Baskoro Aji
14307050
II-59
BAB II
BATUAN SEDIMEN
2.1. Tinjauan Umum Batuan Sedimen
Istilah sedimen berasal dari kata "sedimentum", yang mempunyai pengertian yaitu material endapan yang terbentuk dari hasil proses pelapukan dan erosi dari suatu material batuan yang ada lebih dulu, kemudian diangkut secara gravitasi oleh media air, angin atau es serta diendapkan ditempat lain dibagian permukaan bumi. Umumnya bentuk awal dari endapan ini berupa kumpulan dari fragmen yang berukuran halus hingga kasar yang belum terkonsolidasi sempurna, disebut endapan, sedimen (sediments), superfical deposits. Kemudian akan berlangsung proses diagnesa yang meliputi proses fisik, kompaksi, proses kimia antara lain sedimentasi, autigenik, rekristalisasi, inversi, penggantian, dan disolusi, proses biologi. Proses diagnesa ini berjalan selama waktu geologi, sehingga menyebabkan material terkonsolidasi sempurna dengan bentuk fisik masif dan padat. Hal ini akan menghasilkan salah satu jenis batuan di alam, yaitu yang disebut dengan batuan sedimen (sedimentary roks) (Boggs, 1987).
Ada juga yang mengatakan bahwa batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas (Hutton, 1875; dalam Sanders, 1981) menyatakan "Sedimentary rocks are rocks which are formed by the "turning to stone" of sediments and that sediments, in turn, are formed by the breakdown of yet-older rocks". O'Dunn & Sill (1986) menyebutkan "sedimentary rocks are formed by the consolidation of sediment : loose materials delivered to depositional sites by water, wind, glaciers, and landslides. They may also be created by the precipitation of CaCO3, silica, salts, and other materials from solution" (Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen, sebagai material lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan longsoran gravitasi, gerakan tanah atau tanah longsor. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan CaCO3, silika, garam dan material lain. Menurut Tucker (1991), 70 % batuan di permukaan bumi berupa batuan sedimen. Tetapi batuan itu hanya 2 % dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif tipis.
Sebagian besar material penyusun komposisi batuan sedimen berasal dari proses pelapukan dan erosi dari batuan yang tertua, atau batuan yang terbentuk lebih dahulu. Dari studi sedimen masa kini hingga terbentuk batuan sedimen, maka dapat diketahui lingkungan pengendapannya yang meliputi :
- Darat atau terrestrial.
- Laut atau marine.
- Lingkungan campuran merupakan lingkungan peralihan dari darat hingga laut, misal lingkungan delta, estuari laut, dan peraiaran pantai yang dipengaruhi pasang surut.
Dari lingkungan pengendapan batuan sedimen tersebut maka dapat dikenal tiga material penyusun batuan sedimen :
Fragmen yang berasal dari batuan yang diangkut dari tempat asalnya oleh air, angin atau glasial, fragmen ini disebut material klastik atau pecahan.
Material yang berasal dari larutan garam, yang disebut material kimia.
Material yang berasal dari tumbuh – tumbuhan dan hewan, yang disebut material organik.
Batuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada sebelumnya oleh kekuatan-kekuatan yaitu pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan-pengikisan angin, serta proses litifikasi, diagnesis, dan transportasi, maka batuan ini terendapkan di tempat-tempat yang relatif lebih rendah letaknya, misalnya di laut, samudera, ataupun danau-danau. Mula-mula sedimen merupakan batuan-batuan lunak, akan tetapi karena proses diagenesis sehingga batuan-batuan lunak tadi akan menjadi keras.
Proses diagenesis adalah proses yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama terpendapkan dan terlitifikasikan, sedangkan litifikasi adalah proses perubahan material sedimen menjadi batuan sedimen yang kompak.
Proses diagnesis adalah proses yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama terendapkan dan terlitifikasikan, sedangkan litifikasi adalah proses perubahan material sedimen menjadi batuan sedimen yang kompak.
Transportasi dan Deposisi
a. Transportasi dan deposisi partikel oleh fluida
Pada transportasi oleh partikel fluida, partikel dan fluida akan bergerak secara bersama-sama. Sifat fisik yang berpengaruh terutama adalah densitas dan viskositas air lebih besar daripada angin sehingga air lebih mampu mengangkut partikel yang mengangkut partikel lebih besar dari pada yang dapat diangkut angin. Viskositas adalah kemampuan fluida untuk mengalir. Jika viskositas rendah maka kecepatan mengalirnya akan rendah dan sebaliknya. Viskositas yang kecepatan mengalirnya besar merupakan viskositas yang tinggi.
b. Transportasi dan deposisi partikel oleh sediment gravity flow
Pada transportasi ini partikel sedimen tertransportasi langsung oleh pengaruh gravitasi, disini material akan bergerak lebih dulu baru kemudian medianya. Jadi disini partikel bergerak tanpa batuan fluida, partikel sedimen akan bergerak karena terjadi perubahan energi potensial gravitasi menjadi energi kinetik. Yang termasuk dalam sediment gravity flow antara lain adalah debris flow, grain flow dan arus turbid. Deposisi sediment oleh gravity flow akan menghasilkan produk yang berbeda dengan deposisi sedimen oleh fluida flow karena pada gravity flow transportasi dan deposisi terjadi dengan cepat sekali akibat pengaruh gravitasi. Batuan sedimen yang dihasilkan oleh proses ini umumnya akan mempunyai sortasi yang buruk dan memperlihatkan struktur deformasi.
Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen dan penamaan batuan sedimen telah ditemukan oleh para ahli, baik berdasarkan genetik maupun deskriptif. Secara genetik dapat disimpulkan dua golongan (Pettijohn, 1975 dan W.T.Huang, 1962).
Litifikasi dan Diagnesis
Litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi batuan sedimen yang kompak. Misalnya, pasir mengalami litifikasi menjadi batupasir. Seluruh proses yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama terpendam dan terlitifikasi disebut sebagai diagenesis. Diagnesis terjadi pada temperatur dan tekanan yang lebih tinggi dari pada kondisi selama proses pelapukan, namun lebih rendah dari pada proses metamorfisme.
Proses diagenesis dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan proses yang mengontrolnya, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses diagenesis sangat berperan dalam menentukan bentuk dan karakter akhir batuan sedimen yang dihasilkannya. Proses diagenesis akan menyebabkan perubahan material sedimen. Perubahan yang terjadi adalah perubahan fisik, mineralogi dan kimia.
Secara fisik perubahan yang terjadi adalah terutama perubahan tekstur, proses kompaksi akan merubah penempatan butiran sedimen sehingga terjadi kontak antar butirannya. Proses sementasi dapat menyebabkan ukuran butir kwarsa akan menjadi lebih besar. Perubahan kimia antara lain terdapat pada proses sementasi, authigenesis, replacement, inverse, dan solusi. Proses sementasi menentukan kemampuan erosi dan pengangkatan partikel oleh fluida. Pengangkutan sedimen oleh fluida dapat berupa bedload atau suspended load. Partikel yang berukuran lebih besar dari pasir umumnya dapat diangkut secara bedload dan yang lebih halus akan terangkut oleh partikel secara kontinu mengalami kontak dengan permukaan, traksi meliputi rolling, sliding, dan creeping. Sedangkan pada saltasi partikel tidak selalu mengalami kontak dengan permukaan. Deposisi akan terjadi jika energi yang mengangkut partikel sudah tidak mampu lagi mengangkutnya.
2.2. Klasifikasi Batuan Sedimen
Oleh karena keragaman pembentukan (genesa) tekstur, komposisi dan penampilan batuan sedimen, maka dasar klasifikasinya pun ada bermacam-macam. Pengelompokan batuan sedimen yang ideal berdasarkan ukuran butir, bentuk dan komposisi material pembentuknya. Pengelompokan yang sederhana dalam batuan sedimen adalah dua kelompok besar :
Batuan sedimen Klastik, batuan sedimen jenis ini umumnya terbentuk dari hasil rombakan secara fisika.
Batuan sedimen Non-klastik, atau kimiawi dan organik terbentuk oleh proses kimia atau proses biologi.
2.2.1. Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang proses pembentukannya pada umumnya dari hasil rombakan batuan asal secara fisika atau mekanik dan umumnya disusun oleh material-material allogenik. Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan sedimen. Fragmen asal tersebut mulai dari pelapukan mekanis (desintegrasi) maupun secara kimiawi atau dekomposisi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan. Setelah pengendapan berlangsung, sedimen mulai mengalami diagenesa yakni proses-proses perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah dalam suatu sedimen, selama dan sesudah litifikasi berlangsung (W.T. Huang). Litifikasi ini merupakan proses yang mengubah suatu sedimen menjadi batu keras.
