Contoh kasus pelanggaran Hak Kebebasan Memeluk Agama Di Indonesia : Pada Tanggal 4 April 2013, Pemerintah Kota Bekasi menyegel dan memagari Masjid AlMisbah di jalan Terusan Pangrango Nomor 44, Jatibening, Bekasi. Tindakan Pemerintah Kota Bekasi tersebut mendapatkan perlawanan dari Jemaah Ahmadiyah Bekasi. Upaya penyegelan telah dimulai dari pukul 13.00 WIB, namun dengan dikawal 200 personil gabungan Satpol PP Kota Bekasi, Kepolisian Sektor Pondok Gede, serta beberapa personil TNI penyegelan dan pemagaran baru dilaksanakan pukul 18.30 WIB. Penyegelan itu dilakukan atas dasar Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI, Jaksa Agung RI, dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun 2008, Kep-033/A/JA/6/2008, Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11/Munas VII/MUI/15/2005, Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011, dan Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 40 Tahun 2011 (Bab IV Pasal 4). Pada akhirnya, Jemaah Ahmadiyah hanya bisa pasrah melihat Masjidnya disegel aparat. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai Tindakan Pemerintah Kota Bekasi telah bertentangan dengan UUD 1945 karena didalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” Selain itu, Pemerintah Kota Bekasi juga melanggar Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, dimana ditegaskan bahwa “ Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” dengan kata lain tindakan Walikota dan Satpol PP kota Bekasi yang melakukan penyegelan dan pemagaran Masjid Al-Misbah telah bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945. YLBHI Mengecam tindakan Walikota dan Aparat Satpol PP Kota Bekasi yang melakukan penyegelan dan pemagaran Mesjid Ahmadiyah Al- Misbah yang secara langsung melawan Konstitusi Negara dimana negara menjamin perlindungan bagi Rakyat Indonesia untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu . Tindakan yang dilakukan Aparat Pemerintah Kota Bekasi adalah suatu tindakan yang berlebihan (Extra Exercive). Aktivitas Jemaat Ahmadiyah bukanlah suatu ancaman bagi Negara yang membuat disabilitas dan disintegrasi Negara. Mereka melainkan warga negara yang mesti diayomi dan di lindungi oleh Negara dalam hal ini Pemerintah Kota Bekasi Bekasi. Tindakan Pemerintah Kota Bekasi yang penyegelan masjid Ahmadiyah merupakan tindakan langsung (commision) kejahatan terhadap Hak Asasi Manusia dalam hal ini dalam kegiatan kebebasan untuk menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan. Semestinya, Pemerintah kota bekasi melindunggi semua warganya dari ancaman pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 Ayat (1) dan (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dimana di ayat (1) ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamnya dan
kepercayaannya itu.”dan di ayat (2) ditegaskan bahwa Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agama yang masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Seharusnya Pemerintah Kota Bekasi menjadi pelindung hak masyarakat untuk beribadah HAM sehingga menciptakan hubungan yang harmoni diantara masyarakat. Sejak Januari 2013 hingga April 2013, tercatat 5 kasus pelanggaran terhadap hak beribadah Jemaah Ahmadiyah. 1 Kasus di Provinsi Jambi, 3 Kasus di Provinsi Jawa Barat dan 2 kasus di Jabodetabek. YLBHI juga Mempertanyakan kehadiran personel TNI didalam penyegelan Masjid AlMisbah yang bertentangan dengan Tugas Pokok dan Fungsi didalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Tridarma Ekakarma berdasarkan Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/45/VI/2010 Tanggal 15 Juni 2010. YLBHI Mendesak Walikota Bekasi dan Seluruh Aparatur terkait, untuk segera mencabut pagar dan segel terhadap Masjid Al-Misbah, Bekasi karena bertentangan dengan Konstitusi Negara Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Jakarta, 5 April 2013 Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Presiden BEM UNAIR
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Airlangga (BEM UA) merupakan organisasi mahasiswa intra kampus yang menaungi mahasiswa seluruh Universitas Airlangga. Berdiri sejak tahun 2004 (sebelumnya disebut senat), artinya periode kepengurusan tahun 2014 ini merupakan 10 tahun berdirinya BEM UA. Tentunya tahun ini menjadi sebuah refleksi apakah
10 tahun BEM UA sudah memberikan kemanfaatan yang besar bagi mahasiswa? Terlepas dari bagaimanapun dinamika yang terjadi di lapangan, 10 tahun ini adalah angka yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Pada periode kepengurusan 10 tahun ini, BEM UA mengusung kabinet dengan nama “Bangga Airlangga-Indonesia”. Ini merupakan kristalisasi nilai dari harapan besar selama ini membuat Indonesia bangga dengan adanya Universitas Airlangga. Visi ini bisa jadi memang tidak akan bisa diraih dalam satu periode waktu. Tetapi, inilah visi yang ingin ditanamkan bahwa sebuah kepengurusan menjadi satu lompatan untuk lompatan-lompatan berikutnya. Sampai saat ini tercatat Universitas Airlangga sebagai The number one of top 10 universities in Asia for Research Impact versi QS (2014). Tentunya