara lain. Unsur pengakuan dari negara lain ini
bukan merupakan unsur pembentuk suatu negara, melainkan hanya merupakan
suatu pernyataan dari suatu negara akan keberadaannya. Unsur ini desebut
sebagai unsur deklaratif.
Pada umumnya sifat hakikat negara mencakup hal-hal berikut :
Sifat memaksa, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk memaksakan
kekuasaan fisik secara legal, sehingga sseluruh peraturan perundang-
undangan serta kebujakan lainnya dapat ditaati oleh masyarakat,
terwujud ketertiban dan kemampuan dalam masyarakat.
Sifat monopoli, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk menetapkan
tujuan bersama masyarakat. Bila warga negara dan masyarakat mengingkari
dan melanggar hal demikian, maka negara dapat mengambil tindakan sesuai
dengan hukum yang berlaku.
Sifat mencakup semua (all-encompasing, all-embaracing), artinya semua
peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa
terkecuali.
Negara merupakan suatu organisasi dalam satu wilayah yang memiliki
kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya. Negara memiliki sifat
memaksa, monopoli, mencakup semua.
D. Tujuan dan Fungsi Negara
Secara umum, tujuan terakhir setiap negara adalah menciptakan
kebahagiaan bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common wealth).
Tujuan kebahagiaan tersebut pada garis besarnya dapat disederhanakan dalam
dua hal pokok, yakni:
a) keamanan dan keselamatan (security and safety); dan
b) kesejahteraan dan kemakmuran (welfare and prosperity).
Mengacu pada pendapat J. Barent dalam bukunya Der Wetenschap der
Politiek, mengemukakan bahwa tujuan negara yang sebenarnya adalah
pemeliharaan, yaitu pemeliharaan ketertiban, keamanan, serta
penyelenggaraan kesejahteraan umum dalam arti seluas-luasnya.
Sedangkan secara yuridis formal dengan memperhatikan ketentuan dalam
pasal-pasal UUD 1945 dan dengan membandingkannya dengan konsep negara hukum
liberal (yang menurut Frederich Julius Stahl) mengandung empat unsur yaitu;
pengakuan dan perlindungan HAM, pembagian kekuasaan negara, pemerintahan
berdasarkan undang-undang dan peradilan administrasi dan konsep rule of
law.
Negara dapat dipandang sebagai persekutuan manusia yang hidup dan
bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan bersama. Pada umumnya tujuan
akhir setiap negara adalah menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi
rakyatnya. Oleh karena itu bagi suatu negara, tujuan merupakan hal yang
sangat penting sebab tujuan akan sangat menentukan bagaimana suatu negara
mengatur, menyusun, dan menyelenggara-kan pemerintahannya guna mencapai
tujuan yang sudah ditentukan.
Sejalan dengan banyaknya corak tujuan yang hendak diwujudkan oleh
suatu negara, banyak pemikir negara dan ahli hukum yang membahas dan
mengemukakannya dalam suatu teori. Beberapa di antaranya adalah :
a. Lord Shang Yang menyebutkan guna mencapai kekuasaan negara dengan cara
rakyat dan negara harus berbanding terbalik. Bila negara ingin kuat dan
sejahtera, maka rakyat harus lemah, miskin, dan bodoh.
b. Niccolo Machiavelli menyatakan guna mencapai kekuasaan negara dengan
cara menitik-beratkan pada sifat pribadi raja, agar dapat cerdik
seperti kancil dan menakut-nakuti rakyatnya seperti singa .
c. Dante Alleghieri mendefinisikan untuk mencapai perdamaian dunia dengan
cara membentuk satu negara di bawah satu imperium dunia (raja atau
kaisar).
d. Immanuel Kant menuturkan adapun tujuan negara adalah menjamin hak dan
kebebasan warga negara .
e. Kranenburg memberikan pengertian bahwa tujuan negara adalah
mengupayakan kesejahteraan warga negaranya (Welfare State)
Tujuan Negara Republik Indonesia terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945
alinea IV, yaitu :
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
2. Memajukan kesejahteraan umum,
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial .
Fungsi Negara perlu ditetapkan sebagai pengatur kehidupan dalam negara
demi tercapainya tujuan Negara. Tokoh-tokoh yang pendapatnya tentang fungsi
negara diterapkan oleh negara-negara di dunia adalah :
a. John Locke membedakan fungsi negara menjadi tiga yaitu :
1. Fungsi Legislatif : membuat Undang-Undang.
2. Fungsi Eksekutif : melaksanakan Undang-Undang , termasuk mengadili
pelanggar Undang - Undang.
3. Fungsi Federatif : mengurusi urusan luar negeri dan perang serta
damai (Hubungan dengan negara lain).
b. Montesquieu membedakan fungsi negara atas tiga tugas pokok yaitu :
1. Fungsi Legislatif : membuat Undang-Undang.
2. Fungsi Eksekutif : melaksanakan Undang-Undang, termasuk mengadakan
hubungan luar negeri, membuat perjanjian dengan negara lain, dll.
3. Fungsi Yudikatif : mengawasi agar semua peraturan ditaati (fungsi
mengadili terhadap pelanggar Undang-Undang).
BAB III
TEORI KEKUASAAN DAN AJARAN KEDAULATAN
A. Kekuasaan dan Kewibawaan
Definisi kekuasaan dapat dilihat dari pengertian yang dipaparkan oleh
para pakar hukum, yaitu sebagai berikut:
a) Menurut Miriam Budiardjo bahwa yang dimaksud dengan kekuasaan adalah
kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang
atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku. Kekuasaan
merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan
berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.
b) R. Beirsted mengungkapkan bahwa kekuasaan merupakan alat untuk
mempengaruhi.
c) Russel bahwa kekuasaan sebagai suatu produksi dari akibat yang
diinginkan.
d) Amitai Etziomi mengungkapkan kekuasaan adalah kemampuan untuk membujuk
atau mempengaruhi perilaku.
Kekuasaan tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang baik atau yang
buruk. Kekuasaan mempunyai sifat yang netral, sehingga dalam menilai baik
atau buruknya harus dilihat pada penggunaannya bagi keperluan masyarakat.
Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat, baik yang masih
bersahaja, maupun yang sudah besar dan rumit susunannya. Adanya kekuasaan
tergantung dari hubungan antara yang berkuasa dan yang dikuasai, atau
dengan perkataan lain, antatra pihak yang memiliki kemampuan untuk
melancarkan pengaruh dari pihak lain yang menerima pengaruh itu, dengan
rela atau karena terpaksa.
Apabila kekuasaan dijelmakan pada diri seseorang, maka biasanya orang
itu dinamakan pemimpin, dan mereka yang menerima pengaruhnya adalah
pengikut-pengikutnya. Bedanya antara kekuasaan dan wewenang (authority atau
legalized power) ialah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain
dapat dinamakan kekuasaan, sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang pada
seseorang atau sekelompok orang, yang mendapat pengakuan masyarakat.
Kekuasaan adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut
kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan. Kekuasaan tertinggi dalam
masyarakat dinamakan pula kedaulatan (soverignity) yang biasanya dijalankan
oleh segolongan kecil masyarakat. Oleh Gaetano Mosca disebut the rulling
class.
Unsur-unsur pokok kekuasaan :
Rasa takut
Rasa cinta
Kepercayaan
Pemujaan
Cara-cara atau usaha untuk mempertahankan kekuasaan :
Meninggalkan segenap peraturan-peraturan lama, terutama dalam bidang
politik, yang merugikan kedudukan penguasa.
Mengadakan sistem-sistem kepercayaan
Pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik
Mengadakan konsolidasi secara horizontal dan vertikal
Untuk memperkuat kedudukan, penguasa dapat menempuh jalan sebagai
berikut :
Menguasai bidang-bidang kehidupan tertentu
Penguasaan bidang-bidang kehidupan dalam masyarakat yang dilakukan
dengan paksa dan kekerasan.
Kekuasaan cenderung korup adalah ungkapan yang sering kita dengar,
atau dalam bahasa Inggrisnya adalah Power tends to corrupct. Pernyataan ini
didasari dengan banyaknya calon-calon penguasa yang sangat idealis namun
pada saat telah berada dalam kedudukannya sebagai penguasa cenderung
mengikuti sistem yang ada, yaitu korup. Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-
angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman. Dapat diartikan bajwa hukum
memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaannya, sebaliknya kekuasaan itu sendiri
ditentukan batas-batasnya oleh hukum.