Adapun proses-proses diagenesa sedimen klastik adalah :
Kompaksi sedimen, yakni termampatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat tekanan dari beban diatasnya. Disini volume sedimen berkurang sehingga terjadi saling mengunci (interlocking).
Sementasi yakni peresapan mineral kedalam ruang atau rongga antar butiran, dapat berupa larutan-larutan koloid.
Rekristalisasi, timbul karena proses kompaksi yang tidak sempurna, air yang didalam tidak dapat diperas keluar keseluruhannya oleh kompaksi, sehingga air yang tertinggal akan mengalami proses rekristalisasi didalam rongga tadi, kristalisasi sangat umum terjadi pada batuan metamorf.
Autogenesis yakni terbentuknya mineral baru dilingkungan diagenetik, sehingga adanya mineral tersebut merupakan partikel baru dalam sedimen. Mineral autigenik yang umum diketahui adalah karbonat, silika, klorid, gypsum, dan lain-lain.
Replacement-metasomatism yakni proses perubahan mineral-mineral asli oleh berbagai mineral autigenik tanpa pengurangan volume asal. Dan terbentuk pada temperatur rendah, misalnya dolomitisasi.
Dilihat dari proses pembentukannya, maka tekstur batuan sedimen dapat dibedakan atas ukuran butir, bentuk atau kebundaran, pemilahan, kemas, porositas, kekompakkan.
Tekstur
Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan bentuk butir serta susunannya. Pembahasan tekstur meliputi ukuran butir (grain size), bentuk atau tingkat kebundaran (roundness), pemilahan atau sortasi, kemas, porositas dan kekompakkan.
Ukuran Butir (Grain Size)
Pemberian ukuran butir pada batuan sedimen klastik mengacu pada skala Wentworth, yang dapat dilihat pada tabel 2.1. dibawah ini.
Tabel 2.1 Ukuran Butir (Grain Size) Skala Wentworth
Besar butir dipengaruhi oleh :
Jenis Pelapukan
Jenis Transportasi
Waktu atau jarak transportasi
Resistensi
Bentuk atau Tingkat Kebundaran (Roundness)
Tingkat kebundaran butir dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran butir, jenis proses transportasi dan jarak transport (Boggs,1987). Butiran dari mineral yang resisten seperti kwarsa dan zircon akan berbentuk kurang bundar dibandingkan butiran dari mineral kurang resisten seperti feldspar dan pyroxene. Butiran berukuran lebih besar daripada yang berukuran pasir. Jarak transport akan mempengaruhi tingkat kebundaran butir dari jenis butir yang sama, makin jauh jarak transport butiran akan makin bundar. Pembagian kebundaran :
Menyudut (angular)
Permukaan konkaf dengan ujungnya yang tajam.
Menyudut tanggung (sub-angular)
Permukaan pada umumnya datar dengan ujung-ujung tajam.
Sangat menyudut (very angular)
Permukaan yang ditandai dengan ujung-ujung yang sangat tajam.
Membulat tanggung (sub rounded)
Permukaan umumnya datar dengan ujung-ujung yang membundar.
Membulat (rounded)
Pada umumnya permukaan-permukaan bundar, ujung-ujung, dan tepi butiran bundar.
Sangat membulat (well rounded)
Semua permukaan konveks, hampir equidimensional, sferoidal.
Gambar 2.1. Variasi Tingkat Kebundaran Butiran
Pemilahan (Sortasi)
Pemilahan atau sortasi adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka, pemilahan semakin baik. Beberapa istilah yang biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan, yaitu :
Terpilah sangat baik (very well sorted)
Terpilah baik (well sorted)
Terpilah sedang (moderate sorted)
Terpilah buruk (poorly sorted)
Terpilah sangat buruk (very poorly sorted)
Pembagian dari sortasi (pemilahan) dapat lebih jelas dilihat pada Gambar 2.2. Variasi tingkat pemilahan untuk yang berbutir membulat dan Gambar 2.3. Variasi tingkat pemilahan untuk yang berbutir menyudut.
Gambar 2.2. Variasi tingkat pemilahan untuk yang berbutir membulat
Gambar 2.3. Variasi tingkat pemilahan untuk yang berbutir menyudut
Gambar 2.4. Sortasi pada batuan
Kemas
Kemas menyatakan hubungan antara butir penyusun batuan, dimana hal ini dikontrol oleh tingkat diagenesa yang dialami batuan, kemas dapat dibedakan atas:
Kemas terbuka, yaitu bila kontak antara butiran tidak bersentuhan.
Kemas tertutup, yaitu bila kontak antara butiran saling bersentuhan.
Gambar 2.5. Kemas pada batuan
Porositas
Porositas dimaksudkan dalam tingkat atau kemampuan dalam menyerap air, dibedakan atas :
Porositas baik, bila mampu menyerap air.
Porositas buruk, bila tidak mampu menyerap air.
Porositas sedang, bila kemampuan menyerap air diantara baik dan buruk.
Gambar 2.6. Porositas pada suatu batuan berdasarkan sistem kristalnya
Kekompakkan
Kekompakkan juga dikontrol oleh tingkat diagenesa, dibedakan atas:
Mudah diremas
Getas
Kompak
Lunak
Padat
Keras
Struktur
Pengertian struktur tidak berbeda dengan tekstur, hanya saja dalam pengamatan struktur harus dalam skala yang luas (tidak cukup hanya dari spescement). Secara umum struktur dibatuan sedimen dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
Perlapisan (Beds)
Disebut dengan perlapisan jika tebalnya lebih dari 1 cm dan disebut laminasi jika kurang dari 1 cm.perlapisan dan laminasi batuan sedimen terbentuk karena adanya perubahan kondisi fisik,kimia, dan biologi. Misalnya terjadi perubahan energi arus sehingga terjadi perubahan ukuran butir yang diendapkan.
Macam-macam perlapisan dan laminasi :
Perlapisan atau laminasi sejajar (normal)
Dimana lapisan atau laminasi batuan tersusun secara horizontal dan saling sejajar satu dengan yang lainnya.
Gambar 2.7. Struktur Sedimen Laminasi
Perlapisan atau laminasi silang siur (Cross bedding)
Perlapisan atau batuan saling potong memotong satu dengan yang lainnya.
Gambar 2.8. Struktur Sedimen Perlapisan Silang Siur (Cross Bedding)
Graded bedding
Struktur graded bedding merupakan struktur yang khas sekali dimana butiran makin ke atas makin halus. Graded bedding sangat penting sekali artinya dalam penelitian untuk menentukan yang mana atas (up) dan yang bawah (bottom) dimana yang halus merupakan bagian atasnya sedangkan bagian yang kasar adalah bawahnya. Graded bedding yang disebabkan oleh arus turbid, dimana fraksi halus didapatkan di bagian atas juga tersebar di seluruh batuan tersebut. Secara genesa graded bedding oleh arus turbid juga terjadi oleh selain oleh kerja suspensi juga disebabkan oleh pengaruh arus turbulensi.
Gambar 2.9. Struktur Sedimen Graded Bedding
Tabel 2.2. Penggolongan Bedding Menurut Ketebalan (Mc Kee and Weir, 1985)
Ukuran Bedding (cm)
Nama Bedding
>100
very thick bedded
30-100
thick bedded
10-30
medium bedded
3,0-10
thin bedded
1,0-3,0
very thin bedded
0,3-1,0
thick laminated
<0,3
thin laminated
Convolute Lamination
Struktur convolute lamination ini muncul bukan karena perlipatan akibat gaya endogen, melainkan akibat pengaruh arus yang mengalir di sekitarnya atau akibat proses dewatering atau liquefaksi (sedimen kehilangan kandungan air secara tiba-tiba akibat terkena gangguan). Kehilangan air yang tiba-tiba ini membuat sedimen kehilangan kekuatannya. Gangguan tersebut berupa stress (tekanan) yang disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya yang sering terjadi ialah oleh gempa bumi.
Gambar 2.10. Struktur Sedimen Convolute Lamination
Struktur Permukaan
Massive (Structureless)
Bila dalam tubuh batuan sedimen tidak terlihat struktur sedimen.
Gambar 2.11. Struktur massive
Ripple Marks atau Current Ripple
Ripple marks, sama seperti cross-bedding, disebabkan oleh arus. Bedanya, ripple marks cuma bentukan yang ada di permukaan perlapisan sedimen. Struktur ini bisa menandakan arus purba juga (paleo current).
Gambar 2.12. Ripple Marks atau Current Ripple
Mud Cracks
Bentuk retakan pada lapisan lumpur biasanya berbentuk polygonal. Permukaan lumpur yang di-oven sinar matahari akan memperlihatkan struktur mud cracks. Kalau tidak terjadi pembalikan lapisan, biasanya tampak samping mud cracks berbentuk trapesium dengan sisi di atas lebih pendek daripada sisi di bawah. Karenanya, top and bottom lapisan sedimen bisa ketahuan.
