c Y
Y Y
Y
O O Dewi Mustika 106070100111006Y Y Y Cystic fibrosis disebabkan oleh mutasi pada gen autosom resesif yang mengkode protein cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR) terletak pada kromosom 7. Pada kondisi normal protein CFTR berperan sebagai kanal klorida dan memastikan terdapat pergerakan elektrolit dan air yang cukup melewati membran. Mutasi menyebabkan abnormalitas dari transport ion klorida melewati sel epitel, dengan gangguan transport sodium dan air, berakibat pada sekret yang kental (viscous) dan kadar air yang rendah. Sekret yang tebal menghambat fungsi normal dari berbagai organ, meskipun komplikasi paru merupakan penyebab tersering kematian. Setidaknya mutasi pada lebih dari 1300 gen telah diidentifikasi. Tingkat keparahan penyakit ini bervariasi dari asimtomatik, ° hingga yang berpengaruh pada aktivitas sehari-hari. Cystic fibrosis memiliki variasi genotip maupun fenotip yang luas. Berbagai penelitian berusaha untuk memastikan korelasi antara genotif dengan fenotif pada cystic fibrosis sehingga tidak hanya dapat memperjelas pathogenesis, tapi juga kemungkinan strategi terapi yang lebih baik. Terdapat 5 kategori mutasi berdasarkan efeknya terhadap protein CFTR, yaitu mutasi Class I yang mengakibatkan defek produksi protein, class II (termasuk ǻF508) untuk defek pada maturasi dan processing protein, class III untuk defek regulasi kanal, class IV untuk perubahan konduktansi kanal dan class V untuk defek sintesis protein. Keuntungan dari klasifikasi ini selain untuk memprediksi fenotip juga untuk tujuan medikasi berdasarkan mutasi yang teridentifikasi. Lebih memungkinkan secara klinis untuk memberikan terapi berdasarkan kelas mutasinya daripada mutasi individu.
r Y ata terbaru menunjukkan adanya variasi insiden penyakit cystic fibrosis antar berbagai kondisi geografis dan kultur. Contohnya, di daerah brazil rata-rata prevalensi sebesar 1:9600 kelahiran, tapi di daerah Finlandia hanya 1:25000 kelahiran. i negara Perancis, prevalensi nasional sebesar 1:4600 dan meningkat 1:2630 pada populasi Brittany (Perancis bagian barat laut).sementara itu, penyakit ini sangat jarang di wilayah Asean dan Indian (Becq, 2010). Cystic fibrosis (CF) merupakan penyakit genetik yang lethal pada populasi kulit putih. Pada tahun 1950-an, bayi baru lahir dengan cystic fibrosis jarang dapat bertahan hingga usia 1 tahun (Gardner, 2007). Namun, dalam 10-20 tahun terakhir perkembangan pengetahuan terkait penyakit ini meningkatkan angka harapan hidup pasien dari 31 tahun hingga 37 tahun dan bayi baru lahir dengan cystic fibrosis saat ini diprediksi dapat hidup hingga 50 tahun atau bahkan lebih (Freedman & O¶Sulivan, 2009). Karena perbaikan dalam pelayanan klinis, 40% dari sekitar 30 ribu pasien CF di US berusia di atas 18 tahun (Gardner, 2007). Cystic fibrosis disebabkan oleh mutasi pada gen autosom resesif yang mengkode protein cystic fibrosis transmembrane conductance regulator
Y
(CFTR) terletak pada kromosom 7. Pada kondisi normal protein CFTR berperan sebagai kanal klorida dan memastikan terdapat pergerakan elektrolit dan air yang cukup melewati membran (Wiehe & Arndt, 2010). Sekret dari kelenjar eksokrin pada tubuh (keringat, air mata, saliva, digestive juice, dan mukus) normalnya bersifat tipis dan licin. Mutasi menyebabkan abnormalitas dari transport ion klorida melewati sel epitel, dengan gangguan transport sodium dan air, berakibat pada sekret yang kental (viscous) dan kadar air yang rendah. Sekret yang tebal menghambat fungsi normal dari berbagai organ. Meskipun komplikasi paru merupakan penyebab tersering kematian, banyak sistem organ yang juga dipengaruhi. Setidaknya mutasi pada lebih dari 1000 gen telah diidentifikasi. Tingkat keparahan penyakit ini bervariasi dari asimtomatik, ° hingga yang berpengaruh pada aktivitas sehari-hari (Wiehe & Arndt, 2010). Meskipun fungsi CFTR terutama terkait dengan kanal klorida, CFTR juga berperan pada banyak regulasi lainnya , termasuk inhibisi transport sodium melalui kanal sodium epitel, regulasi kanal ATP, regulasi transport vesikel intraseluler, acidifikasi organel intraseluler, dan menghambat aktivasi kalsium endogen oleh kanal klorida. Selain itu CFTR juga terlibat dalam pertukaran bikarbonat-klorida.
Y Y Y YY Y
YY
c Y
Y Y
Y efisiensi dalam sekresi bikarbonat menyebabkan solubilitas mucin yang rendah dan berakibat pada agregasi mucin pada lumen (Freedman & O¶Sulivan, 2009).
yang berkembang ke arah perbaikan fungsi CFTR mutant yang dikenal sebagai µprotein repair therapy¶ diprediksi akan semakin meningkatkan kualitas hidup serta harapan hidup penderita CF (Becq, 2010).
Terdapat 5 kategori mutasi berdasarkan efeknya terhadap protein CFTR, yaitu mutasi Class I yang mengakibatkan defek produksi protein, class II (termasuk ǻF508) untuk defek pada maturasi dan processing protein, class III untuk defek regulasi kanal, class IV untuk perubahan konduktansi kanal dan class V untuk perubahan stabilitas protein (aviesY Y Y 2005). Keuntungan dari klasifikasi ini selain untuk memprediksi fenotip, walaupun masih cukup sulit karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi, juga untuk tujuan medikasi berdasarkan mutasi yang teridentifikasi. Lebih memungkinkan secara klinis untuk memberikan terapi berdasarkan kelas mutasinya daripada mutasi individu (Becq, 2010).
Sejumlah antibakteri diformulasikan untuk digunakan perinhalasi berada pada berbagai tahap penelitian. Uji klinis agen anti-inflamasi, termasuk glutathione,-5 phosphodiesterase inhibitor juga sedang berlangsung (Jones & Helm, 2009). Agen modulasi kanal ion, seperti lancovutide (Moli1901, duramycin) dan denufosol, yang mengaktifkan kanal klorida alternatif (non-CF transmembran regulator [CFTR]), dan GS 9411, suatu antagonis saluran natrium, saat ini pada tahap studi klinis dan jika berhasil, akan menjadi agen terapeutik baru untuk pengobatan CF (Jones & Helm, 2009). Memulihkan gen CFTR yang defek merupakan salah satu tujuan utama bagi para ilmuwan medis untuk mengobati penyakit CF dengan memulihkan transport ion klorida dan homeostasis respirasi. Namun, hal ini tidak lepas dari kendala-kendala terkait dengan transfer gen termasuk barier-barier molecular (misalnya mucins, protein surfaktan), immunobiological (misalnya makrofag alveolar, antigen-presenting sel, sel dendritik, limfosit T), fisiologis (misalnya clearance mukosiliar; glycocalyx), serta barier intraselular (misalnya plasma membran, membran endosomal, amplop nuklear, endositosis, fagositosis) (Atkinson, 2008).
Sejak ditemukannya mutasi gen CFTR pada tahun 1989, berbagai upaya dilakukan untuk menghubungkan antara keadaan klinis pasien CF yang memiliki 2 mutasi CFTR dengan faktor lingkungan, mutasi spesifik di dalam CFTR dan variasi pada modifier gene. Selain susceptibility genes, gen dengan varian fungsional yang menjadi sebab penyakit yang teridentifikasi melalui simple mendelian, terdapat modifier genes yang merupakan varian genetic yang mempegaruhi manifestasi klinik dari penyakit (Haston & Hudson, 2005). Selain itu, faktor lain diluar mutasi pada gen CFTR juga dapat menghasilkan fenotif yang secara klinik sama seperti cystic fibrosis nonklasik yang disebabkan oleh disfungsi CFTR (GromanY Y Y 2002). Sehingga dapat dikatakan bahwa cystic fibrosis memiliki variasi genotip maupun fenotip yang luas. Berbagai penelitian berusaha untuk memastikan korelasi antara genotif dengan fenotif pada cystic fibrosis sehingga tidak hanya dapat memperjelas pathogenesis, tapi juga kemungkinan strategi terapi yang lebih baik.