Kekuasaan adalah fenomena yang aneka ragam bentuknya (polyform) dan
banyak macam sumbernya. Hanya inti atau hakikat kekuasaan dalam pelbagai
bentuk itu tetap sama, yaitu kemampuan seseorang atau suatu pihak untuk
memaksakan kehendaknya atas pihak lain. Sering dikatakan bahwa kekuatan
fisik (force) dan wewenang resmi (formal authority) merupakan dua sumber
dari kekuasaan. Namun, wewenang formal dan kekuatan fisik bukan satu-
satunya sumber kekuasaan. Memang dalam kenyataan, orang yang memiliki
pengaruh politik atau keagamaan, dapat lebih berkuasa dari yang berwenang
atau memiliki kekuatan fisik (senjata). Kekayaan (uang) atau kekuatan
ekonomi lainnya juga merupakan sumber-sumber kekuasaan yang penting,
sedangkan dalam keadaan-keadaan tertentu kejujuran, moral yang tinggi dan
pengetahuan pun tak dapat diabaikan sebagai sumber-sumber suatu bentuk
kekuasaan yang disebut wibawa.
B. Legitimasi Kekuasaan
Negara adalah suatu organisasi kekuasaan dan organisasi itu merupakan
tatakerja daripada alat-alat perlengkapan negara yang merupakan suatu
keutuhan, tatakerja mana melukiskan hubungan serta pembagian tugas dan
kewajiban antara masing-masing alat perlengkapan negara itu untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Suatu negara pasti dipimpim oleh pemegang kekuasaan.
Dan berikut ini adalah beberapa teori tentang bagaimana kekuasaan itu
didapat.
1. Teori Teokrasi: Teori ini menyatakan bahwa asal atau sumber daripada
kekuasaan itu sendiriadalah dari Tuhan.
2. Teori Hukum Alam: Teori ini menyatakan bahwa kekuasaan itu berasal dari
rakyat. Huku inimengatakan bahwa kekuasaan itu berasal dari rakyat dan
asal kekuasaan yang ada pada rakyat ini tidak lagi dianggap dari Tuhan,
melainkan dari alam kodrat.Kemudian kekuasaan yang ada pada rakyat ini
diserahkan kepada seseorang yang disebut raja, untuk menyelanggarakan
kepentingan masyarakat.
Sebagaimana diungkapkan oleh Rousseau mengatakan bahwa kekuasaan itu
ada pada masyarakat,kemudian dengan melalui perjanjian masyarakat,
kekuasaan itu diserahkan kepada raja. Lebih lanjut Thomas Hobbes mengatakan
bahwa kekuasaan itu dari masing-masing orang secara langsung diserahkan
kepada raja dengan melalui perjanjian masyarakat. Jadi sifat penyerahan
kekuasaan dari orang-orang tersebut kepada raja, atau perjanjian
masyarakatnya, bersifat langsung.
Pendobrakan legitimasi kekuasaan religius melahirkan etika politik.Ada
dua perkembangan dalam pengertian manusia yang secara terpisah. Yang
pertama, kesadaran bahwa hanya ada satu Allah dan segala dimensi yang lain
adalah ciptaan belaka. Yang kedua, lahir bersama dengan filsafat paham
modern di Yunani. Kenegaraan merupakan sesuatu yang biasa bagi mereka dan
kekuasaan nampak sebagaimana adanya. Dua perkembangan penduniawian bidang
kekuasaan politik itu secara mendalam mempengaruhi dua lingkungan budaya
dan agama besar di dunia ini. Pertama di dunia Kristen dan kedua didunia
Islam.
1. Paham Umum Legitimasi
Menurut Max Weber "kekuasaan adalah kemampuan untul, dalam suatu
hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami
perlawaanan, dan apa pun dasar kemampuan ini". Setiap kekuasaan Negara
memiliki otoritas dan wewenang. Otoritas adalah kekuasaan yang
dilembagakan, yaitu kekuasaan yang tidak hanya de facto menguasai,
melainkan juga berhak untuk menuntut ketaatan, jadi berhak untuk memberikan
perintah. Wewenang memiliki keabsahan apabila sesuai dengan norma-norma
yang ada.
2. Obyek Legitimasi
Ada dua pertanyaan legitimasi
a. Legitimasi materi wewenang yaitu dengan mempertanyakan wewenang
dari segi fungsi. Wewenang tertinggi dalam dimensi politis
kehidupan manusia menjelma dalam dua lembaga yang sekaligus
merupakan dua dimensi hakiki kekuasaan politik. Dalam hukum sebagai
lembaga penataan masyarakat yang normatif, dan dalam kekuasaan
negara sebagai lembaga penataan efektif.
b. Legitimasi subyek kekuasaan yaitu dengan mempertanyakan apa yang
menjadi dasar wewenang seseorang. Ada 3 macam legitimasi subyek
kekuasaan, yaitu legitimasi religius, legitimasi eliter, legitimasi
demokratis. Ketiga macam legitimasi tersebut dapat didefinisikan
sebagai berikut:
a) Legitimasi religius
Mendasarkan hak untuk memerintah pada faktor-faktor yang di
duniawi. Ada dua paham legitimasi religius, yaitu penguasa
dipandang sebagai manusia yang memiliki kekuatan-kekuatan di
duniawi dan wewenang penguasa pada penetapan oleh Allah.
Perbedaan antara dua paham tersebut ialah bahwa paham gaib tidak
memungkinkan tuntutan legitimasi moral, sedangkan paham
penetapan oleh Allah Yang Esa malah mempertajam tuntutan itu.
b) Legitimasi eliter
Mendasarkan hak untuk memerintah pada kecakapan khusus
suatu golongan untuk memerintah. Untuk memerintah rakyat
dibutuhkan kualifikasi khusus. Kita dapat membedakan antara
sekurang-kurangnya empat macam legitimasi eliter.
Yang tertua adalah legitimasi arsitokratis (suatu golongan
dianggap lebih unggul dari masyarakat lain dalam kemampuan
memimpin), legitimasi pragmatis (golongan yang de facto
menganggap diri paling cocok untuk memegang kekuasaan dan
sanggup untuk merebut serta untuk menangani), legitimasi
ideologis (mengandaikan ada suatu ideology yang mengikat seluruh
masyarakat), legitimasi teknokratis (di zaman yang modern ini
hanya mereka yang bertanggung jawabyang dapat menjalankan
pemerintahan).
c) Legitimasi demokratis
Berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat, yang akan merupakan
salah satu pokok pembahasan dalam buku ini.
Pada prinsipnya ada 3 kemungkinan kriteria legitimasi, yaitu :
a. Legitimasi Sosiologis
Legitimasi sosiologis yaitu mempertanyakan mekanisme motivatif mana
yang nyata-nyata membuat masyarakat mau menerima wewenang penguasa. Sejauh
sosiologis membatasi diri pada penggambaran fungsi-fungsi yang terdapat
dalam masyarakat, sosiologis mengajukan pertanyaan apakah, dan karena
motivasi manakah, suatu tatanan kenegaraan diterima dan disetujui
olehmasyarakat.
Max Weber merumuskan tiga motivasi penerimaan kekuasaan klasik :
Legitimasi Tradisional adalah keyakinan masyarakat tradisional,
bahwa pihak yangmenurut tradisi lama memegang pemerintahan memang
berhak untuk berkuasa (ex : bangsawan atau keluarga raja).
Legitimasi Karismatik adalah rasa hormat, kagum atau cinta
masyarakat kepada seorang pribadi sehingga dengan sendirinya
bersedia untuk taat kepadanya (ex : seseorang yang dianggap
memiliki kesaktian)
Legitimasi Rasional-Legal adalah kepercayaan pada tatanan hokum
rasional yang melandasi kedudukan seorang pemimpin
b. Legalitas
Kata legal berarti sesuai dengan hukum. Legalitas adalah kesesuaian
dengan hukum yang berlaku. Legalitas adalah salah satu kemungkinan bagi
keabsahan wewenang dan menuntut agar wewenang dijalankan sesuai dengan
hukum yang berlaku. Adalah cukup jelas bahwa legalitas tidak mungkin
merupakan tolak ukur paling fundamental bagi keabsahan wewenang politis,
karena legalitas hanya dapat memperbandingkan suatu tindakan dengan hukum
yang berlaku, maka selalu sudah diandaikan keabsahan hukum.
Pendasaran wewenang politik pada legalitas akhirnya merupakan
regressus ad infinitum (mundur tanpa akhir) karena hukum positif yang
mendasari legalitas selalu harus berdasarkan suatu hukum positif lagi.
Dengan kata lain, legitimasi paling fundamental tidak dapat didasarkan pada
penetapan hukum positif.
c. Legitimasi Etis
Mempersoalkan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi norma-
norma moral. Setiap tindakan negara (eksekutif atau legislatif)dapat harus
dipertanyakan dari segi norma-norma moral. Legitimasietis yang menjadi
pokok bahasan etika politik tidak menyangkut masing-masing kebijaksanaan
dari kekuasaan politik, melainkan dasar kekuatan politis itu sendiri.