Gambar 2.13. Mud Cracks
Rain Marks
Struktur sedimen ini diakibatkan oleh air hujan yang membuat permukaan sedimen yang belum benar-benar sempurna akhirnya tidak rata dan membentuk lubang akibat air hujan.
Gambar 2.14. Rain Marks
Struktur Dalam
Load Cast
Lekukan pada permukaan lapisan akibat gaya tekan dari beban di atasnya
.
Gambar 2.15. Load Cast
Flute Cast
Adalah struktur sedimen yang terjadi akibat material-material yang dibawa arus menggerus bagian dasar sungai. Arus sungai mempunyai arah menujuk kebagian yang memanjang. Dengan demikian, struktur ini juga penentu paleo current. Karena struktur ini hanya ada di bagian dasar suatu tubuh arus dan bagian yang menggembung selalu di bawah, maka flute cast pun handal dalam menentukan top-bottom perlapisan sedimen.
Gambar 2.16. Flute Cast
Groove Cast
Gambar 2.17. Groove Cast
Organic Structure
Terbentuk karena aktifitas organisme. Contoh struktur reef pada batugamping.
Gambar 2.18. Organic structure
Flame structure
Dinamai flame structure karena kenampakannya mirip lidah api yang menjilat-jilat ke atas. Flame structure terbentuk saat suatu lapisan mudstone berada di bawah lapisan batupasir. Batupasir ini membebani mudstone yang lemah, sehingga sedikit massa mudstone di bawah "muncrat" ke atas dan membentuk "lidah".
Gambar 2.19. Flame structure
Gradasi
Struktur gradasi dicirikan oleh perubahan tekstur batuan secara perlahan-lahan dari atas ke bawah. Gradasi normal mempunyai kenampakan makin ke bawah ukuran butir makin besar. Biasanya, proses sedimentasi normal bakal menempatkan butir-butir paling kasar di bagian terbawah lapisan yang kemudian menghalus ke atas. Atas dasar inilah gradasi dapat digunakan sebagai penciri top and bottom lapisan batuan. Tetapi, pada beberapa kasus tertentu bisa juga terbentuk Gradasi Terbalik atau Reverse Grading, karena itu kita perlu berhati-hati kalau memakai dasar gradasi sebagai acuan top-bottom.
Gambar 2.20. Gradasi
Lenticular bedding
Perlapisannya berbentuk "melensa", yaitu makin ke tepian, lapisan makin tipis. Lenticular bedding menandakan lingkungan yang didominasi gelombang pasang-surut (tidal).
Gambar 2.21. Lenticular bedding
Ball and Pillow structure
Struktur ini biasanya terjadi jika ada selapis sedimen pasir berada diantara sedimen lumpur. Sedimen sedimen pasir tampak terpecah-pecah sehingga bentuknya mirip bantal (pillow). Diperkirakan penyebabnya akibat peristiwa gempa atau tingginya tingkat sedimentasi sehingga mengganggu stabilitas perlapisan.
Gambar 2.22. Ball and Pillow structure
Channel structure
Struktur channel berskala meter sampai kilometer. Struktur ini terbentuk di sepanjang jalur transportasi sedimen dan air yang mengalir dalam waktu yang lama. Dengan kata lain, channel adalah sungai purba. Struktur channel bisa menunjukkan top and bottom karena bagian dasar sungai punya bentuk yang khas.
Proses Biologi
Jejak (tracks and trail)
Track : jejak berupa tapak organisme
Trail : jejak berupa seretan bagian tubuh organisme
Galian (burrow)
Adalah lubang atau bahan galian hasil aktivitas organisme.
Cetakan (cast and mold)
Mold : cetakan bagian tubuh organisme
Cast : cetakan dari mold
Komposisi Penyusun Batuan
Berdasarkan proses pembentukan batuan sedimen klastik, maka komposisi-komposisi batuannya dipisahkan atas : Fragmen, Matrik, dan Semen. Pemisahan tersebut semata-mata hanya berdasarkan perbandingan ukuran butir penyusun satu batuan, dimana :
Fragmen
Adalah bagian butirannya yang ukurannya paling besar dan fragmen dapat berupa batuan, mineral maupun fosil.
Matrik
Adalah bagian butir yang ukurannya lebih kecil dari fragmen dan terletak diantara fragmen. Matrik dapat berupa batuan maupun fosil.
Semen
Adalah bahan pengikat diantara fragmen dan matrik. Semen dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu ;
Semen karbonat (kalsit, dolomit)
Semen silika (kalsedon, kwarsa)
Semen oksida besi (limoniat, hematit)
2.2.1.1. Penamaan Batuan Sedimen Klastik
Dasar penamaan batuan sedimen klastik secara umum didasarkan pada ukuran butir, selain juga memperhatikan komposisi mineral penyusun, guna penentuan variasi masing-masing batuannya. Penamaan batuan sedimen klastik berdasarkan ukuran butir umumnya menggunakan skala Wentworth, yaitu :
Tabel 2.3. Penamaan batuan sedimen dengan skala Wentworth
Untuk penamaan batuan sedimen yang lebih detail digunakan diagram segitiga seperti pada gambar 2.5. (Picard M.D, 1971) dan Gambar 2.6. (Folk, 1954), dimana penamaan berdasarkan pada persentase dari masing-masing ukuran butir penyusun batuan. Pada Gambar 2.6. (A) digunakan untuk penamaan batuan sedimen bila material penyusunnya berukuran pasir (sand), lempung (clay), dan lanau (silt). Sedangkan pada Gambar 2.6. (B) digunakan untuk penamaan batuan sedimen yang material penyusun berukuran kerikil – bongkah (gravel), Pasir (sand) dan lumpur (mud).
Gambar 2.23. Penamaan batuan sedimen berdasarkan ukuran butir pasir (sand),
lempung (clay) dan lanau (silt) (Piccard M.D, 1971)
Gambar 2.24. (A) Digunakan untuk penamaan batuan sedimen bila material penyusunnya berukuran pasir (sand), lempung (clay), dan lanau (silt) (Folk, 1954)
Gambar 2.25. (B) Digunakan untuk penamaan batuan sedimen yang material penyusun
berukuran kerikil – bongkah (gravel), pasir (sand) dan lanau lempung (mud) (Folk, 1954)
Bila dalam penamaan batuannya diperoleh nama batuan berupa batupasir, selanjutnya dapat ditentukan variasi batupasir berdasarkan komposisi material atau mineral penyusunnya. Penentuan variasi batupasir dapat ditentukan dengan menggunakan diagram segitiga menurut William, Tulner, Gilbert (1954), menurut Mc. Bride (1963) pada gambar 2.7. (A) dan menurut Folk (1970) pada gambar 2.7. (B).
Menurut William at al (1954) variasi batupasir diperoleh dengan menggunakan diagram segitiga Q, F, L dimana Q batupasir, chert dan fragmen kwarsit, F berupa Feldspar dan L berupa mineral tidak stabil dan fragmen batuan. Diagram Q F L ini digunakan bila batupasirnya tidak mengandung atau mengandung matrik berupa mineral lempung < 5 %. Bila pada batupasirnya, matrik mineral lempung mengalami peningkatan atau > 5 %, maka variasi batupasir dengan menggunakan diagram QFL yang satunya.
Gambar 2.26. (A) Variasi batupasir menurut Mc. Bride (1963)
Klasifikasi batupasir menurut Mc. Bride (1963) dengan menggunakan diagram segitiga QFR, dimana Q = Qwarsa, Chert, Kwarsit, F = Feldspar dan R = Fragmen batuan. Klasifikasi batupasir menurut Folk (1970) juga menggunakan diagram segitiga QFR, bedanya jenis dari fragmen batuannya (R) akan diperoleh batupasir yang lebih variatif.
Gambar 2.27. (B) Variasi batupasir menurut Folk (1970)
2.2.1.2. Kesimpulan
Batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang proses pembentukannya pada umumnya dari hasil rombakan batuan asal secara fisika atau mekanik dan umumnya disusun oleh material-material allogenik.
Proses-proses diagenesa sedimen klastik adalah :
Kompaksi sedimen
Sementasi
Rekristalisasi
Autogenesis
Replacement-metasomatism
Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan bentuk butir serta susunannya. Yang meliputi ukuran butir (grain size), bentuk atau tingkat kebundaran (roundness), pemilahan atau sortasi, kemas, porositas dan kekompakkan.