Gen CFTR (gambar 1) berdasarkan lokasi kromosomnya (kloning posisional) terletak di lengan panjang kromosom 7 di q31 (7q31). Lokus CF diapit oleh dua lokus marker, MET dan 7S8 (Passarge, 2001). Gen CF sekitar 230 kb dan terdiri dari 27 ekson, dalam ukuran mulai 38-724 bp. Polipeptida yang dikodekan terbuat dari residu 1480 asam amino, yang terdiri dari sejumlah domain struktural dan fungsional, dan dua sisi glikosilasi (Zielenski & Sui. 1995).
Selama 20 tahun terakhir, setelah berhasil dilakukan cloning gen CF, berkembang berbagai strategi terapi terhadap CF. Meskipun demikian, penderita CF sampai sekarang masih menunggu terapi kuratif dengan target terapi adalah gen atau protein CFTR, dimana sejauh ini obat-obatan yang diresepkan masih bertujuan untuk menekan manifestasi sekunder (Becq, 2010). Sejumlah obat-obatan yang potensial untuk pengobatan cystic fibrosis (CF) saat ini sedang dalam uji klinis (Jones & Helm, 2009). Tujuan terapi
Protein CFTR (gambar 1) merupakan R R RY Y° YR YR Y Y R yang memiliki berat molekul 180 ka saat terglikolisasi penuh. Membran glikoprotein memiliki 2 membran Y ° , masingmasing dibentuk oleh enam segmen transmembran yang membentuk kanal, 2 R Y Y ° intracellular (NB1 dan 2), yang mana masingmasing memiliki kemampuan untuk melakukan dengan adenosine trifosfat (ATP), dan
Y
Ê YYr Y YY
Y Y Y YY Y
YY
c Y
Y Y
Y
` R R ti i `il Cl t ji it it `i BD i t ji ` iit i li`i` BD ` t it i li`i` BD i i l ti MDl
`ti t t l t lit i l ti !i " t # CR j l`i li t ` iii`i t ` t `i lli l `i it l l`i l l`i t ` t $ `i l it ` ll ii i`i l it ` ll t ti$`i l`i l l l i % li it CR j t lit l t i tl i l t ti t t l`i t ` i`i `i ` t`i it i t CR D i`i `i l ` `i i t `lilit` i it `i i l & " '(%li$ )
CR ilii `i ltil l ` `i` l j i t it l `iit `til l tit ji `i CR t ji tl i ` `i i ` li ijl MDl i`i l t i CR ` i l l i
Ê Ê Ê C&` it *t i i i ` ` `i t i C&R ltii t ` l t i t i i i `t t i i it t ` i l ti ii i BD# t`i l i t t ` il`i lt Ri Bii i li`i` BD i`iR `` #
B it l `i i C&R `l `MDl : Y C&R t l t i il ` l it l i t ji t i Cl ` l i ` l C&R it l t i i` M ` il`i l Dl ` l` l it l l ` ti li`i ` l i Cl i ` l l ` `i t i it ` i i ill t j i iili ` l i til MDl
Y
Y & `i C&R l ti$it` l i li l ` l `` l ` ` i lil % l C&R l i lli `l t i it l +l ii it $i``it` i li` l i i l l `l ` l `ili t MDl Y & `i ti C&R l l t i i$`i ` l l lili` i r
Y Y Y Y Y Y
YY
&
c !" # # $% % 'Y
(
YY
Y i li l C&R i li `it`i` l ` l & `i ii t jiil i`i ` i ti t i `i r i `i t i i` li ` i C& MDl )
Ê `i l t i C&R lit t ` i`i t `il
R t `l`i `il li ti R t i l til l` ,R t `i t ` t lli t` l i t ` t`i il i RR $ `il ti Mt`it lit i i i ` ` `it `i` t i i `t t l i `ii`it `i`tt ` t`iMDl * - i i #* t`i C&R t l ii ti i`i t ti ` jl il i li ti `il i
illi `i`i ./ ./ lj i l ` i &./ l t`i l` 00 ti it`il ll`i , i1t t M `i `i t`i C&R $ i`i i l`i i ` l i jl t`i t l li ti l i i ` it .2 i t`i C&R '(%lli$ " & / Mt`i C&R t ` i l`i `i t it ` `i
ti l` i lit t l it:
+
Y YY
Di jl lit` C& t #))* ! l` %it ` l`i i`i t`i C& it i ji l` t l Mt`i C&R t l il`i i`i l li l` l` ` l `i `i t iC&R MDl , % t`i l` 0 l ti R C&R ti t i C&R t t t`i l` 00 t
ii t t`i l` 000t ji l`i t`i l` 03 t ji l ` t`i l` 3 `it `i` `` t l / Mt`i l` 0 t`i `t t t ` i`i R ilit it l `i l` ` i i ` C&R ji `il MDl , ; ` , / Mt`i l` 0 t i` l t`i ` ` `i t `lii `t t .45 R..*5 !#/5 it t ` i`i ti `til l t `l`i C&R t i i`il t `i ` tttii`ilB 6# Mt`i l` 00 t i R i l`i til ` i C&R l i li l `i t llit` i` li `iMDl , ; ` , / R t i&./ lC&R i,R jl` ti ti jl l` it t t `l`i i l ,R `itl` t i t `i lli B 6 # 'l it t i `il l` jl ` iit MDl , ` l l` 00 ii l t`i C&R &./ l
ii t &./ l i ,R j il l` ` t ti i`i B i l itt il t i l`lC&R&./ liit t `il i l`i l ` ` M t `it ji RB 6# Mt`i l` 000 j ` l t i C&R l ti t t l`i ` i C&R ti `i ` , / D t li t i C&R i il ti l`i `lMDl ,
(
Y
Y Y Y Y Y Y
YY
-
4
c ./0.1. 1. .23 .3 5Y
6
YY
Y , t ii` ti it i lt t ti i` it BD t ji t`i l` 000 +l ii `il C&R `il i `i li t `i ` t `il it ` t il li l jl `i l t ` t l i MDl B t t`i C&R l` 000 li ` i l ..#D t ji 2 l l tt ..#D
t l tBD0 ti C& R `t i7 B tli l #*4)D i t `i ti$`i l i C&R l` j i ilit`Cl it l it t ji` i l` 0 00 B 6# ti l` ii i ti C& l`i i` i`i `i ` `i ti t i it ` t $ iti ` 7 /
8
8
Ê Y Y Y `i lC&R litt ` i`i t `il RR t i l til l` ,R t `i t ` t lli t` l i t ` t`i ili RR $ `il ti Mt`i l`0 `ilt ` i`iR ilit Mt`i l` 00 l l R i l`i til Mt`i l` 000 i il ti l`i `l Mt`i l` 03 j i ti t il Mt`i l`3 li l `C&R MDl 9
6
Y
Y Y Y Y Y Y
YY
:
A
c ;<=;>; >; ;?@ ;@ BY
C
YY
Y t`il i lli``i t i l i l l l` 03 i t ji t i l R `t i Ct i t`i l` 03 l R##+ R**4! R*4 t`i l `i R C&R il l`iM M t t i i` ti t B 6# % t`i l` 3 liti` l`it ` i`iit R `iljlC&R li MDl D ; `
D / Ct i t`i l` 3 l 4.., .4+ t j t `i t i `il ti$it` l`i l Cl l ti t ji jl `it `i` l` lt l`i i`i jl ` `i t i C&R li t`i it i t i ilRR it R B 6 # ti l` t i iii ti l i i ` i`i `i ` MDl D ; ` D /
E
R RY Y YR R R Y Y ! "Y
t it `i` t t i i` `iC&R it i l
tii ` i `ti i `i` ,t it `i` ii ilii i t i`i ` t t `i` it +it `i` t il t `l `i it l i` `i C&R ` `i `i i ` ljt it i `i jl ` +il
l8 l i l i it lt `i jl ` i $l i iili li` l` t
C
Y
it l ` it `i `ili l l i t R R ` ili l t M t it `i` ii ` it l t l i`i t ji t t t i t t r '(%lli$"& ) +it `i` t l ti C&R `il l i t i l i i`i i li6i `l ` i t ` t `i l i li` iili `i ti l l tiiti i`l 9 `i# it ii `i
Y Y Y Y Y Y
YY
c Y
Y Y
Y oleh saluran udara normal dari bertahan dalam paruparu (O¶Sullivan & Freedman, 2009).
hypermetabolic terkait infeksi endobronchial (Ratjen & oring, 2003).
isregulasi dari respon inflamasi host digunakan sebagai dasar defek pada cystic fibrosis. ukungan untuk hipotesis ini terletak pada kenyataan bahwa konsentrasi abnormal mediator inflamasi yang tinggi terlihat dalam kultur sel cystic fibrosis dan sample jaringan ex vivo yang tidak terinfeksi. Peningkatan molekul proinflamasi seperti interleukin 8, interleukin 6, tumor nekrosis faktor Į, dan metabolit asam arakidonat telah ditemukan pada pasien dengan kista fibrosis. Stimulasi dari jalur nuklear Faktor -kB, hiperreaktivitas platelet, dan kelainan pada apoptosis neutrofil juga telah dilaporkan. Pada saat yang sama, konsentrasi zat native anti-inflammatory seperti interleukin 10, lipoxin, dan asam docosahexaenoic berkurang, menyebabkan ketidakseimbangan antara mediator pro-inflamasi dan anti-inflamasi yang berakibat pada berlanjutnya peradangan (O¶Sullivan & Freedman, 2009).
