BAB. I BATASAN DAN RUANG LINGKUP EKOLOGI TUMBUHAN 1. Pendahuhuluan Ekologi tumbuhan sebagai salah satu cabang ilmu ekologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari secara spesifik interaksi tumbuhan dengan lingkungan hidupnya, yang berhubungan dengan berbagai proses dan fenomena alam. Misalnya, bagaimana tumbuhan untuk hidupnya memerlukan sinar matahari, air, oksigen, tanah atau lahan sebagai tempat tumbuh atau habitatnya. Bagaimana peranan energi dan nutrisi untuk proses metabolisme tubuh, tumbuhan dalam ekosistem sebagai komponen produsen menjadi sumber pakan dan sumber energi untuk makhluk hidup lainnya yang diperoleh melalui rangkaian rantai dan jarring – jarring makanan, dan proses dekomposisi oleh mikrobiota. Dalam ekologi tumbuhan juga dijelaskan bagaimana perkembangan kehidupan tumbuhan melalui masa reproduksi, perkecambahan, pertumbuhan dan masa dewasa, tua dan mati. Kelompok atau komunitas tumbuhan tertentu hilang atau musnah, kemudian akan muncul, tumbuh dan berkembang kembali melalui serangkaian proses suksesi. Proses kehidupan akan berlangsung terus menerus secara berkesinambungan mengikuti hukum alam. Elton pada tahun 1927, menyatakan bahwa ekologi tumbuhan yang mulai berkembang sejak akhir abad ke 19 pada dasarnya adalah ilmu pengetahuan tentang sejarah alam.
Konsep Dasar Ekologi Tumbuhan Pada dasarnya makhluk hidup tidak dapat hidup sendiri, terasing dari makhluk hidup lainnya. Misalnya tumbuhan sebagai makhluk hidup yang tumbuh di dalam lingkungan, habitat atau suatu ekosistem tertentu, keberadaannya merupakan bagian dari lingkungan hidupnya sendiri. Tumbuhan tersebut berinteraksi satu sama lain dengan habitat dan lingkungannya maupun dengan makhluk hidup lainnya. Keseluruhan tumbuh – tumbuhan dan makhluk hidup lain Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
1
yang jenisnya bermacam – macam, mempunyai bentuk penampilan dan keberadaannya yang berbeda – beda akan saling berinteraksi secara timbal balik dengan habitat dan lingkungannya, seperti tanah, air, iklim, cahaya matahari, kelembaban atau suhu udara, pH tanah, unsur hara dan mineral, dan sebagainya. Interaksi tersebut kemudian akan membentuk bermacam – macam system ekologi
atau
ekosistem
yang
berbeda
–
beda
sehingga
menciptakan
keanekaragaman ekosistem. Clements pada tahun 1916 ( dalam Brewer ,1994 ) menyatakan bahwa terdapat tiga jenis interaksi dalam ekosistem antara habitat dan lingkungan dengan makhluk hidup, yaitu tumbuhan, hewan dan mikrobiota yang menjadi dasar struktur dan fungsi ekosistem ( gambar 1 ). HEWAN
MIKROBIOTA
KOAKSI I
K
S
O
KOMUNITAS
A
K A
K
O
S A K S i
K
I
R E A K S I
TUMBUHAN A K S i
R E A K S I
R E A K S I
A K S i
HABITAT DAN LINGKUNGAN Gambar : Interaksi dalam ekosistem Habitat atau lingkungan akan mempengaruhi dan menentukan keberadaan serta kondisi komunitas biota ( masyarakat tumbuhan dan makhluk hidup lainnya ) dalam hal bagaimana tumbuh – tumbuhan, hewan dan mikrobiota berperanan dan berfungsi. Pengaruh lingkungan fisik terhadap makhluk hidup dinamakan aksi, yaitu semua factor ekologi yang mempengaruhinya, seperti suhu udara, pH tanah, Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
2
atau periodisitas. Sedangkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan fisiknya dinamakan reaksi, misalnya penutupan oleh sinar matahari atau struktur dan tekstur tanah. Hubungan timbal balik atau interaksi makhluk hidup dalam suatu komunitas akan mempengaruhi habitatnya dengan makhluk hidup lain, misalnya antara tumbuhan dengan parasit pada daunnya dalam bentuk sifat – sifat herbivore, kompetisi, atau parasitisme, hubungan interaksi tersebut dinamakan koaksi. Dari hal tersebut di atas, terlihat bahwa interaksi organisme dalam bentuk aksi, reaksi, dan koaksi pada umumnya lebih ditekankan pada interaksi antara tumbuhan dan lingkungan hidupnya secara lengkap, yaitu dalam hal bagaimana tumbuh – tumbuhan, hewan dan mikrobiota berhubungan satu sama lain, berperanan dan berfungsi untuk kehidupannya.
Defenisi Ekologi Tumbuhan Perkembangan ekologi tumbuhan sebagi ilmu pengetahuan alam secara kualitatif dan kuantitatif relatif masih baru. Sebagai bagian dari ilmu biologi, ekologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Kata
“ Ekologi “ berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “Oikos“yang berarti “rumah” atau “tempat tinggal” dan “Logos“ yang berarti “telaah” atau “ilmu pengetahuan”. Istilah tersebut pertama kali dikemukakan oleh H. Reiter pada tahun 1865. Tetapi pada umumnya para ilmuan menyatakan bahwa
Ernest Haeckel pada tahun 1866 adalah yang
pertama kali memperkenalkan istilah ekologi dari bahasa Jerman “ Oekologie “. Ia mendefenisikan ekologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari interaksi makhluk hidup di “rumah” atau di alam sekitarnya. Menurut Cox ( 1996 ) ekologi dapat didefenisikan sebagai pengetahuan yang mempelajari system ekologi.
ilmu
Suatu system adalah satu
perangkat berbagai unsur atau komponen yang terikat bersama oleh hubungan atau interaksi antar komponen secara teratur. Suatu system ekologi dibentuk oleh satu atau lebih makhluk hidup dan lingkungannya yang saling berinteraksi satu sama lain. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
3
Dalam lingkungan hidup di bumi ( biosfera ), tumbuhan adalah masyarakat makhluk hidup yang mempunyai kemampuan menangkap, mengikat, dan mengubah energi sinar matahari menjadi energi bentuk lain yang dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan makhluk hidup lainnya. Salah satu cirri yaitu tumbuhan memiliki butir-butir pigmen hijau daun atau klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis. Secara taksonomi sesuai dengan sistematika makhluk hidup, disiplin ilmu ekologi dapat dikelompokan menjadi bidang kajian ekologi tumbuhan, ekologi hewan, atau ekologi mikroba ( jasad renik ) ( Resosoedarmo dkk, 1984 ). Kajian dalam ekologi dapat dikelompokan dalam 2 bidang kajian yang berhubungan dengan tumbuhan, hewan atau mikroba, yaitu : 1. Sinekologi, sering disebut dengan ekologi komunitas, yaitu kajian ekologi yang mempelajari komunitas makhluk hidup sebagai suatu kesatuan yang saling berinteraksi antara berbagai jenis makhluk hidup dengan lingkungan di sekitarnya. 2. Autoekologi, adalah kajian ekologi yang hanya mempelajari satu jenis makhluk hidup atau populasi saja, yang berinteraksi sesama jenis dan lingkungannya. terutama dalam hubungannya dengan sejarah kehidupannya atau “ Fenologinya “ dan dinamakan ekologi populasi. Sinekologi mempelajari organisme yang merupakan satu kesatuan, sedangkan autokeologi merupakan kajian tentang individu organisme atau individu spesies, menyangkut riwayat hidup dan kelakuannya, dalam arti menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ekologi tumbuhan merupakan suatu penelaahan tentang berbagai aspek ekologi dari tumbuhan pada tingkat komunitas tumbuhan ( vegetasi / flora ) secara keseluruhan atau hanya menelaah populasi tumbuhan ( species ) secara khusus saja, baik pada lingkungan darat ( terestris ) maupun lingkungan perairan ( akuatik ). Awal kajian tentang peranan factor lingkungan terhadap masyarakat tumbuhan dikemukanan pertama kali oleh Alexander Von Humblod pada tahun 1805, yang menyatakan bahwa masyarakat tumbuh – tumbuhan dan distribusinya Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
4
berhubungan dengan kondisi habitat, dan lingkungan fisiknya. Penelitian tersebut di dasari oleh pengetahuan tentang penyebaran dan geografi tumbuh – tumbuhan yang berhubungan erat dengan tempat tumbuh dan kehidupannya. Flora adalah tumbuh – tumbuhan yang terdapat di suatu wilayah, sedangkan Vegetasi adalah masyarakat tumbuhan dalam arti luas yang disusun oleh berbagai jenis tumbuh – tumbuhan yang terdapat dalam suatu ekosistem. Konsosiasi adalah variasi vegetasi yang dikuasai oleh satu jenis tumbuhan saja, sedangkan asosiasi adalah satuan di dalam masyarakat tumbuhan yang diberi nama sesuai dengan jenis tumbuh – tumbuhan dominan. Mueller – Dombois dan Ellenberg ( 1974 ) secara umum mendefenisikan ekologi tumbuhan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana suatu masyarakat tumbuhan, flora atau vegetasi di suatu wilayah yang berinteraksi secara timbal balik dengan tumbuhan lain atau dengan makhluk hidup lain dan dengan lingkungan hidupnya. Tumbuhan ( makhluk hidup kloroplas ) Individu ( species ) indvidu
Kelompok
Sekelompok individu sejenis berbagai jenis ( Populasi )
Sekelompok individu ( Komunitas )
Konsosiasi
Asosiasi
Cirri – cirri flora ( data floristic ) Ekologi )
Keanekaan jenis
Ciri – cirri vegetasi ( Parameter
-
Komposisi jenis Frekuensi Kerapatan Dominasi Sebaran dan stratifikasi Indeks kesamaan, keanekaragaman jenis, dll.
Gambar : Pengertian antara tumbuhan, Flora dan Vegetasi Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
5
Pengetahuan yang menjadi dasar kajian ekologi tumbuhan adalah bahwa tumbuhan dan makhluk hidup lainnya memiliki kemampuan untuk bereaksi atau melakukan respon terhadap berbagai pengaruh factor fisik ( abiotik ), seperti perubahan suhu udara, intensitas cahaya, kelembaban udara atau curah hujan, dan factor biotic seperti naungan oleh tumbuhan lain yang terdapat di sekitarnya. Reaksi atau respon tumbuhan terhadap factor – factor tersebut akan tercermin dalam berbagai cara, misalnya dalam bentuk reaksinya terhadap pengaruh lingkungan, yaitu pada sifat – sifat adaptasi dan toleransi, pola sebaran, kelimpahan dan keanekaragaman jenis, anatomi dan morfologi bentuk akar, batang atau daun, pola tumbuh, aktivitas fisiologi dan reproduksinya. Dalam ekologi tumbuhan, satuan dasar ekologi yang menjadi dasar penelaahan
tentang interaksi
tumbuhan
dengan
berbagai
factor
dalam
lingkungannya adalah kajian tentang system ekologi atau ekosistem. Berdasarkan struktur ekosistem, terdapat tiga hal yang menjadi kunci penelaahan ekologi, yaitu individu ( jenis atau spesies ), populasi, dan komunitas tumbuhan. Tumbuhan sebagai satu kesatuan makhluk hidup secara individual merupakan suatu tingkatan taksonomis yang disebut jenis atau species. Species tumbuhan dapat didefenisikan sebagai organisme yang dapat melakukan perkawinan
atau
persilangan
dengan
tumbuhan
sesamanya
yang
dapat
menghasilkan turunan yang fertile. Secara genetis individu tumbuhan satu persatu merupakan suatu wujud makhluk hidup yang seragam bersama – sama dengan lingkungannya, individu – individu tumbuhan tersebut membentuk satuan ekologi. Penelaahan mengenai ekologi individu pada dasarnya berhubungan erat dengan hal – hal bagaiman tumbuhan berinteraksi dengan makhluk lain, lingkungan makro dan lingkungan mikro di sekitarnya, yang secara individual akan menyesuaikan diri terhadap pengaruh berbagai factor lingkungannya. Penelahaan tentang ekologi individu akan menghasilkan informasi yang berguna untuk menyusun atau mengungkapkan gambaran yang lengkap tentang kumpulan dari suatu jenis atau species tumbuhan yang sama yang dinamakan populasi tumbuhan. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
6
Populasi tumbuhan terbentuk dari suatu kelompok individu dari jenis atau species tumbuhan yang sama yang dapat berkembangbiak antar jenis. Karena jenis – jenisnya, kebersamaannya sebagai satu kumpulan jenis tumbuhan terpelihara oleh perkembangbiakan antar jenis melalui pertukaran antar gen maka jenis tersebut akan merupakan suatu kelompok individu yang mempunyai gen yang sama pula. Perbedaan kecil yang mungkin terdapat oleh adanya pengaruh lingkungan atau habitat setempat antar populasi tumbuhan merupakan dasar seleksi alam yang berlangsung secara evolusi. Kumpulan populasi dari berbagai jenis atau species tumbuhan yang menempati suatu wilayah tertentu akan membentuk suatu komunitas tumbuhan. Suatu komunitas tumbuhan tidaklah selalu harus terdapat pada suatu wilayah atau habiatat yang luas dengan berbagai jenis tumbuhan penyusunnya dan makhluk hidup lain yang hidup bersamanya, seperti di hutan, rawa – rawa atau
padang
lamun.
Dalam
kenyataannya,
komunitas
tumbuhan
dapat
mempunyai ukuran seberapa pun, misalnya komunitas tumbuhan air yang terdapat di akuarium. Dalam suatu ekosistem individu, populasi, dan komunitas tumbuhan cenderung tidak pernah sepenuhnya dalam keadaan mantap, tetapi terdapat dalam keseimbangan yang mudah goyah. Melalui berbagai kaidah ekologi yang berlangsung secara terus menerus maka berbagai proses, seperti proses interaksi, toleransi, adaptasi, fisiologi, asosiasi, dan suksesi, akan terbentuk keseimbangan dinamis atau homeostatis untuk skala waktu tertentu. Dalam ekologi tumbuhan konsep dasar ekologi yang penting dipelajari, antara lain adalah : 1. Mempelajari konsep ekosistem, komunitas dan populasi. 2. Mempelajari pengaruh factor lingkungan terhadap tumbuhan dan peranan factor lingkungan sebagai factor pembatas. 3. Mempelajari struktur dan komposisi vegetasi suatu ekosistem atau habitat. 4. Mempelajari alir energi dan daur biogeokimia melalui metabolisme, siklus hara mineral, dan siklus air. 5. Mempelajari hubungan tempat tumbuh dengan : a. Komposisi dan struktur vegetasi. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
7
b. Penyebaran jenis – jenis tumbuhan. c. Fenologi tumbuhan ( musim berbunga atau berbuah ) d. Interaksi dengan makhluk hidup lainnya. 6. Mempelajari hubungan antara kesuburan tanah, iklim, dan factor lain dengan produktivitas tumbuhan. 7. Mempelajari prose klimaks dan suksesi tumbuhan. 8. Mempelajari adaptasi tumbuhan. 9. Mempelajari sebaran tumbuhan ( fitogeografi ).
3. Ekologi Tumbuhan dan Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan Lain. Ekologi tumbuhan yang merupakan salah satu cabang disiplin ekologi, penelaahannya mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Dalam tingkatan organisasi biologi, kajian ekologi membahas tentang berbagai aspek interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya dari berbagai tingkatan, seperti tingkatan satu jenis makhluk hidup ( species ), populasi, komunitas atau ekosistem dalam lingkungan biosfer, yang dalam ekologi disebut ekosfer. Untuk mempelajari dan memahami berbagai aspek interaksi antara tumbuhan dengan makhluk hidup lain dari berbagai tingkatan seperti tersebut di atas maka diperlukan disiplin atau bidang pengetahuan yang dapat mendukung dan menjelaskannya. Menurut Setiadi dkk ( 1989 ) bahwa ilmu pengetahuan penting yang diperlukan tersebut antara lain : 1. Ilmu Pengetahuan Alam a. Ilmu Fisika berperan karena di dalam ekologi tumbuhan, factor – factor fisik, seperti struktur dan kepadatan tanah, sinar matahari, perubahan suhu, daya serap air, curah hujan, kelembaban udara, dan sebagainya. b. Ilmu Kimia berperan penting karena dalam ekologi tumbuhan berbagai proses kimia yang berlangsung, baik di dalam maupun di luar tubuh tumbuhan membutuhkan kajian secara kimia untuk dapat merumuskan berbagai proses kimia yang berlangsung. c. Matematika dan Statistika peranannya dibutuhkan dalam ekologi karena digunakannya berbagai hitungan atau pembobotan suatu jenis, populasi Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
8
atau komunitas suatu organisme dalam suatu ekosistem secara kualitatif dan kuantitatif, serta perhitungan dan analisisnya secara matematik dan statistic. Dengan memanfaatkan matematik, dapat diperkirakan apa yang terjadi bila suatu parameter lingkungan ( kadar dan jenis pupuk ) dapat diubah – ubah dan bagaimana pengaruhnya terhadap produktivitas tumbuhan. 2. Ilmu – Ilmu Biologi selain Ekologi Penyebaran, adaptasi, aspek – aspek peran dan fungsi tumbuhan, serta struktur komunitas vegetasi banyak dipelajari dalam ekologi tumbuhan. Pemahamannya mempunyai hubungan yang erat dengan disiplin ilmu – ilmu biologi lainnya, seperti : taksonomi, morfologi, fisiologi, fitogenetik dan sebagainya. a. Taksonomi sangat diperlukan untuk mengetahui nama dan mengenal jenis – jenis tumbuhan yang akan diteliti. Pengenalan jenis tumbuhan dititikberatkan pada sifat atau cirri – cirri generative ( reproduktif ) berdasarkan sifat, struktur anatomi, dan morfologi bunga dan buah. Selain itu diperlukan cara pengenalan jenis tumbuhan berdasarkan sifat – sifat vegetative dan bentuk hidup ( life form ) tumbuhan, seperti struktur daun, kuncup atau batang ( kulit, getah dan kayu ), bentuk penampilan tumbuhan apakah berbentuk pohon, perdu atau liana. b. Struktur Tumbuhan, bidang ini sangat penting karena berbagai aspek lingkungan fisik
berpengaruh terhadap sifat adaptasi dan toleransi
tumbuhan, sifat ini akan tampak pada penampilan bentuk – bentuk anatomi dan morfologinya. Berbagai formasi vegetasi di bumi sering disusun berdasarkan sifat – sifat penampilan struktur tubuh tumbuhan ( fisiognomi ) atau sifat – sifat ekologinya. Misalnya pada formasi hutan xeromorphic, yaitu hutan yang vegetasinya terdapat di daerah kering, sebagian besar tumbuh – tumbuhan didominasi oleh tumbuhan xerophytes. c. Fisiologi Tumbuhan dan Biokimia, ilmu – ilmu ini sangat berguna untuk mempelajari berbagai proses metabolisme dan proses kehidupan tumbuh – tumbuhan. Selain itu diperlukan pula pengetahuan kimia atau biokimia yang
dapat
menjelaskan
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
bagaimana
terjadi
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
proses
kimia
yang 9
berhubungan dengan berbagai aktivitas fisiologi tersebut. misalnya bagaimana proses fotosintesa berlangsung atau penurunan laju kecepatan proses transpirasi dipengaruhi oleh kenaikan suhu lingkungan dan bagaimana enzim tertentu mengatur hal tersebut. selain itu informasi ekologi yang berhubungan dengan fenologi tumbuhan seperti proses pembungaan
memerlukan
pendekatan
autoekologi,
cenderung
memanfaatkan pengetahuan tentang fisiologi bunga, misalnya tentang fotoperiodisitas
yaitu
pengaruh
lamanya
penyinaran
terhadap
pembungaan. d. Fitogenetika. Fitogenetika atau genetika tumbuh – tumbuhan diperlukan untuk mengkaji bagaimana suatu jenis tumbuh – tumbuhan yang penyebarannya sangat luas sering memperlihatkan perbedaan menurut letak geografi dan kondisi lingkungannya. Perbedaan bukan saja terdapat dalam
bentuk
pertumbuhannya,
tetapi
sering
kemampuan adaptasi dan preferensi ekologinya
berkaitan
dengan
( persyaratan ekologi )
terhadap keadaan tempat tumbuhnya yang mempunyai sifat menurun ( herediter ) dari sifat – sifat genetika setempat oleh adanya mutasi atau peristiwa poliploidi. Adakalanya jika suatu daerah merupakan daerah penyebaran jenis tumbuhan yang berasal dari dua wilayah yang saling berdekatan atau berhimpitan ( disebut sebagai daerah ekoton ) maka di wilayah itu sering terjadi hibridisasi antara dua jenis tumbuhan yang berasal dari daerah tersebut. sehingga pada daerah ekoton akan terdapat jenis tumbuhan baru yang mempunyai cirri – cirri dari jenis tumbuhan kedua induknya, dari kedua wilayah tersebut. e. Biogeografi. Dalam ilmu biologi terdapat kajian yang secara khusus membahas
penyebaran
makhluk
hidup
yang
disebut
biogeografi.
Biogeografi yang secara khusus mengkaji tumbuh – tumbuhan dinamakan fitogeografi, yaitu kajian yang secara khusus mempelajari dan membahas penyebaran tumbuhan di berbagai wilayah di seluruh dunia. Fitogeografi pada dasarnya merupakan induk kajian perkembangan pengetahuan ekologi yang mempelajari pengaruh lingkungan, seperti topografi wilayah mempengaruhi penyebaran tumbuhan. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
10
3. Ilmu Tanah, Geologi dan Geomorfologi. a. Ilmu Tanah, secara murni dinamakan pedologi, tetapi pengetahuan yang secara khusus mempelajari tanah sebagai tempat tumbuh – tumbuhan disebut edafologi. Perbedaan jenis – jenis tanah, sifat – sifat fisik, dan keadaan/ persebaran
kemiringan tumbuhan,
lahan yang
atau
tanah
dapat
seringkali
berpengaruh
mempengaruhi pula
terhadap
terbentuknya tipe vegetasi dan jenis – jenisnya. b. Geologi dan Geomorfologi, dalam ekologi tumbuhan diperlukan karena struktur geologi dan geomorfologi lapisan bumi sebagai habitat tempat tumbuh – tumbuhan tumbuh sangat mempengaruhi sifat tanah, hiudp tumbuh – tumbuhan, dan penyebarannya. Pada iklim yang sama, tetapi dengan struktur batuan yang berbeda akan terbentuk jenis tanah yang berlainan. Keadaan topografi tanah sangat mempengaruhi komposisi dan kesuburan komunitas vegetasi yang ada karena perbedaan kesuburan tanah dan keadaan air tanah. selain itu, perbedaan ketinggian ( altitude ) juga akan berpengaruh terhadap penyebaran jenis tumbuh – tumbuhan karena mempunyai iklim setempat yang berbeda. 4. Klimatologi Klimatologi adalah ilmu pengetahuan yang membahas hal ikhwal tentang iklim. Dalam ekologi, factor iklim perlu diketahui dan sangat diperhatikan untuk mempelajari berbagai aspek penyebaran dan berbagai proses kehidupan tumbuh – tumbuhan, misalnya kapan tumbuhan tertentu mulai berbunga. Iklim adalah factor lingkungan yang terpenting yang akan mempengaruhi semua aktivitas tumbuhan dalam lingkungan biosfer. Factor – factor lingkungan yang berpengaruh terhadap iklim di bumi, antara lain cahaya matahari, suhu udara, curah hujan, kelembababan udara, dan angin. Factor – factor lingkungan tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap proses metabolisme, reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan, serta suksesi tumbuh – tumbuhan. Selain itu terdapat iklim setempat atau iklim mikro yang cenderung sangat dipengaruhi oleh vegetasi yang ada dan factor – factor lingkungan, seperti topografi, fisiografi wilayah, dan kecepatan angin setempat. Ketinggian wilayah juga mempunyai peran penting terhadap Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
11
perubahan iklim mikro, pengaruhnya antara lain terhadap sifat – sifat fenologi tumbuhan yang berhubungan erat dengan proses reproduksi, seperti proses pembungaan, masa berbuah, produksi biji, dan berbagai proses fisiologi lainnya.
3.Pemanfaatan dan Penerapannya A. Pemanfaatan Dalam ekologi tumbuhan pemanfaatan ekologi secara langsung atau tidak langsung
berhubungan
erat
dengan
masalah
kependudukan,
pertanian,
kehutanan, kesehatan, penyebaran penyakit, pencemaran lingkungan, dan masalah – masalah lain yang sangat penting untuk kehidupan dan kesejahteraan manusia dan lingkungannya. Melalui kajian strategi pelestarian dunia terungkap bahwa betapa pentingnya pemanfaatan kaidah – kaidah ekologi bagi upaya pelestarian sumber daya alam yang terpulihkan untuk pembangunan yang berkelanjutan. Walaupun secara teoritis pemanfaatan kajian ekologi dan ekologi tumbuhan dalam perkembangannya bersumber dari kajian ekologi yang sifatnya relatif sederhana, pemanfaatan dan peranannya ternyata memberikan hasil yang cukup memadai. Misalnya untuk pengelolaan dan upaya konservasi hutan lindung yang bertujuan untuk melestarikan seluruh komunitas biota yang dilindungi maka akan diperlukan pemahaman kaidah – kaidah ekologi tumbuhan, seperti kondisi dan system ekologi dari hutan lindung tersebut, yang berhubungan dengan struktur ekosistem, komposisi jenis, kelimpahan dan keanekaragaman jenis vegetasi, sifat kompetisi dan predasi antar makhluk hidup, fungsi ekologi hutan, daur nutrisi, dan produktivitas primer hutan. Mempelajari dunia tumbuh – tumbuhan di dalam lingkungannya telah menghasilkan pengetahuan dasar yang sangat luas tentang berbagai hal, misalnya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam, keseimbangan system ekologi, dan konservasinya. Dalam hal ini ekologi tumbuhan secara khusus mempunyai peranan yang penting dalam membantu mengatur lingkungannya agar keseimbangan system ekologi tidak terganggu, misalnya bagaimana kegiatan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
12
manusia berpengaruh terhadap sumber daya alam, mengontrol erosi tanah, melakukan rehabilitasi, restorasi, konservasi ekosistem, seperti padang rumput atau hutan dan vegetasinya serta kehidupan satwa liar dan habitatnya. B. Penerapannya Menurut Orians ( 1975 ), penerapan berbagai kajian ekologi atau ekologi tumbuhan dan ilmu pengetahuan lainnya ternyata meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan lingkungan hidupnya. Terutama penerapan dalam bidang pengelolaan sumber daya alam ( misalnya produksi pertanian, kehutanan atau pertambangan ) baik untuk yang dapat diperbaharui atau tidak; konservasi, preservasi, rehabilitasi dan restorasi jenis – jenis tumbuhan dan biota lain dengan habitatnya; untuk sumber daya alam yang dilindungi, analisis mengenai dampak lingkungan untuk kegiatan pembangunan, pencemaran lingkungan; pengawasan terhadap hama dan penyakit; serta pencegahan kontaminasi bahan beracun berbahaya dan pengaruhnya terhadap tumbuhan dan lingkungan. Kegiatan manusia yang berkaitan dengan hal tersebut pada umumnya akan mempengaruhi keanekaragaman makhluk hidup yang terdapat dalam suatu ekosistem. Untuk memahami dan mengatasi masalah yang timbul akibat berbagai kegiatan manusia tersebut, ekologi tumbuhan dan ilmu pengetahuan lainnya dapat menerapkan kaidah – kaidah ekologi, seperti : struktur ekosistem dan komponen
–
komponennya,
interaksi
antara
makhluk
hidup
dengan
lingkungannya, factor lingkungan sebagai pembatas, fungsi ekosistem yang mencakup alir energi, daur biogeokimia dan proses suksesi, dinamika masyarakat tumbuh – tumbuhan dan populasinya, serta sifaty – sifat toleransi, adaptasi tumbuhan dan keberadaan serta sebaran makhluk hidup ( biota ) di permukaan bentang alam bumi. Dengan menerapkan kaidah – kaidah ekologi paling tidak berbagai masalah yang timbul dapat diketahui sebab akibatnya dan dicari pemecahannya. Kaidah – kaidah ekologi dalam ekologi tumbuhan pada saat ini pemanfaatan dan penerapannya cenderung bersifat antroposentris, artinya sebagian besar untuk kepentingan manusia, terutama untuk pemanfaatan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
13
sumber daya alam, pengelolaan lingkungan, dan pelestarian alam. Hal tersebut terutama ditujukan pada upaya untuk mengurangi laju kecepatan pengurasan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh semakin meningkatnya
kegiatan
dan
jumlah
penduduk,
serta
berbagai
proses
pembangunan.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
14
BAB. II PRINSIP – PRINSIP EKOLOGI TUMBUHAN 1. Pendahuluan Sebagaimana diketahui makhluk hidup di bumi baik tumbuhan, hewan, manusia, maupun mikrobiota ( jasad renik ), hidup dan tinggal di dalam suatu wilayah kehidupan atau dalam suatu system ekologi atau ekosistem. Berbagai ekosistem di bumi pada wilayah tersebut terdapat di lingkungan darat ( teresterial ) atau lingkungan perairan ( akuatik ). Wilayah kehidupan tersebut dinamakan biosfer atau ekosfer. Biosfer atau ekosfer adalah suatu wilayah kehidupan di bentang alam planet bumi yang tebalnya sekitar 19,00 km ( + 9,00 km s/d 10,00 km dari permukaan laut ). Kehidupan dalam biosfer atau ekosfer tersebut dilaksanakan berbagai jenis makhluk hidup ( tumbuhan, hewan, atau mikrobiota ) yang hidup bersama dalam suatu ekosistem dan lingkungan hidupnya. Proses kehidupan yang berlangsung dalam suatu ekosistem pada dasarnya mengikuti prinsip – prinsip ekologi dalam serangkaian proses yang rumit dan kompleks.
2. Konsep Ekosistem A. Arti Ekosistem Istilah ekosistem pertama kali diusulkan oleh seorang ahli ekologi berkebangsaan Inggris bernama A. G. Tansley pada tahun 1935, meskipun tentu saja konsep itu sama sekali bukan merupakan konsep yang baru. Terbukti bahwa sebelum akhir tahun 1800-an, pernyataan – pernyataan resmi tentang istilah dan konsep yang berkaitan dengan ekosistem mulai terbit cukup menarik dalam literatur – literatur ekologi di Amerika, Eropa dan Rusia ( Odum, 1993 ). Beberapa penulis lain telah menggunakan istilah yang berbeda, tetapi maksudnya
sama
dengan
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
ekosistem.
Misalnya
tahun
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
1877
ahli
ekologi 15
berkebangsaan Jerman bernama Karl Mobius telah menulis tentang komunitas organisme dalam batu karang, dan menggunakan istilah yang mempunyai makna sama dengan ekosistem yaitu biocoenosis ( Biokoenosis ). Pada tahun 1887 ahli ekologi berkebangsaan Amerika bernama S.A. Forbes telah menulis karangan kuno tentang danau, dan menggunakan istilah yang mempunyai makna sama dengan ekosistem, yaitu microcosm ( mikrokosm ). Pada periode tahun 18461903 seorang ahli ekologi bangsa Rusia bernama V.V. Dokuchaev dan seorang ahli ekologi hutan bangsa Rusia bernama G.F. Morozov telah menaruh perhatian besar terhadap ekosistem dan menggunakan istilah yang mempunyai makna sama dengan ekosistem, yaitu biokoenosis, sedangkan dikalangan ahli ekologi bangsa Rusia sering menggunakan istilah geobiokoenosis yang memiliki makna sama dengan ekosistem. Demikian juga masih ada ahli – ahli ekologi lainnya yang telah menggunakan istilah yang mempunyai makna sama dengan ekosistem antara lain : Friederichs pada tahun 1930 menggunakan istilah holocoen/holokoen, Thienemann pada tahun 1939 menggunakan istilah biosystem/biosistem, Vernadsky pada tahun 1944 menggunakan istilah bioenertbody ( Odum, 1993 ). Beberapa defenisi tentang ekosistem dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Ekosistem, yaitu suatu unit ekologi yang di dalamnya terdapat struktur dan fungsi
( A.G. Tansley, 1935 dalam Setiadi, 1983 ). Struktur yang di
maksudkan yaitu berhubungan dengan keanekaragaman species ( species diversity ). Pada ekosistem yang strukturnya kompleks, maka akan memiliki keanekaragaman species yang tinggi. Adapun kata fungsi berhubungan dengan siklus materi dan arus energi melalui komponen - komponen ekosistem. 2. Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara kompleks di dalamnya terdapat habitat, tumbuhan, dan binatang yang dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh, sehingga semuanya akan menjadi bagian mata rantai siklus materi dan aliran energi
( Woodbury, 1954 dalam Setiadi, 1983 ).
3. Ekosistem, yaitu unit fungsional dasar dalam ekologi yang di dalamnya tercakup organisme dan lingkungannya ( lingkungan biotic dan abiotik ) dan di antara keduanya saling mempengaruhi ( Odum, 1993 ). Dikatakan sebagai suatu unit fungsional dasar karena merupakan satuan terkecil yang memiliki Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
16
komponen secara lengkap, memiliki relung ekologi, sehingga di dalam unit ini siklus materi dan arus energi terjadi sesuai dengan kondisi ekosistemnya. 4. Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi ( UU Lingkungan Hidup Tahun 1997 ). Unsur – unsur lingkungan hidup baik unsur biotic dan abiotik tersusun sebagai satu kesatuan dalam ekosistem yang masing – masing tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan saling berhubungan, saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga tidak dapat dipisahkan. 5. Ekosistem, yaitu suatu system ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya ( Soemarwoto, 1983 ). Tingkatan organisasi ini dikatakan sebagai suatu system karena memiliki komponen – komponen dengan fungsi berbeda yang terkoordinasi secara baik sehingga masing – masing komponen terjadi hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik terwujudkan dalam rantai makanan dan jarring makanan yang pada setiap proses terjadi aliran energi dan siklus materi. B. Komponen Ekosistem Semua ekosistem, baik ekosistem teresterial ( daratan ) maupun akuatik ( perairan ) terdiri atas komponen – komponen yang dapat dikelompokan berdasarkan segi trofik atau nutrisi dan segi struktur dasar ekosistem. Berdasarkan segi struktur dasar ekosistem, maka komponen ekosistem terdiri atas dua jenis, yaitu : 1. Komponen biotic ( komponen makhluk hidup ), misalnya binatang, tumbuhan, mikroba. 2. Komponen abiotik ( komponen benda mati ), misalnya air, udara, tanah dan energi. Berdasarkan segi trofik atau nutrisi, maka komponen biotic dalam ekosistem terdiri atas dua jenis, yaitu : 1. Komponen
autotrofik.
