Laporan Kasus Obstetri Ginekologi
Abortus Inkomplit Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus persyaratan menyelesaikan program internsip di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Palangkaraya
Oleh: dr. Yeni Pratiwi
Pendamping: dr. Rini Wulandari
Wahana: RS BHAYANGKARA PALANGKARAYA
1
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RS BHAY BHAYANGKARA ANGK ARA PALANGKARAYA 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
: dr. Yeni Pratiwi
Topik
: Kasus Obstetri Ginekologi
Judul Kasus
: Abortus Inkomplit
Pendamping
: dr. Rini Wulandari
Palangkaraya,
Desember 2017
2
Pendamping
dr. Rini Wulandari
Dokter Internsip
dr. Yeni Pratiwi
3
DAFTAR ISI Halaman Pengesahan ..................................................................................... 2 Daftar Isi ........................................................................................................ 3 BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7 BAB III LAPORAN KASUS ........................................................................ 25 BAB IV PEMBAHASAN KASUS ............................................................... BAB V KESIMPULAN ................................................................................. Daftar Pustaka ................................................................................................
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan kurang dari 20/22/24 minggu. Di Indonesia, ditunjukkan prevalensi abortus
sebesar 2 juta
kasus pada tahun 2000 dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif pada 6 wilayah. Sekitar 75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16 minggu dan 62% sebelum usia gestasi 12 minggu. Insidensi abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Kasus yang diangkat dalam laporan kasus ini adalah mengenai seorang wanita, 21 tahun, yang datang dengan keluhan keluar darah disertai jaringan dari kemaluan. Di RSUD Dr. Pirngadi, dilakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan fis ik, pemeriksaan obstetri ginekologis, dan USG. Pasien akhirnya didiagnosis dengan abortus inkomplit dan dilakukan kuretase emergensi dengan segera. Terdapat berbgai faktor risiko dan penyebab dari abortus sendiri di mana lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontan trimester pertama terutama abortus rekuren disebabkan oleh kelainan genetik. Selain itu, trauma yang sering sekali terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat menyebabkan abortus melalui 5
beberapa mekanisme. Belangan ini, muncul konsep biomolekular baru mengenai keterlibatan stres oksidatif oleh asap rokok terhadap risiko abortus. Kasus yang dibahas dalam laporan kasus ini memiliki kemungkinan ketiga faktor penyebab abortus di atas. Dengan mengetahui penyebabnya, abortus selanjutnya pada kehamilan selanjutnya dapat dicegah. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini dalam suatu makalah.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan kurang dari (ACOG memberi batasan 20 minggu, 1 FIGO memberi batasan 22 minggu, 2 Hanretty memberikan batasan 24 minggu, 3 WHO memberi batasan 28 minggu4).
2.2. Epidemiologi
Dari 210 juta kehamilan, 75 juta dianggap tidak direncanakan 5 di mana sekitar 15% kehamilan akan berakhir pada aborsi. 6 Sekitar 500.000 wanita meninggal akibat komplikasi persalinan, 7 juta wanita mengalami gangguan kesehatan setelah melahirkan. Pada negara berkembang, prevalensi abortus mencapai 160 per 100000 kelahiran hidup dan paling tinggi terdapat di Afrika yaitu 870 per 100000 kelahiran hidup.4
6
Guttmacher, et al. (2003) menunjukkan bahwa angka abortus di AS mencapai 1278.000 kasus dengan rasio 20,8 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif (15-49 tahun). Di Indonesia, ditunjukkan prevalensi abortus
sebesar 2 juta kasus
pada tahun 2000 dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif pada 6 wilayah. Motif sebagain besar kasus abortus adalah abortus kriminalis. Sekitar 75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16 minggu dan 62% sebelum usia gestasi 12 minggu. Insidensi abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan.7 Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu dan ayah. Frekuensi abortus yang dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan. 8 Penelitian Basama, et al. (2009) pada 182 dengan abortus imminens menunjukkan bahwa 29% janin akan keluar pada usia gestasi 5 -6 minggu; 8,2% pada usia gestasi 7-12 minggu; dan 5,6% pada usia gestasi 13 -20 minggu. 9 Biasanya abortus imminens akan berlanjut menjadi abortus komplit 10-14 minggu setelah pasien mengeluhkan keluar bercak - bercak darah. 10 Pada penelitian Johns et al. (2006) 7
ditunjukkan bahwa risiko abortus komplit pada pasien abortus imminens atau insipiens dengan usia gestasi rata-rata 8 minggu adalah 9,3%. 11
2.3. Faktor Risiko
Faktor risiko abortus yaitu: 1.
Bertambahnya usia ibu. Abortus
meningkat dengan pertambahan umur, OR 2,3 setelah usia 30 tahun.
Risiko berkisar 13,3% pada usia 12-19 tahun; 11,1% pada usia 20 -24 tahun; 11,9% pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34 tahun; 24,6% pada usia 35-39%; 51% usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke atas. Baru- baru ini peningkatan usia ayah dianggap sebagai suatu faktor risiko terjadinya abortus. Suatu penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus tertinggi ditemukan pada pasangan dimana usia wanita ≥35 tahun dan pria ≥40 tahun.12 2.
