PERENCANAAN JALAN REL KERETA API BAB 1 PENDAHULUAN
A.
JALAN KERETA API SECARA UMUM
Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan send iri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat tranfortasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan de ngan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan deng an kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkut an massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkan secara maksimal sebagai alat transp ortasi utama angkutan darat baik didalam kota, antar kota, maupun antar negara.
B.
SEJARAH TRANSPORTASI KERETA API Sebelum tahun 1800 alat angkut yang dipergunakan antara lain adalah tenaga man
usia, hewan dan sumber tenaga dari alam seperti angin. Pada masa itu barang-barang yang da pat diangkut rata-rata dalam jumlah yang kecil dan waktu yang ditempuh relatif lama. Namun s etelah antara tahun 1800 hingga tahun 1860 transportasi telah mulai berkembang dengan baik k arena telah mulai dimanfaatkannya sumber tenaga mekanik seperti kapal uap dan kereta api, ya ng dimana mulai banyak dipergunakan dalam dunia perdagangan dan dunai tranportasi. Dan ku rang lebih pada tahun kisaran antara tahun 1860 sampai dengan tahun 1920 mulai diketemukan nya alat tranportasi lainnya seperti misalnya kendaraan bermotor dan pesawat terbang meskipun dengan banyak keterbatasan dari teknologi yang ada pada saat itu, namun pada masa itu pula angkutan kereta api dan jalan raya memegang peranan penting dalam pengangkutan secara ma sal antar daerah pada suatu wilayah.
Kereta api mulai diperkenalkan di Indonesia, pada masa penjajahan Belanda, oleh sebuah perusa haan swasta yang mempunyai singkatan NV atau lebih dikenal dengan nama Nederlandsch Indis che Spoorweg Mij (NISM), berdiri kisaran tahun 1864. Proyek pertama yang dibuat adalah jalur k ereta api pertama dibangun pada 17 Juni 1864. Yakni jalur Kemijen-Tanggung, Kabupaten Semar ang saat ini, jalur yang dibuat kurang lebih sepanjang 26 Km. Diresmikan oleh Gubernur Jendera
l L.A.J Baron Sloet Van Den Beele. Kemudian tanggal 18 Februari 1870, NISM membangun jalur umum Semarang-Solo-Yogyakarta. Dan tanggal 10 April 1869 pemerintah Hindia Belanda mendiri kan Staats Spoorwegen atau lebih dikenal dengan nama singkatan (SS) yang membangun jalur lintasan Batavia-Bogor. Kemudian tanggal 16 Mei April 1878, perusahaan negara luar ini membuk a jalur Surabaya-Pasuruan-Malang, dan 20 Juli 1879 membuka jalur Bangil-Malang. Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh Jawa terhubung oleh jalur kereta api.
Di luar Jawa, 12 Nopember 1876, Staats Spoorwegen juga membangun jalur Ulele-Kutaraja(Aceh). Selanjutnya lintasan PaluAer-Padang (Sumatera Barat) pada Juli 1891, lintasan Telukbetung-Prabu mulih (Sumatera Selatan) tahun 1912, dan 1Juli 1923 membangun jalur Makasar-Takalar (Sulawesi). Di Sumatera Utara, NV. Deli Spoorweg Mij juga membangun lintasan Labuan-Medan pada 25 J uli 1886. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, selain Staats Spoorwegen milik pemerintah, su dah ada 11 perusahaan kereta api swasta di Jawa dan satu perusahaan swasta di Sumatera.
C.
PENGERTIAN UMUM TRANSPORTASI Mobilitas manusia sudah dimulai sejak jaman dahulu kala, kegiatan tersebut dil
akukan dengan berbagai tujuan antara lain untuk mencari makan, mencari tempat tinggal yang l ebih baik, mengungsi dari serbuan orang lain dan sebagainya. Dalam melakukan mobilitas terseb ut sering membawa barang ataupun tidak membawa barang. Oleh karenanya diperluhkan alat se bagai sarana transportasi, menurut Abbas salim (1993:5). Transportasi adalah sarana bagi manusia untuk memindahkan sesuatu, baik manusia atau benda dari satu tempat ke tempat lain, denga n ataupun tanpa mempergunakan alat bantu. Alat bantu tersebut dapat berupa tenaga manusia, binatang, alam ataupun benda lain dengan mempergunakan mesin ataupun tidak bermesin.
