BURUH MIGRAN Per Per defi defini nisi si,, peke pekerj rja a migr migran an adal adalah ah oran orang g yang yang berm bermig igra rasi si dari dari wila wilaya yah h kelahirannya ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka waktu relatif menetap. Pekerja migran mencakup sedikitnya dua tipe: pekerja migran internal dan pekerja migran internasional. Pekerja migran internal berkaitan dengan urbanisasi, sedangkan pekerja migran internasional tidak dapat dipisahkan dari globalisasi. Peker Pekerja ja migr migran an inter interna nall (dal (dalam am nege negeri) ri) adal adalah ah oran orang g yang yang berm bermig igra rasi si dari dari temp tempat at asaln asalnya ya untu untuk k beker bekerja ja di temp tempat at lain lain yang yang masi masih h term termas asuk uk dala dalam m wilayah Indonesia. Karena perpindahan penduduk umumnya dari desa ke kota (rural-to-urban migration), maka pekerja migran internal seringkali diidentikan dengan “orang desa yang bekerja di kota.” Pekerja migran internasional internasional (luar negeri) adalah mereka yang meninggalkan meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negara lain. Di Indonesia, pengertian ini menunjuk pada orang Indonesia yang bekerja di luar negeri atau yang dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Karena persoalan TKI ini seringkali menyentuh para buruh wanita yang menjadi pekerja kasar di luar negeri, TKI biasanya diidentikan dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW atau Nakerwan)
Urbanisasi dan Pekerja Migran Internal Urbanis Urbanisasi asi adalah adalah “prose “proses s pengkot pengkotaan aan” ” atau atau proses proses peruba perubahan han suatu suatu desa desa menjadi menjadi kota. Secara nasional, urbanisasi urbanisasi bisa dilihat dari proporsi proporsi penduduk penduduk yang yang ting tingga gall di perko perkota taan an dan dan prop propor orsi si oran orang g yang yang beker bekerja ja di sekt sektor or nonnonpertanian. Sebagai contoh, pada tahun 1998, sebesar 31,5 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan dan sebanyak 49,2 persen bekerja di sektor nonpertanian (Suharto, 2002:149). Pertumbuhan penduduk yang besar, persebaran penduduk yang tidak merata antar daerah, dan rendahnya daya serap industri di perkotaan, menyebabkan urba urbani nisa sasi si di Indon ndones esia ia term ermasuk asuk dala dalam m kat kategor egorii “u “urb rban anis isas asii tanp tanpa a industrialisasi”, “urbanisasi berlebih” atau “inflasi perkotaan” (Potter dan LloydEvans, Evans, 1998; 1998; Suhart Suharto, o, 2002). 2002). Fenomen Fenomena a ini menunj menunjuk uk pada pada keadaan keadaan dimana dimana pertumbuhan kota berjalan cepat namun tanpa diimbangi dengan kesempatan kerja kerja yang yang memada memadai, i, khusus khususnya nya di sektor sektor indust industri ri dan jasa. jasa. Akibat Akibatnya nya,, para para migran migran yang yang berbond berbondong ong-bo -bondo ndong ng meningg meninggalk alkan an desany desanya a dan tanpa tanpa bekal bekal keahlian yang memadai tidak mampu terserap oleh sektor “modern” perkotaan. Mereka kemudian bekerja di sektor informal perkotaan yang umumnya ditandai oleh produktivitas produktivitas rendah, upah rendah, rendah, kondisi kondisi kerja buruk, dan tanpa jaminan sosial. Sejatinya, persoalan utama pekerja migran internal terkait erat dengan kondisi sektor informal perkotaan yang kerap disebut sebagai sebagai “underground “underground economy” itu. itu. Sebagai Sebagai contoh contoh,, mereka mereka yang yang bekerja bekerja sebaga sebagaii pedaga pedagang ng kakilim kakilima a kerap kerap menghadapi permasalahan seperti penggusuran, permodalan yang kecil, konflik dengan penduduk setempat, konflik dengan pengguna lahan publik lain (pejalan
kaki, kaki, sopir sopir angkut angkutan an kota, kota, pemili pemilik k mobil mobil pribad pribadi, i, pemilik pemilik toko), toko), dan konfli konflik k dengan petugas keamanan. Pers Persoa oala lan n lain lain yang yang cuku cukup p seri serius us meng mengen enai ai peke pekerj rja a migr migran an ini ini adal adalah ah menyangkut fenomena “pekerja migran anak-anak” yang meliputi anak jalanan, pekerja anak, dan anak perempuan yang dilacurkan (AYLA). Dalam laporannya, A Country Strategy for Children and Women, 2001-2005, pemerintah Indonesia dan UNICEF UNICEF memperk memperkira irakan kan jumlah jumlah pekerja pekerja anak sebesa sebesarr 1,8 juta jiwa dan AYLA sebanyak 40.000-70.000 anak (Suharto, 20003). Selain bekerja di sektor yang berbahaya, mereka memiliki upah rendah, rawan eksploitasi dan perlakuan salah (abu (abuse se), ), sert serta a tida tidak k memi memilik likii akse akses s terh terhad adap ap pend pendid idika ikan, n, keseh kesehat atan an,, dan dan mobilitas sosial vertikal. Mereka kemungkinan besar terjebak dalam “lingkaran kemiskinan” (vicious circle of poverty).