Penyusun suatu batuan sedimen klastik
Fragmen
Adalah bagian butirannya yang ukurannya paling besar dan fragmen dapat berupa batuan, mineral maupun fosil.
Matrik
Adalah bagian butir yang ukurannya lebih kecil dari fragmen dan terletak diantara fragmen. Matrik dapat berupa batuan maupun fosil.
Semen
Adalah bahan pengikat diantara fragmen dan matrik. Semen dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu ;
Semen karbonat (kalsit, dolomit)
Semen silika (kalsedon, kwarsa)
Semen oksida besi (limoniat, hematit)
Penamaan batuan sedimen klastik berdasarkan atas ukuran butir dan komposisi mineral penyusunnya. Tabel penamaan batuan sedimen yang umum digunakan adalah menurut William, Tulner, Gilbert (1954), Mc. Bride (1963) Folk (1970), dan Picard M.D (1971).
Batuan Sedimen Non Klastik
Batuan sedimen non-klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari hasil proses kimia atau bisa juga hasil kegiatan organisme. Yaitu kristalisasi langsung atau reaksi anorganik penggaraman unsur-unsur laut.
Batuan sedimen Non Klastik merupakan batuan sedimen yang terbentuk sebagai hasil penguapan suatu larutan, atau pengendapan material di tempat itu juga (insitu). Proses pembentukan batuan sedimen kelompok ini dapat secara kimiawi, biologi atau organik, dan kombinasi di antara keduanya (biokimia). Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil reaksi kimia, misalnya CaO + CO2 CaCO3. Secara organik adalah pembentukan sedimen oleh aktivitas binatang atau tumbuh-tumbuhan, sebagai contoh pembentukan rumah binatang laut (karang), terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai akibat penurunan daratan menjadi laut. Contohnya; Limestone (batugamping), Coal (batubara), dan lain-lain.
Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari kegiatan organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik (Pettjohn, 1975). Menurut R.P. Koesoemadinata, 1981 batuan sedimen dibedakan menjadi enam golongan yaitu :
a) Golongan Detritus Kasar
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk dalam golongan ini antara lain adalah breksi, konglomerat dan batupasir. Lingkungan tempat pengendapan batuan ini di lingkungan sungai dan danau atau laut.
b) Golongan Detritus Halus
Batuan yang termasuk kedalam golongan ini diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai laut dalam. Yang termasuk kedalam golongan ini adalah batulanau, serpih, batulempung dan Nepal.
c) Golongan Karbonat
Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska, algae dan foraminifera. Atau oleh proses pengendapan yang merupakan rombakan dari batuan yang terbentuk lebih dahulu dan di endapkan disuatu tempat. Proses pertama biasa terjadi di lingkungan laut litoras sampai neritik, sedangkan proses kedua di endapkan pada lingkungan laut neritik sampai bahtial. Jenis batuan karbonat ini banyak sekali macamnya tergantung pada material penyusunnya.
d) Golongan Silika
Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara proses organik dan kimiawi untuk lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan ini rijang (chert), radiolarian dan tanah diatom. Batuan golongan ini tersebarnya hanya sedikit dan terbatas sekali.
e) Golongan Evaporit
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau atau laut yang tertutup, sehingga sangat memungkinkan terjadi pengayaan unsure-unsur tertentu. Dan faktor yang penting juga adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk suatu endapan dari larutan tersebut. Batuan-batuan yang termasuk kedalam batuan ini adalah gip, anhidrit, batugaram.
f) Golongan Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebsl di atasnya sehingga tidak akan memungkinkan terjadinya pelapukan. Lingkungan terbentuknya batubara adalah khusus sekali, ia harus memiliki banyak sekali tumbuhan sehingga kalau timbunan itu mati tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut.
Terbentuk oleh proses-proses kimia dan kegiatan organisme atau akumulasi dari sisa skeleton organisme. Sedimen kimia dan organik dapat terjadi pada kondisi darat, transisi, dan lautan, seperti halnya dengan sedimen mekanik.
Masing-masing lingkungan sedimen dicirikan oleh paket tertentu fisik, kimia, dan biologis parameter yang beroperasi untuk menghasilkan tubuh tertentu sedimen dicirikan oleh tekstur, struktur, dan komposisi properti. Kita mengacu kepada badan-badan khusus seperti endapan dari batuan sedimen sebagai bentuk. Istilah bentuk mengacu pada unit stratigrafik dibedakan oleh lithologic, struktural, dan karakteristik organik terdeteksi di lapangan.
Proses sedimentasi secara kimiawi terjadi saat pori-pori yang berisi fluida menembus atau mengisi pori-pori batuan. Hal ini juga berhubungan dnegan reaksi mineral pada batuan tersebut terhadap cairan yang masuk tersebut. Berikut ini merupakan beberapa proses kimiawi dari diagenesis batuan sedimen klastik:
a) Dissolution (pelarutan), mineral melarut dan membentuk porositas sekunder.
b) Cementation (sementasi), pengendepan mineral yang merupakan semen dari batuan, semen tersebut diendapkan pada saat proses primer maupun sekunder.
c) Authigenesis, munulnya mineral baru yang tumbuh pada pori-pori batuan
d) Recrystallization, perubahan struktur kristal, namun kompsisi mineralnya tetap sama. Mineral yang biasa terkristalisasi adalah kalsit.
e) Replacement, melarutnya satu mineral yang kemudian terdapat mineral lain yang terbentuk dan menggantikan mineral tersebut
f) Compaction (kompaksi)
g) Bioturbation (bioturbasi), proses sedimentasi oleh hewan (makhluk hidup)
Dalam proses sedimentasi itu sendiri terdapat yang disebut dengan diagenesis. Diagenesis memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut:
a) Eoldiagenesis
Tahap ini merupakan tahap awal dari pengendapan sedimen. Dimana terjadi pembebanan, yang menyebabkan adanya kompaksi pada tiap lapisan sedimennya. Pada tahap ini proses kompaksi mendominasi.
b) Mesodiagenesis = earlydiagenesis
c) Latelydiagenesis
Tahap mesogenesis ini terjadi setelah melewati tahap eoldiagenesis. Pada tahap ini, kompaksi yang sangat kuat disertai dnegan proses burial, menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan yang memicu terjadinya dissolution. Pada tahap ini proses yang mendominasi adalah proses dissolution (pelarutan). Sampai dengan proses ini, dikategorikan sebagai earlydiagenesis. Apabila setelah proses pelarutan, masih terjadi burial, maka akan terjadi sementasi di sekitar butiran-butiran sedimen. (inilah yang disebut dnegan latelydigenesis). Apabila kompaksi terus berlanjut, hingga pada suhu 150 derajat celcius. Proses diagenesis akan berhenti dan digantikan menjadi proses metamorfisme.
d) Telodiagenesis
Sedangkan jika setelah tahapan mesodiagenesis terjadi pengangkatan, dalam proses pengangkatan ini, keberadaan berbagai jenis air (air meteorik, air tanah, dll) mempengaruhi susunan komposisi kimia batuan, sehingga memungkinkan terjadinya authigenesis (pengisian mineral baru).
Sedimen Silika
Sedimen silika merupakan salah satu jenis batuan sedimen non-klastik dimana disusun oleh mineral silika yang berbentuk dari proses kimiawi maupun biologis. Silika dapat diendapkan dari larutan, baik oleh evaporasi maupun oleh kegiatan organisme-organisme yang hidup. Deposit ini mempunyai arti yang penting dan sangat menarik, terutama yang biogenik. Komposisi dari batuan sedimen silika ini dapat berupa kurasa (kristal silikat murni), chalsedom (mikro fibrous dari kuarsa) dan opal (non kristalin silikat yang mengandung molekul air).
Karateristik endapan silika berbeda dengan sedimen klastik, sangat jelas endapan tersebut tidak tergolong dalam sedimen klastik karena komponen-komponen bukan berasal dari pecahan, transportasi maupun mekanik lainnya melainkan terjadi karena adanya partisipasi kimiawi.
Endapan yang dibentuk melalui partisipasi mineral dari larutan air adalah endapan kimiawi. Sebagai contoh, organisme kecil yang hidup di dalam air laut dapat menurunkan keasaman sekeliling air dan juga menyebabkan kalsium karbonat mengendap, sehingga sedikitnya akan terdapat endapan dari batuan.
Endapan kimiawi (silika) juga berasal dari hasil reaksi senyawa anorganik dalam air, bilama airnya berasal dari sumber air panas dan secara tiba-tiba mengalami pendinginan akan menghasilkan endapan opal atau kalsit. Contoh lainnya adalah evaporasi ini akan menyebabkan konsentrasi garam dalam larutan akan tinggi, sehingga sampai suatu saat garam tidak lagi dalam bentuk larutan melainkan terbentuk batuan.
