BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Meto Metode de elek elektr trom omag agne neti tik k adala adalah h salah salah satu satu meto metode de geof geofisi isika ka yang yang menanf menanfaat aatkan kan gelomb gelombang ang elektro elektromag magnet netik ik uang uang diinje diinjeksi ksikan kan ke dalam dalam bumi bumi untu untuk k meng menget etah ahui ui kara karakt kter erist istik ik bawah bawah perm permuk ukaa aann nnya ya.. Dala Dalam m gelo gelomb mban ang g elektromagnetik dimulai dari induksi gelombang primer yang kemudian di dalam medi medium um akan akan timb timbul ul arus arus indu induks ksii (arus (arus Eddy Eddy). ). Arus Arus indu induksi ksi inil inilah ah yang yang menimbulkan medan sekunder yang dapat ditangkap di permukaan. Besarnya kuat medan EM sekunder ini ), sehingga sebanding dengan besarnya daya hantar listrik batuan ( dengan mengukur kuat medan pada arah tertentu, secara tidak langsung kita dapat mendeteksi daya hantar listrik batuan di bawahnya. Metode CMD yang digunakan pada praktikum ini merupakan salah satu metode elektromagnetik (EM) yang bertujuan untuk mengukur daya hantar listrik batuan dengan cara ca ra mengetahui sifat-sifat gelombang EM sekunder yang berasaal dari induksi gelombang primer dengan frekuensi sangat rendah atau VLF (very low frequency) dari 10 sampai 30 KHz.
I.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian kali ini adalah agar praktikan dapat mengerti dan memaham memahamii setiap setiap tahaptahap-tah tahap ap dari dari pengam pengambil bilan an data data hingga hingga pengol pengolaha ahan n data data CMD. Sedangkan tujuan dari penelitian kali ini adalah mendapatkan hasil dari pengolahan data CMD antara lain grafik MA conductivity vs MA inphase, MA conduc conductiv tivity ity dan peta peta MA inphase inphase untuk untuk kemudi kemudian an diinte diinterpr rpretas etasika ikan n secara secara kualitatif dan kuantitatif.
I.3. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian kali ini adalah agar praktikan dapat memahamai konsep dasar dan akuisisi instrumentasi CMD.
1
I.4. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada acara penelitian ini adalah : 1. Dimana Dimanakah kah letak letak anoma anomali li pada pada daerah daerah penel peneltia tian n? 2. Meng Mengap apaa nila nilaii inph inphase ase dan dan cond conduc ucti tivi vity ty dida didaer erah ah pene peneli liti tian an terg tergol olon ong g kecil ?
I.5. Batasan Masalah
Batasan Batasan masala masalah h dalam dalam peneli penelitian tian ini adalah adalah hasil hasil interp interpreta retasi si grafik grafik MA Conductivity vs MA Inphase serta peta Ma conductivity dan peta Ma Inphase secara kualititif dan kuantitatif.
2
BAB II METODOLOGI
II.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data dengan menggunakan metode CMD yang dilakukan di UPN “Veteran” Yogyakarta, Jl. SWK 104 (Lingkar Utara) Condongcatur, Yogyakarta. Data tersebut diambil pada hari Sabtu Tanggal 20 Oktober 2012, pukul 06.00 sampai dengan 07.00 dengan cuaca yang cerah.
II.2 Diagram Alir Penelitian Mulai
Data Lapangan
Pengolahan Data Excel (MA Conductivity Dan MA In Phase)
Grafik MA Conductivity vs MA
Peta MA conductivity
Surfer
Peta MA In Phase
Analisa
Kesimpulan
Selesai
Gambar II.2 : Diagram alir penelitian
3
II.3 Pengambilan Data
II.3.1 Alat-Alat Yang Digunakan
Gambar II.3 Alat-alat yang digunakan
1. Transmiter (pemancar) 2. Reciver (penerima) 3. Display 4. Kabel data 5. Bolt holder 6. Pengait 7. Meteran 8. GPS
II.3.2 Desain Survey
Gambar II.4 Desain Suvey
4
II.3.3 Langkah Kerja Pengambilan Data
Informasi Geologi
Mulai
Studi Literatur
Menentukan Lintasan
Mempersiapkan Alat yang akan digunakan Akusisi Data
Conductivity, InPhase dan Means Error Selesai
Gambar II.5. Diagram Alir Pengambilan Data
Pertama-tama tahap awal sebelum melakukan akuisisi data adalah studi literatur dan informasi geologi. Setelah itu tentukan lintasan dalam penelitian tersebut, selanjutnya adalah mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan. Jika alat-alat yang akan digunakan telah siap dan diperiksa sesuai prosedur, maka selanjutnya dapat melakukan akuisisi data di lapangan sesuai prosedur pengukuran yang telah ditetapkan. Jangan lupa mencatat data yang diperoleh yaitu koordinat setiap titik pengukuran, Conductivity, In-Phase dan Means Error.