Globalisasi Globalisasi dan Pekerja Migran Internasional Globalisasi Globalisasi adalah proses menyatunya menyatunya negara-negara negara-negara di seantero seantero dunia. dunia. Dalam globa globali lisa sasi si,, perda perdaga gang ngan an bara barang ng dan dan jasa jasa,, perpi perpind ndah ahan an moda modal, l, jari jaring ngan an transportasi, serta pertukaran informasi dan kebudayaan bergerak secara bebas ke seluruh dunia seiring dengan meleburnya batas-batas negara. Globalisasi Globalisasi ternyata juga mendorong mendorong perpindahan tenaga kerja antar negara. negara. Dewas Dewasa a ini, ini, pend pendud uduk uk duni dunia a berg berger erak ak menin meningg ggal alkan kan tana tanah h airn airnya ya menu menuju ju negara lain yang menawarkan pekerjaan dengan upah lebih tinggi. Di wilayah Asia Asi a saja saja pada pada tahun tahun 1994, 1994, tenaga tenaga kerja asing asing (sesam (sesama a Asi Asia) a) yang yang mengis mengisii sektor-sektor ekonomi di wilayah tersebut mencapai jutaan. Jumlah terbanyak datang dari Indonesia (800 ribu), diikuti Filipina (600 ribu), Bangladesh (400 ribu) dan Thailand (sekitar 400 ribu) (Newsweek, 17 Oktober 1994). Menurut Elwin Tobing (2003), arus migrasi tenaga kerja ini diperkirakan akan terus terus mening meningkat kat setiap setiap tahunn tahunnya ya sejala sejalan n dengan dengan melong melonggar garnya nya hambat hambatananhambatan resmi migrasi di negara-negara yang tergabung dalam World Trade Organisation (WTO). Melonjaknya arus migrasi ini pada hakekatnya merupakan resul resulta tant nte e dari dari perbe perbeda daan an ting tingkat kat kemakm kemakmur uran an anta antara ra nega negara ra maju maju dan dan berkembang. Pembangunan ekonomi yang tinggi di negara maju telah mendorong upah dan kondisi lingkungan kerja ke taraf yang lebih tinggi. Percepatan pembangunan ekonomi ekonomi di negara negara maju kemudian meningkatkan meningkatkan kebutuhan akan tenaga kerja dalam jumlah tertentu. Secara umum, permintaan akan tenaga kerja terlatih di negara maju dipenuhi dari negara maju lainnya. Sedangkan permintaan akan tenaga tenaga kerja kerja tidak tidak terlat terlatih ih “terpa “terpaksa ksa” ” didata didatangk ngkan an dari dari negara negara berkem berkemban bang. g. Peker Pekerja ja dari dari nega negara ra-ne -nega gara ra maju maju send sendiri iri seri sering ngkal kalii tida tidak k tert tertar arik ik deng dengan an pekerjaan yang menurut kategori mereka bergaji rendah. Sement Sementara ara itu, kesulit kesulitan an ekonom ekonomi, i, sempit sempitnya nya lapang lapangan an pekerja pekerjaan an dan upah upah rendah di negara berkembang mendorong penduduk untuk mengadu nasib ke negar negara a maju maju mesk meskipu ipun n tanp tanpa a bekal bekal (kea (keahl hlia ian, n, pers persia iapa pan, n, doku dokume men) n) yang yang memadai. Sebagian besar pekerja migran dari negara berkembang ini umumnya