Tahap Pendeskripsian
Tekstur batuan sedimen silika memiliki tekstur yaitu micrograined.
Tidak semua batuan sedimen silika memiliki porositas. Porositas pada batuan ini adalah porositas baik, porositas buruk, dan porositas sedang.
Struktur pada batuan sedimen silika teksturnya hamper sama dengan sedimen klastik, yaitu bedded (perlapisan) dengan ketebalan antara 1 cm – 3 cm, laminasi dengan ketebalan < 1 cm, cross lamination, graded bedding dan massive (structureles).
Komposisi batuan pada sedimen silika adalah dominan mineral silika yang berasal dari organik dan anorganik yang mengalami silisifikasi dan juga quarsamicrocrystalin.
Dasar Penamaan
Rijang (chert) adalah batuan afanitik yang terdiri dari cryptocrystalline silikat atau oval atau kedua-duanya. Warna putih coklat muda, abu-abu sampai hitam, kuning, merah, dan coklat, kekerasan 7, pecahan concoidal. Terdapat sebagai masa dalam gumpalan-gumpalan kecil atau merupakan lapisan yang tebal dan tersebar luas. Meskipun kebanyakan lapisan-lapisan chert kelihatan massive tetapi memiliki cross laminated dan graded bedding. Beberapa lapisan rijang berasosiasi dengan pillow lava dan sebagian berasosiasi dengan komplek ophiolit (batuan beku basa – ultrabasa), meskipun yang lain terbentuk secara bertahap tidak dengan asosiasi vulkanik. Rijang yang modular umumnya dalam batugamping dan beberapa batuan lain yang terbentuk dari hasil replacement pada saat diagenesa. Nodular dapat berupa , calcite, dolomite, siderite, pyrit, kuarsa, dan collophone.
Gambar 2.28. Rijang (Chert)
Diatomea merupakan variasi dari batuan sedimen silika yang terbentuk pada daerah terbuka seperti danau dan laut. Komponen penyusun utama mineral silika yang berasal dari organik atau anorganik yang mengalami sillisifikasi menjadi silika. Material penyusunnya berupa material autogenic (bukan hasil transportasi). Batuan ini berwarna mulai putih, kuning muda, coklat dan abu-abu. Sangat ringan dan merupakan kumpulan dari shel-shel diatomea yang mikroskopis.
Gambar 2.29. Diatomea
Kesimpulan
Sedimen Silika merupakan salah satu jenis batuan sedimen non-klastik dimana disusun oleh mineral mineral silika yang berbentuk dari proses kimiawi maupun biologis. Silikat dapat diendapkan dari larutan, baik oleh evaporasi maupun oleh kegiatan organisme-organisme yang hidup. batuan sedimen silika memiliki tekstur yaitu micrograined. Porositas pada batuan ini adalah porositas baik, porositas buruk dan porositas sedang. Komposisi dari batuan sedimen silika ini dapat berupa kuarsa (kristal silikat murni), chalsedom (mikro fibrous dari kuarsa) dan opal (non kristalin silikat yang mengandung molekul air).
Penamaan pada batuan sedimen silika yaitu berdasarkan ukuran butir dan komposisi dari pada batuan. Berdasarkan penamaannya batuan sedimen silika terbagi menjadi dua jenis, yaitu Rijang (chert) dan Diatomea.
Sedimen Batubara
Batubara digolongkan pada batuan sedimen non-klastik, yaitu batuan sedimen organik. Batubara adalah batuan sedimen yang berasal dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang akan mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya. Batubara adalah batuan yang mudah terbakar, karena lebih dari 50% - 70% berat volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbon termasuk inherent moisture. Bahan organik umumnya yaitu tumbuhan yang dapat berupa jejak kulit pohon, daun, akar, struktur kayu, spora, polen, damar, dan lain-lain. Selanjutnya bahan organik tersebut mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup oleh endapan lainnnya.
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).
Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungsi diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini persentase karbon akan meningkat, sedangkan persentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub-bituminous, bituminous, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung (banyak air), pembentukan dari gambut umumnya terjadi. Dalam hal ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya gambut merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan gambut (peatifikasi) kemudian ligmit dan menjadi berbagai macam tingkat batubara , disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga berlangsung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tubuhan yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikro organisme juga memegang peranan yang sangat penting.
Tumbuhan Pembentuk
Berdasarkan rumpun tumbuhan pembentuk, dikenal ada 4 tipe rawa, yaitu:
Rawa daerah terbuka dengan tumbuhan air (in part submerged)
Pada daerah ini sebagian tumbuhan terendam air, dimana jenis tumbuhan sangat dipengaruhi oleh jenis airnya (air tawar, payau atau air asin).
Mineral penyusunnya berupa lumpur organik (organik mud deposits) yang terakumulasi dari sisa tumbuhan terapung (nymphaeaceae, utricularia, dan tumbuhan bawah air seperti alga), binatang air dan bakteri.
Material lain seperti lempung halus, tepung sari, spora dan debu yang berasal dari pembakaran gambut.
Open reed swamp, sering disebut sedges
Daerah ini hanya ditumbuhi jenis rumputan yang membutuhkan banyak air dan muka air yang lebih tinggi, miskin akan lignit, strukturnya terkompaksi dengan kuat.
Gambar 2.30. Open Reed Swamp
Forest swamp
Merupakan rawa dengan tumbuhan kayu.
Dijumpai di pantai daerah tropis yang ditumbuhi oleh bakau (mangrove) menggantikan rumput laut.
Dapat terbentuk gambut bila tidak terjadi gangguan laut. Bila gangguan laut kuat dengan oksigen segar di dalam air, mengakibatkan batang mati yang berada di atas air menjadi rusak sehingga yang terawetkan hanya akarnya saja.
Material hasil tumbuhan yang tersebar contohnya biji erythirina yang dapat membentuk gambut bila muka air tanah bertahan cukup tinggi.
Gambar 2.31. Forest Swamp
Moss swamp
Merupakan rawa dengan tumbuh-tumbuhan lumut.
Pada daerah yang beriklim sedang menjadi perkembangan rumput tumbuhan berurut dari mulai dasar ke atas adalah lumpur, detritur gytjae (lumpur organik), reed peat, forest peat dan most peat.
Gambar 2.32. Moss Swamp
Proses Pembentukan Batubara
Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa material tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama, mengalami peluruhan sebagian kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai macam proses kimia dan fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa proses pembentukan batubara harus ditandai dengan terbentuknya gambut.
Lapisan batubara umumnya berasal dari gambut deposit disuatu rawa. Faktor-faktor penting dalam pembentukan gambut :
Evolusi perkembangan flora
Iklim
Geografi dan struktur daerah
Pembentukan gambut terjadi pada daerah yang depresi permukaan dan memerlukan muka air yang relatif tetap sepanjang tahun diatas atau minimal sama dengan permukaan tanah. Kondisi ini banyak muncul pada flat coastal area dimana banyak rawa yang berasosiasi dengan pesisir pantai. Selain itu rawa-rawa juga muncul di darat (shore or inland lakes). Tergantung pada posisi asli geografinya, endapan batubara paralik (sea coast) dan limnic (inland) adalah berbeda.
Paralic soal swamps memiliki sedikit pohon atau bahkan tanpa pohon dan terbentuk diluar distal margin pada delta. Pembentukannya merupakan akibat dari regresi dan transgresi air laut. Banyak coastal swamps besar yang berkembang dibawah perlindungan sand bars dan gambut sehingga dapat menghasilkan endapan batubara yang tebal.
Back swamps terbentuk dibelakang tanggul alam sungai besar. Pada back swamps, gambut kaya dengan mineral matter akibat banjir yang sering terjadi. Gambut (peat) depositas hanya dapat terawetkan pada daerah subsidence. Akibatnya endapan yang kaya batubara banyak berhubungan dengan daerah ini, seperti yang sering muncul pada foredeep pada suatu pegunungan lipatan yang besar.
Pada bagian back deeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar, subsidence biasanya lebih sedikit dan jumlah lapisan batubara lebih sedikit. Ketika paralic coals diendapkan di foredeeps, kebanyakan limnic coals diendapkan di dalam cekungan kontinen yang besar. Limnic coals memiliki karakter yaitu terbentuk pada kontinen graben, jumlah lapisannya sedikit tapi setiap lapisannya sangat tebal.
Lingkungan Pengendapan Batubara
Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah dikenai pengaruh synsedimentary dan post-sedimentary. Akibat pengaruh-pengaruh tersebut dihasilkanlah batubara dengan tingkat dan kerumitan struktur yang bervariasi.
