Contoh
Kasus
Terjadinya banyak permasalahan dalam proses produksi pembuatan kopi yang mengakibatkan pencapaian tujuan hasil tidak maksimal, disebabkan oleh beberapa penyebab utama. Penyebab-penyebab Penyebab-penyebab utama inilah yang harus dicari, dikaji, dan ditanggulangi sehingga masalah dapat diselesaikan hingga akarnya dan diharapkan jika penanggulangan penanggulangan tepat sasaran, masalah yang menimbulkan menimbulkan permasalahan permasalahan berulang tidak timbul kembali. Seperti contoh pencapaian hasil produksi target tidak tercapai ini bisa diakibtakan oleh, operator produksi, mesin yang rusak, penimbangan bahan baku yang tidak stabil, dan lain sebagainya. Dari berbagai macam permasalahan tersebut dengan menggunakan teori diagram pareto kita bisa melihat mana faktor yang dominan dalam permasalahan permasalahan tersebut. Dengan melihat faktor dominan maka dapat membuat skala prioritas dan mengambil mengambil langkah-langkah langkah-langkah tepat tepat dalam mengatasi mengatasi permasalahan permasalahan tersebut. tersebut.
Masalah-masalah yang timbul, diklasifikasikan sesuai jenisnya untuk mempermudah proses penanggulangan, penanggulangan, sehingga kualitas rasa dapat dikendalikan sesuai standard yang ada. Implementasi analisis kualitas rasa yang konsisten menggunakan teori diagram pareto merupakan merupakan suatu yang sangat sederhana akan tetapi dapat memberikan memberikan dampak yang baik terhadap pelaksanaan kegiatan produksi. Jika kita dapat membaca diagram pareto maka akan mudah melakukan analisis terhadap persoalan-persoalan yang muncul dalam dunia kerja sehari-hari. Disamping itu juga dengan kesederhanaan penggunaan diagram pareto dapat membantu baik atasan maupun bawahan dalam melihat kendalakendala yang akan muncul selama proses produksi.
Diharapkan dengan analisis diagram pareto yang sederhana ini dapat membantu semua bagian proses produksi untuk dapat meningkatkan meningkatkan kualitas rasa yang yang cukup baik, mulai dari perisapan, proses,dan hasil yang baik.
proses penyusunan penyusunan Diagram Diagram Pareto meliputi meliputi enam langkah, langkah, yaitu :
1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian ketidaksesuaian dan sebagainya.
2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik-karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit dan sebagainya. sebagainya.
3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan
4. Mrangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yang terbesar hingga yang terkecil
5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan.
6. Menggambar diagram batang menunjukkan tingkat kepentingan relative masingmasing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapatkan perhatian.
Jadi setidaknya 6 (enam) langkah diatas jika dilakukan dengan benar, maka dapat membentuk diagram pareto.
Setelah kita memahami pengertian, langkah-langkah, dan bentuk diagram pareto maka selanjutnya bagaimana implementasinya dalam dunia kerja. Seperti contoh kasus dari hasil pengumpulan dan pengolahan data , ada beberapa permasalahan yang sering terjadi dan dapat menyebabkan penurunan kualitas rasa. Seperti contoh kasus dalam melakukan analisis terhadap kualitas rasa dalam proses produksi.
Tabel-1 Permasalahan Yang Muncul dalam Proses produksi
Sebelum perbaikan.
