STATUS PASIEN IDENTITAS
Nama
: Ny. P.A
JK
: Perempuan
Umur
: 44 tahun
Alamat
: Kemayoran – Kemayoran – Jakarta Jakarta Pusat
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Agama
: Islam
Tgl MRS
: 07 Oktober 2013
Anamnesa ( Autoanamnesa ) Keluhan utama : Os datang ke IGD IGD dengan keluhan nyeri pada lengan kanan atas sejak 3 jam yang lalu. Riwayat penyakit sekarang : Os datang dengan keluhan nyeri pada lengan kanan atas sejak 3 jam yang lalu,dikarenakan tertimpa gulungan karpet besar. Keluhan pada lengan atas juga disertai bengkak dan kebiruan. Tidak nampak luka terbuka, tidak nampak darah dan tidak terasa panas dilengan kanan atas. Lengan bagian bawah masih dapat digerakkan, tidak terasa nyeri, tidak nampak biru dan bengkak. Lengan kiri tidak ada keluhan. Pusing (+),mual dan muntah (-),batuk (-),sesak (-),jantung berdebar-debar (-),nyeri tenggorokan disertai suara parau (-),nyeri menelan (-), BAB/BAK tidak ada keluhan.
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
1
Riwayat penyakit dahulu : -Tidak ada Riwayat dengan keluhan yang sama seperti yang dikeluhkan sekarang.
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Darah tinggi, kencing manis, penyakit kelainan darah disangkal
-
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien saat ini.
Riwayat pengobatan : - Tidak pernah mendapat pengobatan dalam jangka yang lama - Pasien ketika kecelakaan tidak mendapat tindakan atau pun pengobatan PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey - A (airway)
: bebas
- B (brathing) : bebas bebas - C (circulation) : baik - D (disability) : - gangguan pergerakan pada tangan kanan - nyeri (+) - bengkak (+) Secondary survey 2
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
Riwayat penyakit dahulu : -Tidak ada Riwayat dengan keluhan yang sama seperti yang dikeluhkan sekarang.
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Darah tinggi, kencing manis, penyakit kelainan darah disangkal
-
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien saat ini.
Riwayat pengobatan : - Tidak pernah mendapat pengobatan dalam jangka yang lama - Pasien ketika kecelakaan tidak mendapat tindakan atau pun pengobatan PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey - A (airway)
: bebas
- B (brathing) : bebas bebas - C (circulation) : baik - D (disability) : - gangguan pergerakan pada tangan kanan - nyeri (+) - bengkak (+) Secondary survey 2
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
Tanda Vital - Nadi
: 94 x/menit, kuat angkat, reguler
- Pernapasan : 20 x/menit, thorakoabdominal - Suhu
: 36,3ºC
- TD
: 110 / 80 mmHg
STATUS GENERALIS
Kepala - Mata : Pupil isokor Refleks pupil
+/+
Konjungtiva anemis
-/-
Sklera ikterik
-/-
Palpebra
normal
Hidung
: Deviasi septum
-/-
Tanda radang
-/-
Sekret
-/-
Leher : Ispeksi Kelenjar tiroid tampak membesar di sebelah kiri Palpasi : Teraba masa di leher kiri sebesar telur itik dengan diameter 5 x 6 x 2 cm, mobile, permukaan tidak berbenjol-benjol, nyeri tekan (+), nyeri menelan (-). Thoraks :
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
3
- Inspeksi : Dada simetris Retraksi iga
(-)
Krepitasi (-)
- Palpasi : Nyeri tekan
(-)
Vokal fremitus ka=ki
- Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler Ronkhi
+/+
-/-
Wheezing
-/-
Jantung : - Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat - Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V midclavikularis sinistra - Perkusi : -Batas jantung kiri ICS V linea midclavikularis sinistra -Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal - Auskultasi : BJ I-II murni reguler Murmur (-) Gallop (-) Abdomen
