BAKTERIOLOGI II
"Bakteri Penyebab Pada Sistem Saraf"
Kelompok 12 :
Dzikri Khoirul U. (P27903116008)
Febri Ayu N (P27903116010)
Siti Astari Fadilah (P27903116036)
Siti Suherna (P27903116037)
TLM 1-A
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES BANTEN
JURUSAN AHLI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
2017
Bakteri Penyebab Infeksi pada Sistem Syaraf
MENINGITIS
Meningitis adalah komplikasi meningokoksemia yang paling umum dan merupakan peradangan pada membrane meningeal yang mengelilingi otak. Meningitis, paling umum terjadi pada anak-anak, terutama dalam 5 tahun pertama kehidupan.
Gambar 1. Penyakit Meningitis
Gejala
Sakit kepala
Fotofobia
Demam
Kekakuan leher
Nafsu makan buruk atau umumnya lemah, lesu, tidak bahagia (anak-anak yang lebih kecil).
Penurunan kesadaran : pertimbangan ensefalitis.
Tanda
Kekakuan leher
Tanda kering ( ekstensi lutut yang fleksi menyebabkan nyeri dan resistensi terhadap gerakan).
Tanda Brudzinski (fleksi leher pasif menebabkan kedua panggul dan lutut fleksi)
Fontanel menonjol (bayi)
Komplikasi
Kehilangan pendengaran
Efusi subdural.
Infark serebral
Hidrosefalus
Pengobatan
Penanganan agresif secepatnya dengan penisilin G kristaline IV dosis tinggi 50.000 unit.kg tiap 4 jam, biasanya dianjurkan untuk perawatan meningitis N. meningitidis.
Kloramfenikol bisa digunakan menggantikan penisilin G. beberapa sefalosporin generasi ketiga (seperti, sefotaxime) telah diterima penggunaannya untuk meningitis dan merupakan alternatif yang bisa diterima untuk penisilin G
Pasien dewasa sebaiknya menerima rifampin 600 mg oral tiap 12 jam untuk empat dosis. Anak usia 1 bulan sampai 12 tahun sebaiknya menerima 10 mg/kg rifampin oral tiap 12 jam untuk empat dosis, dan bayi dibawah 1 bulan sebaiknya menerima 5 mg/kg oral tiap 12 jam selama 12 jam dalam empat dosis.
Agen penginfeksi
Meningitis dapat disebabkan oleh bekteri, virus (paling umum) atau jamur
Viral pathogen : enterovirus (coxsackievirus,virus polio dan Enterovirus ), varicella zoster virus (VZV) dan hospes simplex virus (HSV) (tipe 1dan 2)
Bakteri pathogen : bervariasi menurut umur
Table 1. Bakteri Penyebab meningitis
UMUR
PATOGEN
<1 bulan
Streptococcus grup B
Escherichia coli
Listeria monocytogenes
1 bulan sampai 15 tahun
Streptococcus pneumuniae
Neisseria meningitidis
Haemophilus influenza (tipe b)
Dewasa (>15 tahun)
Streptococcus pneumuniae
Neisseria meningitidis
Dewasa yang lebih tua (>55 tahun )
Streptococcus pneumuniae
Neisseria meningitidis
Listeria monocytogenes
Neisseria meningitidis lazim disebut meningkokus. Bakteri ini menyebabkan meningitis, terutama pada anak-anak. Meningkokus adalah bakteri diplokokus Gram Negataif. Tumbuh dengan baik pada media agar coklat atau thayer martin yang di inkubasi pada suhu 37o c dalam lingkungan 5% c02.
Spesimen dapat diambil dari usap tenggorokan, darah atau cairan serebrospinal yang harus segera di tanam dalam pembenihan. Biakn murni dari darah atau cairn cerebrospinal memberikan hasil reaksi biokimia spesifik, yaitu glukosa (+), maltosa (+) dan sukrosa (-) pada medium Cysteine-Trypticse-Agar. Tes oksidase positif.
