Demokrasi dan Korupsi
Diajukan untuk Memenuhi Tugas MKWU Pendidikan Kewarganegaraan Pembimbing : Dr. Mardenis, SH.M.Si
Oleh
Dinda Puan Rizka W. Inge De Laila Kamilaturrizqi Sakinah Nadira Haura Sausano G. Nizil Humaira Alva
1510311088 1510311068 1510311040 1510311024 1510311076
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2016
A. DEMOKRASI 1. Pengertian Demokrasi Kebanyakan orang mungkin sudah terbiasa dengan istilah demokrasi. Secara etimologis, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” berarti rakyat dan “kratos” berarti kekuasaan atau berkuasa. Dengan demikian, demokrasi artinya pemerintahan oleh rakyat, dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas. Dalam ucapan Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16 (periode 1861-1865) demokrasi secara sederhana diartikan sebagai “the government from the people, by the people, and for the people”, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kebebasan dan demokrasi sering dipakai secara timbal balik, tetapi keduanya tidak sama. Menurut Alamudi (1991) demokrasi sesungguhnya adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan, tetapi juga mencakup seperangkat praktik dan prosedur yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku, sehingga demokrasi sering disebut suatu pelembagaan dari kebebasan. Karena itu, mungkin saja mengenali dasar-dasar pemerintahan konstitusional yang sudah teruji oleh zaman, yakni hak asasi dan persamaan di depan hukum yang harus dimiliki setiap masyarakat untuk secara pantas disebut demokrasi. Menurut International Commision of Jurist (ICJ), demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusankeputusan politik diselenggarakan oleh wn melalui wakil-wakil yg dipilih oleh mereka dan bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yg bebas. Sedangkan menurur Henry B Mayo yang dikutip oleh Azyumardi Azra menyatakan bahwa: Demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan plotik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. (Azyumardi Azra, 2003: 110) Dari beberapa pendapat di atas diperoleh kesimpulan bahwa demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan, yang memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Demokrasi bertujuan : mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
warga
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya dengan pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica), yaitu kekuasaan
yang diperoleh dari rakyat harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika faktafakta sejarah mencatat kekuasaaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu membentuk masyarakat yang adil dan beradaab,bahkan kekuasaan absolut pemerintah sering menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Demokrasi tidak akan datang,tumbuh,dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,dan bernegara. Oleh karena itu,demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga dan perangkat pendukungnya,yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu mind set (kerangka berpikir) dan setting social (rancangan masyarakat). Bentuk konkret manifestasi tersebut adalah demokrasi menjadi way of life (pandangan hidup) dalam seluk beluk sendi bernegara, baik masyarakat maupun oleh pemerintah. Menurut Nurcholich Madjid, demokrasi dalam kerangka diatas berarti proses melaksanakan nilai-nilai civility (keadaban) dalam bernegara dan bermasyarakat. Demokrasi merupakan proses menuju dan menjaga civil society yang menghormati dan berupaya merealisasikan nilai-nilai demokrasi(Sukron,2002). Menurut Nurcholish Madjid (Gak Nur), pandangan hidup demokratis berdasarkan bahan-bahan telah berkembang, baik secara teoritis maupun pengalaman praktis di negeri-negeri yang demokrasinya cukup mapan. Negara atau pemerintah dalam menjalankan tata pemerintahan-nya dikatakan demokratis dapat dilihat dari empat aspek (Tim ICCE UIN Jakarta,2005:123),yaitu: 1.Masalah pembentukan negara; 2.Dasar kekuasaan negara; 3.Susunan kekuasaan negara; 4.Masalah kontrol rakyat. 2. Prinsip Demokrasi Di Indonesia Salah satu pilar demokrasi adalah trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif,yudikatif,dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen ) dalam berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini dapat saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip cheks and balances. Ketiga lembaga negara tersebut adalah lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga perwakilan rakyat (DPR,untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasan legislative. .Di bawah sistem ini,keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai dengan aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan