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
4
Inspeksi
: Scar (-) Edema (-) Distensi usus (-)
Auskultasi : Bising usus (+) N Perkusi
: Timpani di seluruh kuadran abdomen
Palpasi : - nyeri tekan di 4 kuadran
(-)
- Hepar
: Tidak teraba pembesaran
- Splen
: Tidak teraba pembesaran
- Ballotement ginjal
-/-
Nyeri tekan suprapubis
(-)
Ekstremitas : - Atas :Akral hangat +/+ Sianosis
-/-
- Bawah : Akral hangat +/+ Sianosis
-/-
5
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
STATUS LOKAL BEDAH : Regio humerus dextra
L ( Look )
- Tanda inflamasi (+) - Perdarahan (-) - Deformitas (+) - Fungsio laesa (+)
F (feel) : tanda inflamasi (+),krepitasi tidak dilakukan pemeriksaan, nyeri tekan lokal (+) M (move) : pergerakan ekstremitas terhambat dikarenakan nyeri Foto rontgen tanggal 7 Oktober 2013 di UGD
6
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
Pemeriksaan laboratorium 07/10/2013
Pemeriksaan Bone Survey (09/10/2013)
Thorax : cor tidak membesar, aorta normal, bronkitis kronis, tampak lesi litik pada tulang costae Kepala : Tampak lesi litik menyebar di tulang calvaria Vertebra thoracolumbal : Kompresi vertebra L1 Pelvis dan coxae : Tampak lesi litik pada tulang radius kanan dan kiri. Tampak fraktur tulang humerus kanan.
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
7
Extremitas atas : Tampak lesi litik pada tulang radius kanan dan kiri Tampak fraktur tulang humerus kanan Extremitas bawah : Tampak lesi litik pada femur kiri. Kesan : Bronkitis kronis Proses litik multiple pada tulang-tulang dan kompresi vertebra L1
mulTiple
myeloma
Pemeriksaan USG leher ( 09/10/2013)
Tiroid kanan sedikit membesar, berbatas tegas, nampak lesi solid Tiroid kiri membesar, batas kabur, tampak lesi solid dan kistik Trachea terdesak kekanan Kesan : struma nodosa bilateral, kiri lebih besar dari kanan DD/ proses malignans
Pemeriksaan rontgen thorax ( 08/10/2013)
Cor CTR normal, aorta normal Sinus dan diafragma normal Pulmo: hili normal, corakan vaskuler normal, tak tampak infiltrat
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
8
Tulang costae :normal Kesan : cor tak tampak membesar. Tak tampak TB paru aktif atau pneumonia
ANALISA KASUS
Berdasarkan data-data : Anamnesis: Keluhan nyeri pada humerus dextra
sejak 3 jam
sebelum masuk RS. Keluhan pada humerus juga disertai edema dan hematoma. Keluhan ini timbul setelah adanya trauma tertimpa gulungan karpet besar. Pemeriksaan fisik : L ( Look ) - Tanda inflamasi (+) - Deformitas (+) - Fungsio laesa (+) F (feel) : tanda inflamasi (+),krepitasi tidak dilakukan pemeriksaan, nyeri tekan lokal (+) M (move) : pergerakan ekstremitas terhambat dikarenakan nyeri Laboratorium dan radiologi Dapat disimpulkan bahwa telah terjadi fraktur humerus 1/3 distal dextra tertutup dan tidak terjadi defisit neurologis
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
9
Pengobatan : Di UGD IVFD RL Torasik inj Remopain inj Di Ruangan R/ Ultracet tab 3 x 1 R/ Ostecare 2 x 1
10
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1. Anatomi Humerus dan Jaringan Sekitarnya
