Dislokasi pinggul 1:33 AM
Agus Haryono
2 comments
Dislokasi adalah pindahnya permukaan sentuh tulang yang menyusun sendi. Cedera ini dihasilkan oleh gaya yang menyebabkan sendi melampaui batas normal anatomisnya. Pindahnya ujung tulang yang incomplete disebut dislokasi tidak sempurna atau subluxation. Karena fungsi ligament adalah juga untuk mencegah perpindahan atau pergerakan sendi yang abnormal,semua sprains menghasilkan beberapa derajat subluxation. Dislokasi yang komplit, atau luxation, terjadi saat ada pemisahan yang komplit dari ujung tulang.
Dislokasi pinggul traumatik hampir selalu disebabkan oleh trauma berenergi tinggi. Adanya tinggi. Adanya cedera dislokasi menandakan bahwa ada gaya yang mencapai 90 pound atau bahkan lebih pada mekanisme traumatik atau adanya patologi yang mendasari yang menyebabkan ketidakstabilan sendi. Penumpang yang tidak menggunakan sabuk pengaman lebih memiliki resiko mengalaminya. Mekanisme klasik untuk dislokasi posterior adalah pada cedera dashboard, yaitu terjadi gaya yang menekan kepala femur melewati posterior acetabular rim saat lutut yang terfleksi dan pinggul terhantam dashboard pada kecelakaan. Selain oleh dashboard,dikatakan juga bahwa cedera ini bisa terjadi saat mekanisme mengerem.Dislokasi anterior dihasilkan dari rotasi eksternal dan abduksi panggul. Kasus dislokasi posterior mendekati 90% kasus, sementara dislokasi anterior hanya 10%.
2,3
Cedera nervus sciatic
mungkin terjadi pada 10-20% kasus dan lebih dari setengah pasien juga mengalami fraktur lain.
Secara khas, pasien dengan dislokasi pinggul posterior traumatik, nampak dengan pemendekan ekstremitas bawah yang terjadi pada posisi fleksi pinggul, adduksi, dan rotasi internal. Adanya caput femoris kadang-kadang dapat dipalpasi pada bokong ipsilateral. Hal ini dapat diandalkan pada pasien dengan dislokasi pinggul sederhana, kehadiran patah tulang pada femur ipsilateral atau pelvis dapat secara dramatis mengubah posisi pasien yang ditunjukan pasien.
Meskipun jarang, dislokasi pinggul bisa menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti avaskular necrosis caput femoris, kelumpuhan nervus sciatic sementara atau permanen, myositis ossificans dan arthrosis degeneratif posttraumatik. Dislokasi pinggul posterior meregangkan dan memelintir arteri iliac external, femoris comunis, dan circumflex sehingga terjadi perubahan aliran darah extraosseous. Meskipun sirkulasi kontralateral dari pembuluh gluteal mungkin mempertahankan aliran darah intraosseous, relokasi yang tertunda mungkin menghasilkan kerusakan arteri yang progresif dan tertunda yang bisa menjadi osteonecrosis.
1. Anatomi pinggul (Articulatio Coxae)
Articulatio
Articulatio coxae adalah persendian antara caput femoris yang berbentuk hemisphere dan acetabulum os coxae yang berbentuk mangkuk dengan tipe “ball and socket”. Permukaan sendi acetabulum berbentuk tapal kuda dan dibagian bawah membentuk takik disebut incisura acetabuli. Rongga acetabulum diperdalam dengan adanya fibrocartilago dibagian pinggrinya yang disebut sebagai labrum acetabuli. Labrum ini menghubungkan incisura acetabuli dan disini dikenal sebagai ligamentum transversum acetabuli. Persendian ini dibungkus oleh capsula dan melekat di medial pada labrum acetabuli.
Ligamentum
Simpai sendi jaringan ikat di sebelah depan diperkuat oleh sebuah ligamentum yang kuat dan berbentuk Y, yakni ligamentum ileofemoral yang melekat pada SIAI dan pinggiran acetabulum serta pada linea intertrochanterica di sebelah distal. Ligamentum ini mencegah ekstensi yang berlebihan sewaktu berdiri .
Di bawah simpai tadi diperkuat oleh ligamentum pubofemoral yang berbentuk segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior ossis pubis dan apex melekat dibawah pada bagian bawah linea intertrochanterica. Ligamentum ini membatasi gerakan ekstensi dan abduksi.
Di belakang simpai ini diperkuat oleh ligamentum ischiofemorale yang berbentuk spiral dan melekat pada corpus ischium dekat margo acetabuli. Ligamentum ini mencegah terjadinya hieprekstensi dengan cara memutar caput femoris ke arah medial ke dalam acetabulum sewaktu diadakan ekstensi pada articulatio coxae.
Ligamentum teres femoris berbentuk pipih dan segitiga. Ligamentum ini melekat melalui puncaknya pada lubang yang ada di caput femoris dan melalui dasarnya pada ligamentum transversum dan pinggir incisura acetabuli. Ligamentum ini terletak pada sendi dan dan dibungkus membrana sinovial
Batas batas articulatio coxae
Anterior M. Iliopsoas, m.pectineus, m. rectus femoris. M. Iliopsoas dan m.pectineus memisahkan a.v. femoralis dari sendi.
Posterior : m.obturatorius internus, mm.gemelli, dan m.quadratus femoris memisahkan sendi dari n.ischiadicus.
Superior : musculus piriformis dan musculus gluteus minimus
Inferior : tendo m.obturatorius externus
Perdarahan
Cabang cabang arteria circumflexa femoris lateralis dan arteria circumflexia femoris medialis dan arteri untuk caput femoris, cabang arteria obturatoria.
Persyarafan
Nervus femoralis (cabang ke m.rectus femoris, nervus obturatorius (bagian anterior) nervus ischiadicus (saraf ke musculus quadratus femoris), dan nervus gluteus superior.
Gerakan
Fleksi dilakukan oleh m. Iliopsoas, m. Rectus femoris, m.sartorius, mdan juga mm. Adductores.
Ekstensi dilakukan oleh m. Gluteus maximus dan otot otot hamstring
Abduksi dilakukan oleh m. Gluteus medius dan minimus, dan dibantu oleh m. Sartorius, m.tensor fascia latae dan m. Piriformis
Adduksi dilakukan oleh musculus adductor longus dan musculus adductor brevis serta serabut serabut adductor dari m adductor magnus. Otot otot ini dibantu oleh musculus pectineus dan m.gracilis.
Rotasi lateral
Rotasi medial
Circumduksi merupakan kombinasi dari gerakan gerakan diatas.