D.
TUJUAN DI BANGUNNYA REL KERETA API Kereta Api merupakan moda (metode dasar) transportasi dengan multi keungg
ulan komparatif: hemat lahan & energi, rendah polusi, besifat massal, adaptif dengan perubahan teknologi, yang memasuki era kompetisi, potensinya diharapkan dapat dimobilisasi dalam skala n asional, sehingga mampu menciptakan keunggulan kompetitif terhadap produksi dan jasa domest ik dipasar global. Dengan tugas pokok dan fungsi memobilisasi arus penumpang dan barang dia tas jalur rel kereta api, maka ikut berperan menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.
E.
JENIS-JENIS KERETA API 1.
Dari segi propulsi (tenaga penggerak) a.
Kereta api uap
b.
Kereta api diesel
c.
Kereta rel listrik
2.
Dari segi rel Kereta api rel konvensional
Kereta api rel konvensional adalah kereta api yang umum dijumpai contonya di Stasiun Jakarta Kota. Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi yang diletakan dibantalan. Didaerah ter tentu yang memiliki tingkat ketinggian curam, digunakan rel bergerigi yang diletakkan ditengah-t engah rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi. Kereta api monorel Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta api yang jalurnya tidak seperti jalur ker eta yang biasa dijumpai. Rel kereta ini hanya terdiri dari satu batang besi. Letak kereta api dide sain menggantung pada rel atau diatas rel. Karena efisien, biasanya digunakan sebagai alat trans portasi kota khususnya dikota-kota mentropolitan dunia dan dirancang mirip seperti jalan layang. 3.
Dari segi diatas atau dibawah permukaan tanah
Kereta api permukaan Kereta api permukaan berjalan diatas tanah. Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah k ereta api jenis ini. Kereta api bawah tanah (subway) Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan dibawah permukaan tanah (subway). Ker eta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-terowongan dibawah tanah sebagai jalur kereta api. Umumnya digunakan pada kota-kota besar (metropolitan) seperti New York, Tokyo, Si dney, Kuala Lumpur, Singapur, Paris, dan Moskwa dll. Selain itu juga digunakan dalam sekala leb ih kecil pada daerah pertambangan. 4. a. b.
Dari segi penumpang Kereta api penumpang Kereta api barang
F.
STASIUN KERETA API
Stasiun kereta api adalah tempat dimana para penumpang dapat naik turun dalam memakai sar ana transportasi kereta api. Selain stasiun, pada masa lalu dikenal juga dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api. Stasiun kereta api umumnya terdiri atas tempat penjualan tiket, peron atau ruang tunggu, ruang kepala stasiun, dan ruang PPKA (Pengaturan Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya, sinyal, wesel, (alat pemindah jalur), telepon, telegraf, dan lain sebagainya.
G.
GERBONG
Gerbong adalah kendaraan beroda yang merupakan bagian dari sebuah rangkaian kereta api ya ng bukan merupakan lokomotif. Gerbong secara garis besar dibedakan atas dua jenis yaitu gerb ong penumpang dan gerbong barang. Gerbong barang kemudian dibedakan lagi jenis muatanny a antara lain: 1.
Lori – gerbong terbuka, umunya untuk mengangkut bahan galian tambang.
2.
Tangki – gerbong untuk mengangkut muatan berbentuk cair.
3.
Gerbong untuk mengangkut ternak.
4.
Peti kemas.
BAB II PEMBAHASAN
A.
DEFINISI STRUKTUR JALAN REL
Struktur jalan rel merupakan suatu kontruksi yang direncanakan sebagai prasarana atau infrastruk tur perjalanan kereta api. Gambar 2.1 menjelaskan gambar konstruksi jalan rel yang tampak seca ra visual dan secara skematik digambarkan dalam potongan melintang.
Secara konstruksi, jalan rel dibagi dalam dua bentuk konstruksi, yaitu : 1.
Jalan rel dalam konstruksi timbunan.
2.