Gambar 2. N.Meningtidis pada Media Thayer Martin
Karakteristik
Bakteri Neisseria meningitis (meningokokus) memiliki ciri identik pada warna dan karakteristik morfologinya dengan Neisseria gonorrhoeae. Ciri khas bakteri ini adalah berbentuk diplokokus gram negative, berdiameter kira-kira 0,8 μm. Neisseria meningitis tidak bergerak (nonmotil) dan tidak mampu membentuk spora. Masing-masing dari kokusnya berbentuk seperti ginjal dengan bagian yang rata atau cekung berdekatan. Bakteri meningokokus ini dapat mengalami otolisis dengan cepat, hal ini khususnya dalam lingkungan alkali. Bakteri N. meningtidis ini memiliki enzim oksidase. mikroorganisme ini paling baik tumbuh pada perbenihan yang mengandung zat-zat organik yang kompleks (misalnya : darah atau protein binatang dan dalam atmosfer yang mengandung CO2 5 %).
Meningitidis adalah aerobik yang dapat menghasilkan kapsul polisakarida dan enzim oksidase. Penyebaran bakteri ini umumnya melalui pernapasan atau respirasi. Endotoksin yang dihasilkan N. meningitidis dapat masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebabkan pendarahan akibat kerusakan pembuluh darah. Bila ditanam pada perbenihan yang diperkaya (misalnya Mueller Hinton, dimodifikasi oleh Thayer Martin), dalam 48 jam Gonokokus dan Meningokokus akan membentuk koloni mukoid, cembung, mengkilat dan mennonjol.
Struktur koloni bakteri ini terdiri dari minimal 8 golongan sero menigokokus (A, B, C, D W-135, X, Y dan Z). Golongan telah dikenal melalui kekhusuan imunologi dari masing-masing kapsul polisakaridanya. Pada polisakarida golongan A adalah suatu polimer dari suatu N-asetilmanosamin fosfat. Sedangkan polisakarida golongan C adalah suatu polimer dari asam N asetil O asetineuraminat.
Untuk antigen meningokokus ini dapat ditemukan dalam darah dan cairan serebrospinal. Pada belahan dunia bagian barat penyakit meningitis yang disebabkan oleh N. meningitidis ini terutama disebabkan oleh meningokous golongan B, C, W-135 dan Y, sedangkan di afrika penyakit ini disebabkan oleh golongan A. Pada nucleoprotein meningokokus (zat P) memiliki beberapa efek toksik untuk manusia namun hal ini tidak spesifik untuk organisme ini.
Cara Penularan
Hospes dari meningokokus adalah pada manusia. Nasofaring adalah pintu masuk mikroorganisme ini. Meningokokus melekat pada sel-sel epitel dengan bantuan pili. Telah terbukti bahwa tidak didapatkan adanya host antara, reservoar atau transmisi dari hewan ke manusia pada infeksi oleh bakteri N. meningitidis. Nasofarings merupakan reservoar alami bagi meningococcus. Transmisi dari kuman tersebut terjadi lewat saluran pernafasan (airbone droplets), serta kontak seperti dalam keluarga atau situasi recruit training. Pada suatu studi bahwa sebagian besar partikel dari droplet saluran nafas mengandung meningococcus. Bakteri ini bisa didapatkan pada kultur pada nasofaring dari manusia sehat, keadaan ini disebut carrier.
Dari nasofarings, organisme ini dapat mencapai aliran darah, menyebabkan bakterimia (meningokoksemia) dengan demam tinggi dan ruam hemoragik. Bakterimia oleh neiserria mudah timbul karena tidak adanya antibody yang bersifat bakterisidal (IgG) atau dengan hambatannya oleh suatu antibody IgA penghambat. Meningitis ini adalah komplikasi meningokosemia yang paling sering.
Uji laboratorium diagnostik
Apusan
Apusan pewarna gram sedimen cairan spinal yang disentrifugasi atau aspirat petekle sering menunjukkan neisseria tipikal diantara leukosit PMN atau ektrasel.
Kultur
Medium kultur tanpa sodium polyanethol sulfone membantu dalam kultur spesimen darah. Spesimen cairan serebrospinal ditanam pada agar cokelat dan diinkubasi pada suhu 37oc. Cairan spinal yang baru diambil dapat diinkubasi secara langsug pada suhu 37oc jika medium kultur agar tidak segera tersedia. Medium thayer martin yang dimodifikasi dengan antibiotik (vankomisin, kolistin, amfoserisin) mendukung pertumbuhan neisseria, mengambat banyak bakteri lainnya, dan digunakan untuk kultur nasofaring. Koloni yang diduga nesseria pada medium solid, terutama pada kuktur campuran, dapat diindentifikasi dengan pewarnaan gram dan tes oksidase. Cairan spinal dan darah umumnya menghasilkan kultur murni yang dapat diidentifikasi lebi lanjut dengan reaksi oksidatif karbohidrat dan aglutinasi dengan serum tipe khusus atau polivalen.