Y YY
Hipotesis lain menunjukkan bahwa kecenderungan utama infeksi adalah suatu mekanisme yang menyebabkan disfungsi CFTR kistik fibrosis. Pada host normal, Y Y terikat pada CFTR fungsional dan suatu respon imun bawaan dimulai, yang mana bersifat cepat dan self limiting. Pada pasien dengan CF, peningkatan asialo-GM1 di membran sel apikal memungkinkan peningkatan pengikatan Y dan R RRY untuk epitel saluran napas, tanpa inisiasi dari respons imun yang dimediasi oleh CFTR. Hasilnya adalah bahwa pada cystic fibrosis, respon cepat dalam membatasi diri dari Y pada saluran udara hilang bersamaaan dengan terjadi peningkatan kemampuan bakteri menempel ke permukaan epitel (O¶Sullivan & Freedman, 2009).
Sebagian besar individu dengan CF mengalami insufiensi pankreas. Individu dengan CF dan sufisiensi pankreas (<10%) memiliki gejala klinis yang lebih ringan dengan median kelangsungan hidup yang lebih besar yaitu, 56 tahun dibandingkan dengan insufisiensi pankreas. Kelangsungan hidup rata-rata keseluruhan adalah 36,5 tahun (95% CI, 33,7-40,0 tahun) (Cystic Fibrosis Foundation, 2006). Perbedaan gender pada CF menunjukkan rata-rata kelangsungan hidup lebih besar pada laki-laki dari pada wanita (MoskowitzYY Y2008).
Mutasi pada CFTR 90% memunculkan fenotip pada pancreas. Penyakit pankreas diperkirakan sebagai dampak dari penurunan volume sekresi pankreas akibat rendahnya konsentrasi HCO3- (Ratjen & oring, 2003). efisiensi dalam sekresi bikarbonat menyebabkan solubilitas mucin yang rendah dan berakibat pada agregasi mucin pada lumen (Freedman & O¶Sulivan, 2009). Tanpa cukup cairan dan HCO3-, proenzymes pencernaan disimpan pada saluran pankreas dan diaktifkan sebelum waktunya, pada akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan dan fibrosis. Malabsorpsi yang dihasilkan memberikan kontribusi kepada kegagalan untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat bersamaan dengan
Y
CF mempengaruhi epitel pada berbagai organ sehingga menghasilkan kompleks penyakit yang multisistem melibatkan pankreas, intestinal, traktus respiratorius, traktus genetalia laki-laki, sistem hepatobiliar, dan kelenjar eksokrin keringat. Ekspresi penyakit bervariasi berdasarkan tingkat keparahan mutasi, genetic modifier, dan faktor lingkungan. Mulai dari kematian anak usia dini sebagai akibat penyakit paru obstruktif progresif dengan bronkiektasis hingga insufisiensi pankreas dengan berangsur-angsur muncul penyakit paru obstruktif progresif selama masa remaja dan meningkatnya frekuensi rawat inap untuk penyakit paru di masa dewasa awal, serta sinusitis berulang dan bronkitis atau infertilitas laki-laki dewasa muda (MoskowitzYY Y2008).
Y Penyakit paru tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan kematian pada CF (Cystic Fibrosis Foundation, 2006). Individu yang terkena mengalami inflamasi dan infeksi saluran napas bagian bawah endobronchial kronis. Kegagalan pertahanan paruparu menyebabkan infeksi bakteri endobronchitis (paling sering R RRY dan ° Y ), obstruksi jalan napas dan radangY RY . Manifestasi awal adalah batuk kronis, produksi dahak intermiten, dan dyspnea exertional. Sejalan berkembangnya endobronchitis kronis, terjadi cedera struktural saluran udara dan mengakibatkan bronkiektasis. Stadium akhir penyakit paru-paru ditandai dengan kerusakan yang luas saluran udara (kista / abses) dan fibrosis parenkim paru yang berdekatan dengan saluran udara (MoskowitzYY Y2008).
Y Y Y YY Y
YY
c Y
Y Y
Y Ê Y Ileus Mekonium terjadi pada 15% -20% bayi yang baru lahir dengan diagnosis CF. Insufisiensi eksokrin pankreas terjadi pada sekitar 90% dari pasien dengan CF. Manifestasi klinis berupa steatorrhea dan pertumbuhan yang terhambat terkait dengan malabsorpsi lemak dan anemia hemolitik, kelainan koagulasi, atau ruam kulit berhubungan dengan kekurangan vitamin yang larut dalam lemak dan seng. Pankreatitis akut atau kronis berulang dapat menjadi manifestasi CF, dan hal ini lebih sering terjadi pada sufiensi pankreas (prevalensi 10%) dibandingkan dengan insufisiensi pankreas (prevalensi 0,5%) (MoskowitzYY Y2008). iabetes melitus terkait Cystic fibrosis (CFRM) dapat muncul pada masa remaja. Hal ini didiagnosis pada 7% dari usia 11 sampai 17 tahun (Cystic Fibrosis Foundation, 2006). Penyebabnya merupakan kombinasi dari berkurangnya sekresi insulin ,sekunder terhadap fibrosis pankreas dan berkurangnya jumlah sel islet) serta resistensi insulin perifer (MoskowitzYY Y2008). Penyakit Hepatobiliary, dengan peningkatan konsentrasi enzim hati serum pada anak usia sekolah, jarang berkembang menjadi sirosis bilier pada remaja dan orang dewasa. Seiring berkembangnya penyakit hati, hipertensi portal dan varices ikut terjadi (MoskowitzYY Y2008). Y Lebih dari 95% laki-laki dengan CF tidak subur sebagai akibat dari azoospermia disebabkan oleh perubahan vas deferens berupa tidak ada, atrofi, atau fibrosis. Tubuh dan ekor epididimis dan vesikula seminalis dapat melebar atau tidak ada. Wanita dengan CF tetap fertil, meskipun beberapa perempuan memiliki lendir serviks yang abnormal, yang dapat mengakibatkan infertilitas. Tingkat kelahiran hidup pada wanita dengan usia 13-45 tahun CF adalah 1,9 per 100 (MoskowitzYY Y2008). ° Y Laporan awal terkait kehamilan cukup mengecewakan. FVC (Forced Vital Capacity), yang merupakan prediktor outcome kehamilan bagi ibu dan/atau fetus menunjukan kurang dari 50% dari nilai prediksi dan status gizi buruk. FVC kurang dari 50% dari nilai prediksi adalah kontraindikasi mutlak untuk kehamilan. Namun, dengan semakin membaik
Y
pengobatan paru, manajemen agresif infeksi dengan berbagai antibiotik yang lebih besar, dan peningkatan gizi, kehamilan saat ini ditoleransi dengan baik, terutama pada wanita dengan CF ringan sampai moderat. Kepentingan prediktor R ° kehamilan untuk janin terkait dengan keparahan defek paru ibu dan status gizi, dimana selama kehamilan dapat menimbulkan kelahiran prematur (MoskowitzY Y Y 2008).
YÊ YY Y Hubungan terbaik antara genotip dan fenotip dilihat dalam konteks fungsi pankreas. Mutasi paling umum telah diklasifikasikan sebagai sufisiensi atau insufisiensi pankreas. Sebaliknya, korelasi genotipfenotip umumnya lemah untuk penyakit paru pada CF. Penyakit paru antara individu dengan genotip sangat bervariasi, terkait dengan RY° Ydan faktor lingkungan. Walaupun demikian korelasi genotip-fenotip nampak pada bentuk mutasi pada masing-masing alel terkait dengan bentuk fenotip klasik atau non klasik. Bentuk klasik merupakan mutasi kelas I-III, sedangkan bentuk non klasik merupakan mutasi kelas IV-V. Berdasar tabel 3 dibawah dapat dilihat pola ³milder´ alel bersifat dominan dalam kondisi heterozigot dengan ³classic´ alel (MoskowitzYY Y2008). Insufisiensi pankreas sangat erat kaitannya dengan mutasi kelas I-III, namun, variabilitas latar belakang genetik (yaitu, semua gen lain dalam genom) dan lingkungan membuat asosiasi genotip-fenotip menjadi lemah, khususnya yang berkaitan dengan penyakit paru-paru. Manifestasi cystic fibrosis bisa sangat berbeda antara pasien, bahkan saudara kandung, dengan genotip CFTR yang sama (O¶Sullivan & Freedman, 2009). Tidak hanya CFTR itu sendiri yang mempengaruhi fenotip tetapi faktor lingkungan juga berperan. Hal ini mencakup keterlambatan dalam diagnosis, ketersediaan dan kepatuhan terhadap pengobatan, serta faktor 'lingkungan' yang lebih konvensional, seperti paparan tembakau (dalam rahim dan merokok aktif atau pasif) dan polusi udara. Faktor Stochastic (yang terjadi secara acak), seperti waktu akuisisi infeksi, memberi efek yang tidak diketahui, tapi mungkin signifikan. Contohnya adalah (MoskowitzYY Y2008): üY Senyawa heterozigot dengan mutasi ǻF508/A455E mempunyai fungsi paru yang lebih baik daripada individu yang homozigot untuk ǻF508.