Jalan rel dalam konstruksi galian.
Jalan rel dalam konstruksi timbunan biasanya terdapat pada daerah persawahaan atau daerah ra wa, sedangkan jalan rel pada konstruksi galian umumnya terdapat pada medan pegunungan. Ga mbar 2.2 menunjukkan contoh potongan konstruksi jalan rel pada daerah timbunan dan galian.
B.
KOMPONEN STRUKTUR JALAN REL
Struktur jalan rel dibagi ke dalam dua bagian struktur yaitu terdiri dari kumpulan komponen-ko mponenjalan rel yaitu : 1. Struktur bagian atas, atau dikenal sebagai superstructure yang terdiri dari komponen-kompon en seperti rel (rail), penambat (fastening) dan bantalan (sleeper, tie). 2.
Struktur bagian bawah,atau dikenal sebagai substructure, yang terdiri dari komponen bal
as (ballast), subbalas (subbalast), tanah dasar (improve subgrade) dan tanah asli (natural ground). Tanah dasar merupakan lapisan tanah di dibawah subbalas yang berasal dari tanah asli tempat an atau tanah yang didatangkan (jika kondisi tanah asli kurang baik), dan telah mendapatkan pe rlakuan pemadatan (compaction) atau diberikan perlakuan khusus (treatment). Pada kondisi terten tu, balas juga dapat disusun dalam dua lapisan, yaitu : balas atas (top ballast) dan balas bawah (bottom ballast). Konstruksi jalan rel merupakan suatu sistem struktur yang menghimpun komponen-komponennya seperti rel, bantalan, penambat dan lapisan pondasi serta tanah dasar secara terpadu dan disus un dalam sistem konstruksi dan analisis tertentu agar dapat dilalui kereta api secara aman dan nyaman. Gambar 2.3 menjelaskan bagian-bagian struktur atas dan bawah konstruksi jalan rel dan secara skematik menjelaskan keterpaduan komponen-komponennya dalam suatu sistem struktur.
C. 1.
KOMPONEN-KOMPONEN PENYUSUN JALAN REL
Rel (batangan besi baja)
Batang rel terbuat dari besi ataupun baja bertekanan tinggi, dan juga mengandung karbon, man gan, dan silikon. Batang rel khusus dibuat agar dapat menahan beban berat (axle load) dari ran gkaian KA yang berjalan di atasnya. Inilah komponen yang pertama kalinya menerima transfer b erat (axle load) dari rangkaian KA yang lewat. Tiap potongan (segmen) batang rel memiliki panja ng 20-25 m untuk rel modern, sedangkan untuk rel jadul panjangnya hanya 5-15 m tiap segme n. Batang rel dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan berat batangan per meter panjangn ya. Di Indonesia dikenal 4 macam batang rel, yakni R25, R33, R42, dan R54. Misalkan, R25 berarti b atang rel ini memiliki berat rata-rata 25 kilogram/meter. Makin besar “R”, makin tebal pula batan g rel tersebut.Berikut ini daftar rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC deng an Standar: ·
Rel 25 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 25 kilogram (kg).
·
Rel 33 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 33 kilogram (kg).
·
Rel 41 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 41 kilogram (kg).
·
Rel 42 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 42 kilogram (kg).
·
Rel 50 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 50 kilogram (kg).
·
Rel 54 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 54 kilogram (kg).
·
Rel 60 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 60 kilogram (kg).
Perbedaan tipe batang rel mempengaruhi beberapa hal, antara lain (1) besar tekanan maksimum (axle load) yang sanggup diterima rel saat KA melintas, dan (2) kecepatan laju KA yang diijinkan saat melewati rel. Semakin besar “R”, maka makin besar axle
load yang sanggup diterima oleh rel tersebut, dan KA yang melintas di atasnya dapat melaju pada kecepatan yang tinggi dengan stabil dan aman. Tipe rel paling besar yang digunakan di Indonesia adalah UIC R54) yang digunakan uk jalur KA yang lalu lintasnya padat, seperti lintas Jabodetabek dan lintas Trans
unt Jawa.
Tak ketinggalan lintas angkutan batubara di Sumsel-Lampung yang memiliki
axle load
paling tinggi di Indonesia.