hal ini harus dipertahankan dan didukung oleh semua elemen kampus termasuk mahasiswa. Itulah kenapa secara pribadi saya sangat sepakat dengan tagline kampus sebagai research university di 2014 ini. Berkaitan dengan BEM UA, yang menjadi concern pertama kami adalah bagaimana memblow up prestasi Universitas Airlangga ini menjadi inspirasi untuk semuanya, utamanya mahasiswa. Kekayaan intelektual dan kreativitas sumber daya manusia kampus Timur Djawa Dwipa ini luar biasa. Tidak hanya masalah riset, tetapi juga kreativitas lain dalam bentuk seni, budaya, etnik, kepemimpinan, dan lainnya. Hal ini tentu harus diakomodasi. Semua potensi harus didorong untuk membuat capaian yang lebih besar lagi. Tercatat dari 34 UKM yang ada, variannya begitu kaya mulai dari orchestra sampai PSHT. Prestasinya pun beragam. Bahkan tidak sedikit mahasiswa yang terbantu finansial lantaran prestasi yang diraihnya. Tidak hanya itu, BEM UA juga senantiasa mencoba untuk memainkan perannya dalam keberagaman di internal kampus. Kita tidak bisa memungkiri bahwa organisasi sebagai sebuah wadah memiliki keterbatasan di satu dan lain sisi. Utamanya dalam konteks keberagaman paham dan pemikiran mahasiswa, BEM UA mencoba menempatkan diri sebaik mungkin sebagai kolaborator. Dengan ini, diharapkan keberagaman yang ada pada kwankawan mahasiswa mampu terakomodasi. Tentunya keragaman ini harus disikapi sebagai potensi. Bicara masalah keragaman, salah satu yang menarik perhatian kami pada tahun ini adalah masalah yang berkaitan dengan perempuan. MDGs sebagai visi dunia internasional menempatkan 3 dari 8 masalah dunia berkaitan langsung dengan perempuan. Dengan pertimbangan internal dan perkembangan lapangan, BEM UA melihat isu keperempuanan menjadi salah satu yang harus diangkat dan diatasi bersama-sama. Itulah kenapa dibentuk struktur baru yang dinamakan kementerian pemberdayaan perempuan. Ini salah satu contoh dari akomodasi keberagaman yang disebut di atas. Dengan segala dinamika dan analisis kebutuhan serta harapan di atas, BEM UA periode 2014 ini dibentuk dengan struktur yang memiliki 10 kementerian, yaitu: 1. Kaderisasi Mahasiswa 2. Pengembangan SDM 3. Harmonisasi Keluarga Mahasiswa 4. Kesejahteraan Mahasiswa 5. Kemandirian Mahasiswa 6. Akademik dan Prestasi 7. Inspirasi Karya Airlangga 8. Pengabdian Masyarakat
9. Kebijakan Publik 10. Pemberdayaan Perempuan Dengan struktur dan arahan kebijakan yang dibuat, BEM UA 2014 berupaya terus melakukan yang terbaik dengan segala tantangan yang ada. Teriring doa dan harap selalu semoga kami senantiasa istiqomah dan dalam koridor idealisme. Sebagaimana yang menjadi ikrar kami mengawali etape perjalanan ini, idealisme kami. Yang kami harap adalah, terbentuknya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat serta kebaikan dari Tuhan pencipta alam semesta. Surabaya, 22 Mei 2014 Bintang Gumilang Ketua BEM UA 2014 http://bem.unair.ac.id/?page_id=28
Pengertian mengenai Hak mengajukan Petisi Hak Petisi adalah hak dasar warga negara yang lahirnya bersamaan dengan Magna Charta (1215). Dalam sejarah konstitusi, hak ini pernah dicantumkan pada UUD RIS (1949-1950) dalam bahasa “memajukan pengaduan” dan “memajukan permohonan”. Di UUD 1945 (Amandemen), rujukan hak ini bisa mengacu pada Pasal 27 (1), 28 (3), 28 E (3). Jika mengacu pada UU 39/1999 tentang HAM, penafsiran adanya hak ini dapat bersandar pada Pasal 44 http://www.virtue.or.id/memfasilitasi-hak-petisi-melalui-kanal-aspirasi/ Hak Hatas pengajuan petisi kepada pemerintah, atas pemberian suara, dan atas pencalonan diri untuk jabatan pemerintahan dinilai sebagai penangkal bagi penyalahgunaan yang berupa upaya untuk menafikan keluhan, menekan perbedaan pendapat dan oposisi, melumpuhkan pembentukan golongan pemilih yang terdidik, serta memanipulasi sistem pemilihan umum guna mempertahankan kekuasaan. Pencegahan berbagai penyalahgunaan ini terutama mengharuskan pemerintah untuk membiarkan rakyatnya bergerak leluasa. Namun lebih dari itu, pemenuhan hak-hak ini mengharuskan adanya pemberian keuntungan positif seperti sidang pengadilan yang adil, pemilihan umum yang bebas, dan perlindungan dari pelanggaran yang dilakukan oleh polisi dan pegawai pemerintah lainnya. http://lawyersinbali.wordpress.com/2012/04/22/gagasan-hak-asasi-manusia-modern/
Hak Kebebasan Mengajukan Pendapat
Perbedaan antara hak kebebasan mengajukan pendapat dan Hak mengajukan Petisi : kemerdekaan mengemukakan pendapat adalah hak yang dimiliki oleh setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran secara lisan, tulisan, dan sebagainya degan penuh tanggung jawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dahl dalam Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah (2003: 82) mengemukakan mengenai kebebasan mengemukakan pendapat. Kebebasan menyatakan pendapat adalah hak bagi warga negara biasa yang yang wajib dijamin dengan undang-undang dalam sebuah sistem politik demokratis (Dahl, 1971). Kebebasan ini diperlukan karena kebutuhan untuk menyatakan pendapat senantiasa muncul dari setiap warga negara dalam era pemerintahan terbuka saat ini.