Autos
artinya
sendiri
dan
trophikos
artinya
menyediakan makanan. Komponen autotrofik yaitu organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanannya sendiri berupa bahan organic berasal dari bahan – bahan anorganik dengan bantuan klorofil dan energi Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
17
utama berupa radiasi matahari. Oleh karena itu, organisme yang mengandung klorofil termasuk ke dalam golongan autotrof dan pada umumnya adalah golongan tetumbuhan. 2. Komponen heterotrofik. Hetero artinya berbeda atau lain dan trophikos artinya menyediakan makanan. Komponen heterotrofik yaitu organisme yang hidupnya selalu memanfaatkan bahan organic sebagai bahan makanannya, sedangkan bahan organic yang dimanfaatkan itu disediakan oleh organisme lain. Jadi, komponen heterotrofik memperoleh bahan makanan dari komponen autotrofik. Odum ( 1993 ) dan Resosoedarmo, dkk ( 1986 ) mengemukakan bahwa semua ekosistem apabila ditinjau dari segi struktur dasarnya terdiri atas empat komponen : 1. Komponen abiotik ( non hayati ), yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri atas tanah, air, udara, sinar matahari dan lain sebagainya yang berupa medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan. 2. Komponen produsen, yaitu organisme autotrofik yang pada umumnya berupa tumbuhan hijau. Produsen menggunakan energi radiasi matahari dalam proses fotosintesis, sehingga mampu mengasimilasi CO 2 dan H2O, dan menghasilkan energi kimia yang tersimpan dalam karbohidrat. 3. Komponen konsumen, yaitu organisme heterotrofik misalnya binatang dan manusia yang makan organisme lain. Jadi, yang disebut sebagai konsumen adalah semua organisme dalam ekosistem yang menggunakan hasil sintesis ( bahan organic ) dari produsen atau dari organisme lainnya. Berdasarkan kategori tersebut, maka yang termasuk konsumen adalah semua jenis binatang dan manusia yang terdapat dalam suatu ekosistem. Konsumen dapat digolongkan ke dalam : a. Konsumen pertama adalah golongan herbivora, yaitu binatang yang makan tumbuhan hijau. b. Konsumen kedua adalah golongan karnivora kecil dan omnivore. Karnivora kecil yaitu binatang yang berukuran tubuh lebih kecil dari karnivora besar dan memakan binatang lain yang masih hidup. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
18
c. Konsumen ketiga adalah golongan karnivora besar ( karnivora tingkat tinggi ). Karnivora besar yaitu binatang yang memakan atau memangsa karnivora kecil, herbivora, maupun omnivore. Misalnya singa, harimau, serigala dan burung rajawali. d. Mikrokonsumen adalah tumbuhan atau binatang yang hidupnya sebagai parasit, scavenger dan saproba. Parasit merupakan tumbuhan atau binatang yang hidupnya bergantung kepada sumber makanan dari inangnya, sedangkan scavenger dan saproba hidup dengan memakan bangkai binatang dan tumbuhan yang telah mati. 4. Komponen pengurai, yaitu mikroorganisme yang hidupnya bergantung kepada bahan organic dari organisme mati ( binatang, manusia dan tumbuhan yang telah mati ). Mikroorganisme tersebut pada umumnya terdiri atas bakteri dan jamur. Berdasarkan tahap dalam proses penguraian bahan organic dari organisme mati, maka organisme pengurai terbagi atas decomposer dan transformer ( Setiadi, 1993 ). Dekomposer,
yaitu mikroorganisme yang menyerang bangkai
hewan dan sisa tumbuhan mati, kemudian memecah bahan organic kompleks ke dalam ikatan yang lebih sederhana, dan proses dekomposisi itu disebut humifikasi yang menghasilkan humus. Transformer, yaitu mikroorganisme yang meneruskan proses dekomposisi dengan mengubah ikatan organic sederhana ke dalam bentuk bahan anorganik yang siap dimanfaatkan lagi oleh produsen ( tumbuhan ), dan proses dekomposisi ini disebut mineralisasi yang menghasilkan zat hara. Untuk memahami hubungan antar komponen dalam ekosistem, dapat dilihat pada skema berikut yang menjelaskan terjadinya proses pemindahan mineral dan energi sebagai model sederhana tentang siklus materi dan arus energi.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
19
Gambar : Model sederhana tentang siklus materi dan arus energi dalam ekosistem Keterangan : = siklus materi / mineral = aliran energi
Matahari
Produsen Konsumen I Konsumen III (Tumbuhan) (Herbivora)
Konsumen II (Karnivora kecil)
(Karnivora besar)
Sampah organic ( Berasal dari tumbuhan dan hewan mati )
Pembusukan ( oleh mikroba tanah menjadi humus )
Bahan mineral tersedia Dan siap diserap oleh Tumbuhan
Mineralisasi oleh mikroba tanah menjadi bahan mineral
C. Keseimbangan Dalam Ekosistem Menurut Irwan ( 1992 ), ekosistem itu mempunyai keteraturan sebagai perwujudan dari kemampuan ekosistem untuk memelihara diri sendiri, mengatur diri sendiri, dan dengan sendirinya mengadakan keseimbangan kembali. Keseimbangan yang terdapat dalam suatu ekosistem disebut homeostatis, yaitu kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai perubahan dalam system secara keseluruhan.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
20
Homeostatis berasal dari kata homeo yang artinya sama, dan statis yang artinya berdiri ( Odum, 1993 ). Oleh karena itu, homeostatis itu sesungguhnya adalah kestabilan yang dinamis, karena perubahan – perubahan yang terjadi pada ekosistem akan tetap mengarah kepada tercapainya keseimbangan baru. Keseimbangan ekosistem itu diatur oleh berbagai factor yang sangat kompleks. Factor – factor yang terlibat dalam mekanisme keseimbangan ekosistem antara lain mencakup mekanisme yang mengatur penyimpanan bahan – bahan, pelepasan hara, pertumbuhan organisme dan populasi, proses produksi, serta dekomposisi bahan – bahan organic. Berdasarkan uraian tersebut, maka kondisi ekosistem dalam keseimbangan ( homeostatis ) mempunyai arti bahwa ekosistem itu telah mantap atau telah mencapai klimaks, sehingga ekosistem mempunyai daya tahan yang besar untuk menghadapi berbagai gangguan yang menimpanya. Daya tahan ekosistem dalam menghadapi gangguan sangat bergantung kepada usia dari ekosistem tersebut. Eksosistem muda tentu mempunyai daya tahan yang lebih rendah dibandingkan dengan ekosistem dewasa. Daya tahan ekosistem yang besar menunjukan bahwa ekosistem mampu menghadapi gangguan, sehingga perubahan – perubahan yang terjadi
akibat
gangguan itu masih ditolerir bahkan ekosistem mampu pulih kembali dan menuju kepada kondisi keseimbangan. Berkaitan dengan daya tahan ekosistem seperti tersebut di atas, di dalam ekologi terdapat istilah yang dikenal dengan daya lenting. Menurut Soemarwoto ( 1983 ), daya lenting ( resilience ) menunjukan kemampuan ekosistem untuk pulih setelah terkena gangguan. Makin cepat kondisi ekosistem itu pulih berarti makin pendek masa pulih, makin banyak gangguan yang dapat ditanggulangi, berarti makin besar atau makin tinggi daya lentingnya. Irwan ( 1992 ) mengemukakan bahwa setiap ekosistem akan memberikan tanggapan ( respon ) terhadap suatu gangguan. Tanggapan ekosistem terhadap gangguan dilakukan sesuai dengan daya lentingnya. Menurut Irwan ( 1992 ), daya lenting merupakan sifat suatu ekosistem yang memberikan kemungkinan ekosistem tersebut pulih kembali ke keseimbangan semula setelah mengalami gangguan. Oleh karena itu, suatu ekosistem yang mendapat gangguan ada Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
21
kemungkinan kembali kepada kondisi keseimbangan seperti semula atau juga berkembang menuju kepada keseimbangan baru yang berbeda dengan kondisi awal, hal ini bergantung kepada besar kecilnya gangguan yang dialami dan bergantung kepada besar kecilnya daya lenting yang dimiliki ekosistem. Gangguan yang jauh melebihi daya lenting suatu ekosistem, akan menciptakan dinamika yang mengarah kepada terbentuknya kondisi ekosistem yang menyimpang atau berbeda dengan ekosistem sebelumnya. Resosoedarmo, dkk ( 1986 ) mengemukakan bahwa kendatipun suatu ekosistem itu mempunyai daya lenting ( daya tahan ) yang besar, tetapi pada umumnya batas mekanisme keseimbangan dinamis ( homeostatis ) masih dapat diterobos oleh kegiatan manusia. D. Habitat dan Relung Semua makhluk hidup mempunyai tempat hidup yang disebut habitat. Kalau kita ingin mencari atau ingin berjumpa dengan suatu organisme tertentu, maka harus tahu terlebih dahulu tempat hidupnya, sehingga ke habitat itulah kita pergi untuk mencari atau berjumpa dengan organisme tersebut. oleh sebab itu, habitat organisme bisa juga disebut alamat organisme itu ( Resosoedarmo dkk, 1986; Irwan, 1992 ). Istilah habitat dapat juga dipakai untuk menunjukan tempat tumbuh sekelompok organisme dari berbagai species yang membentuk suatu komunitas. Sebagai contoh untuk menyebut tempat hidup suatu padang rumput dapat menggunakan
habitat
padang
rumput,
untuk
hutan
mangrove
dapat
menggunakan istilah habitat hutan mangrove, untuk hutan rawa dapat menggunakan habitat hutan rawa, dan lain sebagainya. Dalam hal seperti ini, maka habitat sekelompok organisme mencakup organisme lain yang merupakan komponen lingkungan ( komponen lingkungan biotic ) dan komponen lingkungan abiotik. Menurut Soemarwoto ( 1983 ), habitat suatu organisme
itu pada
umumnya mengandung factor ekologi yang sesuai dengan persyaratan hidup organisme yang menghuninya. Persyaratan hidup setiap organisme merupakan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
22
kisaran factor – factor ekologi yang ada dalam habitat dan diperlukan oleh setiap organisme untuk mempertahankan hidupnya. Kisaran factor – factor ekologi bagi setiap organisme memiliki jarak berbeda, yang pada batas bawah disebut titik minimum, batas atas disebut
titik maksimum, di antara titik minimum dan
maksimum disebut titik optimum. Ketiga titik tersebut dinamakan titik cardinal. Oleh karena itu, setiap organisme mempunyai habitat yang sesuai dengan kebutuhannya. Apabila ada gangguan yang menimpa pada habitat akan menyebabkan terjadi perubahan pada komponen habitat, sehingga ada kemungkinan habitat menjadi tidak cocok bagi organisme yang menghuninya. Jadi, apabila kondisi habitat berubah hingga diluar titik minimum dan maksimum ( di luar kisaran factor ekologi ) yang diperlukan setiap organisme di dalamnya, maka organisme itu dapat mati atau pindah
( migrasi ) ke tempat lain. Jika
perubahan yang terjadi dalam habitat berjalan lambat, misalnya berjalan selama beberapa generasi, maka organisme yang menghuninya pada umumnya bisa menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru meskipun di luar batas – batas semula. Melalui proses adaptasi ( penyesuaian diri ) tersebut, lama – lama terbentuklah ras – ras baru yang mempunyai sifat berbeda dengan sebelumnya. Di dalam habitat, setiap makhluk hidup mempunyai cara tertentu untuk hidup. Misalnya, burung yang hidup di sawah ada yang makan serangga, ada yang makan buah padi, ada yang makan katak, ada juga yang makan ikan. Cara hidup organisme seperti itu disebut relung atau niche. Relung ( niche ) menunjukan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam ekosistem ( Heddy dkk, 1986 ). Menurut Resosoedarmo, dkk ( 1986 ), relung yaitu posisi atau status organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu. Relung suatu organisme ditentukan oleh tempat hidupnya ( habitat ) dan oleh berbagai fungsi yang dikerjakannya, sehingga dikatakan sebagai profesi organisme dalam habitatnya. Profesi organisme menunjukan fungsi organisme dalam habitatnya. Berbagai organisme dapat hidup bersama dalam satu habitat. Akan tetapi, jika dua atau lebih organisme mempunyai relung yang sama dalam satu habitat, maka akan terjadi persaingan. Makin besar Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
23
kesamaan relung dari organisme – organisme yang hidup bersama dalam satu habitat, maka makin intensif persaingannya. E. Energi Dalam Ekosistem Energi didefenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan usaha/kerja ( Odum, 1993 ). Misalnya, manusia memerlukan energi untuk berjalan, untuk berpikir, dan untuk aktifivitas lainnya. Bentuk – bentuk energi yang nyata berguna bagi organisme hidup dapat berupa energi mekanik, energi kimia,, energi radiasi, dan energi panas. Energi yang dimiliki oleh setiap organisme hidup adalah energi kimia yang diperoleh dari makanannya dalam bentuk protein, karbohidrat, lemak dan sebagainya. Energi tersebut diciptakan pertama kali pada tingkatan produsen , yaitu tumbuhan hijau dengan mengubah energi matahari ke dalam bentuk energi potensial. Energi potensial adalah energi yang tersimpan dan dapat digunakan untuk melakukan kerja, contohnya protein, karbohidrat, dan lemak. Adapun energi kinetic merupakan energi yang terlepaskan atau energi yang dibebaskan oleh organisme berupa energi gerak. 1. Hukum Termodinamika Perlu diketahui bahwa energi di alam bebas atau di dalam ekosistem ini tunduk pada hukum termodinamika, yaitu : a. Hukum Termodinamika I Hukum termodinamika I berbunyi “ energi dapat diubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain, tetapi tidak pernah dapat diciptakan atau dimusnahkan “. Misalnya, energi cahaya sebagai contoh bentuk energi dapat diubah menjadi energi kinetic, dapat diubah menjadi energi panas, dapat diubah menjadi energi potensial dalam suatu makanan bergantung pada keadaan, tetapi tak satu pun dari energi tersebut dimusnahkan. Memang hukum tersebut bertanggungjawab untuk menerangkan bahwa energi itu dapat diubah – ubah bentuknya, dan semua energi yang memasuki organisme, populasi, atau ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. Jadi,
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
24
organisme dapat dianggap sebagai salah satu komponen pengubah energi dalam system ekologi. b. Hukum Termodinamika II Hukum termodinamika II berbunyi “ setiap terjadi perubahan bentuk energi, pasti terjadi degradasi energi dari bentuk energi yang terpusat menjadi bentuk energi yang terpencar, dan di dalam proses transformasi energi selalu melepaskan panas dalam bentuk energi yang tidak dapat digunakan “. Misalnya, benda yang panas akan menyebarkan panasnya ke lingkungan yang suhunya lebih rendah. Contoh berikutnya adalah dalam proses fotosintesis tidak semua energi radiasi matahari yang diterima oleh tumbuhan hijau diubah menjadi energi kimia ( energi potensial ) dalam bentuk pangan
(
Karbohidrat, protein dan lemak ), tetapi sebagian dari energi itu dilepaskan ke lingkungan sebagai energi panas. Oleh karena itu, tidak ada system pengubahan energi yang berjalan secara efisien. Hukum ini berguna untuk menerangkan bahwa meskipun energi itu tidak pernah hilang dari system alam, tetapi energi tersebut sebagian akan terus berubah menjadi bentuk energi yang kurang bermanfaat. Misalnya, suatu energi yang diambil binatang dari tumbuhan atau binatang lain biasanya dalam bentuk makanan padat dan bermanfaat untuk keperluan hidupnya. Akan tetapi, sebagian dari energi itu akan keluar dari tubuh binatang berupa energi panas karena melakukan kegiatan. Energi panas inilah merupakan energi yang terbuang tanpa guna. 2. Rantai Makanan Rantai makanan, yaitu transfer atau pemindahan energi dari sumbernya melalui serangkaian organisme yang dimakan dan yang memakan ( Odum, 1993 ). Mengingat energi makanan itu ada dalam bentuk energi kimia atau energi potensial, dan di dalamnya mengandung energi dan materi, maka rantai makanan dapat didefenisikan sebagai transfer atau pemindahan energi dan materi melalui serangkaian organsime. Di dalam suatu ekosistem hanya tumbuhan hijau yang mampu menangkap energi radiasi matahari dan mengubahnya ke dalam bentuk energi kimia dalam Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
25
tubuh tumbuhan. Energi tersebut sebagian digunakan untuk dirinya sendiri dan sebagian lagi merupakan sumber daya yang dimanfaatkan oleh herbivore. Herbivore dimangsa oleh karnivora, dan karnivora dimangsa oleh karnivora lainnya, demikian seterusnya sehingga terjadilah proses pemindahan energi dan materi dari satu organisme ke organisme lain dan ke lingkungannya. Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa suatu kehidupan dapat menyokong kehidupan lainnya. Dengan kata lain, dari satu organisme ke organisme yang lain terbentuk suatu rantai yang disebut dengan rantai makanan. Semakin pendek rantai makanan, maka semakin dekat jarak antara organisme pada permulaan rantai dan organisme pada ujung rantai, sehingga semakin besar energi yang tersimpan dalam tubuh organisme di ujung rantai makanan. Pada prinsipnya, rantai makanan dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok sebagai berikut : 1. Rantai pemangsa, yaitu pemindahan energi dan materi dari produsen ( tumbuhan ) ke binatang kecil, kemudian ke binatang yang besar, dan berakhir pada binatang paling besar. 2. Rantai parasit, yaitu pemindahan energi dan materi dari organisme besar ke organisme kecil. 3. Rantai saprofit, yaitu pemindahan energi dan materi dari organisme mati ( bahan organic ) ke mikroorganisme atau jasad renik. 3. Jaring Makanan Jaring makanan, yaitu gabungan dari berbagai rantai makanan ( Odum, 1993 ). Semua rantai makanan dalam suatu ekosistem tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan antar rantai makanan. Bahkan di dalam ekosistem, ketiga kelompok rantai makanan saling berkaitan. Dengan kata lain, jika tiap – tiap rantai makanan yang ada di dalam ekosistem disambung – sambungkan dan membentuk gabungan rantai makanan yang lebih kompleks, maka terbentuk jaring makanan. Jaring makanan dalam suatu ekosistem dapat menggambarkan kestabilan ekosistem tersebut. makin banyak rantai makanan dan makin besar kemungkinan terbentuknya gabungan dalam jarring makanan, akan menunjukan kestabilan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
26
ekosistem makin tinggi. Oleh karena itu, untuk menjaga kestabilan ekosistem, di dalam setiap kegiatan pengelolaan sumber daya alam tidak diperkenankan memutuskan rantai makanan yang ada, apalagi menghilangkan satu atau lebih rantai makanan yang ada dalam ekosistem. 4. Tingkat Trofik Dalam ekosistem alam dikenal adanyan tingkat trofik suatu kelompok organisme. Menurut Heddy dkk. ( 1986 ), tingkat trofik menunjukan urutan organisme dalam rantai makanan pada suatu ekosistem. Oleh karena itu, berbagai organisme yang memperoleh sumber makanan melalui langkah yang sama dianggap termasuk ke dalam tingkat trofik yang sama. Berdasarkan atas pemahaman tingkat trofik, maka organisme dalam ekosistem dikelompokan sebagai berikut : a. Tingkat trofik I, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai produsen. b. Tingkat trofik II, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai herbivora ( konsumen primer ). c. Tingkat trofik III, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai karnivora kecil
( konsumen sekunder ).
d. Tingkat trofik IV, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai karnivora besar
( karnivora tingkat tinggi ).
e. Tingkat trofik V, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai perombak ( decomposer dan transformer ) atau semua mikroorganisme. 5. Struktur Trofik dan Piramida Ekologi Menurut Odum ( 1993 ), fenomena interaksi yang terjadi dalam rantai makanan
dan
hubungan
antara
ukuran
organisme
dan
metabolismenya
menghasilkan berbagai komunitas dengan struktur trofik tertentu. Oleh karena itu, setiap tipe ekosistem, misalnya danau, hutan, terumbu karang, dan padang rumput akan memiliki struktur trofik dengan sifat tertentu. Struktur trofik dapat diukur dan dideskripsikan dengan istilah biomassa ( standing crop ) per satuan luas, atau dengan pernyataan jumlah energi yang terikat per satuan luas waktu pada setiap tingkat trofik secara berurutan. Jika Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
27
diperhatikan bahwa setiap tahap dalam rantai makanan akan ada sejumlah energi yang hilang karena tidak asimilasi atau lepas sebagai panas, sehingga organisme yang berada pada ujung tingkat trofik akan memperoleh energi lebih kecil. Dengan kata lain, jika makin panjang rantai makanan, energi yang tersedia bagi kelompok organisme yang terakhir semakin kecil
( sedikit ). Apabila
energi yang tersedia dalam suatu rantai makanan itu disusun secara berurutan berdasarkan urutan tingkat trofik, maka membentuk sebuah kerucut yang dikenal dengan piramida ekologi. Dengan demikian, sesungguhnya piramida ekologi itu merupakan susunan tingkat trofik
( tingkat nutrisi atau tingkat energi ) secara berurutan menurut rantai
makanan atau jarring makanan dalam ekosistem. Odum ( 1993 ) dan Resosoedarmo dkk. ( 1986 ) menyatakan bahwa piramida ekologi itu dapat menggambarkan ( secara grafik ) struktur trofik dan fungsi trofik. Struktur dan fungsi trofik dapat terlihat pada masing – masing tipe piramida. Piramida ekologi dapat digolongkan ke dalam tiga tipe piramida, yaitu : 1. Piramida jumlah, yaitu piramida yang menggambarkan terjadinya penurunan jumlah individu organisme pada tiap tahap tingkatan trofik. Jadi, dalam piramida jumlah itu yang dilukiskan adalah jumlah individu organisme yang berada pada tiap tingkat trofik. Pada umumnya herbivora lebih besar atau lebih kuat daripada produsen, karnivora sekunder lebih besar atau lebih kuat daripada herbivora, dan seterusnya. Oleh karena itu, jika ukuran atau kekuatan organisme makin bertambah pada tiap tingkat trofik, maka jumlah organisme pada tiap tingkat trofik secara berurutan makin kurang kecuali untuk tingkat pengurai. Bentuk piramida jumlah ini dapat dilihat sebagai berikut :
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
28
Karnivora besar Karnivora kecil Herbivora Produsen Gambar : Piramida jumlah individu organisme dalam suatu ekosistem 2. Piramida
biomassa,
yaitu
piramida
yang
menggambarkan
terjadinya
penurunan atau peningkatan biomassa organisme pada tiap tahap tingkatan trofik. Piramida biomassa pada ekosistem daratan dan perairan terjadi perbedaaan bentuk. Pada ekosistem daratan memiliki jumlah organisme produsen yang lebih banyak dibandingkan jumlah organisme konsumen pada tiap tingkat trofik, dan siklus hidup organisme produsen pada umumnya lebih panjang, maka biomassa semua produsen pada setiap waktu lebih besar, sedangkan biomassa konsumen makin kecil menuju ke puncak piramida. Adapun pada ekosistem perairan memiliki piramida biomassa terbalik karena biomassa konsumen selalu lebih besar daripada biomassa produsen. Bentuk piramida biomassa ini dapat dilihat sebagai berikut :
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
29
Karnivora besar Karnivora kecil
Karnivora besar
Herbivora
Karnivora kecil
Produsen
Herbivora
Produsen
Ekosistem daratan
Ekosistem perairan
Gambar : Piramida biomassa organisme dalam suatu ekosistem 3. Piramida energi, yaitu piramida yang menggambarkan terjadinya penurunan energi pada tiap tahap tingkatan trofik. Pada setiap urutan tingkat trofik terjadi kehilangan energi. Kehilangan energi yang terjadi pada setiap urutan tingkat trofik itu dapat dipahami melalui Hukum termodinamika II bahwa setiap ada perubahan energi akan menimbulkan hilangnya energi yang dipakai. Akibat kehilangan energi inilah maka total jumlah energi pada tiap tingkat trofik lebih rendah dari tingkat trofik sebelumnya dan umumnya jauh lebih rendah. Energi pada herbivora dalam suatu komunitas atau ekosistem lebih rendah daripada produsen dalam komunitas atau ekosistem yang sama, dan seterusnya, sehingga bentuk piramida energi adalah piramida tegak.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
30
Karnivora besar Karnivora kecil Herbivora Produsen Gambar : Piramida energi dalam suatu ekosistem
F. Siklus Biogeokimia Semua unsur kimia di alam akan beredar melalui jalan tertentu dari lingkungan ke organisme atau makhluk hidup dan kembali lagi ke lingkungan. Semua bahan kimia dapat beredar berulang – ulang melewati ekosistem secara tak terbatas. Jika suatu organisme itu mati, maka bahan organic yang terdapat pada tubuh organisme tersebut akan dirombak menjadi komponen abiotik dan dikembalikan lagi ke dalam lingkungan. Peredaran bahan abiotik dari lingkungan melalui komponen biotic dan kembali lagi ke lingkungan dikenal sebagai siklus biogeokimia. Unsur – unsur kimia yang ada di alam kemungkinan terdapat dalam bentuk padat berupa garam – garam mineral, dalam bentuk cair, dan gas yang dapat disintesis
oleh
tetumbuhan
menjadi
berbagai
senyawa
organic
seperti
karbohidrat, protein, nucleoprotein, asam dioksiribonukleat ( DNA ), asam ribonukleat ( RNA ), dan senyawa lainnya yang menyusun tubuh organisme. Unsur abiotik tersebut memasuki sel melalui media air yang berperan sebagai pembawa semua gas dan garam mineral yang larut. Banyaknya air lebih kurang 20 % - 99 % dari bobot segar tetumbuhan yang masuk ke dalam tubuh tetumbuhan, melalui system perakaran membawa
unsur
– unsur
hara
yang berguna
untuk
pertumbuhan. Di dalam tubuh tetumbuhan, setiap bentuk hasil metabolisme
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
31
juga diangkut melalui media air. Dengan demikian, air mempunyai peranan penting dalam proses kehidupan di dalam ekosistem. Siklus biogeokimia dikelompokan ke dalam tipe siklus gas ( gas karbon, nitrogen, belerang ), siklus padatan/sedimen ( fosfor ) dan siklus air (hidrologi ). a. Siklus Karbon Karbon merupakan salah satu unsur yang mengalami daur dalam ekosistem. Dimulai dari karbon yang ada di atmosfer berpindah melalui tumbuhan hijau, konsumen, dan organisme pengurai, kemudian kembali ke atmosfer. Di atmosfer karbon terikat dalam bentuk senyawa karbondioksida ( CO2 ). Karbondioksida
merupakan
bagian
udara
esensial
yang
dapat
mempengaruhi radiasi panas dari bumi, dan dapat membentuk persediaan karbon anorganik. Proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan hijau merupakan proses pengubahan karbondioksida sebagai karbon anorganik menjadi karbohidrat sebagai senyawa hidrokarbon yang dalam hal pengubahan karbon disebut juga senyawa karbon organic dalam tubuh tumbuhan disertai dengan penyimpanan energi yang bersumber dari radiasi matahari, sehingga dalam tubuh tumbuhan tersimpan energi yang disebut energi biokimia tersimpan bersama dengan senyawa organic kompleks. Dalam aktivitas fisiologi tumbuhan, sebagian karbon organic akan terurai dan CO2 dibebaskan lagi ke udara melalui respirasi, sebagian karbon organic lainnya diubah menjadi senyawa organic kompleks dalam tubuh tumbuhan selama pertumbuhannya. Senyawa organic tersebut akan ditransfer ke dalam tubuh konsumen melalui proses interaksi dalam rantai maupun jarring makanan, sehingga sebagian dari senyawa karbon organic akan tetap berada dalam tubuh konsumen ( manusia, binatang/hewan ) sampai mati. Setelah produsen dan konsumen mati, maka senyawa organic akan segera terurai lagi melalui proses penguraian/dekomposisi oleh organisme pengurai dan karbon akan dilepas sebagai CO2 ke alam dan masuk ke udara atau ke dalam air. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
32
Akan tetapi ada sebagian bahan organic yang kadang – kadang tidak bisa terurai dalam proses dekomposisi sehingga memerlukan waktu yang sangat lama dan kemudian akan berubah menjadi batu kapur, arang dan minyak yang dalam hal ini disebut bahan bakar fosil. Gambar : Siklus Karbon di alam
Pada setiap ekosistem jumlah karbon yang tersimpan berbeda – beda, hal ini disebabkan perbedaan keanekaragaman dan kompleksitas komponen yang menyusun ekosistem. Kompleksitas ekosistem akan berpengaruh kepada cepat atau lambatnya siklus karbon yang melalui setiap komponennya. Pada ekosistem hutan hujan tropis keanekaragaman biota ( termasuk species tumbuhan ) sangat tinggi, sehingga pengembalian karbon organic ke dalam tanah berjalan dengan cepat, dan karbon yang tersimpan dalam biomassa tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan ekosistem lainnya ( ekosistem hutan iklim sedang, padang rumput iklim sedang, dan ekosistem gurun ). Pada
ekosistem
dengan
komunitas
tumbuhannya
sempurna
dan
keanekaragaman spesies tumbuhannya tinggi, maka produksi karbondioksida baik oleh organisme pengurai, proses respirasi, maupun penggunaan bahan bakar fosil akan diimbangi oleh proses pengikatan/fiksasi karbondioksida oleh tetumbuhan. Hal demikian menyebabkan ekosistem hutan hujan tropis memiliki kemampuan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
33
yang lebih besar dalam mereduksi pencemaran udara khususnya yang disebabkan gas karbon di udara. Telah diketahui bahwa meningkatnya kandungan karbondioksida di udara akan menyebabkan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena efek rumah kaca, panas yang dilepaskan dari bumi diserap oleh karbondioksida di udara dan dipancarkan kembali ke permukaan bumi, sehingga proses tersebut akan memanaskan bumi. Oleh karena itu, keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mengurangi gas karbondioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan gas karbondioksida dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan hutan. b. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan unsur yang penting dalam kehidupan. Unsur dari asam amino yang membentuk protein dan nukleosida, serta sebagai bahan penting yang membentuk asam inti di dalam sel. Sumber utama nitrogen ( N2 ) adalah udara, sedangkan organisme hidup memperoleh nitrogen dalam bentuk garam nitrat kemudian diasimilasikan pada sitoplasma dalam bentuk protein sebagai cadangan pangan ( Odum, 1993 ). Menurut Turk ( 1985 ) dan Kilham ( 1996 ) bahwa di alam ini terdapat tiga gudang nitrogen yaitu udara, senyawa anorganik ( misalnya nitrat, nitrit, dan amonial ), dan senyawa organic
( protein, urine, dan asam urine ). Cadangan
nitrogen anorganik adalah gas N2 di udara yang merupakan komponen terbanyak di udara ( 78 % ). Organisme yang bisa memanfaatkan secara langsung nitrogen udara sangat sedikit. Tetumbuhan dapat mengisap nitrogen dalam bentuk nitrat ( NO 3 ). Pengubahan nitrogen dari nitrogen bebas di udara menjadi nitrat dapat berlangsung baik secara biologi maupun secara kimia, dan prose situ disebut pengikatan ( fiksasi ) nitrogen. Pengikatan
nitrogen
secara
biologi
dapat
dilakukan
oleh
bakteri
nonsimbiotik, bakteri simbiotik, dan ganggang hijau biru. Nitrat ( NO 3 ) yang terdapat di dalam tanah dan air pada umumnya terjadi karena pengikatan nitrogen secara biologi. Bakteri nonsimbiotik ( bakteri bebas ) yang berperan dalam pengikatan nitrogen secara biologi adalah Azotobacter chroococcum, A. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
34
beijerinckii, A. vinelandii, A. agilis, A. indicum, Bacillus sacharobutyricus, B. asterosporus, Clostridium pasteurianum, Klebsiella spp., Beijerinckia spp., Derxia spp., Diplococcus pneumonia, Aerobacter aerogenes, dan Rhodospirillum spp., sedangkan ganggang hijau biru yang berperan dalam pengikatan nitrogen secara biologi adalah Nostoc dan Anabaena. Menurut Kilham (1996 ) pengikatan nitrogen oleh organisme tersebut dapat memberikan masukan nitrogen ke dalam tanah lebih kurang sebesar 5 – 30 kg/ha/tahun. Bakteri simbiotik yang berperan dalam pengikatan nitrogen secara biologi adalah genus Rhizobium misalnya : Rhizobium trifolii, R. meliloti, R. leguminosarum, R. phaseoli, R. japonikum, dan R. speciosa. Bakteri pengikat nitrogen tersebut hidup bersimbiosis dengan akar tumbuhan polong – polongan membentuk bintik akar. Bakteri Rhizobium, selain bersimbiosis dengan akar polong – polongan, juga bersimbiosis dengan akar Pinus spp., Ginkyo biloba, Araucaria spp., Alnus spp., Casuarinas pp., Myrica spp., Ceanothus spp., Coriaria spp., Eleagnus spp., Hippophae spp., Phycotria spp., dan Sheperdia spp. Menurut Kilham (1996 ) pengikatan nitrogen oleh organisme tersebut dapat memberikan masukan nitrogen ke dalam tanah lebih kurang sebesar 400 kg/ha/thn terutama yang bersimbiosis dengan tetumbuhan polong – polongan tropis. Nitrat ( NO3 ) yang telah diabsorpsi oleh akar tanaman, maka selanjutnya nitrogen akan disintesis menjadi protein tanaman kemudian herbivore yang makan tetumbuhan akan mengubah protein tersebut menjadi protein hewani. Tumbuhan dan hewan yang telah mati akan terdekomposisi, sehingga protein nabati dan protein hewani diuraikan menjadi ammonia dan asam amino. Demikian pula kotoran – kotoran binatang akan diuraikan menjadi ammonia dan asam amino. Penguraian protein pada bahan organic yang terdekomposisi menjadi asam amino dan ammonia disebut amonifikasi. Organisme yang bertanggung jawab dalam amonifikasi pada umumnya adalah golongan cendawan pelapuk dan bakteri, yaitu Bacillus subtilis dan Bacillus mesenterilus.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
35
Gambar : Siklus Nitrogen di alam
Pengubahan ammonia menjadi nitrit dan nitrat disebut nitrifikasi. Nitrifikasi
melibatkan
Nitrococcus,
bakteri
Nitrocystis,
dan
Nitrosomonas, Nitrobacter.