2. Epidemiology
Dislokasi pinggul posterior lebih sering ditemukan dibanding dislokasi pinggul anterior yaotu sekitar 90 % dari semua jenis dislokasi hips. Frekuensi menurun dengan dipakainya sabuk pengaman ketika berkendaraan. Anterior dan central dislokasi terjadi sekitar 10% dari seluruh dislokasi hips.
Insidensi congenital hip dislocations kira kira 1 dari 500 populasi. Data penelitian menyebutkan bahwa prevalensi congenital hip dislocation kira kira 587.310 kasus.
3. Jenis Jenis Dislokasi Pinggul
a.
Congenital Hip Dislocation
Merupakan suatu fase ketidakstabilan sendi panggul pada bayi baru lahir. Dalam keadaan normal, panggul bayi baru lahir dalam keadaan stabil dan sedikit fleksi. Insidensi ketidakstabilan adalah 5-20 per 1000kelahiran hidup, namun biasanya pinggul menjadi stabil secara spontan dan dengan pemeriksaan ulang 3 minggu setelah kelahiran insidensi berkurang menjadi 1-3 per 1000 kelahiran hidup.
Etiologi dan patogenesis
i.
ii.
faktor hormonal yaitu tingginya akdar esterogen,proesteron, dan relaks ain pada ibu dalam beberapa minggu terakhir kehamilan dapat memperlonggar ligamentum pada bayi.
iii.
Malposisi intrauterin (terutama posisi bokong dengan kaki yang ekstensi) dapat mempermudah terjadinya dislokasi hal ini berhubungan dengan lebih tingginya insisdensi pada bayi yang merupakan anak sulung dimana versi spontan lebih sedikit kemungkinan untuk terjadi. Dislokasi unilateral biasanya mempengaruhi pinggul kiri ini sesuai dengan posisi verteks biasa (oksiput anterior kiri) dimana pinggul kiri agak beradduksi.
iv.
faktor genetik
Faktor pasca kelahiran
Gambaran klinis
Asimetri pada lipatan lipatan kulit paha. Pemeriksaan klinik untuk mengetahui dislokasi panggul bawaan pada bayi baru lahir adalah.= :
i.
Uji Ortolani
Pada pemeriksaan ini ibu jari pemeriksa memegang paha bayi bagian medial dan jari lainnya pada trochanter mayor. Sendi panggul difleksikan 90 derajat kemudian di abduksi secara hati hati. Pada bayi normal abduksi dpat sebesar 65-80 derajat dapat dengan mudah dilakukan, dan bila abduksi kurang dari 60 derajat maka harus dicurigai adanya dislokasi panggul bawaan dan kemudian jika trochanter mayor ditekan terdengar bunyi klik maka hal ini menandakan adanya reduksi dislokasi dan kemudian pinggul berabduksi sepenuhnya dan disebut uji ortolani +. Jika abduksi berhenti ditengah jalan dan tidak ada sentakan ke dalam, mungkin adanya suatu dislokasi yang tidak dapat direduksi.
ii.
Uji Barlow
Dilakukan dengan cara yang sama, tetapi disini ibu jari pemeriksa ditempatkan pada lipatan paha dan, dengan memegang paha bagian atas, diusahakan mengungkit kaput femoris ke dalam dan keluar asetabulum baik dalam keadaan abduksi dan adduksi. Bila caput femoris dapat dikeluarkan dari soketnya (asetabulum) dan dimasukkan kembali disebut dislocatable/unstable of the hip.
iii.
Tanda Galeazzi
Pada pemeriksaan ini kedua lutut bayi dilipat penuh dengan panggul dalam keadaan fleksi 90 derajat serta kedua paha saling dirapatkan. Keempat jari pemeriksa memegang bagian belakang tungkai bwah dengan ibu jari depan. Dalam keadaan normal kedua lutut akan sama tinggi dan bila terdapat dislokasi panggul bawaan maka tungkai yang mengalami dislokasi,lututnya akan terlihat lebih rendah dan disebut tanda galeazy .
Radiologis
Ada gambaran radiografi spesifik dalam congenital hip dislocation. Dalam CHD, ada hubungan abnormal antara caput femoral dan acetabulum, tetapi masih ada kontak antara keduanya. CHD di sisi lain, tidak terjadi kontak antara caput femur dengan tulang rawan acetabular.
sayangnya caput femoris dan acetabulum pada bayi baru lahir tidak dpat dinilai dengan visualisasi langsung, karena caput femur beluk mengalami ossifikasi dan merupakan tulang rawan tubuh yang tidak divisualisasikan pada sinar x ray. Pusat ossifikasi untuk caput femoris umumnya muncul antaratiga dan enam bulan.Leher femur digunakanuntuk memastikan hubungan anta ra acetabulum dan kepala femoralis sampai pusat ossifikasi muncul. Pengukurandigunakanuntuk mengevaluasi hubungan caputfemoral dan acetabulum termask garis Hilgenreiner, indeks acetabular, garis PerkinOmbredanne, line Shenton-Menard.
Garis Hilgenreiner atau Y-line adalah garis yang ditarik melalui bagian superior dari tulang rawan triradiate. Pada bayi normal, jarak diwakili oleh garis (ab) tegak lurus terhadap garis-Y pada titik paling proksimal dari leher femoralis harus sama pada kedua sisi panggul, sebagaimana seharusnya jarak diwakili oleh garis (bc) yang ditarikbertepatan dengan garis-Y medial ke lantai acetabular. Pada usia bayi enam sampai tujuh bulan, nilai rata-rata untuk jarak (ab) telah bertekad untuk menjadi 19,3 mm + / - 1,5 mm; untuk jarak (bc), 18,2 mm + / - 1,4 mm. Indeks acetabular adalah sudut yang dibentuk oleh garis singgung ditarik ke atap acetabular dari titik (c) di lantai acetabular di garis-Y. Nilai normal sudut ini
berkisar dari 25 derajat hingga 29 derajat. Garis Shenton-Menard adalah garis yang ditarik melalui aspek medial leher femoralis di perbatasan superior foramen obturatorius.
Garis Perkins-Ombredanne adalah garis yang ditarik tegak lurus dengan garisY, melalui tepi palinglateral tulang rawan acetabular,yang sebenarnya sesuai dengan SIAI pada bayi baru lahir, aspek medial leher femoralis harusnya berada pada lower inner quadran . Munculnya salah satu dari struktur di luar kuadran tersebut menunjukkan subluksasi atau dislokasi pinggul.
