KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmatNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan “Critical Book” untuk memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul “ Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan” hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya dan kepada bapak Apiek Gandamana, S.pd., M.Pd selaku dosen dosen pembimbing. Dan harapan saya semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, Saya yakin masih banyak kekurangan dalam laporan ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran sar an dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Medan, November 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Perjalanan panjang sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang dimulaisejak, sebelum, dan selama penjajahan. Kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan era pengisiankemerdekaan menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai denganzamannya. Dalam kaitannya dengan semangat perjuangan bangsa,
makaperjuangan
non
fisik
sesuai
dengan
bidang
profesi
masing-masing
memerlukansarana kegiatan pendidikan bagi setiap setia p warga negara Indonesia padaumumnya. Selain itu juga bagi mahasiswa sebagai calon cendekiawan padakhususnya yaitu melalui Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).Masyarakat dan pemerintah suatu negara berupaya untuk menjaminkelangsungan hidup serta kehidupan generasi penerusnya secara berguna.
Halini
tentunya
sesuai
dengan
kemampuan
spiritual
dan
berkaitan
dengankemampuan kognitif dan psikomotorik. Generasi penerus tersebut diharapkanakan mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah danselalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara, dan hubunganinternasional. Jadi, hakikat Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan danmemiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki polapikir, sikap, dan perilaku sebagai pola tindak kecintaan pada tanah airberdasarkan Pancasila.Selain itu, pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitasIndonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertawa terhadap TYME, berbudiluhur, kepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin,beretos kerja, profesional, bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmanidan rohani. Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik,mempertebal cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan,kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan dan berorientasi kepada masa depan. Hal tersebuttentunya dipupuk melalui Pendidikan Kewarganegaraan.
B. Tujuan
Ada dua macam tujuan yang hendak dicapai yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari pendidikan kewarganegaraan yaitu untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan negara serta PPBN agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara. Dan tujuan khusus dari pendidikan kewarganegaraan yaitu: 1.
Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagawai WNI terdidik dan bertanggung jawab.
2.
Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional
3.
Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan yaitu utuk memberikan pengertian kepada mahasiswa tentang pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta PPBN sebagai bekal, agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
BAB II RINGKASAN ISI BUKU A. IDENTITAS BUKU
Judul Penulis Penerbit Tahun Terbit Cetakan Tebal Buku ISBN
: Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan : Prof. Dr. Tukiran Taniredja, M. M., dkk. : Ombak : 2013 : Pertama : xiv + 242 halaman. ; 14,5 x 21 cm : 973-602-258-094-2
B. RINGKASAN ISI BUKU
Buku ini membahas tentang konsep dasar pendidikan kewar ganegaraan. Dalam buku ini terdapat VIII bab mengenai konsep dasar pendidikan kearganegaraan. Selanjutnya secara rinci isi buku setiap babnya sebagai berikut. BAB I Tujuan, Visi, Dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan A. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan kewarganegaraan (PKN) merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warganegara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (penjelasan pasal 39 undang-undang No. tahun 1989, tentang sistem pendidikan nasional) Pendidikan kewarganegaraan menurut Zamroni (2003: 10) adalah " pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat.
B. Tujuan, Visi, Misi Dan Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan PKN dirancang dengan maksud untuk memberikan pengertian kepada mahasiswa tentang pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warganegara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. PKN di perguruan tinggi bertujuan untuk: 1. Dapat memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara terjadi dalam kehidupannya selaku warga negara Republik Indonesia yang bertanggung jawab. 2. Menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan penerapan pemikiran yang berlandaskan Pancasila, wawasan nusantara dan ketahanan nasional secara kritis dan bertanggung jawab. 3. Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan serta Patriotisme yang cinta tanah air, rela berkorban bagi nusa dan bangsa. Menurut Basrie (2002: 179) visi PKN di perguruan tinggi menjadi sumber nilai dan pedoman penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan kepribadian nya suatu warga negara yang berperan aktif menegakkan demokrasi menuju masyarakat madani. Misi PKN di perguruan tinggi adalah membantu mahasiswa selaku warga negara agar mampu mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan bangsa Indonesia serta kesadaran berbangsa, bernegara dalam menerapkan ilmunya secara bertanggung jawab terhadap kemanusiaan (basrie, 2002: 179). Kompetensi PKN adalah menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air; demokratis yang berkeadaban; dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai Berdasarkan sistem nilai pancasila (keputusan laila pendidikan tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor:43/DIKTI/Kep/2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi) C. Sejarah Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan a. Perkembangan PKN Secara Umum Menurut Crehor dalam bukunya education pelajaran Civics diperkenalkan pada 1970 di Amerika Serikat dalam rangka " meng- amerika-kan" bangsa Amerika atau terkenal dengan " theori of Americanization". Dari definisi ini civics dirumuskan dengan ilmu kewarganegaraan negara yang membicarakan hubungan manusia dengan (a) manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir(organisasi sosial, ekonomi, politik); dan (b) individu-individu dan dengan negara. Hampir semua definisi mengenai Civics intinya menyebut government, hak dan kewajibannya sebagai warga dari sebuah negara. Artis civics dalam perkembangan berikutnya bukan hanya meliputi goverment saja, tetapi kemudian ada yang disebut community civics, economic civics, dan vocational civics. Gerakan community civics pada 1907 yang dipelopori oleh WA Dunn adalah permulaan dari Ingin Lebih fungsional pelajaran tersebut bagi pelajar dengan menghadapkan pelajaran kepada lingkungan atau kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan ruang lingkup lokal, nasional maupun internasional.
gerakan Community civics ini disebabkan karena pelajaran civics pada ketika itu hanya mempelajari konstitusi dan pemerintah saja, akan tetapi lingkungan sosial kurang diperhatikan. Berdasarkan definisi, pengertian tentang civic education (pendidikan kewarganegaraan) lebih tegas, karena bahannya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, dan pendidikan diluar kelas- sekolah. Sehingga dalam menyusun program pendidikan kewarganegaraan unsur-unsur tersebut harus dipertimbangkan, yang diharapkan dapat membantu peserta didik untuk mengetahui, memahami dan apresiasikan cita-cita nasional; membuat keputusan-keputusan yang dan bertanggung jawab dalam berbagai masalah pribadi, masyarakat dan negara. b.
Sejarah Perkembangan PKn di Indonesia Kehadiran program PKN dalam kurikulum sekolah di Indonesia dapat dikatakan masih muda Apabila dibandingkan dengan kehadiran pelajaran civics di Amerika serikat yang sudah diajarkan mulai 1970. Di Indonesia pelajaran civics, setelah Indonesia merdeka baru dimulai pada 1950. Setelah Dikrit presiden 5 Juli 1959, pelajaran civics dipakai untuk memberi pengertian tentang pidato kenegaraan presiden ditambah dengan Pancasila, sejarah pergerakan, hak dan kewajiban warga negara. Pada 1961 istilah kewarganegaraan diganti Kewargaan negara atas prakarsa Dr. Suhardjo,S.H. Maksud penggantian tersebut untuk disesuaikan dengan pasal 26 ayat (2) UUD 1945 dan menitikberatkan pada warga. Pada 1966 (awal Orde Baru) buku manusia dan masyarakat baru Indonesia(civics) dilarang dipakai sebagai buku pegangan di sekolahsekolah. Pada 1975 mata pelajaran Pendidikan kewargaan negara diganti dengan pendidikan moral Pancasila. Digantinya kurikulum 1975 dengan kurikulum 1994, pendidikan moral Pancasila diganti dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Istilah PPKN lebih dikuatkan dan ditegaskan dengan keluarnya keputusan Mendikbud RI No 061/U/1993. Perkembangan berikutnya dengan keluarnya undang-undang No 20 2003 tentang sistem pendidikan nasional, maka PPKN diganti dengan pendidikan kewarganegaraan (PKn). c.