Serologi
Antibodi terhadap polisakarida meningkokus dapat diukur dengan aglutnasi lateks atau uji hemaglutinasi atau melalu aktivitas bakterisidalnya.
Botulisme
Paralisis flaksid disebabkan oleh produksi toksin botulinum. Botulisme merupakan kondisi keracunan serius yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan bakteri Clostridium botulinum. Kondisi ini cukup langka, tapi racun yang dihasilkan oleh bakteri ini dikenal sebagai salah satu racun yang paling berbahaya dan mematikan.
Racun yang dihasilkan bakteri ini menyerang sistem saraf seperti otak, tulang belakang, saraf lainnya, dan menyebabkan kelumpuhan otot. Kelumpuhan yang terjadi bisa menyerang otot-otot yang mengendalikan pernapasan, ini bisa mematikan dan harus segera mendapatkan penanganan. Bakteri ini biasanya bisa masuk ke dalam tubuh melalui makanan maupun melalui luka pada tubuh
Berdasarkan penyebabnya, berikut ini adalah ketiga jenis botulisme:
Botulisme keracunan makanan. Botulisme yang muncul akibat konsumsi makanan kalengan rendah asam seperti buncis, jagung dan bit yang menjadi tempat berkembangnya bakteri Clostridium botulinum. Jika seseorang mengonsumsi makanan yang mengandung racun penyebab botulisme, maka racun tersebut akan mengganggu fungsi saraf sehingga mengakibatkan kelumpuhan.
Botulisme luka. Botulisme yang muncul karena luka pada penderita terinfeksi bakteri Clostridium botulinum. Bakteri yang berada di dalam luka kemudian berkembang biak dan memproduksi racun penyebab botulisme.
Botulisme bayi. Botulisme ini terjadi ketika bayi menelan spora bakteri Clostridium botulinum. Spora-spora bakteri Clostridium botulinum (biasanya terdapat pada tanah atau madu) yang tertelan oleh bayi ini akan berkembangbiak dan memproduksi racun pada saluran pencernaan. Biasanya terjadi pada bayi di bawah usia satu tahun.
Patofisiologi
Spora C.botulinum menontaminasi tanah dan bahan makanan serta dapata bertunas dan menghasilkan toksin dalam lingkungan
C.botulinum menghasilkan neurotoksin yang mencegah pengikatan asetilkolin dengan membran terminal neuron
Hal ini untuk mecegah propagasi potensial aksi dan sehingga kontraksi otot tidak dapat terjadi.
Gejala
Botulisme keracunan makanan: kesulitan menelan dan berbicara, mulut kering, otot wajah lemah, gangguan penglihatan, kelopak mata lemas (terkulai), kesulitan bernafas, mual, muntah, kram perut dan lumpuh.
Botulisme luka: kesulitan menelan dan berbicara, otot wajah lemah, gangguan pengelihatan, kelopak mata lemas (terkulai), kesulitan bernafas, lumpuh.
Botulisme bayi: Sembelit, kesulitan mengontrol kepala, gerak tubuh tidak bertonus (tidak ada tegangan otot, seperti boneka kain), menangis lemah, mudah marah, sering mengeluarkan air liur, kelopak mata lemas terkulai, kelelahan, kesulitan untuk menyedot atau makan, lumpuh
Komplikasi
Gangguan pernapasan.
Kesulitan berbicara.
Sulit menelan.
Merasa lemah terus menerus.
Nafas menjadi pende
Pengobatan
Pemberian antitoksin. Pada penderita botulisme keracunan makanan atau botulisme luka, biasanya dokter akan menyuntikkan obat antitoksin untuk mengurangi risiko komplikasi. Antitoksin dengan jenis imun globulin botulisme biasanya diberikan untuk mengobati botulisme bayi.