Treatment
i.
3-6 bulan pertamau suatu
Jika uji ortolani dan barlow positif, harus dicurigai dan dirawat dengan popok dobel atau bantal abduksi selama 6 minggu. Pada stadium ini diuji lagi, bayi yang pinggulnya stabil dbiarkan bebas tetapi tetap dalam pengawasan setidaknya dalam 6 bulan pertama, jika tetap dalam ketidakstabilan maka dilakukan pembebatan abduksi yang lebih formal setidaknya selama 6 bulan, sampai rontgen sinar X memperlihatkan bahwa atap asetabulum berkembang dengan baik (biasanya 3-6 bulan). Karna 8090% pinggul yang tak stabil pada saat kelahiran akan stabil secara spontan dalam 3 minggu, maka pembebatan tidak perlu segera dilakukan kecuali dislokasi sudah jelas terjadi. Jika setelah 3 minggu dislokasi masih terjadi maka pembebatan abduksi dilakukan. Kalau pinggul sudah mengalami dislokasi pada pengujian pertama dengan hati hati pinggul ditempatkan dalam posisi reduksi dan pembebatan abduksi dilakukan. Reduksi dipertahankan jika pinggul stabil, dan pembebtana sebaiknya dipertahankan hingga sinar-X memperlihatkan suatu atap asetabulum yang baik.
Tujuan pembebatan adalahj mempertahankan pinggul agar berfleksi dan berabduksi. Untuk bayi yang baru lahir , popok dobel atau bantal abduksi
cukup memadai. Bebat van rosen adalah bebat suatu bebat lunak berbentuk H yang bermanfaat karna mudah digunakan. Tiga aturan pembebatan yang terbaik adalah pinggul harus direduksi sebagaimana mestinya sebelum dibebat, posisi ekstrim harus dihindari, dan pinggul dapat digerakkan.
ii.
Dislokasi yang menetap 6-18 bulan
Jika setelah terapi dini pinggul belum tereduksi dengan sempurna maka dapat dilakukan reduksi tertutup namun jika diperlukan operasi dan tetap direduksi hingga perkembangan asetabulum memuaskan.
Reduksi tertutup
Ideal tetapi memiliki resiko rusaknya pasokan darah pada caput femoris dan menyebabkan nekrosis. Untuk memperkecil resiko ini reduksi dilakukan berangsur angsur, traksi dilakukan pada kedua kaki, dan berangsur angsur abduksi ditingkatkan hingga dalam 3 minggu kaki direntangkan lebar lebar.
iii.
Pembebatan pinggul yang direduksi sitahan dalam spika gips dalam posisi 60 derajat fleksi, 40 derajat abduksi dan 20 derajat rotasi internal. Setalah 6 minggu spika digantikan dengan bebat yang menyebabkan abduksi dan dipertahankan selama 3-6 bulan.
Kalau reduksi belum tercapai dilakukan reduksi terbuka.
Dislokasi menetap 18 bulan – batas umur
Pada umur 18 bulan ke atas reduksi tertutyp jarang berhasil, sehingga dilakukan reduksi terbuka dan melakukan artografi.lah operasi pinggul ditahan dalam spika gips selama 3 bulan dan kemudian dengan bebat yang memungkinkan beberapa pergerakan pinggul selama 1-3 bulan selanjutnya sambil memriksa dengan sinar x apakah pinggul sudah tereduksi dan berkembang secara memuaskan.
iv.
Dislokasi di atas batas umur
Istilah batas umur menerangkan diatas umur tertentu , reduksi dislokasi tidaklah bijaksana, jika dilakukan reduksi nekrosis avaskular meningkat.
Pada penderita dislokasi unilateral batas umurnya adalah 10 tahun. Bila terdapat dislokasi bilateral, risiko intervensi dengan operasi juga meningkat karna kegagalan pada satu sisi akan menyebabkan terjadinya deformitas asimetri, sehingga ahli bedah menghindari oprasi diatas umur 6 tahun kecuali nyeri atau deformitasnya sangat hebat.
v.
Dislokasi menetap pada orang dewasa
Untuk orang dewasa, yang sudah beradaptasi selama bertahun tahun pada usia 30-40 an tahun akan merasakan tidak nyaman yang semakin meningkat akibat dislokasi kongenital yang tidak direduksi berjalan semakin melelahkan disertai nyeri punggung.
b.
Dislokasi Posterior
Mekanisme trauma
Caput femur dipaksa keluar ke belakang acetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya terjadi karna kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras benda yang ada didepan lutut.
Gambaran Klinis
Pada kasus yang jelas, diagnosis mudah ditegakkan, kaki pendek, dan sendi panggul teraba dengan jelas dalam posisi adduksi, rotasi internal dan fleksi. Namun kadang pada fraktur tulang panjang dapat terlewat.
Klasifikasi
Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation
Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment
Type II Dislocation associated with fracture posterior acetabular rim
Type III Dislocation with a comminuted acetabular rim
Type IV Dislocation with fracture of the acetabular floor
Type V Dislocation with fracture of the femoral head (Pipkin Class)
S
Stewart-Milford System
Type I Simple dislocation without fracture Type II Dislocation with one or more rim fragments but with sufficient socket to ensure stability after reduction
Type III Dislocation with fracture of the rim producing gross instability
Type IV Dislocation with fracture of the head or neck of the femur
Pipkin Classification of Posterior Hip Dislocation
Type
Description
I
dislocation with femoral fracture caudal to fovea centralis
II
dislocation with femoral fracture cephalad to fovea centralis
III
Type I or II + fracture of femoral neck
IV
Type I or II + fracture of acetabulum
Gambaran radiologis
Pada foto anteroposterior caput femoris terlihat di luar mangkuknya dan diatas acetabulum, segmen atap acetabulum mungkin caput femoris mungkin telah patah atau bergeser.
Terapi
Dislokasi harus direduksi secara cepat dengan general anestesi. Padasebagian besar kasus dilakukan reduksi reduksi tertutup. Seorang asisten menahan pelvis, ahli bedah ortopedi memfleksikan pinggul dan lutut pasien sampai 90 derajat dan menarik paha keatas secara vertikal. Setelah direposisi, stabilitas sendi diperiksa apakah sendi panggul dapat didislokasi dengan cara menggerakkan secara vertikal pada sendi panggul.
Secara umum reduksi stabil namun perlu dipasang traksi dan mempertahankannya selama 3 minggu. Gerakan dan latihan dimulai setelah nyeri mereda.