Perkembangan PKN di perguruan tinggi Di tingkat perguruan tinggi pernah ada mata kuliah Manipol dan USDEK, Pancasila dan UUD 1945(1960-an), filsafat pancasila (1970- sekarang), pendidikan kewiraan (19891990-an), dan pendidikan kewarganegaraan (2000- sekarang). BAB II Prinsip- Prinsip Kewarganegaraan Republik Indonesia A. Pendahuluan Di dalam pasal 26 ayat 1 penjelasan UUD 1945 sebelum diamandemen bahwa orangorang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, dan peranakan Arab yang kedudukan di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara. B. Kewarganegaraan Menurut Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
1. Warga negara Indonesia Yang menjadi warga negara Indonesia menurut pasal 1 undang-undang nomor tahun 1958 tentang kewarganegaraan republik Indonesia iala h: a. Orang-orang berdasarkan perundang-undangan dan/ atau perjanjian-perjanjian dan/ atau peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus warga negara Republik Indonesia. b. Orang yang pada waktu lahirnya mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya, seorang warga negara Republik Indonesia. c. Anak yang lahir dalam 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia, apabila Ayah itu pada waktu meninggal dunia warga negara Republik Indonesia. d. Orang yang pada waktu lahirnya ibunya warga negara Republik Indonesia. e. Orang yang pada waktu lahirnya ibunya warga negara Republik indonesia, Jika ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan, atau selama tidak diketahui kewarganegaraan ayahnya; f. Orang yang lahir di dalam wilayah Republik Indonesia selama kedua orang tuanya tidak diketahui; g. Seorang anak yang ditemukan di dalam wilayah Republik Indonesia selama tidak diketahui kedua orang tuanya; h. Di dalam wilayah Republik Indonesia, jika kedua orang tuanya tidak mempunyai kewarganegaraan atau selama kewarganegaraan kedua orang tuanya tidak diketahui i. Orang yang lahir di dalam wilayah Republik Indonesia yang pada waktu lahir nya tidak mempunyai kewarganegaraan ayah atau ibunya, dan selama ia tidak mempunyai kewarganegaraan ayah atau ibunya itu; j. Orang yang memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia menurut aturan-aturan undang-undang ini. 2. Kehilangan Kewarganegaraan
a. b. c. d. e. f. g.
h.
Menurut pasal 17 undang-undang nomor 62 tahun 1958 tentang kewarganegaraan republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia dapat hilang karena: Memperoleh kewarganegaraan lain karena kemauannya sendiri Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu Diakui oleh orang asing sebagai anaknya Anak yang diangkat sah oleh orang asing sebagai anaknya Dinyatakan hilang oleh menteri kehakiman dengan persetujuan dewan menteri atas permohonan orang yang bersangkutan Masuk dalam dinas tentara Asing Tanpa Izin terlebih dahulu dari Menteri Kehakiman Tanpa izin terlebih dahulu dari Menteri Kehakiman masuk dalam dinas negara asing atau dinas suatu organisasi antar negara yang tidak dimasuki oleh Republik Indonesia sebagai anggota Mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari padanya
i.
Dengan tidak diwajibkan turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing j. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau namanya yang masih berlaku k. Lain dari untuk dinas negara, selama 5 tahun berturut-turut bertempat tinggal di luar negeri tetap menjadi warga negara sebelum waktu itu lampau dan seterusnya tiap tiap 2 tahun. C. Kewarganegaraan Menurut Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Warga negara merupakan salah satu unsur Hakiki dan unsur pokok status negara. Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dengan negaranya. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya. Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. 1. Pengertian warga negara Warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Yang mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap warga negaranya. 2. Asas kewarganegaraan a. Asas kewarganegaraan umum Undang-undang keluarga negeri indonesia memperhatikan asas asas kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asas ius sanguinis, ius s oli, dan campuran. b. Asas kewarganegaraan khusus. Terdapat beberapa asas kewarganegaraan khusus yaitu: 1. Asas kepentingan nasional 2. Asas perlindungan maksimum 3. Asas persamaan didalam hukum dan pemerintahan 4. Asas kebebasan substantif 5. Asas nondiskriminatif 6. Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia 7. Asas keterbukaan 8. Asas publisitas 3. Syarat Dan Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia a. Kewarganegaraan Kewarganegaraan republik Indonesia dapat diperoleh melalui pewarganegaraan. Yang dimaksud pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan republik Indonesia melalui permohonan. Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon dengan syarat-syarat. b. Perkawinan Secara Sah Dengan Warga Negara Indonesia Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia dapat memperoleh kewarganegaraan republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara dihadapan pejabat (pasal 19 ayat [1]) 4. Kehilangan kewarganegaraan Indonesia
Kehilangan kewarganegaraan bagi warga negara Indonesia lebih disebabkan perbuatan dan tingkah laku warga negara itu sendiri pasal 23 undang-undang nomor 12 tahun 2006, juga menyebutkan bahwa warga negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan (a) memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri; (b) tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu; (c) dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan; (d) masuk dalam dinas tentara Asing Tanpa Izin terlebih dahulu dari Presiden; (e) secara sukarela masuk dalam dinas negara asing; (f) secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut; (g) diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing; (h) mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; (i) bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap tinggal menjadi warga negara Indonesia kepada perwakilan Republik Indonesia. D. Warga Negara Indonesia Setiap negara pada umumnya mencantumkan pasal hak dan kewajiban warga negara dalam UUD dan peraturan hukum lainnya sebagai syarat objektif dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Begitu dalam dan luasnya makna hak dan kewajiban ini karena berhubungan erat dengan sejarah perjuangan bangsa, dan keberhasilan dalam pembangunan kebudayaan materil dan imateril, serta agama(sumantri, 2002: 25). Undang-undang dasar 1945 pada bab X pasal 26 tentang warga negara dan penduduk menyebutkan bahwa:(1) yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia orang-orang bangsa undang-undang sebagai warga negara; (2) penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia; (3) hal-hal mengenai penduduk diatur dengan undang-undang. E. Hak dan kewajiban warga negara Indonesia 1. Hak Warga Negara Indonesia Secara garis besar, warga negara sepanjang yang diatur dalam undang-undang dasar 1945 adalah: a. Sama kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan. b. Berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. c. Ikut serta dalam upaya pembelaan negara. d. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan. e. Hak untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
f. g. h. i. j. 2.
Ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Hak untuk mendapatkan pendidikan. Memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya. Hak husus fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara Fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Kewajiban warga negara Indonesia Di samping warga negara memiliki hak mereka juga memiliki kewajiban, yang harus dilaksanakan. Kewajiban warga negara Indonesia secara garis besar diatur dalam UUD 1945 adalah: a. Taat kepada hukum dan pemerintahan. b. Ikut serta dalam upaya pembelaan negara. c. Ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. d. Mengikuti pendidikan dasar. BAB III Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi A. Pendahuluan Sejarah jujur, harus diakui bahwa terdapat sejumlah masalah dalam pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan yang dikembangkan selama ini dalam lembaga pendidikan di Indonesia, sehingga mengakibatkan kegagalan yang cukup serius dalam upaya sosialisasi dan diseminasi demokrasi, apalagi dalam pembentukan cara berpikir dan perilaku demokrasi di lingkungan peserta didik dan masyarakat sekolah atau universitas pada umumnya. Terjadinya kegagalan seperti disebutkan diatas, kiranya sudah sangat mendesak diadakannya perubahan paradigma dalam pendidikan kewarganegaraan yang dikembangkan pada pendidikan. Hambatan lain menurut Direktorat Jenderal pendidikan tinggi adanya tanggapan kurang simpati masyarakat kampus terutama terhadap mata kuliah pendidikan Pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan sebagai akibat proses pendidikan 3 dasawarsa terakhir yang bersifat indoktrinasi sehingga isi, makna, dan manfaat yang diperoleh dari pembelajaran ketiga mata kuliah tersebut tidak terasa. Penghargaan perguruan tinggi terhadap dosen pengampu mata kuliah pendidikan Pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan (kebanyakan) masih dirasa kurang, atau diperlakukan berbeda dengan dosen mata kuliah mata-kuliah lainnya. B. Tantangan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi 1. Tantangan Pembelajaran Pkn Seringkali perguruan tinggi juga tidak responsif, antara apa yang berkembang di kelas dan realitas sosial keseharian di masyarakat sering ada perbedaan. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran hanya dititikberatkan pada satu dimensi Semata, yaitu kognitif. Dua dimensi lainnya diabaikan. Padahal jika kita konsisten berpijak pada Tiga Ranah pendidikan, maka output pembelajaran yang muncul adalah pembelajaran yang realistis dan responsif. Konteks ini perguruan tinggi belum mampu mentransformasikan pendidikan sebagai Apa yang disebut oleh Paulo piere dengan" proses pengedaran" (Rosyada, 2003:9).
