27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyusunan Laporan keuangan konsolidasi antara Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dengan Laporan Keuangan Transfer ke Daerah (LKTD) merupakan inisiasi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Hal ini merupakan salah satu tugas Kementerian Keuangan sebagai penanggung jawab fiskal nasional yang terkait dengan transparansi fiskal.
Kebutuhan untuk melakukan konsolidasi LKPD dengan LKTD telah direkomendasikan oleh BPK. Dalam hasil pemeriksaan terkait dengan reviu pelaksanaan unsur transparansi fiskal, BPK telah menyampaikan Laporan Hasil Reviu-Transparansi Fiskal Pemeriksaan. Laporan dimaksud menyatakan bahwa pelaksanaan peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam pengelolaan fiskal masih memiliki kelemahan-kelemahan, antara lain belum adanya mekanisme konsolidasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan rendahnya transparansi fiskal pada tingkat Pemerintah Daerah.
LKPD merupakan laporan keuangan yang dihasilkan dari entitas-entitas pelaporan yang independen satu terhadap yang lainnya. Kondisi independen tersebut juga berlaku dalam hubungan antara LKPD dengan laporan keuangan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat, LKPP maupun LKTD, walau dalam hubungan keuangan melalui mekanisme desentralisasi fiskal, peran pemerintah pusat masih sangat dominan atas pendapatan daerah dalam bentuk transfer. Kondisi independen dalam pertanggungjawaban tersebut telah sesuai dengan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 3 Undang-Undang No. 17/2003 menyatakan "Presiden selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara menyerahkan kepada gubernur/bupati/ walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah".
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP 11) tentang "Laporan Keuangan Konsolidasian" merupakan acuan bagi Pemerintah Pusat/Daerah dalam menyusun dan menghasilkan Laporan Keuangan Konsolidasian dimasing-masing tingkatan entitas pelaporan. Pengertian Laporan Keuangan Konsolidasian dalam PSAP 11 berbeda dengan Laporan Konsolidasian sektor swasta, karena konsolidasian yang dilaksanakan bukan merupakan konsolidasian antara induk dan cabang. Untuk itu, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenani Laporan Konsolidasian pemerintah.
1.2 Lingkup dan Tujuan
Mengingat bahwa hal ini baru dilakukan untuk pertama kalinya, ada pembatasan lingkup dalam rangka penyajian laporan konsolidasi ini. Lingkup penyajian laporan keuangan konsolidasi antara LKPD dengan LKTD ini dibatasi pada penggabungan Laporan Realisasi Anggaran/LRA pada LKPD dengan LRA pada LKTD dengan unsur- unsur pendapatan dan belanja. Pendapatan dan belanja negara, baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, merupakan komponen utama yang mencerminkan kondisi fiskal nasional dari sektor pemerintahan.
Selanjutnya tujuan utama dalam penyajian laporan konsolidasi adalah dalam rangka memenuhi kewajiban transparansi fiskal oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional. Sesuai lingkup yang disebutkan di atas, maka laporan konsolidasi ini dapat dilihat peran pemerintah daerah terhadap perekonomian wilayah yang bersangkutan. Guna mencapai tujuan tersebut, laporan konsolidasi ini dibuat dengan model:
Menyajikan pendapatan dan belanja secara nasional;
Menyajikan pendapatan dan belanja secara kewilayahan.
Dengan penyajian dimaksud, laporan konsolidasi menunjukkan aliran dana tunai yang masuk ke sektor pemerintahan baik yang berasal dari transfer pemerintah pusat maupun yang dihasilkan sendiri oleh pemda-pemda di wilayah yang bersangkutan dalam bentuk PAD. Laporan konsolidasi juga menunjukkan dana tunai yang dibelanjakan oleh pemda masing-masing.
Penyajian laporan keuangan konsolidasi ini diharapkan dapat menjadi bagian dari transparansi fiskal pada tingkat nasional. Data yang tersaji diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berkepentingan seperti kalangan dunia usaha, akademisi dan masyarakat luas serta kalangan pengambil keputusan di pemerintahan, baik pusat maupun daerah.
1.3 SUMBER DATA
Sumber data dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasi ini antara lain:
Laporan Keuangan Transfer Daerah (LKTD)
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dalam hal ini adalah Laporan Realisasi Anggaran/LRA baik provinsi, Kabupaten maupun Kota.
Kuesioner, untuk mendapatkan data rinci tentang dana transfer dari Provinsi ke Kabupaten/Kota dan perlakuan pemindahbukuan rekening dana cadangan dan potongan lebih salur.
Dalam rangka penyajian dini, laporan konsolidasi akan dimulai dengan status sementara. Artinya LKPD yang digunakan sebagai sumber data belum seluruhnya diaudit. Laporan konsolidasi bersifat permanen jika seluruh komponen laporan keuangan berstatus audited.
BAB II
LANDASAN DASAR DAN TEORI
2.1 PSAP no. 11 Tentang Laporan Keuangan Konsolidasian
Tujuan PSAP 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian adalah memberikan acuan dan aturan dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan dalam rangka menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan laporan keuangan dimaksud. Yang dimaksud dengan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan dan memberikan informasi sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Disamping itu diharapkan PSAP 11 dapat menjadi acuan akan pentingnya penyusunan laporan keuangan konsolidasian yang selama ini belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh entitas pelaporan.