Pemberian antibiotik. Prosedur ini direkomendasikan hanya untuk penderita botulisme luka, karena antibiotik justru mempercepat pelepasan racun.
Alat bantu pernapasan. Alat ini akan dipasang oleh dokter jika penderita mengalami kesulitan bernapas.
Rehabilitasi. Kelumpuhan pada penderita botulisme bisa sembuh secara bertahap. Penderita membutuhkan terapi untuk membantu proses pemulihan berbicara, menelan, dan fungsi tubuh yang terkena dampak botulisme.
Agen penginfeksi
Clostridium botulinum tersebar secara luas di alam, kadang-kadanga ada di feces hewan. Terdapat 6 tipe berdasarkan toksin, yaitu A,B.C,D,E,F pada manusia didapatkan jtipe A,B dan E. bakteri ini biasanya tidak menyebabkan infeksi pada luka akan tetapi menyebabkan keracunan makanan oleh toksin yang termakan bersama makanan. Kerja toksin adalah memblokir pembentukan atau pelepasan acetyl colin pada hubungan saraf otot sehingga terjadi kelumpuhan otot.
C.botulinum bersifat obligat anaerob, memiliki spora subterminal, sangat proteolitik, tidak sakarolitik. Pada perbeihan agar kuning telur (egg yolk agar), bakteri ini menunjukkan koloni yan khas, yaitu terlihat lapisan putih mutiara (pearly layer) menutupi koloni bakteri (pemecahan lipoid oleh lipase).
Karakteristik
Clostridium botulinum adalah bakteri anaerobik, gram positif, membentuk spora, dan relatif besar. Sel vegetatif C. botulinum berbentuk batang dan berukuran cukup besar untuk ukuran bakteri. Panjangnya antara 3 μm hingga 7 – 8 μm. Lebarnya antara 0,4 μm hingga 1,2 μm. Pada pengecatan Gram, C. botulinum yang mengandung spora bersifat Gram positif, sedangkan C. botulinum yang tidak mengandung spora bersifat gram negatif. Namun, C. botulinum termasuk bakteri Gram positif. C. botulinum bersifat motil atau dapat bergerak dengan flagel yang berbentuk peritirik.
Gambar 3. Bakteri C.botulinum
Cara Penularan
Clostridium botulinum tersebar luas di seluruh dunia. Botulinus terdapat dalam bentuk bakteri dan spora di dalam tanah, sedimen dilaut, permukaan buah dan sayur, di usus mamalia dan ikan dan di insang dan vixcera dari kerang-kerangan, kepiting. Karena spora botulinum, terdapat didalam tanah dan sedimen di dasar laut. Spora ini dapat berakhir di usus dari binatang yang memakan rumput dan ikan, kemudian memasuki rantai makanan manusia.
Botulisme pada bayi disebabkan tertelannya bakteri itu, dan bukan tertelannya racun. Terdapat tiga tipe keracunan menurut cara terjangkitnya: Hampir seluruh kejadian (90%) terjadi karena buruknya makanan kaleng yang diawetkan. Botulism akibat makanan (Foodborne botulism) biasanya disebabkan oleh daging yang tercemar (termasuk seafood) dan sayuran kaleng. Botulism pada bayi (Infant botulism) merupakan bentuk botulism yang paling umum. Disebabkan oleh menghirup spora bersamaan dengan partikel debu yang mikroskopis. Botulism pada luka (wound botulism) merupakan bentuk botulism yang paling jarang. Dapat terjadi ketika bakteri meng-infeksi luka (seperti luka koyak atau retaknya susunan tulang ) dan memproduksi racun in vivo. Spora tumbuh secara lokal (didalam luka) dan racun bersirkulasi melalui pembuluh darah untuk mencapai bagian lain dari tubuh. Jalan masuk spora pada luka dapat saja kecil dan terlihat tidak penting.
Pada makanan-makanan kalengan, bakteri ini sengaja dimasukkan dengan tujuan agar dapat membantu dalam mengawetkan makanan tersebut dengan keadaan yang dorman (tidak diaktifkan). Tetapi, apabila makanan kaleng telah kadarluasa, maka didalam kaleng bakteri ini akan aktif sehingga sporanya akan berkembang dan bakteri ini akan menghasilkan racun yang berupa neurotoksin (racun yang dapat langsung menyerang saraf) yang akan menyerang jaringan syaraf, sehingga dapat mengakibatkan kematian bagi yang mengkonsumsinya.