Pelaksanaan PKn dalam mengembangkan diri peserta didik, pada dewasa ini menghadapi berbagai problem dan sekaligus tantangan, antara lain, dalam wujud: (1) terdapat kecenderungan kuat di masyarakat Golput meningkat; (2) kepercayaan pada pejabat politik rendah atau bahkan sebagian masyarakat tidak percaya lagi; (3) rendahnya atau sebaliknya kemauan politik yang berlebihan generasi baru untuk mengambil peran kepemimpinan politik sekarang ini juga; (4) terdapat bentuk diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat; (5) terdapat banyak tindakan kekerasan di kalangan generasi baru (Zamroni, 2003:11). 2. Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Di Era Reformasi Menurut Zamroni (2001:23) tantangan yang akan dihadapi dalam jangka pendek upaya memperbarui PKN adalah dari sisa- sisa orde baru yang masih memiliki kekuatan di dunia pendidikan. Sisa-sisa kekuatan orde baru sadar, bahwa terwujudnya kultur demokrasi di dunia pendidikan merupakan lonceng kematian bagi mereka. Salah satu wujud konkret tantangan yang akan menghambat pendidikan demokrasi di Indonesia adalah keinginan dan perilaku penguasa orde reformasi untuk mempertahankan sistem sentralisasi dan birokratisasi yang berlebihan di dunia pendidikan. Meningkatnya kecenderungan penggunaan cara-cara tidak di kekerasan dalam politik Indonesia belakangan ini, sebagian besarnya bersumber dari konflik di antara elite politik yang tidak kunjung terselesaikan sampai saat ini. Jika salah satu esensi demokrasi dan politik adalah" art off compromise" dan respek terhadap perbedaan sikap politik, orang justru menyaksikan Kian meningkatnya sikap pokoknya pada kalangan elit politik dan massa. Lebih celaka lagi sikap-sikap seperti itu legitimasi keagamaan dan teknologi oleh kalangan ulama, sehingga potensi kekerasan yang mengancam demokrasi semakin menguat lagi. Fenomena fenomena ini yang muncul di masyarakat yang tidak siap berdemokrasi, indikasinya nampak jelas Bagaimana demokrasi di Indonesia belum sepenuhnya menjadi kesadaran dan mentalitas. Perkembangan Indonesia menuju demokrasi dalam 3 tahun terakhir ini agaknya tidak mungkin lagi dimundurkan. Perubahan Indonesia menuju demokrasi jelas sangat dramatis, dan Indonesia mulai disebut-sebut sebagai salah demokrasi terbesar cara paling strategis untuk mengalami demokrasi dan menjadi civilized adalah melalui pendidikan kewarganegaraan. Di dalam pendidikan kewarganegaraan terkandung makna sosialisasi, diseminasi, dan aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya, serta praktik demokrasi dan keadaban. 3. Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan di Era Globalisasi Menghadapi era globalisasi yang sangat kompetitif dan sarat dengan tantangan, menuntut dilaksanakannya inovasi di segala bidang termasuk pula dalam bidang pendidikan, khususnya dalam hal proses pembelajaran termasuk didalamnya proses proses pembelajaran kewiraan di perguruan tinggi. Secara umum, tantangan pendidikan di era globalisasi adalah tuntutan kualitas sumber daya manusia. Menurut Djohar(1999: 10), pada era pasar bebas dituntut SDM yang memiliki, (1) profesionalisme dalam bidang keahlian tertentu, (2) kreativitas yang memungkinkan SDM itu mampu mendeteksi kesenjangan, bahkan dapat mengkreasi alternatif pemecahan kesenjangan itu, (3) mampu bersaing dengan SDM dari bangsa lain, (4) berwawasan global, artinya SDM kita dituntut untuk mampu melihat situasi dunia,
mampu melihat peluang internasional, kekuatan lokal, kelemahan bangsa lain, dan kemampuan untuk merebut berbagai kesempatan. Kekalahan bersaing SDM kita dalam pasar bebas akan berdampak fatal bagi kehidupan masyarakat kita. Jeritan kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran, akan menjadi fenomena yang menyayat kehidupan bangsa. BAB IV Norma, Nilai, Moral, Sikap, Akhlak, Dan Ranah Afektif A. Norma 1. Pengertian Norma Kansil (1989:84) memberikan Penjelasan bahwa norma adalah Peraturan hidup yang mempengaruhi tingkah laku manusia di masyarakat. Sumaryono, (2003: 110) mengartikan norma dari sudut pandang hukum, sebuah norma adalah sebuah aturan, patokan atau ukuran, yaitu sesuatu yang bersifat pasti atau tidak berubah yang dengannya kita dapat memperbandingkan sesuatu hal lain yang hakikat nya, ukurannya, atau kualitasnya, dsb., kita ragukan. 2. Macam-Macam Norma Kansil (1989: 84) membedakan normal menjadi 4 yaitu: a) Norma agama, yaitu Peraturan hidup yang diterima sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dana yang berasal dari Tuhan. b) Norma kesusilaan, iyalah peraturan hidup yang dianggap sebagai Suara Hati Sanubari manusia(insan Kamil) c) Norma kesopanan, iyalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia. d) Norma hukum, adalah peraturan-peraturan yang timbul dari norma hukum, dibuat oleh penguasa negara. Isinya mengikat semua orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala pelaksanaan oleh alat-alat negara. B. Nilai 1. Pengertian Nilai Djahiri (1996: 17) memberikan pengertian bahwa nilai adalah harga yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu atau harga yang dibawakan/ tersirat atau menjadi Jatidiri sesuatu. 2. Macam-Macam Nilai Linda (dalam Elmubarok, 2008: 7) membagi nilai dalam dua kelompok yaitu: a) Nilai-nilai nurani, adalah nilai yang ada pada diri manusia kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain. b) Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikkan atau diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. C. Moral 1. Pengertian Moral Moral berasal dari bahasa latin mos, artinya' tata- cara ',' adat- istiadat' atau' kebiasaan'. Sedangkan jamaknya adalah mores. Dalam arti adat istiadat atau kebijaksanaan, kata moral mempunyai arti yang sama dengan ethos (yunani) yang kemudian menurunkan kata etika. Dalam bahasa Arab kata moral berarti' budi pekerti',
adalah sama dengan akhlak. Dalam bahasa Indonesia moral dikenal dengan arti' kesusilaan'(daroeso, 1986: 22). 2. Objek Moral Menurut daroeso (1986: 26) objek moral adalah tingkah laku manusia, tindakan manusia, baik secara individu maupun kelompok. Dalam melakukan perbuatan tersebut manusia didorong oleh tiga unsur, yaitu: a) kehendak b) perwujudan dari kehendak yang berbentuk cara melakukan perbuatan dalam segala situasi dan kondisi c) perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar dan kesadaran inilah yang memberikan corak dan warna perbuatan tersebut. 3. Tahap-tahap perkembangan moral Budiningsih (2008: 31 - 32) meringkas ada 6 tahap alasan- alasan atau motif-motif tahap-tahap perkembangan moral, bagi kepatuhan terhadap peraturan yaitu: Tahap I : Patuh pada aturan Untuk menghindarkan hukuman. Tahap II : Menyesuaikan diri untuk mendapatkan ganjaran, kebaikannya dibalas dan seterusnya. Tahap III : Menyesuaikan diri Untuk menghindarkan ketidak Setujuan, ketidaksengajaan orang lain. Tahap IV : Menyesuaikan diri menghindarkan penilaian oleh otoritas resmi dan rasa diri bersalah yang diakibatkannya Tahap V : Menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat dari orang netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat. Paha VI : Menyesuaikan diri untuk menghindari pengakuan atas diri sendiri. D. Akhlak 1. Pengertian akhlak Menurut amin dalam Ya'qub (1983:12) bahwa akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang diperbuat. 2. Macam-macam akhlak Secara garis besar, menurut pendapat mahyuddin (1995: 27), dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (a) akhlak yang baik (terpuji) dan (b) akhlak yang buruk (tercela) 3. Peranan akhlak dalam kehidupan manusia Akhlak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, apakah ia sebagai individu, maupun sebagai kelompok dalam suatu masyarakat atau suatu bangsa, bahkan kehidupan antar bangsa. Ahok merupakan dasar/ pondasi terciptanya Kedamaian, ketentraman, keseimbangan, dan kelangsungan hidup dalam kehidupan manusia. Akan membimbing manusia kepada kesadaran akan pentingnya hidup Selaras, jenis dan serasi dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta. E. Ranah afektif
Pendidikan Kewarganegaraan lebih menekankan ranah afektif, meskipun tidak mengesampingkan ranah kognitif dan psikomotorik. Ada 5 jenjang kemampuan ranah a fektif, yaitu: 1. Menerima 2. Partisipasi 3. Menilai 4. Organisasi 5. Karakteristik dengan suatu nilai atau Kompleks nilai Ranah afektif meliputi: 1. Sikap 2. Minat 3. Konsep diri 4. Nilai 5. Moral F. Observasi Observasi adalah suatu cara untuk mengadakan Pemilu dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung dan sistematis. Data-data yang diperlukan dicatat dalam suatu catatan observasi. Kegiatan pencatatan dalam hal ini adalah merupakan bagian dari pada kegiatan pengamatan (nurkancana dan sumartana,1986: 46). BAB V Hak Asasi Manusia Serta Hak Dan Kewajiban Warga Negara A. Pendahuluan Pada umumnya para pakar HAM berpendapat bahwa lahirnya HAM dengan lahirnya Magna Charta (piagam Agung) 1215, suatu dokumen yang mencatat beberapa hal berikan oleh raja John dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Ini sekaligus membatasi kekuasaan raja John itu. B. Hak Asasi Manusia (HAM) 1. Pengertian hak asasi manusia Ubaidillah et al. (2000: 207) mendefinisikan HAM adalah hak-hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa bukan pemberian manusia atau penguasa. Ini bersifat sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia. 2. Sejarah perkembangan hak asasi manusia a. Naskah tentang hak asasi manusia pada abad ke- 17 dan ke-18 Hak-hak yang dirumuskan pada abad ke-17 dan abad ke-18 menurut budiardjo (1982: 121) sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai hukum alam, seperti yang dirumuskan oleh John Locke dan Jean Jaques Rousseau dan hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat politis saja seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, atas memilih dan sebagainya. Lahirnya hak-hak asasi manusia tidak lepas untuk memperjuangkan hak asasi mereka yang dianggap suci dan harus ada jaminan. Dalam hal lahirnya hak asasi manusia lahirlah beberapa naskah yang mendasari kehidupan manusia. Secara berturut-turut naskah yang dimaksud adalah:
1. Magna Charta (piagam Agung, 1215) 2. Bill of Right (undang-undang Hak, 1689) 3. Declaration des droits de l'homme et du citoyen (pertanyaan hak-hak manusia dan warga negara, 1789) 4. 4.Bill of Right (undang-undang hak) b. Lahirnya The Four Freedoms (empat kebebasan) abad ke-20 Pada saat terjadinya Perang Dunia II. Nazi- jerman telah menginjak-injak hak asasi manusia. Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt menganggap bahwa hakhak asasi pada abad ke 17 dan 18 yang hanya mengatur tentang hak politik saja tidaklah cukup, perlu juga dirumuskan hak-hak lain yang lebih luas lebih luas. Maka lahirlah The four freedoms (empat kebebasan). c. Komisi hak-hak asasi manusia Komisi hak-hak asasi didirikan oleh PBB pada 1946, menetapkan secara terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, disamping hak politik, dan pada 1948 hasil pekerjaan komisi ini, pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi manusia diterima secara aklamasi oleh negara-negara yang bergabung dalam PBB (budiardjo, 1982: 122). 3. Hak dan kewajiban warga negara Warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya (Tim ICCE UIN jakarta, 2003:73). Warga negara diartikan juga sebagai orang-orang bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara, yang dahulu disebut hamba atau Kawula negara. Tetapi sekarang ini lazim disebut warga negara (Ubadillah, 2000: 58). C. Rule of Law Unsur-unsur rule of low mencakup tiga hal, yaitu: 1. Supermasi aturan-aturan hukum; tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti seseorang boleh dihukum apabila melanggar hukum; 2. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum. Ketentuan ini berlaku untuk orang biasa, maupun pejabat; 3. Terjaminnya hak-hak manusia undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan. Menurut budiardjo (1982: 63 - 64) dapat disimpulkan bahwa untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan beberapa lembaga sebagai berikut: 1. Pemerintah yang bertanggung jawab; 2. Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan- golongan dan kepentingankepentingan dalam masyarakatnyang dipilih dengan pemilihan umum yang bebas dan rahasia dan atas dasar sekurang-kurangnya dua salon untuk setiap kursi; 3. Suatu organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik 4. Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat; 5. Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan mempertahankan keadilan. BAB VI Demokrasi A. Pengertian Demokrasi
Demokrasi menurut asal kata berarti' rakyat berkuasa' atau government or rule by the people. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani demos berarti ' rakyat', Kartos/ kratain berarti' kekuasaan'/' berkuasa' (budiardjo, 1982: 50). Demokrasi juga dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang meliputi persaingan efektif di antara partai-partai politik untuk memperebutkan posisi kekuasaan. Dalam demokrasi ada pemilihan umum yang teratur dan jurdil, yang didalamnya semua anggota masyarakat dapat ambil bagian. Hak-hak partisipasi demokrasi ini berjalan seiring dengan kebebasan warga negara, kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan berdiskusi, beserta kebebasan untuk membentuk dan bergabung dengan kelompok atau asosiasi politik (Giddens, 2001: 68). B. Sejarah Perkembangan Demokrasi Secara Umum Sistem demokrasi, awalnya terdapat di negara Yunani kuno (abad ke-6 sampai abad ke 3 SM) merupakan demokrasi langsung yaitu suatu bentuk pemerintahan dimana hal untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Memasuki abad pertengahan (6000- 1400) gagasan demokrasi Yunani bisa dikatakan hilang dari muka bumi dunia barat, setelah bangsa Romawi dikalahkan oleh suku bangsa Eropa Barat. Memasuki abad pertengahan ini dicirikan oleh struktur sosial yang feodal, kehidupan sosial dan spiritual dikuasai oleh paus dan pejabat-pejabat Agama, sedangkan kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan di antara para bangsawan. Baru pada 1615 perkembangan demokrasi pada abad pertengahan melahirkan makna Charta (piagam besar) yang merupakan kontra antara beberapa bangsawan dan raja John dari Inggris, yang merupakan untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hal dan privileges (hak-hak istimewa) dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya. Perkembangan zaman modern, ketika kehidupan memasuki skala luas, as demokrasi tidak lagi berformat lokal, ketika negara sudah berskala nasional, ketika demokrasi tidak mungkin lagi direalisasikan dalam wujud partisipasi langsung, diskriminasi dan kegiatan politik tetap saja berlangsung, meski tentu sudah berbeda, dalam praktiknya dengan pengalaman yang terjadi di masa polis Yunani kuno. Kenyataan tidak semua warga negara dapat langsung terlibat dalam perwakilan, dan Hanya mereka yang karena sebab tertentu mampu membangun pengaruh dan menguasai suara politik, terpilih sebagai wakil. Sementara sebagian besar Rakyat hanya dapat puas jika kepentingannya terwakili, tetapi tidak memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama untuk mengefektifkan hak-haknya sebagai warga negara (sumarsono, et al., 2000: 20). C. Perkembangan demokrasi di Indonesia Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi dalam tiga masa, yaitu: 1. Masa Republik Indonesian I, yaitu masa demokrasi (konstitusional) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai, karena itu dinamakan demokrasi parlementer. 2. Masa Republik Indonesia II, yaitu masa demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah banyak menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara forma l merupakan landasan nya, menunjukkan beberapa aspek Demokrasi Rak yat.
3. Masa Republik Indonesia III, yaitu masa demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial (budiardjo, 1992: 69) 1. Masa demokrasi liberal (1945- 1959) Sebulan setelah proklamasi kemerdekaan, berlakulah sistem parlementer. Masih terus diberlakukannya pasal IV aturan peralihan UUD 1945, yang menyatakan bahwa seluruh MPR, dPR dan DPR dibentuk menurut UUD ini, segala kekuasaan dijalankan oleh presiden dengan bentuk komitmen nasional, dengan demikian presiden memperoleh kekuasaan yang luar biasa. Oleh karena itu berdasarkan usul KNIP, pada tanggal 16 Oktober 1945 keluarlah maklumat Wakil Presiden Nomor X, yang intinya menetapkan bahwa KNIP sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi keputusan legislatif dan ikut serta menetapkan garis-garis besar haluan negara. Keluarnya maklumat no.X tahun 1945 ini, di samping terjadinya perubahan praktik ketatanegaraan, juga terjadinya perubahan dari sistem kabinet presidentil menjadi kabinet parlementer, tanpa adanya perubahan UUD 1945. Setelah Konferensi Meja Bundar dan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia(27 Desember 1949), undang-undang dasar 1945 tidak berlaku, dan berlakulah konstitusi RIS 1949. Maka Sejak saat itu Indonesia memilih bentuk susunan Federal dan secara resmi memakai sistem politik parlementarisme (liberal) (mahfud, 2003:49). Susunan Federal atau tidak cocok bagi bangsa Indonesia waktu itu, 17 Agustus 1950 bentuk susunan Federal diubah menjadi persatuan. Konstitusi RIS dinyatakan tidak berlaku, dan mulailah berlaku undang-undang dasar sementara 1950. Berlakunya UUDS ini pada umumnya dianggap sebagai mulai berlakunya sistem demokrasi liberal. 2. Masa demokrasi terpimpin (5 Juli 1959- 1 Maret 1966) Keluarnya Dekrit Presiden Nomor 150 tanggal 5 Juli 1959, berlakulah kembali undang-undang dasar seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pada 19 Februari 1959 kabinet karya mengambilkan simpulan dengan suara bulat mengenai pelaksanaan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali ke undang-undang dasar 1945. Lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, dPR dan BPK belum dapat dibentuk berdasarkan UUD 1945, tetapi dibentuk Berdasarkan Penetapan Presiden. 3. Masa Orde Baru (1 Maret 1966- 21 Mei 1998) Setelah orde lama tumbang muncullah orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto. Pada tanggal 12 Maret 1966 Soeharto membubarkan PKI dan ormasormasnya, karena PKI merupakan partai politik yang mendalangi G-30 S/PKI. Kemudian disusul dengan penahanan beberapa orang menteri yang dianggap mendukung G-30 S/PKI, serta mengadakan perubahan terhadap Kabinet Dwikora. Orde Baru segera mengadakan langkah-langkah korek fiona terutama dalam rangka menegakkan dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, melalui sidang MPRS. Pemerintah segera membentuk Kabinet Pembangunan I (6 Juli 1968) yang mencanangkan program Panca Krida Kabinet Pembangunan I.