2.1.1 Ruang Lingkup
Laporan Keuangan Konsolidasian akan dilaksanakan oleh masing-masing tingkatan entitas pelaporan pemerintah pusat dan daerah. Didalam Sistem Akuntansi Pemerintah dikenal adanya entitas yang melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan perannya dalam menghasilkan laporan keuangan. Entitas dimaksud adalah:
Entitas Akuntansi, yang terdiri dari:
Setiap kuasa pengguna anggaran di lingkungan suatu Kementerian Negara/Lembaga yang mempunyai dokumen pelaksanaan anggaran tersendiri, termasuk pengguna dana Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan
Bendahara Umum Daerah (BUD).
Kuasa pengguna anggaran di lingkungan Pemerintah Daerah bila mempunyai dokumen pelaksanaan anggaran yang terpisah, jumlah anggarannya relatif besar, dan pengelolaan kegiatannya dilakukan secara mandiri.
Entitas Pelaporan, yang terdiri dari:
Pemerintah Pusat.
Pemerintah Daerah.
Kementerian negara/lembaga (KL).
Bendahara Umum Negara (BUN).
Dalam PSAP 11 paragrap 2. disebutkan bahwa "Laporan keuangan untuk tujuan umum dari unit pemerintahan yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan secara terkonsolidasi menurut standar ini agar mencerminkan satu kesatuan entitas". Maksud terkonsolidasi adalah Laporan yang dihasilkan oleh entitas pelaporan merupakan penggabungan dari entitas-entitas akuntansi yang ada dibawah satu entitas pelaporan dengan proses berjenjang dalam wadah Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat/Daerah. Dalam Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat pengelolaan transaksi keuangan Pemerintah Pusat dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu:
Pengelola Transaksi Keuangan di lingkup Bendaharawan Umum Negara yang sering disebut Sistem Akuntansi Pusat (SiAP).
Pengelola Transaksi Keuangan di lingkup Kementerian Negara/ Lembaga yang sering disebut Sistem Akuntansi Instansi (SAI).
Dalam Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah pengelolaan transaksi keuangan Pemerintah Daerah dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu:
Pengelola Transaksi Keuangan di lingkup Bendaharawan Umum Daerah.
Pengelola Transaksi Keuangan di lingkup Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Disamping hal tersebut diatas dilingkup pemerintah pusat diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan konsolidasian tingkat pemerintah pusat sesuai dengan PSAP 11 paragrap 3 yang mengatakan "Laporan keuangan konsolidasian pada pemerintah pusat sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas akuntansi, termasuk laporan keuangan badan layanan umum". Laporan Keuangan Konsolidasian Pemerintah Pusat yang sering disebut Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan laporan gabungan seluruh entitas pelaporan ditingkat Kementerian Negara/Lembaga dan laporan yang berasal dari entitas pelaporan Bendaharawan Umum Negara.
Laporan Keuangan Konsolidasian ini tidak mengatur:
Laporan keuangan konsolidasian perusahaan negara/ daerah;
Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi;
Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan
Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
2.1.2 Definisi
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Modul Laporan Keuangan Konsolidasian:
Badan Layanan Umum (BLU) adalah badan yang dibentuk pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan umum, mengelola dana masyarakat yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, dan tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan.
Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya, dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik agar dapat disajikan sebagai satu entitas pelaporan konsolidasian.
Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.
2.2 Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi dalam Penyajian Laporan Keuangan Konsolidasian
A. Entitas Pelaporan
Entitas pelaporan merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan, yang umumnya bercirikan:
Entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau mendapat pemisahan kekayaan dari anggaran,
Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan,
Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat atau pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat, dan
Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung maupun tidak langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang menyetujui anggaran.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka Entitas pelaporan ditetapkan berdasarkan pertimbangan:
kemandirian pelaksanaan anggaran,
pengelolaan kegiatan, dan
besarnya anggaran.
Entitas pelaporan tingkat kementerian Negara/lembaga mempunyai tanggungjawab dalam penyusunan Laporan keuangan gabungan. Dalam penyusunan laporan keuangan dimaksud selanjutnya Entitas Pelaporan dibantu oleh Entitas akuntansi yang merupakan unit vertikal dibawah, seperti Eselon I, Kanwil dan Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran.
Entitas pelaporan pemerintah pusat mempunyai tanggungjawab untuk menyusun laporan keuangan konsolidasian dari seluruh laporan keuangan gabungan kementerian Negara/lembaga yang selanjutnya ditambah dengan laporan yang berasal dari penyelenggara fungsi perbendaharaan.
Entitas pelaporan pemerintah daerah menyusun laporan keuangan konsolidasian dari gabungan seluruh laporan keuangan gabungan satuan kerja perangkat daerah yang selanjutnya ditambah laporan yang berasal dari penyelenggara fungsi perbendaharaan. Entitas pelaporan satuan kerja perangkat daerah menyusun laporan keuangan dari gabungan seluruh laporan keuangan entitas akuntansi seperti Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran.
B. Entitas Akuntansi
Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja atau mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, dan secara periodik menyiapkan laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan tersebut disampaikan secara intern dan berjenjang kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka penggabungan laporan keuangan oleh entitas pelaporan. Perusahaan negara/daerah pada dasarnya adalah suatu entitas akuntansi, namun akuntansi dan penyajian laporannya tidak menggunakan standar akuntansi pemerintahan, tetapi menggunakan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Setiap unit pemerintah dapat ditetapkan menjadi suatu entitas akuntansi apabila unit yang dimaksud mengelola anggaran sebagaimana yang dimaksud dalam PSAP 11 paragrap 12 yang mengatakan "Pengguna anggaran/pengguna barang sebagai entitas akuntansi menyelenggarakan akuntansi dan menyampaikan laporan keuangan sehubungan dengan anggaran/barang yang dikelolanya yang ditujukan kepada entitas pelaporan". Selain itu apabila suatu entitas akuntansi yang karena penetapan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka suatu entitas akuntansi tertentu yang dianggap mempunyai pengaruh signifikan dalam pencapaian program pemerintah dapat ditetapkan sebagai entitas pelaporan dan bukan sebagai entitas akuntansi seperti pengertian diatas sebagai contoh BLU.