5
II.4 Tabel Data Tabel II.4.1 Tabel Pengolahan Data
II.5 Kondisi Geologi Daerah Penelitian
II.5.1 Geologi Regional Daerah Penelitian Yogyakarta terbentuk akibat pengangkatan Pegunungan Selatan dan PegununganKulon Progo pada Kala Plistosen awal (0,01-0,7 juta tahun). Proses tektonisme diyakinisebagai batas umur Kwarter di wilayah. Setelah pengangkatan Pegunungan Selatan,terjadi genangan air (danau) di sepanjang kaki pegunungan hingga Gantiwarno dan Baturetno. Hal ini berkaitan dengan tertutupnya aliran air permukaan di sepanjang kakipegunungan sehingga terkumpul dalam cekungan yang lebih rendah. Gunung ApiMerapi muncul pada 42.000 tahun yang lalu, namun data umur K/Ar lava andesit diGunung Bibi, Berthomier (1990) menentukan aktivitas Gunung Merapi telahberlangsung sejak 0,67 juta tahun lalu. Hipotesisnya adalah tinggian di sebelah selatan,barat daya, barat dan utara Yogyakarta, telah membentuk genangan sepanjang kakigunung api yang berbatasan dengan Pegunungan Selatan Kulon Progo. PengangkatanPegunungan Selatan pada Kala Plistosen Awal, telah membentuk Cekungan Yogyakarta.
6
Di dalam cekungan tersebut selanjutnya berkembang aktivitas gunung api (Gunung)Merapi. Didasarkan pada data umur penarikhan 14C pada endapan sinder yangtersingkap di Cepogo,aktivitas Gunung Merapi telah berlangsung sejak ±42.000 tahunyang lalu; sedangkan data penarikhan K/Ar pada lava di Gunung Bibi, aktivitas gunungapi tersebut telah berlangsung sejak 0,67 jtl. Tinggian di sebelah selatan dan kemunculankubah Gunung Merapi di sebelah utara, telah membentuk sebuah lembah datar. Bagianselatan lembah tersebut berbatasan dengan Pegunungan Selatan, dan bagian baratnyaberbatasan dengan Pegunungan Kulon Progo. Kini, di lokasi-lokasi yang diduga pernahterbentuk lembah
datar
tersebut,
tersingkap
endapan
lempung
hitam.
Lempung
hitamtersebut adalah batas kontak antara batuan dasar dan endapan gunung api GunungMerapi. Didasarkan atas data penarikhan 14C pada endapan lempung hitam di SungaiProgo (Kasihan), umur lembah adalah ±16.590 hingga 470 tahun, dan di Sungai Opak (Watuadeg) berumur 6.210 tahun. Endapan lempung hitam di Sungai Opak berselingandengan endapan Gunung Merapi. Jadi data ters ebut dapat juga diinterpretasikan sebagaiawal pengaruh pengendapan material Gunung Merapi terhadap wilayah ini. Di SungaiWinongo (Kalibayem) tersingkap juga endapan lempung hitam yang berselingan denganlahar berumur 310 tahun. Jadi, aktivitas Gunung Merapi telah mempengaruhi kondisigeologi daerah ini pada ±6210 hingga ±310 tl.