Pada tipe II, sering diterapi dengan reduksi terbuka dan fiksasi anatomis pada fragmen yang terkena. Terutama jika sendi tidak stabil atau fragmen besar tidak tereduksi dengan reduksi tertutup, reduksi terbuka dan fiksasi internal dan dipertahankan selama 6 minggu diperlukan.
Pada cedera tipe IIIumumnya diterapi dengan reduksi tertutup, kecuali jika ada fragmen yang terjebak dalam asetabulum, maka dilakukan tindakan reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi interna dan traksi dipertahankan selama 6 minggu.
Cedera tipe IV dan V awalnya diterapi dengan reduksi tertutup. Fragmen caput femoris dapat tepat berada ditempatnya dan dapat dibuktikan dengan foto atau ct scan pasca reduksi. Jika fragmen tetap tak tereduksi maka dilakukan reduksi terbuka dengan caput femoris didislokasikan dan fragmen diikat pada posisinya dengan sekrup countersunk pasca operasi traksi dipertahankan selama 4 minggu, dan pembebatan ditunda selama 12 minggu.
Komplikasi
Tahap dini
a.
Cedera nervus skiatikus
Cedera nervus skiatikus terjadi 10-14% pada dislokasi posterior selama awal trauma atau selama relokasi. Fungsi nervus dapat digunakan sebagai verifikasi sebelum dan sesudah relokasi untuk mendeteksi terjadinya komplikasi ini. Jika ditemukan adanya dysfungsi atau lesi pada nervus ini setelah reposisi maka surgical explorasi untuk mengeluarkan dan memperbaikinya. Penyembuhan sering membutuhkan waktu lama beberapa bulan dan untuk sementara itu tungkai harus dihindarkan dari cedera dan pergelangan kaki harus dibebat untuk menghindari kaki terkulai “foot drop”
b.
Kerusakan pada Caput Femur
Sewaktu terjadi dislokasi sering kaput femur menabrak asetabulum hingga pecah.
c.
Kerusakan pada pembuluh darah
Biasanya pembuluh darah yang mengalami robekan adalah arteri glutea superior. Kalau keadaan ini dicurigai perlu dilakukan arteriogram. Pembuluh darah yang robek mungkin perlu dilakukan ligasi.
d.
Fraktur diafisis femur
Bila terjadi bersamaan dengan hip dislokasi biasanya terlewatkan. Kecurigaan adanya dislokasi panggul, bilamana pada fraktur femur ditemukan posisi fraktur proksimal dalam keadaan adduksi. Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan di atas dan dibawah daerah fraktur.
Tahap lanjut
a.
Nekrosis avaskular
Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang kurangnya 10% pada dislokasi panggul traumatik, kalau reduksi ditunda menjadi beberapa jam maka angkanya meningkat manjadi 40%. Nekrosis avaskular terlihat dalam pemeriksaan sinar x sebagai peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak ditemukan sekurang kurangnya selama 6 minggu, bahkan ada yang 2 tahun dan pada pemeriksaan radiologis ditemukan adanya fragmentasi ataupun sklerosis.
b.
Miositis osifikans
Komplikasi ini jarang terjadi, mungkin berhubungan dengan beratnya cedera. Tetapi gerakan tak boleh dipaksakan dan pada cedera yang berat masa istirahat dan pembebanan mungkin perlu diperpanjang
c.
Dislokasi yang tidak dapat direduksi
Hal ini dikarenakan reduksi yang terlalu lama sehingga sulit dimanipulasi dengan reduksi tertutup dan diperlukan reduksi terbuka. Dengan seperti ini insidensi kekakuan dan nekrosis avaskular sangat meningkat dan dikemudian hari pembedahan reksontruktif diperlukan
d.
Osteoartritis
Osteoartritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh kerusakan kartilago saat dislokasi, adanya fragmen yang tertahan dalam sendi, atau nekrosis iskemik pada caput femoris.
c.
Dislokasi Anterior
Dislokasi ini lebih jarang terjadi dibandingkan dislokasi posterior. Penyebab utamanya adalah kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan penerbangan. Pada dislokasi anterior caput femoris ada pada bagian anterior (bagian depan) dari acetabulum. Terjadi dislokasi dari caput femoris dalam hal ini dikarenakan hyperekstensi berlebihan dan abduksi dari kaki.
Mekanisme trauma
Dislokasi anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari ketinggian atau trauma dari belakang pada saat berjongkok dan posisi penderita dalam keadaan abduksi yang dipaksakan, leher femur menabrak asetabulum dan terjungkir keluar melalui robekan pada kapsul anterior. Bila sendi panggul dalam keadaan fleksi maka akan terjadi dislokasi tipe obturator (inferior) dan jika sendi panggul dalam posisi ekstensi akan terjadi dislokasi tipe pubik atau iliaka (superior).
Manifestasi klinis
Kaki berada dalam posisi external rotasi, abduksi dan sedikit fleksi. Tidak terjadi pemendekan kaki, dikarenakan perlekatan rectus femoris mencegah pemendekan caput bergerser ke atas. Jika dilihat dari samping tonjolan anterior pada caput yang berdislokasi sangat jelas. Caput yang menonjol mudah diraba dan gerakan pinggul tak dapat dilakukan.
Klasifikasi
Epstein Classification of Anterior Hip Dislocation Type I Superior dislocations, including pubic and subspinous
IA No associated fractures
IB Associated fracture or impaction of the femoral head
IC Associated fracture of the acetabulum
Type II Inferior dislocations, including obturator, and perineal
IIA No associated fractures
IIB Associated fracture or impaction of the femoral head
IIC Associated fracture of the acetabulum
Klasifikasi ini menetukan prognostic dimana yang berkaitan dengan acetabulum atau caput femoris memliki prognostic lebih buruk dibanding yang lainnya.
I.
Inferior (obturator) dislocation
Inferior anterior dislocation hip berhubungan dengan abduksi paksa, external rotasi, dan flexi pada pinggul. Pada kasus ini, caput femoral keluar melalui capsul anterior dibawah ligamentum pubofemoralis. Inferior dislokasi mudah dikenali dari gambaran radiography oleh posisi caput femoris diatas foramen obturator dan posisi femor abduksi dan external fiksasi
II.
Superior (pubic atau iliaka) dislocation
Superior anterior hip dislocation jarang terjadi, dengan prevalensi kurang dari 10%. Kasus ini berhubungan dengan abduksi paksa, rotasi external, dan extensi femur. Ruptur dari caput femoralis melalui capsul anterior diantara ligamentum ileofemoral dan dan pubofemoral dengan menarik SIAI. Dislokasi superior biasanya menjalar hingga dislokasi pubic.