No
Jenis kesalahan
Frekuensi
1
Waktu Mixing
80
2
Raw Material tidak standar
50
3
Cemaran
30
4
Pengambilan Sample
10
5
Mesin tidak normal
20
Jumlah
190
No
Jenis kesalahan
Frekuensi
%
kum %
1
Waktu Mixing
80
42%
42%
2
Raw Material tidak standar
50
26%
68%
3
Cemaran
30
16%
84%
4
Pengambilan Sample
10
5%
89%
5
Mesin tidak normal
20
11%
100%
jumlah
190
100%
Dari langkah-langkah teoritis di atas maka selanjutnya kita membuat diagram pareto berkaiatan dengan proses produksi sebagaimana uraian dibawah ini :
Dari langkah-langkah teoritis di atas maka selanjutnya kita membuat diagram pareto berkaiatan dengan proses produksi sebagaimana uraian dibawah ini :
Dari diagram pareto diatas maka terlihat tingkat permasalahan dominan pada waktu mixing operator dalam proses produksi. Jadiperlu ditanggulangi adalah permasalahan waktu mixing beserta permasalahan lainnya seperti pada diagram di atas (Raw material tidak sesuai, cemaran, pengambilan sampel, mesin tidak normal). Dengan adanya permasalahan di atas maka ada 5 (lima) skala prioritas yang harus segera di tangani .
Diagram Pencar Penggunaan Diagram Pencar Pada dasarnya diagram pencar (scatter diagram) merupakan suatu alat interpretasi data yang digunakan untuk: Menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel, misalnya kecepatan dari mesin bubut dan dimensi dari bagian mesin, banyaknya kunjungan tenaga penjual (salesman) dan hasil penjualan, temperatur dan proses kimia, down time mesin dengan persentase banyaknya produk yang cacat, dan lain sebagainya. Menentukan jenis hubungan dari dua variabel itu, apakah positif, negatif atau tidak ada hubungan. Dua variabel yang ditunjukkan di dalam diagram pencar dapat berupa : Karakteristik kualitas dan faktor yang mempengaruhinya. Dua karakteristik kualitas yang saling berhubungan. Dua faktor yang saling berhubungan yang mempengaruhi karakteristik kualitas. Langkah-langkah Pembuatan Diagram Pencar Diagram Pencar dapat dibuat melalui beberapa langkah berikut ini : Kumpulkan pasangan data (x,y) yang akan dipelajari hubungannya serta susunlah data itu dalam tabel. Usahakan agar data yang dikumpulkan cukup banyak, sebaiknya tidak kurang dari 30 pasangan data (n > 30). Tentukan nilai-nilai maksimum dan minimum untuk kedua variabel x dan y. Buatlah skala pada sumbu horisontal dan vertikal dengan ukuran yang sesuai agar diagram akan menjadi lebih mudah untuk dibaca. Apabila kedua variabel yang akan dipelajari itu adalah karakteristik kualitas dan faktor yang mempengaruhinya, gunakan sumbu horisontal, x, untuk faktor yang mempengaruhi kualitas dan sumbu vertikal, y, untuk karakteristik kualitas. Tebarkan (plot) data pada selembar kertas. Apabila dijumpai data bernilai sama dari pengamatan yang berbeda, gambarkan titik-titik itu seperti lingkaran konsentri (.), atau plot titik kedua yang bernilai sama itu di sekitar titik pertama.