II.5.2 Geologi Lokal Daerah Penelitian Secara geografis wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 107°15’03” sampai
dengan
100°29’30”
Bujur
Timur
7°47’03” Lintang Selatan. Di sebelah utara,
dan 7°34’51” sampai dengan wilayah
Kabupaten
Sleman
berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, di sebelah timur berbatasan
dengan KabupatenKlaten, Propinsi
Jawa Tengah, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah,dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul,
dan
Kabupaten
Gunung
Kidul,
Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
7
Daerah Kabupaten Sleman merupakan daerah dataran, perbukitan dan kaki gunung api. Daerah dataran dengan kemiringan lereng < 5%, terletak pada ketinggian < 5,00 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh endapan alluvial dan satuan batuan gunung api Merapi (Qvm) yang berupa lempung, lanau dan pasir. Daerah perbukitan membentuk deretan perbukitan memanjang dari barat ke timur dengan kemiringan lereng agak terjal hingga terjal (15 - >50%), terletak pada ketinggian 200 - 400 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh satuan batuan dari Formasi Sentolo (Tmps), Formasi Nanggulan (Teon), Formasi Wonosari (Tmw), Formasi Oyo (Tmo), Formasi Sambipitu (Tms), Formasi Nglanggran (Tmn), dan Formasi Semilir (Tmse). Daerah kaki gunung api dengan kemiringan lereng 15 30%, terletak pada ketinggian 500 - 1000 m dpl dan dibentuk oleh endapan volkanik gunung Merapi (Qvm). Sungai - sungai yang mengalir umumnya bersifat permanen (mengalir sepanjang tahun), antara lain S. Opak, S. Oyo, S. Bedog, S. Dengkeng, S. Gondang bersama-sama anak sungainya membentuk pola aliran subdendritik trellis dan subparalel. Air tanah di daerah penyelidikan berupa air permukaan dan air tanah bebas. Air permukaan berupa air sungai dan air genangan (air rawa), sedang air tanah bebas merupakan air yang tersimpan dalam suatu lapisan pembawa air tanpa lapisan kedap air di bagian atasnya.
8
BAB III DASAR TEORI
III.1 Perambatan Medan Elektromagnetik (EM)
Medan elektromagnetik dinyatakan dalam 4 vektor-vektor medan. Yaitu; E = intensitas medan listrik (V/m), H = intensitas medan magnetisasi (A/m), B = induksi magnetik, atau rapat fluks (Wb/m2 atau tesla) dan D = pergeseran listrik (C/m2). Keempat persamaan tersebut dikaitkan dalam 4 persamaan maxwell (pers. 1). ∇×E = −
∂B ∂t
∇× H = i +
∂D
(1)
∂t
∇⋅ B = 0 ∇ ⋅ D = ρ c
Keterangan: E = intensitas medan listrik (V/m), H = intensitas medan magnetisasi B = induksi magnetik, atau rapat fluks (Wb/m 2 atau tesla) D = pergeseran listrik (C/m2) Persamaan (1) dapat direduksi dengan menggunakan hubungan-hubungan tensor tambahan sehingga diperoleh persamaan yang hanya berkait dengan medan E dan H saja (Grant and West, 1965. p496). Apabila diasumsikan medan E dan H tersebut hanya sebagai fungsi waktu eksponensial, akan diperoleh persamaan vektorial sebagai; 2
2
µσ E −εµω E ∇ E = iω 2
(2)
2
µσ H −εµω E ∇ H = iω
dengan ε permitivitas dielektrik (F/m), µ permeabilitas magnetik (H,m), dan σ kondukivitas listrik (S/m). Bagian kiri pada sisi kanan pers (2) menunjukkan arus konduksi,
sedangkan
bagian
kanannya
menunjukkan
sumbangan
arus
pergeserannya.
9
Di dalam VLF (pada frekuensi < 100 KHz), arus pergeseran akan lebih kecil daripada arus konduksi karena permitivitas dielektrik batuan rata-rata cukup kecil (sekitar 10ε 0 dengan
ε 0 sebesar 9×10-12 F/m) dan konduktivitas target VLF
biasanya ≥ 10-2 S/m. Hal ini menunjukkan bahwa efek medan akibat arus konduksi memegang peranan penting ketika terjadi perubahan konduktivitas medium (Sharma, 1997).
III.2 Pelemahan (Atenuasi) Medan
Sesuai dengan pers (2), gelombang bidang yang merambat ke bawah pada sebuah medium dengan konduktivitas σ , dimana medan E berosilasi pada sumbu x dan medan H pada sumbu y akan memberikan solusi; E x = E 0 e
−ikz
= E0e
−i
( β + iα ) z
.............................................................. (3)
dengan k adalah parameter/angka gelombang (k 2 = - iωµ (σ +iωε )). Parameter real
β menunjukkan faktor fase (rad/m) dan parameter imaginer α menunjukkan faktor atenuasi/pelemahan (db/m) gelombang. Mengingat harga konduktivitas dibagi dengan permitivitas listrik dan frekuensi angulernya sangat lebih besar daripada satu untuk medium batuan, maka faktor fase dan faktor atenuasi bernilai sama (Kaikkonen, 1979). Kedalaman pada saat amplitudo menjadi 1/e (sekitar 37%) dari amplitudo permukaan dikenal sebagai kedalaman kulit ( skin depth / δ ). Kedalaman ini di dalam metode EM sering ditengarai sebagai kedalaman penetrasi gelombang, yaitu: δ =1 / α =
2 ≈ 504 µ 0σω
...................................................... (4)
( ρ / f )
Implementasi praktis pers 4 dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 1. Variasi skin depth dengan frekuensi gelombang bidang pada medium homogen
dengan resistivitas
.