C. Teori Kedaulatan
Kedaulatan itu artinya adalah kekuasaan yang tertinggi dalam suatu
negara. Dalam Undang-undang Dasar Negara, dikatakan bahwa kedaulatan itu
adalah kekuasaan yang tertinggi. Tetapi kekuasaan yang tertinggi yang
terkandung dalam Undang-undang Dasar Negara untuk apa dan bagaimana
sifatnya.
Salah seorang sarjana dari Perancis yang hidup pada abad ke-XVI yang
bernama Jean Bodin mengatakan bahwa kedaulatan itu adalah kekuasaan
tertinggi untuk menentukan hukum suatu negara, yang sifatnya : tunggal,
asli, abadi, dan tidak dapat dibagi-bagi. Tetapi perumusan, atau tegasnya
definisi kedaulatan dari Jean Bodin ini untuk masa sekarang tidak dapat
dilaksanakan secara konsekuen, sebab pada waktu itu ia hanya meninjau
souvereiniteit dalam hubungannya dengan masyarakat didalam negeri itu saja.
Jadi perumusannya itu bersifat intern. Hal ini terjadi karena pada waktu
itu hubungan antar negara belum intensif seperti sekarang ini. Yang sudah
barang tentu untuk dewasa ini, dimana hubungan antar negara yang satu
dengan yang lainnya itu sudah sebegitu luas, mau tidak mau suatu negara itu
mesti terkena pengaruh dari hubungan antar negara-negara tersebut.
Sebagai akibat daripada hal tersebut maka orang mengenal :
3. Interne Souvereiniteit (kedaulatan kedalam)
4. Externe Souvereiniteit (kedaulatan keluar)
Menurut Jean Bodin, interne soubereiniteit itu yang memiliki adalah
negara. Tetapi perlu diingat bahwa Jean Bodin itu tidak secara tegas
membedakan antara pengertian negara dengan pengertian pemerintah.
Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi. Sedangkan kekuasaan itu sendiri
mempunyai arti sebagai kemampuan dari seseorang atau golongan orang untuk
mengubah berbagai-bagai tabiat atau sikap, dalam suatu kebiasaan, menurut
keinginannya, dan untuk mencegah perubahan-perubahan tabiat atau sikap yang
tidak menjadi keinginannya dalam suatu kebiasaan.
Berikut ini adalah beberapa teori kedaulatan, yaitu:
1. Teori Kedaulatan Tuhan
Teori ini mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu ada pada
tuhan.Teori ini berkembang pada jaman abad pertengahan, yaitu antara abad
ke-V sampai abad ke-XV. Didalam perkembangannya teori ini sangat erat
hubungannya dengan perkembangan agama baru yang timbul pada saat itu,yaitu
agama Kristen, yang kemudian diorganisir dalam suatu organisasi keagamaan,
yaitu gereja yang dikepalai oleh seorang Paus.
Sehingga pada jaman tersebut terdapat dua organisasi kekuasaan, yaitu
organisasi kekuasaan negara yang diperintah oleh seorang raja, dan
organisasi kekuasaan gereja yang dikepalai oleh seorang Paus, karena pada
waktu itu organisasi gereja tersebut mempunyai alat-alat perlengkapan yang
hampir sama dengan perlengkapan-perlengkapan negara..
Menurut Marsilius raja itu adalah wakil daripada Tuhan untuk
melaksanakan kedaulatan atau memegang kedaulatan di dunia. Akibat dari
ajaran Marsilius ini sangat terasa di abad-abad berikutnya. Karena raja-
raja merasa berkuasa untuk berbuat apa saja yang menurut kehendaknya,
dengan alasan bahwa perbuatannya itu adalah sudah menjadi kehendak Tuhan.
Raja tidak merasa bertanggung jawab kepada siapapun kecuali kepada
Tuhan.Bahkan raja merasa berkuasa menetapkan kepercayaan atau agama yang
harus dianut oleh rakyatnya atau warga negaranya. Keadaan ini semakin
memuncak pada jaman renaissance yang semula orang mengatakan bahwa hukum
yang harus ditaati itu adalah hukum Tuhan, sekarang mereka berpendapat
bahwa hukum negaralah yang harus ditaati, dan negaralah satu-satunya yang
berwenang menentukan hukum. Dengan demikian timbul ajaran baru tentang
kedaulatan.
2. Teori Kedaulatan Negara
Teori kedaulatan negara mengatakan bahwa negaralah yang menciptakan
hukum, jadi segala sesuatu harus tunduk kepada negara. Negara disini
dianggap sebagai suatu keutuhan yang menciptakan peraturan-peraturan hukum,
jadi adanya hukum itu karena adanya negara, dan tiada satupun hukum yang
berlaku jika tidak dikehendaki oleh negara.
Perlu diperhatikan bahwa hakekatnya teori kedaulatan negara itu atau
Staat-Souvereiniteit, hanya mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu
adapada negara, entah kekuasaan itu sifatnya absolut, entah sifatnya
terbatas, danini harus dibedakan dengan pengertian ajaran Staats-
Absolutisme. Karena dalam ajaran Staats-Souvereiniteit itu ada pada
prinsipnya hanya dikatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu ada pada negara,
kekuasaan tertinggi inimungkin bersifat absolut, jadi berarti tidak mungkin
bersifat terbatas, dalamarti bahwa negara itu kekuasaannya meliputi segala
segi kehidupan masyarakat, sehingga mengakibatkan para warga negara itu
tidak lagimempunyai kepribadian.
Menurut Georg Jellinek, hukum itu merupakan penjelmaan daripada
kehendak atau kemauan negara. Jadi negaralah yang menciptakan hukum,maka
negara dianggap satu-satunya sumber hukum, dan negaralah yang memiliki
kekuasaan tertinggi atau kedaulatan. Di luar negara tidak ada satu orangpun
yang berwenang menetapkan hukum. Dalam hal ini berarti bahwa adat
kebiasaan, yaitu hukum yang tidak tertulis, yang bukan dikeluarkan atau
dibuat oleh negara, tetapi yang nyata-nyata berlaku di dalam masyarakat,
tidak merupakan hukum. Dan memang demikian juga kalau menurut Jean
Bodin:sedangkan kalau menurut Jellinek adat kebiasaan itu dapat menjadi
hukum,apabila itu sudah ditetapkan oleh negara sebagai hukum.
Menurut Krabbe diatas negara masih ada barang sesuatu souvereiniteit,
yang berdaulat yaitu kesadaran hukum. Jadi yang berdaulat bukanlah negara,
tetapi hukumlah yang berdaulat. Maka dengan demikian timbullah ajaran baru
lagi tentang kedaulatan, yaitu teori kedaulatan hukum.
3. Teori Kedaulatan Hukum
Menurut teori kedaulatan hukum atau Rechts-Soubereiniteit tersebut
yang memiliki bahkan yang merupakan kekuasaan tertinggi di dalam suatu
negara itu adalah hukum itu sendiri. Karena baik raja atau penguasa maupun
rakyat atau warga negara, bahkan negara itu sendiri semuanya tunduk kepada
hukum. Semua sikap, tingkah laku dan perbuatannya harus sesuai atau menurut
aturan hukum. Jadi menurut Krabbe yang berdaulat itu adalah hukum.
Menurut Krabbe yang menjadi sumber hukum itu adalah rasa hukum yang
terdapat di dalam masyarakat itu sendiri. Rasa hukum ini dalam bentuknya
yang masih sederhana, jadi yang masih bersifat primitif atau yang
tingkatannya masih rendah disebut instink hukum. Sedang dalam bentuknya
yang lebih luas atau dalam tingkatnya yang lebih tinggi disebut kesadaran
hukum. Jadi menurut Krabbe hukum itu tidaklah timbul dari kehendak negara,
dan dia memberikan kepada hukum suatu kepribadian tersendiri. Dan hukum itu
berlaku terlepas daripada kehendak negara. Dengan demikian menurut Krabbe
hukum itu adalah merupakan penjelmaan daripada salah satu bagian dari
perasaan manusia. Terhadap banyak hal manusia itu mengeluarkan perasaannya,
sehingga orang dapat membedakan adanya bermacam-macam norma, dan norma-
norma itu sebetulnya terlepas dari kehendak kita, oleh karena itu kita lalu
mau tidak mau tentu mengeluarkan reaksi, untuk menetapkan mana yang baik,
mana yang adil, dan sebagainya.