Pada 1973 MPR hasil pemilu mengadakan sidang telah berhasil melaksanakan tugasnya. Pada 27 Maret 1973 setelah terpilih sebagai presiden, presiden Soeharto membentuk Kabinet Pembangunan II dengan programnya Sapta Krida Kabinet Pembangunan II. 4. Masa reformasi (21 Mei 1998 - sekarang) Pemerintah Orde Baru, yang pada awalnya bertujuan untuk melakukan koreksi terhadap pemerintahan sebelumnya yang otoriter dan sentrali stik, ternyata mengulangi hal yang sama pula. Keadaan ini diperparah lagi oleh maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme, dan disalahgunakan nya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai alat politik untuk mengukuhkan kekuasaan. Gerakan reformasi lahir sebagai reaksi dan koreksi atas penyelenggaraan negara yang menyimpang dari ideologi Pancasila dan mekanisme UUD 1945, masa rezim orde baru dijadikan semboyan baku yaitu melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen (marsudi, 2006: 224). Penyimpangan atas makna UUD 1945 yang telah dilakukan oleh pemerintah Orde Baru menurut kaelan (2002: 152) selain karena moral penguasa negara, juga terdapat berbagai kelemahan yang terkandung dalam beberapa pasal UUD 1945. Oleh karena itu selain melakukan reformasi dalam bidang politik yang harus melalui suatu mekanisme peraturan perundang-undangan juga Dikarenakan terdapat beberapa pasal uUD 1945 yang mudah di interpretasi secara ganda, sehingga bangsa Indonesia merasa perlu untuk mengadakan amandemen terhadap beberapa pasal dalam UUD 1945. D. Pemerintahan yang demokratis Pemerintahan demokratis dapat diartikan Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Henry B mayo menyatakan lebih lanjut bahwa demokrasi didasari oleh beberapa nilai, yaitu: 1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga; 2. Menjamin negaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah; 3. Menyelenggarakan Pergantian pemimpin secara teratur; 4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum; 5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat; 6. Menjamin tegaknya keadilan (budiardjo, 1982: 62 - 63) 1. Sistem pemerintahan parlemen Sistem parlemen tumbuh dalam tradisi politik Inggris, yang menurut sejarah ketatanegaraan merupakan kelanjutan dari bentuk negara monarki konstitusional, artinya kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi. Prinsip utama sistem parlemen adalah adanya fungsi kekuasaan eksekutif. Pada sistem parlementer hubungan antara eksekutif dengan badan perwakilan sangat berat, karena adanya pertanggungjawaban para menteri terhadap parlemen, maka setiap kabinet yang dibentuk harus mendapat dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak dari parlemen yang berarti kebijaksanaan pemerintah atau kabinet tidak boleh menyimpang dari yang dikehendaki parlemen.
Pemilihan umum yang berlangsung secara reguler dan terbuka menepis kemungkinan tumbuhnya sistem pemerintahan yang hegemoni dan menindas rakyat. Selain di Inggris, sistem parlementer juga dipraktikkan di beberapa negara seperti Belanda, belgia, swedia, thailand, dan India. 2. Pemerintahan presidensial Yang menjadi rujukan utama sistem ini biasanya Amerika, karena merupakan sistem presidensial pertama dan paling lama dipraktikkan. Pada sistem presidensial, kedudukan eksekutif tidak tergantung kepada badan perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat. Presiden sebagai kepala eksekutif menunjuk pembantu-pembantunya yang yang akan memimpin departemen nya masing-masing dan mereka ini hanya bertanggung jawab kepada presiden. E. Pemilihan Umum Pemilihan umum merupakan realisasi kedaulatan rakyat. Rakyat berhak menentukan pemerintahan, oleh karenanya harus dipilih wakil-wakil rakyat yang bertindak Atas Nama Rakyat, yang dapat membawa aspirasi rakyat, sehingga wakil-wakil rakyat ini sakit sendirilah yang menentukan/ memilih, dengan cara pemilihan umum(sistem perwakilan). Tujuan pemilihan umum di Indonesia paling tidak ada tiga, yakni:(1) memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan t ertib; (2) untuk melaksanakan kedaulatan rakyat; (3) dalam rangka melaksanakan hak-hak asasi warga negara (kusnardi dan Ibrahim, 1981: 330). F. Nilai-Nilai Demokrasi Nilai-nilai demokrasi menurut Cipto,et al.(2002:31- 37) meliputi: 1. Kebebasan menyatakan pendapat Kebebasan menyatakan pendapat adalah sebuah hak bagi warga negara biasa yang wajib dijamin dengan undang-undang dalam sebuah sistem politik demokrasi (Dahl, 1971). 2. Kebebasan berkelompok Berkelompok dalam suatu organisasi merupakan nilai dasar demokrasi yang diperlukan bagi setiap warga negara. Kebebasan berkelompok diperlukan untuk membentuk organisasi mahasiswa, partai politik, organisasi massa, perusahaan dan kelompok-kelompok lainnya. 3. Kebebasan berpartisipasi Kebebasan berpartisipasi sesungguhnya merupakan gabungan dari kebebasan berpendapat dan berkelompok. 4. Kesetaraan antar warga Kesetaraan atau egalitarianisme merupakan salah satu nilai fundamental yang diperlukan bagi pembangunan demokrasi di Indonesia. Kesetaraan disini diartikan sebagai adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga ne gara. 5. Rasa percaya Rasa percaya antar politis merupakan nilai dasar lain yang diperlukan agar demokrasi dapat terbentuk. Sebuah pemerintahan demokrasi akan sulit berkembang bila rasa percaya satu sama lain tidak tumbuh. Bila yang ada adalah ketakutan, kecurigaan,
kekhawatiran, dan permusuhan maka hubungan antara politik akan terganggu secara permanen. 6. Kerjasama Kerjasama diperlukan untuk mengatasi persoalan yang muncul dalam masyarakat. Kerjasama yang dimaksud disini adalah kerjasama dalam hal kebaikan, bukan kerjasama dalam hal kejahatan atau kemaksiatan. G. Pendidikan Demokrasi Menurut Zamroni (2001: 23) tantangan yang akan dihadapi dalam jangka pendek upaya memperbarui PKN adalah dari sisa-sisa orde baru yang masih memiliki kekuatan di dunia pendidikan. Sisa-sisa kekuatan orde baru sadar, bahwa terwujudnya kultur demokrasi di dunia pendidikan merupakan lonceng kematian bagi mereka. Salah satu wujud konkret tantangan yang akan menghambat pendidikan demokrasi di Indonesia adalah keinginan dan perilaku penguasa orde reformasi untuk mempertahankan sistem sentralisasi dan birokratisasi yang berlebihan di dunia pendidikan Pendidikan yang memainkan peran fundamental untuk pembangunan pribadi dan sosial telah dimanfaatkan untuk menciptakan angkatan kerja yang lebih terampil, tetapi pengorbanan pembangunan seluruh pribadi. Pendidikan untuk perdamaian,hak asasi manusia, demokrasi dan pembangunan berkelanjutan berarti pembangunan suatu kesadaran atas nilai-nilai universal. Menyongsong masa depan pada umumnya orang sependapat bahwa tidak ada sesuatu yang pasti. Para ahli dapat saja membuat berbagai ramalan atau prediksi maupun akurasi dari ramalan atau prediksi tersebut tidak dijamin. Dalam keadaan yang sedemikian, sesuatu yang pasti adalah perubahan atau change itu sendiri. Pendorong utama perubahan ini adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan yang sangat pesat Dalam pemahaman kita tentang dunia diterapkan dan dikembangkan secara cepat dan meluas dalam berbagai bidang seperti industri, pertanian, kedokteran dan jasa. Jalan dengan hal tersebut, terjadi pula perubahan Pusat di bidang sosial budaya masyarakat. Kriteria mengenai pembangunan sosial yang sebelumnya bersifat lokal berkembang menjadi kriteria yang bersifat global. Pendidikan merupakan suatu karakter dunia modern. Hal tersebut pada dasarnya berkisar pada persepsi bahwa pendidikan merupakan menara Gading bahkan pelopor pembaharuan. Segi kognitif pendidikan tetap mendapat prioritas yang tinggi dalam proses pendidikan, namun masalah integrasi proses belajar dan hasil belajar dengan kehidupan yang nyata dan dengan masa depan semakin meminta penekanan-penekanan baru, khususnya kurikulum pendidikan, saya hanya dirancang untuk memberikan pengalam-pengalaman yang merangsang peningkatan kreativitas, intelektualitas dan daya analis. 1. Maksud pendidikan demokrasi Menurut unesco (1998:57) maksud pendidikan demokrasi pada hakekatnya adalah untuk mengembangkan sistem dengan pengertian martabat dan persamaan, saling mempercayai, toleransi, penghargaan pada kepercayaan dan kebudayaan orang-orang lain, penghormatan pada individualitas, motif peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan sosial, dan kebebasan ekspresi, kepercayaan dan beribadat. Jika hal-hal ini sudah ada, maka dimungkinkan untuk pengambilan keputusan yang mangkus, demokrasi pada semua tingkatan yang akan mengarah pada kewajaran, keadilan dan perdamaian.