Badan Layanan Umum (BLU) adalah badan yang dibentuk pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan umum, memungut dan menerima serta membelanjakan dana masyarakat yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak berbentuk badan hukum sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan. Termasuk dalam BLU antara lain adalah rumah sakit, universitas negeri, dan otorita. Laporan keuangan BLU akan disampaikan ke entitas pelaporan yang membawahi BLU dimaksud dan akan digabungkan dalam Laporan Keuangan entitas pelaporan.
2.3 Prosedur dan Penyajian Laporan Keuangan Konsolidasian
A. Komponen Laporan Keuangan Konsolidasian
Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah untuk masing-masing entitas pelaporan dan entitas akuntansi setidak-tidaknya terdiri dari:
Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
Neraca,
Laporan Arus Kas (LAK), dan
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Khusus untuk Laporan Arus Kas hanya dihasilkan dan disusun oleh entitas pelaporan yang menjalankan fungsi perbendaharaan. Laporan keuangan tersebut diatas menurut PSAP 11 paragrap 6 menyebutkan bahwa "Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan", dimana laporan arus kas tidak dimasukkan dalam laporan keuangan konsolidasian tetapi hanya merupakan laporan yang disusun oleh BUN/BUD. Dari uraian tersebut yang termasuk dalam Laporan keuangan konsolidasian adalah:
Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
Neraca,
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
B. Prosedur Konsolidasi
Konsolidasian yang dilakukan oleh entitas pelaporan pada instansi pemerintah pusat/daerah berbeda dengan konsolidasian yang dilakukan oleh perusahaan swasta, karena konsoliasian pada instansi pemerintah bukan merupakan konsolidasi antara induk dan cabang. Konsolidasi sebagaimana dimaksud oleh PSAP 11 paragrap 17 "dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun yang diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal balik".
Penggabungan ditingkat Kementerian Negara/Lembaga
Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan menggabungkan laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara organisatoris berada di bawahnya.
Satuan kerja
Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran yang mengelola anggaran adalah entitas akuntansi yang harus menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya. Penyelenggaran akuntansi bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang akan disampaikan kepada entitas pelaporan. Penyelenggaran akuntansi mengacu kepada Sistem Akuntansi Pemerintah yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
Wilayah
Wilayah selaku unit vertikal di Propinsi melakukan penggabungan laporan keuangan yang berasal dari satuan kerja (entitas akuntansi) yang ada dibawah tanggungjawab wilayah yang bersangkutan. Kantor wilayah dalam tatanan Sistem Akuntansi Pemerintaha diperlakukan sebagai entitas akuntansi untuk melakukan penggabungan ditingkat wilayah yang berkewajiban menyampaikan laporan keuangan ke unit vertikal diatasnya. Penggabungan dilakukan dengan menjumlahkan akun-akun yang sama antar entitas akuntansi.
Eselon I
Eselon I dalam hal ini Direktorat Jenderal selaku unit vertikal Kementerian Negara/lembaga melakukan penggabungan laporan keuangan yang berasal dari wilayah-wilayah (selaku entitas akuntansi) yang ada dibawah tanggungjawab Eselon I yang bersangkutan. Eselon I dalam tatanan Sistem Akuntansi Pemerintaha diperlakukan sebagai entitas akuntansi untuk melakukan penggabungan laporan keuangan ditingkat Direktorat Jenderal yang selanjutnya disampaikan ke Kementerian Negara/lembaga yang membawahinya. Penggabungan dilakukan dengan menjumlahkan akun-akun yang sama antar entitas akuntansi pada tingkat wilayah.
Kementerian Negara/Lembaga
Kementerian Negara/lembaga sebagai entitas pelaporan melakukan proses penggabungan laporan keuangan yang berasal dari entitas akuntansi yang ada dibawah tanggungjawab kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. Kementerian Negara/lembaga akan menyampaikan laporan keuangan gabungan ke Menteri Keuangan untuk dilakukan proses konsolidasian ditingkat pemerintah pusat. Disamping itu kementerian negara/lembaga berkewajiban menyampaikan laporan keuangan konsolidasian ke BPK untuk diaudit.
Laporan Keuangan ditingkat Bendaharawan Umum Negara (BUN)
Menteri Keuangan selaku BUN menyusun Laporan Keuangan menyangkut realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran yang berpengaruh terhadap kas. Laporan keuangan yang di hasilkan oleh BUN berupa Laporan Arus Kas dan Neraca. Laporan ini akan digabungkan dengan laporan kementerian negara/lembaga. BUN dalam tatanan Sistem Akuntansi Pemerintah adalah entitas pelaporan yang berkewajiban melakukan penggabungan laporan keuangan yang berasal dari Kuasa Bendaharawan Umum Negara. Laporan tersebut akan disampaikan ke Menteri Keuangan untuk dilakukan proses penggabungan ditingkat pemerintah pusat.
Konsolidasi ditingkat LKPP
Menteri Keuangan selain sebagai BUN juga berfungsi sebagai penyusun Laporan Keuangan Konsolidasian untuk disampaikan ke Presiden. Proses penyusunan laporan keuangan konsolidasian dilakukan dengan mengkonsolidasikan laporan keuangan gabungan yang berasl dari masing-masing Entitas Pelaporan di tambah dengan laporan keuangan yang berasal dari Entitas Pelaporan yang menjalankan fungsi Perbendaharaan. Menteri Keuangan selaku entitas pelaporan akan menyampaikan Laporan Keuangan Konsolidasian ke Presiden untuk diteruskan ke BPK dan DPR. Laporan Keuangan Konsolidasian yang disusun pada tingkat Pemerintah Pusat sudah termasuk laporan keuangan BLU.