Y Y Y YY Y
YY
F
M
c GHIGJG JG GKL GL NY
O
YY
Y i t it ii$i t`i `t t R##+ t t $ i`i l li t tit / 0i$i t`iC&Rl` $ i . l i `i i` t`i R##+ i` it C& t ti R##+ $ it$ i)
üY
üY
ilii ti t i` i ti jli it i 4.., R##+ t`i iit ` i`i `i ` it i` ji ` `i i `tt` iPi l i i M` itP Q /
# Ê $ Y YY
&t ti l i i i :i t ii i:i ti t ` l t t ti t C&R i` t ; ` ; D$i ` R . li i` l C&R i j l` ii B `ti t l j li i` l & 9# ` ii l ti i `t`i ji l i '(%lli$ " & ) 1 t D i ii$i ti l ` it )))2 i ti #2 `i` i`i $ i`i li i` t i i t it i ` t t li i` ``tit`i l ti `i l ` j i l` ili i` l tit lt % l `i t i` `i lti` j i` t l tii` tili i` t$ iti j i` t ` t t t D$i ` R . B t`i t ji `i i #2 l`i li i` l $ i ti t ji l i ` i Di i i #
O
Y
jt % l `i Dl jl%` t $ i`i i`tt `i t` i ` % ti ` ti ` i li`i` ` i it`i : ` `` ji ` ``tit`i ` i t t i it t t ` i`i t` ` it t i `lii ;` $ i liii` i `i`i i iD$i ` R . % li i i C&R l i i li i` t l ii ti i`i l C&R +l ii ti C& ti t `i t i C&R / t `i t ` t t ` lii` `i i i ti it `i % i t l li i` it / l C&R <l `i tiii l` ii l . t ) ii$i li i` . ` it #2 i l`i t i jl C&R `il ti i`i i ` M i j l tiii / i t .j i `lii C&R C&R
Y Y Y Y Y Y
YY
c Y
Y Y
Y mutasi pada kromosom yang sama , juga dapat mempengaruhi fenotipe. Walaupun jarang, ada contoh pasien dengan alel yang kompleks di mana mutasi kedua memodulasi pengaruh mutasi pertama dan dapat mengubah fenotipnya (aviesYY Y2005).
mutasi CFTR lebih sesuai untuk mutasi kelas II dan III, atau alternative untuk mutasi kelas II dengan kombinasi korektor R Yyang abnormal (Becq, 2010).
T
Y Yp YS S
Y Y Y Y Y Y Y Y
Penelitian untuk menemukan modulator CFTR yang poten dimulai segera setelah kloning gen CFTR dilakukan. CFTR sendiri bukan merupakan satusatunya target melainkan berbagai agen dikembangkan dengan sasaran terapi meliputi membran reseptor, protein fosfatase, kinase dan fosfodiesterase (PEs) dan berbagai target yang terlibat dalam signaling sel terkait transport ion transepitelial. Contohnya adalah PE Y Y Y Y ° Y (IBMX) yang mampu menstimulasi aktivitas kanal Cl- baik pada CFTR normal maupun mutan (termasuk F508) pada berbagai model sel in vitro namun tidak pernah mencapai tahap pengembangan klinis (Becq, 2006). Selanjutnya pendekatan terapi melalui jalur cAMP yang berpotensi menstimulasi sekresi cairan dilakukan dengan Y R RY Y Y RY (NP), menggunakan agonist isoproterenol untk menstimulasi sekresi Cl-. Meskipun demikian isoproterenol menstimulasi sekresei Cl- pada epitel nasal subyek yang sehat tetapi tidak memberi efek yang signifikan terhadap penderita CF dengan mutasi F508del homozigot. Bermula dari agen-agen farmakologi yang tidak spesifik ini, berkembang perspektif terapi dengan tujuan mengidentifikasi agen terapi yang selektif dan poten (Becq, 2010).
° Y Y melalui mutasi nonsense pada ° YRNA yang mengalami mutasi merupakan pendekatan terapi untuk pasien dengan mutasi CFTR kelas I (gambar 3). Prinsipnya adalah menemukan obat yang dapat mensupresi kodon terminasi prematur dengan cara membiarkan asam amino tetap terbentuk pada stop kodon, sehingga translasi tetap berlangsung hingga akhir transkrip yang normal (Becq, 2010). Antibiotik aminoglikosida tertentu, contohnya gentamicin, diketahui dapat berperan dalam proses ini dengan melakukan blocking proses ¶proofreading¶ dari tRNA pada ribosom.dengan cara melekat pada ribosomal RNA dan mengganggu ° R kodon-antikodon menyebabkan ° Y kode RNA dan insersi asam amino random pada daerah kodon yang mengalami mutasi sehingga translasi tetap berlangsung (MaconaldYY Y 2007). Menariknya tobramycin dan aminoglycoside lainya yang telah digunakan secara luas kurang efektif jika dibandingkan dengan gentamicin (Rubenstein, 2006).
ihadapkan dengan banyaknya jumlah abnormalitas gen yang menyebabkan CF, pada tahun 1993 Welsh dan Smith menggagas klasifikasi mutasi CF dikategorikan menjadi beberapa kelas. Keuntungan dari klasifikasi ini selain untuk memprediksi fenotip, walaupun masih cukup sulit karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi, juga untuk tujuan medikasi berdasarkan mutasi yang teridentifikasi. Lebih memungkinkan secara klinis untuk memberikan terapi berdasarkan kelas mutasinya (gambar 3) daripada mutasi individu. Sebagai contoh adalah berupa pengembangan agen farmakologi yang hanya sesuai dengan mutasi CFTR kelas II seperti F508del (homozygous atau heterozygous) namun tidak sesuai untuk mutasi CFTR kelas lainnya. Contoh lainnya, agen yang menstimlasi aktivitas kanal ion pada
Y
Pemaparan gentamisin jangka pendek pada epitel nasal pasien dengan Y° YCFTR (homozigot dan heterozigot) dibandingkan dengan pasien homozigot F508del menunjukkan abnormalitas elektrofisiologi ( Y Y hanya pada pasien dengan Y° YGangguan transport ion melalui epitel respirasi dapat diukur pada nasal epithelia berupa Y Y RY dimana sekresi atau absorbsi aktif ion seperti Clmenyebabkan perubahan voltase NP. Pada penelitian ini, subyek yang digunakan adalah pasien CF dengan Y ° Y homozigot W1282X dan heterozigot W1282X/F508del serta pasien homozigot F508del. Secara doble-blind pasien mendapatkan nasal drop yang berisi gentamicin atau placebo. NP diukur sebelum dan setelah terapi. Hasilnya menunjukkan bahwa gentamicin menyebabkan penurunan yang signifikan NP pada 19 pasien yang mengalami Y ° Y Selain itu, ditemukan terjadinya peningkatan yang signifikan pada pengecatan perifer dan RYuntuk CFTR pada sel epitel nasal yang diambil dari pasien dengan Y ° Y(Wilchanski Y Y2003).