2.
Bantalan Rel
Bantalan rel (sleepers) dipasang sebagai landasan dimana batang rel diletakkan dan ditambatkan. Berfungsi untuk (1) meletakkan dan menambat batang rel, (2) menjaga kelebaran trek (track ga uge, adalah ukuran lebar trek rel. Indonesia memiliki track gauge 1067 mm) agar selalu konstan, dengan kata lain agar batang rel tidak meregang atau menyempit, (3) menumpu batang rel aga r tidak melengkung ke bawah saat dilewati rangkaian KA, sekaligus (4) mentransfer axle load yan g diterima dari batang rel dan plat landas untuk disebarkan ke lapisan batu ballast di bawahnya. Oleh karena itu bantalan harus cukup kuat untuk menahan batang rel agar tidak bergesar, sekali gus kuat untuk menahan beban rangkaian KA. Bantalan dipasang melintang dari posisi rel pada jarak antarbantalan maksimal 60 cm. Ada tiga jenis bantalan, yakni : a.
Bantalan Kayu (Timber Sleepers), terbuat dari batang kayu asli maupun kayu campuran, ya
ng dilapisi dengan creosote (minyak pelapis kayu) agar lebih awet dan tahan jamur. b.
Bantalan Plat Besi (Steel Sleepers), merupakan bantalan generasi kedua, lebih awet dari ka
yu. Bantalan besi tidak dipasang pada trek yang ter-eletrifikasi maupun pada trek yang menggu nakan persinyalan elektrik. c.
Bantalan Beton Bertulang (Concrete Sleepers), merupakan bantalan modern saat ini, dan pa
ling banyak digunakan karena lebih kuat, awet, murah, dan mampu menahan beban lebih besar daripada dua bantalan lainnya.
Perbandingan umur bantalan rel KA yang dipergunakan dalam keadaan normal dapat ditaksir se bagai berikut : ·
Bantalan kayu yang tidak diawetkan: 3 -15 tahun.
·
Bantalan kayu yang diawetkan: 25 -40 tahun.
·
Bantalan besi baja: sekitar 45 tahun.
·
Bantalan beton: diperkirakan 60 tahun.
3.
Plat Landas
Pada bantalan kayu maupun besi, di antara batang rel dengan bantalan dipasangi Tie Plate (plat landas), semacam plat tipis berbahan besi tempat diletakkannya batang rel sekaligus sebagai lu bang tempat dipasangnya Penambat (Spike). Sedangkan pada bantalan beton, dipasangi Rubber Pad, sama seperti Tie Plate, tapi berbahan plastik atau karet dan fungsinya hanya sebagai landas an rel, sedangkan lubang/tempat dipasangnya penambat umumnya terpisah dari rubber pad kar ena telah melekat pada beton. Fungsi plat landas selain sebagai tempat perletakan batang rel dan juga lubang penambat, juga untuk melindungi permukaan bantalan dari kerusakan karena tindihan batang rel, dan sekaligus untuk mentransfer axle load yang diterima dari rel di atasnya ke bantalan yang ada tepat dibaw ahnya.
4.
Penambat Rel
Fungsinya untuk menambat/mengaitkan batang rel dengan bantalan yang menjadi tumpuan bata ng rel tersebut, agar (1) batang rel tetap menyatu pada bantalannya, dan (2) menjaga kelebaran trek (track gauge). Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan dan tipe b atang rel yang digunakan. Ada dua jenis penambat rel, yakni Penambat Kaku dan Penambat ela stis. Penambat kaku misalnya paku rel, mur, baut, sekrup, atau menggunakan tarpon yang dipasang menggunakan pelat landas. Umumnya penambat kaku ini digunakan pada jalur kereta api tua. K arakteristik dari penambat kaku adalah selalu dipasang pada bantalan kayu atau bantalan besi. P enambat kaku kini sudah tidak layak digunakan untuk jalan rel dengan frekuensi dan axle load y ang tinggi. Namun demikian tetap diperlukan sebagai penambat rel pada bantalan kayu yang di pasang pada jalur wesel, jembatan, dan terowongan.