Berikan informasi secukupnya agar orang lain dapat memahami diagram pencar itu. Informasi yang biasa diberikan : (1) Interval waktu. (2) Banyaknya pasangan data (n). (3) Judul dan unit pengukuran dari setiap variabel pada garis horisontal dan vertikal. (4) Judul dari grafik itu. (5) Apabila dipandang perlu dapat mencantumkan nama dari orang yang membuat diagram pencar tersebut. Contoh : Diketahui data seperti yang terdapat pada tabel 1 di bawah ini: Tabel 1. Data Downtime Mesin dengan Persentase Kerusakan Produk [Juni 2004]
Tanggal
Downtime Persentase Tanggal Mesin (menit) Kerusakan (%)
Persentase Downtime Kerusakan Mesin (menit) (%)
1
30
2
16
60
6
2
35
3
17
90
9
3
40
3
18
70
6
4
50
5
19
60
5
5
60
5
20
50
6
6
45
4
21
100
10
7
36
3
22
38
4
8
38
4
23
42
4
9
43
5
24
41
3
10
46
4
25
52
5
11
67
6
26
65
6
12
75
8
27
64
6
13
80
9
28
70
5
14
46
5
29
83
9
15
55
5
30
63
7
Berdasarkan data pada tabel 1, maka dapat dibuat Diagram Pencarnya dengan mengikuti langkah-langkah pembuatan tersebut di atas, seperti yang terdapat pada gambar 1 di bawah ini : Gambar 1. Diagram Pencar Downtime Mesin dan Persentase Kerusakan Produk Pola Diagram Pencar Pada dasarnya terdapat tiga jenis pola Diagram Pencar, yaitu : Diagram Tebar dari dua variabel x dan y yang memiliki hubungan (korelasi) positif. Bentuknya seperti gambar 2 di bawah ini. Gambar 2. Diagram Pencar Hubungan Positif Diagram Tebar dari dua variabel x dan y yang memiliki hubungan (korelasi) negatif. Bentuknya seperti gambar 3 di bawah ini. Gambar 3. Diagram Pencar Hubungan Negatif Diagram Tebar dari dua variabel x dan y yang tidak memiliki hubungan (tidak berkorelasi), di mana tidak ada kecenderungan bagi nilai-nilai tertentu dari variabel x untuk terjadi bersama-sama dengan nilai-nilai tertentu dari variabel y. Bentuknya seperti gambar 4 di bawah ini. Gambar 4 Diagram Pencar Tanpa Hubungan Analisis Korelasi Sederhana Pada pengujian statistik dapat menggunakan koefisien regresi dan korelasi sederhana, secara sepintas dapat dilihat pada keterangan dibawah ini :
Persamaan Regresi Regresi yang berarti peramalan, penafsiran atau pendugaan pertama kali dikemukakan pada tahun 1877 oleh Sir Francis Galton (1822 – 1911) sehubungan dengan penelitian terhadap tinggi manusia, penelitian tersebut membandingkan antara tinggi anak laki – laki dan tinggi badan ayahnya (Supranto, 1994). Regresi sederhana didasarkan pada hubungan
fungsional atau kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Persamaan umum linier sederhana adalah :
y = a + bx dimana : y
:
subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan.
a
:
konstanta.
b
:
angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b (+) maka naik, dan bila b (-) maka turun.
x
:
subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
Dengan harga a dan b dapat dihitung dengan rumus : – b =,
Koefisien Korelasi Menurut Algifari (1997), analisa korelasi adalah alat statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan derejat linier antara satu variabel dengan variabel yang lain. Setelah diketahui bahwa variabel x dan variabel y berdistribusi normal, homogen dan linier, maka sebagai langkah selanjutnya adalah mencari ada atau tidaknya pengaruh dari variabel x dan y. Untuk menghitung kadar pengaruh variabel x terhadap variabel y ini, dipergunakan koefisien korelasi dari konevisien persen’s, dengan rumus: dimana : r
=
Koefisien Korelasi
X
=
Independent Variable (Variabel Bebas)
Y
=
Dipendent Variable (Variabel Tak Bebas)
n
=
Jumlah Data
Sebagai pedoman kriteria penafsiran koefisien korelasi menurut Mohammad Ali adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Interpretasi Koefisien Korelasi Berdasarkan Ukuran Konservatif