Nitrospira,
Proses
Nitrosogloea,
selanjutnya
adalah
denitrifikasi, yaitu pengubahan nitrat menjadi gas nitrogen yang melibatkan peran
beberapa
Pseudomonas
bakteri
antara
lain
Bacillus
cereus,
B.licheniformis,
denitrificans, Thiobacillus denitrificans, Micrococcus, dan
Achromobacter. Adapun pengikatan nitrogen secara kimiawi dikenal sebagai proses pengikatan elektrokimia yang memerlukan energi dari halilintar. Pada proses ini halilintar melalui udara memberikan energi yang cukup untuk menyatukan nitrogen dan oksigen sehingga terbentuk nitrogen dioksida ( NO2 ), kemudian gas nitrogen dioksida bereaksi dengan air membentuk asam nitrat. Sebagian ion nitrat ( NO3- ) diserap oleh akar tanaman, sebagian asam nitrat akan mengalami denitrifikasi, dan sebagian asam nitrat yang lainnya menumpuk pada endapan. c. Siklus Belerang Di atmosfer, belerang terdapat dalam bentuk gas SO2 yang dibentuk selama ada aktivitas vulkanis dan pembakaran bahan bakar fosil. Selain itu, belerang juga terdapat dalam bentuk gas H2S yang dibentuk sebagai akibat proses pembusukan bahan organic atau proses pembusukan yang terjadi dalam tanah atau air. Unsur belerang dapat tersedia bagi tumbuhan dalam bentuk Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
36
anion sulfat ( SO42- ) di tanah. di dalam tanah, belerang di dapat dalam bentuk sulfat, sulfide dan belerang anorganik. Sumber belerang yang memasuki atmosfer berasal dari aktivitas vulkanis ( misalnya gunung meletus ), penggunaan bahan bakar fosil untuk kepentingan industry, transportasi, atau rumah tangga ( misalnya penggunaan batu bara dan minyak bumi ) serta dari proses pembusukan bahan organic oleh organisme mikro. Gambar : Siklus Belerang di alam
Aktivitas vulkanis dan penggunaan bahan bakar fosil akan melepaskan belerang ke atmosfer dalam bentuk gas SO2. Gas SO2 di udara akan mengalami oksidasi membentuk gas sulfat ( SO4 ). Adapun dalam proses pembusukan bahan organic yang dilakukan oleh organisme mikro akan melepaskan belerang, baik ke atmosfer maupun ke dalam tanah dalam bentuk H2S. Organisme pengurai yang berperan merombak protein dalam bahan organic dan melepaskan H2S adalah Aspergillus spp., Neurospora spp., Escherichia spp., dan Proteus spp., sedangkan organisme pengurai yang berperan merombak karbohidrat dalam bahan organic adalah Vibrio desulphuricans, Aerobacter, dan Desulphovibrio. Gas H2S tersebut akan mengalami oksidasi di atmosfer membentuk gas sulfat SO4. Gas sulfat akan kembali memasuki system tanah bersama dengan presipitasi. Oleh karena itu, jika kandungan gas sulfat di
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
37
udara sangat banyak, maka presipitasi yang dihasilkan akan sangat asam dan disebut sebagai hujan asam.
d. Siklus Fosfor Fosfor merupakan bagian penting dari protoplasma. Unsur tersebut biasanya diserap tanaman dalam bentuk H2PO4-, HPO42-, dan PO43-. Unsur fosfor merupakan salah satu unsur utama dalam pupuk komersial, sehingga industry pupuk fosfat sangat berperan dalam menjalankan siklus fosfor karena bahan baku pupuk fosfat adalah batu – batuan fosfat yang tersedia di alam. Secara alami, keberadaan fosfor di alam berasal dari pelapukan batuan mineral atau batuan fosfat, sebagian lagi berasal dari pelapukan bahan organic. Namun demikian pada kondisi alami, fosfor yang tersedia bagi organisme khususnya yang dapat dimanfaatkan oleh tetumbuhan jauh lebih rendah daripada nitrogen. Rasio fosfor terhadap nitrogen dalam air adalah 1 : 23, sehingga fosfor sering menjadi factor pembatas bagi pertumbuhan tetumbuhan dan organisme lainnya. Gambar : Siklus Fosfor di alam
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
38
Selain batu – batuan fosfat, terdapat juga deposit – deposit fosfat dalam jumlah banyak yang bersumber dari kotoran maupun tulang – tulang hewan, misalnya ikan laut dan burung - burung merupakan hewan yang ikut bertanggung jawab terhadap terbentuknya deposit fosfat. Meskipun sumber fosfor di alam cukup banyak, akan tetapi tetumbuhan masih dapat mengalami kekurangan fosfor karena sebagian besar fosfor terikat secara kimia oleh unsur lainnya dan sukar larut di dalam air, sehingga diperkirakan hanya 1 % fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tetumbuhan. Fosfor terdapat dalam seluruh sel tumbuhan yang fungsinya antara lain membentuk asam nukleat untuk menyimpan dan memindahkan energi, Adenosine Tri Fosfat dan Adenosin Di Fosfat untuk merangsang pembelahan sel, membantu proses asimilasi dan respirasi. e. Siklus Air Gudang air terbesar di alam adalah samudra, akan tetapi masih banyak gudang – gudang air lainnya di permukaan bumi yang berupa badan – badan perairan seperti danau, rawa, waduk dan sungai. Dari gudang – gudang air tersebut air akan menguap ke udara ( Evaporasi ) kemudian membentuk awan, dan akhirnya turun lagi ke bumi dalam bentuk presipitasi ( hujan ), sehingga air akan mencapai ke seluruh permukaan bumi melalui presipitasi dan terus akan bergerak lagi masuk ke bumi, mengalir ke sungai, ke danau, ke laut, menguap, dan seterusnya sesuai dengan siklusnya. Di dalam siklus air ( siklus hidrologi ), air akan berpindah melalui berbagai tahap proses yang sangat kompleks, apalagi pada permukaan bumi yang bervegetasi seperti hutan maka proses hidrologi menjadi lebih kompleks. Dalam siklus air, pohon merupakan media pemindahan ( transfer ) air hujan ke tanah melalui proses penahanan sementara air hujan oleh tajuk pohon, aliran batang, dan air lolos, serta sebagai pemindahan air dari dalam tanah ke vegetasi dan ke atmosfer melalui evapotranspirasi. Butir – butir air hujan yang jatuh ditahan oleh tajuk pohon, sehingga tidak langsung menimpa tanah. penahanan air hujan oleh tajuk pohon akan mengurangi resiko tetesan langsung ke tanah, sehingga aliran permukaan ( air Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
39
yang mengalir di permukaan tanah ) dapat dikendalikan. Air hujan yang ditahan oleh tajuk pohon, sebagian dialirkan perlahan – lahan melalui batang yang disebut sebagai aliran batang ( stem flow ), sebagian jatuh langsung dari tajuk atau melalui penetesan dari daun dan cabang – cabang pohon yang disebut sebagai air lolos ( through fall ), dan sebagaian lagi tertahan sementara oleh tajuk kemudian diuapkan kembali ke udara yang disebut sebagai air intersepsi. Pada daerah yang bervegetasi pohon, air lolos dan aliran batang merupakan bagian dari presipitasi yang sampai ke permukaan tanah dan masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Gambar : Siklus Air di alam
Infiltrasi air hujan pada daerah bervegetasi akan lebih besar bila dibandingkan dengan daerah yang tidak bervegetasi, sebab vegetasi tersebut menghasilkan serasah yang dapat meningkatkan porositas tanah. meningkatnya infiltrasi dan perkolasi tanah
( peristiwa bergeraknya air ke bawah dalam
profil tanah ) berdampak positif terhadap meningkatnya muka air tanah. jika muka air meningkat, maka akan mengurangi kekeringan dan mencegah terjadinya kekeringan pada musim kemarau, sedangkan berkurangnya aliran permukaan
menyebabkan
berkurangnya
erosi,
berkurangnya
sedimentasi,
mencegah tanah lonsor dan bahaya banjir dapat terkendali.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
40
G. Ketergantungan Dalam Ekosistem Ketergantungan hidup tetumbuhan terjadi secara kompleks mirip dengan ketergantungan hidup yang terjadi dalam masyarakat manusia dengan segala bentuk kelas social mereka. Oleh karena itu, species – species tumbuhan yang mengalami
ketergantungan
hidup
dalam
masyarakat
tetumbuhan
akan
membentuk golongan – golongan ekologi, sehingga anggota dari golongan ekologi yang sama akan memiliki bentuk kehidupan dan pola hubungan dengan lingkungan yang serupa. Golongan ekologi tetumbuhan yang mengalami ketergantungan hidup disebut synusiae. Synusiae adalah suatu golongan tetumbuhan yang mempunyai bentuk kehidupan serupa, menduduki relung yang sama, dan memainkan peran yang serupa. Synusiae juga didefenisikan sebagai kumpulan individu – individu species yang secara ekologi memiliki tuntutan kebutuhan hidup serupa pada suatu habitat, meskipun secara taksonomi individu species tersebut berbeda. Di dalam kehidupan ekosistem terdapat saling ketergantungan antara satu species tumbuhan dengan species tumbuhan lainnya, misalnya dalam hal naungan,
air,
hara,
mineral,
dan
relung,
sehingga
keterkaitan
atau
ketergantungan antara satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya dapat saling menguntungkan, juga dapat saling merugikan atau mematikan. Adapun contoh bentuk hubungan ketergantungan tetumbuhan antara lain : 1. Epifit Epifit merupakan semua tumbuhan yang menempel dan tumbuh pada tumbuhan lain untuk mendapat sinar matahari dan air. Epifit tidak bergantung pada bahan makanan yang berasal dari tumbuhan yang ditempeli, karena dia mendapatkan unsur hara dari mineral – mineral yang terbawa oleh udara, air hujan, atau aliran batang dan cabang tumbuhan lain. Epifit mampu melakukan proses fotosintesis untuk pertumbuhan dirinya, sehingga dia bukan parasit.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
41
2. Tumbuhan Parasit Tumbuhan parasit adalah tumbuhan yang hidup menempel pada tumbuhan lain dan mengambil makanan dari tumbuhan inang. Tumbuhan parasit dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : a. Tumbuhan semi parasit ( semiparasites atau partial parasites ), yaitu tumbuhan parasit yang hidup dengan suplai sebagian makanan dari inangnya dan sebagian dari fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan parasit itu sendiri. b. Tumbuhan parasit sempurna ( total parasites ), yaitu tumbuhan parasit yang hidup sepenuhnya bergantung pada suplai makanan dari tumbuhan inang, bahkan dapat merusak tumbuhan inang dengan cara memakan jaringan dan melepaskan racun. 3. Mikoriza Mikoriza merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara cendawan
( mykos ) dengan perakaran ( rhyzos ) tumbuhan.
Berdasarkan cara menginfeksi pada akar tumbuhan inang, Mikoriza dikelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu : ektomikoriza, endomikoriza dan ektendomikoriza. 4. Nodul Akar Nodul akar atau bintil akar adalah bentuk simbiosis mutualisme antara bakteri Rhizobium spp. Dengan akar tumbuhan. Rhizobium adalah bakteri yang memiliki kemampuan menambat nitrogen dari udara dalam proses yang disebut fiksasi biologis. 5. Tumbuhan Pencekik Tumbuhan Pencekik ( strangler ) adalah species tumbuhan yang pada awalnya hidup sebagai epifit pada suatu pohon, setelah akar – akarnya mencapai tanah dan dapat hidup sendiri lalu mencekik, bahkan dapat membunuh pohon tempat bertumpu. Tumbuhan jenis ini pada masa pertumbuhannya dan masih berstatus sebagai epifit mengeluarkan akar – akar gantung yang tampak sangat menarik, bagaikan hiasan pada pohon inangnya. Akan tetapi lama kelamaan, Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
42
akar gantung itu semakin menjulur ke bawah, dan bila telah menancap di tanah, maka akar – akar itu mulai menunaikan tugasnya mengisap zat hara dan bahan organic dari dalam tanah. kemudian akar – akar tadi akan berkembang menjadi batang dan bersatu mencekik pohon induk. 6. Liana Liana merupakan species tumbuhan merambat. Tumbuhan ini memiliki batang yang tidak beraturan dan lemah, sehingga tidak mampu mendukung tajuknya. Liana berkayu di hutan – hutan merupakan bagian vegetasi yang membentuk lapisan tajuk hutan dan mampu mendesak tajuk – tajuk pohon tempat bertumpu. Tajuk tumbuhan liana juga mengisi lubang – lubang tajuk hutan di antara beberapa pohon dalam tegakan hutan agar mendapatkan sinar matahari sebanyak – banyaknya, sehingga liana akan memperapat dan mempertebal lapisan tajuk pada stratum atas. 7. Hewan Hutan atau Satwa Liar Hewan hutan atau satwa liar merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat tumbuhan. Hewan tersebut selain
sebagai
konsumen untuk sumber makanannya, juga menggunakan tumbuhan untuk tempat beraktivitas
khususnya hewan arboreal
( misalnya monyet, tupai,
siamang, dll ) yang sebagian besar aktivitas hidupnya di atas pohon. Hewan – hewan tersebut keberadaannya sangat dibutuhkan juga untuk membantu proses penyerbukan bunga dalam dan penyebaran biji atau buah sehingga proses regenerasi alami dari tetumbuhan dapat berjalan dan tersebar merata di dalam habitatnya. H. Interaksi Tumbuhan Dalam Ekosistem Dalam suatu ekosistem berbagai jenis tumbuhan dan organisme lain hidup bersama – sama dan saling berinteraksi. Dalam suatu komunitas, misalnya hutan, bermacam – macam komunitas tumbuhan, seperti pohon, perdu, semak, herba, lumut dan sebagainya, tumbuh dan berkembang, berinteraksi satu dengan lainnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
43
Pepohonan di hutan yang tajuk atau kanopinya menaungi tumbuhan lain akan berinteraksi
dengan tumbuhan perdu, lumut, epifit atau herba yang
tumbuh di bawah tajuk atau sekitarnya, Karena dapat mengurangi intensitas cahaya yang diterima tumbuhan tersebut. Mikrobiota seperti jamur, bakteri, alga atau virus yang terdapat di tanah atau hidup disekitar pohon akan berinteraksi dan mempengaruhi pepohonan dengan berbagai cara. Penguraian atau dekomposisi dari tumbuhan yang mati akan memberi dan menambahkan bermacam – macam senyawa organic dan anorganik ke dalam tanah dan sekitarnya. Demikian pula dengan hewan yang terdapat disekitarnya akan berasosiasi dengan pohon atau tumbuhan lainnya, dan akan mempengaruhinya. Dengan kata lain, pada dasarnya tetumbuhan selain berinteraksi dengan habitat dan lingkungannya, juga akan berinteraksi dengan seluruh makhluk hidup yang terdapat disekitarnya. Sukla dan Chandel ( 1996 ) menyebutkan bahwa interaksi tumbuhan yang terjadi adalah interaksi : a. Antara tumbuh – tumbuhan dengan tumbuhan lain yang terdapat dalam satu komunitasnya ( intraspesifik asosiasi ) b. Antara tumbuh – tumbuhan dengan hewan ( interspesifik asosiasi ) c. Antara tumbuh – tumbuhan dengan organisme mikrobiota ( interspesifik asosiasi ) Pengaruh interaksi tersebut dapat bersifat netral, positif atau negatif. Interaksi netral ( dinyatakan dengan hubungan 0, 0 ) tidak mempunyai pengaruh terhadap tumbuhan atau makhluk hidup yang berinteraksi, interaksi positif ( +, + ) adalah interaksi yang menguntungkan kedua makhluk hidup yang merupakan hubungan asosiasi
yang bersifat mutualistis, sedangkan interaksi ( -, - )
cenderung menimbulkan pengaruh yang merugikan kedua belah pihak karena bersifat kompetitif ( persaingan ). Macam – macam interaksi tumbuhan dengan makhluk hidup lainnya adalah : a. Netralisme, yaitu interaksi yang sebenarnya hanya bersifat hubungan atau asosiasi saja bukan interaksi yang sebenarnya. b. Protokoperasi, yaitu interaksi 2 jenis individu yang akan mendapatkan keuntungan, tetapi asosiasi kedua individu tersebut bukan merupakan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
44
keharusan. Contoh : lumut dengan keong, lumut memperoleh hara dari keong dan keong yang ditumbuhi lumut mendapat perlindungan. c. Mutualisme, yaitu hubungan yang memberikan keuntungan kepada masing – masing yang berinteraksi dan merupakan keharusan. Contoh : Mikoriza yaitu hubungan antara jamur dengan akar tumbuhan., jamur menghasilkan nutrient yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan, sedangkan jamur mendapatkan makanan dari tumbuhan inang. d. Komensalisme, yaitu interaksi antara 2 individu yang memberikan keuntungan pada salah satu individu jenis populasi, sementara individu yang lain tidak memperoleh keuntungan apa – apa ( netral ). Contoh : anggrek atau paku – pakuan yang menempel pada tumbuhan inang. e. Amensalisme, merupakan interaksi persaingan dalam bentuk yang lemah, hubungan individu yang satu dirugikan ( untuk sesaat ) sementara individu yang lain tidak dirugikan ( netral ). Contoh : alelopati
yang dihasilkan
tumbuhan Eucaliptus globulus yang mengganggu metabolisme tumbuhan lain. f.
Parasitisme, merupakan interaksi di mana satu jenis organisme mengambil atau memperoleh makanan dari organisme lainnya ( tumbuhan inang ). Misalnya benalu
( Loranthus sp. ) yang hidup di cabang pohon.
g. Predasi, merupakan interaksi yang menangkap atau mengejar dan membunuh mangsanya, umumnya terdapat pada hewan, misalnya pada tumbuhan kantung semar ( Nephentes sp. ) yang memangsa serangga. h. Kompetisi atau persaingan, merupakan interaksi
2 individu atau lebih
mencari atau berusaha mendapatkan sumber makanan ( habitat, sinar matahari dan nutrient ) yang sama.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
45
BAB. III KOMUNITAS TUMBUHAN 1. Pendahuluan Suatu masyarakat tumbuhan adalah sekelompok tumbuhan yang dapat menggambarkan berbagai komunitas atau populasi yang terdiri dari berbagai jenis tumbuhan yang terdapat atau hidup di suatu wilayah atau di suatu habitat. Suatu tipe vegetasi pada umumnya dapat memberikan ciri – ciri, keadaan atau kondisi suatu wilayah menurut macam dan distribusi jenis – jenisnya dalam skala ruang dan waktu, misalnya komunitas vegetasi rawa, padang rumput atau ladang pada musim hujan. Dalam hal ini komunitas tumbuhan dapat berarti sebagai sekumpulan beberapa populasi tumbuhan yang tumbuh bersama di suatu habitat atau suatu daerah yang mempunyai ciri jenis tumbuhan tertentu yang telah beradaptasi pada lingkungan tersebut.
A. Karakteristik Komunitas Tumbuhan Penampilan komunitas tumbuhan biasanya tergantung dari komposisi structural jenis tumbuh – tumbuhannya, misalnya apa jenisnya, bagaimana bentuk kehadiran tumbuh – tumbuhannya apakah merambat, berbentuk semak, epifit atau liana, dan bagaimana cara tumbuh serta reproduksinya, dan sebagainya. Mempelajari
komunitas
tumbuhan
dari
sudut
bentuk
–
bentuk
kehidupannya dapat membantu kita untuk memahami dan mengerti tentang fungsi tumbuh – tumbuhannya dalam suatu komunitas. Dalam
mempelajari
struktur komunitas tumbuhan perlu dikaji jenis – jenisnya, bagaimana kelimpahannya, bagaimana penyebaranannya atau bagaimana jenis tumbuhan bersama – sama membentuk komunitasnya secara keseluruhan. Pada umumnya komunitas tumbuhan merupakan gabungan dari berbagai jenis tumbuhan dengan pola penyebaran yang saling tumpang tindih dan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
46
berinteraksi satu sama lainnya. Tetapi bagaimanapun macam komunitas tumbuhan yang terdapat dalam suatu habitat, komunitas tumbuhan yang ada akan mempunyai karakteristik tertentu yang spesifik. Menurut Sastroutomo ( 1990 ) komunitas tumbuhan yang terdapat disuatu habitat pada umumnya mempunyai macam – macam karakteristik tertentu, seperti berikut : 1. Komposisi jenis, misalnya perbedaan jenis, jenis – jenis yang sedikit dan langka, atau memiliki kepentingan relatif tertentu. 2. Fisiognomi, yaitu mempunyai bentuk atau arsitektur tumbuhan tertentu, bentuk hidup, penutupan tajuk, indeks luas daun dan fenologi. 3. Pola sebaran jenis, misalnya sebaran spasial yang luas atau relung yang tumpang tindih. 4. Keanekaragaman jenis, misalnya kelimpahan, kekayaan, keanekaan dan keragaman jenis. 5. Daur hara, misalnya kebutuhan akan nutrient, kemampuan menyimpan dan kecepatan pengembalian unsur hara ke dalam tanah. 6. Perubahan dan perkembangan dalam skala ruang dan waktu, misalnya proses suksesi, respon terhadap perubahan iklim dan lingkungan mikro. 7. Produktivitas setiap jenis, misalnya biomassa, produktivitas primer, alokasi dan efisiensi produktivitas.
B. Struktur Komunitas Shukla dan Chandel ( 1996 ) menyatakan bahwa dengan mengacu pada konsep ekosistem, yang dimkasud dengan struktur komunitas tumbuhan adalah suatu deskripsi tentang masyarakat tumbuhan yang dapat memberikan gambaran mengenai kondisi lingkungan dan distribusi nutrient di habitatnya. Menurut Kent dan Coker ( 1992 ) srtruktur komunitas tumbuhan merupakan suatu deskripsi masyarakat tumbuhan berdasarkan bentuk luar ( morfologi ), stratifikasi vertical dan sebaran secara horizontal bentuk hidup ( life form ), dan ukuran / besar tumbuhan yang ada pada suatu saat. Pada dasarnya deskripsi tentang struktur komunitas tumbuhan berhubungan erat dengan komposisi jenis tumbuhan dan kelimpahannya, serta susunan vertical jenis – jenisnya. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
47
1. Komposisi Vegetasi Komposisi vegetasi atau komposisi flora adalah daftar jenis tumbuh – tumbuhan yang ada dalam suatu komunitas di suatu daerah. Data flora atau vegetasi tersebut dinamakan data floristic. 2. Kelimpahan Kelimpahan adalah parameter
yang
mencerminkan distribusi relatif
species dalam komunitas. Parameter yang digunakan untuk menentukan kelimpahan masyarakat tumbuhan adalah : 1. Frekuensi ( derajat penyebaran suatu jenis tumbuhan di dalam komunitas ). 2. Kerapatan ( jumlah individu per satuan luas ). 3. Penutupan tajuk/ cover (penutupan tajuk terhadap permukaan tanah / kerimbunan) 4. Dominansi jenis ( jenis tumbuh – tumbuhan yang terdapat dalam suatu komunitas yang menguasai/merajai dan dapat menunjukan ciri masyarakat tumbuhan di komunitas tersebut dengan jenisnya ) 5. Asosiasi interspesifik ( berbagai jenis tumbuh – tumbuhan tumbuh bersama saling berdekatan dan saling berasosiasi/hubungan satu sama lainnya ) 6. Stratifikasi ( lapisan vertical komunitas tumbuhan ) 7. Bentuk hidup ( perilaku hidup / musiman ) 8. Fungsi komunitas ( berbagai aspek atau proses yang berlangsung dalam komunitas yang berkaitan dengan interaksi tumbuh – tumbuhan dengan habitat, lingkungan dan biota lainnya ) 3. Rantai Pangan dan Metabolisme Rantai pangan dan metabolisme merupakan suatu pengalihan energi dari sumber daya dalam tumbuh – tumbuhan melalui serangkaian hubungan antar makhluk hidup yang memakan dan yang dimakan dalam suatu jaring – jaring kehidupan. 4. Struktur Jenjang Trofik dan Piramida Makanan Struktur jenjang trofik dan piramida makanan menentukan besar dan banyaknya metabolisme yang berlangsung dalam tubuh. Semakin kecil ukuran tubuh tumbuhan semakin besar metabolisme per gram biomassanya. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
48
5. Produktivitas Serasah dan Laju Pembusukan/Dekomposisi Produktivitas adalah laju kecepatan penyimpanan energi oleh makhluk hidup yang berperan sebagai produsen, melalui proses fotosintesis dan kemosintesis dalam bentuk materi organis yang dapat digunakan sebagai bahan pangan atau sumber energi.
C. Dinamika Komunitas Suatu komunitas tumbuhan adalah sekelompok populasi berbagai jenis tumbuhan di suatu daerah tertentu. Dalam hal ini komunitas dapat mencakup semua populasi dari bermacam – macam jenis tumbuhan di daerah tersebut, atau dapat pula diartikan lebih sempit, misalnya sebagai komunitas rerumputan, atau komunitas paku – pakuan di daerah itu. Secara subjektif dipahami bahwa komunitas hutan berbeda dengan komunitas padang rumput dalam hal kelompok jenis yang menyusunnya atau struktur vegetasinya, tetapi pada kenyataannya komunitas dapat pula merupakan kumpulan dari suatu populasi pohon atau rerumputan, yang cenderung terdapat berulang – ulang dalam habitat dan lingkungan yang serupa. Semua organisme beserta lingkungannya bersifat dinamis, artinya bahwa di antara mereka selalu terjadi interaksi sehingga menghasilkan perubahan. Setiap organisme, di mana saja berada akan berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan melalui perubahan pada tubuh atau fungsinya, sedangkan lingkungan juga mengalami perubahan melalui proses fisik atau biogeokimia untuk mempertahankan kualitas penunjang kehidupan dan keseimbangan system dalam komunitas. Gopal dan Bhardwaj ( 1979 ) mengemukakan bahwa perubahan yang terjadi dalam komunitas dapat diamati secara mudah dan seringkali perubahan itu berupa penggantian suatu komunitas oleh komunitas yang lain. Perubahan komunitas berarti menyangkut perubahan structur komunitas. Oleh karena itu sesungguhnya struktur komunitas tidak selalu tetap, tetapi selalu berubah setiap waktu dan tempat. Perubahan tersebut ada yang dapat diamati dalam waktu
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
49
yang sangat pendek, ada juga perubahan yang lain dapat diamati dalam beberapa tahun kemudian. Perubahan fenologi beragam species sebagai sebuah komunitas, akan membawa perubahan terhadap struktur komunitas itu sendiri. Perubahan yang terjadi dapat berupa siklis dan non siklis. Siklis yaitu perubahan komunitas yang terjadi pada periode tertentu, tetapi mudah kembali ke keadaan yang hampir sama dengan keadaan sebelumnya. Sedangkan non siklis yaitu perubahan komunitas yang terjadi secara drastis dan kondisi komunitas cenderung berubah secara permanen. Perubahan fenologi pada populasi tumbuhan, misalnya perkecambahan, menggugurkan daun, pembungaan, penyebaran, dan lain sebagainya merupakan perubahan siklis. Perubahan siklis tersebut ada yang terjadi dalam periode 24 jam, contoh gerak tidur, perubahan pasang surut air laut. Ada juga perubahan yang bersifat musiman sebagai akibat dari berubahnya factor – factor lingkungan, misalnya perubahan vegetasi yang terjadi di beberapa daerah selama musim kemarau, musim hujan, atau musim dingin. Perubahan musiman yang terjadi pada tetumbuhan perennial ( tahunan ) dapat dengan mudah dilihat pada beragam bentuk perbungaan selama musim kemarau tiba setelah periode gugur daun. Perubahan musiman tersebut dapat pula dilihat pada hewan dalam komunitas, contoh kelimpahan katak selama musim hujan dan fenomena lain yang serupa. Perubahan nonsiklis kadang – kadang hanya dapat dilihat pada beberapa tahun kemudian, bahkan lebih dari satu abad, dan hanya dapat dipelajari dengan cara tidak langsung. Perubahan semacam itu pada umumnya merupakan perubahan yang ada kaitannya dengan nilai sejarah. Misalnya evolusi, migrasi dan punahnya beberapa species flora atau fauna tertentu. Namun dalam kaitannya dengan dinamika komunitas diarahkan kepada terjadinya perubahan secara umum pada komunitas yang dikenal dengan istilah suksesi.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
50
1. Konsep Suksesi Beberapa pengertian tentang istilah suksesi dikemukakan sebagai berikut : a. Suksesi, yaitu perubahan langsung secara keseluruhan pada selang waktu lama, bersifat kumulatif, di dalam komunitas tertentu dan terjadi pada tempat yang sama ( Gopal dan Bhardwaj, 1979 ) b. Suksesi, yaitu proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah, berlangsung lambat, secara teratur, pasti dan dapat diramalkan ( Irwan, 1992 ). c. Suksesi, yaitu perubahan dalam komunitas yang berlamgsung secara teratur dan menuju ke satu arah ( Resosoedarmo dkk, 1992 ) d. Suksesi, yaitu proses perubahan yang terjadi dalam komunitas atau ekosistem yang menyebabkan timbulnya penggantian dari satu komunitas atau ekosistem oleh komunitas atau ekosistem yang lain ( Kendeigh, 1980 ). Beberapa istilah yang berkaitan dengan suksesi, yaitu : 1. Sere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas atau ekosistem yang dapat diidentifikasi selama suksesi. 2. Seral adalah masing – masing tingkat perubahan komunitas atau ekosistem selama suksesi. 3. Suksesi primer adalah suksesi yang terjadi di atas lahan atau wilayah yang mula – mula gundul atau terbuka. 4. Prisere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas atau ekosistem yang dapat diidentifikasi selama terjadi suksesi primer. Prisere sering dipakai untuk menyebut suksesi primer. 5. Suksesi sekunder adalah suksesi yang terjadi pada lahan atau wilayah yang pada awalnya bervegetasi lengkap sempurna, kemudian mengalami kerusakan oleh bencana seperti letusan vulkanik, banjir, tanah longsor, gempa bumi, atau kebakaran, tetapi bencana itu tidak sampai merusak tempat tumbuh secara keseluruhan, sehingga di tempat tersebut masih ada substrat lama dan organisme hidup.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
51
6. Subsere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas atau ekosistem yang dapat diidentifikasi selama terjadi suksesi sekunder. Subsere itu sering dipakai untuk menyebut suksesi sekunder. 7. Hydrarch adalah suksesi yang terjadi dalam wilayah perairan 8. Hydrosere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas atau ekosistem yang dapat diidentifikasi di wilayah perairan. Hydrosere sering dipakai juga untuk menyatakan suksesi di wilayah perairan. 9. Xerarch adalah suksesi yang terjadi pada wilayah yang bersubstrat kering. 10. Xerosere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas atau ekosistem yang dapat diidentifikasi di wilayah yang bersubstrat kering. 11. Lithosere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas yang dapat diidentifikasi selama suksesi dilahan berbatu. 12. Psamosere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas yang dapat diidentifikasi selama suksesi dilahan berpasir. 13. Halosere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas yang dapat diidentifikasi pada substrat yang mengandung garam 14. Klimaks adalah kondisi komunitas atau ekosistem akhir pada proses suksesi yang telah mencapai homeostatis. Suksesi secara keseluruhan berkembang sebagai akibat dari interaksi organisme – organisme dengan lingkungannya. Perubahan selama suksesi terjadi akibat pengaruh factor – factor eksternal seperti input unsur hara. Suksesi terjadi sebagai proses perkembangan komunitas yang sesuai dengan hukum alam. 2. Perubahan – Perubahan Selama Proses Suksesi Selama proses suksesi akan terjadi perubahan – perubahan yang mengarah kepada perkembangan atau kemajuan kondisi habitat yang mendukung terbentuknya komunitas baru. Beberapa perubahan yang terjadi selama suksesi antara lain sebagai berikut : 1. Adanya perkembangan sifat substrat atau tanah, misalnya pertambahan kandungan bahan organic sejalan dengan perkembangan komunitas yang
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
52
semakin kompleks dengan komposisi species tumbuhan yang lebih beraneka ragam dibandingkan dengan sebelumnya. 2. Adanya pertambahan densitas individu organisme, tinggi tumbuhan, dan struktur komunitas yang semakin kompleks, sehingga dalam komunitas akan terbentuk stratifikasi. 3. Adanya peningkatan produktifitas komunitas sejalan dengan perkembangan komunitas dan perkembangan substrat. 4. Adanya peningkatan jumlah species organisme sampai tahap tertentu dalam proses suksesi komunitas. 5. Adanya peningkatan pemanfaatan sumber daya lingkungan sejalan dengan peningkatan jumlah species organisme dalam daerah yang sedang mengalami proses suksesi. 6. Adanya perubahan iklim setempat sesuai dengan perubahan komposisi species tumbuhan, bentuk hidup tumbuhan, dan struktur komunitasnya. 7. Komunitas berkembang menjadi lebih kompleks, dan terus berkembang sampai mencapai suatu bentuk komunitas akhir yang disebut klimaks. Perlu dipahami bahwa species tumbuhan dan hewan yang ada dalam suatu tenpat atau habitat akan berubah secara berkesinambungan selama proses suksesi. Adapun kecepatan proses suksesi pada setiap habitat dipengaruhi oleh berbagai factor antara lain : 1. Luas komunitas awal yang rusak oleh adanya gangguan. Makin luas komunitas awal yang rusak maka proses suksesi akan berjalan lebih lambat. 2. Species tumbuhan yang terdapat di sekitar tempat terjadinya suksesi. Makin banyak species tumbuhan yang ada akan mendorong kecepatan proses suksesi, karena keberadaan species tumbuhan itu akan menjadi sumber bakal tumbuhan. 3. Sifat – sifat setiap species tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi. Sifat – sifat species tumbuhan yang dimkasud antara lain kecepatan tumbuh, periode musim berbunga dan berbuah, produktivitas buah, dan mudah tidaknya benih berkecambah. 4. Kehadiran bakal kehidupan ( biji, spora, buah, dan lainnya ). Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
53
5. Jenis substrat baru yang terbentuk. Substrat baru yang kaya bahan organic akan menjadi media tumbuh yang baik untuk species tumbuhan, sehingga akan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. 6. Kondisi iklim, terutama arah dan kecepatan angin yang membawa bakal kehidupan, serta curah hujan akan mempengaruhi perkecambahan biji dan spora dan mempengaruhi perkembangan semai selanjutnya. 3. Proses – Proses Yang Terlibat Dalam Suksesi Suksesi sebagai suatu proses perubahan komunitas atau ekosistem yang terjadi melalui beberapa tahap. Clements, 1916 ( dalam Gopal dan Bhardwaj, 1979 ) telah mengemukakan sebab dan proses yang terlibat dalam suksesi antara lain : a. Nudasi Suksesi
dimulai
dengan
terjadinya
gangguan
terhadap
komunitas
tumbuhan seperti daerah gundul. Secara umum hampir tidak ada suatu organisme yang tidak dapat hidup di atas bumi. Akan tetapi, jika terjadi bencana alam dan bencana lainnya dapat merusak kehidupan di beberapa tempat di muka bumi. Pada prinsipnya, semua aktivitas baik yang dilakukan manusia maupun yang terjadi secara alam dapat mengakibatkan timbulnya daerah gundul, daerah terbuka atau tidak bervegetasi. Proses pembentukan atau terjadinya daerah gundul atau daerah terbuka, baik disebabkan oleh aktivitas manusia maupun aktivitas alam disebut nudasi. b. Invasi Invasi adalah datangnya bakal kehidupan berbagai species organisme dari satu daerah ke daerah baru dan menetap di daerah baru. Invasi akan sempurna apabila telah melalui tiga tahap sebagai berikut : 1. Tahap pertama ( Migrasi ). Biji – bijian, buah – buahan, spora, atau bakal kehidupan yang lainnya dapat pindah ke suatu daerah baru dengan perantara air, angin dan hewan. Proses tempat bakal kehidupan berpindah dan
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
54
meninggalkan induknya menuju ke suatu daerah baru dan menetap di dalamnya dikenal sebagai invasi. 2. Tahap kedua ( Penyesuaian ). Penyesuaian merupakan proses tempat bakal kehidupan berusaha membuat daerah yang baru ditempatinya sebagai rumahnya. 3. Tahap ketiga ( Agregasi ). Agregasi merupakan penggabungan dari setiap bakal kehidupan atau organisme yang datang ke daerah baru. Adanya agregasi menyebabkan beberapa organisme bergabung dalam populasi yang besar pada suatu daerah tertentu. Jadi, keberhasilan invasi bergantung kepada
kemampuan
suatu
organisme
untuk
bereproduksi
di
kondisi
lingkungan yang baru, kemudian setiap organisme yang sejenis akan bergabung membentuk populasi yang masing – masing populasi tersebut berupaya untuk menjadi satu kesatuan dalam suatu komunitas dan ekosistem c. Kompetisi dan Reaksi Individu – individu suatu species organisme cenderung meningkat jumlahnya karena proses pertumbuhan dan perkembangbiakan. Mereka semua akan bergabung dalam satu wilayah sebagai habitat, sehingga antar organisme dalam satu wilayah tersebut akan mengalami peristiwa – peristiwa alamiah, seperti persaingan, pemangsaan, parasitisme, komensalisme, amensalisme, dan simbiosis di antara mereka. Dengan demikian, setiap organisme yang hidup dan tumbuh di wilayah suksesi akan selalu berusaha menyesuaikan diri dan memodifikasi lingkungan daerah tersebut agar mereka dapat bertahan hidup. Modifikasi lingkungan oleh organisme berjalan sedemikian rupa sehingga lingkungan tersebut menjadi sangat cocok dengannya, dan sebaliknya lingkungan akan menjadi semakin kurang baik bagi species organisme lain yang akan hadir berikutnya. Jika ternyata modifikasi lingkungan membuat lebih baik bagi banyak species lain yang baru masuk ke dalam wilayah tersebut, maka species – species tersebut
akan
bersaing
dengan
species
penghuni
sebelumnya.