Skin Depth (m) F (Hz)
0.01
Resistivitas (Ohmm) 0.01 1 500 5000
102 5×104
104 5×105
10
10 103 104
16 1.6 0.5
160 16 5
1600 160 50
16000 1600 500
105
0.16
1.6
16
160
III.3 Fase dan polarisasi elips
Pada saat gelombang primer masuk ke dalam medium, gaya gerak listrik (ggl) induksi es akan muncul dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya tertinggal 90o. Gambar 3 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P dan ggl induksinya. e s
R S
R
R sin α 0
α
S cos φ φ
P
R cos
S sin φ
α Gambar III.1. Hubungan amplitudo dan fase gelombang sekunder (S) dan primer (P).
Andaikan Z(= R + iω L) adalah impedansi efektif sebuah konduktor dengan tahanan R dan induktans L, maka arus induksi (eddy), I s (=es/Z) akan menjalar dalam medium dan menghasilkan medan sekunder S. Medan S tersebut memiliki fase tertinggal sebesar φ yang besarnya tergantung dari sifat kelistrikan medium. Besarnya φ ditentukan dari persamaan tan φ = ω L/R. Total beda fase antara medan
P dan S akan menjadi 90 o + tan-1 ( ω L/R). Berdasar hal ini dapat dikatakan bahwa, jika terdapat medium yang sangat konduktif ( R→0), maka beda fasenya mendekati 180 o, dan jika medium sangat resistif ( R→∝) maka beda fasenya mendekati 90 o. Kombinasi antara P dan S akan membentuk resultan R. Komponen R yang sefase dengan P (Rcosα) disebut sebagai komponen real (in-phase) dan komponen yang tegak lurus P (Rsinα) disebut komponen imajiner (out-of-phase,
11
komponen kuadratur). Perbandingan antara komponen real dan imajiner dinyatakan dalam persamaan; Re Im
= tan φ = ω L / R
Pers (5) menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan Re/Im (semakin besar pula sudut fasenya), maka konduktor semakin baik, dan semakin kecil maka konduktor semakin buruk. Dalam pengukurannya, alat T-VLF akan menghitung parameter sudut tilt dan eliptisitas dari pengukuran komponen in-phase dan out-of phase medan magnet vertikal terhadap komponen horisontalnya. Besarnya sudut tilt (%) akan sama dengan perbandingan Hz/Hx dari komponen in-phase-nya, sedangkan besarnya eliptisitas ε (%) sama dengan perbandingan komponen kuadraturnya. Jika medan magnet horisontal adalah H x dan medan vertikalnya sebesar H x eiφ (gambar 2), maka besar sudut tilt diberikan sebagai;
H cosφ H tan( 2θ ) = 2 H 1 − H 2
z
x
z
x
dan eliptisitasnya diberikan sebagai; ε =
b a
=
H z H x
[ H e z
iφ
sin φ
]
sinθ + H x cosθ
2
z
a H b
θ
z
x
H x Gambar III.2. Parameter polarisasi elips
12
Gambar III.3. Polarisasi elips pada bidang elektromagnetik
III.4 Konduktivitas
Konduktivitas merupakan parameter utama yang terukur dari instrument CMD, hal ini dikarenakan adanya proses induksi gelombang elektromagnetik di bawah permukaan bumi yang menginduksi material yang bersifat konduktif. Konduktivitas itu sendiri merupakan kemampuan material atau bahan yang terdapat di bawah permukaan untuk menghantarkan arus ataupun panas. Konduktivitas didefinisikan sebagai kuantitas dalam ms/m.