Korelasi
Interpretasi
0,00 – 0,20
Sangat lemah cenderung tidak ada
0,21 – 0,40
Lemah cenderung ada
0,41 – 0,60
Kuat
0,61 – 0,80
Sangat kuat
0,81 – 1,00
Sempurna
(Sumber: Sugiyono, 1997)
Koefisien Determinasi Koefisien determinasi adalah cara utama yang dapat digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi dari varibel satu terhadap variabel lainnya, misalnya kalau Y = hasil penjualan, X = biaya iklan, maka naik turunya Y tidak semata-mata disebabkan oleh X, karena masih ada faktor lain. Kalau koefisien determeniasai ditulis KP (koefisien Penentuan), maka untuk menghitung KP adalah sebagai berikut (Supranto 1994): KP = r2 x 100 % Dimana : KP
: Koefisien Determinasi atau Nilai Penentu
r
: Hasil korelasi sederhana
Pengujian Hipotesa Koefisien Korelasi Menurut Koefisien korelasi Product Moment yang diperoleh dengan rumus, dapat diuji signifikasinya langsung dari harga r yang didapat, harga kritik r untuk pengetesan signifikasi terdapat pada tabel. Koefisien korelasi hasil perhitungan tersebut signifikan atau tidak, maka perlu dibandingkan dengan r tabel, dengan taraf kesalahan tertentu, misalnya bila taraf kesalahan diterapkan 5 % (taraf kepercayaan 95%) dan n = 10, apabila ternyata harga r hitung lebih besar dari harga r tabel, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hipotesis yang akan diuji diberi simbol H0 (hipotesis nol) dan disertai dengan H1(Hipotesis alternatif) H1 akan otomatis diterima, kalau H0 ditolak. Pengujian hipotesis tentang r adalah : H0 : r = 0 (tidak ada hubungan antara x dan y)
H1 : r > 0 (ada hubungan positif) H1 : r < 0 (ada hubungan negatif) H1 : r ¹ 0 (ada hubungan) Langkah – langkah pengujian hipotesis Menyusun formulasi hipotesis H0 : r = 0, tidak ada hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat. H1 : r > 0, ada hubungan yang positif antara variabel bebas dengan variabel terikat. Menentukan taraf nyata (a) Dalam menentukan taraf nyata (significant level) dipergunakan a = 0,05 (5 %), untuk penelitian sosial atau ekonomi cukup menggunakan a = 0,05. Menentukan daerah kritis dengan uji hipotesis satu arah (one tailed test), yaitu: Jika t hitung > t tabel , H0 ditolak dan H1 diterima. Jika thitung < t tabel , H0 diterima dan H1 ditolak. Dimana t hitung adalah : Kemudian dibuat kurva normal untuk menentukan daerah penolakan dan daerah penerimaan. Daerah penerimaan Gambar 3.3 Kurva Normal Menarik kesimpulan, apakah hipotesa diterima atau ditolak Contoh Perhitungan : Downtime Mesin (menit)
Persentase Kerusakan (%)
X
Y
1
30
2 3
Tanggal
X2
Y2
XY
2
900
4
60
35
3
1225
9
105
40
3
1600
9
120
4
50
5
2500
25
250
5
60
5
3600
25
300
6
45
4
2025
16
180
7
36
3
1296
9
108
8
38
4
1444
16
152
9
43
5
1849
25
215
10
46
4
2116
16
184
11
67
6
4489
36
402
12
75
8
5625
64
600
13
80
9
6400
81
720
14
46
5
2116
25
230
15
55
5
3025
25
275
16
60
6
3600
36
360
17
90
9
8100
81
810
18
70
6
4900
36
420
19
60
5
3600
25
300
20
50
6
2500
36
300
21
100
10
10000
100
1000
22
38
4
1444
16
152
23
42
4
1764
16
168
24
41
3
1681
9
123
25
52
5
2704
25
260
26
65
6
4225
36
390
27
64
6
4096
36
384
28
70
5
4900
25
350
29
83
9
6889
81
747
30
63
7
3969
49
441
Jumlah
1694
162
104582
992
10106