Riwayat reproduksi abortus. Risiko pasien dengan riwayat abortus untuk kehamilan berikutnya ditentukan dari frekuensi riwayatnya. Pada pasien yang baru mengalami riwayat 1 kali berisiko 19%, 2 kali berisiko 24%, 3 kali berisiko 30%, dan 4 kali berrisiko 40%. Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita yang mengalami abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya Warton dan Fraser memberikan prognosis yang lebih baik yaitu 25,9% dan 39%. 13
3.
Kebiasaan orang tua
a. Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus meningkat 1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang dikonsumsi setiap hari. Asap rokok mengandung banyak ROS yang akan mendestruksi organel seluler melalui kerusakan mitrokondria, nukleus, dan membran sel.14 Selain itu, secara tidak langsung ROS akan menyebabkan kerusakan sperma. Hal ini menyebabkan fragmentasi DNA rantai tunggal maupun ganda sperma. 15 Plasentasi normal diatur oleh invasi arteri spiral uterina yang diatur oleh genomik tropoblas yang normal. Pada organogenesis embrionik dalma menjamin invasi tropoblas, tekanan oksigen rendah, dan metabolisme cenderung anaerob. Oleh karena itu, produksi ROS biasanya menurun. Keadaan 8
ini diatur aktivitas integrin yang merangsang tropoblas untuk proliferasi. Tekanan oksigen rendah membantu implantasi sedangkan tekanan tinggi membantuk proliferasi sel tropoblas.16 Transisi trimester 1 ke 2 membawa banyak perubahan metabolisme. Pada akhir trimester satu, ada peningkatan tekanan oksigen dari <20 mmHg menjadi >50 mmHg menyebabkan stress oksidatif. Pada abortus, stres oksidatif juga dipicu oleh zymosan opsonisasi dan stimulai N-formil-metionil-leucil-fenilalanin. Dengan faktor pemicu asap rokok, stres oksidatif akan semakin buruk. 17 Stres oksidatif sendiri dapat menyebabkan apoptosis yang mengganggu invasi plasenta dan abortus dini. ROS akan bereaksi dengan molekul pada berbagai sistem biologi sehingga dapat terjadi kerusakan sel yang ekstensif dan disrupsi fungsi sel.18 Dengan risiko stres oksidatif, pasien tidak pernah mengonsumsi vitamin yang berperan sebagai antioksidan sehingga meningkatkan risiko abortus. Selain itu, Vural, et al. menunjukkan adanya peningkatan radikal bebas superoksida oleh PMN pada trimester satu kehamilan. 19 b.
Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol 2x/minggu dan tiga kali lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap hari. Dalam suatu penelitian didapatkan bahwa risiko abortus meningkat 1,3 kali untuk setiap gelas alkohol yang dikonsumsi setiap hari. 20
c.
Kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan tetapi pada wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi setiap hari menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi. 21
d.
Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan tetapi, jumlah dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui secara pasti.22
e.
Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan menyebabkan risiko abortus, khususnya abortus septik meningkat. 23 Psikologis seperti ansietas dan depresi. 24
f.
2.3. Etiologi
1.
Faktor Genetik
a. Kelainan kromosom 9
b. Kelainan gen c. Kelainan HLA 2.
Gangguan plasenta
3.
Kelainan uterus
4.
Kelainan endokrin
5.
Kelainan Imunologi
6.
Inflamasi
7.
Infeksi.
8.
Penyakit kronik
9.
Trauma
2.4. Klasifikasi
Abortus dapat diklasifikasikan berdasarkan 1.
Tujuan
a. Abortus medisinalis yaitu abortus yang sengaja dilakukan dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu. Pertimbangan ini dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan kandungan, spesialis penyakit dalam, dan spesialis jiwa, bila perlu ditambah dengan pertimbangan dari tokoh agama yang terkait. b. Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis. 51,70 c. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan apapun. 2.
Jenis (dibahas pada diagnosis)
3.
Waktu Menurut Shiers (2003), disebut abortus dini bila abortus tejadi pada usia kehamilan <12 minggu dan >12 minggu disebut abortus lanjut. 71 Abortus trimester satu biasanya diakibatkan kelaian genetik atau penyakit autoimun yang diderita ibu, abortus trimester dua biasanya disebabkan oleh kelainan uterus, dan abortus trimester tiga.72
2.5. Patogenesis & Patofisiologi
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua yang menyebabakn nekrosis jaringan. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus. 10
Karena hasil konsepsi tersebut terlepas dapat menjadi benda asing dalam uterus yang menyebabkan uterus kontraksi dan mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan
dalam cavum uteri
atau di kanalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8-14 minggu biasanya diawali dengan pecahnya selaput ketuban dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan perdarahan pervaginam banyak.
Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin biasanya sudah dikeluarkan dan
diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol. Pada abortus hasil konsepsi yang dikeluarkan terdapat dalam berbagai bentuk yaitu kantong amnion kosong, di dalam kantung amnion terdapat benda kecil yang bentuknya masih belum jelas (blighted ovum), atau janin telah mati lama. Plasentasi tidak adekuat sehingga sel tropoblas gagal masuk ke dalam arteri spiralis. Akibatnya, terjadi peredaran darah prematur dari ibu ke anak. 27,51,70
2.6. Diagnosis
Abortus diduga pada wanita yang pada masa reproduktif mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah terlambat haid. Hipotesis dapat diperkuat pada pemeriksaan bimanual dan tes kehamilan. Harus diperhatikan banyaknya perdarahan, pembukaan serviks, adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina. Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya sedikit-sedikit dan berlangsung lama, ekaligus dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan, dan akibat perdarahan tidak menimbulkan gangguan apapun atau syok. Disebut pendarahan ringan -sedang bila doek bersih selama 5 menit, darah segar tanpa gumpalan, darah yang bercampur dengan mukus. Pendarahan berat bila pendarahan yang banyak, merah terang, dengan atau tanpa gumpalan, doek penuh darah dalam waktu 5 menit, dan pasien tampak pucat.3 Bentuk pengeluaran hasil konsepsi bervariasi berupa pada usia gestasi di bawah 11
14 minggu dimana plasenta belum terbentuk sempurna dikeluarkan seluruh atau sebagian hasil konsepsi, di atas 16 minggu, dengan pembentukan plasenta sempurna dapat didahului dengan ketuban pecah diikuti pengeluaran hasil konsepsi, dan dilanjutkan dengan pengeluaran plasenta, berdasarkan proses persalinannya dahulu disebutkan persalinan immaturus, dan hasil konsepsi yang tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu, sehingga terjadi ancaman baru dalam bentuk gangguan pembekuan darah. 73 Diagnosis abortus dilakukan berdasarkan jenisnya, yaitu:27,51,70,73,74 1.
Abortus Iminens adalah pendarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu, hasil konsepsi masih di dalam uterus dan tidak ada dilatasi serviks. Pasien akan atau tidak mengeluh mules-mules, uterus membesar, terjadi pendarahan sedikit seperti bercak - bercak darah menstruasi tanpa riwayat keluarnya
jaringan
terutama
pada
trimester
pertama
kehamilan.
Pada
pemeriksaan obstetrik dijumpai tes kehamilan positif dan serviks belum membuka. Pada inspekulo dijumpai bercak darah di sekitar dinding vagina, porsio tertutup, tidak ditemukan jaringan. 2.
Abortus Insipiens adalah erdarahan kurang dari 20 minggu karena dilatasi serviks uteri meningkat dan hasil konsepsi masih dalam uterus. Pasien akan mengeluhkan mules yang sering dan kuat, keluar darah dari kemaluan tanpa riwayat keluarnya jaringan, pendarahan biasanya terjadi pada trimester pertama kehamilan, darah berupa darah segar menglair. Pada inspekulo, ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak ditemukan jaringan. 3. Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih terdapat sisa hasil konsepsi tertinggal dalam uterus. Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan pendarahan berupa darah segar mengalir terutama pada trimester pertama dan ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir.
4.
Abortus Komplit adalah keaddan di mana semua hasil konsepsi telah dikeluarkan. Pada penderita terjadi perdarahan yang sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus mulai mengecil. Apabila hasil konsepsi saat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semua sudah keluar dengan lengkap. Pada penderita ini disertai anemia sebaiknya disuntikan sulfas ferrosus atau transfusi bila anemia. Pendarahan biasanya tinggal bercak - bercak dan anamnesis di sini berperan penting dalam menentukan ada tidaknya riwayat keluarnya jaringan dari jalan 12
lahir Pada inspekulo,
ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio
terbuka, tidak ditemukan jaringan 5. Missed Abortion ditandai dengan kematian embrio atau fetus dalam kandungan >8 minggu sebelum minggu ke -20. Pada anamnesis akan ditemukan uterus berkembang lebih rendah dibanding usia kehamilannya, bisa tidak ditemukan pendarahan atau hanya bercak - bercak, tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Pada inspekulo bisa ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina, portio tertutup, tidak ditemukan jaringan 6.
Abortus rekuren adalah a bortus spontan sebanyak 3x/ lebih berturut-turut. Pada anamnesis akan dijumpai satu atau lebih tanda-tanda abortus di atas, riwayat menggunakan IUD atau percobaan aborsi sendiri, dan adanya demam.
7.
Abortus Septik ditandai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritonium. Hasil diagnosis ditemukan: panas, lemah, takikardia, sekret yang bau dari vagina, uterus besar dan ada nyeri tekan dan bila sampai sepsis dan syok (lelah, panas, menggigil)
8.
Blighted ovum adalah suatu keadaan di mana embrio tidak terbentuk tetapi terdapat kantung gestasi. Kofirmasi tidak ada embrio pada kantung gestasi (diameter minimal 25 mm) dengan USG.
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk abortus meliputi: 3,51,75 1.