Gambaran radiologis hampir mirip dengan dislokasinposteruor pada posisi anteroposterior. Keadaan yang membedakannya adalah letak trochanter yang lebih rendah. Pada superior anterior dislocation pinggul pada keadaan external rotasi dan letak trochanter yang lebih rendah sangat menonjol sedang pada dislokasi posterior femur dalam keadaan rotasi interna dan letak trochanter yang lebih rendah tidaklah menonjol.
Gambaran radiologis
Pada foto anteroposterior biasanya jelas, namun tak jarang caput hampir berada di depan posisi normalnya, dan diperjelas dengan posisi lateral.
Terapi dan komplikasi
Manuver yang digunakan hampir sama yag digunakan untuk mereduksi dislokasi posterior, kecuali bahwa sewaktu paha yang difelksikan ditarik ke atas, paha harus diadduksi. Komplikasi satu satunya adalah nekrosis avaskular.
d.
Dislokasi Sentral
Mekanisme trauma
Terjadi apabila caput femur terdorong ke medial asetabulum pada rongga panggul kapsul tetap utuh. Fraktur asetabulum terjadi karena dorongan yang kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang melalui femur dimana panggul dalam keadaan adduksi.
Gambaran klinis
Didapatkan perdarahan dan pembengkakan di daerah tungkai bagian proksimal tetapi posisi tetap normal. Nyeri pada daerah trokanter. Gerakan sendi panggul sangat terbatas.
Radiologis
Adanya pergeseran dari caput femur menembus panggul.
Terapi
Diusahakan untuk mereposisi fraktur dan mengembalikan bentuk asetabulum ke bentuk normalnya. Pada fraktur asetabulum dengan penonjolan caput femur ke dalam panggul, maka dilakukan terapi konservatif dengan traksi tulang selama 4-6 minggu. Pada fraktur dimana caput femur tembus ke dalam asetabulum, sebaikinya dilakukan traksi pada 2 komponene yaitu komponene longitudinal dan lateral selama 6 minggu dan setelah 8 minggu diperbolehkan untuk berjalan dengan menggunakan penopang berat badan.
Komplikasi
Pada tahap dini seperti fraktur lainnya mungkin terjadi cedera viseral ataupun syok.
Pada tahap lebih lanjut kekakuan sendi dengan atau tanpa osteoartritis sering terjadi.
KESIMPULAN
1.
Articulatio coxae adalah persendian antara caput femoris yang berbentuk hemisphere dan acetabulum os coxae yang berbentuk mangkuk dengan tipe “ball and socket”.
2.
Articulatio coxae dipertahankan pada tempatnya oleh ligamentum ligamentum yang mempertahankan articulation ini pada tempatnya
3.
Dislokasi pinggul dapat dibagi menjadi posterior,dislokasi anterior dan dislokasi pusat.
4.
CHD dapat diketahui dengan berbagai uji pada bayi baru lahir yaitu uji ortolani, barlow dan tanda galeazzi, selain itu juga dengan pemendekan sebelah kaki, kemudian asimetris lipat paha, dan terbatasnya abduksi atau fleksi panggul.
5.
Pada pemeriksaan radiologis adad beberapa tanda pendukung diagnosis CHD yaitu garis Hilgenreiner, indeks acetabular, garis Perkin-Ombredanne, line Shenton-Menard
6.
Penatalaksanaan CHD dapat dibagi berdarakan umur pasien
dislokasi
pinggul
kongenital,
dislokasi
7.
Dislokasi posterior dapat terjadi pada 90% dislokasi pinggul
8.
Mekanisme trauma dapat menentukan jenis dislokasi pinggul yang terjadi
9.
Penegakan diagnosis dislokasi posterior dari gejala klinis mudah ditegakkan, kaki pendek, dan sendi panggul teraba dengan jelas dalam posisi adduksi, rotasi internal dan fleksi
10. Dislokasi posterior dapat dibagi dalam beberapa klasifikasi namun yang terutama digunakan dan juga sebagai patokan penatalaksanaan adalah klasifikasi berdasarkan Thompson-Epstein
11. Komplikasi dapat dibagi menjadi tahap dini yaitu Cedera nervus skiatikus, Kerusakan pada Caput Femur, Kerusakan pada pembuluh darah, Fraktur diafisis femur, sedangkan tahap lanjut yaitu Nekrosis avaskular, Miositis osifikans, Dislokasi yang tidak dapat direduksi, Osteoartritis
12. Dislokasi anterior berdarakan gejala klinis yaitu external rotasi, abduksi dan sedikit fleksi serta tidak terjadi pemendekan kaki
13. Dislokasi anterior dapat dibagi menjadi dislokasi anterior superior atau inferior berdarakan keadaan pinggul fleksi atau ekstensi
DAFTAR PUSTAKA
Apley, Graham dan Louis Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta : Widya Medika.
Moore, Keith L dan Anne M. R. Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : EGC.
Pate,
Deborah. 1991. Congenital http://emedicine.medscape.com
Hip.
Dislocation.
Mei
1991.
Rasjad, Chairrudin. 2002. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yarsif Watampone
Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik. Jakarta : EGC.
Steelei, Joseph R dan John R. Edwards. 1997. Traumatic Anterior Dislocation of the Hip : Spectrum of Plain Film and CT Findings. Jurnal 1997. http://www.ajronline.org a. Definisi Dislokasi Panggul Akut Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra) b. Ruang Lingkup Terapi non-operatif dislokasi panggul anterior, posterior dan sentral. c. Indikasi operasi
gagal reposisi tertutup kedudukan caput femur tidak stabil terjadi fraktur koolum femoris adanya lesi N. Ischiadikus d. Kontra Indikasi reduksi tertutup (tidak ada) e. Diagnosis Banding
fraktur acetabulum fraktur collum femur f. Pemeriksaan Penunjang X-ray dan CT-scan Tehnik Reduksi
Klasifikasi Dislokasi posterior Dislokasi anterior Dislokasi sentral Patofisiologi Dislokasi posterior Dislokasi posterior terjadi patah trauma saat panggul fleksi dan adduksi. Arah trauma dan lutut ditransmisikan sepanjang batang femur dan mendorong caput femur ke belakang (Dashboard injury) atau jatuh dengan posisi kaki fleksi dan lutut tertumpu Dislokasi anterior Dislokasi anterior ter adi pada trauma jika tungkai terkangkang, lutut lurus, punggung bongkok arah ke depan dan ada puntiranke balakang. Dislokasi sentral Dislokasi sentral terjadi kalau trauma datang dan arah samping sehingga trauma ditransmisikan lewat trokanter mayor mendesak terjadi fraktur acetabulum sehingga caput femors masuk ke rongga pelvis.