yang memilihnya melalui proses pemilian umum legislatif,selain sesuai dengan hukum dan peraturan. Selain pemlihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil- hasil penting,misalnya pemilihan presiden suatu negara ,diperoleh melalui pemilihan umum.Di Indonesia, hak pilih hanya diberikan kepada warga negara yang telah melewati umur tertentu ,misalnya umur 18 tahun , dan yang tidak memiliki catatan criminal (misalnya,narapidana atau bekas narapidana). Pada dasarnya prinsip demokrasi itu sebagai berikut: a. Kedaulatan di tangan rakyat Kedaulatan rakyat maksudnya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Ini berarti kehendak rakyat merupakan kehendak tertinggi. Apabila setiap warga negara mampu memahami arti dan makna dari prinsip demokrasi. b. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia Pengakuan bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama, dengan tidak membeda-bedakan baik atas jenis kelamin, agama, suku dan sebagainya. Pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang sebenarnya terlebih dahulu ada dibanding dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir pada tanggal 24 Desember 1945. Peraturan tentang hak asasi manusia. Undang-Undang Dasar 1945 dimuat dalam: Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama dan empat, Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR mengenai hak asasi manusia Indonesia telah tertuang dalam ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998. Setelah itu, dibentuk Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, Undang-Undang yang mengatur dan menjadi hak asasi manusia di Indonesia adalah Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. c. Pemerintahan berdasar hukum (konstitusi) Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi. d. Peradilan yang bebas dan tidak memihak Setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk diperlakukan sama didepan hukum, pengadilan, dan pemerintahan tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, agama, kekayaan, pangkat, dan jabatan. Dalam persidangan di pengadilan, hakim tidak membeda-bedakan perlakuan dan tidak memihak si kaya, pejabat, dan orang yang berpangkat. Jika merekabersalah, hakim harus mengadilinya dan memberikan hukuman sesuai dengan kesalahannya. e. Pengambilan keputusan atas musyawarah
Bahwa dalam setiap pengambilan keputusan itu harus dilaksanakan sesuai keputusan bersama(musyawarah) untuk mencapai mufakat. f. Adanya partai plitik dan organisasi sosial politik Bahwa dengan adanya partai politik dan dan organisasi sosial politik ini berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat. g. Pemilu yang demkratis Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Ciri-ciri Demokrasi. Menurut Henry B. Mayo dalam Miriam Budiarjo (1990: 62 ) dalam bukunya ”Introduction to Democratic Theory“, memberikan ciri-ciri demokrasi dari sejumlah nilai yaitu: a.
Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
b.
Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.
c.
Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
d.
Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
e.
Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat.
f.
Menjamin tegaknya keadilan.
Beberapa ciri pokok demokrasi menurut Syahrial Sarbini (2006 : 122) antara lain : a. b. c. d.
Keputusan diambil berdasarkan suara rakyat atau kehendak rakyat. Kebebasan individu dibatasi oleh kepentingan bersama, kepentingan bersama lebih penting daripada kepentingan individu atau golongan. Kekuasaan merupakan amanat rakyat, segala sesuatu yang dijalankan pemerintah adalah untuk kepentingan rakyat. Kedaulatan ada ditangan rakyat, lembaga perwakilan rakyat mempunyai kedudukan penting dalam system kekuasaan negara.
4. Nilai-Nilai Demokrasi Mengutip pendapatnya Zamroni dalam Winarno (2007: 98), nilai-nilai demokrasi meliputi : a.
Toleransi.
Bersikap toleran artinya bersikap menenggang (menghargai,membiarkan dan membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan kelakuan dan sebagainya) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri. Dalam mayarakat demokratis seorang berhak memiliki pandangannya sendiri, tetapi ia akan memegang teguh pendiriannya itu dengan cara yang toleran terhadap pandangan orang lain yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan pendirianya. Sebagai nilai, toleransi dapat mendorong tumbuhnya sikap toleran terhadap keanekaragamaan, sikap saling percaya dan kesediaan untuk bekerjasama antarpihak yang berbeda-beda keyakinan, prinsip, pandangan dan kepentingan. b.
Kebebasan mengemukakan pendapat. Mengeluarkan pikiran secara bebas adalah mengeluarkan pendapat,pandangan, kehendak, atau perasaan yang bebas dari tekanan fisik,psikis, atau pembatasan yang bertentangab dengan tujuan pengaturan tentan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Warga negara yang menyampaikan pendapatnya di muka umum berhak untuk mengeluarkan pikiran secar bebas dan memperoleh perlindungan hukum. Dengan demikian, orang bebas mengeluarkan pendapat tetapi perlu pengaturan dalam mengeluarkan pendapat tersebut agar tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan antar-anggota masyarakat. c.
Menghormati perbedaan pendapat. Warga negara yang menyampaikan pendapatnya di muka umum berhak untuk mengeluarkan pikiran secar bebas dan orang lain harus bias menghormati perbedaan pendapat orang tersebut. d.
Memahami keanekaragaman dalam masyarakat. Perubahan Dinamis dan arus Globalisasi yang tinggi menyebabkan masyarakat yang memiliki banyak dan beragam kebudayaan kurang memiliki kesadaran akan pentingnya peranan budaya lokal kita ini dalam memperkokoh ketahanan Budaya Bangsa. Oleh karena itu kita harus memahami arti kebudayaan serta menjadikan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia sebagai sumber kekuatan untuk ketahanan budaya bangsa.Agar budaya kita tetap terjaga dan tidak diambil oleh bangsa lain. e.