Y Y Y YY Y
YY
U
\
c VWXVYV YV VZ[ V[ ]Y
^
YY
Y tiiti t it t i t`i C&R l` 0 l R =.D C#4 *>. l l#4 8i:l*l_ :ii t lii ti i`i t i i` t ` R R C&R +l ii ` i `i i li`i tii t `i t t`i`it` % li it ii iliii$ililit` i` l MDl ` C#4 ilii li tl t l iji lii` ` 00 ` liti `i C& t`i C&R l` 0.45!#/5 lli i
l t l t i`il i` it l l i` l i` `i l l i ` / liti ` 00 tl i i` t l `i $l`i R ` ` R R !.45 !#/5 R##75 tl itl `i i l # `il ii`i `il l i`i
`i t i C&R i il i D
R R % t l`/
Ê #Ê %
! & ' (% til i` l l` t`i C& itj li i 0 `i 03 't itli` ` t tjl i`it `i`C&R ClC?` ` li tl i l;C5?l 8i;,C? it lil `i l; ,R? l`i til; 0 00? l`i` ` 0 00 ,R; +%? t ` t i; 0BM5?i`tl tl8ti ; MB? :6ili:ii; D,?`i `t ` ; M?l` ; %,RC? ` l`ili `i t i`t` ;1?i6itiB 6#
! ))
Mt`i C&R &./ l :i t 2 l C&R ` ti )2 `i ilii # l l &./ lC&R R t i&./ lC&R i,R jl`
ti ti jl l`B 6# +lii t ji t R t it ` t` i t t `l`i il
^
Y
Y Y Y Y Y Y
YY
c Y
Y Y
Y ER ke sitoplasma menyebabkan protein terdegradasi melalui ° Y Y Oleh karena itu, protein yang fungsional pada membran plasma jumlahnya hanya sedikit (Maconald Y Y 2007). Karena F508del-CFTR masih bisa berfungsi sebagai kanal Cl-, penelitian yang berkembang mengusahakan untuk memperbaiki kegagalan R (gambar 2) sehingga dapat meningkatkan jumlah F508del-CFTR yang berada di membran sel (Becq, 2010). Percobaan in vitro menunjukkan bahwa sangat mudah untuk memperbaiki masalah R Y R Y pada CFTR F508del dengan cara menurunkan suhu kultur sel epitel CF menjadi 27oC (Rubenstein, 2006). Pada penelitian, R Y R Y dari F508del-CFTR dapat diperbaiki dengan sejumlah agen farmakologi yang disebut dengan R R (Becq, 2010). R Ymerupakan istilah untuk agen yang dapat mengkoreksi protein R Y dan ekspresinya. Sedangkan agen yang dapat memberi pengaruh positif terhadap Y R Y Y sering disebut dengan Y (Maconald Y Y2007). R Y Agen 4-phenylbutyrate merupakan contohY R R Y yang mana dalam konsentrasi tinggi terbukti mampu memperbaiki R Y R Y pada sel epitel CF. Hal ini dapat terjadi melalui regulasi ekspresi molekull Chaperon seperti Y RY Hsc70 dan Hsp70 sehingga terjadi perbaikan transport klorida yang dimediasi cAMP pada permukaan sel. Penelitian lain menyebutkan bahwa pemberian thapsigargin dan curcumin (gambar 3) ke mencit F508del-CFTR dapat menormalkan transport Na+ dan Cl- setelah terjadinya perbaikan R F508delCFTR. Hal initerjadi melalui mekanisme inhibisi R ° RY R°Y Y °Y Namun fase I R R Y Y dari curcumin ini menunjukkan hasil yang mengecawakan karena tidak menampakkan adanya perbaikan pada fungsi CFTR. Konsentrasi yang tinggi dari PBA dan curcumin dibutuhkan untuk dapat memperbaiki R Y F508del, sehingga pada kondidi in vivo dibutuhkan konsumsi dalam jumlah yang besar. Padahal 4PBA dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan(Becq, 2010 ; Maconald Y Y 2007; Rubenstein, 2006). ulu, inhibitor enzim PE merupakan sumber penting sebagai modulator CFTR. Saat ini, R R Y
Y
diidentifikasi dari R R RY Y ° Y Y Yseperti sildenafil (termasuk derivatnya), vardenafil, dan zaprinast serta KM11060 (pada konsentrasi rendah). KM11060 memiliki R R Y nanomolar dalam mengembalikan fungsi R Ypada sistem ekspresi, kultur epitel saluran nafas manusia, dan pada tikus. Pada study preklinik, sildenafil dan vardenavil terbukti mampu memperbaiki transport Cl- in vivo pada epitel jalan nafas tikus CFTR F508del/F508del. Inhibitor PE-5 diinjeksikan intraperitoneal kemudian NP 1-24 jam diukur setelah pemberian sildenafil dan vardenafil. Namun tidak ditemukan efek terhadap konduktansi sodium. Selain itu inhibitor PE-5 dilaporkan dapat memperbaiki kelainan glikosilasi protein, perlekatan bakteri dan respon inflamasi (Poschet Y , 2007). Kandidat potensial yang sedang dalam tahap uji coba salah satunya adalah HTS yang menunjukkan kemampuan memperbaiki fungsi F508del-CFTR in vivo. Selain itu R R Y VX-809 yang diformulasikan dalam bentuk per oral telah sampai pada R R Y Y fase II degan 90 pasien F508delCF. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untk mengetahui Y dan Y dosis multipel. Selain itu, uji coba ini akan mengevaluasi efek potensial dari VX-809 dalam memperbaiki fungsi CFTR. R Y F508del lainnya adalah biaminomethylbithiazole derivative, yang merupakan komposisi heterocycle dari 2 molekul aminomethylthiazole dan berbagai modifikasi kimia yang memunculkan beberapa derivat, diantaranya adalah corr4a. Corr4a terbukti mampu mengkoreksi dengan potensi micromolar pada studi in vitro, meskipun kemampuan koreksi terhadap sekresi Clpada sel epitel jalan nafas manusia CF kecil (sekitar 8%) jika dibandingkan dengan epitel non-CF (Becq, 2010). Y Agen terapi terhadap mutasi CFTR kelas II yang telah diujicobakan hingga fase II lainnya adalah miglustat (N-butyldeoxynojirimycin) yang merupakan inhibitor R R ° Y Y dan
Y R YMiglustatYtelah diindikasikan untuk terapi per oral pada pasien dewasa dengan penyakit Gaucher tipe 1 ° Y hingga ° Y Miglustat diidentifikasi bekerja dengan target terapi enzim dan molekul chaperone sehingga dapat memodulasi biogenesis intraseluler F508del-CFTR. Pemaparan miglustat konsentrasi rendah pada sel epitel nasal CF manusia setiap hari selama 2 bulan menghaslkan
Y Y Y YY Y
YY
c Y
Y Y
Y koreksi R Y F508del-CFTR yang progresif, stabil, reversibel dan dapat dipertahankan. Mekanismenya melalui down-regulasi dari hyperabsorbsi Na+ dan regulasi homeostasis dari kalsium. Hal ini menjadi bukti awal bahwa sel respiratory CF dapat memiliki fenotif seperti non CF ketika dipapar oleh terapi farmakologi secara kronis (Norez, 2009). Percobaan secara in vitro sebelumanya dikonfirmasi dengan uji coba secara in vivo pada mencit yang menunjukkan hasil bahwa pemberian dosis rendah intranasal dapat menormalkan konduktansi Na+ dan Cl-. Salain itu, efek inhibisi Y Y R Y (EnaC) pada mencit CFTRF508del/F508del yang mendapat miglustat per oral selama 6 hari, tidak didapatkan efek yang serupa pada mencit CFTR normal. hal pentig lainnya adalah miglustat secara signifikan dapat menurunkan ekspresi IL-8 dan intercellular adhesion molecule (ICAM)-1 pada sel bronchial CF selam terjadinya infeksi ° Y Y (Norez, 2009). R Y Y Agen farmakologi ° Y° R yang memiliki dua aktivitas, yaitu R R Y dan juga Y memiliki kemampuan memperbaiki R Y yang abnormal dari F508del-CFTR sekaligus menstimulasi aktivitas kanal. Beberapa agen yang memiliki kemampuan ini contohnya aminoarylthiazole dan beberapa bahan kimia heterocycle dari famili benzoquinolizinium (MPB). Kanal F508del dengan respon yang dependen terhadap forskolin setelah diinkubasi lama dengan aminoarylthiazole menunjukkan adanya perbaikan. Efek yang serupa ditunjukkan oleh mutan G551, G1349, dan 1152H. Agen MPB merupakan aktivator wt-CFTR, mutan kelas II (F508del) dan kelas III (G551). Inhibisi terhadap degradasi F508del-CFTR oleh derivat MPB memungkinkan terjadinya relokasi ke daerah apikal dari sel CF. Telah diketahui bahwa derivat MPB berinteraksi dengan F508del-CFTR melalui struktur yang spesifik untuk aktivasi kanal dan efek perbaikan trafficking (Mariving-maunir Y Y2004). Y Y Y Y Y Y °Y Pada sel epitel CF, half life dari F508-del-CFTR membran plasma mengalami perubahan. Hal ini menjadi salah satu sasaran terapi F598del-CFTR yaitu dengan cara meningkatkan RY °Y
Y