Uji laboratorium
Prosedur isolasi dan identifikasi Clostridium sp. menggunakan uji kultur Clostridium dan pewarnaan Gram. Hasil pengecatan Gram menunjukkan warna ungu dan berbentuk basil. Hal ini dapat diidentifikasi bahwa bakteri tersebut adalah Clostridium sp.
Botulisme pada Luka
Spesimen dari eksudat luka, sampel jaringan, atau sampel usap harus diperoleh untuk kultur anaerobik selain alat tes racun serum. Sebuah spesimen tinja harus diperoleh untuk mengecualikan kolonisasi makanan atau usus sebagai sumber racun.
Botulisme pada Bayi
Hal ini harus dicurigai pada bayi dengan sembelit, makan yang buruk, mengisap berkurang dan menangis kesusahan kemampuan, leher dan kelemahan otot perifer, atau ventilasi. Feses budaya untuk C. botulinum dan pengujian untuk memeriksa adanya racun dalam tinja harus dilakukan pada pasien tersebut.
Botulisme pada Dewasa
Ini adalah penyakit langka dan harus dicurigai pada pasien dengan beberapa kelainan pada saluran pencernaan yang mengembangkan disfungsi saraf kranial otonom, dan kelemahan otot. Feses budaya untuk C. botulinum dan pengujian untuk memeriksa adanya racun harus dilakukan. Antibodi endogen terhadap toksin botulinum telah dijelaskan.
Tetanus
Tetanus disebabkan oleh toksin (tetanospamin) yang menyebabkan spasme otot dan kontraksi nyeri. Tetanus adalah kejang bersifat spasme (kaku otot) yang dimulai pada rahang dan leher. Kondisi ini disebabkan oleh racun berbahaya bakteri Clostridium tetani, yang masuk menyerang saraf tubuh melalui luka kotor.
Gambar 4. Penyakit Tetanus
Gejala
Tanda-tanda dan gejala tetanus secara berurutan adalah sebagai
berikut:
Spasme dan kaku pada otot rahang. Dikuti kekakuan pada otot leher.
Kesulitan menelan.
Otot perut menjadi kaku Kejang tubuh yang menyakitkan sampai tulang punggung melengkung (epistotonus), berlangsung selama beberapa menit. Kejang ini biasanya dipicu oleh kejadian kecil, seperti suara keras, sentuhan fisik atau cahaya.
Kematian dapat terjadi karena kesulitan bernafas, lantaran otot-otot pernafasan tidak berfungsi normal.
Demam.
Berkeringat.
Tekanan darah tinggi.
Denyut nadi atau jantung cepat.
Komplikasi
Setelah toksin tetanus terikat dengan ujung saraf, maka racun tersebut tidak mungkin dihilangkan. Pemulihan sempurna dari infeksi tetanus akan memakan waktu hingga beberapa bulan, karena memerlukan pertumbuhan ujung saraf baru. Komplikasi dan dan infeksi tetanus dapat menimbulkan: Cacat. Pengobatan tetanus biasanya melibatkan penggunaan obat penenang yang kuat untuk mengontrol kejang otot. perpanjangan penggunaan obat dapat menyebabkan cacat permanen. Pada bayi, infeksi tetanus dapat menyebabkan kerusakan otak permanen, mulai dari defisit mental minor hingga cerebral pasly. Kematian. Tetanus kejang otot yang parah dapat mengganggu pernapasan, menyebabkan periode di mana seseorang tidak bisa bernapas sama sekali. Kegagalan pernapasan adalah penyebab kematian umum bagi pengidap tetanus. Kekurangan oksigen juga dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian. Pneumonia juga merupakan salah satu penyebab kematian.
Pengobatan
Sementara langkah pengobatan tetanus bertujuan untuk memberikan terapi suportif; memusnahkan spora, dan menghentikan perkembangan bakteri. Caranya bisa dengan membersihkan luka yang kotor, menghentikan produksi neurotoksin, menetralkan neurotoksin yang belum menyerang saraf tubuh, mencegah komplikasi, serta menangani komplikasi bila sudah terjadi.