4. Konsolidasi ditingkat Pemerintah Daerah.
Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran yang mengelola anggaran adalah entitas akuntansi yang harus menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya. Penyelenggaran akuntansi bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang akan disampaikan kepada entitas pelaporan. Penyelenggaran akuntansi mengacu kepada Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun laporan keuangan gabungan dari satuan kerja yang berada dilingkup SKPD dan menyampaikannya kepada gubernur/bupati/walikota melalui Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku entitas pelporan untuk dilakukan proses konsolidasian.
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku BUD menyusun laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan daerah yang selanjutnya akan digabungkan dengan laporan keuangan yang berasal dari SKPD.
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku entitas pelaporan melakukan proses konsolidasian dan menyusun laporan keuangan PEMDA berdasarkan laporan keuangan SKPD serta laporan pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan daerah dan disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota untuk selanjutnya disampaikan ke BPK dan DPRD.
Proses Konsolidasi diatas dapat dilaksanakan baik dengan mengeliminasi akun-akun yang timbal balik (reciprocal) maupun tanpa mengeliminasinya. Dalam hal konsolidasi dilakukan tanpa mengeliminasi akun-akun yang timbal-balik, maka nama-nama akun yang timbal balik, dan estimasi besaran jumlah dalam akun yang timbal balik dicantumkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Selanjutnya perlu diketahui bahwa menurut PSAP 11 paragrap 21 dikatakan bahwa "Laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) digabungkan pada kementerian negara/lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara organisatoris membawahinya dengan ketentuan sebagai berikut:
Laporan Realisasi Anggaran BLU digabungkan secara bruto kepada Laporan Realisasi Anggaran kementerian negara/ lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara organisatoris membawahinya.
Neraca BLU digabungkan kepada neraca kementerian negara/ lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara organisatoris membawahinya.
Dengan kata lain bahwa laporan keuangan BLU merupakan laporan keuangan yang sudah tergabungkan didalam laporan keuangan kosolidasian Kementerian Negara/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang membawahi BLU dimaksud. Disamping BLU Pemerintah Pusat/Daerah juga memiliki Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) dimana laporan keuangannya tidak dikonsolidasikan dalam laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah. Laporan Keuangan BUMN/BUMD hanya dilampirkan dalam Laporan Keuangan Konsolidasin Pemerintah Pusat dan Daerah.
C. Penyajian Laporan Keuangan Konsolidasian
Pemerintah pusat/daerah menyampaikan laporan keuangan konsolidasian dari gabungan semua laporan entitas pelaporan kepada lembaga legislatif. Laporan keuangan konsolidasian tersebut disusun sesuai dengan periode pelaporan masing-masing entitas pelaporan sebagaimana disebutkan dalam PSAP 11 paragrap 7 bahwa "Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk periode pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan entitas pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya". Laporan keuangan konsolidasian disusun sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan dan dirinci menurut organisasi, fungsi, subfungsi, program dan jenis belanja sehingga dapat diperbandingkan dengan anggaran dan realisasi tahun sebelumnya. Laporan keuangan konsolidasian disusun dan disajikan secara komparatif sehingga dapat dilakukan analisis trend perubahan kenaikan dan penurunan penggunaan anggaran.
Disamping itu dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasian harus diikuti dengan proses eliminasi akun-akun yang saling timbal balik atau saling menghapus (resiprocal accounts) sebagaimana disebutkan dalam PSAP 11 paragrap 8 yang berbunyi "Proses konsolidasi diikuti dengan eliminasi akun-akun timbal balik (reciprocal accounts). Namun demikian, apabila eliminasi dimaksud belum dimungkinkan, maka hal tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan". Contoh akun timbal balik (reciprocal accounts) antara lain sisa Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan yang belum dipertanggungjawabkan oleh Bendaharawan Pembayar sampai dengan akhir periode akuntansi. Perkiraan ini harus dieliminasi dengan perkiraan yang sama di entitas pelaporan yang menyelengggarakan fungsi perbendaharaan.
BAB III
GAMBARAN UMUM KONSOLIDASI LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN LAPORAN KEUANGAN TRANSFER KE DAERAH TAHUN ANGGARAN 2008 & 2009
3.1 Gambaran Umum Proses Konsolidasi
Proses konsolidasi dilakukan dalam 4 tahap yaitu:
Penyesuaian pada LRA-LKTD
Konversi LRA-LKPD
Konsolidasi pada tingkat provinsi
Konsolidasi pada tingkat wilayah dan nasional.
3.1.1 Penyesuaian pada LRA-LKTD
Disebutkan pada bagian sebelumnya bahwa basis akuntansi yang dijadikan dalam konsolidasi adalah basis kas. Dalam kaitan antara belanja transfer dengan pendapatan transfer, penggunaan basis kas dapat menyebabkan perbedaan pengakuan. Pencatatan belanja transfer pada entitas yang menyalurkan bisa terjadi belum dapat diakui sebagai pendapatan transfer pada periode yang sama. Dengan kata lain, belum dan tidak seluruh penyaluran transfer yang dilaporkan pada LRA-LKTD (sudah keluar dari RKUN) dilaporkan sebagai pendapatan pada LKPD karena pada tahun anggaran yang sama belum masuk ke kas daerah. Berkenaan dengan hal itu dilakukan penyesuaian terhadap LRA-LKTD yang akan dikonsolidasikan dengan LRA-LKPD.