Gejala Minis Dislokasi posterior Sendi panggul dalam posisi fleksi, adduksi dan internal rotasi Tungkai tampak lebih pendek Teraba caput femur pada panggul Dislokasi anterior Sendi panggul dalam posisi eksorotasi, ekstensi dan abduksi Tak ada pemendekan tungkai Benjolan di depan daerah inguinal dimana kaput femur dapat diraba dengan mudah Sendi panggul sulit digerakkan Dislokasi Sentral Posisi panggul tampak normal, hanya sedikit lecet di bagian lateral Gerakan sendi panggul terbatas Pemeriksaan penunjang (radiologis) Dislokasi posterior Caput femur berada di luar dan di atas acetabulum Femur adduksi dan internal rotasi Dislokasi anterior Caput femur terlihat di depan acetabulum Dislokasi sentral Terlihat pergeseran dan caput femur menembus panggul Pengobatan Dislokasi posterior Dislokasi harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum dengan disertai relaksasi yang cukup. Penderita dibaringkan di 1antai dan pembantu menahan panggul. Sendi panggul difleksikan 90° dan kemudian dilakukan tarikan pada pada secara vertikal Sesudah reposisi dilakukan traksi kulit 3-4 minggu disertai exercise Weight bearing dilakukan minimal sesudah 12 minggu. Dislokasi anterior Dilakukan reposisi seperti dislokasi posterior, kecuali pada saat fleksi dan tarikan pada dislokasi posterior dilakukan adduksi pada dislokasi anterior
Dislokasi sentral Dilakukan reposisi dengan skietal traksi sehingga self reposisi pada fraktur acetabulum tanpa penonjolan kaput femur ke dalam panggul dilakukan terapi konservatif dengan traksi tulang 4-6 minggu
Komplikasi dislokasi panggul Komplikasi dini Kelumpuhan N.ischiadikus Biasa terjadi pada dislokasi posterior karena internal rotasi yang hebat atau tekanan langsung oleh fragmen fraktur acetabulum. Kerusakan pembuluh darah (A.Glutea superior) Biasanya terjadi pada dislokasi anterior Kerusakan kaput femur Komplikasi lanjut Nekrosis avaskular Miositis ossifikans Rekurent dislokasi Osteoarthritis Mortalitas (tidak ada) Perawatan Pasca Reduksi Pasien tirah baring dan diimobilisasi dengan skin traksi selama 2 minggu, kemudian mobilisasi non weight bearing selama 3 bulan atau tirah baring hingga nyeri sendi panggul menghilang, kemudian segera mobilisasi partial weight bearing. Follow up Pengawasan posisi ekstremitas bawah dalam posisi netral bila diimobilisasi dengan traksi kulit. Latihan isometrik segera dilakukan dan latihan isotonik setelah 2 minggu. Atau pemantauan hilangnya nyeri sendi panggul dan segera mobilisasi partial weight bearing.
This is an archived page which is no longer updated. Please visit the main page to look for a current version
Pelvic Ring Injury ICD-9
Classification / Treatment
Etiology / Epidemiology / Natural History
Associated Injuries / Differential Dia
Anatomy
Complications
Clinical Evaluation
Follow-up Care
Xray / Diagnositc Tests
Review References
synonyms: Pelvic ring injury, pelvic fracture, pelvic ring disruption
Pelvic Ring Injury ICD-9
808.43 (multiple with disruption of pelvic circle, closed) 808.53 (multiple with disruption of pelvic circle, open) 808.41 (ilium closed) 808.51 (ilium open) 808.42 (ischium closed) 808.52 (ischium open) 808.2 (pubis closed) 808.3 (pubis open)
Pelvic Ring Injury Etiology / Epidemiology / Natural History
Lateral compression injuries are sustained by direct lateral force to the iliac wing le rotation deformity of the affected hemipelvis. Pelvic fractures are associated with mortality in trauma patients, but less so than h severe head injury, and age >60 years. (Sathy, AK, JBJS 2009;91A:2803)
Pelvic Ring Injury Anatomy
See Hip / Pelvis anatomy.
Pelvic Ring Injury Clinical Evaluation
ATLS resuscitation. These can be high enegery injuries, asse ssment should begin wi Gently inspect iliac crests for instability, inspect perineum, during log role evaluate Rectal exam: evaluate for blood, high riding prostate.
Pelvic Ring Injury Xray / Diagnositc Tests
A/P pelvis, inlet and outlet views. CT scan generally indicated.
Pelvic Ring Injury Classification / Treatment
Young, Burgess Classification J Trauma 30:848;1990 non-op treatment (Henderson RC, J Orthop Tr auma 3:41;1989) Anteroposterior Compression (diastasis of the symphysis and sc roiliac joints): imm with pelvic binder/PCCD, MAST trousers, C-c lamp, or wrapping a sheet around the Trauma 2005;59:659). Consider interventional radiology for hypovolemic shock w hic & 2 units pRBCs (Miller PR, J Trauma 2003;54:437) . Other options = laparotomy with p bleeding. Lateral Compression, <1cm posterior displacement, no neurologic deficit : Treatment: NWB until fracture union Lateral Compression, >1cm posterior displacement, or neurologic deficit: Treatment: Consider skeletal traction if pelvis is cr anially displaced. ORIF / Sacral sc Pregnancy and Pelvic ring injury: (Pape JC, JOT 2000;14:238).
Document discussion of DVT risk and prophylaxis options in the medical record. Ge provided with sequential compression devices prior to surgery and warfarin or low heparin post-operatively. ORIF Pelvic Ring Pelvic External Fixation
Pelvic Ring Injury Associated Injuries / Differential Diagnosis
Retroperitoneal venous bleeding Pelvic arterial bleeding Watnik NF, Coburn M, Goldberger M: Urologic injuries in pelvic ring disruptions. Cl 45. Thoracic trauma Intra-abdominal injury Extremity fractures Urologic injury (15%; consider retrograde urethrogram before passing foley cathert ring injuries). Sexual dysfunction
Pelvic Ring Injury Complications
Infection Poor wound healing Chronic Osteomyelitis Pain Painful hardware Loss of reduction Nonuion Limb length discrepancy Sitting imbalance Gait disturbance DVT / PE (Borer DS, JOT 2005;19:92) .