Ultrasonografi Pada usia 4 minggu, dapat terlihat kantung gestasi eksentrik dengan diameter 2-3 mm. Pada usia gestasi 5 minggu, terlihat diameter kantung gestasi 5 mm, kantung telur 3-8 mm. Pada usia gestasi 6 minggu, terlihat diameter kantung gestasi 10 mm, embrio 2-3 mm, dan terdapat aktivitas jantung. Pada usia gestasi 7 minggu, diameter kantung gestasi 20 mm, terlihat bagian kepala dan badan yang menyatu. Pada usia gestasi 8 minggu, diameter kantung gestasi 25 mm, herniasi midgut, terlihat rhombencephalon, dan limb buds. Pada usia gestasi 9 minggu, tampak pleksus koroidalis, vertebra, dan ekstremitas. Pada usia gestasi 10 inggu, telah terlihat bilik jantung, lambung, kandung kemih, dan osifikasi tulang, pada usia gestasi 11, usus telah terbentuk dan struktur lainnya cenderung telah terbentuk dengan baik. Abortus dapat ditegakkan dari USG transabdominal bila pada embrio >8 mm tidak ditemukan aktivitas jantung. 13
2.
Kariotipe genetik
3.
Tiroid, KGD
4.
BIopsi endometrium fase luteal untuk kadar progesteron
5.
Infeksi
6.
Imunologis
7.
Beta hCG Serum beta HCG >2500 IU per mL disertai dengan USG transvaginal 90% KDR Serum beta HCG >6500 IU per mL disertai dengan USG abdomen
90%
KDR 2.8. Diagnosis banding27,51,70,73,74 Diagnosis Gejala banding Abortus - perdarahan dari iminens uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu berupa flek -flek - nyeri perut ringan - keluar jaringan (-) Abortus - perdarahan banyak insipien dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu - nyeri perut berat - keluar jaringan (-)
Abortus inkomplit
Abortus komplit
Missed abortion
Pemeriksaan fisik
-
-
- perdarahan banyak / sedang dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu - nyeri perut ringan - keluar jaringan sebagian (+)
-
- perdarahan (-) - nyeri perut (-) - keluar jaringan (+)
-
- perdarahan (-) - nyeri perut (-) - biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila
-
-
-
-
TFU sesuai dengan umur kehamilan Dilatasi serviks (-)
-
TFU sesuai dengan umur kehamilan Dilatasi serviks (+)
-
TFU kurang dari umur kehamilan Dilatasi serviks (+) teraba jaringan dari cavum uteri atau masih menonjol pada osteum uteri eksternum TFU kurang dari umur kehamilan Dilatasi serviks (-)
-
TFU kurang dari umur kehamilan Dilatasi serviks (-)
-
-
-
Pemeriksaan penunjang tes kehamilan urin masih positif USG : gestasional sac (+), fetal plate (+), fetal movement (+), fetal heart movement (+) tes kehamilan urin masih positif USG : gestasional sac (+), fetal plate (+), fetal movement (+/-), fetal heart movement (+/-) tes kehamilan urin masih positif USG : terdapat sisa hasil konsepsi (+)
- tes kehamilan urin masih positif bila terjadi 7-10 hari setelah abortus. USG : sisa hasil konsepsi (-) - tes kehamilan urin negatif setelah 1 minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. - USG : gestasional sac (+), fetal plate (+), fetal movement (-), fetal heart movement 14
Mola hidatidosa
Blighted ovum
KET
kehamilannya > 14 minggu sampai 20 minggu penderita merasakan rahimnya semakin mengecil, tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. - Tanda kehamilan (+) - Terdapat banyak atau sedikit gelembung mola - Perdarahan banyak / sedikit - Nyeri perut (+) ringan - Mual - muntah (+) - Perdarahan berupa flek -flek - Nyeri perut ringan - Tanda kehamilan (+) - Nyeri abdomen (+) - Tanda kehamilan (+) - Perdarahan pervaginam (+/-)
(-)
-
-
-
TFU lebih dari umur kehamilan Terdapat banyak atau sedikit gelembung mola DJJ (-)
- tes kehamilan urin masih positif (Kadar HCG lebih dari 100,000 mIU/mL) - USG : adanya pola badai salju (Snowstorm).
TFU kurang dari usia kehamilan OUE menutup
- tes kehamilan urin positif - USG : gestasional sac (+), namun kosong (tidak terisi janin). - Lab darah : Hb rendah, eritrosit dapat meningkat, leukosit dapat meningkat. - Tes kehamilan positif - USG : gestasional sac diluar cavum uteri.
- Nyeri abdomen (+) - Tanda-tanda syok (+/-) : hipotensi, pucat, ekstremitas dingin. - Tanda-tanda akut abdomen (+) : perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen. - Rasa nyeri pada pergerakan servik. - Uterus dapat teraba agak membesar dan teraba benjolan disamping uterus yang batasnya sukar ditentukan. - Cavum douglas menonjol berisi darah dan nyeri bila diraba
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus masih kontroversial. Namun, biasanya didasari oleh jenis abortus yang terjadi. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis. Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah penilaian kondisi klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya diagnosis dan memulai pertolongan awal kegawatdaruratan. Dengan langkah ini, dapat dikenali berbagai komplikasi yang dapat 15
mengancam keselamatan pasien seperti syok, infeksi/sepsis, perdarahan hebat (masif) atau taruma intraabdomen. Melalui pengenalan ini, dapat diambil langkah untuk mengatasi kondisi kegawatdarutan.3 Penatalaksanaan abortus secara spesifik disesuaikan dengan jenis abortusnya yaitu: 1.