Dokter juga akan menganjurkan vaksinasi tetanus jika pasien:
Belum pernah divaksinasi.
Belum menerima vaksinasi yang lengkap.
Tidak yakin apakah sudah divaksinasi atau belum.
Penyembuhan tetanus umumnya membutuhkan waktu selama beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Agen penginfeksi
Clostridium tetani bisa bertahan hidup di luar tubuh dalam bentuk spora untuk waktu yang sangat lama. Mislanya, dalam debu, tanah, serta kotoran hewan maupun manusia. Spora Clostridium tetani umumnya masuk ke tubuh melalui luka yang kotor, contohnya luka akibat cedera, digigit hewan, paku berkarat, atau luka bakar.
Clostridium tetani merupakan penyebab penyakit tetanus pada manusia C.tetani banyak terdapat di alam, tanah,feces kuda dan hewan. Ada banyak tipe yang dapat dibedakan dengan antiflagel. Semua tipe mebentuk toksin yang sama. Toksin tetanus adalah protein, termolabil, dan dapat dicerna ileh enzim proteolitik lambung. Bakteri ini tidak bersifat invasif. Bakteri tetap ada pada luka, apabila keadaan memungkinkan, yaitu keadaan anaerob yang biasanya terjadi karena adanya jaringan nekrotik, garam kalsium, bakteri piogenik lainnya, maka spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dan enksitoksin yang dibentuk akan menjalar menuju SSP, melalui jaringan perineural, pembuluh darah atau pembuluh limfe. Bkteri bersifat Gram Positif, spora terminal, bersifat obligat anaerob, sedikit proteolitik, tidak sakarolitik.
Karakteristik
Clostridium tetani adalah bakteri yang terdapat di tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang berbentuk batang lurus, langsing, berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Clostridium tetani termasuk bakteri gram positif anaerobic berflagel peritrik berspora yang terletak disentral,subterminal maupun terminal. Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak memecah protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak menghasilkan gas H2S. Menghasilkan gelatinase, dan indol positif. Spora dari Clostridium tetani resisten terhadap panas dan juga biasanya terhadap antiseptis. Sporanya juga dapat bertahan pada autoclave pada suhu 249.8°F (121°C) selama 10–15 menit. Juga resisten terhadap phenol dan agen kimia yang lainnya. Bentuk koloni bakteri ini adalah koloni yang kecil meluas dalam jalinan filamen halus.
Gambar 4. Bakteri C.tetani
Uji laboratorium
Diagnosis tetanus ditegakan berdasarkan gejala-gejala klinik yang khas. Secara bakteriologi biasanya tidak diharuskan oleh karena sukar sekali mengisolasi Clostridium tetani dari luka penderita , yang kerap kali sangat kecil dan sulit dikenal kembali oleh penderita sekalipun.
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :
Gejala klinik : Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus (sardonic smile).
Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
Kultur : C. tetani (+).
Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium yaitu :
Bahan pemeriksaan : potongan jaringan, PUS, hapus luka, kotoran kuda atau hewan lain,bedak (talk).
Media : yang di perlukan Thyoglikolat agar, Agar darah, gula-gula, Tarozi anaerob.
Direct preparat : pewarnaan gram, spora, Klien, Saffer fulton.
Daftar pustaka
Arditayasa, I Wayan. Clostridium Tetani. Diambil dari : https://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/i-wayan-arditayasa-078114135.pdf (22 Agustus 2017)
Jawetz,dkk. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 25. Jakarta : EGC
Locke,Thomas,dkk. 2013. Microbiology and Infectious Diseases on the move. Jakarta : PT.Indeks
Natalia,lily dan Priadi,A.2012. BOTULISMUS : PATOGENESIS, DIAGNOSIS DAN PENCEGAHAN. Bogor : WARTAZOA.Vol.22,No.3:127-140
Staf Pengajar Departemen Mikrobiologi Klinik FKUI-RSCM.2012. PENUNTUN PRATIKUM MIKROBIOLOGI KEDOKTERAN. Jakarta : Badan Penerbit FKUI
Subekti , Erlisa N.2011. INFEKSI PADA SISTEM SARAF PUSAT_Handbook pharmacotherapy_dipiro (indo). Diambil dari : http://erlian-ff07.web.unair.ac.id/ (22 Agustus 2017)