Pelvic Ring Injury Follow-up Care
Early mobilization to an upright position is key to reducing morbidity and mortality. Post-op: 24hrs antibiotic, SCDs, Ted hose, Partial weight bearing. R eview reduction pelvis, inlet and outlet views. 7-10 Days: Wound check. Continue partial/non weight bearing 6 Weeks: Advance weight bearing gradually. Review A/P pelvis, inlet and outlet vie 3 Months: Review A/P pelvis, inlet and outlet views. 6 Months: Return to labor. Review reduction on post op A/P pelvis, inlet and outlet up CT scan. 1Yr:Assess outcome. Review A/P pelvis, inlet and outlet views.
Pelvic Ring Injury Review References
Starr AJ, Chapter 41, Rockwood and Greens. Cole JD, Blum DA, Ansel LJ: Outcome after fixation of unstable posterior pelvic ring 1996;329:160-179. Miranda MA, Riemer BL, Butterfield SL, Burke CJ III: Pelvic ring injuries: A long-term study. Clin Orthop 1996;329:152-159. Tornetta P III, Matta JM: Outcome of operatively treated unstable posterior pelvic Orthop 1996;329:186-193. Dujardin FH, Hossenbaccus M, Duparc F, et al: Long-term functional prognosis of p high-energy pelvic disruption. J Orthop Trauma 1998;12:145-151. Tornetta P III, Matta JM: Outcome of operatively treated unstable posterior pelvic Orthop 1996;329:186-193. Holdsworth F W: Dislocation and fracture dislocation of the pelvis. J Bone Joint Sur Henderson RC: The long-term results of nonoperatively treated major pelvic disrup 1989;3:41-47. Burgess AR, Eastridge BJ, Young JW, et al: Pelvic ring disruptions: Effective classific treatment protocols. J Trauma 1990;30:848-856. Evers BM, Cryer HM, Miller FB: P elvic fracture hemorrhage: Priorities in manageme 1989;124:422-424. Flint L, Babikian G, Anders M, Rodriguez J, Steinberg S: Definitive control of mortali fracture. Ann Surg 1990;211:703-707. °
Classification of Anterior Posterior Compression Injuries - Seee: Anterior Pelvic Injuries
- Discussion: - symphyseal diastasis and/or longitudinal rami fractures; - these injuries result from relatively anterior or posterior forces applied to the anterior or posterior superior iliac spine areas; - this gives rise to forces that tend to disrupt anterior pelvis, either by fracturing pubic rami or b y rupturing ligaments of symphysis pubis; - classification: - APC-I - slight widening of pubic symphysis and/or anterior SI joint - stretched but intact anterior SI, sacrotuberous, & sacrospinous ligaments,intact posterior SI ligaments; - APC II - widened anterior SI jo int; disrupted anterior SI, sacrotuberous, and sacrospinous ligaments, intact posterior SI ligaments; - continued AP forces tend to cause splaying of anterior pelvis, w/ external rotation of iliac wings swinging open at posterior aspect of SI joints resulting in a type II frx; - APC III - complete SI joint disruption with lateral displacement; - disrupted anterior SI , sacrotuberous, and sacrospinous lig and disrupted posterior SI ligaments;
- injuries seen w/ the APC type III fracture is associated with the greatest 24-hour fluid requirements - AO type b1 (open book injury - external rotation); - injury is caused by an external rotational force which disrupts the symphysis pubis and causes the pelvis to open like a book; - hemipelvis is unstable in external rotation, the end point is reached when posterior superior iliac spine abuts against sacrum; - in this particular injury, posterior ligamentous structures remain intact so no vertical instability is possible; - lesion may be unilateral or bilateral; - if symphysis pubis is open < 2.5 cm, only symphysis is disrupted but not sacrospinous or anterior sacroiliac ligaments; - if the symphysis is open more than 2.5 cm there is disruption of the sacrospinous and anterior sacroiliac ligaments; - stability: - depends on integrity of various ligaments involved; - division of symphysis allows approx 2.5 cm of diastasis of symphysis; - additional division of anterior sacroiliac, sacrospinous, & sacrotuberous ligaments allows further diastasis (causing type II) - complete instability is not achieved until all of sacroiliac ligaments are disrupted (type III);
- Other Considerations: - diastases: (45%) (may be associated w/ SI ligaments or Malgaigne frx); - three types of diastases: - open-book type; - vertical-displacement type; - posterior-displacement type; - straddle fractures; - straddle frxs (free-floating symphyses) accounted for 20 % of frx; - > 50% pts had bladder or urethra injury; - nondisplaced frx require only symptomatic care; - displaced frx, esp w/ urinary tract injury, require stabilization; - w/ free-floating symphysis, contraction of abdominals such as that which occurs with coughing produces pain, frx displacement, and soft tissue injury; - presence of straddle frx should alert for possibility of intr-abdominal or urethral injury; - 33% of pts w/ straddle fractures required laparotomy; - intraarticular fractures: (5%) - mechanism of frx was same in these injuries, consisting of lateral compressive force against pelvis w/ hyperextension or hyper-abduction of the thigh; - intraarticular frx present no problem in terms of management and usually healed with synostosis of the symphysis; - overlapping pubic bones are assoc w/ urethral injuries, & residual disability accompanies failure of reduction; - overlapping dislocations; - combination fracture-dislocations;
- Management: - this injury is stabilized by reducing anterior symphyseal diastasis; - external pelvic fixator : - this maneuver uses intact posterior SI ligaments as tension band and is best accomplished w/ external pelvic fixator ; - hemmorhage: - hemmorhage is directly linked to close proximity of internal iliac vessels & anterior SI ligaments, which are disrupted in open book injuries;http://www.wheelessonline.com/edit_page.php?page=37521 - angiographic embolization is indicated only if pt is hemodynamically unstable after pelvic reduction; - closed techniques: - pelvic sling is applied ar ound the greater trochanters and the symphysis pubis - tensioned to 180 N; - references:
- Noninvasive reduction of open-book pelvic fractures by circumferential compression. - Emergent Management of Pelvic Ring Fractures with Use of Circumferential Compression. - Unstable pelvic ring disruptions in unstable patients. - A rational approach to pelvic trauma. Resuscitation and early definitive stabilization. - Prehospital stabilization of pelvic dislocations: a new strap belt to provide temporary he modynamic stabilization. - Stabilization of pelvic ring disruptions with a circumferential sheet. - The antishock pelvic clamp. - Pressure-volume characteristics of the intact and disrupted pelvic retroperitoneum.