Setelah
keseimbangan baru pada komunitas tercapai, species organisme yang ada paling awal menjadi subdominant atau bahkan menjadi tersingkir dan lenyap, sehingga Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
55
species yang mampu bersaing akan bertahan sampai akhirnya menjadi species dominan. d. Stabilitas dan Klimaks Tingkatan terakhir dari proses suksesi dicapai ketika komunitas tersebut stabil. Kestabilan komunitas ditunjukan oleh keserasian hubungan di antara organisme dalam komunitas, serta struktur komunitas yang tidak berubah. Kestabilan yang dimaksud adalah kestabilan dalam keseimbangan dinamis dengan lingkungannya. Mengenai pembentukan klimaks, ada dua pendapat yang berlainan, yaitu : a. Paham Monoklimkas Paham ini beranggapan bahwa pada suatu daerah iklim hanya ada satu macam klimaks. Di sini, iklim merupakan factor terpenting dalam pengaturan tipe komunitas klimaks, meskipun factor – factor selain iklim juga punya peranan dalam menentukan struktur komunitas akhir. b. Paham Poliklimaks Paham menumbuhkan
ini
beranggapan
klimaks,
tetapi
bahwa
tidak
factor
tanah
hanya dan
factor
fisiografi
iklim
yang
juga
dapat
menumbuhkan klimaks. 4. Tipe – Tipe Suksesi Suksesi dapat dibedakan berdasarkan kepada kondisi komunitas awal pada daerah yang mengalami suksesi. Ada juga suksesi dibedakan berdasar kepada jenis habitat dan substrat, maka suksesi dibedakan atas suksesi daerah batuan, suksesi daerah perairan, suksesi daerah pasir, suksesi tanah liat, dan lain – lain. Berdasarkan atas kondisi komunitas awal yang ada pada daerah yang mengalami suksesi, maka dibedakan atas : a. Suksesi Primer Menurut Gopal dan Bhardwaj ( 1979 ), suksesi primer adalah suksesi yang terjadi pada lahan yang mula – mula tak bervegetasi. Sedangkan menurut Soerianegara dan Indrawan ( 1982 ) bahwa suksesi primer adalah terjadinya Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
56
vegetasi pada habitat yang pada awalnya tak bervegetasi hingga terbentuk masyarakat tumbuhan yang stabil atau klimaks. b. Suksesi Sekunder Suksesi sekunder adalah suksesi yang terjadi pada lahan atau wilayah yang pada awalnya telah bervegetasi sempurna, kemudian mengalami kerusakan oleh bencana alam maupun oleh aktivitas manusia, tetapi bencana itu tidak sampai merusak secara total tempat tumbuh sehingga masih ada substrat lama dan kehidupan.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
57
BAB. IV POPULASI TUMBUHAN
1. Pendahuluan Kata populasi berasal dari bahasa latin, yaitu populus yang berarti rakyat atau penduduk. Dalam ilmu ekologi, yang dimaksud dengan populasi adalah sekelompok individu yang sejenis atau sama speciesnya ( Irwan, 1992 ). Menurut Resosoedarmo dkk. ( 1986 ), populasi merupakan kelompok organisme sejenis yang hidup dan berbiak pada suatu daerah tertentu, misalnya populasi gajah di Taman Nasional Way Kambas pada tahun 2002, populasi badak di Ujungkulon tahun 2000. Di dalam menyebut suatu populasi harus dilakukan dengan cara menyebut batas waktu dan tempatnya. Sedangkan suatu populasi tumbuhan adalah suatu kelompok individu dari jenis tumbuh – tumbuhan yang sama dan menempati suatu habitat tertentu. Misalnya populasi pohon jati di perkebunan pada tahun 1991, dll. Jadi populasi adalah kelompok organisme dari jenis yang sama menduduki ruang tertentu yang memiliki berbagai sifat dan merupakan milik yang khas dari kelompok itu tetapi tidak menjadi milik individu dalam kelompok itu. Suatu organisme tidak dapat hidup sendirian, akan tetapi harus hidup bersama – sama dengan organisme lain, baik dengan organisme yang sejenis maupun dengan organisme yang tidak sejenis dalam suatu tempat tumbuh atau habitat. Berbagai organisme besar ataupun kecil yang hidup di suatu tempat tumbuh akan bergabung ke dalam suatu persekutuan yang disebut komunitas biotic. Menurut Resosoedarmo dkk. ( 1986 ), semua komponen komunitas biotik terikat oleh adanya ketergantungan antara anggota – anggotanya sebagai suatu unit. Komunitas biotik ini terdiri atas kelompok – kelompok kecil yang anggota – anggotanya bergabung secara erat satu sama lain, sehingga masing – masing kelompok kecil ini menjadi lebih bersatu. Masing – masing kelompok kecil dalam komunitas biotik dinamakan populasi. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
58
Karakteristik Populasi Tumbuhan Di alam, populasi tumbuhan tidaklah statis tapi dinamis. Semua perubahan yang terjadi di sejumlah anggota populasi dan factor – factor yang mempengaruhi perubahan tersebut akan berpengaruh pula terhadap komunitas vegetasi
yang
terbentuk
dari
populasi
tumbuh
–
tumbuhan
tersebut.
Perubahannya dapat mencakup laju pengurangan dan penambahan individu dan proses yang mengatur jumlahnya di alam. Pada umumnya yang menjadi cirri – cirri suatu populasi adalah hal – hal yang berhubungan dengan perkembangbiakan
timbulnya
tumbuhan
baru
dari biji
/ laju
( kelahiran untuk hewan ), laju perkecambahan, laju
kematian, jenis kelamin atau system reproduksi, struktur umur, sebaran individu dan sebagainya. Menurut Shukla dan Chandel ( 1996 ) yang menjadi kajian populasi dalam ekologi tumbuhan adalah berbagai aspek tentang cirri – cirri populasi, seperti struktur populasi yaitu analisis sebaran populasi dan macam – macam tipe interaksi. Suatu populasi tumbuhan pada umumnya mempunyai cirri – cirri sebagai berikut : 1. Kerapatan populasi 2. Natalitas ( laju perkecambahan ) 3. Mortalitas ( laju kematian ) 4. Pertumbuhan populasi, imigrasi dan emigrasi 5. Persebaran umur 6. Fluktuasi populasi Suatu populasi tumbuhan mempunyai sifat biologis atau tanda – tanda kelompok yang khas karena strukturnya yang jelas. Penggolongan individu atau jenis dalam populasi tersebut dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu : menurut hubungan evolusi
( hubungan kekeluargaan melalui nenek moyang atau
penggolongan secara taksonomi ) dan menurut hubungan saling mempengaruhi antara organisme di dalam komunitas.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
59
Kerapatan
populasi
tumbuhan
biasanya
dipengaruhi
oleh
laju
perkecambahan, laju kematian, imigrasi dan emigrasi. Kerapatan populasi tumbuhan akan meningkat bila laju perkecambahan dan imigrasi meningkat, sebaliknya akan menurun karena meningkatnya laju kematian dan emigrasi. Kerapatan tumbuhan sering kali berkaitan dengan ukuran/besar/batang pohon, atau tajuk daunnya. Pola sebaran spasial individu – individu sejenis yang terdapat dalam satu area berbeda – beda, menyebar secara teratur, mengelompok atau acak. Tumbuh – tumbuhan yang pola sebarannya teratur secara alami jarang terjadi di alam, kecuali dalam ekosistem yang dikelola, demikian pula pola sebaran secara acak. Sebaliknya sebagian besar tumbuhan mempunyai pola sebaran yang mengelompok. Masing – masing karakteristik populasi tersebut diuraikan sebagai berikut : 1. Densitas Populasi Densitas populasi adalah besarnya populasi dalam suatu unit ruang, yang pada umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu – individu dalam setiap unit luas atau volume ( Gopal dan Bhardwaj, 1979 ). Densitas populasi itu disebut juga kerapatan atau kepadatan populasi ( Irwan, 1992 ). Istilah kerapatan lazim digunakan untuk densitas tumbuhan dan binatang, sedangkan istilah kepadatan lazim digunakan untuk densitas manusia. Pengaruh suatu populasi terhadap komunitas atau ekosistem sangat bergantung kepada species organisme dan jumlah atau densitas populasinya. Dengan kata lain bahwa densitas populasi merupakan salah satu hal yang menentukan pengaruh populasi terhadap komunitas atau ekosistem. Selain itu, densitas populasi sering dipakai untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam populasi pada saat tertentu. Perubahan yang dimaksud adalah berkurang atau bertambahnya jumlah individu dalam setiap unit luas atau volume. 2. Natalitas Populasi Natalitas yaitu reproduksi individu baru dari suatu populasi ( Gopal dan Bhardwaj, 1979 ). Menurut Odum ( 1993 ), natalitas atau angka kelahiran, yaitu Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
60
kemampuan populasi untuk bertambah. Pada kenyataannya, istilah natalitas memiliki arti yang luas meliputi produksi individu – individu baru organisme yang terjadi baik karena dilahirkan, ditetaskan, ditumbuhkan, ataupun karena pembelahan sel. Natalitas bervariasi untuk organisme yang berbeda dalam populasi. Species serangga mampu meletakan telurnya dalam jumlah banyak ( ribuan telur ) pada suatu waktu, sedangkan beberapa species ikan dan mamalia hanya memberikan sedikit keturunan pada suatu waktu. ada di antara tetumbuhan tertentu yang dapat menghasilkan ribuan spora atau beberapa ratus biji. Jumlah maksimum individu baru yang dapat dihasilkan dari tiap induk pada kondisi lingkungan yang ideal disebut natalitas potensial atau natalitas fisiologis. Natalitas merupakan suatu kecepatan tumbuh populasi yang diperoleh dari jumlah individu – individu baru yang dihasilkan per unit waktu. natalitas dapat diukur dan dapat dinyatakan dengan berbagai cara sebagai berikut : 1. Angka kelahiran Nn B=
keterangan : B = kelahiran
t
Nn = jumlah individu baru yang dilahirkan t 2. Angka kelahiran spesifik ΔNn b= N Δt b
= waktu
keterangan : = kelahiran spesifik
ΔNn = jumlah individu baru dalam populasi N = populasi ( jumlah individu baru dalam populasi ) Δt = waktu Factor – factor yang mempengaruhi natalitas populasi antara lain : 1. Perbandingan jenis kelamin dan kebiasaan kawin. Perbandingan jenis kelamin adalah perbandingan antara jumlah jantan dan betina dalam suatu populasi.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
61
2. Umur perkembangbiakan maksimum, yaitu umur tertua yang dicapai suatu organisme yang nasih memiliki kemampuan berkembangbiak. 3. Umur perkembangbiakan minimum, yaitu umur termuda suatu organisme yang mulai memiliki kemampuan berkembangbiak. 4. Jumlah sarang per tahun ( untuk binatang ) dan jumlah pasangan usia subur per tahun ( untuk manusia ). 5. Jumlah anak per sarang atau jumlah telur per sarang ( untuk binatang ) dan jumlah anak tiap pasangan usia subur untuk manusia. 6. Densitas populasi itu sendiri. Densitas populasi makin besar, maka natalitas makin besar. Natalitas makin besar, maka densitas populasi akan meningkat. 3. Mortalitas Populasi Mortalitas ( angka kematian ), yaitu jumlah individu yang mati dalam populasi untuk suatu periode waktu tertentu ( Odum, 1993; Gopal dan Bhardwaj, 1979 ). Mortalitas dapat dinyatakan sebagai individu yang mati dalam kurun waktu tertentu. Kematian merupakan keharusan bagi setiap individu dan bergantung pada lingkungan
yang merugikan, persaingan, pemangsaan, dan
penyakit. Namun perlu diingat bahwa mortalitas itu karakteristik untuk populasi bukan karakteristik individu karena individu hanya mati satu kali, sedangkan populasi memiliki kematian dalam periode waktu tertentu. Laju kematian dapat dinyatakan dengan formulasi sebagai berikut : D d= t
keterangan : d = kematian D = jumlah total kematian dalam populasi t
= waktu
Mortalitas dan natalitas keduanya menentukan pertumbuhan populasi. Populasi tumbuh jika natalitas melebihi mortalitas. Factor – factor yang mempengaruhi mortalitas dapat dikelompokan ke dalam empat golongan sebagai berikut :
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
62
1. Factor – factor yang mematikan, yaitu factor – factor yang secara langsung dapat mematikan atau mengurangi populasi, misalnya predasi, pemburuan, penyakit, kelaparan dan kecelakaan. 2. Factor – factor kesejahteraan, yaitu factor – factor yang berhubungan dengan kualitas lingkungan hidup, misalnya kualitas makanan, minuman, kualitas udara, pelindung dan kualitas ruang atau tempat hidup. 3. Factor – factor berpengaruh, yaitu factor – factor yang mempengaruhi keadaan kualitas dan kuantitas makanan, minuman ( air ), udara, pelindung, dan ruang atau tempat hidup. Contoh : kegiatan manusia berupa usaha pengeringan daerah, pembakaran hutan, penebangan hutan, penggalian tambang, penggembalaan liar. 4. Kematian karena umur yang telah tua. 4. Laju Kenaikan Populasi Perbedaan antara natalitas dengan mortalitas akan menentukan laju kenaikan populasi yang dirumuskan sebagai berikut : ΔN r.N = Δt N=b-d Keterangan : N = populasi r = laju kenaikan populasi = laju kenaikan alami t = waktu d = laju kematian b = laju kelahiran Jika mortalitas bernilai nol, maka populasi akan meningkat secara logaritmik pada jumlah yang sangat banyak. Akan tetapi, kenyataan di alam terdapat banyak faktor lingkungan ( sebagai tahanan lingkungan ) yang dapat memelihara densitas atau pertumbuhan populasi pada batas tertentu sesuai dengan sumber daya alam yang tersedia.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
63
5. Penyebaran Umur Penyebaran umur merupakan salah satu karakteristik populasi yang mempengaruhi mortalitas dan natalitas, karena perbandingan dari berbagai golongan umur individu – individu di dalam populasi akan menentukan status reproduksi yang sedang berlangsung pada populasi dan menyatakan kondisi yang dapat diharapkan pada masa mendatang. Menurut Bodenheimer ( 1958 ), populasi dapat dibagi ke dalam tiga kelas umur yaitu : 1. Prareproduktif, yaitu populasi yang sebagian besar anggotanya adalah individu – individu berumur muda. Populasi demikian merupakan populasi yang sedang berkembang cepat. 2. Reproduktif, yaitu populasi yang sebagian besar anggotanya individu – individu berumur sama dengan umur rata – rata populasi. Dengan kata lain, populasi tersebut memiliki pembagian umur yang lebih merata, sehingga populasi seperti itu dikatakan dalam kondisi mantap. 3. Pascareproduktif, yaitu populasi yang sebagian besar anggotanya adalah individu – individu berumur tua. Populasi demikian merupakan populasi yang sedang menurun. Menurut Crotlen ( 1925 ) dalam Odum ( 1993 ) bahwa populasi memiliki kecenderungan berkembang ke arah struktur yang mantap, yaitu kondisi perbandingan jumlah individu – individu organisme penyusunnya dengan kelas umur berbeda yang cenderung tetap. ini berarti bahwa jika populasi terganggu oleh adanya perubahan sementara dalam lingkungannya atau ada penambahan dari dan/atau pengurangan ke populasi lain, maka penyebaran umur populasi akan berubah sementara dan kemudian kembali ke keadaan sebelumnya. Akan tetapi, jika perubahan lingkungan yang terjadi bersifat permanen maka akan mengakibatkan terbentuknya populasi dengan struktur dan penyebaran umur yang baru atau berbeda dengan populasi sebelumnya. 6. Distribusi /Penyebaran Intern
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
64
Individu – individu yang ada di dalam populasi mengalami penyebaran di dalam habitatnya mengikuti salah satu di antara tiga pola penyebaran yang disebut pola distribusi intern. Cirri – cirri dan sebab terjadinya pola distribusi intern tersebut diuraikan masing – masing sebagai berikut : a. Distribusi acak Distribusi acak terjadi jika apabila kondisi lingkungan seragam, tidak ada kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi, dan masing – masing individu tidak memiliki kecenderungan untuk memisahkan diri. b. Distribusi seragam Distribusi seragam terjadi apabila kondisi lingkungan cukup seragam di seluruh area dan ada kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi. Kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi akan mendorong terjadinya pembagian ruang yang sama ( Odum, 1993 ). Heddy dkk. ( 1986 ) memberikan contoh bahwa pada hutan yang lebat, maka pohon – pohon yang tinggi hampir mempunyai distribusi yang seragam. Pohon – pohon yang dominan di hutan, jaraknya teratur karena kompetisi yang sangat kuat untuk mendapatkan cahaya dan unsur hara. c. Distribusi bergerombol Distribusi bergerombol pada suatu populasi merupakan distribusi yang umum terjadi di alam, baik bagi tumbuhan maupun bagi hewan. Distribusi bergerombol terjadi karena berbagai sebab antara lain sebagai berikut : 1. Kondisi lingkungan jarang yang seragam, meskipun pada area yang sempit. Perbedaan kondisi tanah dan iklim pada suatu area akan menghasilkan perbedaan dalam habitat yang penting bagi setiap organisme yang ada di dalamnya, karena suatu organisme aka nada pada suatu area yang factor – factor ekologinya tersedia dan sesuai bagi kehidupannya. 2. Pola reproduksi dari suatu individu – individu anggota populasi. Bagi tumbuhan yang bereproduksi secara vegetative, juga bagi hewan yang masih muda menetap bersama dengan induknya merupakan suatu kekuatan yang mendorong terjadinya penggerombolan.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
65
3. Perilaku hewan yang cenderung membentuk kesatuan atau membentuk koloni merupakan kekuatan yang mendorong terjadinya distribusi bergerombol. Demikian juga daya tarik seksual bagi binatang merupakan kekuatan yang mendorong terjadinya distribusi bergerombol. Distribusi bergerombol dapat meningkatkan kompetisi di dalam meraih unsur hara, makanan, ruang dan cahaya. akan tetapi, pengaruh yang merugikan dari kompetisi itu ternyata seringkali dikompensasi dengan sesuatu yang menguntungkan. Di dalam pola distribusi bergerombol ternyata tiap – tiap kelompok ada kemungkinan tersebar secara acak, seragam, ataupun secara berkumpul. Oleh karena itu, distribusi secara keseluruhan dapat terjadi secara : acak, seragam, bergerombol secara acak, bergerombol seragam, dan bergerombol berkumpul. Menurut Odum ( 1993 ) mengemukakan bahwa agregasi atau penggerombolan individu – individu organisme anggota populasi terjadi akibat beberapa hal, antara lain : a. Menanggapi adanya perubahan cuaca harian atau musiman. b. Menanggapi perbedaan kondisi habitat setempat. c. Sebagai akibat dari proses reproduksi. d. Sebagai akibat daya tarik sosial 7. Dispersi Anggota Populasi Dispersi atau perluasan anggota populasi adalah gerakan individu anggota populasi atau anak – anaknya atau bakal kehidupan lainnya ( buah, biji, spora, larva, dan sebagainya ) ke dalam atau ke luar daerah populasi. Dispersi
individu anggota populasi dapat terjadi melalui tiga bentuk,
yaitu : 1. Emigrasi, yaitu gerakan individu – individu anggota populasi atau anak – anaknya atau bakal kehidupan lainnya ke luar batas daerah populasi, sehingga menyebabkan densitas populasi berkurang . emigrasi ini merupakan gerakan satu arah ke luar batas daerah populasi.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
66
2. Imigrasi, yaitu gerakan individu – individu anggota populasi atau anak – anaknya atau bakal kehidupan lainnya ke dalam batas – batas daerah populasi, sehingga menyebabkan densitas populasi bertambah. Imigrasi merupakan gerakan satu arah ke dalam batas daerah populasi. 3. Migrasi, yaitu gerakan individu – individu anggota populasi atau anak – anaknya atau bakal kehidupan lainnya ke dalam dan ke luar batas daerah populasi, sehingga menyebabkan densitas populasi berubah – ubah setiap saat. Migrasi tersebut merupakan gerakan dua arah ke dalam dan ke luar batas daerah populasi, atau merupakan gerakan datang dan pergi secara periodic. 8. Isolasi dan Teritorialitas Isolasi yaitu pengucilan individu anggota populasi oleh yang lainnya dalam suatu populasi. Isolasi terjadi karena adanya persaingan antara individu – individu yang berbeda jenis terhadap sumber daya alam yang persediaannya sedikit. Adanya isolasi tersebut akan menyebabkan individu atau kelompok jenis masing – masing akan membatasi kegiatan mereka pada suatu daerah tertentu dan berusaha ingin mempertahankan daerah tersebut. Upaya individu atau kelompok
species
di
dalam
mempertahankan
daerahnya
dinamakan
teritorialitas. Adapun wilayah atau daerah yang dipertahankan oleh individu – individu itu disebut daerah teritori yang merupakan seluruh atau sebagian dari daerah tempat organisme hidup secara normal. Wilayah atau daerah teritori terbagi atas satuan – satuan wilayah yang lebih kecil yang diklasifikasikan sesuai dengan kepentingan kegiatan organisme di daerah itu, misalnya di dalam wilayah teritori terdapat wilayah kawin, wilayah bersarang, wilayah makan, dan lain – lain. Pada umumnya setiap individu organisme di suatu habitat tertentu masing – masing saling memelihara jarak di antara mereka. Jarak antar individu organisme sangat membantu dalam memelihara hubungan social di antara mereka. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
67
BAB. V LINGKUNGAN
1. Pendahuluan Semua makhluk hidup baik besar maupun kecil, tumbuhan, hewan, mikrobiota atau manusia untuk kehidupannya sangat tergantung pada habitat dan lingkungannya sebagai tempat tinggal dan melaksanakan kehidupannya dan berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan adalah segala sesuatu dari keadaan atau sumber daya yang dapat mempengaruhi kegiatan dan kehidupan makhluk hidup ( Misra, 1980 ), atau Lingkungan adalah suatu system yang kompleks yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Pada umumnya lingkungan sebagai factor ekologi, akan mempengaruhi makhluk hidup serta sejumlah factor lain. Factor – factor lingkungan dapat dikelompokan menjadi 2 kategori yaitu lingkungan abiotik dan lingkungan biotic.
A. Lingkungan Sebagai Faktor Ekologi Lingkungan berbeda dengan habitat, lingkungan adalah suatu system yang kompleks yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Lingkungan juga bersifat dinamis dalam arti berubah – ubah setiap saat sehingga perubahan yang terjadi dari factor lingkungan terhadap makhluk hidup ( terutama tumbuh – tumbuhan ) akan mempunyai pengaruh yang berbeda – beda menurut waktu, tempat dan kondisi dari makhluk hidup tersebut. karena interaksi dan peranannya yang begitu penting untuk kehidupan organisme baik sendiri – sendiri atau kombinasi dari berbagai factor yang dapat berpengaruh dan menentukan proses kehidupan dan kehadiran tumbuh – tumbuhan atau organisme lainnya maka factor lingkungan disebut sebagai factor ekologi.
B. Macam – Macam Faktor Lingkungan Dalam hubungannya dengan factor – factor fisik, kimia dan biologis, maka komponen – komponen lingkungan adalah : Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
68
Tabel : Komponen – Komponen Lingkungan Factor – factor fisik dan kimia
Factor – factor biologis
Energi
Tumbuhan hijau
-
Radiasi
Tumbuhan tak hijau
-
Suhu
Decomposer
Tanah, hara dan mineral
Parasit
Air dan nutrient terlarut
Simbion
Gas atmosfer dan angin
Hewan
Api
Manusia
Gravitasi dn topografi
Lapisan bumi Makin beraneka ragam kondisi suatu lingkungan dan factor – factor
lingkungannya
maka
makin
beraneka
ragam
pula
sifat
–
sifat
jenis,
keanekaragaman dan persebaran makhluk hidup. Berdasarkan analisis factor – factor lingkungan dalam kajian ekologis, macam – macam faktor lingkungan menurut Kusmana dan Ismono ( 1995 ), Soerianegara dan Indrawan ( 1998 ) adalah sebagai berikut : Tabel : Beberapa factor lingkungan yang penting Factor Lingkungan 1. Faktor Iklim a. Cahaya b. Suhu c. Curah hujan d. Kelembaban e. Angin f. Gas – gas udara
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Aspek lingkungan yang penting 1. Factor – factor abiotik Intensitas, kualitas, lama dan periodisitas Derajat, lama dan periodisitas Banyaknya, intensitas, frekuensi, distribusi dan musim Kelembaban relatif, tekanan dan deficit tekanan uap dan evaporasi Kecepatan, kekuatan, arah, frekuensi macam – macam angin Oksigen, karbondioksida, gas lain
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
69
Factor Lingkungan
Aspek lingkungan yang penting
2. Faktor geografis a. Letak
Derajat bujur dan lintang, benua atau pulau, jarak dari pantai
b. Topografi c. Geologi
Lereng derajat dan arah, altitude ( dpl ), bentuk dan medan
vulkanisme
Sejarah
3. Faktor Edafis
geologi,
batuan
dan
bahan
induk
dan
pengaruh panas, mekanis dan kimiawi
a. Jenis tanah dan factor fisik b. Sifat
–
Profil,
struktur
dan
tekstur,
aerasi,
porositas
sifat kepadatan, kadar air, permeabilitas, drainase dan
kimia
infiltrasi, suhu pH, mineral tanah, kandungan hara, kandungan
c. Sifat
–
sifat senyawa organic dan sifat – sifat pertukaran ion
biotic
Tanah, jamur dan bakteri pengaruhnya terhadap struktur fisik dan kimia tanah, bahan organic, humus
d. Erosi 4. Faktor lain
dan serasah, fauna Luapan air dan banjir
a. Tumbuhan lain b. Hewan
Persaingan, parasitisme, simbiosis dan pengaruh toksis Penyerbukan, penyebaran buah dan biji, pengaruh
c. Mikrobiota
kotoran, memakan dan merusak bagian tumbuhan, penularan penyakit
d. Manusia
Memakan,
merusak
dan
menguraikan
bagian
tumbuhan, sebagai parasit dan penularan penyakit Penebangan dan pembakaran, aktivitas menanam, pemupukan dan pengolahan tanah, pencemaran air dan udara
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
70
1. Lingkungan Sebagai Faktor Pembatas Dalam ekologi tumbuhan lingkungan sebagai factor ekologi dapat dianalisis menurut berbagai macam factor lingkungan, terutama dalam hubungannya dengan kepentingan tumbuhan akan factor – factor lingkungannya yang akan berpengaruh secara timbal balik. Satu atau beberapa factor lingkungan dikatakan penting ( dapat berpengaruh atau dibutuhkan ) jika berada pada taraf minimal, maksimal atau optimal menurut batas toleransi atau adaptasinya sehingga factor tersebut dapat berpengaruh. Setiap bentuk atau bagian tubuh makhluk hidup yang memungkinkan dapat menyesuaikan diri dan toleran terhadap pengaruh perubahan kondisi atau keadaan dari factor – factor lingkungan tertentu dinamakan adaptasi.
2. Hubungan Masyarakat Tumbuhan Dengan Lingkungan Suatu masyarakat tumbuhan adalah sekelompok tumbuh – tumbuhan yang tersusun dari berbagai jenis vegetasi yang menempati suatu tempat tumbuh atau habitat tertentu di mana terdapat hubungan timbal balik antara tumbuhan satu dengan yang lain, dan dengan habitat dan lingkungannya. Hubungan yang terjadi pada umumnya terbentuk antara masyarakat tumbuhan dengan lingkungan abiotik dan biotic. Hubungan tersebut cenderung akan mempengaruhi berbagai proses
kehidupan,
pertumbuhan
dan
perkembangan,
reproduksi,
serta
penyebaran dari masyarakat tumbuh – tumbuhan, melalui proses toleransi dan adaptasi tumbuhan terhadap lingkungannya. Hubungan masyarakat tumbuh – tumbuhan dengan habitat pada umumnya berkaitan dengan substrat tanah ( edafik ), fisiografi, topografi lahan, dan iklim. Keberadaan atau keterdapatan dan keberhasilan untuk hidup dari berbagai jenis tumbuhan di suatu habitat pada umumnya berhubungan dengan kemampuannya untuk toleran dan beradaptasi terhadap factor – factor lingkungan tersebut. a. Substrat Tanah ( Edafik ) Substrat tanah adalah suatu factor lingkungan yang bergantung pada tanah secara alami, tekstur dan bentuk fisiknya, kandungan air dan udara, serta makhluk hidup yang hidup dan terdapat di dalamnya. Substrat tanah merupakan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
71
media tempat tumbuh yang mempunyai hubungan erat dengan berbagai jenis tumbuh – tumbuhan yang tumbuh di atasnya sehingga dikenal adanya tanah padang rumput, sebagai substrat tanah yang didominasi oleh vegetasi rerumputan dengan curah hujan yang tinggi. Hubungan yang sangat erat antara tanah sebagai substrat tumbuh masyarakat tumbuhan adalah kandungan air tanah dan garam – garam anorganik yang terlarut yang berasal dari bahan mineral yang ada dan dari penguraian bahan organic. Unsur – unsur tertentu penyusun garam – garam tersebut merupakan unsur esensial untuk kehidupan tumbuhan. Berbagai unsur bagi beberapa jenis tumbuhan mempunyai hubungan yang erat dengan sifat adaptasi yang berbeda – beda menurut kondisi lingkungannya ( factor lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan tumbuhan akan kandungan unsur – unsur kimia yang terlarut dalam air tanah ) dan menjadi factor penentu bagi kehadiran jenis tumbuhan tertentu dan sebarannya. Sebaliknya,
tumbuh
–
tumbuhan
sebagai
factor
biotic
dapat
mempengaruhi lingkungan fisik makhluk hidup lain serta habitat dan lingkungan di sekitarnya. Misalnya, pepohonan di hutan dapat mempengaruhi dan memodifikasi lingkungan fisik dengan membentuk iklim mikro di sekitarnya melalui naungan tajuk, pengurangan intensitas cahaya matahari dan suhu udara, meningkatkan kelembaban, penyerapan air dan garam – garam mineral serta memberikan materi organic ke dalam tanah. b. Fisiografi dan Topografi Fisiografi dan topografi atau konfigurasi dari permukaan bumi adalah salah satu aspek lingkungan fisik yang penting walaupun tidak secara langsung dapat mempengaruhi keberadaan dan berbagai proses biologi tumbuh – tumbuhan. Fisiografi dan topografi menentukan lokasi ketinggian atau rendahnya suatu habitat dari permukaan laut, kemiringan suatu habitat. Ketinggian suatu tempat berpengaruh terhadap masyarakat tumbuhan yang ada terutama berkaitan dengan peningkatan intensitas cahaya, suhu udara, dan penurunan konsentrasi gas – gas atmosfer.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
72
Sebagai faktoe ekologi fisiografi dan topografi berpengaruh terhadap vegetasi setempat melalui proses interaksinya dengan factor iklim dan edafik. Contoh hubungan dan pengaruh masyarakat tumbuh – tumbuhan dengan fisiografi dan topografi lahan adalah adanya jenis – jenis tumbuhan yang hidup di daerah kering di dataran rendah daerah tropika, dengan habitat beriklim kering yang curah hujan dan persediaan air terbatas. Tumbuhan yang dapat tumbuh di daerah semacam itu biasanya tubuhnya berukuran kecil, telah beradaptasi untuk dapat bertahan hidup di daerah kering dan mempunyai biji yang masa perkecambahannya relatif pendek. c. Iklim Hubungan masyarakat tumbuhan dengan iklim sangat erat karena iklim sebagai salah satu factor ekologi merupakan factor lingkungan alami yang sangat berperanan dalam mengontrol dan menentukan kehidupan makhluk hidup. Iklim terbentuk dari kombinasi berbagai factor lingkungan yang berhubungan erat dengan udara atmosfer, seperti cahaya matahari, suhu udara, curah hujan ( presipitasi ), dan kelembaban udara. Factor – factor tersebut secara keseluruhan membentuk factor lingkungan iklim yang tidak terpisahkan, jika salah satu factor lingkungan tersebut berubah, yang lain akan berubah pula. Iklim
dapat dikategorikan menjadi iklim mikro dan iklim makro. Iklim
mikro merupakan iklim yang mempunyai factor lingkungan yang bersifat setempat dengan luas atau ruang terbatas pada habitat mikro, misalnya iklim yang terdapat pada tempat di habitat naungan tajuk ( kanopi ) pada hutan yang lebat. Iklim makro merupakan iklim yang mempunyai factor – factor lingkungan di suatu daerah yang luas ( habitat makro ) dan bersifat umum, misalnya daerah beriklim tropis. Faktor – factor lingkungan makro sering digunakan untuk menetapkan tipe iklim, zona iklim, dan zona vegetasi. Iklim sebagai factor ekologi mempunyai peranan penting dan dapat mempengaruhi hampir segala aspek kehidupan makhluk hidup.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
73
1. Cahaya Cahaya merupakan factor abiotik yang sangat penting peranannya untuk kehidupan sebagai sumber energi. Cahaya matahari adalah sumber cahaya alami yang utama selain cahaya bulan, bintang dan cahaya buatan. Bagi masyarakat tumbuhan, cahaya matahari merupakan factor lingkungan yang mempunyai pengaruh ekologi yang paling nyata karena cahaya mempunyai pengaruh terhadap berbagai kegiatan fisiologi, misalnya : fotosintesis, transpirasi dan respirasi, penutupan dan pembukaan stomata, pertumbuhan dan perkembangan, pembungaan, gerakan atau taksis, dan perkecambahan biji. Dalam proses tersebut cahaya menjadi energi dasar untuk menggiatkan seluruh proses kehidupan dan berbagai proses system enzim yang terlibat dalam rangkaian proses metabolisme dan fotosintesis. Hubungan masyarakat tumbuhan dengan cahaya sangat erat berkaitan dengan : a. Jumlah cahaya Jumlah cahaya yang diterima bumi ditentukan oleh letak lintang ( latitude ) dan musim. Latitude berhubungan langsung dengan sudut datang sinar matahari dengan permukaan bumi. Sedangkan sudut sinar matahari tergantung pula dengan musim dan kemiringan ( slope ). Lamanya periode cahaya matahari atau panjang hari ditentukan oleh musim. b. Kualitas cahaya Kualitas cahaya adalah mutu cahaya yang diterima, yang dinyatakan dengan panjang gelombang. Cahaya itu terdiri dari berbagai panjang gelombang dan warna. Sehubungan dengan tanaman, tidak semua panjang gelombang dapat bermanfaat bagi tanaman. Panjang gelombang yang berfungsi untuk aktivitas fotosintesa tanaman adalah berkisar antara 400 mμ atau sinar tampak. Selang panjang gelombang yang menghasilkan cahaya yang dapat dilihat disebut dengan PAR ( Photosynthetically Active radiation ), yaitu sebuah penelitian besarnya absorpsi tanaman ( klorofil ) ternyata setiap panjang gelombang memperlihatkan daya absorpsinya yang berbeda – beda. Perbedaan itu disebabkan oleh Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
74
perbedaan kloropfil yang terdapat pada tanaman, yakni klorofil a ( C 55 H72 O5 N4 Mg ) dan klorofil b ( C55 H70 O6 N4 Mg ). Adaptasi tumbuhan terhadap factor cahaya berbeda – beda. Terdapat dua kelompok masyarakat tumbuhan yang sangat ditentukan oleh banyaknya intensitas cahaya, yaitu tumbuhan yang menyukai cahaya terbuka yang disebut tumbuhan Heliophita dan tumbuhan naungan atau tumbuhan lindung yang disebut tumbuhan Sciophyta. Selain itu terdapat pula tumbuh – tumbuhan yang beradaptasi terhadap lamanya penyinaran ( fotoperiodisitas ) yang akan berpengaruh terhadap proses pembungaan. Diketahui terdapat tiga kelompok tumbuhan berdasarkan respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran/hari ( panjang hari ) yaitu : a. Tumbuhan berhari panjang adalah tumbuhan yang respon berbunga atau proses pembungaannya memerlukan fotoperiodisitas lebih dari 12 jam sehari. b. Tumbuhan
berhari
pendek
adalah
tumbuhan
yang
untuk
proses
pembungaannya membutuhkan penyinaran bila panjang hari kurang dari panjang hari maksimum ( nilai kritis yaitu selama 12 – 14 jam ). c. Tumbuhan netral yaitu tumbuhan berbunga yang tidak dipengaruhi panjang hari. Tumbuhan ini umumnya terdapat di daerah tropika dan dapat berbunga sepanjang tahun. 2. Suhu Suhu sebagai salah satu factor lingkungan selain kelembaban yang merupakan factor penting, yang variabelnya ditentukan oleh factor waktu, musim, garis lintang, ketinggian, kemiringan atau lereng habitat, arah cahaya matahari, tekstur tanah, penutupan vegetasi dan aktivitas manusia. Hubungannya dengan masyarakat tumbuhan karena pengaruhnya secara langsung maupun tidak langsung terhadap berbagai proses kehidupan, misalnya terhadap plasma sel, permeabilitas sel, reaksi biokimia dan fungsi sel, perkecambahan, dan pertumbuhan biji atau laju penyerapan air. Terdapat dua macam pengaruh suhu secara langsung terhadap masyarakat tumbuh – tumbuhan , yaitu pengaruhnya terhadap berbagai proses fisiologi dan pertumbuhan tanaman, dan pengaruhnya terhadap kemampuan hidup tumbuhan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
75
untuk tumbuh di suatu habitat sehingga dapat menentukan sebaran vegetasi di bumi. Ada perbedaan dan variasi jenis tumbuhan di berbagai daerah dalam memperlihatkan respon, toleransi dan adaptasi tumbuhan yang berbeda – beda terhadap suhu lingkungan dan fluktuasinya. Berdasarkan kebutuhan tumbuh – tumbuhan akan tinggi atau rendahnya variabel suhu yang dapat mempengaruhi keberadaan dan kehidupannya, maka dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu : 1. Tumbuhan megathermal, yaitu tumbuhan yang menyukai habitat beriklim panas sepanjang tahun di daerah tropika, misalnya tumbuhan gurun pasir. 2. Tumbuhan mesothermal, yaitu tumbuhan yang menyukai habitat yang suhunya tidak terlalu panas atau terlalu dingin. Tumbuhan ini terdapat di daerah tropika dan subtropika. 3. Tumbuhan mikrothermal, yaitu tumbuhan yang menyukai suhu yang dingin atau suhu rendah. Tumbuhan biasanya tidak mempunyai toleransi terhadap suhu yang tinggi. 4. Tumbuhan hekistothermal, yaitu tumbuhan yang menyukai habitat bersuhu dingin. Tumbuhan semacam ini tidak tahan terhadap lingkungan bersuhu tinggi, tetapi dapat hidup di daerah
yang mempunyai musim dingin yang
panjang. 3. Presipitasi dan Kelembaban Udara Presipitasi dan kelembaban udara sangat berkaitan erat dengan air dan curah hujan sebagai factor lingkungan abiotik. Air merupakan bagian dari sel makhluk hidup dan berperan sebagai system pelarut dalam sel dan merupakan media untuk pengangkutan nutrien yang yang dibutuhkan tumbuh – tumbuhan. Air merupakan senyawa yang unik, dapat berada dalam tiga wujud. Wujud tersebut sangat dipengaruhi oleh factor – factor lingkungan cahaya, suhu dan kelembaban udara. Tumbuh – tumbuhan yang sedang tumbuh cepat, memerlukan air yang lebih banyak dari pada yang terdapat di dalam tubuhnya sendiri. Kecepatan
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
76
kehilangan air bagi tumbuhan sebagian besar ditentukan oleh suhu udara, kelembaban relatif dan gerakan udara. Air yang berasal dari curah hujan ( presipitasi ) adalah hasil dari proses pendinginan udara dari uap air dengan kelembaban tertentu. Presipitasi atau curah hujan yang jatuh di suatu daerah tertentu selama setahun, merupakan factor lingkungan yang sangat penting untuk masyarakat tumbuhan. Karena curah hujan sangat menentukan ketersediaan air untuk pertumbuhan dan berbagai proses vital. Kelembaban udara atmosfer secara langsung dipengaruhi oleh bentuk dan struktur vegetasi yang dapat berpengaruh terhadap proses penguapan. Daya penguapan udara merupakan factor penting untuk kehidupan tumbuhan karena secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi laju kecepatan proses evaporasi dan transpirasi. Daya penguapan udara ditentukan oleh kelembaban relatif udara, yaitu perbandingan antara uap air yang terdapat di udara atmosfer dengan kejenuhan yang diperlukan pada suhu tertentu. Hubungan tumbuh – tumbuhan dengan presipitasi dan kelembaban udara berdasarkan ketersediaan air dan kebutuhan akan air ditentukan oleh curah hujan dan kelembaban udara dan sifat adaptasi tumbuhan, secara ekologis sangat menentukan keberadaan atau kehadiran di habitatnya. Terdapat 3 kelompok tumbuh – tumbuhan berdasarkan kesesuaian habitat dan ketersediaan air, yaitu : 1. Tumbuhan hidrophyta, yaitu tumbuhan yang beradaptasi pada lingkungan perairan
( akuatik ), misalnya padi.