Abortus imminens Tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik namun dianjurkan untuk membatasi
aktivitas
agar
meminimalkan
kemungkinan
rangsangan
prostaglandin. Tidak dianjurkan terapi dengan hormon estrogen dan progesteron. Meta analisis menunjukkan bahwa tatalaksana abortus imminens dengan preparat progesteron dengan plasebo menunjukkan hasil yang hampir sama (RR 0,53; 95CI 0,35-0,79). Regimen progesteron yang dipakai yaitu dydrogesteron oral 40 mg lalu 10 mg dilanjutkan sampai 16 minggu, pervaginam 25 -90 mg sampai 14 hari berhenti berdarah, dan dydrogesteron oral 10 mg dilanjutkan sampai 1 minggu setelah berhenti berdarah. 77
Terapi dydrogesteron dipertimbangkan dengan asumsi farmakodinamik untuk menyokong pertumbuhan uterus. Akan tetapi, penelitian menunjukkan bahwa perbandingan abortus antara kelompok yang menerima dydrogesteron dengan kelompok kontrol tidak menunjukkan hasil yang berbeda (p<0,001) dengan konsentrasi progesteron yang hampir sama. 78 Akan tetapi, penelitian Zibdeh et al. menunjukkan adanya pengurangan insidensi abortus rekuren pada kelompok yang diterapi dydrogesteron dibanding kelompok kontrol (OR 0,38, p<0,001). 79 Begitu juga pada kasus abortus iminens (OR 3,77). 80 Hindari campur terlebih dahulu karena dapat terjadi kolonisasi bakteri pada kavum uteri di mana bakteri dapat lanjut menginvasi membran fetus, plasenta, cairan amnion yang meningkatkan risiko abortus. Selain itu, cairan semen dari laki-laki dapat merangsang kontraksi uterus dan pengeluaran oksitosin. 81 Vitamin diberkan dengan asumsi fungsi antioksidan untuk mengatasi penyebab stres oksidatif pada kasus abortus. Penelitian Rumbold, et al. (2005) pada 35353 16
kehamilan menunjukkan bahwa pemberian vitamin A gagal menunjukkan penurunan angka abortus tetapi pemberian vitamin C dan E meunjukkan hasil sebaliknya.82 Suatu RCT pada 183 wanita menunjukkan bahwa suplementasi hCG tidak menurunkan angka abortus pada abortus imminens. 83 Pemberian tokolitik seperti beta agonis dinilai bermanfaat dalam menurunkan risiko abortus (OR 0,17). 84 2.
Abortus insipiens Umumnya harus dirawat. Karena tidak ada kemungkinan kelangsungan hidup bagi janin, maka dapat diberikan misoprostol untuk mengeluarkan konsepsi. Dapat analgetik mungkin diberikan. Demikian pula, setelah janin lahir, kuretase mungkin diperlukan. 77 Pada kehamilan kurang dari 12 atau 16 minggu biasanya perdarahan tidak banyak namun bahaya perforasi lebih besar pada kerokan sehingga proses abortus harus dipercepat. Dengan pemberian infuse oksitosin janin dapat keluar. Regimen lain yang dapat diberikan adalah ergometrin im (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 μg oral (dapat diulang sekali setelah 4 jam bila perlu). Apabila plasenta masih tertinggal pengeluaran plasenta dilakukan secara manualdan disusul kerokan. Namun bahaya yang perforasi yang terakhir ini tidak begitu besar karena dinding uterus jadi lebih tebal karena hasil konsepsi telah keluar.51,70
3.