Lingkungan pengendapan batubara dapat mengontrol penyebaran lateral, ketebalan, komposisi, dan kualitas batubara. Untuk pembentukan suatu endapan yang berarti diperlukan suatu susunan pengendapan yang mempunyai produktifitas organik yang tinggi dan penimbunan secara perlahan-lahan namun terus menerus terjadi dalam kondisi reduksi tinggi dimana terdapat sirkulasi air yang cepat sehingga tidak ada dan zat organik dapat terawetkan. Kondisi demikian dapat terjadi diantaranya di lingkungan paralik (pantai) dan limnik (rawa-rawa). Menurut Diessel (1984, op cit Susilawati 1992) lebih dari 90% batubara di dunia terbentuk dilingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang berdekatan dengan pantai. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, lagunal, deltaic, atau juga fluviatil. Diessel (1992) mengemukakan terdapat 6 lingkungan pengendapan utama pembentuk batubara (tabel 2.3.) yaitu gravelly braid plain, sandy braid plain, alluvial valley and upper delta plain, lower delta plain, backbarrier strand plain, dan estuary. Tiap lingkungan pengendapan mempunyai asosiasi dan menghasilkan karakter batubara yang berbeda.
Proses pengendapan batubara pada umumnya berasosiasi dengan lingkungan fluvial flood plain dan delta plain. Akumulasi dari endapan sungai (fluvial) di daerah pantai akan membentuk delta dengan mekanisme pengendapan progradasi (Allen & Chambers, 1998).
Lingkungan delta plain merupakan bagian dari kompleks pengendapan delta yang terletak di atas permukaan laut. Fasies-fasies yang berkembang di lingkungan delta plain ialah endapan channel, levee, crevase play, flood plain, dan swamp. Masing – masing endapan tersebut dapat diketahui dari litologi dan struktur sedimen.
Endapan channel dicirikan oleh batupasir dengan struktur sedimen cross bedding, graded bedding, parallel lamination, dan cross lamination yang berupa laminasi karbonat. Kontak di bagian bawah berupa kontak erosional dan terdapat bagian deposit yang berupa fragmen-fragmen batubara dan plagioklas. Secara lateral endapan channel akan berubah secara berangsur menjadi endapan flood plain. Di antara channel dengan flood plain terdapat tanggul alam (natural levee) yang terbentuk ketika muatan sedimen melimpah dari channel. Endapan levee yang dicirikan oleh laminasi batupasir halus dan batulanau dengan struktur sedimen ripple dan parallel lamination.
Pada saat terjadi banjir, channel utama akan memotong natural levee dan membentuk crevase play. Endapan crevase play dicirikan oleh batupasir halus – sedang dengan struktur sedimen cross bedding, ripple lamination, dan bioturbasi. Laminasi batupasir, batulanau, dan batulempung juga umum ditemukan. Ukuran butir berkurang semakin jauh dari channel utamanya dan umumnya memperlihatkan pola mengasar ke atas.
Endapan crevase play berubah secara berangsur kea rah lateral menjadi endapan flood plain. Endapan flood plain merupkan sedimen klastik halus yang diendapkan secara suspense dari air limpahan banjir. Endapan flood plain dicirikan oleh batulanau, batulempung, dan batubara berlapis.
Endapan swamp merupakan jenis endapan yang paling banyak membawa batubara karena lingkungan pengendapannya yang terendam oleh air dimana lingkungan seperti ini sangat cocok untuk akumulasi gambut.
Tumbuhan pada lingkungan upper delta plain akan didominasi oleh pohon-pohon keras dan akan menghasilkan batubara yang blocky. Sedangkan tumbuhan pada lower delta plain didominasi oleh tumbuhan nipah-nipah pohon yang menghasilkan batubara berlapis (Allen, 1985).
Tipe Pengendapan
Dikenal ada dua tipe pengendapan batubara, yaitu :
Tipe Autochtonous, dimana material pembentuk batubara berasal dari cekungan atau material penyusun bukan dari hasil transportasi. Hampir semua batubara yang terkenal berasal dari tipe pengendapan ini, dimana lapisan batubaranya tebal.
Tipe Allochtonous, biasanya berupa detritus halus dengan mineral tinggi dan lapisan yang tipis. Terbentuk dari proses penghancuran gambut menjadi detritus halus dan terendapkan kembali
Tahap Pendeskripsian
Tekstur batuan sedimen batubara memiliki tekstur yaitu micograined.
Struktur pada batuan sedimen batubara teksturnya hampir sama dengan sedimen klastik, yaitu bedded (perlapisan) dengan ketebalan antara 1 cm – 3 cm, laminasi dengan ketebalan < 1 cm, cross lamination, graded bedding dan massive (struktureles).
Komposisi batuan pada sedimen batubara adalah dominan yang berasal dari organik.
Dasar Penamaan
Adapun batubara terbentuk karena adanya suatu proses dimana terjadi beberapa proses yang terbagi berdasarkan dua tahap, yakni tahap biokimia dan termodinamika. Tahap-tahap inilah yang dijadikan sebagai dasar penamaan batuan sedimen batubara.
Menurut Suprapto (1966), terbagi atas:
Proses Biokimia, yaitu proses penghancuran oleh bakteri anaerobik terhadap bahan kayu-kayuan (sisa tumbuhan) hingga terbentuk gel seperti agar-agar yang disebut Gelly.
Proses Termodinamika, yaitu proses perubahan dari gambut atau peat menjadi lapisan batubara oleh adanya panas dan tekanan juga adanya proses dari luar. Proses ini disebut sebagai proses pembatubaraan yaitu proses perkembangan gambut, lignit dan sub-bituminous coal menjadi antrasit dan meta-antrasit.
Gambut (peat), merupakan hasil dari proses pengendapan, pemempatan dan pemadatan dari bahan-bahan pembentuk lapisan batuan. Gambut merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara dan masih memperlihatkan sifat asal dari bahan dasar (tumbuhan asal).
Gambar 2.33. Gambut
Lignit (brown coal), sudah memperlihatkan struktur kekar dan gejala perlapisan dengan kadar tanah sangat rendah. Porositas mulai menurun, bisa dilihat dari kandungan air (moisture concent) yang menurun
dengan cepat selama proses perubahan dari gambut menjadi brown coal
.
Gambar 2.34. Lignit
Sub-Bituminous, sisa bagian tumbuhan tinggal sedikit dan memperlihatkan perlapisan. Endapan ini dapat digunakan sebagai bahan bakar dengan nilai kalori yang rendah.
Gambar 2.35. Sub-bituminous
Bituminous, dicirikan oleh warnanya yang hitam dengan sifat yang padat dan dapat digunakan sebagai bahan bakar dengan temperatur sedang – tinggi.
Gambar 2.36. Bituminous
Antrasit, berwarna hitam, keras dengan kilap tinggi dan dicirikan dengan penurunan unsur H secara cepat. Pada proses pembakaran memperlihatkan warna biru, dapat digunakan untuk bermacam industri besar yang memerlukan temperatur tinggi.
Gambar 2.37. Antrasit
Kesimpulan
Batubara digolongkan pada batuan sedimen non-klatik, yaitu batuan sedimen organik. Batubara merupakan kelanjutan suatu proses dari pembentukan gambut dan juga batuan sedimen yang mudah terbakar, berasal dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang akan mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya.
Dikenal ada dua tipe pengendapan batubara, yaitu Tipe Autochtonous dan Tipe Allochtonous. Tipe Autochtonous, dimana material pembentuk batubara berasal dari cekungan atau material penyusun bukan dari hasil transportasi. Tipe Allochtonous, biasanya berupa detritus halus dengan mineral tinggi dan lapisan yang tipis.
Berdasarkan penamaannya batubara terbagi menjadi lima jenis, yaitu gambut, lignit, sub-bituminous, bituminous, dan antrasit.
Sedimen Karbonat
Batuan karbonat merupakan salah satu jenis batuan sedimen non klastik. Seacara definisi, batuan karbonat adalah batuan yang mengandung mineral karbonat lebih dari 50 %. Mineral karbonat sendiri terdiri dari gugusan Co2-3 dan satu atau lebih kation. Jenis yang paling umum adalah kalsit (CaCo3), yang merupakan komponen utama menyusun batugamping. Batuan karbonat menyusun 10% sampai 20% dari seluruh batuan sedimen yang ada dipermukaan bumi ini. Meskipun batuan karbonat secara volumetrik lebih kecil dibandingkan dengan batuan sedimen silisiklastik, tetapi tekstur, struktur dan posil yang terkandung didalam batuan karbonat dapat memberikan informasi yang cukup penting mengenai lingkungan laut purba, kondisi paleoekologi dan evolusi bentuk kehidupan terutama organisme-organisme laut.