Terbuka dan komunikasi. Demokrasi termasuk bersikap setara pada sesama warga ataupun terbuka terhadap kritik, masukan, dan perbedaan pendapat, bukanlah sekadar sebuah keputusan politik, apalagi kemauan pribadi perorangan belaka. Demokrasi adalah sebuah proses panjang kebiasaan dan pembiasaan bersama yang terus-menerus. Demokrasi pada dasarnya adalah sebuah kepercayaan akan kebijakan orang banyak. Jauh dalam lubuknya, lebih dari sekadar kepercayaannya akan kebebasan sebagai fitrah manusia, demokrasi adalah haluan yang berusaha menempatkan kesetaraan manusia di atas segalanya. f.
Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan. Setiap manusia mempunyai hak yakni hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai kodrat dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang wajib untuk dilindungi dan dihargai oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan
harkat dan martabat manusia. Pengakuan bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama, dengan tidak membeda-bedakan baik atas jenis kelamin, agama, suku. g.
Percaya diri. Rasa percaya diri adalah sikap yang dapat di tumbuhkan dari sikap sanggup berdiri sendiri, sanggup menguasai diri sendiri dan bebas dari pengendalian orang lain dan bagaimana kita menilai diri sendiri maupun orang lain menilai kita.sehingga kita mampu menghadapi situasi apapun. Individu yang mempunyai rasa percaya diri adalah mengatur dirinya sendiri,dapat mengarahkan,mengambil inisiatif,memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri,dan dapat melakukan hal-hal untuk dirinya sendiri. h.
Tidak menggantungkan pada orang lain. Kekuasaan yang diberikan rakyat melalui satu proses demokratis dan dilaksanakan secara benar bersifat mengikat semua warga. Tetapi warga tetap memiliki kewenangan untuk melakukan kontrol atas penyelenggaraan kekuasaan. Hal ini hanya dapat tercapai apabila semua orang yang terlibat Di dalam aksi massa itu adalah warga yang berpikir mandiri dan serius. Rakyat yang menjadi pendukung utama demokrasi adalah rakyat yang madani, yang mandiri dalam pemikirannya. Dia mesti menjadi orang yang mengetahui apa yang dilakukannya dan mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatannya. i.
Saling menghargai. Salah satu sifat yang mesti diwujuddkan dalam kehidupan sehari-hari ialah saling menghargai kepada sesama manusia dengan berlaku sopan,tawadhu, tasamuh, muru‟ah (menjaga harga diri), pemaaf, menepati janji, berlaku „adil dan lain- lain. sebagainya. Harga menghargai ditengah pergaulan hidup, setiap anggota masyarakat mempunyai tanggung jawab moral untuk mempertahankan dan mewujudkan citra baik dalam masyarakat dengan menampakkan tutur kata, sikap dan tingkah laku, cara berpakaian, cara bergaul, lebih bagus daripada orang lain. j.
Mampu mengekang diri. Dengan kemampuan mengekang diri, maka hidup akan lebih tertata, dan lebih memungkinkan baginya mencapai sukses. Sebagai orang yang mampu mengekang diri, maka ia akan: Pertama, membangun komitmen yang kuat untuk tidak berpikir, bertindak, bersikap, dan berperilaku yang bertentangan dengan firman Allah SWT. Kedua, karena Allah SWT juga memerintahkan agar setiap manusia mampu memberi manfaat optimal bagi lingkungannya, maka ia berkomitmen untuk menjadikan pikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya bermanfaat optimal bagi lingkungannya. Ketiga, ia bersungguh-sungguh mewujudkan komitmennya agar ia dapat mewujudkan komitmennya. k.
Kebersamaan. Manusia adl makhluk sosial yang tdk bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan kebersamaan dlm kehidupannya. Tuhan menciptakan manusia beraneka ragam dan berbedabeda tingkat sosialnya. Ada yang kuat ada yang lemah ada yang kaya ada yang miskin dan seterusnya. Demikian pula Tuhan ciptakan manusia dengan keahlian dan kepandaian yang
berbeda-beda pula. Semua itu adalah dalam rangka saling memberi dan saling mengambil manfaat. l.