2. Tumbuhan xerophyta, yaitu tumbuhan yang telah beradaptasi untuk tumbuh di lahan kering dengan ketersediaan yang rendah dan terbatas, misalnya pinus merkusii. 3. Tumbuhan mesophyta, yaitu tumbuhan yang hidup di habitat yang ketersediaan airnya tidak berlebeihan atau kekurangan. 4. Udara Udara yang terdapat dalam atmosfer adalah campuran berbagai macam gas yang ada di lapisan atmosfer bumi. Udara atmosfer sangat penting untuk Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
77
kehidupan karena berperan sebagai selimut tebal gas – gas yang diperlukan makhluk hidup ( terutama oksigen ), mencegah fluktuasi atau perubahan suhu yang besar di bumi dan melaksanakan pertukaran udara / gas – ga secara terus menerus antara makhluk hidup dan lingkungannya. Secara langsung udara atmosfer mempengaruhi masyarakat tumbuhan dalam penyediaan CO2 untuk proses fotosintesis dan O2 untuk respirasi. Karbondioksida ( CO2 ) merupakan gas di atmosfer yang penting untuk tumbuh – tumbuhan. Di udara terdapat sekitar 0,03 % atau 1/700 kali daripada banyaknya O2, walaupun demikian gas – gas tersebut terbagi secara merata dalam atmosfer bumi. Karbondioksida diserap oleh tumbuhan hijau dari udara atau dalam air, diikat atau difiksasi dalam proses fotosintesis kemudian dilepas kembali ke udara atau ke dalam air melalui proses respirasi oleh berbagai hewan dan mikroorganisme mikrobiota dalam proses dekomposisi. Pemanfaatan CO2 oleh tumbuh – tumbuhan dipengaruhi oleh intensitas cahaya. pada intensitas cahaya yang tinggi laju kecepatan fotosintesis sangat dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 yang ada, sedangkan respirasi oleh organisme mikrobiota di dalam tanah, termasuk akar tumbuhan dapat menaikan dan menurunkan kadar CO2 dalam tanah. konsentrasi CO2 yang tinggi dapat mengganngu pertumbuhan karena dapat mengurangi penyerapan air dan unsur – unsur hara. Oksigen di udara atmosfer konsentrasinya sangat berfluktuasi, sedangkan karbondioksida
cenderung relatif konstan.
Kadar
O 2 dalam tanah
jika
dibandingkan dengan kadar O2 di udara bebas tergantung dari berbagai factor, seperti kecepatan respirasi mikrobiota dan akar tumbuhan di dalam tanah, ukuran dan jumlah pori tanah, serta drainase tanah. Pengaruh aerasi yang buruk mengakibatkan kadar O2 dalam tanah kurang, hal ini akan mempengaruhi system perakaran tumbuhan pada morfologi atau anatominya, misalnya dinding sel akar relatif menjadi tipis, bulu – bulu akar pada sel epidermis akar menjadi berkurang dan system perakarannya menjadi dangkal. Berbagai proses fisiologi akan terganggu dan menyebabkan respirasi aerobic akan naik, pH cairan turun, penyerapan air dan nutrient oleh akar akan turun pula. Pada bagian tumbuhan di
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
78
atas tanah,
konsentrasi
CO2
yang terlalu
tinggi
dapat menyebabkan
pertumbuhan tajuk ( kanopi ) berkurang. Gerakan massa udara di atmosfer dari daerah yang mempunyai tekanan udara tinggi ke daerah yang mempunyai tekanan udara rendah disebut angin. Adanya angin secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi penyebaran suhu udara, energi panas dan cahaya, merangsang transpirasi, membantu penyerbukan dan penyebaran biji. Gerakan udara sebagai angin secara ekologi dapat merugikan dan menguntungkan masyarakat tumbuhan. Proses transpirasi dan fotosintesis akan naik jika angin tidak terlalu kencang, sebaliknya jika terlalu kencang proses fotosintesis akan berkurang sampai berhenti walaupun proses transpirasi melalui kutikula tetap berlangsung. Dalam hal demikian tumbuhan dapat menjadi layu tetap kemudian mati. Kecepatan angin sebesar 60 km/jam dapat menghambat atau menghentikan proses asimilasi dan jika kecepatan angin diperbesar lagi, tumbuhan tersebut akan layu dan mati.
3. Hubungan Masyarakat Tumbuhan Dengan Makhluk Hidup Lainnya Pada dasarnya di alam tidak ada satu jenis tumbuhan pun yang bebas dari pengaruh tumbuhan dan makhluk hidup lainnya sebagai komponen biotic ekosistem. Sejumlah factor lingkungan, seperti cahaya matahari atau unsur – unsur hara dan nutrient yang tersedia dan diperlukan oleh tumbuhan sering ditentukan oleh kehadiran tumbuhan lain yang ada di sekitarnya. Dalam suatu habitat makhluk hidup, hidup bersama membentuk suatu komunitas masyarakat tumbuhan, juga merupakan bagian dari factor lingkungan bersama – sama hewan atau mikrobiota. Hubungan tersebut dapat berlangsung antara tumbuhan dengan tumbuhan atau antara tumbuhan dengan hewan dan manusia, atau antara tumbuhan dengan mikrobiota. Bentuk hubungan tersebut dapat merupakan hubungan kompetisi, herbivore ( hewan pemakan rumput ), alelopati dan hubungan ketergantungan parasitisme, mikoriza atau epifit, dan lain – lain. Hubungan tumbuhan dengan tumbuhan lainnya dalam suatu masyarakat tumbuhan dapat merupakan hubungan kompetisi atau persaingan untuk Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
79
mendapatkan cahaya matahari, air, nutrient dan unsur hara/mineral, dan ruang. Hubungan persaingan ini biasanya dapat membentuk susunan masyarakat tumbuhan tertentu yang seragam atau dapat membentuk bermacam – macam bentuk hidup, dengan bentuk hidup, banyak dan jumlah individu yang bermacam – macam pula yang telah beradaptasi dengan habitatnya. Persaingan antar tumbuhan akan kebutuhan cahaya matahari tampak pada struktur komunitas tumbuhannya pada stratifikasi pohon. Manusia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masyarakat tumbuhan. Berbagai sumber makanan dan energi yang dihasilkan oleh tumbuh – tumbuhan. Hubungan tumbuhan dengan manusia biasanya terjadi karena manusia melakukan berbagai kegiatan sehingga membentuk hubungan tersebut.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
80
BAB. VI ANALISIS KOMUNITAS TUMBUHAN
1. Pendahuluan Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi tumbuhan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkrit dari semua species tumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi species dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari. Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif. Dengan demikian, dalam deskripsi komunitas tumbuhan dapat dilakukan secara kualitatif dengan parameter kualitatif atau secara kuantitatif dengan parameter kuantitatif. Namun, persoalan yang sangat penting dalam analisis komunitas adalah bagaimana cara mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua species tumbuhan yang menyusun komunitas, parameter kuantitatif dan kualitatif apa saja yang diperlukan, penyajian data, dan interpretasi data, agar dapat mengemukakan komposisi floristic serta sifat – sifat komunitas tumbuhan secara utuh dan menyeluruh.
A. Parameter Kualitatif Dalam Analisis Komunitas Tumbuhan Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan diperlukan parameter kualitatif, hal ini sesuai dengan sifat komunitas tumbuhan itu sendiri bahwa dia memiliki sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Beberapa parameter kualitatif komunitas tumbuhan antara lain : 1. Fisiognomi Fisiognomi adalah penampakan luar dari suatu komunitas tumbuhan yang dapat dideskripsikan berdasarkan kepada penampakan species tumbuhan dominan, penampakan tinggi tumbuhan, dan warna dari tumbuh – tumbuhan yang tampak oleh mata. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
81
2. Fenologi Fenologi adalah perwujudan species pada setiap fase dalam siklus hidupnya. Bentuk dari tetumbuhan berubah – ubah sesuai dengan umurnya, sehingga species yang sama dengan tingkat umur yang berbeda akan membentuk struktur komunitas yang berbeda. Demikian juga untuk species yang berbeda pasti memiliki fenologi yang berbeda, sehingga keanekaragaman species dalam komunitas tumbuhan tersebut. Perbedaan
keanekaragaman species dlam
komunitas tumbuhan menimbulkan perbedaan struktur antara komunitas yang satu dengan yang lainnya. 3. Periodisitas Periodisitas adalah kejadian musiman dari berbagai proses dalam kehidupan tumbuhan. Kejadian musiman pada tumbuhan dapat ditunjukan oleh perwujudan bentuk daun dan ukurannya, masa pembungaan, masa bertunas, dan peluruhan buah dan biji. 4. Stratifikasi Stratifikasi adalah distribusi tetumbuhan dalam ruangan vertical. Semua species tetumbuhan dalam komunitas tidak sama ukurannya, serta secara vertical tidak menempati ruang yang sama. Stratifikasi tetumbuhan di atas tanah berhubungan dengan sifat species tumbuhan untuk memanfaatkan radiasi matahari yang diterima, dan memanfaatkan ruangan menurut keperluan yang berbeda – beda. 5. Kelimpahan Kelimpahan adalah parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi relatif species organisme dalam komunitas. Kelimpahan pada umumnya berhubungan dengan densitas berdasarkan penaksiran kualitatif. Menurut penaksiran kualitatif, kelimpahan dapat dikelompokan menjadi lima : a. Sangat jarang b. Kadang – kadang atau jarang c. Sering atau tidak banyak d. Banyak atau berlimpah – limpah Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
82
e. Sangat banyak atau sangat berlimpah 6. Penyebaran Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan species organisme pada ruang secara horizontal. Penyebaran tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga antara lain random, seragam dan berkelompok.
7. Daya hidup Daya hidup atau vitalitas adalah tingkat keberhasilan tumbuhan untuk hidup dan tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi. Daya hidup akan menentukan setiap species organisme untuk memelihara kedudukannya dalam komunitas. Daya hidup juga sangat membantu meningkatkan kemampuan setiap
species
tumbuhan
dalam
beradaptasi
terhadap
kondisi
tempat
tumbuhnya. Beberapa penulis telah memperkenalkan lima kategori dari daya hidup tetumbuhan, antara lain : a. V1 : tetumbuhan yang berkecambah, tetapi segera mati. b. V2 : tetumbuhan yang tetap hidup setelah berkecambah, tetapi tidak dapat
bereproduksi.
c. V3 : tetumbuhan sedang bereproduksi, tetapi hanya secara vegetative saja. d. V4 : tetumbuhan sedang bereproduksi secara seksual, tetapi sangat kurang e. V5 : tetumbuhan sedang bereproduksi sangat baik secara seksual. 8. Bentuk pertumbuhan Bentuk pertumbuhan adalah penggolongan tetumbuhan menurut bentuk pertumbuhannya,
habitat,
atau
menurut
karakteristik
lainnya.
Bentuk
pertumbuhan yang umum dan mudah disebut misalnya pohon, semak, perdu, herba, dan liana. Bentuk pertumbuhan dikelompokan menjadi lima antara lain sebagai berikut : a. Phanerophytes, golongan tetumbuhan berkayu dan pohon yang tingginya lebih dari 30 cm. b. Chamaephytes, tetumbuhan berkayu dan semak kecil yang tingginya kurang dari 30 cm. c. Hemicryptophytes, tetumbuhan golongan rerumputan dan herba. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
83
d. Cryptophytes, tetumbuhan yang sebagian besar organ pertumbuhannya berada di bawah permukaan tanah atau air. Tipe tumbuhan tersebut meliputi hydrophytes
( memiliki tunas yang berada di bawah permukaan air ),
helophytes ( tumbuhan rawa dan payau dengan rhizome berada di bawah tanah ), geophytes ( tumbuhan daratan dengan rhizome, akar dan umbi berada di bawah tanah ). e. Therophytes, tetumbuhan yang tidak mempunyai organ pertumbuhan khusus, golongan tumbuhan tersebut pada umumnya herba setahun.
B. Parameter Kuantitatif Dalam Analisis Komunitas Tumbuhan Untuk kepentingan dskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam parameter kuantitatif antara lain : densitas, frekuensi dan dominansi. 1. Densitas Densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume. Dengan kata lain, densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang. Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, istilah yang mempunyai arti sama dengan densitas dan sering digunakan adalah kerapatan diberi notasi K. Jumlah individu K= Luas seluruh petak contoh Dengan demikian, densitas species ke – i dapat dihitung sebagai K – i, dan densitas relatif setiap species ke-i terhadap kerapatan total dapat dihitung sebagai KR – i. Jumlah individu untuk species ke – i K–i= Luas seluruh petak contoh Kecepatan species ke – i KR – i =
x 100 % Kerapatan seluruh species
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
84
2. Frekuensi Di dalam ekologi, frekuensi dipergunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu species tertentu terhadap jumlah totyal sampel. Frekuensi species tumbuhan adalah jumlah petak contoh tempat ditemukannya suatu species dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Frekuensi merupakan besarnya intensitas ditemukannya suatu species organisme dalam pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem. Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, frekuensi species ( F ), frekuensi species ke – i ( F – i ) dan frekuensi relatif species ke – i ( FR – i ) dapat dihitung dengan rumus : Jumlah petak contoh ditemukannya suatu species F= Jumlah seluruh petak contoh Jumlah petak contoh ditemukannya suatu species ke – i F–i= Jumlah seluruh petak contoh Frekuensi suatu species ke – i FR – i =
x 100 % Frekuensi seluruh species
Apabila pengamatan dilakukan pada petak - petak contoh, makin banyak petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu species, berarti makin besar frekuensi species tersebut. sebaliknya, jika makin sedikit petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu species, makin kecil frekuensi species tersebut. dengan demikian, sesungguhnya frekuensi tersebut dapat menggambarkan tingkat penyebaran species dalam habitat yang dipelajari, meskipun belum dapat menggambarkan tentang pola penyebarannya. Species organisme yang penyebarannya luas akan memiliki nilai frekuensi perjumpaan yang besar. 3. Luas Penutupan Luas penutupan ( coverage ) adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh species tumbuhan dengan luas total habitat. Luas penutupan dapat
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
85
dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar ( luas basal area ). Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, luas penutupan species ( C ), luas penutupan species ke – i ( C – i ) dan luas penutupan relatif species ke – i ( CR – i ) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : a. Jika berdasarkan luas penutupan tajuk, maka : Luas penutupan tajuk C = Luas seluruh petak contoh Total luas penutupan tajuk species ke – i C–i= Luas seluruh petak contoh b. Jika berdasarkan luas basal area atau luas bidang dasar, maka : Luas basal area C= Luas seluruh petak contoh Total luas basal area species ke – i C–i= Luas seluruh petak contoh Penutupan species ke – i CR – i =
x 100 % Penutupan seluruh species
4. Indeks Nilai Penting Indeks nilai penting ( importance value index ) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi ( tingkat penguasaan ) species – species dalam suatu komunitas tumbuhan. Species – species yang dominan ( yang berkuasa ) dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga species yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling besar.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
86
Mengingat parameter – parameter terdahulu seperti kerapatan, frekuensi, dan luas penutupan tidak dapat digunakan satu demi satu untuk menunjukan kedudukan relatif species dalam suatu komunitas, maka Curtis dan Mc. Intosh ( 1950 dalam Gopal dan Bhardwaj, 1979 ) telah mengusulkan sebuah indeks yang disebut indeks nilai penting ( INP ) sebagai jumlah dari kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan luas penutupan relatif. Dengan demikian, indeks nilai penting ( INP ) dan indeks nilai penting untuk species ke – i ( INP – i ) dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut : INP = KR + FR + CR INP – i = KR – i + FR – i + CR – i 5. Summed Dominance Ratio Summed Dominance Ratio atau perbandingan nilai penting ( SDR ) adalah parameter yang identik dengan indeks nilai penting. Oleh karena itu, SDR juga dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi
species – species dalam suatu
komunitas tumbuhan. Species – species yang dominan dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki SDR yang tinggi, sehingga species yang paling dominan tentu saja memiliki SDR yang paling besar. Summed Dominance Ratio menjadi parameter yang lebih sederhana karena besaran tersebut diperoleh dengan cara membagi indeks nilai penting dengan jumlah parameter yang menyusunnya. INP SDR = 3 6. Indeks Dominansi Indeks dominansi ( index of dominance ) adalah parameter yang menyatakan tingkat terpusatnya dominansi ( penguasaan ) species dalam suatu komunitas. Penguasaan atau dominansi species dalam komunitas bisa terpusat pada satu species, beberapa species, atau pada banyak species yang dapat diperkirakan dari tinggi rendahnya indeks dominansi ( ID ). ID = Σ ( n.i / N )2 Keterangan : Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
87
ID = indeks dominansi n.i = nilai penting tiap species ke – i N = total nilai penting Apabila nilai ID tinggi, maka dominansi ( penguasaan ) terpusat ( terdapat ) pada satu species. Tetapi apabila nilai ID rendah, maka dominansi tertpusat ( terdapat ) pada beberapa species. 7. Indeks Keanekaragaman Keanekaragaman species
merupakan
cirri
tingkatan
komunitas
berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman species dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Keanekaragaman species juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen – komponennya. Keanekaragaman yang tinggi menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi species yang terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi. Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman species yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak species. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman species yang rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit species dan jika hanya ada sedikit saja species yang dominan. Untuk memprakirakan keanekaragaman species ada beberapa indeks keanekaragaman yang dapat dipilih untuk dipakai dalam analisis komunitas, antara lain : a. Indeks Shannon atau Shannon index of general diversity ( H ) H = - Σ {( n.i / N ) log ( n.i / N ) } Keterangan : H = indeks Shannon = indeks keanekaragaman Shannon n.i = nilai penting dari setiap species Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
88
N = total nilai penting b. Indeks Margalef ( d ) (s–1) d= log N Keterangan : d = indeks Margalef s = jumlah species N = jumlah individu c. Indeks Simpson atau Simpson of diversity ( D ) s
D = I – Σ ( P – i )2 i=1
Keterangan : D = indeks Simpson P-i = propoesi species ke – i dlam komunitas s = jumlah species 8. Indeks Kesamaan Indeks kesamaan
atau index of similarity ( IS ) kadang – kadanmg
diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antara beberapa tegakan, antara beberapa unit sampling, atau antara beberapa komunitas yang dipelajari dan dibandingkan komposisi dan struktur komunitasnya. Oleh karena itu, besar kecilnya indeks kesamaan tersebut, menggambarkan tingkat kesamaan komposisi species dan struktur dari dua komunitas, atau tegakan, atau unit sampling yang dibandingkan. Untuk mengetahui besarnya indeks kesamaan dapat dipergunakan rumus sebagai berikut : 2C IS = A+B Keterangan : Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
89
IS = indeks kesamaan C = jumlah species yang sama dan terdapat pada kedua komunitas A = jumlah species di dalam komunitas A B = jumlah species di dalam komunitas B Indeks kesamaan juga dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : 2W IS = a+b Keterangan : IS = indeks kesamaan W = jumlah nilai penting yang lebih kecil atau sama dari dua species berpasangan, yang ditemukan pada dua komunitas a = total nilai penting dari komunitas A, atau tegakan A, atau unit sampling A b = total nilai penting dari komunitas B, atau tegakan B, atau unit sampling B 9. Homogenitas Suatu Komunitas Homogen tidaknya suatu komunitas tumbuhan dapat ditentukan dengan menggunakan “ Hukum Frekuensi “ ( Laws of frequency ). Frekuensi dapat menunjukan homogenitas dan penyebaran dari individu – individu species dalam komunitas. Untuk mengetahui homogenitas suatu komunitas, nilai frekuensi tiap species dikelompokan ke dalam lima kelas sebagai berikut : a. Kelas A, yaitu species – species yang mempunyai frekuensi 1 – 20 % b. Kelas B, yaitu species – species yang mempunyai frekuensi 21 – 40 % c. Kelas C, yaitu species – species yang mempunyai frekuensi 41 – 60 % d. Kelas D, yaitu species – species yang mempunyai frekuensi 61 – 80 % e. Kelas E, yaitu species – species yang mempunyai frekuensi 81 – 100 % Berdasarkan hukum frekuensi Raunkiaer dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Jika A > B > C > = < D < E, maka species – species yang menyusun komunitas tumbuhan bertdistribusi normal.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
90
b. Jika E > D, sedangkan A, B, dan C rendah, maka kondisi komunitas tumbuhan homogeny. c. Jika E < D, sedangkan A, B, dan C rendah, maka kondisi komunitas tumbuhan terganggu. d. Jika B, C, dan D tinggi, maka kondisi komunitas tumbuhan heterogen.
C. Metode Pengambilan Contoh Untuk Analisis Komunitas Tumbuhan Pengambilan contoh untuk analisis komunitas tumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan metode petak ( plot ), metode jalur, ataupun metode kuadran. 1. Metode Petak Metode petak merupakan prosedur yang paling umum digunakan untuk pengambilan contoh berbagai tipe organisme termasuk komunitas tumbuhan. Petak yang digunakan dapat berbentuk segi empat, persegi, atau lingkaran. Disamping itu, untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan dapat digunakan petak tunggal atau petak ganda. a. Petak tunggal Di dalam metode petak tunggal, hanya dibuat satu petak contoh dengan ukuran tertentu yang mewakili suatu tegakan hutan atau suatu komunitas tumbuhan. Ukuran minimum petak contoh dapat ditentukan menggunakan kurva species area. Luas minimum petak contoh itu ditetapkan dengan dasar bahwa penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah species lebih dari 5 %. Pada metode ini tidak perlu dihitung frekuensi dan frekuensi relatif karena hanya ada satu petak contoh dalam analisis vegetasinya, sehingga INP diperoleh dari penjumlahan kerapatan relatif dan penutupan relatif.
b. Petak ganda Pengambilan contoh vegetasi pada metode petak ganda dilakukan dengan menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata pada areal yang dipelajari, dan peletakan petak contoh sebaiknya secara sistematik. Ukuran Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
91
tiap petak contoh disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan bentuk tumbuhannya. Ukuran petak contoh untuk pohon dewasa adalah 20 m x 20 m, fase tiang adalah 10 m x 10 m, fase pancang adalah 5 m x 5 m, dan untuk fase semai serta tumbuhan bawah menggunakana petak contoh berukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 2 m.
Secara acak
secara sistematis
Gambar : Desain petak – petak contoh di lapangan dengan metode petak ganda Pada metode petak ganda semua parameter kuantitatif dapat dihitung menggunakan rumus – rumus seperti yang telah diuraikan di atas. 2. Metode Jalur Metode jalur merupakan metode yang paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi, dan elevasi. Jalur – jalur contoh dibuat memotong garis kontur ( garis tinggi/garis topografi ) dan sejajar satu dengan lainnya. Bentuk dan ukuran petak – petak pengamatan serta peletakannya pada setiap garis rintis dapat dilihat pada gambar berikut :
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
92
Gambar : Desain petak – petak contoh di lapangan dengan metode jalur B C A
Arah rintis
Keterangan : Jalur A = lebar 20 m dengan petak – petak berukuran 20 m x 20 m untuk pengamatan pohon. Jalur B = lebar 10 m dengan petak – petak berukuran 10 m x 10 m untuk pengamatan poles dan sampling. Jalur C = lebar 2 m dengan petak – petak berukuran 2 m x 2 m atau 2 m x 5 m untuk pengamatan seedling dan tumbuhan bawah. Pada metode jalur seperti ini, semua parameter kuantitatif dapat dihitung menggunakan rumus seperti yang telah diuraikan di atas. 3. Metode Garis Petak Metode ini dianggap sebagai modifikasi dari metode petak ganda atau metode jalur, yaitu dengan cara melompati satu atau lebih petak – petak dalam jalur, sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak – petak pada jarak tertentu yang sama. Semua parameter kuantitatif dapat dihitung dengan menggunakan rumus seperti yang telah diuraikan di atas. Bentuk dan ukuran petak – petak pengamatan serta peletakannya pada setiap garis rintis dapat dilihat pada gambar berikut :
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
93
Gambar : Desain petak – petak contoh di lapangan dengan metode garis berpetak
A D
Arah
rintis C B
Keterangan : Petak A = petak berukuran 20 m x 20 m untuk pengamatan pohon Petak B = petak berukuran 10 m x 10 m untuk pengamatan poles Petak C = petak berukuran 5 m x 5 m untuk pengamatan sapling Petak D = petak berukuran 2 m x 2 m untuk pengamatan seedling dan tumbuhan bawah 4. Metode Kombinasi Metode kombinasi yang dimaksudkan adalah kombinasi antara metode jalur dan garis berpetak. Di dalam metode tersebut, risalah pohon dilakukan dengan metode jalur, yaitu pada jalur – jalur yang lebarnya 20 m, sedangkan untuk fase pemudaan ( poles, sapling, dan seedling ), serta tumbuhan bawah digunakan metode garis berpetak. Untuk lebih jelasnya, bentuk dan ukuran petak – petak pengamatan, serta peletakannya dapat dilihat pada gambar berikut :
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
94
Gambar : Desain petak – petak contoh di lapangan dengan metode kombinasi
A D
Arah
rintis C B
Keterangan : Petak A = petak berukuran 20 m x 20 m untuk pengamatan pohon Petak B = petak berukuran 10 m x 10 m untuk pengamatan poles Petak C = petak berukuran 5 m x 5 m untuk pengamatan sapling Petak D = petak berukuran 2 m x 2 m untuk pengamatan seedling dan tumbuhan bawah 5. Metode Kuadran Metode kuadran umumnya dipergunakan untuk pengambilan contoh vegetasi tumbuhan jika hanya vegetasi fase pohon yang menjadi objek kajiannya. Metode itu mudah dikerjakan, dan lebih cepat jika akan dipergunakan untuk mengetahui komposisi jenis, tingkat dominansi, dan menaksir volume pohon. Syarat penerapan metode kuadran adalah distribusi pohon yang akan diteliti harus acak. Dengan kata lain, bahwa metode ini kurang tepat dipergunakan jika populasi pohon berdistribusi mengelompok atau seragam. Metode kuadran atau metode titik pusat kuadran merupakan metode sampling tanpa petak contoh yang dapat dilakukan secara efisien karena dalam pelaksanaannya di lapangan tidak memerlukan waktu lama dan mudah dikerjakan. Di dalam metode kuadran, pada setiap titik pengukuran dibuat garis absis dan ordinat khayalan, sehingga pada setiap titik pengukuran terdapat empat Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
95
buah kuadran. Pilih satu pohon disetiap kuadran yang letaknya paling dekat dengan titik pengukuran dan ukur jarak dari masing – masing pohon ke titik pengukuran. Perlu diperhatikan bahwa pengukuran dimensi pohon hanya dilakukan terhadap keempat pohon yang terpilih pada tiap – tiap kuadran. Desain titik pengukuran dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar : Desain titik pengukuran dan letak pohonyang diukur dengan metode kuadran
d1
d5
d4
d8
Arah rintis d3
d2
d6
d7
Dari hasil pengukuran tersebut kemudian dihitung besaran – besaran sebagai berikut : a. Jarak rata – rata individu pohon ke titik pengukuran ( d ) d1 + d2 + d3 + d4 + … + dn d= n keterangan : d1, d2, d3, … , dn = jarak masing – masing pohon ke titik pengukuran n = banyaknya pohon d = jaraka rata – rata individu pohon ke titik pengukuran
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
96
b. Kerapatan seluruh species ( K ) Luas area K=
( jarak rata – rata pohon )2
c. Kerapatan seluruh species per hektar ( K ) 10. 000 m2 K=
( jarak rata – rata pohon )2
d. erapatan relatif suatu species ( KR ) Jumlah individu suatu species KR =
x 100 % Jumlah individu semua species pohon
e. Kerapatan suatu species ( K – i ) KR x K K–i = 100 f. Penutupan suatu species ( C ) C = ( K – i ) x ( rata – rata penutupan species ) g. Penutupan relatif suatu jenis ( CR ) Penutupan suatu species CR =
x 100 % Penutupan seluruh species
h. Frekuensi suatu species ( F ) Jumlah titik ditemukannya suatu species F= Jumlah seluruh titik pengukuran i. Frekuensi relatif ( FR ) Frekuensi suatu species FR =
x 100 % Frekuensi seluruh species
j. Indeks nilai penting ( INP ) INP = KR + CR + FR k. Summed dominance ratio ( SDR ) INP SDR = 3 Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
97
BAB. VII ADAPTASI TUMBUHAN 1. Pendahuluan Dalam suatu ekosistem, berbagai kelompok makhluk hidup mempunyai perbedaan dalam bentuk, ukuran, dan kebutuhan hidupnya sebgai bagian integral dari lingkungan hidupnya secara keseluruhan. Interaksi antara makhluk hidup
dengan
habitat
dan
lingkungan
fisiknya
pada
umumnya
akan
memanfaatkan habitat dan lingkungan tersebut sebagai tempat tinggal atau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti untuk memperoleh air, udara, makanan, nutrient dan sebagainya. Sebaliknya kegiatan makhluk hidup akan mempengaruhi berbagai komponen biotic dan komponen abiotik di sekitarnya, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Dalam interaksi tersebut tumbuh – tumbuhan dan makhluk hidup lainnya akan bereaksi dan menanggapi berbagai rangsangan ( stimulus ) pengaruh factor ekologi tertentu dari lingkungannya. Reaksi interaksi tersebut dapat diketahui dari berbagai perubahan dan modifikasi secara structural ( anatomi dan morfologi ), fungsional
( fisiologi ), atau secara genetic sebagai antisipasi
adaptasi terhadap perubahan fisik, kimia atau kondisi habitatnya. Secara umum adaptasi merupakan suatu reaksi penyesuaian diri dari makhluk hidup terhadap suatu stimulus terhadap dirinya. Suatu gambaran, keadaan, atau perilaku dari reaksi makhluk hidup ( sebagian atau seluruh bagian tubuhnya ) yang dapat menunjukan kehadiran atau kemampuan menyesuaikan diri terhadap berbagai pengaruh factor lingkungan dinamakan adaptasi. Reaksi suatu masyarakat tumbuh – tumbuhan ( dalam tingkatan individu, populasi, maupun komunitas ) untuk dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai factor biotic dan abiotik di lingkungan hidupnya semaksimal mungkin disebut perilaku adaptasi ( individu, populasi atau komunitas ) tumbuhan tersebut.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
98
A. Konsep Dasar Tentang Adaptasi Dalam lingkungan biosfer tempat hidup organisme tersebar sesuai dengan kondisi habitat dan lingkungannya, mulai dari lingkungan perairan, dataran rendah, pegunungan, gurun pasir sampai lautan atau daerah kutub yang tertutup es. Kunci dari hubungan antara keanekaragaman habitat dengan jenis tumbuh – tumbuhan dan biota lainnya adalah adaptasi. Menurut Yatim ( 1999 ), “ adaptasi adalah sifat makhluk hidup untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan hidupnya “. Adaptasi dapat pula berarti sebagai suatu proses penyesuaian diri makhluk hidup dengan lingkungannya atau dengan
cara
hidupnya
sehingga
dapat
terus
menerus
mempertahankan
kehadirannya. Menurut Mc Naughton dan Wolf ( 1998 ) yang dimaksud dengan adaptasi adalah
“ suatu proses evolusi sehingga organisme menjadi lebih
mampu hidup dalam suatu kondisi lingkungan yang ada atau suatu sifat turun temurun ( herediter ) yang ditentukan secara genetic sehingga eksistensi organisme tersebut menjadi lebih baik “. Dengan kata lain adaptasi adalah suatu proses evolusi yang menyebabkan organisme mampu hidup lebih baik di bawah kondisi lingkungan dan sifat genetic tertentu yang menyebabkan organisme menjadi lebih mampu untuk bertahan hidup. Proses lain yang berhubungan dengan proses adaptasi tetapi tidak bersifat genetis adalah aklimatisasi dan aklimasi. Aklimasi adalah modifikasi sifat – sifat fenotip organisme yang disebabkan oleh pengaruh factor lingkungan. Sedangkan Aklimatisasi adalah penyesuaian diri terhadap iklim. Dalam adaptasi sifat fenotip yang tampak adalah sebagai hasil interaksi dan pengaruh lingkungan terhadap makhluk hidup yang merupakan modifikasi dan ekspresi gen terhadap pengaruh lingkungannya. Adanya interaksi antara organisme dengan factor – factor ekologi, dalam proses evolusi suatu jenis tumbuh – tumbuhan kadang – kadang dapat berhasil dan hasilnya tidak tergantung pada berapa lama tumbuhan dapat bertahan hidup dan mempertahankan keberadaannya ( eksistensinya ), atau berapa banyak sumber daya yang dapat diperoleh tumbuhan tersebut, tetapi lebih ditekankan pada berapa banyak gen – gen yang diturunkan individu kepada generasi berikutnya. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
99
Menurut hal tersebut, proses adaptasi berhubungan erat dengan bagaimana tumbuhan dapat berinteraksi dengan lingkungannya yang dapat mempengaruhi potensi repeoduksi secara genotip dan kemudian ditampilkan dalam wujud fenotipnya. Tumbuh – tumbuhan dan makhluk hidup lainnya, pada dasarnya cenderung akan musnah atau mengalami kematian sepanjang sejarah kehidupannya jika tidak dapat beradaptasi dengan lingkungannya. dalam arti organisme tersebut harus mampu secara terus menerus bereaksi dan menanggapi berbagai perubahan factor lingkungan secara fisik atau kimia, dengan beradaptasi terhadap kondisi habitat dan perubahan iklim, bersaing ( berkompetisi ) dalam mencari habitat, sumber air, nutrient dan unsur hara dan mencari mangsa. Suatu proses adaptasi pada tumbuh – tumbuhan umumnya akan dimulai dengan melakukan respon atau memberikan tanggapan terhadap pengaruh satu factor atau beberapa factor ekologi di habitat atau tempat hidupnya. Tumbuhan akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika toleran terhadap pengaruh lingkungan dan dapat menyesuaikan diri dengan factor tersebut. bila kondisi lingkungan kurang atau tidak sesuai, tumbuhan tersebut akan berusaha bereaksi terhadap factor lingkungannya sesuai dengan kemampuan dan toleransinya yang dapat bersifat sempit ( steno ) atau luas ( euri ). Selanjutnya tumbuhan akan berusaha menyesuaikan diri dengan melakukan berbagai perubahan dan modifikasi organ tubuhnya ( sebagian atau seluruhnya ) secara structural ( anataomi dan morfologi ) atau secara fungsional
( fisiologi ) dan
perilakunya. Dalam perkembangan dan proses evolusi selanjutnya proses adaptasi dapat menurun ( secara genetis ) jika tumbuhan tersebut tidak toleran dan tidak dapat beradaptasi dengan keadaan lingkungan tersebut biasanya tumbuhan itu akan mati atau punah dan kehilangan eksistensinya. Menurut Turreson, berbagai jenis tumbuhan, di dalam suatu populasi atau komunitas tumbuhan yang terdapat di suatu tempat, dapat mempunyai berbagai perbedaan structural atau fungsional yang mencolok sesuai dengan kemampuan adaptasinya. Misalnya populasi tumbuh – tumbuhan yang hidup di tepi pantai, biasanya tumbuh merunduk, sedangkan populasi daratan dari species yang sama tumbuhnya tegak. Pada populasi tumbuhan pantai yang dipengaruhi oleh angin Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
100
pantai, percikan garam dan pergeseran pasir, biasanya mempunyai penampilan structural yang berbeda – beda. Perbedaan tersebut adalah sebagai hasil adaptasi atau aklimasi tumbuhan terhadap kondisi lingkungannya. Menurut Misra ( 1980 ) terdapat beberapa jenis adaptasi dan penyebabnya antara lain : 1. Adaptasi yang disebabkan oleh ketersediaan air, kebutuhannya dan batas toleransinya. 2. Adaptasi dalam hubungannya dengan habitat atau factor tanah. 3. Adaptasi yang disebabkan oleh api. 4. Adaptasi yang dipengaruhi oleh cahaya. 5. Adaptasi yang disebabkan oleh udara dan angin. 6. Adaptasi yang dipengaruhi oleh factor – factor biotic. Berdasarkan ketersediaan air, kebutuhan akan air dan batas toleransi terhadap hal tersebut, terdapat tiga macam tumbuhan yang beradaptasi terhadap keadaan tersebut, yaitu tumbuhan hidrofit, tumbuhan xerofit dan tumbuhan mesofit.