terdorong oleh upah yang relatif lebih tinggi dibanding upah yang diterima di negara asal. Namun, sebagian dari pekerja migran ada yang termotivasi oleh alasan lain, seperti keagamaan (pergi haji, umroh) khususnya di Arab Saudi. aktor pendorong dan penarik di atas sebenarnya merupakan hukum ekonomi yang yang waja wajarr jika jika pros proses esny nya a dila dilalui lui berda berdasa sark rkan an krit kriteri eria a yang yang dibu dibutu tuhk hkan an.. Persoalan menjadi lain manakala tenaga kerja dari negara pengirim bermigrasi secara ilegal dan/atau tanpa keahlian serta persiapan yang diperlukan. Dalam konteks ini, munculah dua macam migrasi, yaitu yang legal (resmi) dan yang ilegal (gelap). Status gelap inilah yang kemudian kemudian menyebabkan menyebabkan pekerja migran migran sangat rentan mengalami permasalahan sosial-psikologis.
Dalam Dalam arus arus migra migrasi si ini, ini, terd terdap apat at feno fenome mena na lain lain yang yang dis disebu ebutt “fem “femin inis isme me migr migras asi, i,” ” yakn yakni, i, bahwa bahwa migr migras asii sema semaki kin n dido didomi mina nasi si oleh oleh anak anak gadis gadis dan dan perempu perempuan an (Heyz (Heyzer, er, 2002). 2002). Ambruk Ambruknya nya sis sistem tem ekonom ekonomii lokal lokal menyeb menyebabk abkan an banyak anak-anak gadis gadis dan perempuan yang diekspos ke tempat-tempat kerja global guna mencari mencari penghidupan. penghidupan. Menurut Heyzer (2002:2), situasi ini akan semakin menjadi-jadi di negara-negara yang mengalami krisis ekonomi parah serta negara-negara yang mengalami konflik dan perpecahan. Dalam konteks Indonesia, feminisme migrasi ini terjadi dalam bentuk pengiriman TKW besarbesaran antara lain ke Hongkong, Arab Saudi, Malaysia dan Singapura. Di Singapura, pada tahun 2002 terdapat sekira 450 ribu pekerja migran. Dari jumlah tersebut, lebih dari 140 ribu bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Pembantu rumah tangga yang berasal dari Indonesia diperkirakan mencapai 60 ribu orang, selebihnya selebihnya berasal berasal dari Filipina, India, Sri Lanka dan Burma (ELSAM, 2002). Penanganan pekerja migran internal selama ini lebih banyak menyentuh aspek hilir ketimbang hulu. Padahal, menyentuh persoalan di hilir saja seperti halnya kegiat kegiatan an “menya “menyapu pu sampah sampah di halaman halaman rumah” rumah”.. Sedang Sedangkan kan,, members membersihk ihkan an penyebab yang mengotori halaman tersebut tidak tersentuh. Dengan demikian, penanganan persoalan pekerja migran internal perlu dilakukan secara terpadu, baik baik di wila wilaya yah h hulu hulu (ped (pedes esaa aan) n) maup maupun un hili hilirr (per (perko kota taan an). ). Ekot Ekotur uris isme me,, pengembangan agroindustri, dan penciptaan lapangan kerja di pedesaan, antara lain, lain, dapat dapat memperb memperbaik aikii kemakm kemakmura uran n desa desa yang yang pada pada gil gilira iranny nnya a memban membantu tu membatasi laju migrasi desa-kota yang terlalu berlebih. Di perkotaan, pemberian pelatihan bagi peningkatan produktivitas ekonomi kecil, bantuan permodalan, dan pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan kiranya masih tetap diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kapasitas pekerja migran ini.