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna dan radius.3 Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (cap ut humeri) yang bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio gleno-humeri. Pada bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah proyeksi lateral pada bagian distal dari collum anatomicum. Tuberculum majus merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba pada regio bahu. Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat sebuah lekukan yang disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana caput humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan collum chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian ini. 3 Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian lateralnya, yakni di pertengahan corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V dan kasar yang disebut sebagai tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan sebagai titik perlekatan tendon musculus deltoideus. 3 Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada bagian distal dari humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol bundar pada sisi lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis merupakan suatu depresi anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa coronoidea me rupakan
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
11
suatu depresi anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika lengan difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar yang menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel. Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada permukaan kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.3 Berikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan humerus. Tabel 2.1. Saraf dan Otot yang Menggerakkan Humerus 4 Otot
Origo
Insertio
Aksi
Persarafan
Otot-Otot Aksial yang Menggerakkan Humerus M. pectoralis Clavicula,
Tuberculum
Aduksi
major
sternum,
majus
merotasi
cartilago
sisi
costalis
dan
dan Nervus medial pectoralis
lateral lengan pada sendi
II- sulcus
bahu;
VI,
intertubercul
terkadang
aris
cartilago
humerus
medialis
dan
kepala lateralis
clavicula
dari memfleksikan lengan dan kepala
costalis I-VII
sternocostal mengekstensikan lengan yang fleksi tadi ke arah truncus
M. latissimus Spina T7-L5,
Sulcus
Ekstensi,
dorsi
vertebrae
intertubercul
dan
lumbales,
aris
aduksi, Nervus merotasi thoracodorsalis
dari medial lengan pada
crista sacralis humerus
sendi
bahu;
dan
crista
menarik lengan ke
iliaca,
costa
arah
inferior
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
dan
12
IV
inferior
posterior
melalui fascia thoracolumb alis Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus M. deltoideus
Extremitas
Tuberositas
Serat
acromialis
deltoidea dari mengabduksi
dari
humerus
lateral Nervus axillaris
lengan pada sendi
clavicula,
bahu; serat anterior
acromion
memfleksikan
dari
merotasi
scapula
(serat lateral),
dan
medial
lengan pada sendi dan
bahu,
serat
spina
posterior
scapulae
mengekstensikan
(serat
dan merotasi lateral
posterior)
lengan pada sendi bahu.
M.
Fossa
Tuberculum
Merotasi
subscapularis
subscapularis
minus
lengan pada sendi
dari scapula
humerus
bahu
M.
Fossa
Tuberculuum
Membantu
supraspinatus
supraspinata
majus
dari scapula
humerus
dari
medial Nervus subscapularis
M. Nervus
dari deltoideus
subscapularis
mengabduksi pada sendi bahu
M.
Fossa
Tuberculum
infraspinatus
infraspinata
majus
dari scapula
humerus
Angulus
Sisi
M.
teres
Merotasi
lateral Nervus
dari lengan pada sendi
suprascapularis
bahu
medial Mengekstensikan
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
Nervus
13
major
inferior
dari sulcus
scapula
lengan pada sendi
intertubercul
bahu
aris
membantu
subscapularis
dan aduksi
dan rotasi medial lengan pada sendi bahu M.
teres Margo
minor
Tuberculum
lateralis inferior
majus
Merotasi lateral dan Nervus axillaris
dari ekstensi
dari humerus
lengan
pada sendi bahu
scapula M.