F508del-CFTR pada membrane plasma (setelah aksi dari R R ). Pertama, protein yang mengalami mutasi dapat distabilisasi pada membrane plasma dalam keadaan matur dan bentuknya yang fungsional. Contohnya, mekanisme potensial dari aksi R R Y corr4a dalam memperbaiki R Yyang abnormal melalui perbaikan folding protein pada ER dan stailitas protein pada permuakaan sel. Fraksi F508del-CFTR pada permukaan sel secara signifikan meningkat dengan pemberian R R Y 2a, 3a, 4a, dan 4b. Komponen corr2a merupakan Yyang paling poten namun tidak mampu memperbaiki F508del-CFTR di ER. isimpulkan bahwa peningkatan RY ° F508del-CFTR yang berhasil diselamatkan dapat memberi kontribusi dalam memperbaiki permeabilitas Cl- pada epitel CF yang mengalami mutasi CFTR kelas II dan VI (gambar 3) (Pedemonte Y Y2005). Kedua, penelitian yang berkembang juga memfokuskan pada inhibisi endocytosis. Sebuah penelitian mencari tahu tenteng kontribusi dynamin, sebuah GTPase yang berhubungan dangan pembentukan R R Y Rdalam endositosis CFTR. ynasore yang merupakan ° Y ° RY inhibitor dynamin menunjukkan kemampuan dalam menginhibisi proses internalisasi CFTR Y Y maupun mutan secara reversible (gambar 3). F508del-CFTR-expressing cell yang diinkubasi dengan corr4a dan dynasore menghasilkan jumlah CFTR yang berada di permukaan sel secara signifikan lebih banyak jika dibandingkan pemberian corr4 saja (Young Y Y 2009). ari penelitian ini dapat diketahui bahwa melalui inhibisi R RY Y Y mutan dapat meningkatkan RY °Y CFTR mutan, sinergi dengan R R Ybiosynthesis CFTR. Selain melalui stabilisasi maturasi dan inhibisi fagositosis, cara yang ketiga untuk meningkatkan RY ° F508del-CFTR pada membrane plasma adalah dengan menurunkan jumlah degradasiprotein F508del-CFTR melalui modifikasi °Y Y Inhibitor proteosom yang pertama kali dievaluasi adalah lactacystin dan MG132 yang merupakan inhibitor proteosom klasik, namun tidak berrhasil karena keduanya tidak bisa mempromosikan F508del-CFTR ke permukaan sel (Heda Y Y 2001). R Y dari derivate MPB menginhibisi aktivitas proteosom sel hanya pada CFTR-expressig cell tapi tidak berpengaruh terhadap aktivitas Y °Y hal ini mengindikasikan bahwa agen ini tidak dapat
Y Y Y YY Y
YY
c Y
Y Y
Y dijadikan inhibitor proteosom. Menariknya, inhibisi proteosom menggunakan bortezomid (gambar 3) dapat menginduksi Hsp70 dan berakibat pada penyelamatan F508del-CFTR matur. Bortezomid telah diresepkan untuk meloma dan limfoma terkait dengan efek inhibitornya yang selektif terhadap proteosom 26S. Masih dibutuhkan uji klinis lebih lanjut pemakaian Bortezomid terhadap pasien CF (Vij Y Y2006). Agen lainnya seperti deoxyspergualin (gambar 3), sebuah inhibitor Y Y ke Hsp70 dan Hsp90, menimbulkan perbaikan parsial fungsi CFTR pada sel yang mengekspresikan F508del-CFTR heterolog. Obat-obatan seperti geldanamycin dan herbimycin A menginhibisi penyusunan molekul dengan cara melakukan Ypada R RY Y di sitosol Hsp90 atau lumen ER Grp94. Hal ini telah terbuki pada penggunaan geldanamycin bersamaan degan R R Y MPB dan miglustat mampu meningkatkan F508del-CFTR abnormal yang dapat dipertahankan pada sel CF epitel saluran pernafasan. Walaupun geldanamycin saja tidak dapat memberi perbaikan pada F508del. Beberapa penelitian ini menunjuakkan bahwa agen yang dapat mencegah interaksi antara Hsp90 dengan CFTR mempunyai kemungkinan memberikan perbaikan terhadapmutasi CFTR, walaupun Hsp90 normalnya juga berkontribusi pada Y Y(Norez Y Y2008).
YY Y YY Kanal CFTR tergantung pada proses fosforilasi oleh protein kinase maupun defosforilasi oleh protein fosfatase untuk meregulasi aktivitas kanal. Eror yang menyebabkan protein kinase tidak mampu berikatan pada domain regulatory atau ATP tidak bisa berikatan pada NB terjadi pada mutasi kelas III. Hal ini menghasilkan CFTR yang berhasil diproduksi dan mengalami maturasi serta berhasil ditransport ke apical membran mengalami penurunan kemampuan dalam menjalankan fungsinya dalam transport klorida (Maconald, 2007). Bentuk mutasi CFTR kelas III yang paling sering adalah G551, yang mana terjadi pada 2,2% alel mutant. G551 terletak pada NB I dan berhubungan dengan fenotif CF yang Y (Rubenstein, 2006). Pada kondisi ini, Y dibutuhkan untuk memperbaiki fungsi dari CFTR yang mengalami mutasi kelas III. Contohnya adalah 3-(2benzyloxyphenyl)isoxazoles dan 3-(2benzyloxyphenyl)isoxazolines yang merupakan
Y
activator kanal CFTR. Selain itu benzoquinolizinium juga diketahui dapat menjadi terapi yang potensial untuk mutasi CFTR kelas II (F508del) dan kelas III (G551). Hal yang serupa juga ditunjukkan oleh trifluoromethylphenylbenzamine, yang terbukti mampu mengaktivasi mutan G551 dengan afinitas yang baik (Becq, 2010). Potentiator CFTR pertama untuk pasien CF kelas III pada percobaan klinis adalah VX770. Agen ini mampu meningkatkan konduktansi Cl- dan probabilitas pembukaan kanal G551-CFTR in vitro. Penelitian VX770 fase IIA pada pasien G551 yang sedang berlangsung dilakukan untuk mengevaluasi Y ° R R dan biomarker dari aktivitas CFTR. Sejauh ini menunjukkan hasil yang positif, dimana obat ini ditoleransi dengan baik pada 20 pasien dan respon yang signifikan dibandingkan dengan placebo yang ditunjukkan melalui NP, penurunan klorida keringat, dan RY Y °Y Y YR (FEV1) melalui design penelitian Y ° Y Y Y R Y YSelain itu tidak ada laporan tentang efek samping yang spesifik (Accurso, 2008). Flavonoid genistein merupakan salah satu bentuk activator yang poten, walaupun efeknya terhadap
CFTR belum sepenuhnya dipahami. Telah diketahui bahwa hidrolisis ATP pada NB1 diperlukan untuk membuka kanal CFTR sedangkan hidrolisis ATP pada NB2 menyebabkan penutupannya. Genistein bekerja dengan cara berikatan pada NB2, kemungkinan melalui proses bloking terhadap hidrolisis ATP pada NB2 menyebabkan pembukaan kanal berlangsung lebih lama (Randak Y Y 1999). Penelitian Illek Y Y dengan melakukan pengukuran NP pada pasien CF dengan mutasi G551 setidaknya pada 1 alel yang distimulasi dengan genistein menunjukkan hiperpolarisasi sebagaimana pada individu sehat. Hal ini berarti bahwa genistein menginduksi konduktansi Cl- pada kedua kelompok (Maconald, 2006). Komponen lainnya untuk mutasi CFTR kelas III yang berada pada tahap preklinik contohnya adalah 6phenylpyrrolo[2,3-b]pyrazines (aloisin) yang mengaktivasi kanal Cl CFTR melalui cAMPindependent. Berbagai derivatnya mengaktivasi sekresi Cl_ yang dependent CFTR dengan afinitas molar yang rendah pada berbagai tipe sel epitel. Potensi dari agen ini kemungkinan dapat member keuntungan berupa efek terapi pada pasien CF
Y Y Y YY Y
YY
c Y
Y Y
Y maupun peyakit terkait CFTR lainnya (Noel Y Y 2006).
YY Y YY Y ° Y dari CFTR yang menghasilkan lokalisasi protein yang normal dan penurunan fungsi transport klorida dimasukkan dalam mutasi kelas IV. Mutasi kelas IV, seperti R117H, mempengaruhi pori kanal CFTR dan kemampuan konduktansi kanal klorida (Rubenstein, 2007). Tidak seperti kelas I, II, dan III , mutasi kelas IV menghasilkan fenotip yang ringan, dimana apabila mutasi kelas IV terjadi pada 1 alel dapat memproteksi pasien dari diabetes mellitus, penyakit liver, dan onset infeksi Y yang lambat. Tercatat bahwa pasien dengan mutasi kelas IV dan V lebih jarang mendatangi pusat pelayanan kesehatan. Beberapa mutasi kelas IV seperti R117H, G341E, R334W dan R347P berhubungan dengan fosforilasi dan ATP-binding yang normal, dimana R347P mempengaruhi rata-rata aliran klorida, sedangkan R117H dan P574H menurunkan waktu pembukaan kanal (Maconald, 2006). alam hal ini, potentiator, seperti genistein, merupakan agen yang mungkin dapat memperbaiki fungsi kanal (Rubenstein, 2007).