III.5 Electromagnetic Conductivity Meter
Metode EM (Elektromagnet) merupakan salah satu metode geofisika yang bersifat pasif, dimana energi yang dibutuhkan telah ada terlebih dahulu atau alami. Salah
satu
instrumen
elektromagnetik
adalah
CMD
(Electromagnetic
Conductivity Meter). Proses kerja dari instrumen CDM (Electromagnetic Conductivity Meter)ini yaitu dengan mengirim sinyal berupa gelombang elektromagnetik baik yang dibuat sendiri maupun yang berasal dari alam melalui suatu transmitter (Tx), material bawah permukaan bumi merespon gelombang elektromagnetik tadi dan menginduksi arus eddy. Gelombang S (sekunder) yaitu induksi medan magnet terhadap arus eddy. Kemudian, di permukaan, gelombang S yang datang ini di terima oleh reciever (Rx) secara langsung dari pemancar. Arus Eddy berbanding lurus dengan konduktivitas batuan. Sehingga dalam pengukuran arus eddy, secara tidak langsung mendapatkan nilai konduktivitas batuan.
13
Instrumen CDM (Electromagnetic Conductivity Meter) mengukur sifat kondiktivitas material bawah permukaan bumi yang meliputi soil, air tanah, batuan, dan material lainnya yang terkubur bawah permukaan bumi. GeoModel Inc. sudah memprakarsai sejumlah survei konduktivitas secara luas menggunakan instrumen elektromagnetik (CDM) untuk bermacam-macam keuntungan, antara lain: •
Cepat dan akurat.
•
Bersifat portable (alatnya sangat mudah dibawa di sekitar lokasi dan digunakan untuk berbagai macam tujuan penelitian)
•
Cost effective (Biayasurveiterjangkau). Instrument CMD ini sering digunakan untuk mencari material metal (drum
dan tanki penyimpan fluida) yang terkubur, bidang arkeologi (pencarian situ-situs purbakala).
Mengamati
perkembangan
lingkungan
(mendeteksi
limbah
cair/pencemaran). Digunakan dalam bidang pertambangan (eksplorasi mineralmineral logam) Penjalaran gelombang elektromagnetik bisa terjadi melalui dua cara yakni horizontal dipole dan vertical dipole. Pada penelitian metode EM-Conductivity menggunakan CMD (Elektromagnetic Conductivity Meter) ini menjalarkan gelombang secara vertical dipole, berikut ilustrasi penjalaran gelombangnya.
Gambar III.4 Penjalaran Gelombang Elektromagnetik (Vertikal dipole)
Sedangkan persamaan untuk harga konduktivitas dapat diperoleh dari:
14
Jadi persamaan untuk mendapatkan harga konduktivitas ( σa) suatu medium yakni:
III.6 Moving Average
Moving average adalah nilai rata – rata pengolahan data yang di jumlahkan kemudian dibagi 4. Biasanya data yang diolah yaitu data conductivity dan Inphase. Dengan perhitungan sebagai berikut :
Dimana : MA conductivity
: moving average conductivity
MAInphase
: moving average Inphase
Inphase
: data Inphase
conductivity
: data conductivity
(n-1)
: data sebelumnya
(n+1)
: data selanjutnya
III.7 Inphase
Inphase merupakan parameter kedua yang diukur secara simultan dengan konduktivitas jelas. Hal ini didefinisikan sebagai kuantitas relative dalam ppt dari medan magnet primer dan berkaitan dengan kerentanan magnetic bahan diukur. Jadi peta inphase dapat membantu membedakan struktur batuan dari geologi alam dip eta konduktivitas terlihat jelas.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Interpretasi Kualitatif
IV.1.1 Grafik Pengolahan Data
15
Gambar IV.1 Grafik Pengolahan Data
Grafik diatas adalah grafik perbandingan antara nilai MA In-Phase dengan nilai MA konduktivitas dimana Pada grafik diatas nilai yang dikatakan anomaly adalah apabila nilai MA konduktivitas dan nilai MA inphase sama sama bernilai besar/tinggi pada titik ke 52.
IV.1.2 Peta Ma Conductivity
16
Gambar IV.2 Peta Ma Conductivity
Peta diatas adalah peta MA konduktivitas dari line 1-10 dimana yang dibuat menggunakan software surfer. Nilai MA konduktivitas setiap daerah didefinisikan dalam gradiasi warna dari biru terendah sampai merah tertinggi. Dari peta diatas bisa diintrepertasikan adanya soil basah kerena nilai pada daerah tersebut besar dan didukung oleh peta MA Inphase yang pada daerah tersebut bernilai kecil pada koordinat X= 434885 – 434900 dan Y = 91401800– 9141890.