Keseimbangan Satu hal yang juga hampir boleh dikatakan tidak dapat lepas dari diri kita adalah kenyataan bahwa kita juga menjadi bagian dari kelompok kemasyarakatan dimanapun lingkungan kita berada, otomatis semua orang mempunyai fungsi dan peran sosialnya masingmasing dalam struktur kemasyarakatan tersebut, walau sekecil apapun peranan tersebut. Kehidupan masyarakat yang seimbang dapat dibayangka sebagai kehidupan masyarakat yang tumbuh secara bebas dan positif, penuh dengan variasi dan dinamikanya dalam suatu keteraturan uang serasi dan harmonis. 5. Pilar Demokrasi di Indonesia Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sanusi (2006) mengetengahkan sepuluh pilar demokrasi yang dipesankan oleh para pembentuk negara (the founding fathers) sebagaimana diletakkan di dalam UUD 1945 sebagai berikut: 1. Demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Esensinya adalah seluruh sistem serta perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI haruslah taat asas, konsisten, atau sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Demokrasi dengan kecerdasan Demokrasi harus dirancang dan dilaksanakan oleh segenap rakyat dengan pengertianpengertiannya yang jelas, dimana rakyat sendiri turut terlibat langsung merumuskan substansinya, mengujicobakan disainnya, menilai dan menguji keabsahannya. Sebab UUD 1945 dan demokrasinya bukanlah seumpama final product yang tinggal mengkonsumsi saja, tetapi mengandung nilai-nilai dasar dan kaidah-kaidah dasar untuk supra-struktur dan infrastruktur sistem kehidupan bernegara bangsa Indonesia. Nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar ini memerlukan pengolahan secara seksama. Rujukan yang mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa tidak dimaksudkan untuk diperlakukan hanya sebagai kumpulan dogma-dogma saja, melainkan harus ditata dengan menggunakan akal budi dan akal pikiran yang sehat. Pengolahan itu harus dilakukan dengan cerdas. 3. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat Demokrasi menurut UUD 1945 ialah demokrasi yang berkedaulatan rakyat, yaitu kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Secara prinsip, rakyatlah yang memiliki atau memegang kedaulatan itu. Kedaulatan itu kemudian dilaksanakan menurut undang-undang dasar. 4. Demokrasi dengan rule of law Negara adalah organisasi kekuasaan, artinya organisasi yang memiliki kekuasaan dan dapat menggunakan kekuasaan itu dengan paksa. Dalam negara hukum, kekuasaan dan hukum
itu merupakan kesatuan konsep yang integral dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Implikasinya adalah kekuasaan negara harus punya legitimasi hukum. Esensi dari demokrasi dengan rule of law adalah bahwa kekuasaan negara harus mengandung, melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth). Kekuasaan negara memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi yang terbatas pada keadilan formal dan kepura-puraan. Kekuasaan negara menjamin kepastian hukum (legal security), dan kekuasaan ini mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum (legal interest) seperti kedamaian dan pembangunan. Esensi lainnya adalah bahwa seluruh warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, memiliki akses yang sama kepada layanan hukum. sebaliknya, seluruh warga negara berkewajiban mentaati semua peraturah hukum. 5. Demokrasi dengan pembagian kekuasaan negara Demokrasi dikuatkan dengan pembagian kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-badan negara yang bertanggung jawab menurut undang-undang dasar. 6. Demokrasi dengan hak azasi manusia Demokrasi menurut UUD 1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati hak-hak asasi, melainkan untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya. Hak asasi manusia bersumber pada sifat hakikat manusia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia bukan diberikan oleh negara atau pemerintah. Hak ini tidak boleh dirampas atau diasingkan oleh negara dan atau oleh siapapun. 7. Demokrasi dengan peradilan yang merdeka Lembaga peradilan merupakan lembaga tertinggi yang menyuarakan kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum. Lembaga ini merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka (independent). Ia tidak boleh diintervensi oleh kekuasaan apapun. Kekuasaan yang merdeka ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya. Di muka pengadilan, semua pihak mempunyai hak dan kedudukan yang sama. 8. Demokrasi dengan otonomi daerah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini merupakan pelaksanaan amanat UUD 1945 yang mengatur bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah (Pasal 18 UUD 1945). 9. Demokrasi dengan kemakmuran Demokrasi bukan sekedar soal kebebasan dan hak, bukan sekedar soal kewajiban dan tanggung jawab, bukan pula sekedar soal mengorganisir kedaulatan rakyat atau pembagian kekuasaan. Demokrasi bukan pula sekedar soal otonomi daerah dan keadilan hukum. sebab
berbarengan dengan itu semua, demokrasi menurut UUD 1945 ternyata ditujukan untuk membangun negara berkemakmuran/kesejahteraan (welfare state) oleh dan untuk sebesarbesarnya rakyat Indonesia. 10. Demokrasi yang berkeadilan sosial Demokrasi menurut UUD 1945 menggariskan keadilan sosial diantara berbagai kelompok, golongan, dan lapisan masyarakat. Keadilan sosial bukan soal kesamarataan dalam pembagian output materi dan sistem kemasyarakatan. Keadilan sosial justru lebih merujuk pada keadilan peraturan dan tatanan kemasyarakatan yang tidak diskriminatif untuk memperoleh kesempatan atau peluang hidup, tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, politik, administrasi pemerintahan, layanan birokrasi, bisnis, dan lain-lain. B. KORUPSI 1. Pengertian Korupsi Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupunpegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidaklegal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: - Perbuatan melawan hukum, - Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, - Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan - Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 2. Penyebab Korupsi Beberapa kondisi yang mendukung munculnya korupsi yaitu: Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama". Lemahnya ketertiban hukum. Lemahnya profesi hukum. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang
-
berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".