Berdasarkan konfirmasi yang dikirimkan dan dikumpulkan dari pemerintah provinsi, kabupaten dan kota diperoleh informasi sebagai berikut:
Pendapatan transfer pada LKPD hanya meliputi transfer kas yang masuk ke kas daerah/RKUD. Dalam hal terjadi potongan lebih bayar atas transfer tahun sebelumnya, pendapatan yang dilaporkan pada LKPD adalah kas yang masuk ke RKUD setelah dipotong dari BUN.
Pemindah-bukuan escrow DBH SDA TA. 2008/2009 dibukukan sebagai pendapatan TA 2009/2010.
Dalam hal terjadi pemotongan karena lebih transfer tahun anggaran yang lalu, LKPD mencatat dana yang disalurkan ke RKUD saja sebagai pendapatan. Artinya, jika pada LKTD mencatat secara "bruto", LKPD mencatat secara "netto." Jumlah yang dipotong tersebut telah dicatat sebagai pendapatan transfer pada periode diterimanya penyaluran.
Dengan keadaan tersebut, transfer ke daerah yang diperhitungkan dalam laporan keuangan konsolidasi ini terbatas pada transfer kas dari BUN yang masuk ke RKUD. Hal ini dilatar-belakangi bahwa belanja transfer pemerintah pusat belum menjadi bagian dari kapasitas fiskal daerah karena dana belum diterima oleh Pemda.
3.1.2 Konversi LKPD
Berdasarkan data yang dihimpun, laporan keuangan pemerintah daerah disajikan dalam dua format, yaitu format sesuai dengan PP Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan format sesuai dengan Permendagri 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sehubungan dengan perbedaan format tersebut, dalam rangka proses konsolidasi dilakukan konversi. Konversi dilakukan dengan menyesuaikan LKPD yang disusun dengan
Permendagri 13/2006 menjadi format sesuai SAP dengan mengacu pada Buletin Teknis Nomor 3 tahun 2005 yang diterbitkan oleh KSAP.
PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (KONSOLIDASI)
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah adalah Laporan Keuangan Konsolidasi dari Laporan Keuangan SKPD, Laporan Keuangan PPKD dan Laporan Keuangan Konsolidator. Proses pembuatan Laporan Keuangan Pemda ini pada dasarnya sama dengan proses pembuatan Laporan Keuangan yang telah dijelaskan dalam prosedur sebelumnya. Perbedaan utama adalah adanya jurnal eliminasi untuk menihilkan reciprocal account. Perbedaan utama dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dibandingkan Laporan Keuangan SKPD adalah tidak adanya rekening RK. Rekening tersebut sudah dinihilkan melalui jurnal eliminasi.
Langkah 1 (Kertas Kerja)
a. Fungsi Akuntansi di SKPKD menyiapkan kertas kerja (worksheet) sebagai alat untuk menyusun Laporan Keuangan. Kertas kerja adalah alat bantu yang bantu yang digunakan dalam proses pembuatan Laporan Keuangan. Kertas kerja berguna untuk mempermudah proses pembuatan laporan keuangan yang dihasilkan secara manual.
b. Fungsi Akuntansi di SKPKD melakukan rekapitulasi saldo-saldo Neraca Setelah Penyesuaian dari Neraca Saldo Satuan Kerja menjadi Neraca Saldo Pemda dan diletakkan di kolom "Neraca Saldo Pemda" yang terdapat pada Kertas Kerja.
c. Akuntansi di SKPKD membuat jurnal eliminasi. Jurnal ini dibuat dengan tujuan melakukan eliminasi atas saldo pada akun-akun yang bersifat "reciprocals". Akun Reciprocal adalah akun-akun Rekening Koran (RK).
Contoh jurnal eliminasi adalah:
Eliminasi RK
1
RK Pemda xxx
RK Dinas……….. xxx
RK Kantor……… xxx
RK Badan………. xxx
Dalam contoh ini, jurnal eliminasi adalah sebagai berikut:
4.1.01.01 RK PEMDA 1.342.500.000
1.1.9.01.01 RK Dinas Kesehatan 1.342.500.000
d. Fungsi Akuntansi di SKPKD melakukan penyesuaian atas neraca saldo berdasarkan jurnal penyesuaian yang telah dibuat sebelumnya. Nilai yang telah disesuaiakan diletakkan pada kolom "Neraca Saldo Pemda Setelah Penyesuaian" yang terdapat pada Kertas Kerja.
e. Berdasarkan Neraca Saldo yang telah disesuaikan, Fungsi Akuntansi di SKPKD mengidentifikasi akun-akun yang termasuk dalam komponen Laporan Realisasi Anggaran dan memidahkannya ke kolom "Laporan Realisasi Anggaran" yang terdapat pada Kertas Kerja.
f. Berdasarkan Neraca Saldo yang telah disesuaikan, Fungsi Akuntansi di SKPKD mengidentifikasi akun-akun yang termasuk dalam komponen Neraca dan memindahkannya ke kolom "Neraca" yang terdapat pada Kertas Kerja.
g. Dari kertas kerja yang telah selesai diisi, Fungsi Akuntansi dio SKPKD dapat mnenyusun Laporan Keuangan yang terdiri dari Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran. Sebagai catatan, neraca yang dihasilkan belum final karena PPK-SKPKD belum membuat Jurnal Penutup.
Langkah 2 (Jurnal Penutup)
Jurnal penutup adalah jurnal akhir yang dibuat untuk menutup saldo nominal menjadi nol pada akhir periode akuntansi. Perkiraan nominal adalah perkiraan yang digunakan untuk Laporan Realisasi Anggaran, yaitu Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan.