Processus
Pertengahan
Memfleksikan dan Nervus
coracobrachi
coracoideus
sisi
medial aduksi lengan pada
alis
dari scapula
dari
corpus
musculocutaneus
sendi bahu
humeri
Anatomic neck
Gambar 2.1. Tampilan Anterior Humerus 5
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
14
Anatomic neck
Gambar 2.2. Tampilan Posterior Humerus 5
Gambar 2.3. Tampilan Anterior Saraf di Sekitar Humerus 5
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
15
Gambar 2.4. Tampilan Lateral Saraf di Sekitar Humerus 5
16
Gambar 2.5. Tampilan Aliran Darah di Sekitar Humerus 5
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
Di bagian posterior tengah humerus, melintas nervus radialis yang melingkari periosteum diafisis humerus dari proksimal ke distal dan mudah mengalami cedera akibat patah tulang humerus bagian tengah. Secara klinis, pada cedera nervus radialis didapati ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan tangan sehingga pasien tidak mampu melakukan fleksi jari secara efektif dan tidak dapat menggenggam. 1
Gambar 2.6. Nervus Radialis dan Otot-Otot yang Disarafinya 6 17
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
2.2. Fraktur Humerus 2.2.1. Defenisi
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus.2
2.2.2. Etiologi
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan. 2 Trauma dapat bersifat2: 1. Langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. 2. Tidak langsung Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Tekanan pada tulang dapat berupa 2: 1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral 2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal 3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi 4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah 5. Trauma oleh karena remuk 6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian tulang
2.2.3. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus dari seluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak 5,7% kasus dari seluruh fraktur. 7 Sedangkan kejadian fraktur distal humerus
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
18
terjadi sebanyak 0,0057% kasus dari seluruh fraktur. 8 Walaupun berdasarkan data tersebut fraktur distal humerus merupakan yang paling jarang terjadi, tetapi telah terjadi peningkatan jumlah kasus, terutama pada wanitu tua dengan osteoporosis. 8 Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan umur rata-rata 64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan fraktur ketiga yang paling sering terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur distal radius. Fraktur diafisis humerus lebih sering pada usia yang sedikit lebih muda yaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun.7
2.2.4. Klasifikasi
Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Fraktur Proximal Humerus 2. Fraktur Shaft Humerus 3. Fraktur Distal Humerus 2.2.4.1. Fraktur Proksimal Humerus
(9,10)
Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1. Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan kerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu, trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi. Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera toraks.
19
Menurut Neer , proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
1. Caput/kepala humerus 2. Tuberkulum mayor 3. Tuberkulum minor 4. Diafisis atau shaft Klasifikasi menurut Neer, antara lain: 1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktu 2. Two-part fracture :
anatomic neck surgical neck
Tuberculum mayor
Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
Surgical neck dengan tuberkulum mayor
Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture 5. Fracture-dislocation 6. Articular surface fracture
20
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
I MINIMAL DISPLACEMENT
2-PART
3-PART
4-PART
II ANATOMICAL NECK
III SURGICALL NECK
IV GREATER TUBEROSITY
V LESSER TUBEROSITY
ARTICULAR SURFACE VI FRACTURE DISLOCATION
P
21
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
2.2.4.2. Fraktur
Shaft
(9)
Humerus
Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi. 60% kasus adalah fraktur sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10% sepertiga distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung maupun tidak langsung. Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur. Pemeriksaan neurovaskuler adalah penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler serial diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan fisik terdapat krepitasi pada manipulasi lembut. Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus : a. Fraktur terbuka atau tertutup b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif e. Kondisi intrinsik dari tulang f. Ekstensi artikular