2. Tujuan kurikulum demokrasi Menurut UNESCO (1998: 57) tujuan kurikulum demokrasi adalah: a. Informasi dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip demokratis, berbagai bentuk pemerintahan yang demokratis, lembaga-lembaga politik, demokrasi dalam praktik, masalah-masalah demokrasi, khususnya di Asia-Pasifik. b. Menanamkan sikap-sikap dan nilai-nilai yang mengembangkan demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. c. Memperkuat tingkah laku demokrasi. 3. Strategi pengembangan pendidikan demokrasi Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam strategi pengembangan pendidikan demokrasi, yaitu: a. Untuk dapat mengembangkan pendidikan demokrasi, maka suatu aturan demokrasi haruslah berlaku di tempat-tempat pembelaja sekolah sekolah dan kelas. b. Pendidikan untuk Demokrasi adalah proses yang berlanjut c. Penafsiran demokrasi yang kaku dan eksklusifnya dihindari d. Kawasan Asia - pacific secara budaya kaya dalam musik, seni, susastra, tari-tarian, permainan dan sebagainya, hal hal ini Honda mungkin digunakan untuk membuat proses pembelajaran hidup. BAB VII Negara Hukum A. Pendahuluan Tidak dapat dilakukan, penyusunan dan penerapan hukum hendaknya senantiasa memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat. Sehingga masyarakat suatu negara tidak akan dapat mengadopsi begitu saja aturan aturan hukum yang telah berhasil diterapkan dalam suatu negara. Suatu aturan hukum bisa saja tepat dan cocok untuk diterapkan dalam suatu negara, tetapi belum tentu tepat dan cocok bagi negara lainnya. B. Pengertian Negara Hukum Pengertian negara hukum menurut Aristoteles(dalam Arumandi, 1990:6) adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh warga negara. Dengan adanya keadilan dalam masyarakat maka akan tercapai kebahagiaan dalam masyarakat itu. Menurut Aristoteles, yang memerintah dalam negara sesungguhnya bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil. Penguasa hanya menjalankan hukum dan menjaga keseimbangan saja. C. Konsep Negara Hukum Konsep negara hukum sebenarnya sudah ada sejak lama. Misalnya, ketika Nabi Sulaiman as belum menjadi raja dan belum menjadi Rasul Allah, beliau pernah memutuskan/ menyelesaikan perselisihan/ suatu perkara yang sangat adil. Orang petani mengadukan bahwa tanamannya habis dimakan oleh sekelompok domba milik peternak, yang sedang digembalakan. Karena terlalu capai dan lebih maka peternak tersebut ketika mengembangkan dombanya, ia tertidur, sehingga domba-dombanya merusak tanaman petani. Atas kasus tersebut nabi Sulaiman as menetapkan, bahwa selama setahun petani berhak mengambil segala keuntungan dari domba-domba milik peternak, sedangkan si peternak mengambil
segala keuntungan dari hasil pertanian milik petani. Keputusan ini dapat diterima oleh kedua belah pihak dan dirasakan oleh keduanya sangat adil. 1. Konsep negara hukum menurut sistem Eropa Barat kontinental a. Teori immanuel kant (1724-1804) Teori negara hukum nya dikenal negara hukum liberal, karena konsep kant bernafaskan paham liberalisme, yang menentang kekuasaan raja yang absolut pada masanya. Disebut juga negara hukum dalam arti sempit karena pemerintah dengan hukumnya hanya bertugas untuk menjamin kepentingan golongan terutama kaum borjuis liberal. b. Teori F.J. Stahl Negara hukum Stahl sering disebut negara hukum dalam arti formal. Stahl berpendapat, bahwa negara hukum haruslah meme nuhi 4 unsur penting, yaitu: (1) adanya perlindungan terhadap hak hak asasi manusia, (2) pemisahan kekuasaan, (3) setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan, dan adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri kusnardi dan Ibrahim 1983:156). c. Teori Paul scholten Dalam bukunya over den Rechtstaat ia menyebutkan adanya dua ciri negara hukum. Ciri yang pertama adalah"er is recht tegenover den staat", maksudnya Kaulah negara itu mempunyai hak terhadap negara, individu mempunyai hak terhadap masyarakat, Ciri kedua negara hukum adalah "er is scheding van machten", yang artinya bahwa dalam negara hukum ada pemisahan kekuasaan. 2. Konsep Negara Hukum Menurut Sistem Anglo-Saxon Konsep ini lebih dikenal dengan The rule of low, yang menurut A.V. Dickey negara hukum haruslah mengandung tiga unsur, yaitu: a. Supermacy of law, bahwa dalam suatu negara hukum, hukum mempunyai kedudukan yang tertinggi. b. Equality before the law, bahwa dalam negara hukum, kedudukan warga negara termasuk pejabat pemerintah adalah sama dan tidak ada bedanya di depan hukum. c. Human Right, yang terutama ada 3, yaitu: (1) the right personal freedom (kemerdekaan pribadi); (2) hak kemerdekaan berdiskusi; (3) hak kemerdekaan berapat. 3. Konsep Negara Hukum Menurut Perumusan Para Jurist Asia Tenggara Dan Pasifik Rumusan konsep negara hukum menurut perumusan para jurist asia Tenggara dan Pasifik (15-19 februari 1965), sebagaimana tercantum dalam buku The Dynamics Aspects of the rule of law in the Modern Age, bahwa syarat rule of low adalah: (a) perlindungan konstitusi dalam arti bahwa konstitusi selain menjamin hak-hak individu menentukan secara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin, (b) badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak, (c) kebebasan untuk menyatakan pendapat, (d) pemilihan umum yang bebas, (e) kebebasan untuk berserikat/ berorganisasi dan beroposisi, dan (f) pendidikan civics (Busroh dan Busroh, 1985: 15- 116). 4. Konsep Negara Hukum Menurut UUD 1945 Setelah Diamandemen Konsep negara hukum kita tidak dijiwai oleh pemikiran pemikiran barat yang lahir sebagai reaksi atas pemerintahan absolut dan pemerkosaan terhadap hak-hak asasi manusia. Juga tidak menganut teori hukum faham Eropa kontinental maupun paham
anglo-saxon, akan tetapi merupakan negara hukum yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia (arumanadi dan sunarto, 1990: 46) Konsep negara hukum di negara kita secara garis besar dapat kita lihat pada: a. Pembukaan UUD 1945 Dalam pembukaan UUD 1945 alinea I dinyatakan " karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan", juga pada alinea II dinyatakan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Pada alenia IV juga di rumus"... Kemanusiaan yang adil dan beradab,... Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." b. Pasal-pasal UUD 1945 Perkataan " negara hukum" setelah UUD 1945 diamandemen secara eksplisit terdapat pada pasal 1 ayat (3) yang berbunyi" negara Indonesia adalah negara hukum" yang sebelumnya terdapat di dalam penjelasan uUD 1945. D. Simpulan Terbelakang sosiokultural berpengaruh terhadap konsep negara hukum yang ada dalam suatu masyarakat/ negara. Konsep negara hukum di Indonesia merupakan negara hukum dalam arti materiil (luas), artinya negara dengan hukum nya tidak hanya dimaksudkan untuk melindungi dan hak asasi individu, tetapi juga bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Setelah UUD 1945 diamandemen,secara eksplisit perkataan " negara hukum" ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3). Dimasukkannya komisi yudisial dan Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 lebih memantapkan dan menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. BAB VIII Globalisasi A. Pendahuluan Globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informasi, komunikasi dan transportasi, sehingga dunia menjadi transparan seolah-olah menjadi Kampung sedunia tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang demikian menciptakan struktur baru, yaitu struktur global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia, serta akan mempengaruhi pula dalam berpola pikir, sikap dan tindakan masyarakat Indonesia (sumarsono,2000:2). B. Globalisasi Dan Ekonomi Dalam bidang ekonomi, khususnya pasar global, menurut giddens (2001:3), bahwa globalisasi tidak hanya sangat Riil, melainkan juga konsekuensinya dapat dirasakan dimanapun. Pasar global, jauh lebih berkembang b ahkan Apabila dibandingkan dengan 1961an dan 1971-an, serta mengabaikan batas-batas negara. Ada beberapa masalah utama globalisasi dalam bidang ekonomi menurut Boediono, (2001: 28 - 29), antara lain:
1. Ada aturan main dan perangkat kelembagaan yang disepakati untuk menjamin agar tidak terjadinya disparitas yang terlalu besar di antara peserta globalisasi, sehingga praktik praktik imperialisme dan kolonialisme tidak terulang kembali. 2. Resiko globalisasi terhadap stabilitas ekonomi, bagi negara-negara dalam transisi, yang sedang Mengubah sistem ekonominya dari sistem perencanaan negara menjadi sistem ekonomi pasar. C. Globalisasi Dan Nasionalisme Naisbitt (1994:31) prediksi bahwa dunia sekarang sedang bergerak kearah sebuah dunia yang terdiri atas 1000 negara. Naisbitt menjelaskan lebih lanjut bahwa tribalisme tidak boleh dikacaukan dengan nasionalisme yang berkembang sejak abad ke-19 dan merupakan suatu kepercayaan bahwa negara bangsa seseorang lebih penting daripada prinsip internasionalisme atau pertimbangan Individual. Tribalisme adalah kepercayaan pada sesama jenis nya sendiri, yang didefinisikan oleh etnisitas, bahasa, budaya, agama, atau pada abad ke 20 ini profesi. Apa yang diprediksi oleh Naisbit tersebut tidak perlu membuat kita berkecil hati. Di akhir abad ke-20 perubahan besar memang sedang terjadi baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia, proses globalisasi ini memang telah menjadi kenyataan hidup dalam masalahnya bagi kita sekarang adalah bagaimana sekurang-kurangnya kita dapat mengurangi kalaupun tidak mungkin menghindarinya sama sekali dampak-dampak negatif yang mungkin timbul. Atau secara positif Bagaimana kita dapat memanfaatkan arus globalisasi ini untuk memperkuat identitas bangsa yang terus-menerus berkembang. Di sini dituntut sikap terbuka dan sikap kritis bukan saja terhadap pengaruh pengaruh dari luar tetapi juga terhadap kita sendiri. D. Rasa nasionalisme Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan yang tertinggi harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam dalam suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasa penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan-kekuatan yang berbeda-beda. Beda asumsi dasar menjadikan nasionalisme menjadi tumpuan eksistensi suatu bangsa menuntut adanya suatu budaya yang disepakati bersama yang mewujudkan kisi-kisi Dida mana berbagai subkultur dapat berinteraksi dan bersosialisasi . Atas dasar 3 konsep bangsa, negara dan negara bangsa maka yang dimaksud dengan nasionalisme adalah sentimen yang menganggap diri sebagai bagian seperangkat simbol, kepercayaan dan pandangan hidup yang memiliki kemauan untuk menentukan nasib atau takdir politik bersama. Batasan nasionalisme seperti ini bersesuaian dengan batasan Hans Konh yang telah dikutip di bagian depan. Hayes (dalam Karim, 1996: 97) membedakan 4 arti nasionalisme yaitu: 1. Sebagai suatu proses sejarah aktual, yaitu proses sejarah pembentukan nasionalitas sebagai unit-unit politik, pembentukan suku dan Imperium kelembagaan negara nasional modern. 1. Sebagai suatu teori, prinsip atau implikasi ideal dalam proses sejarah aktual. 2. Nasionalisme kepedulian terhadap kegiatan-kegiatan politik, seperti kegiatan partai politik tertentu, penggabungan proses historis dan suatu teori politik. 3. Sebagai suatu sentimen, yaitu menunjukkan keadaan pikiran di antara suatu nasionalitas.
4. Oleh karena telah dirasakan adanya krisis identitas nasionalisme di negara kita pada era global ini, maka kiranya sudah sangat mendesak Bagaimana mewujudkan identitas nasional dan nasionalisme dapat ditanamkan kepada para mahasiswa sebagai warga negara yang dapat dihandalkan bagi bangsa dan negara di masa depan. E. Mengembangkan Identitas Nasional Dan Nasionalisme Di Kalangan Mahasiswa Negara memerlukan identitas bersama. Lebih-lebih negara di belahan dunia ketiga yang telah tercabik-cabik oleh kolonialisme. Nasionalisme merupakan salah satu alat perekat kohesi sosial. Semua negara memerlukannya. Sejarah hampir semua sistem politik atau negara bangsa telah menunjukkan bahwa bagi masyarakat pluralis makin hari makin banyak kekuatan yang mengancam nasionalisme sebagai faktor integratif. Di negara kita sendiri jelas upaya mencari kekuatan budaya yang mampu mengintegrasikan masyarakat majemuk telah menimbulkan dinamika sendiri. Tantangan terhadap nasionalisme yang bersumber pada faktor internal terwujud dalam timbulnya Proliferasi kelompok-kelompok sektarian yang berwawasan sempit. Di sini timbul Dilema antara nasionalisme yang menghendaki adanya keesaan dan dekorasi yang menuntut adanya ruang untuk kebhinekaan. Wawasan yang historical ini timbul sebagai akibat dari tersumbatnya seluruh artikulasi dan aktualisasi berbagai subkultur selama pemerintahan orde baru. Dorongan untuk melestarikan kekuasaan telah menjadikan idialisme persatuan dan kesatuan sebagai wacana untuk memasung mereka yang mempunyai pendapat yang berbeda, seperti para pendukung budaya dan para pembangkang. Upaya mencapai keadaan telah membatasi kebhinekaan. Pemasungan politik selama lebih dari 3 dasawarsa ini telah menghilangkan kemampuan anggota masyarakat untuk menghargai pendapat anggota masyarakat yang lain. Realitas dan solidaritas yang dikembangkan selama ini lebih merupakan mechanics mekanik sholat -olidarity, dimana solidaritas dan konformitas dipaksakan melalui wacana kultural dan tekanan-tekanan politik. Dalam rangka menghadapi tantangan sektarianisme mutakhir ini, perlu di satu pihak dilakukan Re my Sassyconsciatisasi akar historis dari Nasionalisme sebagai produk proses sejarah yang einmalig, namun dilain pihak nasionalisme yang dikembangkan perlu menumbuhkan loyalitas dan solidaritas organisasi. F. Pengaruh Globalisasi Terhadap Nasionalisme 1. Identitas Nasional Pengaruh globalisasi di hampir semua sektor hidup manusia suatu bangsa memerlukan identitas. Bagi bangsa Indonesia, berbagai persoalan dalam negeri yang berjalan berbarengan munculnya fenomena globalisasi, globalisasi seolah-olah menghentak kesadaran nasional untuk memperteguh identitas diri sebagai sebuah bangsa. Era globalisasi yang oleh banyak kalangan dikatakan muncul sejak akhir abad ke-20, dalam segi tertentu ternyata menandai juga kebangkitan kembali kesadaran nasional. Hal ini ditandai dengan munculnya Tantangan untuk membangun negara bangsa dan meluasnya kecenderungan guna membangun kembali identitas nasional di wilayah bekas Negara Uni Soviet pada awal 1990an. Identitas nasional yang diartikan sebagai kepribadian nasional atau jati diri nasional adalah jati diri yang dimiliki oleh suatu bangsa. Identitas nasional itu terbentuk karena kita merasa bahwa kita sebagai bangsa Indonesia mempunyai pengalaman bersama, sejarah yang sama, dan penderitaan yang sama. Pada masa sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia mempunyai pengalaman yang sama dan juga mempunyai sejarah yang