Tindakan korupsi bukanlah hal yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebaba bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga berasal dari situasi lingkunan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang melakukan korupsi menurut:
Dr. Sarlito W. Sarwo, tidak ada jawaban yang persis, tetapi ada dua hal yang jelas, yaitu : 1. Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) 2. Rangsangan dari luar (dorongan dari teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya).
Dr. Andi Hamzah dalam disertainya menginventarisasi beberapa penyebab korupsi yaitu: 1. Gaji pegawai negeri yangh tidak sebanding dengan kebutuhan yang semakin tinggi 2. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi 3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efesien, yang memberikan peluan untuk korupsi 4. Modernisasi pengembangbiakan korupsi. Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul “Strategi Pemberantasan Korupsi,” antara lain : Aspek Individu Pelaku 1. Sifat Tamak Manusia Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
2. Moral yang Kurang Kuat Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu. 3. Tingkat upah dan gaji pekerja di sector public Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya. 4. Kebutuhan Hidup yang Mendesak Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi. 5. Gaya Hidup yang Konsumtif Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi. 6. Malas atau Tidak Mau Bekerja Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi. 7. Tidak Menerapkan ajaran Agama Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan. 3. Ciri-ciri, Jenis dan Bentuk Korupsi Menurut Syed Hussein Alatas, ciri-ciri korupsi adalah sebagai berikut. 1. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang 2. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan. 3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. 4. Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran hukum. 5. Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk memengaruhi keputusan-keputusan itu. 6. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum. 7. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001, maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif. a. Korupsi aktif Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau dapat merugikan keuangan negara,atau perekonomian negara.
b. Korupsi pasif Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.
1.Penyogokan: Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan. Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan. Duabelas negara yang paling minim korupsinya, menurut survey persepsi (anggapan tentang korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional pada tahun 2001 adalah Australia, Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Luxemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Singapura, Swedia, Swiss dan Israel. Menurut survei persepsi korupsi, tigabelas negara yang paling korup adalah Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia, Irak, Kenya, Nigeria, Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda, dan Ukraina. Namun demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga tidak ada).
2. Sumbangan kampanye dan "uang haram" Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi. Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.
4. Dampak Korupsi
a. Demokrasi Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
b. Ekonomi Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah. Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dariUniversitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara
berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel asetaset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan. c. Kesejahteraan umum Negara Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka. d. Dampak Lingkungan Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa dapat mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan. Karena proyek-proyek yang dikerjakan biasanya tidak mengikuti standarisasi lingkungan negara tersebut (atau internasional). Akibat dari penolakan mengikuti standarisasi tersebut akan berdampak kerusakan parah pada lingkungan dalam jangka panjang dan tentunya berimplikasi pada tingginya resiko masalah kesehatan. e. Dampak pada Kesehatan dan Keselamatan Manusia Resiko kerusakan dapat terjadi pada kesehatan dan keselamatan manusia berbagai akibat kualitas lingkungan yang buruk, penanaman modal yang anti-lingkungan atau ketidakmampuan memenuhi standarisasi kesehatan dan lingkungan. Korupsi akan menyebabkan kualitas pembangunan buruk, yang dapat berdampak pada kerentanan bangunan sehingga memunculkan resiko korban. f. Dampak pada Inovasi Korupsi membuat kurangnya kompetisi yang akhirnya mengarah kepada kurangnya daya inovasi. Perusahaan-perusahaan yang bergantung pada hasil korupsi tak akan menggunakan sumber dayanya untuk melakukan inovasi. Hal ini akan memicu perusahaanperusahaan yang tidak melakukan korupsi untuk tidak merasa harus menanamkan modal berbentuk inovasi karena korupsi telah membuat mereka tidak mampu mengakses pasar. g. Erosi Budaya Ketika orang menyadari bahwa tidak jujurnya pejabat publik dan pelaku bisnis, serta lemahnya penegakan hukum bagi pelaku-pelaku korupsi, akan menyebabkan masyarakat meninggalkan budaya kejujuran dengan sendirinya dan membentuk kepribadian masyarakat yang tamak. Hal serupa juga terjadi pada pelaku bisnis yang akan menyadari bahwa menawarkan harga dan kualitas yang kompetitif saja, tak akan cukup untuk memenuhi persyaratan sebagai pemenang tender. h. Menurunnya Tingkat Kepercayaan Kepada Pemerintah Ketika orang menyadari bahwa pelaku korupsi dilingkungan pemerintahan tidak dijatuhi hukuman, mereka akan menilai bahwa pemerintah tak dapat dipercaya. Kemudian secara moral, masyarakat seakan mendapat pembenaran atas tindakannya mencurangi pemerintah karena dianggap tidak melanggar nilai-nilai kemanusiaan.
i. Kerugian Bagi Perusahaan yang Jujur Jika peserta tender yang melakukan korupsi tidak mendapat hukuman, hal ini akan menyebabkan peserta yang jujur akan mengalami kerugian karena kehilangan kesempatan melakukan bisnisnya. Meski sesungguhnya hasil pekerjaanya jauh lebih baik dibanding perusahaan korup yang mengandalkan korupsi untuk mendapatkan tender dengan kualitas pekerjaan yang dapat dipastikan buruk.