B. Kelompok Adaptasi Vegetasi Banyak sifat – sifat tumbuhan yang dapat meniadakan atau mengurangi pengaruh kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi dan mengganggu dirinya terhadap individu, populasi atau komunitas tumbuh – tumbuhan melalui berbagai proses adaptasi. Melalui perubahan – perubahan structural, fungsional dan sifat menurun, proses kehidupan dan keberadaan ( eksistensi ), tumbuhan dapat berlangsung dan dapat dipertahankan kehadiran serta sebaran geografi di habitatnya. Modifikasi dalam proses adaptasi untuk tumbuhan tinggi terutama untuk melibatkan bagian – bagian vegetative yang meliputi akar, batang dan daun; atau bagian reproduktif seperti pada bagian – bagian bunga dan sifat – sifat pemencaran biji. Warming pada tahun 1895, adalah ilmuwan yang pertama kali menyadari bahwa factor ekologi menjadi factor pembatas atau factor yang dapat Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
101
mengontrol dan menentukan berbagai proses adaptasi tumbuhan. Warming juga mengelompokan tumbuh – tumbuhan ke dalam beberapa kelompok ekologi berdasarkan pengaruh keadaan habitat atau substrat air, salinitas, atau keasaman tanah atau lingkungannya. Masyarakat tumbuhan yang beradaptasi terhadap tanah atau habitat sebagai tempat tumbuh dapat dikelompokan menjadi 5 kelompok, yaitu : 1. Oksilofita ( Oxylophyta ) = tumbuhan yang tumbuh di lingkungan habitat asam 2. Heliofita
(
heliophyta
habitat
)
=
tumbuhan
yang
tumbuh
di
lingkungan
mengandung garam
3. Psamofita ( Psammophyta ) = tumbuhan yang hidup di tanah berpasir 4. Khasmofita ( Chasmophyta ) = tumbuhan yang tumbuh di celah – celah batu. 5. Litofita ( Lithophyta ) = tumbuhan yang tumbuh di tanah berbatu – batu. Berdasarkan kebutuhan akan air dan sifat – sifat tanah sebagia habitatnya, para ahli membagi kelompok tumbuhan menjadi tumbuhan hidrofit, xerofit, mesofit, epifit, halofit dan tumbuhan mangrove.
1. Tumbuhan Hidrofit Tumbuhan hidrofita adalah tumbuhan yang tumbuh di tempat habitat yang basah atau tumbuh di air, sebagian atau seluruhnya. Jenis tumbuhan yang hidup di dalam atau dekat air disebut pula tumbuhan akuatik. Lingkungan akuatik memiliki kecenderungan fluktuasi kondisi perairan yang relatif stabil, tersedia nutrient yang larut dalam air, kadar oksigen terlarut dan penetrasi cahaya yang makin berkurang dengan makin dalamnya perairan. Semua factor – factor tersebut akan mempengaruhi adaptasi dan pertumbuhan tumbuhan akuatik. Untuk tumbuhan akuatik berbagai proses fisiologi seperti fotosintesis, respirasi, absorpsi unsur – unsur hara dan nutrient, pertumbuhan dan proses metabolisme lainnya sangat dipengaruhi kondisi perairannya. Berdasarkan hubungannya dengan lingkungan air dan udara, tumbuhan hidrofit dapat dibagi menjadi 3 kelompok tumbuhan akuatik, yaitu : Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
102
1. Tumbuhan hidrofita yang tumbuh di bawah permukaan air ( submerged hydrophytes ). Tumbuhan ini berada dan hidup di bawah permukaan air, tanpa hubungan langsung dengan atmosfer. Contohnya : Hydrilla sp. 2. Tumbuhan hidrofita yang tumbuhnya terapung ( floating hydrophytes ), yaitu tumbuhan yang terapung di permukaan air atau sedikit di bawah permukaan air dan tumbuhnya berhubungan langsung dengan air dan lingkungan atmosfer, dengan akar tumbuhan yang tidak terbenam atau mengakar di tanah. Tumbuhan ini dapat dikelompokan lagi menjadi : Tumbuhan hidrofita yang tumbuh terapung bebas. Tumbuhan jenis ini terapung bebas di permukaan air tetapi tidak berakar di dalam lumpur. 3. Tumbuhan hidrofita yang bersifat amfibi ( amphibious hydrophytes ). Tumbuhan yang beradaptasi pada lingkungan akuatik dan lingkungan terestris. Jenis – jenis tumbuhan ini tumbuh diperairan dangkal atau perairan yang berlumpur. Bagian tumbuhan yang terdapat di permukaan air ( udara ) kadang – kadang memperlihatkan sifat – sifat tumbuhan mesofit atau xerofit, sedangkan bagian yang terendam air atau tenggelam memperlihatkan ciri – cirri tumbuhan hidrofit sejati. Contohnya : Oryza sativa. Tumbuhan ampibi yang batangnya terdapat di permukaan air atau tanah, tetapi akarnya tetap terbenam di dalam rawa atau tanah yang terendam air sebagai tumbuhan rawa. Misalnya : Cyperus sp. Dalam lingkungan akuatik tumbuh – tumbuhan yang hidup, tumbuh dan berkembang di habitat tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa factor ekologi seperti suhu air, konsentrasi tekanan osmotic perairan dan toksisitas air.
Adaptasi Tumbuhan Hidrofit Lingkungan akuatik pada umumnya hampir seragam sehingga vegetasi hidrofita dalam melakukan adaptasi, modifikasi dan perubahan organ tubuh terhadap kondisi lingkungannya juga tidak terlalu banyak. Kebanyakan adaptasi tumbuhan hidrofita merupakan modifikasi secara morfologi, anatomi dan fisiologi dengan cirri – cir sebagai berikut :
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
103
a. Adaptasi Morfologi 1. Akar Tumbuhan akuatik memiliki akar yang berkembang kurang baik : a. Bagian akar yang berhubungan langsung dengan air berperan sebagai permukaan yang berguna untuk menyerap air, unsur hara dan mineral. b. Akar pada tumbuhan akuatik yang terapung miskin akan bulu akar. c. Beberapa perairannya
vegetasi melalui
hidrofita
berakar
permukaan
memperoleh
tubuhnya,
tetapi
makanan sebagian
dari besar
tergantung pada akarnya yang berada dalam tanah untuk memperoleh unsur – unsur mineral. d. Beberapa tumbuhan akuatik kadang – kadang tidak mempunyai akar karena hidup terapung atau melayang dalam air, seperti pada tumbuhan Azolla pinnata. e. Pada tumbuhan Jussiea sp. Berkembang dua macam akar. Akar yang tumbuh di permukaan air adalah akar normal, tetapi jika tumbuh di dalam air akarnya akan mempunyai sifat “ negative geotrophic “ dengan bagian akar yang mengandung jaringan spon. f. Akar terapung membantu tumbuhan akuatik selalu pada posisi terapung. 2. Batang Pada umumnya batang tumbuhan akuatik bersifat lunak, berwarna hijau atau kuning. Pada keadaan tertentu batangnya akan bermodifikasi menjadi rhizome. 3. Daun a. Tumbuhan akuatik pada umumnya berbulu, berdaun bulat, berwarna hijau pucat atau hijau gelap, dengan permukaan daun bagian atasnya yang berhubungan bebas dengan atmosfer dan bagian bawahnya bersentuhan atau terendam air. b. Daunnya
sering
mempunyai
sifat
heterofili.
Tumbuhan
akuatik
mengembangkan dua macam bentuk daun yang berada di atas permukaan air.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
104
c. Sifat heterofili yang berkaitan dengan sifat fisiologi biasanya mempunyai karakteristik : 1. Akan mengurangi jumlah proses transpirasi. 2. Daun yang lebar yang berada di atas air akan menaungi daun yang terendam yang telah beradaptasi terhadap intensitas cahaya yang rendah. 3. Tumbuhan akuatik kurang menunjukan respon terhadap kekeringan karena pengurangan air dapat dikompensasi oleh daun yang terendam air. 4. Tumbuhan akuatik banyak memiliki variasi dalam bentuk hidup dan habitatnya. 5. Tumbuhan akuatik yang berdaun lebar yang berada di atas permukaan air mempunyai peranan untuk transpirasi secara aktif dan mengatur tekanan hidrostatis di dalam tubuhnya. d. Daun
tumbuhan
akuatik
yang
terapung
bebas,
bentuk
dan
tekstur
permukaannya lebih halus dan sering dilindungi oleh lapisan lilin yang berfungsi sebagai pelindung dari pengaruh fisik dan zat kimia, serta untuk mencegah stomata tersumbat. Daun yang terendam biasanya bentuknya lebih kecil dan telah beradaptasi terhadap aliran air. e. Tumbuhan air umumnya berproduksi secara vegetative, penyerbukan dan dispersal dilakukan oleh media air dengan buah dan biji yang ringan sehingga mudah terapung. b. Adaptasi Anatomi Pada tumbuhan hidrofit anatomi berperan sebagai : 1. Pengurangan terhadap struktur pelindung, seperti tidak terdapatnya lapisan kutikula karena lapisan epidermis berfungsi untuk penyerapan air, mineral, gas secara langsung dari lingkungan perairan. Selain itu sel – sel epidermis mengandung klorofil untuk proses fotosintesis dan lapisan hypodermis biasanya kurang berkembang. 2. Peningkatan aerasi. Stomata tidak dijumpai pada daun yang terendam air. Pada tumbuhan terapung stomata berkembang dengan jumlah terbatas di permukaan daun bagian atas.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
105
3. Pengurangan jaringan mekanik dan jaringan pengangkutan. Pada tumbuhan akuatik jaringan mekanik kadang – kadang tidak terdapat atau kalau ada jumlahnya sedikit sekali. Jaringan ini berkembang dalam korteks pada bagian tubuh yang berhubungan dengan atmosfer. 4. Penyerapan air dan garam – garam biogenic pada bagian tumbuhan yang terendam dan dilakukan oleh jaringan pembuluh pada dasarnya tidak diperlukan, sebab bahan – bahan tersebut secara langsung dapat diperoleh. Karena itu pembuluh kayu ( xylem ) maupun pembuluh tapis ( floem ) tidak berkembang dengan baik dan cenderung menjadi kumpulan jaringan yang tumbuh berkembang berkelompok ke arah pusat. C. Tumbuhan Xerofit Tumbuhan xerofit merupakan tumbuhan yang hidup dan tumbuh berkembang di daerah yang habitatnya kering ( Xeric ). Habitat xerofit merupakan habitat yang ketersediaan airnya terbatas atau kurang. Dalam kaitannya dengan ketersediaan air, terdapat 3 tipe habitat xeric, yaitu : 1. Habitat xeric yang secara fisik sifatnya kering. Terdapat pada wilayah yang kapasitas menahan air tanah cenderung rendah dan terdapat di daerah beriklim kering, seperti gurun pasir, permukaan batuan atau lahan kritis. 2. Habitat xeric yang secara fisiologis sifatnya kering. Terdapat pada daerah yang airnya banyak atau melimpah, tetapi air tersebut sulit diserap oleh tumbuh – tumbuhan karena salinitasnya terlalu tinggi, terlalu dingin atau terlalu asam. 3. Habitat xeric yang secara fisik dan fisiologis keadaannya kering atau kekurangan air, misalnya kawasan di lereng gunung. Xerofit adalah tumbuhan yang mempunyai karakteristik yang dapat hidup di gurun atau semi gurun. Walaupun demikian, tumbuhan jenis ini dapat tumbuh pada kondisi mesofitik yang ketersediaan airnya sedikit. Tumbuhan xerofit dapat beradaptasi pada keadaan atau kondisi kering, kelembaban rendah dan suhu tinggi. Jika tumbuhan ini hidup pada kondisi yang kurang sesuai maka tumbuhan tersebut akan mengembangkan suatu sifat atau karakteristik fisiologi dan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
106
struktur khusus dengan memodifikasi organ – organ tubuhnya yang berfungsi untuk : 1. Mengabsorbsi air sebanyak mungkin dari lingkungannya. 2. Menahan air pada organ tubuhnya untuk periode waktu yang lama 3. Mengurangi transpirasi seminimal mungkin 4. Mengatur dan mengontrol konsumsi air Berdasarkan ketahanannya terhadap factor kekeringan, tumbuhan xerofit dapat dikelompokan menjadi beberapa kelompok, yaitu : 1. Tumbuhan xerofit yang menghindar terhadap kekeringan. Cirri – cirinya : mempunyai siklus hidup yang pendek, selama periode yang kering tumbuhan akan berada pada fase buah dan biji yang mempunyai perikarp yang keras, dan dalam kondisi yang memungkinkan biji berkecambah dengan siklus hidup yang pendek, atau biji masak sebelum musim kering yang ekstrim. 2. Tumbuhan xerofit yang tahan menderita kekeringan. Tumbuhan yang termasuk golongan ini biasanya mempunyai ukuran tubuh kecil, dengan kapasitas toleransi dan dapat tumbuh menderita dengan kekeringan yang tinggi. 3. Tumbuhan xerofit yang tahan terhadap kekeringan. Pada umumnya tumbuhan yang termasuk dalam kelompok ini akan membentuk dan memodifikasi organ – organ tubuh yang adaptif terhadap kondisi kekeringan yang ekstrim, misalnya organ untuk penyimpan air. Tumbuhan xerofit pada umumnya tumbuh pada habitat yang berbedabeda, seperti pada tanah yang berbatu-batu, gurun atau padang pasir dan kerikil atau tanah marginal atau tanah kritis, dan kelompok tumbuh – tumbuhannya disebut tumbuhan litofita ( lithophyta ), psammofita ( psammophyta ) atau eremofita ( eremophyta ). Tumbuhan xerofit yang mempunyai organ penyimpanan air dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu : a. Tumbuhan xerofit succulent, adalah tumbuhan yang mempunyai organ tumbuh yang membesar ( membengkak ) dan berdaging yang secara aktif Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
107
dapat menyimpan air dalam organ tersebut yang airnya akan digunakan pada musim kering yang ekstrim. b. Non succulent, yang merupakan tumbuhan xerofit sejati. Adaptasi Tumbuhan Xerofit Masyarakat tumbuhan yang hidup dan tumbuh dihabitat yang kering pada umumnya akan mengembangkan atau memodifikasi organ tumbuhan ( sebagian atau seluruhnya ) sebagai reaksi dan perilaku adaptasi terhadap lingkungannya. Modifikasi structural pada tumbuhan xerofit mempunyai 2 karakteristik atau cirri, yaitu karakter xeromorfik ( xeromorphyc characters ) dan karakter xeroplastik ( xeroplastic characters ). Karakter xeromorfik merupakan modifikasi structural bersifat genetic dan bersifat menurun dengan kemampuan tumbuhan tidak terpengaruh oleh kondisi lingkungannya. tumbuhan tersebut hidup dan tumbuh di habitat gurun pasir, rawa payau atau beriklim lembab. Contohnya adalah tumbuhan halofit ( mangrove ) atau tumbuhan yang daunnya selalu hijau ( evergreen ) di daerah sejuk dan lembab. Karakter xeroplastik merupakan modifikasi structural yang disebabkan oleh kekeringan dan selalu berasosiasi dengan kondisi kering, kekurangan air dengan kelengasan yang tinggi. Karakter ini tidak menurun, dan akan hilang jika factor lingkungan memungkinkannya. Penampilan xerofitik yang penting, antara lain adalah : a. Adaptasi Morfologi 1. Akar Adaptasi akar tumbuhan xerofit pada umumnya mempunyai modifikasi system perakaran yang berkembang dengan baik, tumbuh memanjang agar dapat mencapai lapisan tanah yang mengandung air yang banyak. 2. Batang Beberapa karakteristik adaptasi batang antara lain : Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
108
a. Batang beberapa tumbuhan xerofit bertekstur keras dan mempunyai jenis kayu yang baik, pada batang di atas tanah maupun di bawah tanah. b. Lapisan luar/epidermis batang pada umumnya diselaputi lapisan lilin yang tebal (missal Equisetum sp. )atau bulu – bulu yang tebal ( missal : Calotropis gigantea ). c. Pada beberapa jenis tumbuhan xerofit batangnya dapat mengalami modifikasi berupa duri ( missal : Duranta sp. Ulex sp. ) atau batangnya menjadi pipih, seperti daun yang duduk dengan daun mendatar atau tegak berwarna hijau dan berdaging. Modifikasi daun bentuk ini dinamakan filokladium. d. Pada tumbuhan succulent, batang utama sering menjadi umbi ( bulbus ) dan berdaging. Selain itu daunnya tumbuh langsung dari ujung akarnya, misalnya tumbuhan Kleinia articulate. 3. Daun Beberapa karakteristik adaptasi daun antara lain : a. Beberapa tumbuhan xerofit daunnya sering gugur dengan cepat untuk mengurangi transpirasi dan evaporasi, atau kadang – kadang daunnya ( sebagian besar ) tereduksi menjadi seperti sisik ( Asparagus sp. ) atau cemara ( Casuarina equisetafolia ), atau daun seperti jarum ( Pinus mercusii ). b. Pada tumbuhan xerofit yang daunnya berdaging yang berfungsi sebagai tempat penyimpan cadangan air, lender atau getah, daunnya akan tereduksi dan mengalami modifikasi menjadi tempat penyimpanan bahan – bahan tersebut. c. Pada umumnya tumbuhan xerofit yang daunnya mereduksi, daunnya mempunyai kutikula yang tebal yang dilapisi oleh lilin yang mengandung silica dan bentuknya kecil seperti jarum dan berduri. d. Di daerah yang berangin kencang seperti di tepi pantai atau di pegunungan, sering gterdapat tumbuhan xerofit batang dan daunnya berbulu dan mempunyai stomata yang terbenam ( cryptophore ) yang terdapat di permukaan bawah daun. Tumbuhannya dinamakan “ trichophyllous plants “.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
109
4. Bunga, Buah dan Biji Pada dasarnya bunga selalu tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang paling menguntungkan. Buah dan biji terlindungi oleh kulit yang cukup keras dan kadang – kadang mempunyai lapisan yang tebal. b. Adaptasi Anatomi Pada tumbuhan xerofit, adaptasi anatomi pada dasarnya dimaksudkan untuk mengefisienkan penggunaan dan pemanfaatan air. Cirri – cirri adaptasi anatomi tersebut antara lain adalah : 1. Pada beberapa organ tubuhnya terdapat proses deposisi lilin, proses lignifikasi dan kutinisasi pada permukaan epidermis atau hypodermis. 2. Sel – sel epidermis kecil tapi kompak dengan rambut dan stomata yang terlindung yang dinamakan stomata kriptofor dan jumlahnya cenderung lebih sedikit. Sel – sel epidermisnya berlapis lilin, tannin, resin, selulosa dan sebagainya yang berfungsi sebagai pelindung atau penyerap panas dan intensitas cahaya matahari. 3. Rambut pada epidermis bentuknya bermacam – macam, sederhana atau kompleks uniseluler atau multiseluler berguna untuk melindungi stomata dan mencegah kehilangan air. 4. Struktur stomata kriptofor yang terdapat dalam cekungan terdapat di bawah atau di atas permukaan daun. 5. Hypodermis tumbuhan xerofit letaknya langsung di bawah epidermisnya. Terdiri dari beberapa lapis yang kompak dengan sel berdinding tebal. Hypodermis berasal dari epidermis, korteks batang atau mesofil daun. Sel – sel tersebut biasanya mengandung tannin atau mucilage ( lendir ) 6. Jaringan dasar pada batang sebagian besar tersusun dari sel atau jaringan sklerenkim. Jika daun tumbuhan xerofit mempunyai daun yang kecil dan cepat gugur maka proses fotosintesis dilakukan oleh sel atau jaringan klorenkim bagian paling luar yang langsung dihubungkan oleh stomata dengan atmosfer. Pertukaran gas secara teratur berlangsung di batang. Pada batang dan daun tumbuhan succulent
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
jaringan dasarnya mengandung jaringan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
110
parenkim yang berdinding tipis yang berisi atau untuk menyimpan air, lendir atau lateks sehingga batangnya membengkak dan berdaging. 7. Pada daun tumbuhan xerofit sel – sel mesofil bentuknya kompak. Sel – selnya biasanya kecil, berbentuk spheris, kuboid atau melingkar dengan ruang antar sel yang sempit. Beberapa jaringan mesofil akan dikelilingi oleh lapisan hypodermis yang tebal dan bersklerenkim, kecuali pada bagian bawah daun. Lapisan ini gunanya untuk menepis cahaya matahari jika intensitas cahaya terlalu besar. 8. Jaringan pengangkutan yaitu jaringan xylem dan floem pada tumbuhan xerofit pada umumnya berkembang dengan baik. c. Adaptasi Fisiologi Pada mulanya diperkirakan bahwa adaptasi structural pada tumbuhan xerofit hanya berguna untuk pengurangan transpirasi. Tetapi pada beberapa penelitian menunjukan bahwa kecuali tumbuhan succulent, tumbuhan xerofit sejati menunjukan adanya laju transpirasi yang tinggi. Hal tersebut terkait dengan beberapa sifat tumbuhan xerofit seperti berikut : 1. Modifikasi structural pada tumbuhan xerofit diatur oleh proses fisiologi. Misalnya
pada
tumbuhan
succulent
sel
parenkimnya
mengandung
polisakarida, pentosa dan sejumlah senyawa yang bersifat asam yang berperanan sebagai penahan panas. 2. Pada tumbuhan succulent, stomata terbuka di malam hari dan tertutup pada siang hari. Pada malam hari proses respirasi yang berlangsung cenderung menghasilkan senyawa yang bersifat asam dan jika konsentrasi osmotiknya meningkat dapat menyebabkan aliran atau perpindahan massa air ke sel penjaga di stomata sehingga membengkak dan stomata akan terbuka. Sebaliknya pada siang hari senyawa yang bersifat asam tersebut akan terurai menghasilkan CO2 yang akan digunakan untuk proses fotosintesis . akibat proses tersebut tekanan /konsentrasi osmotic akan menurun, air keluar dari sel penjaga dan stomata akan tertutup. 3. Di dalam sel atau jaringan tumbuhan xerofit, komposisi senyawa kimia dari sitoplasma sel akan secara aktif dikonversi menjadi senyawa tertentu ke Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
111
dalam dinding sel. Misalnya senyawa polisakarida akan dikonversi menjadi selulosa, zat pectin atau suberin yang akan disisipkan ke dalam dinding sel. 4. Adanya lapisan kutikula yang tebal dan permukaannya licin, serta sel – sel epidermis yang kompak dan stomata kriptofor yang dilindungi oleh rambut yang menyebabkan organ tubuh tersebut mampu mengatur transpirasi dan evaporasi pada daun atau batangnya. 5. Sitoplasma atau cairan sel yang mempunyai tekanan osmotic yang tinggi akan turut membantu mencegah tumbuhan menjadi layu. Dan tekanan osmotic sel yang tinggi efektif dalam membantu penyerapan air melalui akar.
D. Tumbuhan Mesofit Tumbuhan mesofit adalah tumbuhan terestris ( daratan ) yang tumbuh dalam kondisi tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering atau sering dinamakan lingkungan “mesik” ( mesic environment ). Tumbuhan yang masuk dalam kelompok ini tidak dapat tumbuh dalam habitat/tanah yang jenuh air dan tanah yang kering. Contohnya : vegetasi hutan hujan, padang rumput, ladang/kebun. Komunitas vegetasi mesofit yang paling sederhana adalah komunitas vegetasi yang terdiri dari rerumputan, semak atau tumbuhan herba dan vegetasi hutan hujan tropis. Berdasarkan komunitas vegetasi utama yang menyusunnya, tumbuhan mesofit dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : 1. Komunitas Rerumputan dan Herba Komunitas rerumputan dan herba merupakan komunitas yang vegetasinya tersusun dari vegetasi rumput dan herba semusim atau tahunan. Pada umumnya, habitatnya mempunyai curah hujan tahunan sekitar 25 – 75 cm/tahun. Komunitas vegetasi ini dapat dibedakan atas beberapa komunitas, antara lain : a. Komunitas rumput dan herba di Padang Arktik dan Alpine Komunitas tumbuhan ini berada di daerah Arktik ( Kutub Utara ) dan di daerah puncak pegunungan Alpin ( Alpine ). Tumbuh – tumbuhannya tersusun dari vegetasi semak yang lembut dan berukuran kecil. Kadang – kadang vegetasi semak tersebut bercampur dengan lumut ( moss ), tetapi lumut kerak ( lichennes ) pada umumnya jarang terdapat. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
112
b. Lapangan rumput ( Meadow ) Lapangan rumput ( Meadow ) sering dianggap sebagai penghubung antara jenis komunitas rumput yang tersusun dari tumbuhan mesofit dan hidrofit, yang tumbuh dihabitat yang tanahnya mengandung kadar air antara 60 % - 80 %. Vegetasi lapangan rumput pada umumnya terdiri dari herba tahunan yang tumbuh subur dan rimbun dan saling berdesakan . tumbuhannya pada umumnya berbatang tinggi dan berakar rimpang ( rhizome ). Cirri – cirri daun tumbuhan mesofitik, yaitu berdaun tipis, lebar, tumbuh mendatar. c. Ladang dan padang pengembalaan ( Pasture dan Cultivated ) Vegetasi pada habitat ini biasanya mempunyai tumbuh – tumbuhan yang lebih pendek dari pada yang di lapangan rumput dan habitatnya lebih terbuka. Vegetasi ladang dan padang pengembalaan sering mengalamni gangguan yang dilakukan oleh hewan perumput dan hewan herbivore lainnya. Tumbuhan yang tumbuh di sini antara lain terdiri dari rerumputan, herba, tanaman dikotil dan beberapa jenis lumut. 2. Komunitas Tumbuhan Berkayu Komunitas vegetasi tumbuhan berkayu dapat dikelompokan dalam beberapa tipe, yaitu komunitas semak herba mesofitik, komunitas hutan gugur daun dan komunitas hutan yang daunnya selalu hijau ( Evergreen forests ). a. Semak belukar mesofitik Komunitas vegetasi semak belukar mesofitik terdapat pada habitat yang kondisi lingkungannya tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman berupa pohon yang akan membentuk vegetasi komunitas hutan. Kondisi tersebut sangat sesuai untuk habitat komunitas vegetasi herba, yang kadang – kadang membentuk vegetasi campuran antara tumbuhan semak xerofitik dan mesofitik. b. Hutan gugur daun ( Deciduous Forest ) Hutan gugur daun terdapat pada daerah yang curah hujannya cukup tinggi yaitu sekitar 75 – 100 cm/tahun dengan suhu udara sedang ( moderat ). Hutannya terdiri dari tumbuhan berupa pohon yang menggugurkan daunnya ketika suhu udara menjadi kering dan panas, seperti di daerah tropika.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
113
Pada daerah tropis yang mempunyai musim kering dan musim yang kelas, pepohonannya akan bersifat tropofit, yaitu tumbuhan mesofit yang selama musim hujan tumbuhan tropofit berubah menjadi xerofit. Tumbuhan yang mempunyai sifat tropofit mempunyai adaptasi terhadap kekeringan atau musim hujan dengan sifat – sifat berikut : tunasnya mempunyai perlindungan yang lebih baik pada musim hujan/dingin, kulit pohonnya mempunyai lapisan pelindung /epidermis yang tebal, dan modifikasi batang yang tumbuh di dalam tanah akan mempunyai tunas yang terlindung terhadap kedinginan atau kekeringan. c. Hutan yang selalu hijau ( Evergreen Forest ) Hutan ini ditemukan di daerah tropis, subtropics, daerah beriklim sedang di belahan bumi bagian selatan. Pepohonan di hutan evergreen biasanya daunnya selalu hijau selama satu tahun sampai daun baru muncul. Terdapat 3 macam hutan evergreen, yaitu : 1. Hutan antartika. Hutan ini tumbuh di New Zealand dan daerah lainnya. Suhu udara tahunannya berkisar antara 5 0C – 70 0C dengan curah hujan cukup banyak sepanjang tahun. 2. Hutan subtropics. Hutan ini terdapat di daerah yang curha hujannya cukup tinggi, tetapi tidak mempunyai perbedaan suhu yang besar antara musim dingin dan musim panas. Hujan pada umumnya jatuh pada musim panas dan jarang terjadi di musim dingin. Hutan subtropics terdapat antara lain di daerah bagian Timur Amerika Serikat, Brazilia bagian selatan, Afrika Selatan, Australia Timur, Cina bagian selatan dan Jepang. 3. Hutan hujan tropika. Hutan ini terdapat di daerah tropis, di sekitar khatulistiwa dengan curah hujan 1800 mm/tahun, suhu udara rata – rata lebih dari 24 0C. hutan hujan tropika terdapat di bagian tengah dan selatan Amerika, Afrika Tengah, Kepulauan Pasifik, Brazilia, Indonesia, Malaysia dan kawasan tropis lainnya. Hutan ini merupakan hutan yang kepadatan pepohonannnya sangat tinggi dan jarang terganggu oleh komponen biotic lain dalam proses suksesinya sehingga dinamakan
“ hutan pemula “. Hutan ini mempunyai cirri – cirri
kelembaban tinggi
( sekitar 95 % ), suhu udara tinggi, hujan hampir setiap
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
114
hari, tidak terdapat musim kering yang berarti, dan tanahnya kaya akan humus, berwarna gelap dan mempunyai porositas yang tinggi.