Abortus inkomplit Abortus inkomplit dapat ditatalaksana dengan rawat ekspektatif, pembebahan, maupun medikamentosa. Efektivitas rawat ekspektatif berkisar antara 52%-81% setelah follow up 2 minggu. 84 Terapi medikamentosa dengan misoprostol menunjukkan efektivitas 80% ke atas. Namun, tidak ada perbedaan statistik yang signifikan antara keduanya. 85 Reynold et al. (2005) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan statistik yang signifikan mengenai efikasi medikamentosa dan pembedahan dalam penatalaksanaan abortus inkomplit. Namun, terdapat peningkatan risiko infeksi pelvik pada penatalaksanaan secara surgikal (p<0,001). Hal ini berlaku saat kantung gestas <24 mm. Setelahnya, efikasi medikamentosa dibanding pemebdahan akan berkurang 85%. 86 Penelitian Weeks et al. Dengan 600 mcg misoprostol oral dengan aspirasi vakum manual menunjukkan bahwa lebih baik dengan misoprostol, tetapi tidak bermakna (96,3 17
vs 91,4).87 a. Perbaiki keadaan umum: volume intravaskuler efektif harus dipertahankan untuk memberikan perfusi jaringan yang adekuat. b. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat Sekitar 13% abortus bersifat infeksius baik pre dan post operasi. Fawcus et al. (1997) menunjukkan 49,5% wanita hamil dengan abortus inkomplit diberikan terapi antibiotik dan transfusi.88 Penelitian Chow et al. (1997) pada 77 pasien abortus menunjukkan penatalaksanaan dengan penicillin + chloraphenicol lebih baik dibanding chloramphenicol tunggal. 89 Seeras (1989) menunjukkan tidak ada perbedaan insidensi sepsis antara kelompok kontrol dengan kelompok yang menerima tetrasiklin kapsul 500 mg 4 kali sehari (RR 1,36, 95CI 0,86 -2,14).90 Pada RCT yang menilai profilaksis doksisiklin sebelum kuretase, ditunjukkan tidak ada efek yang bermakna terhadap penurunan motralitas infeksi pasca kuretase.91 c. Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan laparotomi eksplorasi, sampai pengangkatan rahim Pada perdarahan ringan dan kehamilan <16 minggu, dapat dilakukan pengeluaran hasil konsepsi yang terjepit pada serviks dengan jari atau forceps cincin. Bila perdarahan sedang- berat dan usia kehamilan <16 minggu, dilakukan evakuasi hasil konsepsi dari uterus dengan pilihan aspirasi vakum. Indikasi aspirasi vakum manual adalah pada kasus abortus insipien atau inkomplit <16 minggu (sumber lain menyebutkan batasan usia kehamilan <12 -14 minggu). Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila diperlukan) atau misoprostol 400 μg oral (dapat diulang setelah 4 jam bila diperlukan). Pada kehamilan >16 minggu, dilakukan induksi ekspulsi janin infus oksitosin 40 IU dalam 1 L kristaloid dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai ekspulsi hasil konsepsi terjadi. Bila perlu, dapat diberikan misoprostol 200 μg per vaginam tiap 4 jam hingga terjadi ekspulsi, dosis total tidak lebih dari 800 μg. Setelah itu, mengevakuasi sisa hasil konsepsi yang tersisa dari uterus.77 Penelitian Gulmezoglu menunjukkan bahwa metode operatif yang dipilih untuk abortus inkomplit adalah aspirasi vakum dengan efek samping yang rendah: kehilangan darah minimal (RR 0,28), nyeri minimal (RR 0,74), waktu lebih 18
singkat (-1,2 menit) dibanding kuretase tajam. Di samping itu, prosedur ini tidak memerlukan anestesi umum dan memiliki efektivitas yang cukup baik (persentase evakuasi komplit rata-rata >98%). Walaupun begitu, perhitungan statistik menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. 88 Heath et al. menunjukkan bahwa tidak ada manfaat pemeriksaan histopatologi jaringan kuretase. Akan tetapi, hal ini tetap saja diperiksakan untuk mencegah kemungkinan KET. 92 Beberapa studi menganjurkan terapi misoprostol. 93 Efikasi misoprostol berkisar 13%-96% dengan banyak faktor yang mempengaruhinya misal, abortus, dan ukuran kantung gestasi. Angka keberhasilan tinggi (70% -96%) ditemukan pada kasusu abortus inkomplit dengan misoprostol dosis tinggi (1200 mcg -2400 mcg) yang berikan pervaginam. 94,95
Chung et al. menunjukkan bahwa 400 mcg misoprostol oral setiap 4 jam menunjukkan efikasi yang baik dengan dosis maksimum 1200 mcg. 96 Gonlund yang membandingkan rawat ekspektatif dengan misoprostol vaginal 400 mcg menunjukkan keberhasilan 90% lebih baik dengan evaluasi pada hari 8 dan 14.97 Studi yang membandingkan rute oral dan vaginal menunjukkan bahwa vaginal lebih baik.98 Meka et al. menganjurkan penatalaksanaan dengan 600 mcg misoprostol pervaginam dan kontrol tes kehailan urin setelah 3 minggu tatalaksana.99 Mengenai efektivitas melalui rute apa misoporstol harus diberikan masih kontroversial. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa misoprostol lebih efektif diberikan per bukal atau per vaginam agar tidak perlu melalui proses first pass metabolism. Meta analisis pada 15 penelitian (2118 wanita) menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna kejadian abortus pada kelompok yang diberikan progestogen oral/im/vaginal dan plasebo. Mittal et al. (2004) juga menunjukkan 19
efikasi misoprostol yang sama antara kedua kelompok. 100 Wiebe et al (2004) pada wanta abortsi menunjukkan bahwa terapi misoprostol vaginal lebih efektif dibanding bukal setelah terapi metroteksat.101 Akan tetapi, Middleton et al. (2005) pada 442 wanita menunjukkan bahwa efikasi terapi misoprostol bukal lebih baik dibanding vaginal setelah mifepriston. 102
4.
Abortus komplit
a. Perbaiki keadaan umum b. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat c. Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan laparotomi eksplorasi, sampai pengangkatan rahim.51,77 5.
Abortus rekuren Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh karena itu, penanganannya terdiri atas: memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak, larangan koitus dan olah raga. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid, dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis. Risiko perdarahan pervaginam yang hebat maka perlu diperhatikan adanya tanda-tanda syok dan hemodinamik yang tidak stabil serta tanda-tanda vital. Jika pasien hipotensi, diberikan secara intravena- bolus kristaloid untuk stabilisasi hemodinamik, memberikan oksigen, dan mengirim jaringan yang ada, ke rumah sakit untuk diperiksa.51
6.