RELASI KORUPSI DAN DEMOKRASI Ada kelakar menarik dari Kiai Hasyim Muzadi. Dia bercerita, "Pada masa Orde Lama, korupsi dilakukan di bawah meja. Tapi, pada masa Orde Baru, korupsi mulai terang-terangan dilakukan di atas meja. Justru pada masa Reformasi sekarang ini, bukan hanya uangnya yang dikorupsi, mejanya pun ikut dibawa lari." Analogi Kiai Hasyim tersebut mewakili kegelisahan umum yang berkembang belakangan ini, bahwa demokrasi yang dilahirkan rezim Reformasi justru memproduksi korupsi yang tiada henti. Publik terus dibombardir oleh kasus-kasus korupsi, sehingga lamakelamaan berita korupsi makin kehilangan aspek breaking news-nya. Data Kementerian Dalam Negeri 2014 yang merilis 3.169 anggota DPRD se-Indonesia yang tersangkut korupsi pun tak mampu lagi menggugah rasa penasaran kita. Kembali ke sindiran Kiai Hasyim, bahwa alih-alih demokrasi menurunkan derajat korupsi, rezim Reformasi justru membuka kotak Pandora korupsi. Benarkah demokrasi sejak 1998 membawa petaka korupsi? Dalam paper-nya yang berpengaruh, "The Causes of Corruption: a Cross-National Study" (2000), Daniel Treisman mengatakan bahwa tidak benar klaim yang mengatakan demokrasi membawa balada korupsi. Data cross-national di dunia menunjukkan negara otoriter cenderung lebih korup ketimbang negara demokratis. Secara statistik, hanya negara yang punya pengalaman 40 tahun lebih dalam berdemokrasi yang secara signifikan terbukti korupsinya lebih sedikit dibanding rezim otoriter di dunia. Kalau kita mengikuti temuan empiris ini, secara linear, Indonesia butuh 23 tahun lagi (terhitung sejak reformasi 1998) agar korupsi bisa berkurang secara drastis di sini. Tapi hubungan antara demokrasi dan korupsi, terkait dengan sistem pemerintahan otokratik dan demokrasi, tak selinear yang dibayangkan orang. Studi Treisman punya persamaan sekaligus "perbedaan" titik tekan dengan temuan riset yang dilakukan Montinola dan Jackman (2002). Persamaannya adalah demokrasi punya efek terhadap upaya memberantas korupsi. Namun, menurut Montinola dan Jackman, efek demokrasi terhadap pemberantasan korupsi tidak bersifat linear. Di negara semi-demokrasi atau belum terkonsolidasi, korupsi justru lebih banyak terjadi ketimbang di negara-negara otoriter. Demokrasi baru punya efek mengurangi korupsi jika ia sudah terkonsolidasi dan terlembaga secara baik.
Mengapa rezim demokrasi baru justru menangguk petaka korupsi lebih besar? Pendekatan institusi dapat menjelaskan hubungan non-linear antara demokrasi dan korupsi. Pada transisi menuju demokrasi, law enforcement tidak berjalan dengan baik. Pejabat yang berniat korupsi merasa yakin tak akan ditangkap jika melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Lembaga-lembaga produk demokrasi lainnya juga belum bekerja secara meyakinkan. Sementara itu, hegemoni rezim otoriter mampu mengerem laju korupsi, meski dengan represi. Korupsi tentu juga terjadi, tapi lebih bersifat predictable, dilakukan oleh lingkaran dekat rezim dan terpusat. Persis pada masa Soeharto, korupsi terjadi secara masif, tapi dilakukan oleh aktor-aktor yang dekat dengan penguasa. Pada rezim semi-demokrasi, korupsi mengalami desentralisasi dan terfragmentasi. Indonesia pasca-Reformasi menunjukkan pola korupsi yang menyebar dan bersifat unpredictable. Desain institusi amburadul dan bekerja secara serabutan. Pada saat yang sama, kapasitas sumber daya dan sistem pengawasan tidak memadai. Pada saat itu juga, publik mengalami surplus percaya diri. Media massa dan civil society mempunyai akses terhadap informasi setiap detail penyelewengan kekuasaan. Elite tak lagi bersifat monolitik dan solid. Rezim demokrasi baru membuka kesempatan bagi publik untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Di sinilah perbedaannya dengan rezim otoriter, di mana akses informasi terhadap kasus korupsi ditutup rapat-rapat. Setiap inisiasi masyarakat madani untuk mengawasi pemerintahan, direpresi secara brutal. Rezim otoriter tampak bersih dari korupsi bisa jadi karena publik tak mendapat akses informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi. Sedangkan rezim demokrasi, meski belum terkonsolidasi sekalipun, membuka celah partisipasi warga secara luas sehingga setiap titik korupsi sekecil apa pun pasti terlihat besar di mata publik. Yang diperlukan sekarang adalah kesabaran demokratik untuk meniti jalan Reformasi. Jangan buru-buru mengambil kesimpulan bahwa masa lalu lebih baik daripada sekarang. Demokrasi, di dalam dirinya, by definition, punya mekanisme mengurangi korupsi, karena demokrasi punya dua hukum besi: pertama, partisipasi publik dan akses informasi dibuka lebarlebar, sehingga penyalahgunaan kekuasaan idealnya bisa ditekan. Kedua, demokrasi punya prosedur formal melalui pemilu agar partai atau politikus korup bisa "ditendang" ke luar lapangan. Untuk itu, partai memainkan peran krusial dalam agenda perang melawan korupsi. Partai adalah etalase dan instrumen penting demokrasi. Jika partai kita banyak yang terjerat korupsi, akibatnya publik tidak percaya terhadap demokrasi. Partai yang korup itu sama saja membunuh demokrasi secara perlahan, tapi pasti. 7 Prinsip-Prinsip Demokrasi dan Penjelasannya Lengkap Prinsip demokrasi adalah beberapa kaidah dasar yang harus ada dan ditaati oleh negara penganut pemerintahan demokratis. Adapun prinsip-prinsip demokrasi tersebut sebagai berikut:
1. Negara Berdasarkan Konstitusi Pengertian negara demokratis adalah negara yang pemerintah dan warganya menjadikan konstitusi sebagai dasar penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Konstitusi dapat diartikan sebagai undang-undang dasar atau seluruh peraturan hukum yang berlaku di sebuah negara. Sebagai prinsip demokrasi, keberadaan konstitusi sangat penting sebab dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara. Konstitusi berfungsi untuk membatasi wewenang penguasa atau pemerintah serta menjamin hak rakyat. Dengan demikian, penguasa atau pemerintah tidak akan bertindak sewenang-wenang kepada rakyatnya dan rakyat tidak akan bertindak anarki dalam menggunakan hak dan pemenuhan kewajibannya.
2. Jaminan Perlindungan Hak Asasi Manusia Hak asasi manusia (HAM) adalah hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia mencakup hak untuk hidup, kebebasan memeluk agama, kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, serta hak-hak lain sesuai ketentuan undang-undang. Perlindungan terhadap HAM merupakan salah satu prinsip negara demokrasi karena perlindungan terhadap HAM pada hakikatnya merupakan bagian dari pembangunan negara yang demokratis.
3. Kebebasan Berserikat dan Mengeluarkan Pendapat Salah satu prinsip demokrasi adalah mengakui dan memberikan kebebasan setiap orang untuk berserikat atau membentuk organisasi. Setiap orang boleh berkumpul dan membentuk identitas dengan organisasi yang ia dirikan. Melalui organisasi tersebut setiap orang dapat memperjuangkan hak sekaligus memenuhi kewajibannya. Sejarah demokrasi memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk berpikir dan menggunakan hati nurani serta menyampaikan pendapat dengan cara yang baik. Paham demokrasi tidak membatasi seseorang untuk berpendapat, tetapi mengatur penyampaian pendapat dengan cara bijak.
4. Pergantian Kekuasaan Secara Berkala Gagasan tentang perlunya pembatasan kekuasaan dalam prinsip demokrasi dicetuskan oleh Lord Acton (seorang ahli sejarah Inggris). Lord Acton menyatakan bahwa pemerintahan yang diselenggarakan manusia penuh dengan kelemahan. Pendapatnya yang cukup terkenal adalah "ower tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely". Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan, tetapi manusia yang memiliki kekuasaan tidak terbatas pasti akan menyalahgunakannya. Pergantian kekuasaan secara berkala bertujuan untuk membatasi kekuasaan atau kewenangan penguasa. Pergantian kekuasaan secara berkala dapat meminimalisasi penyelewengan dalam
pemerintahan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pergantian seorang kepala negara atau kepala daerah dapat dilakukan dengan mekanisme pemilihan umum yang jujur dan adil.