Pendapatan
Penerimaan Pembiayaan
Apropriasi Belanja
Estimasi Pengeluaran Pembiayaan
xxx
xxx
xxx
xxx
Belanja
Pengeluaran Pembiayaan
Estimasi Pendapatan
Estimasi Penerimaan Pembiayaan
SILPA
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
3.1.3 Konsolidasi pada tingkat provinsi
Proses konsolidasi antara LKPD dengan LKTD berpusat pada proses konsolidasi antara LKPD provinsi dengan LKPD kabupaten/kota. Konsolidasi dilakukan sebagai berikut:
eliminasi pendapatan transfer pada LKPD Provinsi, Kabupaten dan kota untuk diganti dengan pendapatan transfer dari LKTD.
Eliminasi belanja transfer pada LKPD Provinsi. Belanja transfer dari provinsi berasal dari PAD provinsi. Pos tersebut pada umumnya berupa bagi hasil dan bantuan keuangan.
Belanja transfer dari kabupaten ke desa tetap disajikan karena tidak ada laporan keuangan desa yang dikonsolidasikan
3.1.4 Konsolidasi pada tingkat Nasional
Proses konsolidasi tingkat nasional dilakukan dengan menjumlahkan hasil konsolidasi pada tingkat provinsi. Oleh karena tidak ada transfer antar pemerintah daerah dari wilayah provinsi yang berbeda, tidak ada pos timbal balik yang harus dieliminasi atau disesuaikan.
Laporan Keuangan Konsolidasi antara LKPD dengan LKPD akan disajikan dengan struktur sebagai berikut:
Laporan keuangan konsolidasi tiap-tiap provinsi disajikan dalam satu kelompok wilayah yang sama. Dengan mengacu pada pulau-pulau besar yang ada, kelompok wilayah dibagi dalam 5 wilayah, yaitu:
Sumatera
Jawa & Bali
Kalimantan
Sulawesi
Nusa Tenggara, Maluku dan Papua
Pada tingkat nasional, disajikan per kelompok wilayah untuk digabungkan menjadi satu, laporan keuangan konsolidasi tingkat nasional. Hasil laporan keuangan konsolidasi secara lengkap disajikan pada lampiran.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Konsolidasi LRA
Dari hasil konsolidasi berjenjang sebagaimana terlampir, secara nasional transfer dari pemerintah pusat pada TA 2008 menyumbang Rp288,65 triliun dari seluruh pendapatan daerah sebesar Rp353,39 triliun. Jumlah ini meningkat menjadi Rp303,94 triliun pada TA 2009 dengan total realisasi pendapatan sebesar Rp371,47 triliun. Sumbangan pendapatan asli daerah (PAD) pada TA sebesar Rp64,75 triliun atau 18,32%, mengalami peningkatan pada TA 2008 secara nominal menjadi Rp67,53 triliun, tetapi dalam persentase mengalami penurunan menjadi 18,18%.
Dari seluruh jenis transfer ke daerah, hanya DBH SDA yang mengalami penurunan jumlah. Jika pada 2008 transfer DBH SDA berjumlah hampir Rp37
triliun, pada 2009 turun menjadi hanya Rp30 triliun. Penyebab utama terjadinya penurunan ini adalah fluktuasi harga minyak bumi. Jika pada tahun 2008 harga minyak bumi mencapai US $140 per barel, pada tahun 2009 harga rata-rata tidak mencapai US $100. Walaupun demikian, hal itu tidak mengurangi dominasi peran transfer pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 80% dana yang dibelanjakan oleh Pemerintah Daerah di seluruh tanah air yang sebagian besar untuk aparatur daerah.
Pada tahun 2008, belanja pegawai mencapai Rp148,51 triliun atau 42,69% dari keseluruhan total belanja sebesar Rp347,91 triliun. Porsi tersebut naik pada tahun 2009 menjadi Rp168,19 triliun atau 43,07% dari total realisasi belanja sebesar Rp390,49 triliun. Sementara total belanja dibandingkan total pendapatan mencapai 98,45% sehingga terdapat ruang surplus sekitar Rp5,48 triliun pada TA 2008. Pada TA 2009, terjadi peningkatan belanja yang cukup besar dan melampaui realisasi pendapatan sehingga terjadi defisit sebesar Rp 19,02 triliun atau 5,12%. Diindikasikan defisit tersebut didanai dari SiLPA Tahun Anggaran sebelumnya sebesar Rp68,68 triliun yang pada akhir tahun 2009 menjadi sebesar Rp44,56 triliun.
Table 4.1
Tabel Konsolidasi Realisasi APBD & Transfer ke Daerah TA 2008 & 2009 (dalam jutaan rupiah)
No.
PENDAPATAN/BELANJA
TA 2008
TA 2009
1
PENDAPATAN
353.392.243
371.466.770
2
PENDAPATAN ASLI DAERAH
64.745.871
67.528.250
3
Pajak Daerah
44.693.411
45.127.168
4
Retribusi Daerah
8.003.155
7.656.295
5
PAD Lainnya1)
12.049.304
14.770.316
7
PENDAPATAN TRANSFER
288.646.372
303.938.520
8
DBH Pajak
37.680.548
40.318.393
9
DBH SDA
36.952.510
30.099.773
10
DBH CHT2)
t.a.
1.065.069
11
DAU
179.507.145
186.414.100
12
DAK
20.787.347
24.707.415
13
Transfer Lainnya3)
13.718.822
21.333.769
14
BELANJA
347.915.951
390.489.653
15
Belanja Pegawai
148.515.158
168.188.147
16
Belanja Barang
66.584.523
75.226.171
17
Belanja Modal
97.300.708
102.529.407
18
Belanja Lainnya4)
31.065.096
40.640.492
19
Transfer5)
4.450.465
3.905.435
Keterangan:
PAD Lainnya terdiri dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan/HPKDYD dan Lain-lain PAD.