Secara umum batuan karbonat diklasifikasikan atas dua macam yaitu: klasifikasi diskritif dan klasifikasi genetik (Dunham, 1962). Klasifikasi diskritif merupakan klasifikasi yang didasarkan pada sifat-sifat batuan yang dapat diamati dan dapat ditentukan secara langsung, seperti fisik, kimia, biologi, mineralogi dan tekstur. Klasifikasi genetik merupakan klasifikasi yang menekan kan pada asal usul batuan daripada sifat-sifat batuan secara diskritif.
Berdasarkan proses pembentukannya, teksture batuan karbonat dibedakan atas :
1. Tekstur primer, dibedakan atas :
Kerangka organik (organic framework texture)
Butiran/klastik (clastic texture)
Massa dasar (matriks texture)
2. Tekstur sekunder atau tekstur diagenesa, diperlihatkan oleh:
Semen, mengisi rongga-rongga antar butir.
Penghaburan kembali sebagian atau seluruh massa dasar ataupun kerangka/butir.
Dari tekstur tersebut akan memberikan pengertian mengenai proses sedimentasi dan digenesa dalam pembentukan batuan, seperti :
Adanya kerangka/butiran yang dasar menunjukkan energi mekanis yang telah mengendapkannya.
Adanya massa dasar diantara butir-butir menunjukkan tingkat efektivitas energi mekanis yang bekerja dalam memilah unsur-unsur gamping.
Sifat kehaburan memberikan gambaran tentang proses-proses diagenesa yang telah dialami batuan sejak diendapkan.
Secara umum dari tekstur batuam karbonat diharapkan dapat digunakan untuk menafsirkan lingkungan pengendapan, terutama energi mekanis/gelombang yang bekerja dalam lingkungan pengendapannya.
Klasifikasi Batuan Karbonat
Klasifikasi Menurut Folk
Tabel 2.5. Klasifikasi batuan karbonat menurut R.L. Folk
Folk membuat klasifikasi berdasarkan apa yang dilihatnya melalui mikroskop atau lebih bersifat deskriptif, sedangkan Dunham lebih melihat batuan karbonat dari aspek deskriptif dan genesis, sehingga dalam klasifikasinya tidak hanya mempertimbangkan kenampakan dibawah mikroskop tetapi juga kenampakan lapangan (field observation).
Klasifikasi Folk menuntun kita untuk mendeskripsi batuan karbonat tentang apa yang dilihat dan hanya sedikit untuk dapat menginterpretasikan apa yang dideskripsi tersebut. Sebenarnya batuan karbonat merupakan batuan yang mudah mengalami perubahan (diagenesis) oleh karena itu studi tentang batuan karbonat tidak akan memberikan hasil yang maksimal jika tidak mengetahui proses-proses yang teradi pada saat dan setelah batuan terbentuk.
Kelemahan klasifikasi Folk tersebut diperbaiki oleh Dunham dan membuat klasifikasi baru dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Kelebihan klasifikasi Dunham (1962) adalah adanya perpaduan antara deskriptif dan genetik dalam pengklasifikasian batuan karbonat.
Klasifikasi menurut Dunham (1962)
Klasifikasi Dunham (1962) Klasifikasi ini didasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping, karena menurut Dunham dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan Folk (1959).
Kriteria Dunham lebih condong pada fabrik batuan, misal mud supported atau grain supported bila ibandingkan dengan komposisi batuan. Variasi kelas-kelas dalam klasifikasi didasarkan pada perbandingan kandungan lumpur. Dari perbandingan lumpur tersebut dijumpai 5 klasifikasi Dunham (1962). Nama nama tersebut dapat dikombinasikan dengan jenis butiran dan mineraloginya. Batugamping dengan kandungan beberapa butir (<10%) di dalam matriks lumpur karbonat disebut mudstone dan bila mudstone tersebut mengandung butiran yang tidak saling bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya apabila antar butirannya saling bersinggungan disebut packstone / grainstone.
Packstone mempunyai tekstur grain supported dan punya matriks mud. Dunham punya istilah Boundstone untuk batugamping dengan pabrik yang mengindikasikan asal-usul komponen - komponennya yang direkatkan bersama selama proses deposisi.
Klasifikasi Dunham (1962) punya kemudahan dan kesulitan. Kemudahannya tidak perlu menentukan jenis butiran dengan detail karena tidak menentukan dasar nama batuan. Kesulitannya adalah di dalam sayatan petrografi, fabrik yang jadi dasar klasifikasi kadang tidak selalu terlihat jelas karena di dalam sayatan hanya memberi kenampakan 2 dimensi, oleh karena itu harus dibayangkan bagaimana bentuk 3 dimensi batuannya agar tidak salah tafsir. Pada klasifikasi Dunham (1962) istilah-istilah yang muncul adalah grain dan mud. Nama-nama yang dipakai oleh Dunham berdasarkan atas hubungan antara butir seperti mudstone, packstone, grainstone, wackestone dan sebagainya. Istilah sparit digunakan dalam Folk (1959) dan Dunham (1962) memiliki arti yang sama yaitu sebagai semen dan sama-sama berasal dari presipitasi kimia tetapi arti waktu pembentukannya berbeda.
Sparit pada klasifikasi Folk (1959) terbentuk bersamaan dengan proses deposisi sebagai pengisi pori-pori. Sparit (semen) menurut Dunham (1962) hadir setelah butiran terendapkan. Bila kehadiran sparit memiliki selang waktu, maka butiran akan ikut tersolusi sehingga dapat mengisi grain. Peristiwa ini disebut post early diagenesis. Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi adalah pabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supported diinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena Dunham beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan berarus tenang. Sebaliknya grain supported hanya terbentuk pada lingkungan dengan energi gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat mengendap.
Tabel 2.6. Klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham (1962)
Klasifikasi Menurut Embry & Klovan (1971)
Tabel 2.7 Klasifikasi batuan karbonat menurut Embri & Klovan (1971)
Tahap Pendiskripsian.
Dalam pendiskripsian batuan karbonat didasarkan pada hal-hal sebagai berikut, yaitu :
Butiran/kerangka
Semen
Massa dasar
Ukuran Butir
Bentuk Butir
Porositas
1. Ukuran Butir
Klasifikasi Folk (1961)
Klasifikasi Grabau (1912) :
- Calacirudite, ukuran diatas 2 mm (grevel)
- Calacarenite, ukuran antara 2 - 1/16 mm (sand)
- Calcilutite, ukuran dibawah 1 – 1/16 mm (mud)
Klasifikasi Embry dan Klovan (1971) :
untuk ukuran kerikil atau lebih- Rudstones
untuk ukuran kerikil atau lebih
- Floatstones
Klasifikasi/skala Wenthworth :
8,0 mm
Breccia
4,0 mm Conglomerat
2.0 mm
Very coarse – grained
1.0 mm
Coarse-grained
0,5 mm
Medium-grained
0.25 mm
Fine-grained
0.125 mm
Very Fine-grained
0.00625 mm
coarsely micrograined
0.0312 mm
Finely micrograined
0.004 mm
0.002 mm Cryptograined
0.01 mm
2. Bentuk Butir
Untuk penentuan atau penafsiran energi dalam lingkungan pengendapan. Bentuk untuk masing-masing jenis kerangka dibedakan atas :
1. Untuk bioklastik, dibedakan atas :
Cangkang-cangkang yang utuh/fragman kerangka yang utuh atau bekas pecahan jelas.
Hasil/terabrasi/bundar.
2. Untuk chemiklastik, dibedakan atas :
speroidal
ooid, dsb
3. Untuk kerangka, dapat digunakan untuk menunjukkan lingkungan pengendapan terutama energi gelombang, dibedakan atas :
Kerangka pertumbuhan (growth-framework), berupa
Masive skeletal frames :
Hemispherical
Domal
Irregular
Columnar, globular, bulbous
Branching skeletal frames :
Delicate branching
Robust dendroid branching
Platy skelatal frames :
Thin platy delicate
Tabular
Kerangka Pengerakan (Encrustation), dibedakan ataas :
Columnar stromatolite encrustation
Delicate kinky (stromatolite) encrustation
Binding Laminated
Butiran/kerangka
Jenis-jenis butiran/kerangka , yaitu :
Kerangka Organik, merupakan struktur tumbuh dari gamping sebagai bangunan-bangunan yang tak lepas, sebagai proses alamiah dari organisme dan membentuk jaringan. Disebut juga skeletal atau frame builder (Nelson, et all).
Bioklatik terdiri dari fragmen-fragmen atau cangkang-cangkang binatang yang lepas-lepas (klas), seperti cocquina, foraminifera, koral, dan lain-lain.
Intraklastik (fragmen non organik), dibentuk ditempat atau ditranspor sebagai hasil fragmentasi dari batuan atau sedimen gamping sebelumnya.