5. Adanya Peradilan Bebas dan Tidak Memihak Peradilan bebas adalah peradilan yang berdiri sendiri dan bebas dari campur tangan pihak lain termasuk tangan penguasa. Pengadilan bebas merupakan prinsip demokrasi yang mutlak diperlukan agar aturan hukum dapat ditegakkan dengan baik. Para hakim memiliki kesempatan dan kebebasan untuk menemukan kebenaran dan memberlakukan hukum tanpa pandang bulu. Apabila peradilan tidak lagi bebas untuk menegakkan hukum dapat dipastikan hukum tidak akan tegak akibat intervensi atau campur tangan pihak di luar hukum oleh karena itu, peradilan yang bebas dari campur tangan pihak lain menjadi salah satu prinsip demokrasi. Peradilan tidak memihak artinya peradilan yang tidak condong kepada salah satu pihak yang bersengketa di muka persidangan. Posisi netral sangat dibutuhkan untuk melihat masalah secara jernih dan tepat Kejernihan pemahaman tersebut akan membantu hakim menemukan kebenaran yang sebenar-benarnya Selanjutnya, hakim dapat mempertimbangkan keadaan yang ada dan menerapkan hukum dengan adil bagi pihak beperkara. 6. Penegakan Hukum dan Persamaan Kedudukan Setiap Warga Negara di Depan Hukum Hukum merupakan instrumen untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu, pelaksanaan kaidah hukum tidak boleh berat sebelah atau pandang bulu. Setiap perbuatan melawan hukum harus ditindak secara tegas. Persamaan kedudukan warga negara di depan hukum akan memunculkan wibawa hukum. Saat hukum memiliki wibawa, hukum tersebut akan ditaati oleh setiap warga negara.
7. Jaminan Kebebasan Pers Kebebasan pers merupakan salah satu pilar penting dalam prinsip prinsip demokrasi. Pers yang bebas dapat menjadi media bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasi serta memberikan kritikan dan masukan kepada pemerintah dalam pembuatan kebijakan publik. Di sisi lain, pers juga menjadi sarana sosialisasi program-program yang dibuat pemerintah. Melalui pers diharapkan dapat terjalin komunikasi yang baik antara pemerintah masyarakat.
Kesimpulan : Demokrasi yang dilahirkan masa Reformasi justru memproduksi korupsi yang tiada henti. Dalam paper-nya yang berpengaruh, "The Causes of Corruption: a Cross-National Study" (2000), Daniel Treisman mengatakan bahwa tidak benar klaim yang mengatakan demokrasi membawa balada korupsi. Data cross-national di dunia menunjukkan negara otoriter cenderung lebih korup ketimbang negara demokratis.
Secara statistik, hanya negara yang punya pengalaman 40 tahun lebih dalam berdemokrasi yang secara signifikan terbukti korupsinya lebih sedikit dibanding rezim otoriter di dunia. Kalau kita mengikuti temuan empiris ini, secara linear, Indonesia butuh 23 tahun lagi (terhitung sejak reformasi 1998) agar korupsi bisa berkurang secara drastis di sini.
Tapi hubungan antara demokrasi dan korupsi, terkait dengan sistem pemerintahan otokratik dan demokrasi, tak selinear yang dibayangkan orang. Studi Treisman punya persamaan sekaligus "perbedaan" titik tekan dengan temuan riset yang dilakukan Montinola dan Jackman (2002).
Persamaannya adalah demokrasi punya efek terhadap upaya memberantas korupsi. Namun, menurut Montinola dan Jackman, efek demokrasi terhadap pemberantasan korupsi tidak bersifat linear. Di negara semi-demokrasi atau belum terkonsolidasi, korupsi justru lebih banyak terjadi ketimbang di negara-negara otoriter. Demokrasi baru punya efek mengurangi korupsi jika ia sudah terkonsolidasi dan terlembaga secara baik. Yang diperlukan sekarang adalah kesabaran demokratik untuk meniti jalan Reformasi. Jangan buru-buru mengambil kesimpulan bahwa masa lalu lebih baik daripada sekarang. Demokrasi, di dalam dirinya, by definition, punya mekanisme mengurangi korupsi, karena demokrasi punya dua hukum besi: pertama, partisipasi publik dan akses informasi dibuka lebar-lebar, sehingga penyalahgunaan kekuasaan idealnya bisa ditekan. Kedua, demokrasi punya prosedur formal melalui pemilu agar partai atau politikus korup bisa "ditendang" ke luar lapangan. “Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely” – prof.Lord acton Artinya absolutisme berbanding lurus dengan korupsi sementara demokrasi berbanding terbalik dengan korupsi jadi, seharusnya negara Indonesia memiliki angka korupsi yang rendah karena sesuai prinsip demokrasi itu sendiri dan sifatnya yang terbuka.
Daftar Pustaka http://emhasejarawan.blogspot.co.id/2015/04/makalah-tentang-korupsi.html http://robihartopurba.blogspot.co.id/2015/03/makalah-tentang-demokrasi-diindonesia.html http://www.antikorupsi.org/id/content/demokrasi-mendorong-korupsi