4. Teori Kedaulatan Rakyat
Ajaran dari kaum monarkomen tersebut di atas, khusunya ajaran dari
Johannes Althusius, diteruskan oleh para sarjana dari hukum alam yang
mencapai kesimpulan baru yaitu bahwa semula individu individu itu membentuk
masyarakat, dan kepada masyarakat inilah para individu inilah menyerahkan
kekuasaannya.
Selanjutnya masyarakat inilah yang menyerahkan kekuasaannya kepada
raja. Sehingga sesungguhnya raja mendapatkan kekuasaan dari individu
tersebut. Akan tetapi timbul persoalan baru yang mempermasalahkan dari mana
individu mendapatkan kekuasaannya itu. Lalu para sarjana pun memberikan
jawaban bahwa individu individu tersebut mendapatkan kekuasaan dari hukum
alam. Jadi apabila disimpulkan raja mendapatkan kekuasaan dari rakyat, maka
rakyat mendapatkan kekuasaan tertinggi, sehingga yang berdaulat adalah
rakyat. Dari kesimpulan ini timbul ide baru tentang paham kedaulatan yaitu
kedaulatan rakyat yang dipelopori oleh J.J. Rousseau. Adapun hal yang perlu
diingat dari ajaran ini bahwa yang dimaksud dengan rakyat bukanlah
penjumlahan dari individu individu dalam negara itu, melainkan adalah
kesatuan yang dibentuk individu individu itu yang mempunyai kehendak, dan
kehendak itu diperoleh melalui perjanjian masyarakat. Rousseau menyebut
kehendak tadi sebagai kehendak umum atau folonte generale. Selain itu yang
perlu diingat bahwa yang dimaksud oleh Rousseau dengan kedaulatan rakyat
itu adalah cara atau sistem yang bagaimana pemecahan suatu soal memenuhi
kehendak umum.
Teori kedaulatan rakyat ini sendiri juga diikuti oleh Emmanuel Kant
yaitu yang mengatakan tujuan negara itu adalah untuk menegakan hukum dan
menjamin kebebasan daripada warga negaranya. Dalam melaksanakan teori
kedaulatan rakyat kita harus bisa membedakan organisasi itu sendiri dalam
hal ini negara dengan alat alat yang menjalan organisasi itu. Hal ini
penting sekali sebab jatuhnya orang menjalankan organisasi itu belum tentu
mengakibatkan menjatuhkan organisasinya. Tetapi jatuhnya organisasi itu
sendiri selalu membawa akibat jatuhnya badan badan yang menjalankan
organiasasi itu. Jadi sebenarnya persoalan legitimasi kekuasaan sangat erat
hubungannya dengan tujuan negara.
Sebab kita dapat mengakui sah atau tidaknya kekuasaan tergantung oleh
tujuan yang direncanakan oleh pemerintah. Adapun pemerintah disini meliputi
seluruh badan kenegaraan yang ada dalam negara.
BAB IV
TIMBUL DAN LENYAPNYA NEGARA
A. Teori Timbulnya/Terbentuknya Negara
Teori tentang asal mula atau teori terbentuknya Negara dapat dilihat
dari dua segi, yakni (1) teori yang bersifat spekulatif, dan (2) teori yang
bersifat evolusi.
a) Teori yang Bersifat Spekulatif
Teori yang bersifat spekulatif, meliputi antara lain : teori
teokratis, teori perjanjian masyarakat, dan teori kekuatan/ kekuasaan.
1. Teori Teokrasi (ketuhanan) menurut teori ketuhanan, segala sesuatu
di dunia ini adanya atas kehendak ALLAH Subhanahu Wata'ala,
sehingga negara pada hakekatnya ada atas kehendak ALLAH. Penganut
teori ini adalah Fiedrich Julius Stah, yang menyatakan bahwa negara
tumbuh secara berangsur-angsur melalui proses bertahap mulai dari
keluarga menjadi bangsa dan negara.
2. Teori perjanjian masyarakat. Dalam teori ini tampi tiga tokoh yang
paling terkenal, yaitu Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rousseau.
Menurut teori ini negara itu timbul karena perjanjian yang dibuat
antara orang-orang yang tadinya hidup bebas merdeka, terlepas satu
sama lain tanpa ikatan kenegaraan. Perjanjian ini diadakan agar
kepentingan bersama dapat terpelihara dan terjamin, supaya "orang
yang satu tidak merupakan binatang buas bagi orang lain" (homo
homini lupus, menurut Hobbes). Perjanjian itu disebut perjanjian
masyarakat (contract social menurut ajaran Rousseau). Dapat pula
terjadi suatu perjanjian antara daerah jajahan, misalnya :
Kemerdekaan Filipina pada tahun 1946 dan India pada tahun 1947.
3. Teori kekuasaan/kekuatan. Menurut teori kekuasaan/kekuatan,
terbentuknya negara didasarkan atas kekuasaan/kekuatan, misalnya
melalui pendudukan dan penaklukan.
Ditinjau dari teori kekuatan, munculnya negara yang pertama kali,
atau bermula dari adanya beberapa kelompok dalam suatu suku yang masing-
masing dipimpin oleh kepala suku (datuk). Kemudian berbagai kelompok
tersebut hidup dalam suatu persaingan untuk memperebutkan
lahan/wilayah, sumber tempat mereka mendapatkan makanan. Akibat lebih
jauh mereka kemudian berusaha untuk bisa mengalahkan kelompok
saingannya. Adagium thomas Hobbes yang menyatakan "Bellum Omnium Contra
Omnes" semua berperang melawan semua, kiranya tepat sekali untuk
memotret kondisi mereka dalam persaingan untuk memperebutkan sesuatu.
Kelompok yang terkalahkan kemudian harus tunduk serta wilayah yang
dimilikinya diduduki dan dikuasai oleh sang penakluk, dan demikian
seterusnya.
b) Teori yang Bersifat Evolusi
Teori yang evolusi atau teori historis ini merupakan teori yang
menyatakan bahwa lembaga – lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh
secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan – kebutuhan manusia. Sebagai
lembaga sosial yang diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan – kebutuhan
manusia, maka lembaga – lembaga itu tidak luput dari pengaruh tempat,
waktu, dan tuntutan – tuntutan zaman. Menurut teori yang bersifat
evolusi ini terjadinya negara adalah secara historis-sosio (dari
keluarga menjadi negara). Termasuk dalam teori ini yang bersifat
evolusi ini antara lain teori hukum alam. Berdasarkan teori hukum alam
ini, negara terjadi secara alamiah.
Pada masa sekarang ini terbentuknya Negara karena disebabkan oleh
beberapa hal yakni:
1. peleburan atau fusi. Misal terbentuknya negara karena peleburan beberapa
negara seperti negara Latvia, negara Estonia, dan negara Lithuania yang
melebur menjadi Uni soviet
2. Pemisahan diri. Misal, Timor-timor memisahkan diri dari Indonesia
menjadi Timor Laste dari Indonesia. Dan, Bangladesh dari India.
3. Penaklukan. Misal pembetukan RIS dan negara Indonesia Timur oleh Belanda
setelah agresi militer Belanda I.
4. Pendudukan atas Negara atau wilayah yang belum ada pemerintahan
sebelumnya dan negara-negara lain bekas negara jajahan. Misal, negara
Malaysia, menjadi Negara sendiri setelah dilepas dari penjajahan Inggris
B. Teori Lenyapnya Negara
Guna mengetahui bagaimana lenyapnya sebuah negara, maka dapat dilihat
berdasarkan teori. Adapun teori terkait lenyapnya negara yaitu sebagai
berikut:
1. Teori Organisme yaitu, pada mulanya sebuah negara muncul, tumbuh,
berkembang, lalu mencapai tahap take off (lepas landas) maju, menjadi
negara superpower, tapi lama kelamaan menurun kembali (mundur), dan
lenyaplah negara tersebut. Contoh: Uni Soviet, dulunya adalah negara
superpower bersama Amerika, tetapi sekarang telah hancur.
2. Teori Anarkis
An = tidak ada
Archeis = pemerintahan
Menurut teori ini, pada mulanya, manusia itu baik, maka dibiarkan
berkembang. Kalau ada keterpaksaan di dalam negara, maka negara akan
bubar. Jadi teori anarkis adalah negara yang rakyatnya hidup tanpa ada
keterpaksaan. Menurut teori ini, kalau ada suatu keterpaksaan maka
negara akan lenyap.
3. Teori Mati Tuanya sebuah Negara
- Kalau syarat- syaratnya dipenuhi, maka akan menjadi negara yang
sesungguhnya dan menjadi eksis.
- Kalau syaratnya tidak dipenuhi, maka lenyaplah negara itu.