IV.1.2 Peta Ma Inphase
17
Gambar IV.3 Peta Ma Inphase
Peta diatas adalah MA Inphase dari line 1 - 10 yang dibuat menggunakan software surfer . Nilai MA konduktivitas setiap daerah didefinisikan dalam gradiasi warna dari biru terendah sampai merah tertinggi. Dan pada peta diatas bisa diintrepertasikan adanya soil basah kerena nilai pada daerah tersebut besar dan didukung oleh peta MA conductivity yang pada daerah tersebut bernilai besar pada koordinat X= 434870 – 434900 dan Y = 9141840 – 9141900.
IV.2. Interpretasi Kuantitatif
18
IV.2.1 Grafik Pengolahan Data
Gambar IV.4 Grafik Pengolahan Data
Pada grafik diatas dihasilkan nilai yang fluktuatif menandakan nilai kualitatif yang berbeda beda di setiap titik, nilai tertinggi pada grafik MA inphase adalah 31 ppt pada titik 52 dan terendah pada titik 15 dengan nilai 18 ppt. nilai MA conductivity tertinggi adalah 14 mS/M pada titik 52 dan nilai terendah adalah 1 mS/M.
IV.2.2 Peta Ma Conductivity
19
Gambar IV.5 Peta Ma Conductivity
Pada peta MA conductivity diatas Warna biru menggambarkan nilai MA konduktivitas kecil dengan nilai sekitar 1,5-3,5 ms/m, sedangkan warna hijau menggambarkan nilai MA konduktivitas sedang dengan nilai kisaran 4 – 5 ms/m, warna orange meggambarkan nilai MA konduktivitas kuat dengan nilai 5,5 – 7 ms/m, dan warna merah menggambarkan nilai MA konduktivitas sangat kuat dengan nilai 7,5 – 9 ms/m.
IV.2.2 Peta Ma Inphase
20
Gambar IV.6 Peta Ma Inphase
Pada peta MA conductivity Warna biru menggambarkan nilai MA Inphase kecil dengan nilai 5 – 45 ppt, warna hijau menggambarkan nilai MA Inphase sedang dengan nilai 55 – 85 ppt, warna orange meggambarkan nilai MA Inphase kuat dengan nilai 95 – 115 ppt, dan warna merah menggambarkan nilai MA Inphase sangat kua 125 – 145 ppt.
IV.3. Interpretasi Akhir
Berdasarkan hasil perbandingan grafik MA conductivity vs MA inphase, peta MA conductivity dan peta MA inphase didapatkan adanya nilai MA conductivity besar dan nilai MA inphase yang kecil yaitu berupa soil basah yang juga didukung dengan kondisi lapangan yang terlihat basah karena hujan beberapa saat sebelum pengukuran berlangsung.
21
BAB V PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengambilan sampai pengolahan data CMD maka dapat diambil kesimpulan antara lain :
•
Grafik MA Conductivity Vs MA In-Phase Line 8, dihasilkan nilai yang fluktuatif menandakan nilai kualitatif yang berbeda beda di setiap titik, nilai tertinggi pada grafik MA inphase adalah 31 ppt pada titik 52 dan terendah pada titik 15 dengan nilai 18 ppt. nilai MA conductivity tertinggi adalah 14 mS/M pada titik 52 dan nilai terendah adalah 1 mS/M.
•
Pada peta MA konduktivitas Warna biru menggambarkan nilai MA konduktivitas kecil dengan nilai sekitar 1,5-3,5 ms/m, sedangkan warna hijau menggambarkan nilai MA konduktivitas sedang dengan nilai kisaran 4 – 5 ms/m, warna orange meggambarkan nilai MA konduktivitas kuat dengan nilai 5,5 – 7 ms/m, dan warna merah menggambarkan nilai MA konduktivitas sangat kuat dengan nilai 7,5 – 9 ms/m.
•
Pada Peta MA In - phase Warna biru menggambarkan nilai MA Inphase kecil dengan nilai 5 – 45 ppt, warna hijau menggambarkan nilai MA Inphase sedang dengan nilai 55 – 85 ppt, warna orange meggambarkan nilai MA Inphase kuat dengan nilai 95 – 115 ppt, dan warna merah menggambarkan nilai MA Inphase sangat kua 125 – 145 ppt.
•
Pada daerah dengan nilai MA conductivity yang besar dan MA inphase yang kecil diinterpretasikan sebagai soil basah.
V.2 Saran
Dalam melakukan pengambilan hingga pengolahan data menggunakan metode CMD diperlukan sifat teliti, tekun, ulet dan sabar sehingga didapat data yang valid dan dapat diiterpretasikan sesuai dengan kondisi geologi yang sebenarnya..
22