Missed abortion Bila gestasional <12 minggu, bisa langsung dilakukan dilatasi dan kuretase jika seviks memungkinkan. Bila gestasional >12 minggu / <20 minggu, dilakukan 20
induksi (untuk mengeluarkan janin) & diberi Invus (iv) cairan oksitosin (untuk profilaksis retensi cairan). Terdapat tehnik pemberian prostagalandin untuk induksi serta berefek pd pembukaan ostium serviks, dgn pemberian mesoprostol (sublingual). Bila usia gestasi lebih dari 4 minggu memungkinkan terjadinya gangguan trombosis darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase. 27 7.
Abortus infeksi atau septik Kuretase dilakukan setelah 6 jam diberikan antibiotika yang adekuat. Pada infeksi berat, diberikan ampisilin intravena 2 g setiap 6 jam, gentamisin 5 mg/kgBB intravena selama 24 jam, dan metronidazole 500 mg intravena setiap 8 jam. Pada infeksi ringan, cukup diberikan amoxicillin oral 3 kali sehari selama 5 hari, metronidazole oral 400 mg 3 kali sehari selama 5 hari, dan gentamisin intravena 5 mg/kgBB bila perlu. 103
8.
Blighted ovum Dilatasi dan kuraetase secara selektif.
2.11. Pencegahan
Pada serviks inkompeten, dilakukan operasi untuk mengecilkan ostium uteri pada kehamilan 12 minggu atau lebih sedikit. Dasar operasinya adalah memperkuat jaringan serviks yang lemah dengan melingkari daerah ostium uteri internum dengan benang sutera atau dakron yang tebal. Jika berhasil maka kehamilan dapat dilanjutkan sampai hampir cukup bulan dan benang dipotong pada usia kehamilan 38 minggu. Operasi tersebut dapat dilakukan menurut cara Shirodkar atau cara Ma c Donald.104
2.12. Prognosis
Selain pada kasus antibodi antifosfolipid dan serviks inkompeten, angka kesembuhan setelah tiga kali abortus berturut-turut berkisar antara 70 dan 85 %, apapun terapinya. Bahkan, Warburton dan Fraser (1964) menunjukkan kemungkinan abortus rekuren adalah 25-30% berapapun jumlah abortus sebelumnya. Poland, et al. (1977) mencatat bahwa apabila seorang wanita pernah melahirkan bayi hidup, risiko untuk setiap abortus rekuren adalah 30%. Namun, apabila wanita belum pernah melhairkan bayi hidup dan pernah mengalami paling sedikit satu kali abortus spontan, 21
risiko abortus adalah 46%. Wanita dengan abortus spontan tiga kali atau lebih berisiko lebih besar mengalami pelahiran preterm, plasenta previa, presentasi bokong, dan malformasi janin pada kehamilan berikutnya (Thom dkk, 1992). 27,51
BAB 3 LAPORAN STATUS PASIEN
1.
Identitias Pasien
Nama
: Ny. R
Umur
: 25 tahun
Pendidikan
: SMA 22
2.
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Suku/Agama
: Jawa/Islam
Status
: Menikah
Alamat
: Jalan RTA Milono
Tanggal Masuk
: 26 November 2017
No. MR
: 04.48.12
Anamnesis
Keluhan utama
: Keluar darah dari kemaluan
Anamnesa
:
- Hal ini dialami pasien sejak 2 hari ini dan memberat dalam 1 hari terakhir. Darah yang keluar berwarna merah segar bercampur kehitaman disertai gumpalan darah, frekuensi 1-2 kali ganti pembalut per hari. Pasien melihat keluar gumpalan darah seperti jaringan atau hati ayam. Keluhan ini disertai dengan nyeri perut seperti mulas-mulas dan nyeri pinggang. Tiga hari lalu, pasien mengaku memeriksakan dirinya ke dokter dan dinyatakan janin tidak berkembang dan diputuskan dokter memberikan obat untuk mengeluarkan janin tersebut. - Pasien mengaku dirinya hamil berusia 6 minggu, pasien mengaku selama hamil ini ia tetap bekerja sebagai pegawai bank yang setiap harinya menggunakan high heels setinggi 5cm. Riwayat terjatuh (-). - Riwayat keluar air -air dari kemaluan disangkal, riwayat keputihan (-), dan riwayat minum jamu- jamu (-). - BAK (+), BAB (+), kesan normal.
Riwayat dan Kebiasaan Riwayat Penggunaan Obat Tidak jelas Riwayat Penyakit Terdahulu Tekanan darah tinggi, gula, jantung, asma, dan alergi disangkal Riwayat Penyakit Keluarga 23
Tidak ada yeng mengalami hal serupa Riwayat Haid HPHT
: 10-09-2017
Menarche
: 15 tahun
Siklus
: 25-32 hari
Lama Haid
: 5-7 hari, teratur
Ganti pembalut
: 2-3 kali sehari
Nyeri haid
: -
Riwayat Persalinan 1.