2.2.4.3.Fraktur DistalHumerus
9
Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2% untuk semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian fraktur humerus.(9) Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena siku tangan terbentur atau dipukul benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau wanita usia tua.(9,10)
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
22
Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat bengkak, kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan mengeluhkan siku lengannya seperti akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat nyeri tekan, krepitasi, dan neurovaskuler dalam batas normal. (9,10) 1. Suprakondiler Fraktur
Fraktur suprakondilus merupakan salah satu jenis fraktur yang mengenai daerah siku, dan sering ditemukan pada anak-anak. Fraktur suprakondilus adalah fraktur yang mengenai humerus bagian distal di atas kedua kondilus. Pada fraktur jenis ini dapat dibedakan menjadi fraktur supracondilus extension type (pergeseran posterior) dan flexion type (pergeseran anterior) berdasarkan pada bergesernya fragmen distal dari humerus. Jenis fleksi adalah jenis yang jarang terjadi. Jenis ekstensi terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada siku dan lengan bawah dalam posisi supinasi dan dengan siku dalam posisi ekstensi dengan tangan yang terfiksasi. Fragmen distal humerus akan terdislokasi ke arah posterior terhadap humerus.(11) Fraktur humerus suprakondiler jenis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi sedikit fleksi. Pada pemeriksaan klinis didapati siku yang bengkak dengan sudut jinjing yang berubah. Didapati tanda fraktur dan pada foto rontgen didapati fraktur humerus suprakondiler dengan fragmen distal yang terdislokasi ke posterior.(11) Gambaran klinis, setelah jatuh anak merasa nyeri dan siku mengalami pembengkakan, deformitas pada siku biasanya jelas serta kontur tulang abnormal. Nadi perlu diraba dan sirkulasi perlu diperiksa, serta tangan harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya bukti cedera saraf dan gangguan vaskularisasi, sehingga bila tidak diterapi secara cepat dapat terjadi: "acute volksman ischaemic" dengan tanda-tanda: pulseless; pale; pain; paresa; paralysis.(11)
23
Pada lesi saraf radialis didapati ketidakmampuan untuk ekstensi ibu jari dan ekstensi jari lain pada sendi metacarpofalangeal. Juga didapati
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
gangguan sensorik pada bagian dorsal serta metacarpal I. Pada lesi saraf ulnaris didapati ketidakmampuan untuk melakukan gerakan abduksi dan adduksi jari. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar jari V. Pada lesi saraf medianus didapati ketidakmampuan untuk gerakan oposisi ibu jari dengan jari lain. Sering didapati lesi pada sebagian saraf medianus, yaitu lesi pada cabangnya yang disebut saraf interoseus anterior. Di sini didapati ketidakmampuan jari I dan II untuk melakukan fleksi. a. Pada Dewasa
Fraktur suprakondilus extension type Menunjukkan cedera yang luas, dan biasanya akibat jatuh pada tangan yang terekstensi. Humerus patah tepat di atas condilus. Fragmen distal terdesak ke belakang lengan bawah (biasanya dalam posisi pronasi) terpuntir ke dalam. Ujung fragmen proksimal yang bergerigi mengenai jaringan lunak bagian anterior, kadang mengenai arteri brachialis atau n. medianus. Periosteum posterior utuh,sedangkan periosteum anterior ruptur; terjadi hematom fossa cubiti dalam jumlah yang signifikan. (11)
Fraktur suprakondilus flexion type Tipe fleksi terjadi bila penderita jatuh dan terjadi trauma langsung pada sendi siku pada distal humeri.(11)
b. Pada Anak
Angka kejadiannya pada anak sekitar 55% sampai 75% dari semua fraktur siku. Insidensi puncaknya adalah pada anak berusia 5-8 tahun. 98% dari fraktur suprakondiler pada anak adalah fraktur suprakondiler tipe ekstensi. Gejala klinisnya adalah bengkak, nyeri pada daerah siku pada saat digerakkan. Dapat ditemukan Pucker Sign, cekungan dari kulit pada bagian anterior akibat penetrasi dari fragmen proximal ke muskulus brakhialis. Pada
anak,
fraktur
suprakondiler
dapat
diklasifikasikan
menurut
Gartland .(9) 24
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