BAB V
TIPE-TIPE NEGARA
A. Tipe-Tipe Negara Berdasarkan Sejarah
Tipe negara dibagi menjadi dua golongan , yaitu tipe negara menurut
sejarah dan tipe negara ditinjau dari sisi hukum :
1. Tipe Negara menurut Sejarahnya, di bagai menjadi 5 yaitu :
a. Tipe Negara Timur Purba
Tipe negara timur purba ini bersifat tirani, monarkhi dan
teokratis. Raja berkuasa penuh atas segala keputusan atau aturan-
aturan yang berlaku di kerajaannya tanpa adanya pertentangan dari
masyarakat, penguasa (raja) berbuat sesuai kewenangannya, raja
merangkap sebagai dewa oleh masyarakat. Kekuasaan raja ini bersifat
absolut (mutlak). Turun temurun dan kepemimpinan raja sampai semur
hidup.
Menurut Aristoteles sistem monarkhi dapat di bagi 3 yaitu ;
a) Monarkhi Mutlak (absolut): Seluruh kekuasaan dan wewenang tidak
terbatas (kekuasaan mutlak). Perintah raja merupakan undang-
undang yang harus dilaksanakan. Kehendak raja adalah kehendak
rakyat. Terkenal ucapan Louias ke-XIV dari Prancis: L'Etat cest
moi (Negara adalah saya).
b) Monarkhi konstitusional ialah Monarkhi, di mana kekuasaan raja
itu dibatasi oleh suatu Konstitusi (UUD). Raja tidak boleh
berbuat sesuatu yang bertentangan dengan konstitusi dan segala
perbuatannya harus berdasarkan dan sesuai dengan isi
konstitusi.
c) Monarkhi parlementer ialah suatu Monarkhi, di mana terdapat
suatu Parlemen (DPR), terhadap dewan di mana para Menteri, baik
perseorangan maupun secara keseluruhan bertanggung jawab
sepenuhnya.
Monarki mutlaklah yang di terapkan Tipe negara timur purba.
b. Tipe Negara Yunani kuno/Purba
Tipe Negara yunani kuno ini bersifat Aristokrasi, pemerintahan oleh
aristokrat (cendikiawan), tipe ini mempunyai bentuk negara kota
(city state) negaranya kecil hanya satu kota saja dan dilingkari
oleh benteng pertahanan dan penduduknya sedikit, Pemerintahannya
bersifat Demokrasi langsung (musyawarah). Dalam pelaksanaan
demokrasi langsung rakyat diberikan ilmu pengetahuan oleh
aristokrat atau filosof (cendikiawan) tentang cara menjalankan
pemerintahan mereka. Jika menjalankan pemerintahannya biasanya
rakyat berkumpul disuatu tempat (acclesia) untuk membuat suatu
keputusan (musyawarah).
c. Tipe Negara Romawi Kuno/Purba
Tipe Negara Romawi Kuno ini bersifat Imperium, pemerintahannya
lebih mendominasi negara atau bangsa lain (penjajah),
Mengeksploitasi sumber daya dari negara yang didominasi, Menguras
sumber daya dalam jumlah yang tidak sebanding dengan jumlah
penduduknya jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain, Memiliki
angkatan militer yang besar untuk menegakkan kebijakannya ketika
upaya halus gagal, Menyebarkan bahasa, sastra, seni, dan berbagai
aspek budayanya ke seluruh tempat yang berada di bawah pengaruhnya,
Menarik pajak bukan hanya dari warganya sendiri, tapi juga dari
orang-orang di negara lain, Mendorong penggunaan mata uangnya
sendiri di negara-negara yang berada di bawah kendalinya.
Pemerintahannya dipegang oleh Caesar yang menerima seluruh
kekuasaan dari rakyat (caesarismus), pemerintahan Caesar ini
bersifat mutlak dan mempunyai undang-undang yang berlaku yang
dinamakan Lex Regia.
d. Tipe Negara Abad Pertengahan
Tipe negara abad pertengahan ini bersifat dualisme antara rakyat
dan pemerintah seperti yang dikatakan Machiavelli kalau negara ini
bukan republik pasti monarkhi. Dimasa Pertengahan inilah peralihan
sistem Monarkhi ke sistem Republik atau Diktator ke Demokrasi ada
sebagian wilayah yang menginginkan demokrasi itu hidup seutuhnya
ada pula yang menjaga sistem ke monarkhian negaranya.
e. Tipe Negara Abad Modern
Tipe negara Abad Modern ini berlaku asas demokrasi, yang dimana
tampuk pemerintahannya bercabang dari rakyat, dianut oleh paham
negara hukum, susunan negaranya kesatuan dan didalam Negara hanya
ada satu pemerintahan yaitu, pemerintahan pusat yang mempunyai
wewenang tertinggi.
2. Tipe Negara Hukum
Sedangkan Tipe negara yang ditinjau dari sisi hukum adalah
penggolongan negara-negara dengan melihat hubungan antara penguasa dan
rakyat. Negara hukum timbul sebagai reaksi terhadap kekuasaan raja-
raja yang absolute.
B. Tipe-Tipe Negara Berdasarkan Hukum/ Hubungan Pemerintah dan Rakyat
Secara umum, berdasarkan historis Ada 3 tipe Negara hukum, yaitu:
- Tipe Negara hukum Liberal ini menghandaki supaya Negara berstatus pasif
artinya bahwa warga Negara harus tunduk pada peraturan-peraturan
Negara. Penguasa dalam bertindak sesuai dengan hukum. Disini kaum
Liberal menghendaki agar penguasa dan yang dikuasai ada suatu
persetujuan dalam bentuk hukum, serta persetujuan yang menjadi
penguasa.
- Negara hukum Formil yaitu Negara hukum yang mendapatkan pengesahan dari
rakyat, segala tindakan penguasa memerlukan bentuk hukum tertentu,
harus berdasarkan undang-undang. Negara Hukum formil ini disabut juga
dengan Negara demokratis yang berlandaskan Negara hukum.
- Negara Hukum Materiil sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut
dari Negara Hukum Formil; tindakan penguasa harus berdasarkan undang-
undang atau berlaku asas legalitas, maka dalam negara hukum Materiil
tindakan dari penguasa dalam hal mendesak demi kepentingan warga Negara
dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang atau berlaku asas
Opportunitas.
BAB VI
BENTUK NEGARA DAN PEMERINTAHAN
A. Pengertian Bentuk Negara dan Pemerintahan
a. Negara Kesatuan (Unitaris)
Negara Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan
untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah
pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar.
Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat
dijalankan secara langsung. Dalam negara kesatuan hanya ada satu
konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri (kabinet), dan satu
parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah pusatlah yang
memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek pemerintahan. Ciri utama
negara kesatuan adalah supremasi parlemen pusat dan tiadanya badan-badan
lain yang berdaulat.
Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu:
1. Sentralisasi, dan
2. Desentralisasi.
Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan
diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-
perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat. Daerah tidak
berwewenang membuat peraturan-peraturan sendiri dan atau mengurus rumah
tangganya sendiri.
Keuntungan sistem sentralisasi:
a) adanya keseragaman (uniformitas) peraturan di seluruh wilayah negara;
b) adanya kesederhanaan hukum, karena hanya ada satu lembaga yang berwenang
membuatnya;
c) penghasilan daerah dapat digunakan untuk kepentingan seluruh wilayah
negara.
Kerugian sistem sentralisasi:
a) bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga sering menghambat
kelancaran jalannya pemerintahan;
b) peraturan/ kebijakan dari pusat sering tidak sesuai dengan keadaan/
kebutuhan daerah;
c) daerah-daerah lebih bersifat pasif, menunggu perintah dari pusat
sehingga melemahkan sendi-sendi pemerintahan demokratis karena kurangnya
inisiatif dari rakyat;
d) rakyat di daerah kurang mendapatkan kesempatan untuk memikirkan dan
bertanggung jawab tentang daerahnya;
e) keputusan-keputusan pemerintah pusat sering terlambat.
Dalam negara kesatuan bersistem desentralisasi, daerah diberi
kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi, swatantra).
Untuk menampung aspirasi rakyat di daerah, terdapat parlemen daerah.
Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap memegang kekuasaan tertinggi.
Keuntungan sistem desentralisasi:
a) pembangunan daerah akan berkembang sesuai dengan ciri khas daerah itu
sendiri;
b) peraturan dan kebijakan di daerah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
daerah itu sendiri;
c) tidak bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga pemerintahan
dapat berjalan lancar;
d) partisipasi dan tanggung jawab masyarakat terhadap daerahnya akan
meningkat;
e) penghematan biaya, karena sebagian ditanggung sendiri oleh daerah.