DBH CHT/Cukai Hasil Tembakau baru ada mulai TA 2009.
Transfer Lainnya terdiri dari Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian
Belanja Lainnya terdiri dari Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, dan Belanja Tak Terduga.
Transfer pada kelompok belanja merupakan transfer dari pemerintah kabupaten ke desa.
Secara kewilayahan, besaran pendapatan dan belanja daerah akan memberi gambaran yang cukup bervariasi. Gambaran umum laporan konsolidasi secara kewilayahan dapat dijelaskan sebagai berikut ini.
Wilayah Sumatera
PAD pada TA 2008 memberikan kontribusi sebesar Rp13,92 triliun atau sebesar 14,24% dari total pendapatan yang mencapai Rp97,78 triliun. Pada TA 2009, realisasi PAD mengalami penurunan menjadi Rp13,22 triliun atau menyumbang 13,71% dari total pendapatan. Sebagian besar pendapatan diperoleh dari transfer sebesar Rp83,86 triliun (TA 2008) dan Rp83,2 triliun (TA 2009).
Realisasi belanja pegawai mencapai Rp39,09 triliun atau sebesar 40,86% dari total belanja sebesar Rp95,66 triliun pada TA 2008. Belanja pegawai meningkat selama TA 2009 menjadi Rp45,19 triliun atau 42,91% dari total realisasi belanja. Disisi lain, total realisasi belanja TA 2008 mencapai 97,83% dari total pendapatan, sehingga terdapat surplus sekitar Rp2,12 triliun. Kondisi berbeda pada TA 2009 dimana realisasi belanja melebihi realisasi pendapatan sehingga terjadi defisit sebesar Rp8,89 triliun.
Wilayah Jawa dan Bali
Dari total realisasi pendapatan sebesar Rp132,54 triliun (TA 2008), sebesar Rp94,08 triliun atau 70,98% berasal dari pendapatan transfer, sementara Rp38,46 triliun atau 29,02% berasal dari PAD. Pada TA 2009, total pendapatan sebesar Rp143,44 triliun yang berasal dari PAD sebesar Rp41,27 triliun atau 28,77% dan pendapatan transfer sebesar Rp102,17 triliun atau 71,23%.
Disisi belanja, dari total realisasi sebesar Rp126,61 triliun selama TA 2008, sebagian besar terserap untuk belanja pegawai yang mencapai Rp65,06 triliun atau 51,39%. Sedangkan realisasi belanja pegawai pada TA 2009 sebesar 72,3 triliun atau 49,81% dari total belanja sebesar Rp145,17 triliun. Total realisasi belanja TA 2008 mencapai 95,53% dibandingkan dengan total realisasi pendapatan, sehingga terdapat surplus sebesar Rp5,92 triliun. Sementara terjadi defisit pada TA 2009 sebesar Rp1,73 triliun atau 1,2% diakibatkan terjadi peningkatan belanja yang tidak seimbang dengan peningkatan pendapatan.
Wilayah Kalimantan
Kontribusi PAD untuk wilayah Kalimantan pada TA 2008 sebesar Rp5,99 triliun atau sebesar 13,13% dari total pendapatan sebesar 45,58 triliun, sementara pendapatan transfer sebesar Rp39,59 triliun atau 86,87%. Realisasi PAD meningkat menjadi Rp6,36 triliun atau 14,01% dari total pendapatan sebesar Rp45,4 triliun. Sedangkan realisasi pendapatan transfer TA 2009 sebesar Rp39,04 triliun atau 85,99%.
Realisasi belanja pegawai mencapai Rp13,89 triliun atau 31,23% dari keseluruhan belanja TA 2008 yang mencapai Rp44,47 triliun. Selama TA 2009, realisasi belanja pegawai mencapai Rp15,99 triliun atau 31,87% dari total belanja yang mencapai Rp50,17 triliun. Terdapat surplus pada TA 2008 sebesar Rp1,11 triliun karena total realisasi belanja 97,57% dari total realisasi pendapatan. Sementara defisit mencapai Rp4,77 triliun terjadi pada TA 2009.
Wilayah Sulawesi
Total realisasi pendapatan masing-masing TA 2008 dan 2009 sebesar Rp33,31 triliun dan Rp36,81 triliun. Sementara kontribusi PAD TA 2008 dan 2009 sebesar Rp3,65 triliun (10,95%) dan Rp3,73 triliun (10,15%). Disisi lain,
pendapatan transfer sebesar Rp29,66 triliun atau 89,05% (TA 2008) dan Rp33,07 triliun atau 89,85% (TA 2009).
Belanja pegawai mencapai Rp15,31 triliun atau 44,69% (TA 2008) dan Rp17,46 triliun atau 45,62% (TA 2009) dari total belanja masing-masing sebesar Rp34,26 triliun (TA 2008) dan Rp38,27 triliun (TA 2009). Selama TA 2008 dan 2009 terdapat defisit masing-masing sebesar Rp948,48 miliar dan Rp1,46 triliun.
Wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua
Dari wilayah gugusan pulau ini, realisasi PAD untuk TA 2008 mencapai Rp2,73 triliun atau 6,19% dari total pendapatan sebesar Rp44,18 triliun. Jumlah ini secara nominal meningkat sedikit pada TA 2009 menjadi Rp2,95 triliun atau 5,97% dari total pendapatan yang mencapai Rp49,4 triliun. Sementara pendapatan transfer sebesar Rp41,45 triliun atau 93,81% (TA 2008) dan Rp46,45 triliun atau 94,03% (TA 2009).