E. Tumbuhan Epifit Nama epifit berasal dari bahasa latin, epi = di atas dan phyton = tumbuhan, epiphyton = tumbuhan yang tumbuh di atas pohon. Secara harafiah tumbuhan epifit adalah tumbuhan yang tumbuh di atas tumbuhan lain. Secara umum, epifit adalah tumbuhan autotrof yang tumbuh pada permukaan tumbuhan tempat bertumpu secara tetap dan tidak berakar di tanah. epifit disebut juga tumbuhan aerofit ( aerophyta ) yaitu sebagai tumbuhan yang hidup di udara. Contohnya : anggrek ( Vanda teres ), pakis duwit ( Drymoglosum pilaselloides ), lumut kerak, dll. Epifit menyerap air dari atmosfer dan menyerap unsur – unsur hara dan mineral dari kulit batang yang membusuk dari pohon tempat bertumpu. Karena tumbuhan epifit bersifat autotrof, tumbuhan tersebut mensintesis karbohidrat dari air dan CO2 sendiri dari atmosfer dengan bantuan sinar matahari yang membedakannya dengan tumbuhan parasit atau liana karena tumbuhan epifit tidak berakar di tanah. Habitat dan sebaran epifit bermacam – macam, seperti di permukaan tumbuhan air yang terendam, permukaan batang dan percabangan pepohonan, dan permukaan daun, batu – batuan dan sebagainya. Vegetasi epifit terutama tumbuhan lumut, tumbuh melimpah di daerah yang lembab dan sejuk, tetapi sangat sedikit tumbuh di daerah kering dan beriklim dingin. Di daerah yang hangat dan basah, pada batang pohon yang berlumut sering didominasi oleh tumbuhan epifit dari suku Bromeliaceae dan Orchidaceae yang tumpuh melimpah. Di daerah hujan tropis, jenis – jenis epifit umumnya terdapat di batang atau cabang di puncak – puncak pohon xerofit, sedangkan di bagian bawah batang pohonnya tumbuh – tumbuhan hygrofita
( hygrophytes )
yaitu tumbuhan yang menyukai kelembaban yang tinggi dan naungan. Tumbuhan epifit ternyata terdapat pada bermacam – macam habitat. Beberapa jenis tumbuhan epifit tumbuh di permukaan tumbuhan akuatik yang separuh
tenggelam, sedangkan
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
tumbuhan
lainnya
cenderung merupakan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
115
tumbuhan yang menempati batang pohon atau cabang, bahkan tumbuh di lamina daun ( aerial ). Selain itu tumbuhan epifit dapat pula tumbuh di batu bahkan di tiang dan kawat telepon. Tortura pogorum adalah tumbuhan epifit berupa lumut yang pada umumnya tumbuh di batang pohon di daerah perkotaan karena memerlukan lingkungan dengan suhu yang tinggi dan udara yang mengandung asap untuk pertumbuhannya yang normal. 1. Adaptasi Struktural Karena tumbuhan epifit kebutuhan airnya tergantung dari hujan, embun dan uap air di udara maka tumbuhan epifit telah beradaptasi secara structural untuk dapat menyimpan air dan mengurangi kehilangan atau kekurangan air. Adaptasi structural yang penting adalah sebagai berikut : a. Adaptasi morfologi 1. Akar Pada
tumbuhan
epifit
berpembuluh
system perakarannya tumbuh
berkembang dengan baik dan luas, terdapat 3 jenis system perakaran, yaitu : a. Akar penyerap ( absorbs ), merupakan akar yang berfungsi untuk menyerap air, mineral dan bahan organis sebagai nutrient dari celah – celah kulit pohon yang lembab dan telah membusuk yang menjadi tempat tumbuh tumbuhan epifit. b. Akar pelekat ( clinging roots ), merupakan akar yang berperan agar tumbuhan epifit tetap melekat di permukaan batang pohon tempat tumbuh dan menyerap nutrient dari humus dan debu yang terakumulasi di permukaan kulit batang tumbuhan inang. c. Akar udara ( aerial roots ), merupakan akar yang posisisnya menggantung di udara untuk menyerap air dari atmosfer dan berwarna hijau ( mengandung klorofil ) sehingga dapat melakukan fotosintesis. 2. Batang Batang tumbuhan epifit berpembuluh maupun tidak, berkembang dengan baik atau tidak. Beberapa jenis tumbuhan epifit kadang – kadang pada batangnya
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
116
membentuk batang succulent untuk menyimpan air yang bentuknya seperti umbi ( tuber ) atau gelembung seperti bola palsu ( pseudobulbous ). 3. Daun Daun tumbuhan epifit pada umumnya mempunyai helai daun yang terbatas, beberapa jenis anggrek bahkan mempunyai satu helai daun pada musim pertumbuhan. Kadang – kadang daunnya berdaging dan mempunyai lapisan epidermis seperti kulit. 4. Buah, Biji dan penyebarannya Buah dan biji tumbuhan epifit pada umumnya disebarkan oleh angin, insekta dan burung. Jika biji jatuh pada permukaan batang pohon atau tempat lainnya dan lingkungan yang sesuai maka bijinya akan berkecambah dan tumbuh menjadi tumbuhan baru. b. Adaptasi Anatomi Tumbuhan epifit akan mempunyai cirri – cirri struktur anatomi organ – organ tumbuhnya seperti berikut : 1. Lapisan kutikula pada daunnya tebal dan stomata berbentuk cekungan yang terbenam ( kriptofor ) berada di bawah permukaan epidermisnya dan berguna untuk mengurangi transpirasi dan kehilangan air, sedangkan pada sel organ yang berperan untuk menyerap air seperti akar dan daun, epidermisnya tidak berkutikula. 2. Pada tumbuhan epifit yang berbatang succulent mempunyai jaringan yang berkembang dengan baik sebagai tempat penyimpanan cadangan air. 3. Pada akar udara ( aerial roots ) beberapa tumbuhan epifit di daerah tropis seperti pada suku Araceae dan Orchidaceae, akan terbentuk jaringan parenkim yang disebut jaringan vilamen, yaitu suatu jaringan yang bersifat higroskopis yang berperan untuk menyerap air dari atmosfer. Vilamen mempunyai exodermis yang terdiri dari sel – sel yang dindingnya tebal berlignin dan permeable terhadap air. Vilamen menyerap dan menahan uap air yang diserap melalui sel pelalu ( pasaage cell ) pada exodermis.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
117
4. Struktur anatomi organ lainnya serupa dengan struktur anatomi tumbuhan mesofit. 2. Macam – Macam Tumbuhan Epifit Shimper ( dalam Shukla dan Chandel, 1996 ), membagi tumbuhan epifit menjadi 4 tipe, yaitu : a. Protoepifit Tumbuhan epifit ini mendapatkan nutrient sebagai sumber makanannya dari permukaan tempat tumbuhnya ( batang pohon, daun atau batu ) dan atmosfer. Tumbuhan epifit ini tidak membentuk struktur organ adaptasi yang khusus, kecuali akar udara dan vilamen. b. Hemiepifit Tumbuhan epifit pada mulanya tumbuh di permukaan batang pohon atau tempat lainnya, tetapi kemudian berhubungan dengan tanah melalui akar udara. Selain itu dapat pula terdiri dari tumbuhan yang batangnya memanjat dan melekat di tumbuhan yang ditumpanginya yang kemudian putus hubungan dengan tanah karena batang bagian bawahnya yang terdapat di tanah secara berangsur – angsur mati, dan sisa ujung batangnya tumbuh sebagai tumbuhan epifit. Tumbuhan macam ini dinamakan tumbuhan “ Pseudoepifite “. c. Epifit sarang ( Nest epiphytes ) Tumbuhan epifit ini mempunyai organ tubuh yang berkemampuan untuk memperoleh air dan humus dalam jumlah yang cukup untuk kehidupannya melalui system perakaran yang bentuknya seperti sarang. Contohnya anggrek kalajengking, anggrek merpati, atau anggrek bulan. d. Epifit kantung air ( tank epiphytes ) Tumbuhan epifit ini mempunyai akar yang bentuknya seperti jangkar dan terdiri dari jalinan serabut fibrosa yang berkembang dengan baik yang berfungsi sebagai kantung untuk penyerapan dan tempat penyimpanan air. Selain itu daunnya juga dapat menyerap air dan melakukan proses fotosintesis.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
118
F. Tumbuhan Halofita dan Vegetasi Mangrove 1. Tumbuhan Halofita Berbagai jenis tumbuhan tertentu dapat tumbuh dan hidup di habitat yang mengandung kadar garam yang tinggi. Tumbuhan yang hidupnya demikian dinamakan tumbuhan halofita ( halophytes ). Misra ( 1980 ) menyebutkan tumbuhan halofita sebagai tumbuh – tumbuhan yang tumbuh di habitat tanah atau air yang kaya akan senyawa garam ( antara lain NaCl ). Beberapa jenis tumbuhan seperti bit ( Beta vulgaris ) atau alfalfa ( alfalfa Lucerne ) yang bukan merupakan tumbuhan halofit, tetapi dapat tumbuh di tanah yang bergaram dan disebut tumbuhan “ halofit fakultatif “. Dalam linkungan tanah atau perairan yang kadar garamnya tinggi, sebenarnya tumbuhan halofit kadang-kadang tumbuh dilingkungan yang airnya cukup (jenuh), tetapi sebenarnya tidak cukup tersedia air yang diperlukan. Hal ini karena tingginya kadar garam didalam tanah atau perairan tersebut sehingga air tidak dapat diserap oleh tumbuhan yang tumbuh di habitat tersebut. untuk itu tumbuhan halofit harus mempunyai toleransi atau beradaptasi pada lingkungan yang secara fisik basah, tetapi secara fisiologis kering. Toleransi atau adaptasi yang dilakukan tumbuhan halofit pada umumnya dengan mengakumulasi garam dan mensekresikannya kembali atau menyimpannya dalam organ khusus di daun yang disebut “ kelenjar garam” (“salt gland”), dan membatasi perkecambahan, pertumbuhan atau reproduksi pada musim-musim tertentu. Jenis-jenis tumbuhan yang tumbuh pada relung ekologi yang habitatnya berkadar garam cukup tinggi (walaupun jaug dari laut) yang mengandung NaCl, CaSO4, atau KCl dan akan berkurang pada musim hujan disebut tumbuhan “pseudo halofit” (“halofit semu”). Selain itu tumbuh – tumbuhan yang tumbuh dan hidup pada habitat yang tanah atau perairannya berkadar garam ( NaCl ) antara 0,01 – 0,1 % disebut tumbuhan
“ oligofit “, antara 0,1 – 1,0 % tumbuhan “ mesohalofit “, dan
antara > 1,0 % tumbuhan euhalofit. Garam – garam terlarut pada umumnya akan berpengaruh terhadap tumbuhan halofit pada tekanan osmotic dan berbagai reaksi kimia di dalam sel. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
119
Cirri – cirri toleransi dan adaptasi yang penting yang menandai tumbuhan halofit adalah sebagai berikut : a. Tumbuhan yang tumbuh di tanah yang mengandung garam pada umumnya berkecambah, tumbuh dan berkembang di musim hujan ketika kadar garam mengalami pengenceran dan berada di bawah zona perakaran. b. Pada kebanyakan tumbuhan perkecambahandan pertumbuhan biji akan terhambat dan tidak dapat tumbuh pada lingkungan berkadar garam, sedangkan pada tumbuhan tertentu pertumbuhan kecambah dan biji dapat berlangsung secara vivipar, misalnya pada tumbuhan bakau yang mempunyai hipokotil yang telah masak dan berkecambah di atas pohon. c. Tumbuhan halofit pada umumnya mempunyai system perakaran yang dangkal, akarnya yang ada di permukaan akan berguna untuk menyerap nutrient dan membantu aerasi karena akarnya terendam air hujan atau air laut. d. Kebanyakan tumbuhan halofit merupakan tumbuhan berdaging tebal, mengandung air dan bersifat succulent karena pengaruh garam – garam terlarut dalam tanah, khususnya ion – ion klorida yang menstimulasi cir – cirri tersebut. 2. Tumbuhan Mangrove Tumbuhan halofit yang termasuk dalam kelompok tumbuhan berbiji tertutup
( Angiospermae ) yang kebanyakan tumbuh dan hidup di rawa – rawa
pantai. Dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : a. Tumbuhan halofit yang tumbuh terendam air laut ( hidrohalofit ) yang terdiri dari tumbuhan mangrove. b. Tumbuhan payau di tepi pantai ( higrohalofit ), yang terdiri dari tumbuhan rawa pantai ( salt marsh ) dan tumbuhan yang berada di dataran tinggi di tepi pantai
( aerohalofit ).
Salah satu vegetasi halofit yang penting yang tumbuh di perairan rawa payau di tepi pantai yang membentuk suatu komunitas vegetasi yang khas dan dipengaruhi oleh pasang surut adalah vegetasi mangrove. Vegetasi mangrove pada umumnya terdiri dari komunitas vegetasi halofit yang terbentuk dari Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
120
berbagai formasi tumbuhan berupa pepohonan dan semak. Tumbuhan mangrove pada umumnya tumbuh lebat di kawasan pantai yang berlumpur, delta muara sungai besar, laguna dan teluk yang terlindung
( estuaria ), atau di pulau –
pulau karang yang pantainya berpasir. Komunitas vegetasi hutan yang terdapat dan tumbuh di habitat payau disebut
“ vloedbosh “ atau hutan pasang surut atau lebih sering dinamakan
hutan mangrove, atau sering disebut juga hutan bakau. Berdasarkan kondisi ekologi lingkungannya, tumbuh – tumbuhan yang terdapat di hutan bakau atau hutan mangrove mempunyai kebutuhan ekologi yang disukai atau ekologi preferensi ( ecological preference ) tertentu. Menurut Steenis ( 1958 ), Misra ( 1980 ), Shukla dan Chandel ( 1996 ) ekologi preferensi tumbuhan mangrove adalah sebagai berikut : 1. Perairan yang dangkal berlumpur tebal. 2. Habitat berlumpur atau berpasir yang selalu terendam air payau yang kaya akan materi organic. 3. Terdapat di kawasan tropis atau subtropics yang mempunyai kelembaban dan curah hujan cukup tinggi. 4. Tumbuhannya mempunyai ketahanan terhadap salinitas, frekuensi genangan dan kedalaman tertentu, serta tahan terhadap arus dan ombak. 5. Kondisi perkecambahan dan pertumbuhannya sangat berkaitan dengan factor – factor tersebut di atas.
Cirri – cirri adaptasi yang terpenting dari tumbuhan bakau, antara lain : a. Daunnya mempunyai sel epidermis, kutikula yang tebal dan jaringan palisade yang berkembang dengan baik. Daunnya mempunyai kapasitas untuk menyimpan air. b. Mempunyai system jaringan akar berupa akar napas atau pneumatofora ( Avicennia spp. ), akar tunjang ( Rhizophora spp. ), dan akar lutut ( Bruguera spp. ). c. Mempunyai akar pneumatofora geotrofik negatif yang berfungsi untuk bernapas. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
121
d. Perkecambahan biji berlangsung di dalam buah dan membentuk hopokotil yang bentuknya memanjang ( vivipar ) sehingga jika jatuh dapat menancap di lumpur, misalnya pada Rhizophora spp. Watson ( dalam Sukardjo, 1984 ), mengelompokan vegetasi mangrove menjadi dua kelompok, yaitu : a. Kelompok utama yang terdiri dari suku Rhizophoraceae dan marga Sonneratia, Avicennia dan Xylocarpus b. Kelompok tambahan yang terdiri dari tumbuhan Excoecaria agallocha, Acrostichum aureum, Acanthus ilicifolius, dan sebagainya. Di hutan mangrove, selain terdiri dari tumbuhan mangrove berupa pohon, komunitas vegetasinya sering bercampur dengan tumbuhan bukan mangrove ( kelompok tambahan ) berupa pohon, perdu atau semak yang tumbuh dilantai hutan atau di hutan bakau yang terbuka. Jenis-jenis tumbuhan tersebut antara lain: Nypa fructicans, Pandanus spp., Phragmites karka, Glochidion littorale, Acrostichum aureum (paku laut), Acanthus ilicifolius (jeruju), dan sebagainya. Komunitas mangrove di Indonesia tercatat 35 jenis tumbuhan berupa pohon, 9 jenis terna, 5 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis tumbuhan parasit.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
122
BAB. VIII TUMBUHAN INDIKATOR
1. Pendahuluan Faktor – factor keturunan ( herediter ) dan factor lingkungan ( biotic dan abiotik ) adalah 2 faktor ekologi yang sepadan dan penting sebagai factor – factor yang dapat menunjukan penampilan sifat – sifat fenotip tumbuhan karena sifat – sifat yang diturunkan akan tampil sebagai hasil kerja ( performa ) atau pengaruh dari kondisi lingkungannya, dan tumbuh – tumbuhan membutuhkan kondisi lingkungan tertentu yang sesuai untuk kehidupannya. Menurut Weaver dan Clements ( dalam Brewer, 1994 ), setiap jenis tumbuhan atau suatu masyarakat tumbuhan ( vegetasi ) yang tumbuh dan berada di suatu habitat pada dasarnya penampilannya adalah pencerminan dari hasil dan dampak kondisi habitat dan lingkungan di tempat tumbuhnya. Sehingga kadang – kadang penampilan dari tumbuhan atau komunitas vegetasinya dapat menjadi petunjuk kondisi lingkungan. Dalam suatu habitat atau suatu daerah karena jenis atau komunitas tumbuhan dapat berlaku sebagai petunjuk dan dapat digunakan sebagai alat pengukur kondisi lingkungan habitat atau daerah tersebut maka jenis – jenis tumbuhan atau komunitas vegetasinya dapat digunakan sebagai “ indicator biologi ( bioindikator ) “ atau
“ fitoindikator “. Banyak tumbuh – tumbuhan
dapat digunakan sebagai indicator lingkungan, di mana dalam suatu komunitas tumbuhan beberapa jenis tumbuhannya mempunyai kehadiran yang dominan dan tumbuh melimpah, sedangkan jenis tumbuhan lainnya terdapat sedikit atau tidak ada. Tumbuhan tersebut dapat menjadi indicator yang penting, karena jenis, populasi atau komunitas tumbuhan tersebut memiliki karakteristik yang spesifik, yang dapat menunjukan adanya pengaruh atau dampak dari kondisi habitat dan lingkungannya.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
123
A. Karakteristik Tumbuhan Indikator Pengetahuan tentang tumbuhan indicator ternyata sangat bermanfaat untuk berbagai keperluan, seperti mengetahui kondisi tanah, penggunaan lahan secara optimum untuk sumber daya hutan, pertanian atau peternakan atau untuk mengetahui kandungan logam di dalam tanah karena beberapa jenis tumbuhan dapat menunjukan adanya logam tertentu dan sebagainya. Hal ini rupanya berkaitan dengan beberapa karakteristik tumbuhan yang jenisnya dapat dijadikan sebagai tumbuhan indicator. Karakteristik tumbuhan indicator ( fitoindikator ) antara lain : 1. Atas dasar penyebaran atau distribusi spasial tumbuh – tumbuhan, beberapa
jenis tumbuhan mempunyai toleransi terhadap factor ekologi yang bersifat steno ( sempit ) atau euri ( luas ). Suatu jenis tumbuhan dapat mempunyai batas toleransi yang sempit untuk suatu factor lingkungan tertentu dan batas toleransi yang luas terhadap untuk factor lingkungannya lainnya. 2. Tumbuhan yang mempunyai banyak jenis lebih baik dijadikan sebagai
indicator daripada yang jumlah jenisnya sedikit. 3. Tumbuh – tumbuhan dalam tingkat komunitas cenderung lebih baik menjadi
indicator daripada dalam tingkat jenis ( species ). Hubungan numeric antara jenis ( species ), populasi dan komunitas sering dapat memberikan petunjuk sebagai indicator daripada species tunggal. 4. Penyebaran jenis tumbuhan indicator yang akan digunakan sebaiknya
kehadiran di habitatnya terdapat dalam jumlah yang melimpah
B. Tipe – Tipe Tumbuhan Indikator Perbedaan tipe tumbuhan indicator mempunyai cirri – cirri yang berbeda – beda dalam berbagai aspek. Berdasarkan sifat – sifat toleransi dan adaptasi tumbuhan terhadap factor ekologi yang mempengaruhi jenis – jenis tumbuhan tertentu, serta penampilannya yang merupakan modifikasi structural dan fungsional tumbuhan tersebut, terdapat beberapa jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indicator : 1. Indicator untuk Habitat ( Tipe tanah dan Reaksi Tanah ) Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
124
Tanah dan berbagai jenis tumbuhan dapat memberikan petunjuk akan cirri – cirri tipe reaksinya terhadap keasaman dan kebasaan tanah tempat tumbuhan itu berada. Contohnya Casuarina equisetifolia atau Ipomoea sp. merupakan indicator untuk tanah berpasir, Imperata cilyindrica untuk tanah lempung, Gossypium accuminatum untuk tanah hitam, Tectona grandis untuk tanah bersifat basa, Salsola foetida untuk tanah bergaram atau Sphagnum sp. Untuk tanah yang bersifat asam. 2. Indicator Air Tanah Komunitas tumbuhan tertentu dapat menunjukan adanya air tanah pada kedalaman tertentu, misalnya Salvadore persica, Tamaris sp. Untuk kedalaman air tanah sekitar 6 m, Ziziphus mummulari, Capparis deciduas, Prosopus cineraria untuk kedalaman air tanah 6 – 18 m, Acacia Senegal, Anogeissus pendula dapat menjadi indicator air tanah dengan kedalaman 12 – 18 m. 3. Indicator Humus Beberapa jenis tumbuhan dapat menjadi indicator untuk keadaan humus di tanah, seperti Manotropa uniflora, Neottia sp. Dan beberapa jenis jamur, atau Strobilanthes sp., Impatiens balsamina yang dapat menunjukan kadar humus atau serasah di tanah yang tebal dan dapat menunjukan adanya regenerasi jenis – jenis pohon hutan yang terganggu. 4. Indicator Untuk Kelembaban ( Tanah dan Udara ) Tumbuh – tumbuhan yang memyukai atau dapat tumbuh di daerah kering atau tidak subur, yang memperlihatkan kelembaban tanahnya amat rendah, antara lain adalah Acacia nilotica, Calotropis gigantea atau Opuntia spp. ; kelembaban tanah rendah adalah Citrullus colocynthys, neraca air yang rendah adalah Eucalyptus spp., dan kelembaban tanah yang rendah karena daerahnya mempunyai air tanah yang dalam adalah Cassia auriculata. Pada tanah yang mempunyai kelembaban tanah yang tinggi karena tanahnya terendam air, tumbuhan indikatornya adalah Phragmites karka atau Typha latifolia, sedangkan pada tanah yang mengandung garam tergenang air, tumbuhan indikatornya adalah Polygonum dan vegetasi mangrove. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
125
5. Indicator Kandungan Mineral Tanah Banyak tumbuhan yang dapat menjadi indicator untuk kandungan mineral yang ada di dalam tanah. Tumbuhannya dinamakan tumbuhan metalokolus atau metalofita. Tumbuh – tumbuhan tersebut, antara lain untuk zat besi ( Fe ) Damara ovate, belerang ( S ) Allium sp., tembaga ( Cu ) Viscaria alpine, seng ( Zn ) Viola lutea, Aluminium ( Al ) Ulex aquifolium, uranium ( U ) Astragalus sp., dan sebagainya. 6. Indicator Tanah Pertanian Beberapa jenis tumbuhan dapat digunakan sebagai indicator apakah tanah yang akan ditanami itu sesuai untuk tanaman pertanian. Tumbuhan indicator tersebut, antara lain Proscopis cineraria : indicator untuk daerah yang tanahnya baik untuk tanaman budidaya dengan system pengairan yang baik dan Peganum harmala : indicator bagi tanah yang kaya akan garam – garam biogenic seperti nitrogen dan fosfat sehingga subur untuk tanah pertanian, atau Zizyphus nummularia, indicator untuk tanah pertanian. 7. Indicator Hutan Jenis tumbuhan tertentu memperlihatkan cirri lahan yang sesuai untuk tumbuh di habitat hutan yang tidak terganggu. Karena hutan alam yang sering dirusak oleh penebangan pohon yang berlebihan dan pemanfaatannya ( overgrazing ) serta oleh kebakaran dan factor lingkungan lainnya sehingga vegetasi bekas tebangan yang rusak itu kemudian dapat tumbuh dan berkembang sampai mencapai klimaks kembali. Dengan adanya tumbuhan indicator maka suksesi
secara
alami
dapat
diperkirakan.
Misalnya
rumput
Narenga
porphyrocoma adalah sejenis rumput yang dapat mengikat tanah pada lahan bekas penebangan sehingga tidak mudah mengalami erosi dan dapat membantu kesuburan tanah karena jenis rumput ini hanya tumbuh pada lahan yang mempunyai sifat tanah yang spesifik dan mempunyai produktifitas yang tinggi. Tumbuhan ini dapat menjadi indicator vegetasi untuk hutan Shorea robusta, Cedrus deodora, Pinus wallichiana, sebaliknya Quercus stellata, dan Q.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
126
mariandica dapat menjadi indicator untuk lahan hutan berpasir dan cenderung steril, baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. 8. Tumbuhan Indikator untuk “ Overgrazing “ Banyak jenis – jenis tumbuhan
di padang pengembalaan yang disukai
hewan – hewan herbivore yang mengalami perumputan yang berlebihan sehingga padang
pengembalaan
tersebut
termodifikasi
dan
berubah
vegetasinya.
Beberapa jenis tumbuhan dapat menjadi indicator keadaan tersebut seperti Chenopodium album, Lipidium sp., Verbena urticaefolia, dan Polygonium aviculare. Tumbuhan Grindelia sp., Opuntia sp., Vernonia altissima dan sebagainya, sering ditemukan di lahan pengembalaan yang sedikit mengalami “ overgrazing “. 9. Tumbuhan Indikator untuk Kebakaran Kebakaran hutan sering tidak dapat dielakan karena sebab – sebab alami atau oleh perbuatan manusia. Beberapa jenis tumbuh – tumbuhan dapat menjadi indicator untuk kebakaran karena telah mengalami adaptasi, seperti tidak mudah terbakar atau cepat tumbuh pada daerah yang mengalami kebakaran. Jenis – jenis tumbuhan tersebut antara lain Agrostis hiemalis, Epilobium spicatum,
Populus tremuloides,
Pteris
equiliana
atau
jamur
Pyronema
confluens. 10. Tumbuhan Indikator untuk Pencemaran Lingkungan Pada saat ini, jumlah kebutuhan dan kegiatan manusia yang makin meningkat ternyata mempunyai dampak terhadap lingkungannya berupa pencemaran. Penggunaan vegetasi sebagai indicator pencemaran lingkungan telah mempunyai sejarah yang panjang. Tumbuhan dapat menjadi indicator antara lain sifatnya yang menetap ( sessil ) dan mempunyai sifat yang cenderung peka ( sensitive ) terhadap pencemaran jika dibandingkan dengan organisme lainnya sehingga tumbuhan lebih mudah digunakan sebagai bioindikator yang dapat dimanfaatkan untuk pemantauan biologi
( biomonitoring).
Jenis – jenis tumbuhan yang sensitive dapat menjadi indicator dan menjadi jenis yang tahan ( resisten ) terhadap pencemaran karena tumbuhan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
127
menjadi kolektor dan akumulator bahan – bahan pencemar ( polutan ) yang dapat menyebabkan kematian atau bereaksi tanpa menderita kerusakan yang berarti. Lumut – lumutan, lichenes
atau beberapa jenis jamur sangat peka
terhadap pencemaran gas CO2 dan senyawa halogen. Berbagai jenis senyawa kimia dan logam berat, pupuk, pestisida dan bahan bakar fosil dapat melepaskan bahan beracun ke lingkungan; ke udara, tanah dan perairan. Perubahan – perubahan structural dan fungsional organ tumbuh – tumbuhan dapat menjadi indicator, misalnya pada organ tumbuhan seperti biji dan perkecambahannya, warna daun dan bunga serta tepung sari atau buahnya. Beberapa jenis tumbuhan yang
sering digunakan untuk indicator pencemaran lingkungan, antara lain
Capsella sp., Phaseolus sp., Polygonum sp., Rheum sp., dan Vicia sp., jenis – jenis tumbuhan Dahlia spectabilis, Salvia natans atau Pinus mercusii dapat digunakan untuk indicator terhadap ozone, sedangkan Gladiolus sp. Atau Ficus spp. Untuk pencemaran hydrogen fluoride dan Chrysanthemum indicum untuk pencemaran senyawa peroxy – acetyl nitrite.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
128
BAB. X FITOGEOGRAFI DAN SEBARAN VEGETASI
1. Pendahuluan Geografi sebagai salah satu kajian ilmu pengetahuan alam adalah studi dan pertelaan mengenai perbedaan fenomena alam tentang sebaran makhluk hidup yang di bumi dan mencakup semua factor yang dapat mengubah atau mempengaruhi permukaan bumi secara fisik, perubahan iklim, dan berbagai proses kegiatan makhluk hidup atau bukan. Salah satu cabang geografi adalah biogeografi atau geografi biologi. Biogeografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sebaran secara spasial makhluk hidup pada saat yang lalu dan saat ini. Untuk tujuan praktis sesuai dengan pembagian makhluk hidup menjadi tumbuhan dan hewan, biogeografi pada umumnya dibagi atas “ geografi tumbuhan ( fitogeografi ) “ dan “ geografi hewan ( zoogeografi ) “. Tujuan kajian geografi tumbuhan terutama adalah untuk memperoleh pemahaman dan penjelasan tentang bermacam – macam “ flora “ yang terdapat di wilayah yang berbeda – beda. Menurut Misra ( 1980 ) terdapat dua cara penelaahan geografi tumbuhan, yaitu melalui pendekatan : 1. Geografi tumbuhan deskriptif atau fitogeografi statis, adalah kajian yang bertujuan untuk memperoleh data floristic. 2. Geografi tumbuhan interpretative, adalah suatu kajian yang bertujuan memperoleh pemahaman dan pengertian tentang dinamika migrasi dan evolusi tumbuh – tumbuhan.
A. Fitogeografi Secara luas, yang dimaksud fitogeografi adalah suatu kajian tentang sebaran makhluk hidup di bumi pada saat yang lalu dan pada saat ini. Shukla dan Chandel (1996) mendefenisikan fitogeografi sebagai suatu kajian tentang migrasi dan penyebaran tumbuh – tumbuhan di daratan atau perairan. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
129
Secara deskriptif, fitogeografi adalah studi dan deskripsi tentang perbedaan fenomena distribusi tumbuhan di bumi, mencakup semua hal yang mengubah atau mempengaruhi permukaan bumi, baik oleh pengaruh fisik, iklim atau interaksi dari makhluk hidup dari lingkungannya. Pada umumnya penelaahan tentang fitogeografi mempunyai hubungan yang erat dengan analisis dan penjelasan tentang pola distribusi tumbuhan dan makhluk hidup lainnya di bumi, yang variasi jenis – jenisnya sebagian besar dipengaruhi lingkungan fisik tempat tumbuhnya yang berlangsung pada saat ini dan masa lalu. Factor fisik, antara lain adalah iklim dan tipe tanah di suatu habitat terestris, variasi suhu, salinitas, cahaya dan tekanan air disuatu habitat. Pola dsitribusi tumbuhan dapat mempunyai sebaran yang luas atau hanya pada wilayah tertentu. Sifat distribusinya dapat berhubungan atau sambung menyambung dengan wilayah lainnya ( continue ), atau dapat pula terpisah dengan wilayah lain berjauhan ( discontinue atau disjunct ). Berdasarkan pada ada tidaknya tumbuh – tumbuhan di berbagai wilayah bumi maka terdapat distribusi 3 kelompok taksa tumbuhan, yaitu : 1. Tumbuhan tersebar luas Tumbuhan yang tersebar luas ( wides ) adlah kelompok taksa tumbuhan yang penyebarannya hampir terdapat di seluruh dunia di wilayah yang memiliki bermacam – macam zona iklim. Tumbuhan demikian yang sebarannya luas dinamakan
“
tumbuhan
kosmopolit
“
contohnya
Taraxacum
officinale,
Chenopodium album. Tumbuhan kosmopolit yang tersebar luas di daerah tropis dinamakan tumbuhan
“ pantropis “ contohnya adalah kelompok tumbuhan yang termasuk
suku Zingiberaceae yang terdapat di beberapa kepulauan dan daratan Asia. Sedangkan tumbuhan yang tersebar secara luas di daerah beriklim dingin di wilayah zona artik dan zona alpin, dikenal sebagai tumbuhan “ artik – alpin “. 2. Tumbuhan endemic
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
130
Tumbuhan endemic adalah tumbuhan yang jenis – jenisnya tumbuh di wilayah terbatas dan terdapat pada daerah yang tidak terlalu luas. Daerah sebarannya pada umumnya di batasi oleh adanya penghalang ( barrier ), seperti lembah, bukit atau pulau. Dikenal beberapa tipe tumbuhan endemic yaitu tumbuhan “ endemic benua “,
“ endemic regional “, “ endemic local “.