Sedangkan kerugian sistem desentralisasi adalah ketidakseragaman
peraturan dan kebijakan serta kemajuan pembangunan.
b. Negara Serikat (Federasi)
Negara Serikat adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa
negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara
bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen
sendiri, dan kabinet sendiri, yang berdaulat dalam negara serikat adalah
gabungan negara-negara bagian yang disebut negara federal.
Setiap negara bagian bebas melakukan tindakan ke dalam, asal tak
bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke luar (hubungan dengan
negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah federal. Ciri-ciri
negara serikat/ federal:
a) tiap negara bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan menteri
(kabinet) demi kepentingan negara bagian;
b) tiap negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak boleh
bertentangan dengan konstitusi negara serikat;
c) hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur melalui
negara bagian, kecuali dalam hal tertentu yang kewenangannya telah
diserahkan secara langsung kepada pemerintah federal.
Dalam praktik kenegaraan, jarang dijumpai sebutan jabatan kepala
negara bagian (lazimnya disebut gubernur negara bagian). Pembagian
kekuasaan antara pemerintah federal dengan negara bagian ditentukan oleh
negara bagian, sehingga kegiatan pemerintah federal adalah hal ikhwal
kenegaraan selebihnya (residuary power). Pada umumnya kekuasaan yang
dilimpahkan negara-negara bagian kepada pemerintah federal meliputi:
- hal-hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek hukum
internasional, misalnya: masalah daerah, kewarganegaraan dan perwakilan
diplomatik;
- hal-hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, pertahanan dan keamanan
nasional, perang dan damai;
- hal-hal tentang konstitusi dan organisasi pemerintah federal serta azas-
azas pokok hukum maupun organisasi peradilan selama dipandang perlu oleh
pemerintah pusat, misalnya: mengenai masalah uji material konstitusi
negara bagian;
- hal-hal tentang uang dan keuangan, beaya penyelenggaraan pemerintahan
federal, misalnya: hal pajak, bea cukai, monopoli, matauang (moneter);
- hal-hal tentang kepentingan bersama antarnegara bagian, misalnya:
masalah pos, telekomunikasi, statistik.
Menurut C.F. Strong, yang membedakan negara serikat yang satu dengan
yang lain adalah:
- cara pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara
bagian;
- badan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul antara
pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian.
Berdasarkan kedua hal tersebut, lahirlah bermacam-macam negara
serikat, antara lain:
a) negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan
pemerintah federal, dan kekuaasaan yang tidak terinci diserahkan kepada
pemerintah negara bagian. Contoh negara serikat semacam itu antara lain:
Amerika Serikat, Australia, RIS (1949);
b) negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan
pemerintah negara bagian, sedangkan sisanya diserahkan kepada pemerintah
federal. Contoh: Kanada dan India;
c) negara serikat yang memberikan wewenang kepada mahkamah agung federal
dalam menyelesaikan perselisihan di antara pemerintah federal dengan
pemerintah negara bagian. Contoh: Amerika Serikat dan Australia;
d) negara serikat yang memberikan kewenangan kepada parlemen federal dalam
menyelesaikan perselisihan antara pemerintah federal dengan pemerintah
negara bagian. Contoh: Swiss.
Persamaan antara negara serikat dan negara kesatuan bersistem
desentralisasi: 1) Pemerintah pusat sebagai pemegang kedaulatan ke luar; 2)
Sama-sama memiliki hak mengatur daerah sendiri (otonomi).
Sedangkan perbedaannya adalah: mengenai asal-asul hak mengurus rumah
tangga sendiri itu. Pada negara bagian, hak otonomi itu merupakan hak
aslinya, sedangkan pada daerah otonom, hak itu diperoleh dari pemerintah
pusat
B. Teori-Teori Bentuk Pemerintahan
Adapun teori mengenai bentuk pemerintahan maupun sistem pemerintahan
dapat diklasifikasikan dalam beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
a. Bentuk Pemerintahan Klasik
Teori-teori tentang bentuk pemerintahan klasik pada umumnya
masih menggabungkan bentuk negara dan bentuk pemerintahan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Mac Iver dan Leon Duguit yang menyatakan bahwa
bentuk negara sama dengan bentuk pemerintahan. Prof. Padmo Wahyono, SH
juga berpendapat bahwa bentuk negara aristokrasi dan demokrasi adalah
bentuk pemerintahan klasik, sedangkan monarki dan republik adalah
bentuk pemerintahan modern.
Dalam teori klasik, bentuk pemerintahan dapat di bedakan atas
jumlah orang yang memerintah dan sifat pemerintahannya.
1. Ajaran Plato (429 - 347SM)
Plato mengemukakan lima bentuk pemerintahan negara. Kelima
bentuk itu menurut Plato harus sesuai dengan sifat-sifat tertentu
manusia. Adapun kelima bentuk itu sebagai berikut.
a) Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh kaum
cendikiawan yang dilaksanakan sesuai dengan pikiran keadilan.
b) Timokrasi, yaitu bentuk pemerintah yang di pegang oleh orang-
orang yang ingin mencapai kemasyuran dan kehormatan.
c) Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh
golongan hartawan
d) Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat
jelata, dan
e) Tirani, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh seorang
tiran ( sewenang-wenang) sehingga jauhdari cita-cita keadilan.
2. Ajaran Aristoteles (384 - 322 SM)
Aristoteles membedakan bentuk pemerintahan berdasarkan dua
kriteria pokok, yaitu jumlah orang yang memegang pucuk pemerintahan
dan kualitas pemerintahannya. Berdasarkan dua kriteria tersebut,
perbedaan bentuk pemerintahan adalah sebagai berikut.
a) Monarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu
orang demi kepentingan umum, sifat pemerintahan ini baik dan
ideal.
b) Tirani, yaitu bentuk pemerintah yang dipegang oleh seseorang
demi kepentingan pribadi. Bentuk pemerintahan ini buruk dan
merupakan kemerosotan.
c) Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
sekelompok cendikiawan demi kepentingan umum. Bentuk
pemerintahan ini baik dan ideal.
d) Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
sekelompok cendikiawan demi kepentingan kelompoknya. Bentuk
pemerintahan ini merupakan pemerosotan dan buruk.
e) Pliteia, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seluruh
rakyat demi kepentingan umum. Bentuk pemerintahan ini baik dan
ideal.
f) Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh orang-
orang tertentu demi kepentingan sebagian orang. Bentuk
pemerintahan ini kurang baik dan merupakan pemrosotan.
3. Ajaran Polybios (204-122 SM)
Ajaran Polybios yang dikenal dengan Cyclus Theory sebenarnya
merupakan pengembangna lebih lanjut dari ajaran aristoteles dengan
sedikit perubahan, yaitu dengan mengganti bentuk pemerintahan ideal
pliteia dengan demokrasi. Monarki adalah bentuk pemerintahan yang
pada mulanya mendirikan kekuasaan atas rakyat dengan baik dan dapat
di percaya. Namun pada perkembangannya, para penguasa dalam hal ini
adalah raja tidak lagi menjalankan pemerintahan untuk kepentingan
umum, bahkan cenderung sewenang-wenang dan menindas rakyat. Bentuk
pemerintahan monarki bergeser menjadi tirani.
Dalam situasi pemerintahan tirani yang sewenang-wenang,
muncullah kaum bangsawan yang bersekongkol untuk melawan. Mereka
bersatu untuk mengadakan pemberontakan sehingga kekuasaan beralih
pada mereka. Pemerintahan selanjutnya di pegang oleh beberapa orang
dan memperhatikan kepentingan umum., serta sifat baik,.
Pemerintahan pun berubah dari tirani menjadi aristokrasi.
Aristokrasi yang semula baik dan memperhatikan kepentingan
umum, pada perkembangannya tidak lagi menjalankan keadilan dan
hanya mementingkan diri sendiri. Keadaan itu mengakibatkan
pemerintahan aristokrasi bergeser ke oligarki.
Dalam pemerintahan oligarki yang tidak ada keadilanm rakyat
berontak mengambil alih kekuasaan umtuk memperbaiki nasib. Rakyat
menjalankan kekuasaan negara demi kepentingan rakyat. Akibatnya,
pemerintahan bergeser menjadi demokrasi. Namun, pemerintahan
demokrasi yang awalnya baik lama keamaan banyak diwarnai kekacauan,
kebrobokan, dan korupsi sehingga hokum sulit di tegakkan. Dari
pemerintahan okhlorasi ini kemudian muncul seorang yang kuat dan
berani yang dengan kekerasan dapat memegang pemerintahan. Dengan
demikian, pemerintahan kembali di pegang oleh satu tangan lagi
dalam bentuk monarki.