(9) Klasifikasi Gartland
Tipe I
:
tidak ada pergeseran
Tipe II
:
ada pergeseran dengan korteks posterior intak, dapat disertai angulasi atau rotasi
Tipe III
:
pergeseran komplit; posteromedial atau posterolateral
2. Transkondiler Fraktur
(9)
Biasanya terjadi pada pasien usia tua dengan tulang osteopenik. 3. Interkondiler Fraktur
(9)
Pada dewasa, jenis fraktur ini adalah tipe paling sering diantara tipe fraktur humerus distal yang lain. Klasifikasi menurut Riseborough and Radin: Tipe I
: fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya ada berupa garis fraktur
Tipe II : terjadi sedikit pergeseran dengan tidak ada rotasi antara fragmen kondilus Tipe III : pergeseran dengan rotasi Tipe IV : fraktur komunitif berat dari permukaan artikular 4. Kondiler Fraktur
(9)
a. Pada Dewasa
Dapat dibagi menjadi fraktur kondilus medial dan fraktur kondilus lateral. Klasifikasi menurut Milch : Tipe I : penonjolan lateral troklea utuh,tidak terjadi dislokasi radius dan ulna Tipe II : terjadi dislokasi radius ulna, kerusakan
kapsuloligamen
b. Pada Anak
Lateral Condyler Physeal Fractures
(9)
Pada anak, kejadian fraktur jenis ini adalah sebanyak 17% dari seluruh fraktur distal humerus. Usia puncaknya adalah pada saat anak berusia 6 tahun. 25
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
Klasifikasi Milch : Tipe I
: garis fraktur membelah dari lateral ke troklea melalui celah kapitulotroklear. Hal ini timbul pada
fraktur salter-
harris tipe IV. Siku stabil dikarenakan troklea intak. Tipe II
: garis fraktur meluas sampai apeks dari troklea. Ini
timbul
pada fraktur salter-harris tipe II. Siku tidak stabil oleh karena ada kerusakan pada troklea. Klasifikasi Jacob: Stage I
:
fraktur tanpa pergeseran dengan permukaan artikuler Intak
Stage II
:
fraktur dengan pergeseran sedang
Stage III
:
pergeseran dan dislokasi komplit dan instabilitas siku
Medial Condyler Physeal Fractures
(9)
Fraktur jenis ini biasanya terjadi pada umur 8 sampai 14 tahun. Klasifikasi Milch: Tipe I
: garis fraktur melewati sepanjang apex dari troklea. Hal ini timbul pada fraktur salter-harris tipe II.
Tipe II
: garis fraktur melewati celah capitulotroklear. Ini timbul pada fraktur salter-harris tipe VI.
Klasifikasi kilfoyle : Stage I
:
tidak ada pergeseran, permukaan artikular intak
Stage II
:
garis fraktur komplit dengan pergeseran yang minimal
Stage III
:
pergeseran
komplit
dengan
rotasi
fragmen
dari
penarikan otot fleksor
26
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
2.2.5. Diagnosis 12
2.2.5.1. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari: 1. Auto anamnesis: Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa. Ditanyakan persoalan: mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan; penderita bercerita tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai ketidakberesan; bagian apa dari anggotanya/lokalisasi perlu dipertegas sebab ada pengertian yang berbeda misalnya “… sakit di tangan ….”, yang dimaksud tangan oleh orang awam adalah anggota gerak atas dan karenanya tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lengan bawahnya. Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit atau beberapa penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan anamnesis demikian perlu pengetahuan tentang penyakit. Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan: 1) Sakit/nyeri Sifat dari sakit/nyeri: -
Lokasi setempat/meluas/menjalar
-
Ada trauma riwayat trauma tau tidak
-
Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan
-
Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditariktarik,
terus-menerus
atau
hanya
waktu
bergerak/istirahat
dan
seterusnya -
Apa yang memperberat/mengurangi nyeri
-
Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari
-
Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
2) Kelainan bentuk/pembengkokan -
Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)
-
Benjolan atau karena ada pembengkakan
-
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
27
3) Kekakuan/kelemahan Kekakuan: Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai nyeri, sehingga pergerakan terganggu? Kelemahan: Apakah
yang
dimaksud
instability
atau
kekakuan
otot
menurun/melemah/kelumpuhan Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif (ditanya oleh pemeriksa; yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala penyakit) dipikirkan kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang didapat pada anamnesis dapat dicocokkan pada pemeriksaan fisik kemudian.