r = 0,94 [dibulatkan]. Karena koefisien korelasi berdasarkan hasil perhitungan adalah sebesar + 0,94, atau mendekati +1, mata bisa dinyatakan bahwa variable down time mesin [X] berkorelasi erat dengan variable persentase kerusakan produk [Y]. Selanjutnya untuk mengetahui apakah koefisien korelasi dari hasil perhitungan atas pasangan data [X, Y] itu bersifat signifikan secara statistic, yang menunjukkan bahwa benar terdapat korelasi yang kuat atau erat antara variable X dan Y, maka dapat dilakukan pengujian koefisien korelasi. Uji koefisien korelasi dilakukan dengan menggunakan statistik t sebagai berikut : t hitung adalah : Selanjutnya t hitung dibandingkan dengan t student [t tabel] pada taraf signifikansi, a tertentu dengan derajat bebas. db = n – 2, di mana n adalah banyaknya pasangan data [X, Y]. Jika nilai absolut t hitung lebih besar daripada t-Student pada taraf signifikansi 0,05; db = n – 2, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang kuat atau signifikan secara statistik antara variabel X dan Y. Nilai – nilai t Student [tabel ] dapat dilihat pada tabel. Sebagai contoh perhitungan, akan diuji koefisien korelasi antara variabel downtime mesin [X] dan persentase kerusakan produk [Y] sebagai berikut : t hitung = = = 14,579 [dibulatkan] Selanjutnya nilai t-hitung dibandingkan dengan t-tabel pada taraf signifikansi a = 0,05 dengan db = n – 2 = 30 – 2 = 28, yaitu t-Student = (a=0,05; db = 28) = 2,048. Karena nilai absolut t-hitung = 14,579 lebih besar daripada t-Student = 2,048, maka dapat disimpulkan bahwa korelasi antara variabel downtime mesin [X] dan persentase kerusakan produk [Y] bersifat signifikan secara statistik. Dengan demikian dapat digambarkan kurva normal seperti di bawah ini : Gambar 4.1 Kurva Normal Distribusi t Analisa Regresi Sederhana Analisa regresi sederhana digunakan untuk mengetahui sejauh mana hubungan sebabakibat antara faktor penyebab [X] terhadap karakteristik kualitas [Y]. Untuk kasus contoh yang dikemukakan, analisis regresi sederhana dapat dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dari faktor penyebab down time mesin terhadap persentase kerusakan produk. Analisa regresi sederhana dilakukan dengan mengasumsikan bentuk hubungan sebab
akibat dari variabel penyebab X terhadap variabel akibat Y, bersifat linear mengikuti persamaan linier berikut : Y = a + bX Y
= Variable respons [karakteristik akibat]
X
= Variable penyebab [factor penyebab]
a
= Konstanta
b
= Koefisien regresi [besaran akibat yang ditimbulkan oleh factor penyebab]
Dimana : Sebagai contoh perhitungan, akan dilakukan analisa regresi sederhana untuk mengetahui besar pengaruh down time mesin [X] terhadap persentase kerusakan produk [Y : = 0,107354 = 0,11 [dibulatkan]. = – 0,66. Dengan demikian diperoleh persamaan regresi pengaruh down time mesin terhadap persentase kerusakan produk [Y] sebagai berikut : Y = -0,66 + 0,11 X Koefisien regresi b = + 0,11 memberikan informasi kepada kita bahwa setiap kenaikan down time mesin [D X] sebesar 1 menit akan meningkatkan persentase kerusakan produk [DY] sebesar 0,11 persen. Dengan kata lain apabila down time mesin meningkat 1 menit akan meningkatkan persentase kerusakan produk sebesar 0,11 persen. Persamaan regresi Y = -0,66 + 0,11 X juga dapat digunakan untuk meramalkan besarnya pengaruh usia pekerja [X] terhadap jumlah produk yang cacat [Y]. Sebagai misal apabila usia pekerja, X = 35 tahun, maka kemungkinan besar akan meningkatkan kecacatan produk sebesar : Y = – 0,66 + (0,11x 35) = Latihan Soal : Diketahui data dari sebuah perusahaan seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini :
No.
Jumlah Cacat (Yard)
No.
Jumlah (Yard)
7.
335.048
(Jam) 1.
365.116
651
Produksi Jam (Jam) 651
Kerja
2.
330.325
651
8.
333.397
588
3.
335.964
630
9.
351.762
651
4.
358.711
651
10.
341.750
630
5.
350.630
630
11.
200.500
651
6.
200.060
651
12.
348.526
630
Buatlah Diagram Pencarnya dan berikan analisa regresi sederhana serta korelasi untuk kedua variabel tersebut !