Penambat elastis dibuat untuk menghasilkan jalan rel KA yang berkualitas tinggi, yang biasanya digunakan pada jalan rel KA yang memiliki frekuensi dan axle load yang tinggi. Karena sifatnya
yang elastis sehingga mampu mengabsorbsi getaran pada rel saat rangkaian KA melintas, oleh k arena itu perjalan KA menjadi lebih nyaman dan dapat mengurangi resiko kerusakan pada rel m aupun bantalannya. Selain itu penambat elastis juga dipakai pada rel yang disambungan dengan las termit (istilahnya Continuous Welded Rails, karena sambungan rel dilas sehingga tidak punya celah pemuaian) karena kemampuannya untuk menahan batang rel agar tidak bergerak secara h orizontal saat pemuaian. Penambat elastis inilah yang sekarang banyak digunakan, terutama pad a bantalan beton, meskipun ada juga yang digunakan pada bantalan kayu dan bantalan besi. Berbagai macam penambat elastis, antara lain: ·
Penambat Pandrol E-Clip produksi Pandrol Inggris
·
Penambat Pandrol Fastclip produksi Pandrol Inggris
·
Penambat Kupu-kupu produksi Vossloh
·
Penambat DE-Clip produksi PT. Pindad Bandung
·
Penambat KA Clip produksi PT. Pindad Bandung.
Yang digunakan di Indonesia adalah E-Clip, DE-Clip, dan KA Clip.
5.
Plat Penyambung Rel
Merupakan plat besi dengan panjang sekitar 50-60 cm, yang berfungsi untuk menyambung dua segmen/potongan batang rel. Pada plat tersebut terdapat 4 atau 6 lubang untuk tempat skrup/ baut (Bolt) penyambung serta mur-nya (Nut). Batang rel biasanya hanya memiliki panjang sekitar 20-25 meter tiap potongnya, sehingga perlu komponen penyambung berupa plat besi penyamb ung beserta bautnya. Pada setiap sambungan rel, terdapat celah pemuaian (Expansion Space), se hingga saat rangkaian KA lewa t akan terdengar bunyi “jeg - jeg…jeg - jeg” dari bunyi roda KA yang melewati celah pemuaian tersebut. Penyambungan rel menggunakan komponen-komponen di atas dikenal sebagai Metode Sambun gan Tradisional (Conventional Jointed Rails). Sedangkan dewasa ini telah dikenal metode penyam bungan rel dengan Las Termit, yang disebut dengan Continuous Welded Rails (CWR). Dengan m etode CWR, tiap 2 sampai 4 potong batang rel dapat dilas menjadi satu rel yang panjang tanp a diberi celah pemuaian, sehingga tiap CWR memiliki panjang sekitar 40-100 m.
CWR biasanya diterapkan pada jalur dengan kecepatan laju KA yang tinggi, karena permukaan r el menjadi lebih rata dan halus sehingga rangkaian KA dapat lewat dengan lebih nyaman. Pener apan CWR juga mengurangi resiko rusaknya roda KA, karena roda KA akan “njeglong” atau “ters andung” saat melewati celah pemuaian. Lalu bagaimana dengan pemuaian batang rel? hal ini da
pat disiasati dengan menggunakan penambat elastis yang mampu menahan gerakan pemuaian b atang rel (gerakan mendatar dimana batang rel akan meregang saat panas dan menyusut saat dingin). Jika penambatnya berupa penambat kaku, bisa disiasati dengan memasang rail anchor.
6.
Rail Anchor
Satu lagi komponen trek rel KA yakni rail anchor (anti creep). Rail anchor digunakan pada rel ya ng disambung secara CWR. Fungsinya untuk menahan gerakan pemuaian batang rel, karena pad a sambungan CWR tidak terdapat celah pemuaian. Pada gambar di bawah, rail anchor dipasang di bawah permukaan batang rel tepat disamping b antalan agar dapat menahan gerakan pemuaian rel. Rail anchor tidak dipasang pada rel yang di tambat dengan penambat elastic, karena fungsinya sama seperti penambat elastis, yakni untuk m encegah gerakan pemuaian batang rel. Jadi, rail anchor dipasang bersama dengan penambat ka ku pada bantalan kayu atau besi.