2. Allo anamnesis: Pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya yang menceritakan adalah orang lain. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/bayi atau orang tua yang sudah mulai dementia atau penderita yang tidak sadar/sakit jiwa; oleh karena itu perlu dicatat siapa yang memberikan allo anamnesis, misalnya: -
allo anamnesis mengenai bayi tentunya dari ibu lebih cocok daripada ayahnya
-
atau mungkin pada saat ini karena kesibukan orangtua, maka pembantu rumah tangga dapat memberikan keterangan yang lebih baik
-
juga pada kecelakaan mungkin saksi dengan pengantar dapat memberikan keterangan yang lebih baik, terutama bila yang diantar tidak sadarkan diri.
2,12
2.2.5.2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status lokalis).
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
28
1. Gambaran umum: Perlu menyebutkan: a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital yaitu: -
Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah
-
Kesakitan
-
Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada (toraks), perut (abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta kelamin c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)
2. Pemeriksaan lokal: Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota terutama
mengenai
status
neuro
vaskuler.
Pada
pemeriksaan
orthopaedi/muskuloskeletal yang penting adalah: a. Look (inspeksi) -
Bandingkan dengan bagian yang sehat
-
Perhatikan posisi anggota gerak
-
Apakah
terdapat
luka
pada
kulit
dan
jaringan
lunak
untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka -
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai beberapa hari
-
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
b. Feel (palpasi) Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan perasaan si pasien.
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
29
Hal-hal yang perlu diperhatikan: -
Temperatur setempat yang meningkat
-
Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
-
Krepitasi
-
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
-
Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak) Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada anak periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk mendapatkan kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal di daerah fraktur (kecuali pada incomplete fracture). Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah a da gangguan gerak. Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor intra artikuler atau ekstra artickuler . -
Intra
artikuler:
Kelainan/kerusakan
dari
tulang
rawan
yang
menyebabkan kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh karena kelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi -
Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
30
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri disuruh menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa). Selain pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga
penting
untuk
melihat
kemajuan/kemunduran
pengobatan.
Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity. Anggota gerak atas: -
Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi ( global joint ); ada beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu: gerak tulang belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapula torakal ( floating joint ). Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di belakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring, maka pemeriksa ada di samping pasien.
-
Sendi siku: Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dan memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
-
Sendi pergelangan tangan: Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral adalah pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari antebrachii. Diperiksa gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan ulnar deviasi.
-
Jari tangan: Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan aposisi terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi, dan fleksi.
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
31
Jari-jari lainnya hamper sama, MCP ( Meta Carpal Phalangeal Joint ) merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri, sedangkan PIP ( Proximal Inter Phalanx) dan DIP ( Distal Inter Phalanx) hanya diukur fleksi dan ekstensi.
12
2.2.5.3. Pemeriksaan Radiologis :
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua: 1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero posterior dan lateral 2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan distal sendi yang mengalami fraktur 3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis 4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang 5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian. Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu 32
sendiri.
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
2.2.5.4. Pemeriksaan Laboratorium
12
Pemeriksaan laboratorium meliputi: 1. Pemeriksaan
darah
rutin
untuk
mengenai
keadaan
umum,
infeksi
akut/menahun 2. atas indikasi tertentu: diperlukan pemeriksaan kimia darah, reaksi imunologi, fungsi hati/ginjal 3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan sensitivity test
2.2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum13: 1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu. 2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di anggota gerak bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan ke badan penderita Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin. 12 1. Fraktur proksimal humeri 9,12 Pada fraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu. Selama waktu itu penderita dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar sambil membongkokkan badan meniru gerakan bandul ( pendulum exercise). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kekakuan sendi. Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi dan dimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi ( shoulder spica). 2. Fraktur shaft humeri 9,12 Pada fraktur humerus dengan garis patah transversal, apabila terjadi dislokasi kedua fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose. Bila kedudukn sudah cukup baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U slab (sugar tong splint). Immobilisasi dipertahankan selama 6 minggu.