Hamil ini
Riwayat Pernikahan Pertama kali dengan suami sekarang yang berusia 30 tahun, sudah menikah 1 tahun. Riwayat Kontrasepsi Tidak pernah. Riwayat Sosial dan Ekonomi Pasien saat ini tinggal dengan suaminya. Pasien adalah seorang pegawai bank dan suami pasien bekerja sebagai pegawai swasta di suatu pabrik. Biaya hidup sehari-hari diperoleh dari gaji yang didapat suami pasien. Pasien mengaku tidak pernah mengonsumsi alkohol maupun merokok. Akan tetapi, suami pasien sering merokok saat di rumah sekitar 5-8 batang per hari. Riwayat Operasi Tidak dijumpai 3.
Pemeriksaan Fisik
Sensorium
: Compos mentis
Anemis
: (-)
TD
: 100/60 mmHg
Ikterus
: (-)
HR
: 90 x/i, teratur
Sianosis
: (-)
RR
: 20 x/i
Dyspnea
: (-)
Temperatur
: 36,8 ºC
Edema
: (-)
Status Generalisata Kepala
: Mata
: Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor ka=ki, ø3 mm 24
Hidung
: Konka eutrofi, septum medial
Mulut
: Kandidiasis oral (-), uvula medial, tonsil T1/T1
Telinga
: Sekret (-/-), pendengaran (+)
Toraks Pemeriksaan Fisik A Inspeksi b d o m e n Palpasi : Perkusi I n s p e k s Auskultasi i : S i m etris, jejas (-)
Ekstremitas
Depan
Belakang
Simetris fusiformis, Simetris fusiformis, pernafasan pernafasan torakoabdominal, torakoabdominal, pergerakan otot-otot nafas pergerakan otot-otot nafas tambahan (-), tambahan (-) hiperpigmentasi areola mammae (+) Stem fremitus kanan=kiri, Stem fremitus paru kesan normal. kanan=kiri, kesan normal. Sonor pada kedua lapangan Sonor pada kedua lapangan paru. paru. Batas jantung relatif Atas : ICR III sinistra Kanan: LSD Kiri : 2 cm LMCS, ICR V Paru Paru SP: vesikuler pada seluruh SP: vesikuler pada seluruh lapangan paru lapangan paru ST: ST: Jantung HR 90 x/i, reguler, intensitas kuat, murmur (-), gallop (-) Palpasi : Soepel Perkusi : Timpani Auskultasi: Peristaltik (+) N : jejas (-), luka (-), edema (-)
A
25
Abdomen
: Inspeksi : Simetris Palpasi
: Soepel, H/L/R ttb. Nyeri tekan suprapubik.
Perkusi
: Timpani
Auskultasi: Normoperistaltik Ekstremitas
: Akral hangat.
Status Obstetrikus Abdomen
: Soepel, tidak teraba massa, nyeri tekan (+)
Leopold I
: TFU tidak teraba
Leopold II
: Tidak dapat dinilai
Leopold III
: Tidak dapat dinilai
Leopold IV
: Tidak dapat dinilai
Status Ginekologis
4.
Inspeksi
: Massa (-), P/V (+) merah kehitaman
Inspekulo
: Tidak dilakukan
VT
: Tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah Lengkap Hemoglobin
: 12,1 g/dl
Hematokrit
: 36,4 %
Red Blood Cell
: 3,65x106/mm³
Leukosit
: 8900/mm³
Trombosit
: 279.000/mm³
MCV
: 36,9 fL
MCH
: 30,2 fL
MCHC
: 34,4 fL 26
Tes beta HCG urin : (+) Ultrasonografi Transabdominal - Tidak dilakukan 5.
Diagnosis
Abortus inkomplit
6.
Penatalaksanaan
- Kuretase emergensi - IVFD RL 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxone 2 g (profilaksis)
7.
Laporan Kuretase
- Ibu dibaringkan di meja operasi dengan posisi litotomi dengan infus terpasang dengan baik. Dilakukan pengosongan kandung kemih dan vulva hygiene lalu dilakukan pemasangan doek steril kecuali lapangan operasi. - Dilakukan pemasangan sims spekula atas dan bawah - Dilakukan pemasangan tenakulum pada arah jam 11 - Kemudian sinus spekulum atas dilepaskan - Dilakukan sondase didapatkan uterus antefleksi panjang 7 cm - Dilakukan kuretase dengan sendok kuret tajam dari anah jam 12 searah jarum jam hingga terdengar suara kerokan kelapa dan keluar buih - Didapatkan sisa jaringan sebesar 50 gram dan stoll cell 50 cc - Tenakulum dilepas dan sims spekulo bawah dilepas - Evaluasi perdarahan: t.a.a. - Keadaan umum ibu post kuret: stabil - Rencana post kuretase: Awasi vital sign dan tanda-tanda pendarahan Cek darah lengkap 2 jam post kuretase, jika Hb ≤8gr/dl, transfusi sesuai kebutuhan. Pemeriksaan histopatologi jaringan kuretase Terapi
IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam 27
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
28