7.
Lapisan Pondasi Atas atau Lapisan Balas (Ballast)
Konstruksi lapisan balas terdiri dari material granular / butiran dan diletakkan sebagai lapisan per mukaan (atas) dari konstruksi substruktur. Material balas yang baik berasal dari batuan yang bers udut, pecah, keras, bergradasi yang sama, bebas dari debu dan kotoran dan tidak pipih (prone). Meskipun demikian, pada kenyataannya, klasifikasi butiran di atas sukar untuk diperoleh/dipertah ankan, oleh yang demikian, permasalahan pemilihan material balas yang ekonomis dan memung kinkan secara teknis masih mendapat perhatian dalam kajian dan penelitian. Lapisan balas berfun gsi untuk menahan gaya vertikal (cabut/uplift), lateral dan longitudinal yang dibebankan kepada bantalan sehingga bantalan dapat mempertahankan jalan rel pada posisi yang disyaratkan.
8.
Lapisan Pondasi Bawah atau Lapisan Subbalas (Subballast)
Lapisan diantara lapisan balas dan lapisan tanah dasar adalah lapisan subbalas. Lapisan ini berfu ngsi sebagaimana lapisan balas, diantaranya mengurangi tekanan di bawah balas sehingga dapat didistribusikan kepada lapisan tanah dasar sesuai dengan tingkatannya. 9.
Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Lapisan tanah dasar merupakan lapisan dasar pada struktur jalan rel yang harus dibangun terlebi h dahulu. Fungsi utama dari lapisan tanah dasar adalah menyediakan landasan yang stabil untuk lapisan balas dan subbalas. Perilaku tanah dasar adalah komponen substruktur yang sangat pen ting yang mana memiliki peranan yang signifikan berkait pada sifat teknis dan perawatan jalan r el.
D. 1.
KRITERIA STRUKTUR JALAN REL
Kekakuan (Stiffness)
Kekakuan struktur untuk menjaga deformasi vertikal dimana deformasi vertikal yang diakibatkan oleh distribusi beban lalu lintas kereta api merupakan indikator utama dari umur, kekuatan dan kualitas jalan rel. Deformasi vertikal yang berlebihan akan menyebabkan geometrik jalan rel tidak baik dan keausan yang besar diantara komponen-komponen struktur jalan rel. 2.
Elastisitas (Elastic / Resilience)
Elastisitas diperlukan untuk kenyamanan perjalanan kereta api, menjaga patahnya as roda, mered am kejut, impact, getaran vertikal. Jika struktur jalan rel terlalu kaku, misalnya dengan pemakaian bantalan beton,maka untuk menjamin keelastikan struktur dapat menggunakan pelat karet (rubb er pads) di bawah kaki rel. 3.
Ketahanan Terhadap Deformasi Tetap
Deformasi vertikal yang berlebihan akan cenderung menjadi deformasi tetap sehingga geometrik jalan rel (ketidakrataan vertikal, horisontal dan puntir) menjadi tidak baik, yang pada akhirnya ke nyamanan dan keamanan terganggu.
4.
Stabilitas
Jalan rel yang stabil dapat mempertahankan struktur jalan pada posisi yang tetap/semula (vertika l dan horisontal) setelah pembebanan terjadi. Untuk ini diperlukan balas dengan mutu dan kepa datan yang baik, bantalan dengan penambat yang selalu terikat dan drainasi yang baik. 5.
Kemudahan Untuk Pengaturan dan Pemeliharaan (Adjustability)
Jalan rel harus memiliki sifat dan kemudahan dalam pengaturan dan pemeliharaan sehingga dap at dikembalikan ke posisi geometrik dan struktur jalan rel yang benar jika terjadi perubahan geo metri akibat beban yang berjalan. E. 1.
PEMBEBANAN PADA STRUKTUR JALAN REL
Beban dan Gaya Pada Rel
Pembebanan dan pergerakan kereta api di atas struktur jalan rel menimbulkan berbagai gaya pa da rel. Gaya-gaya tersebut diantaranya gaya vertikal, gaya transversal (lateral) dan gaya longitudi nal.
a.