Perjalanan siklus pemerintahan di atas mamperlihatkan pada
kita akan adanya hubungan kausal (sebab akibat) antara bentuk
pemerintahan yang satu dengan yang lain. Itulah sebabnya Polybios
beranggapan bahwa lahirnya pemerintahan yang satu dengan yang lain
sebagai akibat dari pemerintahan yang sebelumnya telah ada.
b. Bentuk Pemerintahan Monarkhi (Kerajaan)
Leon Duguit dalam bukunya Traite de Droit Constitutional
membedakan pemerintahan dalam bentuk monarki dan republik. Perbedaan
antara pemerintahan bentuk "monarki" dan "republik" menurut Leon
Duguit, adalah ada pada kepala negaranya. Jika ditunjuk berdasarkan
hak turun-temurun, maka kita berhadapan dengan monarki. Kalau kepala
negaranya ditunjuk tidak berdasarkan turun-temurun tetapi dipilih,
maka kita berhadapan dengan republik.
Dalam praktik-praktik ketatanegaraan, bentuk pemerintahan
monarki dan republik dapat dibedakan atas:
1) Monarki Absolut
Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara
yang dikepalai oleh seorang (raja, ratu, syah, atau kaisar) yang
kekuasaan dan wewenangnya tidak terbatas. Perintah raja merupakan
undang-undang yang harus dipatuhi oleh rakyatnya. Pada diri raja
terdapat kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang
menyatu dalam ucapan dan perbuatannya. Contoh: Perancis semasa
Louis XIV dengan semboyannya yang terkenal L'etat C'est Moi (negara
adalah saya).
2) Monarki Konstitusional
Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam suatu
negara yang dikepalai oleh seorang raja yang kekuasaannya dibatasi
oleh undang-undang dasar (konstitusi). Proses monarki
konstitusional adalah sebagai berikut :
a. Adakalanya proses monarki konstitusional itu datang dari raja
itu sendiri karena ia takut dikudeta. Contoh: negara Jepang
dengan hak octrooi.
b. Adakalanya proses monarki konstitusional itu terjadi karena
adanya revolusi rakyat terhadap raja. Contoh: Inggris yang
melahirkan Bill of Rights I tahun 1689, Yordania, Denmark,
Arab Saudi, dan Brunei Darussalam.
3) Monarki Parlementer
Monarki parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu
negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan menempatkan parlemen
(DPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam monarki
parlementer, kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet (perdana
menteri) dan bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya
sebagai kepala negara (simbol kekuasaan) yang kedudukannya tidak
dapat diganggu gugat. Bentuk monarki parlementer sampai sekarang
masih tetap dilaksanakan di Inggris, Belanda, dan Malaysia.
c. Bentuk Pemerintahan Republik
Dalam pelaksaannya bentuk pemerintahan republik dapat dibedakan
menjadi republik absolut, republik konstitusional, dan republik
parlementer.
1) Republik Absolut
Dalam sistem republik absolut, pemerintahan bersifat
diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan. Penguasa mengabaikan
konstitusi dan untuk melegitimasi kekuasaannya digunakanlah partai
politik. Dalam pemerintahan ini, parlemen memang ada, namun tidka
berfungsi.
2) Republik Konstitusional
Dalam sistem republik konstitusional, presiden memegang
kekuasaan kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun, kekuasaan
presiden dibatasi oleh konstitusi. Di samping itu, pengawasan yang
efektif dilakukan oleh parlemen.
3) Republik Parlementer
Dalam sistem republik parlementer, presiden hanya sebagai
kepala negara. Namun, presiden tidak dapat diganggu-gugat.
Sedangkan kepala pemerintahan berada di tangan perdana menteri
yang bertanggung-jawab kepada parlementer. Alam sistem ini,
kekuasaan legislatif lebih tinggi daripada kekuasaan eksekutif.
BAB VII
SUSUNAN NEGARA DAN HUBUNGAN ANTARNEGARA
A. Susunan Negara
Penglihatan terhadap negara dari segi susunannya menghasilkan
penggolongan negara bersusun tunggal (negara kesatuan) dan negara bersusun
jamak (negara federal). Negara kesatuan atau negara unitaris, terdapat satu
pemerintahan pusat dan tidak ada negara dalam negara. Pemerintahan pusat
pada negara kesatuan, pada awalnya menerapkan asas sentralisasi dan
konsentrasi. Pada perkembangan berikutnya, kemudian menerapkan asas
dekonsentrasi dan perkembangan terakhir tampak mengembangkan desentralisasi
dan otonomi. Perkembangan otonomi tampak dimaksudkan untuk mengimbangi
sentralisasi.
Sedangkan negara federal sebagai negara bersusun jamak, memiliki
karakteristik, antara lain:
a. Terdiri atas negara federal atau negara gabungan dan negara-negara
bagian.
b. Pemerintahan federal atau pemerintahan gabungan dan pemerintahan negara-
negara bagian.
c. Terdapat Undang-undang Dasar negara federal dan Undang-undang Dasar
negara-negara bagian.
Di samping negara bersusun jamak dalam bentuk negara federal atau
negara serikat juga dikenal perserikatan negara. Kriteria untuk menentukan
apakah suatu negara merupakan negara serikat atau perserikatan negara telah
diajukan oleh Jellinek dan Kranenberg.
Jellinek mengajukan kriteria perbedaan-perbedaan terletak pada ada
pada siapakah kedaulatan itu. Jika kedaulatan itu pada negara federal maka
merupakan negara serikat. Sebaliknya jika kedaulatan itu ada pada negara-
negara bagian, merupakan perserikatan negara. Sedangkan Kranenberg
mengajukan kriteria dapat tidaknya pemerintah federal membuat atau
mengeluarkan peraturan hukum yang mengikat secara langsung kepada warga
negara-negara bagian. Apabila mengikat langsung maka disebut negara
serikat. Apabila tidak dapat mengikat secara langsung, disebut sebagai
perserikatan negara.
Kemudian, apabila mencoba melihat kombinasi antara bentuk negara,
susunan negara dan bentuk pemerintahan atau sistem pemerintahan maka akan
dihasilkan variasi ketiganya di berbagai negara di dunia. Misalnya, bisa
dinyatakan bahwa negara Inggris merupakan Negara Kerajaan Kesatuan
Parlementer, Indonesia merupakan Negara Republik Kesatuan Presidentil, dan
India merupakan Negara Republik Serikat Parlementer.
B. Hubungan Antar Negara
Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat dalam
suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan
organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah
tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai
kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada.
Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk
memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya.
Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai
Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan cita-cita
bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen hukum
tertinggi pada suatu negara. Karenanya dia juga mengatur bagaimana negara
dikelola. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar.
Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk
mencapai kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk
paling kongkrit pertemuan negara dengan rakyat adalah pelayanan publik,
yakni pelayanan yang diberikan negara pada rakyat. Terutama sesungguhnya
adalah bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan,
fungsi pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman. Negara
menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat
merasa bahwa tidak ada ancaman dalam kehidupannya. Dalam perkembangannya
banyak negara memiliki kerajang layanan yang berbeda bagi warganya.
Berbagai keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga
negara, atau hukum, baik yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak
jelas dalam Konstitusi maupun untuk menyesuaikan terhadap perkembangan
zaman atau keinginan masyarakat, semua kebijakan ini tercantum dalam suatu
Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam proses pembentukan Undang-Undang
haruslah dilakukan secara demokratis, yakni menghormati hak tiap orang
untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu.
Seperti juga dalam organisasi biasa, akan ada orang yang mengurusi
kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu negara modern, orang-orang yang
mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara demokratis pula.
Setelah kita mendeskripsikan apa arti negara yang sesungguhnya secara
terperinci, kita bisa menelaah bahwa sebuah negara meskipun memiliki
pemerintahannya sendiri, negara tersebut tidak dapat berdiri sendiri tanpa
bantuan dari Negara lain. Hal inilah yang memunculkan pertanyaan di atas :
mengapa sebuah negara hasrus bergantung dengan negara lain ?
Secara kodrati, manusia adalah sebagai makhluk individu, sosial, dan
ciptaan Tuhan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan dan
membentuk berbagai persekutuan hidup untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Sifat alamiah manusia adalah hidup berkelompok, saling menghormati,
bergantung, dan saling bekerja sama. Seperti halnya dalam hubungan
antarbangsa, suatu bangsa satu dengan lainnya wajib saling menghormati,
bekerja sama secara adil dan damai untuk mewujudkan kerukunan hidup
antarbangsa. Hubungan antarbangsa di sini disebut sebagai hubungan
internasional.
Di masa sekarang tentu tidak ada negara yang dapat berdiri sendiri.