sama dalam mengusir penjajah dari Indonesia. Identitas nasional ini juga terbentuk melalui saling adanya kerjasama antara identitas yang satu dengan identitas lain. Meskipun kelompok yang satu dengan yang lain mempunyai banyak perbedaan Namun keinginan kuat diantara mereka untuk saling merekatkan kelompoknya dengan kelompok yang lain dapat juga membentuk identitas nasional. 2. Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional Lahirnya identitas suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari dukungan faktor objektif, yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan geografis, ekologis dan demografis, serta faktor subjektif yaitu faktor faktor historis,politik, sosial dan kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa itu. Demikian pula lahirnya identitas nasional bangsa Indonesia. Kondisi geografis ekologis yang membentuk Indonesia sebagai daerah kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antar wilayah Dunia di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomi, Social, kultur bangsa Indonesia. 3. Nasionalisme, Bangsa Dan Negara Revolusi Prancis memperoleh suatu makna baru yang mempertautkan nasionalisme dengan tujuan kedaulatan rakyat. Demikianlah saja itu bangsa tidak lagi bersifat pasif dalam pemerintahan negara, melainkan sebagai 1 partisi pan aktif yang tanpa kehadirannya tidak ada pula otoritas yang absah. Sebagai revolusi Prancis, telah menjadi satu ideologi revolusioner. Aspek revolusioner ini muncul karena klaim bahwa rakyat adalah berdaulat yang tidak dapat diterima oleh para raja, kaum aristokrat dan para pedagang yang memerintah hampir semua negara. Seperti halnya demokrasi, corak nasionalisme semacam ini merupakan suatu konsep politik yang berusaha meletakkan semua warga negara pada kaki yang sama, ketimbang mengucilkan Masa dari keanggotaan aktif negara. Konsep ini juga menolak legitimasi suatu sistem pemerintahan oleh kelas sosial dan kelompok-kelompok status yang kepentingannya bukan untuk bangsa secara keseluruhan. Di pihak lain konsep bangsa dewasa ini bermakna satu komunitas yang didasarkan pada persamaan politik dan demokrasi, sedangkan nasionalisme Demokrasi adalah 1 doktrin yang amat kuat. 4. Nasionalisme Dan Konflik Antaretnis Sentimen kebangsaan memiliki dua dimensi yang saling terkait yaitu dimensi internal dan eksternal. Kemampuan untuk menciptakan iklim kondusif bagi pembangunan nasional, konsensus nasional untuk memperkecil dan bahkan meniadakan konflik-konflik winter. Sedangkan dimensi eksternal mencerminkan kemampuan nasional suatu negara bangsa dalam menjalankan hubungan luar negerinya dengan berbagai faktor negara lainnya. Dengan demikian paham kebangsaan menjadi salah satu determinan penting dalam politik luar negeri suatu negara. Bahkan banyak teoritis politik luar negeri menyatakan bahwa nasionalisme akan mempengaruhi aktivitas politik luar negeri suatu negara. Sementara itu paham kebangsaan terdiri pula dari dua aspek risorgimento dan integral. Fenomena konflik antar etnis dewasa ini mengemuka sebagai salah satu isu dominan dalam masyarakat internasional, baik sebara konseptual maupun praktis, melibatkan pula beberapa aspek lain kehidupan umat manusia, seperti aspek historis, ideologi, politik, ekonomis dan sosial budaya. Dengan demikian pemahaman yang menyeluruh terhadap fenomena ini tidak akan diperoleh melalui single Factor analysis. Stephen Ryan, teoritikus
hubungan internasional dari universitas ulster, irlandia, mengemukakan beberapa faktor yang telah mendorong terjadinya konflik antar etnis di berbagai kelompok masyarakat dunia. 5. Nasionalisme Indonesia Di Era Global Sejarah mengungkap bahwa nasionalisme dapat memainkan dua peran pokok, yaitu sebagai ideologi yang mengatasi loyalitas dan Solidaritas parokial, dan sebagai ancaman kekuatan eksternal yang manifestasinya dapat berbentuk kekuasaan Kolonial, pengaruh politik asing, penetrasi transnational Corporation multinational Corporation, maupun lembaga-lembaga Inter sebagai akibat dari globalisasi serta liberalisasi ekonomi. Walaupun secara legal formal berada dalam yuridis suatu negara, namun negara tersebut seringkali harus mengakomodasi kepentingan atau tuntutan para aktor dari luar negeri, dalam hubungan perburuhan, misalnya pemerintah Indonesia tidak dapat mengabaikan begitu saja pendapat organisasi PBB atau CGI. G. Globalisasi dan kualitas pendidikan Perkembangan globalisasi ditandai dengan keluarnya lembaga-lembaga kemasyarakatan internasional, negara-negara ikut mengatur percaturan perpolitikan, perekonomian, sosial budaya dan pertahanan dan keamanan global. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik kepentingan, antar negara maju dengan negara-negara berkembang maupun antar sesama negara berkembang serta lembaga-lembaga internasional. Persoalan globalisasi dewasa ini semakin meningkat, maka: a. Dituntut persiapan pemberdayaan sumber daya manusia Indonesia. b. Untuk menghadapi hal tersebut dengan penuh persiapan dan kematangan. c. Globalisasi identik dengan era persaingan bebas. 1. Tantangan pendidikan di era global Ada beberapa hal yang harus diperhatikan yang terkait dengan pendidikan di era global: a. Pendidikan yang mapan menjadi sesuatu yang patut untuk mendapat perhatian. b. Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas lewat pendidikan. c. Sepanjang pendidikan masih bersifat sempit, maka sulit diharapkan untuk dapat membangun sumber daya manusia yang mampu bersaing di masyarakat global. d. Standar nasional bahkan internasional pendidikan merupakan su atu keharusan. e. Hanya pendidikan dengan kualitas yang sangat baik yang mampu mengantar individu di suatu negara mana pun mampu bersaing dalam era global. 2. Pendidikan Kecakapan Hidup Adalah Suatu Keprihatinan Apabila kita melihat data secara umum tentang posisi umat Islam dalam hal kepekaan dibandingkan umat lain. menurut price (dalam Baiquni, 1995: 138) terdapat hubungan perbandingan antara jumlah pakar dengan produk nasional fotonya perkapita bagi negara-negara maju. Keprihatinannya peringkat kualitas pendidikan di negara kita yang sangat terpuruk. Sungguh sangat menyedihkan kita berada jauh dibawah Malaysia, yang beberapa tahun silam masih banyak menghadirkan tenaga-tenaga ahli dari negara kita.
BAB III KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN BUKU A. Keunggulan Buku Keunggulan buku konsep dasar pendidikan kewarganegaraan ini ialah: 1. Dilihat dari sampul buku ini cukup menarik, secara sekilas melihat sampul buku ini
kita langsung bisa menggambarkan isi dari buku tersebut. 2. Walaupun tidak semua namun dalam beberapa bab penulis memaparkan kesimpulan dari suatu bab sehingga pembaca lebih mudah mengeri isi dari bab tersebut. 3. Buku ini disusun dengan rapih dan menarik minat pembaca karna 4. Buku ini juga melampirkan pasal pasal yang berkaitan dengan materi. 5. Dalam bukunya penulis juga mengutip dari banyak sumber untuk lebih menambah wawasan pembaca. 6. Materi yang disajikan dalam buku ini cukup lengkap dan luas. B. Kelemahan Buku
Banyak kelebihan dalam buku ini, namun terdapat beberapa kekurangan yaitu: 1. Dalam buku ini terdapat beberapa materi yang terlalu panjang sehingga sedikit membuat bosan pembaca. 2. Dalam buku ini terdapan beberapa kalimat yang kurang dapat dipahami karna mencampurkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. 3. Beberapa kalimat tidak sesuai seperti pada halaman 188 “ sejarah hampir semua sistem politik atau negara- bangsa” 4. Dalam buku ini juga terdapat kata yang salah dalam penulisan.