Gaya Vertikal
Gaya ini adalah beban yang paling dominan dalam struktur jalan rel. Gaya vertikal menyebabkan terjadinya defleksi vertikal yang merupakan indikator terbaik untuk penentuan kualitas, kekuatan dan umur jalan rel. Secara global, besarnya gaya vertikal dipengaruhi oleh pembebanan oleh lok omotif, kereta maupun gerbong.
-
Gaya Lokomotif (locomotive)
Jenis lokomotif akan menentukan jumlah bogie dan gandar yang akan mempengaruhi berat beb an gandar di atas rel yang dihasilkannya. -
Gaya Kereta (car, coach)
Karakteristik beban kereta dipengaruhi oleh jumlah bogie dan gander yang digunakan. Selain itu, faktor kenyamanan penumpang dan kecepatan (faktor dinamis) mempengaruhi beban yang diha silkan.
-
Gaya Gerbong (wagon)
Prinsip pembebanan pada gerbong adalah sama dengan lokomotif dan kereta. Meskipun demikia n, kapasitas muatan gerbong sebagai angkutan barang perlu diperhatikan dalam perencanaan be ban. Perhitungan gaya vertikal yang dihasilkan beban gandar oleh lokomotif, kereta dan gerbong mer upakan beban statik, sedangkan pada kenyataannya, beban yang terjadi pada struktur jalan rel merupakan beban dinamis yang dipengaruhi oleh faktor aerodinamik (hambatan udara dan beba n angin), kondisi geometrik dan kecepatan pergerakan rangkaian kereta api. Oleh karena itu, dip erlukan transformasi gaya statik ke gaya dinamik untuk merencanakan beban yang lebih realistis. Persamaan TALBOT (1918) memberikan transformasi gaya berupa pengkali faktor dinamis sebagai berikut:
b.
Gaya Transversal (Lateral) Gaya ini terjadi akibat adanya gaya sentrifugal (ketika ra
ngkaian kereta api berada di lengkung horizontal), gerakan ular rangkaian (snake motion) dan ketidakrataan geomtrik jalan rel yang bekerja pada titik yang sama dengan g aya vertikal. Gaya ini dapat menyebabkan tercabutnya penambat akibat gaya angkat (uplift force), pergeseran pelat andas dan memungkinkan terjadinya derailme nt (anjlog atau keluarnya roda kereta dari rel). Syarat pembatasan besarnya ga ya lateral supaya tidak terjadi anjlog adalah :
F.
POLA DISTRIBUSI GAYA PADA STRUKTUR JALAN REL
Pola distribusi gaya vertikal beban kereta api dapat dijelaskan secara umum sebagai berikut : 1.
Beban dinamik diantara interaksi roda kereta api dan rel merupakan fungsi dari karakteri
stik jalur, kendaraan dan kereta, kondisi operasi dan lingkungan. Gaya yang dibebankan pada jal ur oleh pergerakan kereta api merupakan kombinasi beban statik dan komponen dinamik yang diberikan kepada beban statik. Beban dinamik diterima oleh rel dimana terjadi tegangan kontak diantara kepala rel dan roda, oleh sebab itu, sangat berpengaruh dalam pemilihan mutu baja rel . 2.
Beban ini selanjutnya didistribusikan dari dasar rel ke bantalan dengan perantara pelat a
ndas ataupun alas karet. 3.
Beban vertikal dari bantalan akan didistribusikan ke lapisan balas dan subbalas menjadi l
ebih kecil dan melebar. Pola distribusi beban yang melebar dan menghasilkan tekanan yang lebi h kecil yang dapat diterima oleh lapisan tanah dasar.
Prinsip pola distribusi gaya pada struktur rel bertujuan untuk menghasilkan reduksi tekanan kont ak yang terjadi diantara rel dan roda (± 6000 kg/cm2) menjadi tekanan yang sangat kecil pad a tanah dasar (± 2 kg/cm2). Gambar 4.3 di bawah ini menjelaskan pola distribusi beban pada stru
ktur jalan rel.