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
33
Teknik pemasangan gips yang lain yaitu dengan hanging cast . hanging cast terutama dipakai pada pnderita yang dapat berjalan dengan posisi fragmen distal dan proksimal terjadi contractionum (pemendekan). Apabila pada fraktur humerus ini disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus dilakukan open reduksi dan internal fiksasi dengan plate-screw untuk humerus disertai eksplorasi n. Radialis. Bila ditemukan n. Radialis putus (neurotmesis) dilakukan penyambungan kembali dengan teknik bedah mikro. Kalau ditemukan hanya neuropraksia atau aksonotmesis cukup dengan konservatif akan baik kembali dalam waktu beberapa minggu hingga 3 bulan. 3. Fraktur suprakondiler humeri 9,12 Kalau pembengkakan tak hebat dapat dilakukan reposisi dalam narkose umum. Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi diteruskan sampai a.Radialis mulai tak teraba. Kemudian diekstensi siku sedikit untuk memastikan a.Radialis teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips spal. Posisi fleksi maksimal dipindahkan karena penting untuk menegangkan otot trisep yang berfungsi sebagai internal splint. Kalau dalam pengontrolan dengan radiologi hasilnya sangat baik gips dapat dipertahankan dalam waktu 3-6 minggu. Kalau dalam pengontrolan pasca reposisi ditemukan tanda Volkmann’s iskaemik secepatnya posisi siku diletakkan dalam ekstensi, untuk immobilisasinya diganti dengan skin traksi dengan sistem Dunlop. Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler garis patahnya berbentuk T atau Y, yang membelah sendi untuk menanggulangi hal ini lebih baik dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi. 4. Fraktur transkondiler humeri 9,12 Terapi konservatif diindikasikan pada fraktur dengan dislokasi minimal atau tanpa dislokasi. Tindakan yang paling baik dengan melakukan operasi reposisi terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan plate-screw. 34
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
5. Fraktur interkondiler humeri 9,12 Bila dilakukan tindakan konservatif berupa reposisi dengan immobilisasi dengan gips sirkuler akan timbul komplikasi berupa kekakuan sendi (ankilosis). Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan tindakan operasi reduksi dengan pemasangan internal fiksasi dengan plate-screw. 6. Fraktur kondilus lateral & medial humeri 9,12 Kalau frakturnya tertutup dapat dicoba dulu dengan melakukan reposisi tertutup, kemudian dilakukan imbolisasi dengan gips sirkular. Bila hasilnya kurang baik, perlu dilakukan tindakan operasi reposisi terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan plate-screw. Kalau lukanya terbuka dilakukan debridement dan dilakukan fiksasi luar.
12
2.2.7. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi: 1. Kekakuan sendi bahu (ankilosis). Lesi pada n.Sirkumfleksi aksilaris menyebabkan paralisis m.Deltoid. 2. Apabila pada fraktur medial humerus disertai komplikasi cdera n.Radialis, harus dilakukan operasi reduksi dan internal fiksasi dengan plate screw untuk humerus disertai eksplorasi n.Radialis. 3. Sindroma kompartemen yang biasa disebut dalam 5 P ( Pain, Pallor, Pulselesness, Paraesthesia, Paralysis), terjepitnya a. Brakhialis yang akan menyebabkan nekrosis otot-otot dan saraf. 4. Mal union cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O, secara fungis baik, tapi kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan operasi meluruskan siku dengan teknik French osteotomy.
35
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih
BAB 3 KESIMPULAN
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus. Etiologi fraktur humerus umumnya merupakan akibat trauma. Selain dapat menimbulkan patah tulang (fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Mekanisme trauma sangat penting dalam mengetahui luas dan tingkat kerusakan jaringan tulang serta jaringan lunak sekitarn ya. Diagnosis fraktur humerus dapat dibuat berdasarkan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis. Penatalaksanaan penderita fraktur humerus harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi segera, dini, dan lambat.
36
Laporan Kasus | Stase Bedah-RSIJ Cempaka Putih