Chemiklastik (non fragmenter) merupakan butir-butir yang dibentuk ditempat sedimentasi karena proses coagulasi, akresi, penggumpalan dan lain-lain. Contoh : oolit, pisolite.
Semen (Spari)
Terdiri dari hablur-hablur kalsit yang jelas
Disebut spar/spary calcite (Folk, 1952, 1962)
Terbentuk pada saat diagenesa pengisian rongga-rongga oleh larutan, yang mengendapkan kalsit sebagai hablur yang jelas.
Sukar dibedakan dengan kalsit hasil rekristalisasi yang biasanya lebih halus dan disebut microspar.
5. Massa Dasar (Matrik)
Merupakan butir-butir halus dari karbonat yang mengisi rongga-rongga dan terbentuk pada waktu sedimentasi.
Biasanya berukuran sangat halus, sehingga bentuk-bentuk kristal tidak dapat diidentifikasi.
Dibawah mikroskop kenampakkan hampir opak.
Hadirnya matrik diantara butiran-butiran menunjukkan lingkungan pengendapan air tenang.
Dapat dihasilkan dari :
Pengendapan langsung secara kimiawi/biokimiawi sebagai jarum aragonit yang kemudian berubah menjadi kalsit.
merupakan hasil abrasi dari gamping yang telah terbentuk. Misalnya koral, algae dierosi dan abrasi oleh pukulan-pukulan gelombang dan merupakan tepung kalsit, dimana tepung kalsit itu membentuk lumpur (limemud) dan umumnya diendapkan didaerah yang tenang.
6. Porositas
Porositas batuan karbonat dibedakan atas dua macam, yaitu :
Porositas Primer, terbentuk pada waktu sedimentasi didaerah/zona :
Terumbu
Porositas antar partikel, antar cangkang, dalam cangkang/kerangka oolit, antar butir bioklas
Sedimentasi kompelatif (fosil terjebak dalam lumpur gamping, jika pengendapan bioklas lebih cepat dari lumpur, maka terjadi porositas)
Porositas sekunder, merupakan lubang-lubang pori yang terbentuk lama sesudah proses sedimentasi selesai, seperti oleh pelarutan, retakan-retakan oleh aktivitas organik, antara lain :
Cetakan (mold), pelarutan dari butiran/fosil
Saluran (channelling)
Gerowong (vug)
Lubang bor organisme
Retakan desikasi/breksi
Retakan tektonik/kekar, dan sebagainya.
Tahap Penamaan
Penamaan batuan sedimen non klastik dilakukan dengan mengacu pada beberapa klasifikasi, yaitu :
Klasifikasi A. W. Grabau (1904), batugamping dibedakan atas :
Batugamping organik atau biogenik, terutama terdiri dari fosil utuh yang belum berpindah dari habitatnya.
Batugamping klastik, jenis batugamping ini dibedakan berdasarkan ukuran butirnya, yaitu :
Kalsilutit, batugamping dengan ukuran lempung (<1/16 mm).
Kalkarenit, batugamping dengan ukuran pasir ( 2 – 1/16 mm).
Kalsidurit, batugamping dengan ukuran gravel (>2 mm).
Klasifikasi R.J. Dunham
Pembagian batugamping didasarkan pada proporsi antara lumpur karbonat (mikrit) terhadap butiran, secara umum dipisahkan atas :
Batugamping didukung oleh lumpur karbonat yaitu mudstone dan wackstone.
Batugamping yang didukung oleh butiran yaitu pickstone dan grainstone.
Batugamping yang disusun oleh dominan fosil atau kerangka organik disebut bounstone.
Batugamping yang kristalin.
Klasifikasi F.L. Folk (1959)
Pengklasifikasian ini sama seperti Dunham, namun dibedakan pada jenis ukuran butiran maupun lumpur karbonatnya dan secara umum dibedakan atas :
Allochemical atau butiran dengan lumpur karbonatnya spari.
Allochemical atau butiran dengan lumpur karbonatnya mikrit.
Batugamping yang dominan kristal-kristal kalsit disebut mikrit.
Batugamping terumbu disebut biolitit.
Klasifikasi Ebrie dan Klovan (1975)
Terutama kerangka yang berasosiasi dengan terumbu. Dimana pengklasifikasiannya berdasarkan pada kehadiran lumpur karbonat diantara kerangka atau pecahan-pecahan kerangka, yaitu :
Frame stone, terdiri dari organik seluruhnya seperti koral, bryozoa, ganggang, kehadiran matrik sangat sedikit (<10%) dan ruang antar kerangka mungkin kosong atau disemen oleh sparry kalsit.
Bindstone, terdiri dari kerangka ataupun pecahan-pecahan kerangka organik seperti koral dan bryozoa, tetapi telah diikat kembali oleh kerak lapisan-lapisan (encrustation) gamping yang dikeluarkan oleh ganggang merah. Batuan ini digolongkan juga pada boundstone (Dunham, 1962).
Baffestone, batuan ini terdiri dari kerangka organik seperti koral (misal jenis branching koral), sering dalam posisi tumbuh berdiri (growth position) dan diselimuti oleh lumpur gamping. Kerangka organik berperan sebagai baffe yang menjebak lumpur gamping.
Floatstone, terdiri dari potongan-potongan kerangka organik (misalnya dari branching koral) yang mengambang dalam lumpur karbonat. Jenis gamping ini sulit digolongkan dalam gamping kerangka apalagi bounstone, tetapi jelas masih berasosiasi dengan gamping kerangka.
Rudstone, termasuk dalam jenis gamping klastik yang sangat kasar (Calcirudite dari Grabau atau Biosparudite dari Folk) sebagai hasil rombakan satu rangka atau gamping kerangka dan terkumpul atau ditransport oleh gaya berat. Sulit dimasukkan dalam gamping kerangka atau bounstone, tetapi jelas masih berasosiasi dengan terumbu tanpa adanya lumpur gamping atau karbonat diantara fragmen-fragmennya.
Dalam gamping kerangka, bentuk serta jaringan kerangkanya dikontrol oleh jenis organisme yang membentuknya. Secara umum terdapat dua komponen penyusun gamping kerangka, yaitu :
Komponen utama, dimana organisme pembentuk kerangka berupa koral madrepora, bryozoa, koral stromaporoiod, rudist, dan algae (ganggang).
Komponen lainnya, biasanya berupa bioklas seperti foraminifera terutama foram besar dan mollusca ataupun fragmen-fragmen lainnya yang ikut terinkorporasi di dalamnya.
Klasifikasi Grabau dan Dunham cenderung bersifat deskriptif, dimana tidak dihubungkan dengan genesanya, cenderung hanya menampilkan sifat fisiknya saja. Sedangkan klasifikasi Folk lebih bersifat genetic dan dapat menceritakan genesa begitu juga dengan klasifikasi Klovan. Untuk pengamatan secara megaskopis atau pengamatan di lapangan, untuk lebih mudah dapat digunakan klasifikasi Grabau maupun Dunham.
Tabel 2.8. Klasifikasi Batuan Karbonat Menurut Grabau, Dunham, dan Folk
Original components were discreted loose particles
not bound together during deposition
Original components
bound together
during deposition
Depositional texture not evident
A
Mud supported texture
Grained supported texture
Boundstone
Crystalline granular limestone
Less than 10% grainds
More than 10% grainds
Mud present between grainds
Lacks mud clean grainds
Mudstone
Wackstone
Packstone
Graindstone
B
Microcrystalline limestone
Allochemical Limestone
Biolithite (autochtonous reef rocks)
Micrite
Allochemical micrite
Sparite
Sparse
Packed
Biomicrite
Biomicrite
Biosparite
Pelmicrite
Pelmicrite
Oasparite
Intramicrite
Intramicrite
Pelsparite
Oomicrite
Oomicrite
Intrasparite
C
Biogenic (Organic) Limestone
Shell oozes
Shell beds
Reefs
Clastic Limestone
Calcilutite
Calcarenit
Calcirudite
Terrigenous analogues
Mudstone and shale
Sandy or silty mudstone and shale
Argilaceous sandstone or wacke
Clean sandstone
or arenite
Kesimpulan
Batuan karbonat merupakan salah satu jenis batuan sedimen non klastik. Seacara definisi, batuan karbonat adalah batuan yang mengandung mineral karbonat lebih dari 50 %. Mineral karbonat sendiri terdiri dari gugusan Co2-3 dan satu atau lebih kation. Jenis yang paling umum adalah kalsit (CaCo3).
Penamaan batuan karbonat didasarkan pada ukuran butir serta kehadiran lumpur karbonat. Dengan melihat tekstur dan struktur maka dapat diketahui genesa terbentuknya batuan.