YY Y YY Mutasi pada kelas ini biasanya, walaupun tidak selalu, menghasilkan fenotip yang ringan. Mutasi ini dikarenakan R Y Y yang menghasilkan transkrip yang normal maupun abnormal yang selanjutnya mengekspresikan CFTR. Tipe ini biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru seperti CF tapi memiliki kadar klorida keringat yang normal. Contoh mutasi kelas V adalah 3849+10kb C±T dan 1811+1.2kb A±G. Y RY Y dari polyp nasal paien CF dengan R Y ° Y 3849+10kb C±T dapat diobati dengan sodium butyrate, yang mana terjadi peningkatan kadar transkrip CFTR yang normal secara signifikan. Sebelumnya sodium butyrate telah diketahui mampu meyebabkan upregulasi ekspresi faktor R Ypada muscular atrophy (Nissim-Rafinia, 2004). Selain karena penurunan effisiensi dari R Y mRNA CFTR, penurunan ekspresi fungsional CFTR juga dapat disebabkan oleh mutasi pada promoter CFTR yang menyebabkan penurunan ekspresi mRNA dan juga peningkatan ° Y Y CFTR dari plasma membrane yang kadang diklasifikasikan tersendiri dalam mutasi kelas VI. Sehingga tujuan dari terapi pada kelas V secara umum adalah
Y
meningkatkan ekspresi fungsional dari protein mutan menggunakan potentiator (Rubenstein, 2006). Y Y Y Y Y Y Pendekatan lainnya dalam memperbaiki RY RY pada CF adalah melalui perbaikan transport ion, rehidrasi mukosa permukaan saluran pernafasan, dan fluiditas sekresi digestif serta pH yang optimal untuk aktivitasenzim digestif. Oleh karena itu, berbagai reseptor dan kanal ion membran menjadi target farmakoterapi CF. iantaranya yang menjadi target paling penting adalah kanal Na+ dan Ca+ -dependent Cl- transporter (Becq, 2010). Salah satu karakteristik dari jaringan CF adalah peningkatan absorbsi Na+ yang dimediasi olah EnaC. Meskipun hal ini belum terlalu jelas, EnaC menjadi salah satu target molekul yang dicari inhibitornya untuk aktivitas kanal ini. Inhibitor EnaC yang dapat memblok absorbsi cairan diprediksi dapat berkontribusi dalam hidarasi dari sekresi mukus jalan nafas (Boucher, 2007). Pemberian aerosol amiloride untuk pasien CF terbukti mampu memperbaiki kualitas dari sekresi jalan nafas dan memfasilitasi aliran udara. Namun pada penelitian serupa di UK dan Perancis menunjukkan hasil yang sebaliknya, dimana amiloride inhalasi tidak menunjukkan efek yang menguntungkan. Selain amiloride, benzamil terbukti memiliki efek maksimal yang sama dengan durasi yang lebih panjang terkait dengan NP pasien CF. sejauh ini struktur pyrazinoylguanilidine pada amiloride masih dievaluasi lebih lanjut terkait dengan efeknya pada °R R Y R RY liquid permukaaan saluran nafas dan aktivitasnya terhadap EnaC (Hirsh Y , 2008)Y Inhibitor absorbsi Na + lainnya adalah Y Y Y karena transport Na+ pada sel epitel bronkus manusia diaktivasi oleh
Y Y YEfek Y Y YBAY399437 telah dicobakan pada aktivasi EnaC pada sel epitel bronchial manusia (Becq, 2010). Selain Y Y Y BAY399437, juga telah diteliti QUA145 (camosat mesylate, gambar 3.1) yang merupakan inhibitor prostasin, trypsine like serine protease yang banyak terdapat pada epitel saluran nafas manusia. Agen ini ditoleransi dengan baik pada studi preklinik ke orang sehat. Pada 6 pasien CF mengindikasikan bahwa tidak ditemukan efek samping dan terjadi penurunan yang positif dari transport Na+ yang dievaluasi dari NP diikuti dengan perfusi amiloride (Rowe Y Y2008).
Y Y Y YY Y
YY
c Y
Y Y
Y Alternatif kanal Clkemungkinan dapat mengkompensasi defek pada fungsi CFTR dan berguna sebagai pendekatan terapi juga diinvestigasi melalui penelitian.nucleotide ATP dan uridine triphosphate merupakan agonis dari reseptor purinergic (P2Y2) dan menstimulasi sekresi Clmelalui aktivasi Ca2+ -dependent Cl- channel pada epitel. enufosol merupakan bentuk agonis reseptor P2Y2 yang dapat menstimulasi sekresi Cl- pada epitel jalan nafas. Pada uji coba fase II, doble blind, randomized trial menggunakan denufosol terhadap 90 pasien dengan CF ° Y di US selama 4 minggu, menunjukkan hasil perbaikan yang signifikan terhadp fungsi paru dibanding pasien yang mendapat plasebo. Hal ini mengindikasikan adanya potensi terapi dari agen ini. enufosol dengan dosis 20-60 mg dievaluasi pada uji coba fase II selama 28 hari dan menunjukkan adanya perbaikan FEV1 dibanding plasebo pada pasien yang realtif memiliki fungsi paru yang normal. enufosol tetrasodium inhalasi saat ini sudah mencapai pengembangan fase III, namun kegunaanya bagi pasien dengan disfungsi paru yang Y belum diketahui (Kellerman Y Y2008).
YÊ Y Memulihkan gen CFTR yang defek merupakan salah satu tujuan utama bagi para ilmuwan medis untuk mengobati penyakit CF dengan memulihkan transport ion klorida dan homeostasis respirasi. Karena epitel paru merupakan bagian yang paling banyak terkena dampak dari penyakit ini, penggunaan terapi gen untuk mentransfer gen normal ke sel yang mengalami defek pada epitel respirasi merupakan tantangan selama 15 tahun terakhir. Penelitian menunjukkan bahwa pemulihan fungsi 510 % gen CFTR yang mengalami defek sudah berpotensi memperbaiki transport klorida dan memperbaiki gejala Y pada pasien CF. Namun, hal ini tidak lepas dari kendala-kendala terkait dengan transfer gen termasuk barier-barier molecular (misalnya mucins, protein surfaktan), immunobiological (misalnya makrofag alveolar, antigen-presenting sel, sel dendritik, limfosit T), fisiologis (misalnya clearance mukosiliar; glycocalyx), serta barier intraselular (misalnya plasma membran, membran endosomal, amplop nuklear, endositosis, fagositosis) (Atkinson, 2008). Sejak ditemukannya gen CFTR tahun 1989, CF merupakan kandidat untuk dilakukan pengembangan terapi gen karena : (1) merupakan penyakit autosom resesif yang monogenik, (2) sejumlah kecil protein
Y
CFTR yang fungsional sudah dapat memperbaiki transport klorida; (3) paru, organ utama yang terpengaruh, merupakan organ yang cukup udah dijangkau dengan menggunakan terapi gen Y Bagaimanapun, pengiriman gen yang normal ke paru CF menghadapi berbagai tantangan, termasuk didalamnya adalah mengidentifikasi vektor yang dapat diterima tubuh. Terlebih lagi, sampainya vektor pada sel epitel bisa menjadi agen yang berbahaya karena mukus yang tebal (Proesmans, 2008). Saat ini telah banyak diujicobakan berbagai vektor baik viral maupun nonviral sintetik dengan keuntungan dan kerugian masing-masing (Atkinson, 2008). Respon imun host yang spesifik terhadap vektor, contohnya virus, sering kali sulit dihindari. Uji coba yang telah mencapai fase 2 adalah dengan menggunakan vektor rekombinan (tgAAVCF) menunjukkan kegagalan secara klinis setelah pemberian selama 30 hari. Saat ini, Y Y dilaporkan memberikan efikasi yang cukup menjanjikan (Proesmans, 2008). Sejak tahun 2001, uji klinis terkait dengan terapi gen CFTR mengalami hambatan berupa kesulitan memperbaiki fungsi CFTR secara signifikan dan mempertahankan efek dalam jangka waktu yang lama. Beberapa pendekatan dalam penelitian telah dilakukan terkait dengan jenis vektor yang digunakan, dimana masing-masing menghadapi permasalahan tersendiri (Atkinson, 2008). Saat ini, dua pilihan yang telah dieksplorasi sebagai vektor yang sesuai untuk mengirim gen yang fungsional dan jangka panjang adalah R RY °Y membentuk kompleks dengan NA dan masuk kedalam sel, dan lenti virus, yang merupakan retrovirus dengan kemampuan berintregasi dengan NA kromosom dan berpotensi menghasilkan ekspresi yang stabil dalam jangka waktu lama (Pringle Y Y2009).