The long-term results of nonoperatively treated major pelvic disruptions . [Our results of surgical management of unstable pelvic ring injuries]
Bone Anatomy •Pelvic ring formed by two innominate bones and a sacrum. – Innominate bones formed by fusion of the pubis, ilium and ischium.
•Joined anteriorly at pubic symphysis and posteriorly at thetwo sacroiliac joints.
Ligament Anatomy •Four groups connecting – sacrum and ilium – sacrum and ischium – two pubic bones (symphysis pubis) – sacrum and coccyx
Sacroiliac Ligaments •Posterior are the strongest and most important. •Anterior sacroiliac ligaments are flat and cover theanterior aspects of the SI joints.
Symphysis Pubis •Has two hyaline cartilage articulating surfaces •Intervening fibrocartilage disc •Enveloped in a tough fibrous capsule •Reinforced by the arcuate ligament inferiorly
Sacrotuberous Ligaments •Connects the sacrum to the ischial tuberosity •Helps maintain vertical stability
Sacrospinous Ligaments •Connects sacrum to the ischial spine •Divides greater and lesser sciatic notches •Helps maintain rotational stability
Pelvic Floor •The floor is made up of coccyx, coccygeal and levatorani muscles, urethra, rectum, and vagina.
Neuroanatomy: Lumbar Plexus •Lumbar plexus is distributed to the thighs and consists primarilyof the femoral nerve, lateral femoral cutaneous nerve and theobturator nerve. Mainly an abdominal structure.
Vascular Anatomy •Primary artery of the pelvis is the internal iliacartery.
Stability •Stable pelvic injuries must be able to withstand normalphysiologic forces. •McBroom and Tile’s work – sectioning of the symphysis caused < 2.5 cm of diastasis. – symphysis + sacrospinous ligaments caused > 2.5 cm of diastasisbut no vertical instability. – Symphysis + sacrospinous + sacrotuberous + posterior sacroiliacligaments = instability vertically, posteriorly, and rotationally.
Pathomechanics •Low energy – results in isolated fractures of individual bones.
– rami fractures and avulsion injuries of the ASIS, AIISand ischial tuberosity. – 1/3 of all pelvic fracture involve a single element of thepelvic ring. – Isolated ramus fx is rare, usually coincides with asecond ipsilateral ramus fx and a subtle posterior ringinjury. – Isolated sacral fx is rare (2%) and is usually transverse. –Isolated iliac wing fx’s
Pathomechanics •High energy – 57% MVA, – 18% pedestrian, – 9% MCA, – 9% falls from heights, – 4% crush. –Usually result in multiple fx’s of the pelvic ring.
Pathomechanics •Four different force patterns that lead topelvic ring disruptions: – anteroposterior – lateral compression (most common) – external rotation/ abduction – shear
Pathomechanics: Anteroposterior •Anteroposterior forces result in externalrotation of the hemipelvis.
Pathomechanics: Posterolateral •Lateral compression causes impaction of thecancellous bone in the sacrum if directed over theposterior aspect of the iliac wing. – Minimal soft tissue disruption, tends to be stable.
Pathomechanics: Anterolateral •Lateral compression over the anterior half of the iliac wing: – rotates hemipelvis inward; sacrospinous and sacrotuberousligaments remain intact and pelvis remains vertically stable.
Pathomechanics •Lateralcompressionforce cancontinue acrosssymphysis andcause externalrotation of thecontralateralhemipelvis.
Pathomechanics •Force over the greater trochanter can cause lateralcompression and can be associated with atransverse acetabular fracture. •External rotation abduction force: – common in motorcycle accidents – delivered through the femoral head and neck – tears hemipelvis from the sacrum – unstable injury
Pathomechanics •Shear:
– high-energy injuries; triplane instability 2 o to disruptionof the posterior hinge, sacrospinous and sacrotuberousligaments.
Classification •Earliest schemes were based on an anatomicalbasis but had little value. •Later classifications used criteria such as theintegrity of the weight bearing arch, the number ofbreaks in the ring, or stability, but led to confusionin the literature. •Pennal and associates and Tile described pelvicring injuries based on the direction of thedeforming force during the 1980’s ( LC, APC,VS). •Tile later went on to include radiographic signs ofstability in his scheme. TILE’S CLASSIFICATION
Type A (stable) –A1 : fx’s that do not involve the pelvic ring •Avulsions of the ASIS, AIIS, ischial tuberosity
Tile’s Classification
•Type A (stable) – A2: stable with minimal displacement •Iliac wing , isolated anterior ring, undisplaced orminimally displaced pelvic ring.
Tile’s Classification •Type A (stable) –A3: transverse fx’s of the sacrum and coccyx
Tile’s Classification •Type B (rotationally unstable but verticallystable) – B1: open book injury – B2: lateral compression injury: ipsilateralanterior and posterior (locked symphysis andtilt varieties) – B3: lateral compression: contralateral anteriorand ipsilateral posterior (bucket handle)
Tile’s Classification •Locked symphysis – Shows disruption of the symphysis and theoverlapping the pubic rami
Tile’s Classification •Tilt fracture – showing fracture of the superior ramus near its root atthe base of the acetabulum. –“Tilts” into the perineum.
Tile’s Classification •Bucket-handle injury: the anterior injury iscontralateral to the posterior injury.
Tile’s Classification •Type C ( Rotationally and vertically unstable) –C1: unilateral (fx’s through the ilium, SI dislocationor fracture dislocation, sacral fracture) – C2: bilateral – C3: associated with an acetabular fracture
Burgess and Young’s Classification •Lateral Compression (LC) –transverse fx’s of the pubic rami, ipsilateral orcontralateral to the posterior injury •I - sacral compression on the side of impact •II- crescent fracture on the side of fracture •III- type I or II with a contralateral open bookinjury
Burgess and Young’s Classification •LC-I injury with sacral impaction
Burgess and Young’s Classification •LC-II injury with a crescent fracture on theside of injury.
Burgess and Young’s Classification •LC-III injury with a contralateral openbook injury.
Anteroposterior Compression (APC) – Symphyseal diastasis or vertical rami fractures •I- slight (< 2cm) widening at the symphysis(stretch of the ligaments). •II- widened symphysis with disruptedanterior SI, intact posterior ligaments
•III- Complete anterior and posterior SIdisruption with lateral displacement of thehemipelvis – highest rate of associated neurovascular injuryand blood loss.
Burgess and Young’s Classification APC-I APC-II APC-III
Burgess and Young’s Classification •Vertical Shear (VS)- vertical displacement ofhemipelvis (may be through SI joint or wing) •Typically results from a fall from a height.