G. 1.
KETENTUAN UMUM PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL
Standar Jalan Rel
Segala ketentuan yang berkaitan dengan jenis komponen jalan rel di dalam perencanaan geome trik jalan rel tertuang dalam Tabel Klasifikasi Jalan Rel PD.10 tahun 1986. Ketentuan tersebut diantaranya: kelas jalan, daya lintas/angkut, kecepatan maksimum, tipe rel, jen is bantalan dan jarak, jenis penambat rel dan struktur balasnya. 2.
Kecepatan dan Beban Gandar
Dalam ketentuan PD 10 tahun 1986, terdapat beberapa tipe kecepatan yang digunakan dalam pe rencanaan, yaitu :
a.
Kecepatan rencana adalah kecepatan yang digunakan untuk merencanakan konstruksi jal
an rel. Adapun beberapa bentuk kecepatan rencana digunakan untuk :
a.
Kecepatan Maksimum
Kecepatan maksimum adalah kecepatan tertinggi yang diijinkan untuk operasi suatu rangkaian ke reta pada lintas tertentu. Ketentuan pembagian kecepatan maksimum dlam perencanaan geometr ik dapat dilihat pada Tabel Klasifikasi Jalan Rel. b.
Kecepatan Operasi
Kecepatan operasi adalah kecepatan rata-rata kereta api pada petak jalan tertentu. c.
Kecepatan Komersial
Kecepatan komersial adalah kecepatan rata-rata kereta api sebagai hasil pembagian jarak tempu h dengan waktu tempuh. Beban gandar maksimum yang dapat diterima oleh struktur jalan rel di Indonesia untuk semua k elas jalan adalah 18 ton (PD. No. 10 tahun 1986). 3.
Daya Angkut Lintas
Daya angkut lintas (T) adalah jumlah angkutan anggapan yang melewati suatu lintas dalam jang ka waktu satu tahun.
4. a.
Ruang Bebas dan Ruang Bangunan Definisi
- Ruang Bebas Ruang di atas sepur yang senantiasa harus bebas dari segala rintangan dan benda penghalang, ruang ini disediakan untuk lalu lintas rangkaian kereta api. - Ruang Bangun
Ruang disisi sepur yang senantiasa harus bebas dari segala bangunan seperti tiang semboyan, ti ang listrik dan pagar. Ruang bangun diukur dari sumbu sepur pada tinggi 1 meter sampai 3,55 meter. b.
Jalur Tunggal
Menurut R-10, batas ruang untuk jalur lurus dan lengkung dibedakan sebagai berikut : 1). Batas ruang bebas untuk jalur lurus dan lengkung dengan jari-jari lebih besar dari 3000 m. 2). Untuk lengkung dengan jari-jari 300 sampai dengan 3000 m. 3). Untuk lengkung dengan jari-jari kurang dari 300 m. - Untuk kereta listrik : Kereta listrik disediakan ruang bebas untuk memsang saluran-saluran kawat listrik beserta tiang p endukungnya dan pantograph listrik di kereta. - Untuk peti kemas : Ruang bebas didasarkan pada ukuran gerbong peti kemas standar ISO dengan ukuran standard height. Standar ini digunakan karena banyak negara yang menggunakannya dan cenderung untu k dipakai pada masa yang panjang. c.
Jarak Jalur Ganda
Jarak jalur sumbu untuk jalur lurus dan lengkung sebesar 4,00 meter.
BAB III PENUTUP
Maksud dari tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita tentang perk embangan struktur transportasi terutama kereta api. Dengan terus meningkatnya kemajuan teknol ogi maka akan semakin ditingkatkan kearah aspek kenyamanan, aspek keselamatan, dampaknya t erhadap lingkungan dan biaya yang ekonomis untuk pembuatannya.
Bahwa materi tentang jalan rel ini masih cukup luas dan akan selalu ada pembaharuan sehingg a diperlukan penggalian informasi dan ilmunya dari berbagai sumber yang terdepan, dan juga h arus tetap mengacu pada persyaratan atau ketentuan yang berlaku sekarang ini sehingga denga n cara ini pembangunan jalan rel dapat lebih aman, nyaman dan ramah lingkungan, dapat lebih efektif dan juga dapat dilakukan dengan beberapa metode pelaksaannya yang mudah dan berk ualitas untuk pekerjaan konstruksi.