Salah satu faktor penyebab terjadinya hubungan internasional adalah
kekayaan alam dan perkembangan industri yang tidak merata. Hal tersebut
mendorong kerjasamaantar negara dan antar individu yang tunduk pada hukum
yang dianut negaranya masing-masing. Hubungan internasional merupakan
hubungan antar negara atau antarindividu dari negara yang berbeda-beda,
baik berupa hubungan politis, budaya, ekonomi, ataupun hankam. Hubungan
internasional menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri
RI (RENSTRA) adalah hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang
dilakukan oleh suatu negara tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan diperlukan
kerjasama, karena melalui kerjasama antar negara akan diperoleh :
pencapaian tujuan negara lebih mudah dilakukan; perdamaian dunia lebih
mudah diwujudkan; upaya pemeliharaan perdamaian dunia, diantaranya membuat
perjanjian damai penyelesaian konflik secara damai juga dapat terwujud
(www.id.answer.yahoo.com) . Manfaat hubungan internasional antara lain
adalah :
1. Manfaat ideologi, yakni untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan
hidup bangsa dan Negara
2. Manfaat politik, yakni untuk menunjang pelaksanaan kebijakan politik
dan hubungan luar negeri yang di abdikan untuk kepentingan nasional,
terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang
3. Manfaat ekonomi, yakni untuk menunjang upaya meningkatkan pembangunan
ekonomi nasional
4. Manfaat sosial-budaya, yakni untuk menunjang upaya pembinaan dan
pengembangan nilai-nilai sosial budaya bangsa dalam upaya
penanggulangan terhadap setiap bentuk ancaman, tantangan, hambatan,
gangguan dan kejahatan internasional, dalam rangka pelaksanaan
pembangunan nasional
5. Manfaat perdamaian dan keamanan internasional, yakni untuk menunjang
upaya pemeliharaan dan pemulihan perdamaian, keamanan dan stabilitas
internasional
6. Manfaat kemanusiaan, yakni untuk menunjang upaya pencegahan dan
penanggulangan setiap bentuk bencana serta rehabilitasi akibat-
akibatnya
7. Manfaat lainnya, yakni untuk meningkatkan peranan dan citra Negara
itu sendiri di forum internasional dan hubungan antar negara serta
kepercayaan masyarakat internasional
Bagi Indonesia, sebagai Negara yang juga terlibat dalam hubungan antar
Negara, hubungan internasional memiliki arti penting tersendiri. Arti
penting hubungan internasional bagi Indonesia antara lain karena lingkup
hubungannya mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara.
Dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi
internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa
menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional. Sehingga
jelaslah hubungan internasional sangat penting bagi Indonesia.
Hubungan internasional juga memiliki impiklasi hak dan kewajiban
Negara yang melakukan hubungan karena hukum internasional mempunyai
beberapa segi penting seperti prinsip kesepakatan bersama (principle of
mutual consent), prinsip timbal balik (priniple of reciprocity), prinsip
komunikasi bebas (principle of free communication), princip tidak diganggu
gugat (principle of inciolability), prinsip layak dan umum (principle of
reasonable and normal), prinsip eksteritorial (principle of
exterritoriality), dan prinsip-prinsip lain yang penting bagi hubungan
diplomatik antar negara.
Dalam membina hubungan internasional, Indonesia mempunyai tujuan untuk
meningkatkan persahabatan, dan kerjasama bilateral, regional, dan
multilateral melalui berbagai macam forum sesuai dengan kepentingan dan
kemampuan nasional. Untuk menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil,
dan sejahtera, negara kita harus tetap melaksanakan politik luar negeri
yang bebas dan aktif. Pentingnya hubungan internasional bagi suatu bangsa
berkaitan dengan manfaat yang diperoleh dalam menjalin hubungan
internasional tersebut. Hubungan internasional dilaksanakan atas dasar
untuk mencapai tujuan tertentu, karena adanya tujuan-tujuan yang hendak
dicapai tersebut, maka seringkali yang menjadikan mengapa suatu hubungan
internasional dianggap penting bagi kehidupan suatu bangsa. Negara yang
tidak mau melakukan hubungan Internasional biasanya akan terkucil dari
pergaulan internasional. Karena hubungan internasional ini sangat penting
yaitu untuk saling memenuhi hidup bangsa-bangsa atau masyarakat di negara-
negara yang bersangkutan.
Dari penjelasan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa sebuah negara
memang harus bergantung dengan Negara lain. Hal ini dilakukan agar tujuan
masing-masing negara dapat tercapai. Seperti layaknya manusia, negara pun
perlu bersosialisasi untuk saling melengkapi karena tanpa bantuan dari
negara lain, sebuah negara tidak dapat berdiri sendiri dan tentunya
kesejehteraan negara tersebut akan semakin buruk. Dengan adanya
ketergantungan antar negara juga dapat membawa negara yang melakukan
hubungan tersebut diakui di mata internasional. Memang saling
ketergantungan tersebut membawa manfaat yang besar bagi sebuah negara,
namun tetap harus dilaksanakan dengan bijaksana dan bertanggung jawab.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahmad Suhelmi, 2004, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan
Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
A. Mukthie Fadjar, 2004, Tipe Negara Hukum, Banyumedia Publishing, Malang.
Azhary, 1983, Ilmu Negara – Pembahasan buku R. Kranenburg, Cetakan Keempat,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Abu Daud Busroh, 1990, Ilmu Negara, Cetakan pertama, PT Bumi Aksara,
Jakarta.
C.F. Strong, Modern Political Constitutions: An Introduction to the
Comparative Study of Their History and Existing Form
(Konstitusikonstitusi Politik Modern: Kajian Tentang Sejarah dan
Bentuk-bentuk Konstitusi Dunia)
Djokosoetono, 1982, Ilmu Negara, Cetakan pertama, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Darmawan Triwibowo & Sugeng Bahagijo, 2006, Mimpi Negara Kesejahteraan,
Pustaka LP3ES, Jakarta.
Deliar Noer; 1982, Pemikiran Politik di Negeri Barat, Edisi pertama, CV
Rajawali, Jakarta.
F. Isjwara, 1980, Pengantar Ilmu Politik, Cetakan ke-7, Binacipta, Bandung.
Franz MagnisSuseno; 2003, Etika Politik – Prinsip-prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern, Cet. Ketujuh, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Francis Fukuyama, 2005, Memperkuat Negara Tata Pemerintahan dan Tata Dunia
Abad 21, terjemahan: A.ZaimRofiqi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hans Kelsen; 1971, General Theory of Law and State, Russel and Russel, New
York. Penerjemah: Raisul Muttaqien, Penyunting: Nurainun Mangunsong;
2006, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Cetakan I, Nusamedia &
Nuansa, Bandung.
Hendarmin Ranadireksa; 2007, Visi Bernegara Arsitektur Konstitusi
Demokratik: Mengapa Ada Negara Yang Gagal Melaksanakan Demokrasi,
Cetakan Pertama, Fokusmedia, Bandung.
Huala Adolf, 1991, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasinal, Cetakan
pertama, CV. Rajawali, Jakarta.
J.H. Rapar; 1988, Filsafat Politik Plato, Seri Filsafat Politik 1, Cetakan
pertama, CV. Rajawali, Jakarta.
_______; 1988, Filsafat Politik Aristoteles, Seri Filsafat Politik 2,
Cetakan pertama, CV. Rajawali, Jakarta.
_______; 1989, Filsafat Politik Agustinus, Seri Filsafat Politik 3, Cetakan
pertama, CV. Rajawali, Jakarta.
_______; 1991, Filsafat Politik Machiavelli, Seri Filsafat Politik 1,
Cetakan pertama, CV. Rajawali, Jakarta.
Larry Diamond, 2003, Developing Democracy Toward Consolidation, terjemahan
Tim IRE, IRE Press Yogyakarta.
Max Boli Sabon, 1992, Ilmu Negara, Cetakan 1, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Miriam Budiardjo; 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Cetakan
pertama, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
M. Nasroen, 1957, Asal Mula Negara, Penerbit Ichtisar, Jakarta.
Padmo Wahyono, 1982, Negara Republik Indonesia, Cv Rajawali, Jakarta.
Robert HeineGeldern; 1982, Konsepsi Tentang Negara dan Kedudukan Raja di
Asia Tenggara, terjemahan Deliar Noer, Edisi pertama, CV. Rajawali,
Jakarta.
Sjachran Basah, 1997, Ilmu Negara, Cetakan ke VIII, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung
Soehino, 1986, Ilmu Negara, Edisi Kedua, Cetakan Pertama, Liberty
Yogyakarta, Yogyakarta.
Suyatno, 2004, Menjelajah Demokrasi, Liebe Book Press.
Victor Situmorang; 1987, Intisari Ilmu Negara, Cetakan pertama, Bina
Aksara, Jakarta