Tumbuhan endemic dapat berasal dari jenis tumbuhan purba yang tersebar luas yang sampai saat ini mampu bertahan dan beradaptasi pada wilayah yang terbatas. Tumbuhan jenis ini kemudian menjadi tumbuhan endemic karena sebarannya yang sempit, contohnya : Ginko biloba ( di Jepang dan Cina ), Sequioa sempervirens ( di California ). Jenis tumbuhan endemic lainnya adalah tumbuhan masa kini ( modern ) yang dalam proses evolusinya tidak mempunyai kesempatan dan waktu yang cukup untuk tersebar secara luas melalui migrasi, contohnya : Rafflesia arnoldii, Mecanopsis sp. 3. Tumbuhan discontinue Tumbuhan discontinue adalah tumbuhan yang terpisah pada dua atau lebih wilayah yang berjarak puluhan, ratusan atau ribuan kilometer oleh adanya penghalang yang terdiri dari pegunungan atau gunung yang tinggi di daratan atau pulau – pulau di laut. Contohnya : Empetrum nigrum, Larrea tridentate, Phacelia magellanica, Sanigula cranicaulis. Tumbuhan discontinue terdapat, antara lain karena :” 1. Tumbuhannya berevolusi di beberapa wilayah yang sesuai dengan ekologinya, tetapi gagal bermigrasi dari habitat aslinya oleh adanya penghalang tertentu. 2. Tumbuhan yang jenis – jenisnya pada suatu saat pada masa lalu tersebar luas, kemudian oleh karena kondisi lingkungannya berubah akan lenyap atau musnah. Tetapi di antara jenis – jenis tumbuhan tersebut terdapat jenis yang dapat beradaptasi dan mampu bertahan, sehingga akhirnya pada wilayah atau habitat tertentu akan terbentuk kantung – kantung tumbuhan discontinue. 3. Iklim yang berubah dalam skala evolusi juga dapat menyebabkan adanya tumbuhan
discontinue
karena
pada
umumnya
tumbuhan
mempunyai
kebutuhan iklim tertentu yang akan menemukan kehidupannya.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
131
4. Secara geologis daratan di masa lampau sekarang sangat berbeda dengan daratan masa kini. B. Sebaran Vegetasi 1. Pola Sebaran Vegetasi Dalam konsep dinamika fitogeografi, terdapat pola dasar distribusi vegetasi di berbagai wilayah. Menurut Weis ( 1963 ) dan Misra ( 1980 ) pola dasar distribusi vegetasi dipengaruhi oleh : a. Habitat, sebagai tempat tumbuh tumbuhan yang mempunyai hubungan sangat erat dengan iklim. b. Respon vegetasi dan sifat adaptasi tumbuhan terhadap lingkungannya bersifat khas dan sering menjadi karakteristik suatu jenis tumbuhan. c. Migrasi berbagai flora setempat telah berlangsung sepanjang sejarah geologi, selama itu persebaran, pengangkutan dan penguasaan wilayah akan turut menentukan pola distribusi vegetasi. d. Kelanjutan hidup jenis vegetasi tertentu tergantung oleh proses migrasi dan evolusi. Sesuai dengan sifat toleransi dan adaptasi terhadap kondisi habitat dan iklim, dikenal beberapa kelompok distribusi tumbuhan, yaitu kelompok : a. Tumbuhan kosmopolit dan sub kosmopolit ( Gramineae ) b. Tumbuhan wilayah tropis ( Araceae ). c. Tumbuhan wilayah sub tropis ( Salicaceae ). d. Tumbuhan discontinue ( Papaveraceae ). e. Tumbuhan endemis ( Bixaceae ). f. Tumbuhan wilayah extrim. Beberapa jenis tumbuhan mungkin mempunyai sifat toleransi yang luas terhadap satu atau beberapa factor ekologis, seperti kondisi lingkungan habitat. Tumbuhan yang demikian dinamakan tumbuhan ektopik ( eurytopic ), tetapi mungkin juga terdapat hanya satu jenis tumbuhan yang mempunyai toleransi yang sempit terhadap kondisi lingkungan habitat tersebut, dinamakan jenis tumbuhan stenotopik ( stenotopic ). Sifat – sifat ektopik dan stenotopik sering Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
132
dapat menjadikan suatu jenis tumbuhan dalam suatu komunitas vegetasi dapat bersifat kosmopolit atau endemic. Sifat – sifat toleransi demikian dinamakan sebagai sifat toleransi dengan rentang yang optimum, misalnya secara geografis karakteristik factor tanah dengan rentang optimum tertentu mejadi satu factor ekologi paling penting yang akan mempengaruhi sebaran spasial berbagai jenis tumbuhan di bumi. Factor
pembatas
yang
akan
berpenagruh
terhadap
pertumbuhan,
reproduksi dan distribusi tumbuhan menurut Brown dan Gibson ( 1983 ) antara lain : a. Jenis tumbuhan karena jenis tumbuhan setempat cenderung mempunyai reproduksi yang sesuai dengan kondisi setempat. b. Kepekaan dan sifat adaptasi tumbuhan terhadap spectrum cahay. c. Preferensi tumbuhan terhadap sifat – sifat fisik tanah. d. Ada dan tidak adanya jenis tumbuhan tertentuyang berhubungan erat dengan kemampuannya menghadapi gangguan secara periodic, seperti banjir, pencemaran. e. Interaksi spesifik antara tumbuhan dengan tumbuhan atau antara tumbuhan dengan hewan. 2. Distribusi Vegetasi di Alam Secara fitogeografis, Shukla dan Chandel ( 1996 ) menyatakan bahwa terdapat beberapa factor ekologi yang berpengaruh terhadap distribusi tumbuhan. Factor ekologi tersebut adalah : a. Factor sejarah geografi dan sebarannya. Suatu wilayah di bumi yang menjadi asal tumbuhan pertama kali dinamakan pusat asal tumbuhan ( centre of origin ). Dalam skala evolusi dan geologi proses terbentuknya species biota cenderung berlangsung lama dan kontinyu. Dalam proses evolusi tersebut beberapa jenis tumbuhan telah berdiferensiasi membentuk species baru dan dapat menjadi flora sekarang. Dalam evolusi proses diferensiasi terbentuknya jenis – jenis species baru pada umumnya berkaitan dengan proses hibridisasi dan proses mutasi antara
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
133
jenis – jenis tumbuhan yang mempunyai kekerabatan yang dekat, serta proses seleksi alam dari populasi hybrid dan mutan. b. Factor migrasi. Jenis tumbuhan baru yang berhasil dalam proses evolusi, kemudian akan mungkin akan bermigrasi pada suatu habitat baru. Di habitatnya species baru tersebut akan tumbuh, berkembang dan beradaptasi pada kondisi lingkungan setempat tanpa mengalami perubahan sebagai jenis baru dan melangsungkan persebaran dan pemencaran turunannya, yang berlangsung bersamaan dengan proses evolusinya sendiri. Persebaran ( dispersal ) atau pemencaran bibit dan biji dilakukan oleh berbagai agen persebaran, seperti angin, air, serangga, burung atau hewan lainnya termasuk manusia. Dalam migrasi, proses dispersal akan dilanjutkan dengan proses ekesis, yaitu proses berkecambah, tumbuh dan beradaptasi, berkembang biak dan menetap di habitatnya yang baru. Proses migrasi dapat terhalang bahkan berhenti oleh sebab tertentu karena terdapatnya barrier. C. Amplitude ekologi Kondisi lingkungan tidak saja mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan vegetasi di suatu wilayah, tetapi kehidupan, migrasi dan sebaran vegetasi tersebut juga ditentukan oleh amplitude ekologi wilayah tersebut berupa : 1. Ada atau tidaknya kehadiran jenis tumbuhan. 2. Kekuatan dan kelemahan jenis tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang. 3. Keberhasilan dan kegagalan dari vegetasi dalam bermigrasi. Setiap jenis tumbuhan dalam suatu komunitas biotic pada dasarnya mempunyai rentang toleransi terhadap amplitude ekologi berupa kondisi factor lingkungan fisik dan biotic tertentu, sehingga adanya atau terdapatnya satu species di suatu habitat akan menunjukan bahwa kondisi lingkungannya sesuai dengan amplitude ekologi species tersebut. Factor amplitude ekologi suatu jenis tumbuhan sering dipengaruhi oleh perubahan waktu ( temporal ), yang dapat menentukan dan mempengaruhi Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
134
distribusi
vegetasinya.
Contohnya
adalah
tumbuhan
yang
reproduksinya
berlangsung secara generative, proses hibiridisasi antara jenis – jenis tumbuhan yang sejenis akan menghasilkan keturunan yang secara genetic sama. Tetapi karena terjadi perubahan kondisi lingkungannya, tumbuhan tersebut harus beradaptasi sesuai dengan lingkungannya dan amplitude ekologinya yang baru dengan perangkat genetic baru pula sebagai hasil seleksi alam atau mutasi. Perangkat genetic sebagai hasil adaptasi pada kondisi lingkungan yang baru akan menyertai perubahan genotip atau proses mutasi dari jenis tersebut. jenis – jenis atau populasi tumbuhan tersebut dinamakan “ tumbuhan ekotip “.
C. Fitogeografi dan Distribusi Flora Indonesia Indonesia sebagai wilayah kepulauan mempunyai 6 kawasan biogeografi yang terpusat di pulau-pulau dan kepulauan utama. Kawasan biogeografi tersebut adalah : 1. Sumatera dan pulau-pulau lepas pantai. 2. Jawa dan Bali 3. Kalimantan, Natuna dan Anambas, dan Sulawesi dan pulau-pulau lepas pantai 4. Nusa Tenggara dan Maluku 5. Papua atau Irian dan Irian Jaya. Kawasan yang beragam tersebut mempunyai habitat dan lingkungan fisik, yang
beragam sehingga secara alami Indonesia diperkirakan
mempunyai 47 macam ekosistem, dari ekosistem pantai, rawa, dataran rendah sampai dengan ekosistem pegunungan. Pada dasarnya flora dan sebaran atau distribusinya terdiri dari flora yang mempunyai tipe tumbuhan sebaran lua, tumbuhan indomik dan tumbuhan discontinue. Wilayah Indonesia secara fitogeografis termasuk kawasan malesia, yaitu kawasan Asia Tenggara yang terdiri dari Thailand Selatan, Malaysia, Indonesia, Brunei, Serawak, Sabah, Filipina dan New Guinea. Distribusi Indonesia termasuk dalam kawasan Melesia Barat, Malesia Selatan dan Malesia Timur.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
135
Secara fitogeografis distribusi flora Indonesia dipengaruhi oleh tumbuhan dari benua Asia dan Australia, yang terbagi lagi atas wilayah berdasarkan garis Wallace, Garis Lyddecker dan Garis Weber. Garis Weber yang terletak di antara garis Wallace dan Garis Lyddecker telah membagi biota Indonesia bagian barat dan timur perbandingannya 1 : 1. Dengan adanya Garis Wallace, secara umum di Indonesia diketahui terdapat 3 zonasi distribusi flora, yaitu zona vegetasi bagian barat, zona vegetasi bagian timur, dan zona vegetasi peralihan. Distribusi atau sebaran flora di berbagai wilayah tersebut pada umumnya sangat dipengaruhi factor lingkungan fisik, seperti habitat dan factor iklim yaitu curah hujan dan ketersediaan air. Sebarannya dapat dikelompokan menurut fisiognomi, tipe habitat dan iklim. Jenis-jenis vegetasi pada umumnya yang memiliki cirri-ciri yang spesifik berdasarkan zona pantai dan rawa bakau atau air tawar, zona dataran rendah, zona padang dan savana, tanah kwarsa, kapur. Nusa Tenggara dan kepulauan Maluku adalah Wilayah yang terletak pada dangkalan sunda dan dangkalan sahul dengan berbagai pulau utama seperti Lombok, Flores, Sumbawa (Nusa Tenggara) dan Kepulauan Maluku. Berdasarkan curah hujan daerah tersebut sebaran floranya dapat dikelompokan berdasarkan interaksi curah hujan, bulan kering dan kelembaban. Sesuai dengan vegetasi klimaks maka flora Nusa Tenggara dan Maluku terdapat vegetasi dataran rendah tropika basah selalu hujan, vegetasi kerangas, vegetasi ultra basah, vegetasi batu kapur, vegetasi musiman, vegetasi pegunungan bawah dan pegunungan atas, vegetasi hutan monsum dan sebagainya. Di antara jenis tumbuhan yang khas di wilayah ini adalah cendana (Santalum album) dan asosiasi antara Borassus corypha atau jenis-jenis lain (Zizipus mauritiana) yang terdapat di padang savanna di Nusa Tenggara dan daerah Maluku yang beriklim kering. Papua atau Irian Jaya bersama New Guinea adalah sebuah pulau nomor dua yang terbesar di dunia. Topografi wilayahnya sangat beragam. Menurut Pijmans (Petoez 2000), distribusi flora di Papua terdiri dari 6 wilayah penyebaran, yaitu wilayah pantai dan hutan mangrove, wilayah rawa dataran rendah, wilayah hutan basah dataran rendah, zona pegunungan bawah, zona pegunungan atas/sub-alpin dan zona Alpin. Tumbuhan yang bentuknya khas dan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
136
endemic Papua antara lain adalah Mimecodia brassii sebagai tumbuhan epifit tempat sarang semut yang bentuknya bulat dan cendawan Mycena sp. yang tumbuh di lantai hutan dan bercahaya di waktu malam.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
137
BAB. XI SUMBER DAYA ALAM TUMBUHAN
1. Pendahuluan Pada dasarnya kehidupan manusia dalam biosfer bertumpu dan ditunjang oleh ekosistem dan sumber daya alam yang beraneka ragam yang ada di bumi. Sumber daya alam tumbuhan atau sumber daya alam biota lainnya adalah bagian dari ekosistem, tempat manusia tinggal dan berlangsungya interaksi timbal balik antara manusia, masyarakat tumbuhan dan biota lain dengan lingkungannya.
Masyarakat tumbuhan sebagai salah satu unsur sumber daya alam hayati beserta lingkungannya merupakan masyarakat makhluk hidup yang secara langsung atau tidak langsung telah lama dimanfaatkan oleh manusia dan biota lain untuk kehidupannya. Tumbuhan sebagai salah satu komponen biotic mempunyai peranan penting dank has jika dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya karena tumbuhan mampu mengubah energi kimia menjadi energi potensial dan mengubah senyawa anorganik menjadi senyawa organic dalam fungsinya sebagai produsen. Masyarakat tumbuhan, fauna dan mikrobiota sebagai komponen sumber daya alam dan lingkungan hidup, berperan sebagai bagian dari penunjang system kehidupan dan penyusun keanekaragaman makhluk hidup, sumber daya genetic, pelindung dan pengatur tata air, serta menjadi bahan kajian ilmu pengetahuan. Tumbuhan sebagai sumber daya alam dan sumber daya genetis, pada saat ini keberadaannya cenderung semakin terancam kepunahannya, sementara itu kebutuhan dan kegiatan manusia serta perusakan lingkungan semakin meningkat, sedangkan pengelolaan dan pelestariannya belum memadai. Sehingga tumbuh – tumbuhan
dan
makhluk
hidup
lainnya,
kehadiran
keanekaragaman
dan
kelestariannya diperlukan untuk generasi yang akan datang.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
138
A. Keanekaragaman Dan Pelestarian Ekosistem Tumbuhan Dunia
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
menyadari
betul
potensi
keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah genetic untuk berbagai keperluan industry pangan, papan, obat – obatan, industry pakan ternak, kertas, pestisida, dan sebagainya. Dalam ekologi, keanekaragaman hayati pada umumnya merupakan istilah, yang menyatakan terdapatnya berbagai variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat derajat keanekaragaman alam. Hal tersebut biasanya dibagi dalam 3 macam keanekaragaman yang berbeda, yaitu keanekaragaman jenis atau species, keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman genetic ( plasma nutfah ) atau variasi infra species masing – masing. Keragaman jenis tumbuhan terdiri atas dua unsur, yaitu jumlah jenis yang ada
( mengarah pada kekayaan jenis yang dinamakan species richenes ) dan
kelimpahan jenis relatif ( mengarah pada kesamaan jenis yang disebut eveness/ equitabilitas atau kemerataan ). Sebagai unsur lingkungan hidup, menurut Irwan ( 1997 ) keanekaragaman makhluk hidup adalah jumlah jenis biota yang dapat ditinjau menurut 3 tingkatan, yaitu : 1. Tingkat gen dan kromosom yang berfungsi membawa sifat keturunan ( herediter ). 2. Tingkat jenis dari berbagai kelompok biota yang mempunyai susunan gen tertentu. 3. Tingkat ekosistem, tempat jenis makhluk hidup tersebut melangsungkan kehidupannya dan berinteraksi dengan makhluk hidup lain dan lingkungannya. Berdasarkan keadaan variasi jenis atau ketidaksamaan di antara jenis – jenis tumbuhan dalam suatu komunitas terdapat 3 macam keanekaragaman ( diversitas ). Macam diversitas tersebut adalah : 1. Diversitas alfa, yaitu diversitas dalam suatu komunitas yang spesifik. 2. Diversitas beta, yaitu diversitas dari beberapa komunitas tumbuhan pada suatu kondisi ( gradient ) lingkungan tertentu.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
139
3. Diversitas gama, yaitu diversitas dari berbagai habitat pada suatu wilayah geografis. Keanekaragaman jenis tumbuhan dapat mempunyai nilai keanekaragaman yang rendah maupun tinggi. Nilai tersebut diketahui dari nilai indeks keanekaragaman yang merupakan rasio dari jumlah jenis ( ni ) dan jumlah individu tiap jenisnya ( Ni ). Indeks keanekaragaman jenis menurut Shannon indeks adalah sebagai berikut :
H = Σ Pi ln Pi Keterangan : H = indeks keanekaragaman Pi = ni/Ni ni = jumlah jenis Ni = jumlah individu Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman ( H ) maka dapat diketahui kondisi dan kemantapan suatu ekosistem yang berkaitan dengan jenis – jenis dan kelimpahan makhluk hidup di ekosistem tersebut. Evaluasi kondisi suatu ekosistem yang terkena dampak kegiatan manusia seperti pada ekosistem hutan, keanekaragaman sumber daya tumbuhan dikatakan baik dan mantap jika mempunyai nilai indeks keanekaragaman jenis ( H ) 2,5 – 3,5 atau dikatakan buruk dan kurang mantap jika H = 1,1 – 1,5. Dalam hubungannya dengan kekayaan jenis dan kesamaan antara jenis – jenis dalam komunitas yang berbeda, secara teoritis dari indeks keanekaragaman dapat diketahui 4 macam komunitas, yaitu komunitas dengan : 1. Kekayaan jenis dan kesamaannya rendah 2. Kekayaan jenis tinggi, tetapi kesamaannya rendah 3. Kekayaan jenis rendah, tetapi kesamaannya tinggi 4. Kekayaan jenis mupun kesamaan keduanya tinggi. Keanekaragaman makhluk hidup telah dimanfaatkan oleh manusia berdasarkan beragamnya system pengetahuan yang berkembang selama berabad – abad. Masyarakat di seluruh Indonesia telah mengenal dan menggunakan lebih dari 6000 jenis tumbuhan berbunga ( liar maupun telah dibudidayakan ) untuk memenuhi kebutuhan dasar akan pangan, papan dan kesehatan. Dengan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
140
pengetahuan
yang
berkembang
di
masyarakat
maka
diketahui
adanya
keuntungan pola tanam campuran ( beragamnya jenis ) untuk mencegah kegagalan panen dan pengendalian hama. 4. Keanekaragaman Tumbuhan Indonesia
adalah
salah
satu
Negara
di
bumi
yang
memiliki
keanekaragaman makhluk hidup yang tinggi, walaupun luasnya hanya 1,3 % dari seluruh permukaan bumi, jumlah jenis tumbuhannya sekitar 30.000 jenis ( ± 15 % ). Terdapat berbagai factor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis tumbuhan
di
suatu
habitat.
Data
dasar
yang
dapat
memperlihatkan
keanekaragaman jenis makhluk hidup suatu habitat adalah factor spasial yang merupakan factor lokasi habitat yang berbeda – beda di bentang alam bumi. Pada umumnya rata – rata jumlah jenis biota per satuan luas ( sampling area ) tertinggi terdapat pada wilayah tropis daripada wilayah subtropics, selain itu ekosistem tropis sering mengandung lebih banyak komunitas vegetasi yang lebih beragam yang menyebabkan keanekaragaman jenis juga lebih besar daripada wilayah sub tropis. Keanekaragaman bentuk hidup akan menurun di daerah yang curah hujannya rendah, terutama karena meningkatnya dominasi pohon di daerah beriklim basah. 5. Keanekaragaman dan Pelestarian Ekosistem Untuk pelestarian ekosistem, keanekaragaman hayati merupakan salah satu factor yang terpenting karena biodiversitas memiliki sifat – sifat : 1. Merupakan bagian dari mata rantai tatanan lingkunga hidup. 2. Memiliki kemampuan merangkai satu komponen dengan komponen tatanan lingkungan lainnya. 3. Dapat menunjang tatanan lingkungan tersebut sebagai sumber kehidupan makhluk hidup lainnya. Pada ekosistem dan tatanan lingkungan hidup yang mempunyai keragaman makhluk hidup sedikit, keseimbangan ekosistem cenderung sangat peka dan mudah terganggu. Semakin beraneka ragam keanekaragaman tumbuhan suatu komunitas vegetasi maka semakin stabil komunitas vegetasi tersebut. dari hal Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
141
tersebut tampak bahwa keanekaragaman makhluk hidup sangat penting tidak saja bagi kelangsungan hidup komunitas biotiknya sendiri, tetapi juga untuk kelestarian tatanan lingkungan hidupnya. Pada akhir abad ke – 20 terlihat bahwa laju kepunahan keanekaragaman makhluk hidup diperkirakan telah mencapai 40 – 400 kali laju kepunahan normal ( Irwan, 1997 ). Laju kepunahan tersebut antara lain disebabkan oleh : 1. Kerusakan habitat tumbuhan dan hewan liar yang disebabkan oleh pemanfaatan hutan yang berlebihan dan oleg perladangan berpindah dengan siklus
pendek
serta
semakin
meningkatnya
jumlah
penduduk
yang
menyebabkan semakin banyak perubahan hutan menjadi lahan pertanian, industry, pemukiman atau pariwisata. 2. Karena pencemaran limbah oleh kegiatan manusia yang menghasilkan bahan pencemaran ( polutan ) terhadap biota sehingga yang dapat bertahan akan tumbuh dengan pesat sedang yang tidak tahan populasinya akan menurun, bahkan akan punah. Bagi Indonesia, untuk mencegah meningkatnya kepunahan biota dan keseimbangan ekosistem dan pelestarian sumber daya alam maka di dunia modern yang penuh kecanggihan teknologi, maka untuk mempertahankan keanekaragaman
hayati
dan
variasi
genetika
yang
besar,
yang
harus
dimanfaatkan secara hemat dan berkesinambungan secara lestari. Hal itu perlu dilakukan
dengan
upaya
dan
langkah
–
langkah
yang
tepat
untuk
mempertahankan keanekaragaman hayati tersebut, dengan cara : 1. Memelihara dan mempertahankan proses ekologi yang penting dan system pendukung kehidupan lainnya. 2. Mempertahankan keanekaragaman makhluk hidup, menurut keanekaragaman genetic, species dan ekosistem. Untuk berlanjutnya kehidupan manusia, hal tersebut perlu dilakukan karena pertumbuhan penduduk dan perkembangan industry telah mendorong terwujudnya kehidupan masyarakat yang tidak seimbang. Masyarakat modern dengan kehidupannya yang kompleks dan tidak seimbang antara pemanfaatan sumber daya alam dengan pelestariannya, telah menyebabkan menurunnya keanekaragaman sumber daya alam karena memiliki cirri – cirri : Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
142
1. Semakin kompleks jaringan hubungan internal social maupun eksternal dalam mencari sumber daya dan pemenuhan kebutuhan hidup yang senantiasa meningkat dalam jumlah, ragam dan mutu. 2. Tidak terikat oleh batas – batas lingkungan setempat dalam upaya mempertahankan keselamatan dan mengembangkan kehidupan. 3. Pertumbuhan dan perubahan yang pesat menandai perubahan social yang umum. 4. Pengolahan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang sangat dinamik menuntut pengalihan energi alam. 5. Keyakinan bahwa keberadaan alam ini terutama untuk memenuhi keinginan dan bukan kebutuhan hidup manusia. Terdapat beberapa langkah kebijaksanaan yang dapat dilakukan untuk mempertahankan
keanekaragaman
hayati
dalam
proses
pembangunan
berkelanjutan. Langkah – langkah tersebut meliputi : 1. Pengakuan terhadap hak milik atas kekayaan dan sumber penghidupan masyarakat. 2. Pengaktifan kembali pranata dan kelembagaan social yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan. 3. Penghormatan terhadap pengetahuan masyarakat dan kearifan lingkungan yang selama ini menjadi dasar dan pedoman dalam beradaptasi terhadap lingkungannya.
B. Prinsip Ekologi Dalam Pengelolaan Dan Pelestarian Sumber Daya Alam Pelestarian hayati atau konservasi biologi mempunyai hubungan yang tak dapat dipisahkan dengan pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam sebagai suatu
kajian
ekologi
yang
bersifat
aplikatif.
Tujuannya
adalah
untuk
mempertahankan keanekaragaman hayati, habitatnya dan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya. Pelestarian atau konservasi sumber daya alam secara luas berarti pemanfaatan dan pengelolaan, serta pengawetan secara lestari sumber daya Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
143
alam terutama sumber daya alam hayati. Dalam upaya pelestarian peranan para ahli ekologi memegang peranan penting agar dapat : 1. Memotivasi dan merancang system tata guna lahan yang produktif dan berkelanjutan. 2. Melakukan pelestarian jenis – jenis tumbuhan yang mempunyai potensi dan memiliki manfaat ekonomi untuk manusia. 3. Melestarikan komunitas biotic dan jenis – jenisnya untuk tujuan nonekonomi, tetapi berperan sebagai penunjang ekosistem dan kehidupan. Kepentingan pelestarian sumber daya alam bagi kehidupan manusia memiliki 2 aspek kepentingan, yaitu kepentingan global dan individu. Sesuai dengan kepentingan strategi konservasi dunia ( World Conservation StrategY ), pelestarian sumber daya alam berfungsi untuk : 1. Mempertahankan proses – proses ekologi yang utama dan menunjang system kehidupan 2. Melestarikan keanekaragaman genetic dan jenis biota liar. 3. Pemanfaatan
ekosistem
dan
species
secara
lestari,
dengan
mempertimbangkan penggunaan sumber daya alam berkelanjutan untuk masa yang akan datang. 1. Prinsip – Prinsip Ekologi, Pengelolaan dan Pelestarian Sumber Daya Alam Pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam tidaklah berarti hanya melaksanakan pengelolaan dan pelestarian tumbuhan, hewan dan mikrobiota saja, tetapi juga ditujukan pada semua aspek kehidupan dan keanekaragaman hayati, termasuk materi genetika, populasi, komunitas dan ekosistem. Menurut Dasman ( 1977 ), beberapa konsep yang dikembangkan dari pengetahuan ekologi mempunyai aplikasi secara umum untuk berbagai bidang dan kondisi yang dapat dimanfaatkan bagi pengelolaan dan pelestarian ekosistem dalam pembangunan ekonomi. Kegiatan pembangunan ekonomi sering membawa berbagai tingkat perubahan terhadap ekosistem yang pada dasarnya akan selalu di atur oleh factor – factor pembatas ekologis yang bekerja dalam suatu ekosistem alami.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
144
Factor pembatas tersebut perlu diperhitungkan agar pembangunan membawa hasil yang lestari. Kegagalan untuk mengetahui, memahami dan mengenal prinsip – prinsip ekologi telah banyak menyebabkan aktivitas pemanfaatan sumber daya alam dan pembangunan ekonomi menemui kegagalan sehingga upaya pengelolaan dan pelestarian ekosistem serta keanekaragaman hayati tidak tercapai. 2. Pengelolaan dan Pelestarian Sumber Daya Alam Untuk menjamin kelangsungan pembangunan ekonomi maka perencanaan, pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam perlu dilakukan dengan cermat dengan memperhatikan kaidah – kaidah ekologis untuk mengurangi akibat yang merugikan
kelangsungan
pembangunan
dan
kelestarian
ekosistem,
serta
keanekaragaman hayatinya secara menyeluruh. Terutama dalam pemilihan macam sumber daya yang peruntukannya harus dilakukan secara efisien dan efektif sehingga tidak mengurangi kemampuan sumber daya alam yang lain. Selain itu, perubahan ekosistem hendaknya tidak dilaksanakan secara besar – besaran. Agar sumber daya alam optimal perlu dilakukan inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam agar potensinya diketahui, dan dalam pemanfaatannya perlu digunakan teknologi yang sesuai serta pelaksanaannya dilakukan secara terpadu. Selain itu rehabilitasi ekosistem yang rusak perlu dilakukan terutama pada daerah aliran sungai dan wilayah sekitarnya. Dalam pelestarian sumber daya alam terdapat 2 kepentingan, yaitu kepentingan global dan kepentingan individu. Dan sesuai dengan strategi konservasi dunia maka pelestarian perlu dilakukan dengan tujuan untuk : 1. Mempertahankan proses ekologi dan penunjang kehidupan. 2. Melestarikan keanekaragaman jenis dan genetic. 3. Pemanfaatan ekosistem dan jenis – jenisnya secara lestari
C. Pencemaran Lingkungan Keseimbangan ekologi biosfer pada saat ini cenderung terganggu oleh adanya pertambahan penduduk yang pesat, perkembangan teknologi dan Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
145
terdapatnya masalah – masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan terhadap ekosistem dapat menimbulkan berbagai perubahan terhadap struktur ekosistem, hilangnya keanekaragaman makhluk hidup, menurunnya fungsi ekosistem atau berkurangnya produktivitas sebagai akibat berubahnya rasio antara produksi dan respirasi ( Kumar, 1996 ). Secara
umum
pencemaran
atau
polusi
dapat
diartikan
sebagai
terdapatnya di suatu tempat ( habitat, wilayah atau ekosistem ) materi dari luar yang menyebabkan tempat tersebut tidak berfungsi dengan semestinya. Sedangkan pencemaran lingkungan adalah masuknya suatu zat, energi, makhluk hidup atau zat lainnya ke dalam lingkungan, dan atau berubahnya lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan menurun dan menyebabkan lingkungan menjadi tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Telah disebutkan bahwa pencemaran lingkungan berhubungan erat dengan perubahan lingkungan yang tidak dikehendaki yang sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia yang menghasilkan limbah. Limbah yang mencemari lingkungan secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap pola alir energi, sifat fisik dan kimia lingkungan serta kelimpahan makhluk hidup. Dalam hubungannya dengan pencemaran lingkungan terdapat 2 istilah yang mempunyai hubungan erat dengan pengaruh pencemaran terhadap makhluk hidup. Istilah tersebut adalah polusi ( pencemaran ) dan kontaminasi. Polusi (pencemaran) adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan adanya satu zat atau polutan yang mencemari daratan, perairan atau udara yang berpengaruh buruk terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya, serta kualitas lingkungan; sedangkan kontaminasi adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan adanya bahan pencemar atau organisme yang mencemari makhluk hidup dan dapat merugikan makhluk hidup dan lingkungannya. Suatu organisme yang terkontaminasi oleh polutan akan mengalami pencemaran atau tidak tergantung oleh beberapa factor yang mempengaruhi efek dari bahan pencemar ( kontaminan ), seperti : 1. Jenis atau macam polutan. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
146
2. Banyaknya polutan yang mengkontaminasi suatu organisme. 3. Toleransi organisme terhadap kontaminan. 4. Lamanya pemaparan polutan terhadap suatu organisme. 5. Kategori pencemaran 6. Jenis dan karakteristik genetika suatu organisme 7. Kondisi habitat dan lingkungannya. 8. Umur organisme yang terkontaminasi polutan. 9. Intensitas pemaparan oleh polutan. 10. Kombinasi dari berbagai factor tersebut. Berdasarkan sifat bahan pencemar, pencemaran lingkungan dapat dibedakan dalam 4 kategori, yaitu : 1. Pencemaran yang disebabkan oleh limbah padat, misalnya sampah ( organic dan anorganik ) yang berasal dari limbah industry, pertambangan dan pertanian. Limbah ini dapat pula dikelompokan menjadi 2 macam, yaitu limbah yang dapat dimusnahkan secara biologi atau mikrobiologi ( biodegrable pollutants ), misalnya tinja dan limbah yang tidak
dapat
dimusnahkan secara biologi ( non biodegrable pollutants ), misalnya limbah plastic. 2. Pencemaran yang disebabkan oleh limbah cair, misalnya limbah rumah tangga/pabrik yang mengandung bahan beracun, seperti pestisida, logam berat atau mikroba berbahaya ( pathogen ). Bahan pencemaran ini biasanya akan terakumulasi pada badan air dalam ekosistem perairan seperti sungai, danau, estuaria atau perairan pantai. 3. Pencemaran yang disebabkan gas, misalnya gas CO ( karbon mono oksida ), SO2, NO2, Ozone, Fluorides dan smog ( campuran hidrokarbon dan gas pencemar lainnya, seperti asap/uap air ). Bahan pencemar gas ini sangat berbahaya untuk makhluk hidup karena jangkauannya yang cukup luas dan dengan konsentrasi kecil sudah dapat membahayakan makhluk hidup ( misalnya konsentrasi gas SO2 lebih besar dari 1 ppm dapat mengganggu pernapasan manusia atau merusak pembentukan pigmen/klorofil di daun ).
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
147
4. Pencemaran yang disebabkan oleh limba tanpa bobot, misalnya pencemaran lingkungan oleh zat radioaktif, panas ( limbah thermal ) dan bunyi. 1. Pengaruh Pencemaran Terhadap Tumbuhan Secara umum pengaruh pencemaran terhadap tumbuh – tumbuhan adalah karena akumulasi bahan pencemar yang bersifat racun ( phytotoxin ) bagi tumbuhan. Bahan pencemar masuk dalam jaringan atau organ tumbuh – tumbuhan melalui system jaringan vaskuler sampai ke ujung tepi daun atau pucuk dan terakumulasi diberbagai lokasi. Jika polutan tersebut telah melampaui batas ambang konsentrasi baru kemudian akan berpengaruh terhadap jaringan atau organ tertentu, atau terhadap tumbuhan secara keseluruhan. Pengaruh utama bahan – bahan pencemar tersebut terutama adalah menghambat pembentukan enzim – enzim tertentu yang kemudian akan merusak jaringan, organ dan fungsinya. Pengaruh tersebut akan dipengaruhi pula dari struktur internal tumbuhan, kondisi lingkungan fisik dan kimia, karakteristik polutan atau kombinasi factor – factor tersebut. Pengaruh bahan pencemar, baik bahan pencemar padat, cair, gas atau limbah tanpa bobot terhadap tumbuhan terutama berpengaruh terhadap : 1. Proses kimia dan fisik dari sel atau jaringan. 2. Proses fotosintesis dan fisiologi lainnya. 3. Struktur anatomi dan morfologi sel atau jaringan. 4. Pembelahan sel. 5. Pertumbuhan sel, jaringan dan organ. 6. Pertumbuhan tumbuhan oleh perubahan komposisi tanah dan tingkat keasaman ( pH ) tanah. 7. Terganggunya proses reproduksi ( pembentukan kuncup, buah dan biji ). Tumbuhan yang terkena pencemaran akan memperlihatkan penampilan seperti : tumbuh kerdil dan merangas, bentuk daun yang tidak normal, absisi daun lebih cepat, perubahan atau kerusakan daun yang mengalami korotis, nekrosis, layu bercak – bercak putih atau coklat dan ujung atau tepi daun seperti terbakar, serta proses pembungaan dan pembuahan yang terhambat. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
148
Akibat pencemaran udara oleh gas – gas SO2, NO2, PAN ( peroxy acyl nitrat ), Ozon, Fluorida, Ethylene dan smog maka hutan berdaun jarum ( conifer ) di daerah sub tropis yang tetap berdaun sepanjang tahun sering menjadi vegetasi yang terkena pencemaran udara, dan akan memperlihatkan cirri tumbuhan yang terkena pencemaran seperti tersebut di atas. Dengan respon yang spesifik dan peka terhadap pengaruh pencemaran lingkungan, tumbuh – tumbuhan sering dapat dimanfaatkan sebagai fitoindikator terhadap pencemaran. Jenis – jenis tumbuhan berpembuluh ( Spermathopyta ) dan lumut kerak
( Lichenes ) sering digunakan sebagai bioindikator.
Menurut Manning dan Feder ( dalam Thomas dkk, 1976 ), tumbuhan yang digunakan sebagai indicator pencemaran udara biasanya dapat menunjukan terdapatnya polutan di dalam jaringannya. Dan tumbuhan dapat menunjukan efek pencemaran yang baik sehingga dapat digunakan sebagai atau menjadi bioindikator ( terutama indicator untuk pencemaran udara ) karena tumbuhan mempunyai sifat atau karakter yang mudah diketahui, seperti : 1. Bersifat menetap ( sedentary ) 2. Menjadi pasif kolektor 3. Dapat menunjukan kerusakan secara visual dan sifat sitologik yang nyata 4. Perubahan kimia ( physiological dan biochemistry symptoms ) yang jelas 5. Gejala ekologi yang spesifik Dengan responnya yang khas beberapa jenis tumbuhan dapat menjadi indicator pencemaran yang disebabkan oleh limbah padat, limbah cair, emisi gas atau pengaruh bahan pencemar tanpa bobot. Beberapa jenis tumbuhan yang dapat dijadikan indicator pencemaran lingkungan, antara lain seperti pada tabel berikut :
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
149
Tabel : Tumbuhan Indikator No
Jenis Tumbuhan
Kategori pencemaran
1.
Casuarina sp. dan Eucalyptus sp.
Limbah padat/tepung pati
2.
Phragmites communis
Limbah padat/tailing (tambang biji
3.
Parmelia physoides ( Lichenes )
nikel)
4.
Solanum tuberosum
Emisi gas / gas SO2, NO2
5.
Zostera sp. ( Alga )
Emisi gas / hujan asam
6.
Eichornia crassipes
Limbah cair / oil spill ( limbah minyak )
7.
Elodea canadensis
Limbah cair / NO3 atau PO4 Limbah thermal / pabrik
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan
Nasir Hadi, S.Pd, M.Si
150