Y Berbagai penelitian terkait dengan patofisiologi molekuler, seluler, dan jalan nafas secara signifikan memberikan pemahaman tentang fungsi CFTR dan konsekuensi dari kelainan dalam jumlah maupun fungsinya. Cystic fibrosis memiliki variasi genotip maupun fenotip yang luas. Berbagai penelitian berusaha untuk memastikan korelasi antara genotif dengan fenotif pada cystic fibrosis sehingga tidak hanya dapat memperjelas pathogenesis, tapi juga kemungkinan strategi terapi yang lebih baik. Terdapat 5 kategori mutasi berdasarkan efeknya terhadap protein CFTR, yaitu mutasi Class I yang mengakibatkan defek produksi protein, class II
Y Y Y YY Y
YY
c Y
Y Y
Y (termasuk ǻF508) untuk defek pada maturasi dan processing protein, class III untuk defek regulasi kanal, class IV untuk perubahan konduktansi kanal dan class V untuk perubahan sintesis protein. Pemahaman ini memungkinkan identifikasi target intervensi yang rasional untuk memperbaiki disfungsi
CFTR berdasarkan bentuk mutasinya yang spesifik, sehingga pendekatan terapi ke depan lebih ke arah penyebab yang fundamental dari patofisiologi CF dari pada terapi simtomatik yang saat ini banyak digunakan.
Y
Y
Accurso FJ, Rowe SM, urie PR, et al. Interim results of Phase 2A study of VX770 to evaluate safety, pharmacokinetics, and biomarkers of CFTR activity in cystic fibrosis subjects with G551 [abstract]. Y ° 2008; Suppl. 31: 295 Atkinson T.Y Cystic Fibrosis, Vector-Mediated Gene Therapy, and Relevance of Toll-Like Receptors: A Review of Problems, Progress, and Possibilities.Y Y Ê Y Y2008, Y201-207 201 Becq F. Cystic Fibrosis Transmembrane Conductance Regulator Modulators for Personalized rug Treatment of Cystic FibrosisY 2010; 70 (3): 241-259 Becq F. On the discovery and development of CFTR chloride channel activators. Y ° es 2006; 12: 471-84 Boucher RC. Cystic fibrosis: a disease of vulnerability to airway surface dehydration. Y Y 2007; 13: 231-40 Cutting GR. Modifier Genetics: Cystic Fibrosis. YY Ê ° RY°YÊ . 2005. 6:237±60 Cystic Fibrosis Foundation (2006) Patient Registry Annual ata Report To The Center irectors 2005, Bethesda, Md. Available At Www.Cff.Org. avies J, Alton, Griesenbach U . Cystic fibrosis modifier genes. YY RY 2005;98(Suppl. 45):47±54. Freedman S, O¶Sullivan BP. 2009; 373: 1891±904
Cystic fibrosisY R
Gardner J. Cystic Fibrosis. Nursing 2007. Httpyavwwnlm,Nih,Gov/ Inedlineplus/ Cysticfibrosis,Htinl Groman Jd, Meyer Me, Wilmott Rw, Zeitlin Pl, Cutting Gr. Variant Cystic Fibrosis Phenotypes In The Absence Of Cftr Mutations. The New England Journal Of Medicine. Boston: Aug 8, 2002. Vol. 347, Iss. 6; Pg. 401, 7 Pgs Heda G, Tanwani M, Marino CR. The delta F508 mutation shortens the biochemical half -life of plasma membrane CFTR in polarized epithelial cells. °YY Y Y 2001; 280: 166-74 Hirsh AJ, Zhang J, Zamurs A, et al. Pharmacological properties of N-(3,5-diamino-6-chloropyrazine-2carbonyl)-N¶-4-[4-(2,3 dihydroxypropoxy)phenyl]butylguanidine methanesulfonate (552-02), a novel epithelial
Y
sodium channel blocker with potential clinical efficacy for cystic fibrosis lung disease. Y ° R Y Y 2008; 325: 77-88 Johansen HK, Gotzsche PC. Vaccines for preventing infection with Pseudomonas aeruginosa in cystic fibrosis. R Y Y Y 2008; (4): C001399 Jones AM dan Helm JM. Emerging Treatments in Cystic Fibrosis. 2009; 69 (14): 1903-1910 Kellerman , Mospan AR, Engens J, et al. enofosol: a review of studies with inhaled P2Y2 agonists that led to phase 3. °Y °Y 2008; 21: 600-7 Kerem E, Hirawat S, Armoni S, et al. Effectiveness of PTC124 treatment of cystic fibrosis caused by nonsense mutations: a prospective phase II trial. RY 2008; 372: 719-27 Maconald K, McKenzie KR, Zeitlin P. Cystic Fibrosis Transmembrane Regulator Protein Mutations µClass¶ Opportunity for Novel rug Innovation. Y 2007; 9 (1): 1-10. Marivingt-Mounir C, Norez C, erand R, et al. Synthesis, SAR, crystal structure, and biological evaluation of benzoquinoliziniums as activators of wild-type and mutant cystic fibrosis transmembrane conductance regulator channels. YY °Y2004; 47: 962-72 Moskowitz S, Sternen , Cheng E, Cutting G. CFTRRelated isorders. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 20301428. iakses pada 27 November 2010 pukul 12.05 Nissim-Rafinia M, Aviram M, Randell SH, et al. Restoration of the cystic fibrosis transmembrane conductance regulator function by splicing modulation. Y 2004; 5 (11): 1071-7 Noe l S, Faveau C, Norez C, et al. iscovery of pyrrolo[2,3-b]pyrazines derivatives as submicromolar affinity activators of wild -type, G551 and F508del CFTR chloride channels. Y ° R Y Y 2006; 319: 34959 Norez C, Antigny F, Noel S, et al. A cystic fibrosis respiratory epithelial cell chronically treated by miglustat acquires a non-cystic fibrosis-like phenotype. °YY Y Y Y 2009; 41: 217-25 Norez C, Bilan F, Kitzis A, et al. Proteasome -dependent pharmacological rescue of cystic fibrosis transmembrane
Y Y Y YY Y
YY
c Y
Y Y
Y conductance regulator revealed by mutation of glycine 622. Y ° R Y Y 2008; 325: 89-99 O¶Sullivan BP, Freedman S. 2009; 373: 1891±904
Cystic fibrosisY R
Pedemonte N, Lukacs GL, u K, et al. Small-molecule correctors of defective F508-CFTR cellular processing identified by high-throughput screeningYY Y 2005; 115: 2564-71 Poschet JF, Timmins GS, Taylor-Cousar JL, et al. Pharmacological modulation of cGMP levels by phosphodiesterase 5 inhibitors as a therapeutic strategy for treatment of respiratory pathology in cystic fibrosis Y °Y Y Y YY Y Y2007; 293: 712-9 Pringle IA, Hyde SC, Gill R. Non -viral vectors in cystic fibrosis gene therapy: recent developments and future prospects. Y Y Y 2009; 9 (8): 991-1003 Proesmans M, Vermeulen F, Boeck K. What s new in cystic fibrosis? From treating symptoms to correction of the basic defect. YY (2008) 167:839$849 Randak C, Auerswald EA, Assfalg-Machleidt I, et al. Inhibition of ATPase, GTPase and adenylate kinase activities of the second nucleotide-binding fold Normal function of the cystic fibrosis the cystic fibrosis transmembrane with homozygous delta F508 J 1999; 340 (Pt 1): 227-35 Ratjen F, @ring G. Cystic fibrosis. R 2003; 361: 681±89.
Y
Rowe SM, Reeves G, Young H, et al. Correction of sodium transport with nasal administration of the prostasin inhibitor QUA145 in CF subjects [abstract]. Y ° 2008; Suppl. 31: 295. RubensteinY RCY Targeted Therapy for Cystic Fibrosis Cystic Fibrosis Transmembrane Conductance Regulator Mutation-Specific Pharmacologic Strategies. Y Y 2006; 10 (5): 293-301. Sermet-Gaudelus I, e Boeck K, Casimir G, et al. Children with nonsense-mutation-mediated cystic fibrosis respond to investigational treatment with PTC124 [abstract]. Y ° 2008; Suppl. 31: 313 Vij N, Fang S, Zeitlin PL. Selective inhibition of endoplasmic reticulum-associated degradation rescues eltaF508-cystic fibrosis transmembrane regulator and suppresses interleukin-8 levels: therapeutic implications. Y Y ° 2006; 281: 17369-78 Wiehe M & Arndt K. Cystic Fibrosis: A Systems ReviewY Y 2010, Vol. 78, No.3 Wilchanski M, Yahav Y, Yaacov Y, et al. Gentamicininduced correction of CFTR function in patients with cystic fibrosis and CFTR stop mutations. Y Y Y 2003; 349: 1433-41 Young A,Gentzsch M, Abban CY, et al. ynasore inhibits removal of wild-type and eltaF508 CFTR from the plasma membrane. R °YY2009 Jul 15; 421 (3): 377-85 Zielenski J & Tsui Lc. Genotypic And Phenotypic Variations. Y. Genetics. 1995. 29.777-8o7
Y Y Y YY Y
YY