Sejalan dengan desentralisasi, persoalan pekerja migran internal sebenarnya merupakan tantangan PEMDA, baik di daerah asal maupun daerah penerima.
PEMDA su PEMDA suda dah h seha seharu rusn snya ya meng mengha hada dapi pi pers persoa oalan lan ini ini deng dengan an peni pening ngkat katan an ekonomi regional dan pengembangan kualitas sumberdaya manusia. Sement Sementara ara itu, itu, permasa permasalaha lahan n yang yang timbul timbul dari dari pekerja pekerja migran migran interna internasio sional nal antara lain disebabkan oleh belum maksimalnya perlindungan buruh, terutama yang yang bekerja bekerja sebaga sebagaii pemban pembantu tu rumah rumah tangga tangga.. Keduta Kedutaan an Besar Besar Indone Indonesia sia di Singapura, misalnya, hanya memberi penyuluhan soal sistem kerja agar lebih mema memaha hami mi baga bagaim iman ana a cara cara kerj kerja a yang yang diin diingi gink nkan an maji majika kan. n. Kare Karena nany nya, a, kampanye bagaimana seharusnya para majikan di Singapura memperlakukan TKI perlu dilakukan (ELSAM, 2002:3). Selama Selama ini, ini, keduta kedutaan an besar besar Indone Indonesia sia di negara negara-ne -negar gara a lain lain belum belum memilik memilikii atase atase sosial. sosial. Oleh Oleh karena karena itu, itu, penemp penempata atan n atase atase sosial, sosial, teruta terutama ma di negara negara-negara yang banyak menerima TKI, perlu dipertimbangkan. Atase sosial ini harus memiliki keahlian yang lengkap mengenai konseling, advokasi, pendampingan sosial, dan teknik-teknik resolusi konflik.
Di dalam negeri, pembekalan pembekalan terhadap terhadap TKI tidak hanya menyangkut menyangkut “cara-cara bekerja bekerja dengan dengan baik” baik” di negara negara tujuan tujuan.. Namun Namun,, sebaikn sebaiknya ya menyan menyangku gkutt pula pula coping strategies strategies dalam menghadapi menghadapi persoalan yang mungkin mungkin timbul timbul di negara tujuan. Pelatihan mengenai strategi penanganan masalah ini bisa menyangkut pengetahuan pengetahuan mengenai karakteristik karakteristik politik dan sosial-buda sosial-budaya ya negara tujuan, serta serta cara-c cara-cara ara mengha menghadap dapii burn-o burn-out ut (kebos (kebosana anan n kerja) kerja),, stres stress, s, kesepia kesepian, n, maupun pengetahuan mengenai fungsi dan tugas kedutaan besar. Akhirny Akhirnya, a, penyel penyeleks eksian ian dan pengaw pengawasa asan n terhad terhadap ap PJTKI PJTKI juga juga perlu perlu dil dilaku akukan kan secara secara konsist konsisten en dan berkela berkelanjut njutan an melalu melaluii kerjas kerjasama ama antara antara Dinas Dinas Tenaga Tenaga Kerja Kerja dan dan Dina Dinas s Sosi Sosial. al. Penga Pengawa wasa san n ini ini bisa bisa dilak dilakuka ukan n denga dengan n meli meliba batk tkan an pekerja sosial yang dapat memahami permasalahan, pelatihan dan penanganan permasalahan sosial psikologis pekerja migran internasional. Para pekerja sosial dapat memberikan pendampingan sosial, pembelaan, bimbingan sosial terhadap calon TKI sebelum dan sesudah kembali dari luar negeri. Selain itu, pelayanan sosi sosial al sema semaca cam m “p “per eraw awat atan an ruma rumah” h” (hom (homec ecar are) e) terh terhad adap ap kelua keluarg rga a TKI TKI di Indonesia Indonesia juga perlu dilakukan mengingat mengingat banyaknya banyaknya kasus kerumahtanggan kerumahtanggan yang yang ditimbu ditimbulka lkan n akibat akibat “pergin “perginya” ya” salah salah satu satu anggot anggota a keluarg keluarga a pentin penting g di rumah yang ditinggalkan pekerja migran.