Realisasi belanja pegawai mencapai Rp15,16 triliun atau 32,32% (TA 2008) dan Rp17,25 triliun atau 33,44% (TA 2009) dari total belanja masing-masing sebesar Rp46,91 triliun (TA 2008) dan Rp51,57 triliun (TA 2009). Selama TA 2008 dan 2009 terdapat defisit masing-masing sebesar Rp2,73 triliun dan Rp Rp2,17 triliun.
Dari lima wilayah tersebut, ketergantungan wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua paling besar pendapatan kepada transfer dibanding wilayah-wilayah lainnya, yaitu mencapai lebih dari 90% selama dua tahun berturut-turut. Wilayah Jawa dan Bali merupakan wilayah dengan sumbangan PAD paling tinggi terhadap APBD, yaitu mencapai hampir 30% pada periode yang sama.
Pada bagian belanja, belanja pegawai mengambil porsi terbesar dibanding jenis belanja lainnya dan cenderung meningkat. Pada tahun 2008, belanja pegawai mengambil porsi 42 persen dari total pendapatan. Tahun 2009 porsi tersebut secara nasional naik menjadi 45 persen. Secara kewilayahan, Jawa dan Bali menduduki tempat tertinggi yang membelanjakan pendapatannya untuk pegawai, yaitu mencapai 49% pada tahun 2008 menjadi 50% pada tahun 2009. Tempat kedua yang mengambil porsi kue pendapatan terbesar adalah belanja modal, yaitu sebesar 27% dari total pendapatan selama dua tahun berturut-turut. Secara kewilayahan, Kalimantan merupakan wilayah yang paling besar menggunakan pendapatannya untuk belanja modal, yaitu 38% dan 40% berturut-turut pada tahun 2008 dan 2009.
Selanjutnya perkembangan yang juga perlu mendapat perhatian adalah kecenderungan defisit. Seluruh wilayah mengalami defisit selama TA 2009, dengan Sumatera dan Kalimantan mengalami defisit tertinggi secara nominal dibanding wilayah lain, masing-masing sebesar Rp8,89 triliun dan Rp4,77 triliun. Pada tahun 2008, secara nasional pendapatan masih lebih besar dari belanja sehingga terjadi surplus Rp 5,5 triliun. Di antara lima kelompok wilayah, Sulawesi dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua mengalami defisit berturut-turut pada tahun 2008 dan 2009.
4.2 KONSOLIDASI NERACA
Hingga awal tahun 2011 telah terkumpul 439 neraca dari 484 Pemda yang wajib menyusunnya pada TA. 2008 dan 421 neraca dari 510 Pemda untuk TA. 2009. Berkenaan dengan belum seluruh Pemda menyampaikan neraca, maka Laporan Konsolidasi Neraca ini disajikan sebagai lampiran dari Laporan Konsolidasi antara LKPD dengan LKTD.
Proses konsolidasi neraca secara umum lebih sederhana dibandingkan dengan proses konsolidasi LRA pada LKPD dengan LKTD. Konsolidasi Neraca pada LKPD dengan LKTD dilakukan dengan penjumlahan nilai akun-akun pada Neraca masing-masing Pemda. Seperti pada proses konsolidasi LRA, konsolidasi dimulai dengan menggabungkan neraca pemda-pemda dalam satu provinsi dengan neraca pemerintah provinsi. Pada tingkat nasional selanjutnya dilakukan dengan penjumlahan neraca hasil konsolidasi pada tingkat provinsi.
Beberapa catatan dari konsolidasi neraca, yaitu:
Akun timbal balik/reciprocal yang dihapuskan adalah utang-piutang transfer antara neraca LKPD dengan LKTD;
Nilai akun timbal balik "Utang Dalam Negeri - Pemda Lainnya" sebesar Rp0,322 miliar pada Neraca 2009 tidak dilakukan penyesuaian karena keterbatasan informasi. Oleh karena nilanya relatif sangat kecil, hal tersebut tidak cukup berdampak pada nilai keseluruhan
Dari Neraca Konsolidasi dapat disampaikan beberapa halberikut:
Pada tahun 2009, total aset seluruh 421 Pemda adalah Rp1.318 triliun, dengan hutang yang hanya sebesar Rp8 triliun maka kekayaan bersih adalah Rp1.300 triliun. Sedangkan pada tahun 2008, total asset dari 439 Pemda adalah Rp1.222 triliundenganutangsebesar Rp6,4triliun.
Kas seluruh 421 pemda pada akhir tahun 2009 adalah Rp47 triliun dimana Rp4 triliun adalah kas Pemprov DKI Jakarta. Pada akhir tahun 2008, kas pada 439 Pemda sebesar Rp62,3 triliun.
Padatahun 2009, pada 421 Pemda dari nilai aset tetap Rp1.146 triliun, nilaitanah mencakup Rp541 triliun dengan porsi DKI mencapai Rp323,4 triliun. Pada tahun 2008, jumlah asset tetap dari 439 Pemda mencapai Rp1.102 triliun dengan nilai tanah Rp537 triliun dengan porsi DKI mencapai Rp325 triliun.
BAB V
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
PSAP 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian adalah memberikan acuan dan aturan dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan dalam rangka menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan laporan keuangan dimaksud. Yang dimaksud dengan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan dan memberikan informasi sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.2 Keterbatasan
Karena terbatasnya sumber data yang penulis dapatkan untuk contoh dari laporan konsolidasi, maka penyajian contoh hanya untuk Laporan realisasi anggaran dan neraca konsolidasi.
3.3 Saran
Disamping itu diharapkan PSAP 11 dapat menjadi acuan akan pentingnya penyusunan laporan keuangan konsolidasian yang selama ini belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh entitas pelaporan.