Asal – Usul Banyuwangi
Pada zaman dahulu dikawasan ujung timur Provinsi Jawa Timur terdapat sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. Suatu hari, Raden Banterang akan pergi berburu kijang bersama bersama 2 pengawalnya di hutan. Saat dia berada di hutan, sang Raden menemukan seekor kijang yang sangat bagus dan besar, ia berlari untuk mengejarnya hingga pengawalnya kehilangan jejak Raden Banterang. Kemudian, 2 pengawal itu menunggu sang Raden di pintu keluar hutan. Saat itu, Raden Banterang sudah berhasil menangkap kijang tersebut. Tiba-tiba, dia bertemu dengan seorang gadis yang amat rupawan.
Adegan 1 : Raden Banterang: “Wah, gerangan gadis cantik nan jelita itu ya? Benarkah dia seorang manusia… atau jangan- jangan jangan malah „penunggu‟ dari hutan ini ?“ (menghampiri gadis tersebut) “Permisi… k au ini manusia atau penuggu hutan ini? “ Surati: “Hamba manusia, Raden. Nama saya Surati. Saya berasal dari kerajaan Klungkung.” Raden Banterang: “Lalu… mengapa kau ada di sini?” Surati: “Hamba berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayahanda hamba telah gugur dalam pertempuran mempertahankan Mahkota Kerajaan. ” Raden Banterang: “Kalau begitu… sudikah engkau ikut bersamaku ke istana dan menjadi permaisuriku?“ Surati: “Tapi Raden… apakah hamba ini pantas bila bersanding dengan Raden ?” Raden Banterang: “Tentu saja, kau adalah gadis tercantik yang pernah kutemui dan hanya engkaulah yang kuinginkan untuk menjadi permaisuriku. ” Surati: “Dengan segala kerendahan hati… hamba ingin menerima pinangan ini. Tetapi dengan satu syarat, yaitu Raden harus setia pada hamba dan bisa menjaga hamba. ” Raden Banterang: “Tanpa kau minta pun, aku pasti akan melakukan itu. Karena itu merupakan kewajiban seorang ksatria.”
Setelah itu, Raden Banterang dan Surati bersama-sama menuju ke jalan keluar hutan dan bertemu dengan kedua pengawalnya. Raden Banterang mengutus pengawalnya itu untuk mengadakan upacara penyambutan Surati. Lalu, mereka pun kembali ke istana.
Adegan 2:
Pengawal 1 : “ mohon maaf permaisuri, hamba menghadap”. Permaisuri : “ dia siapa ? dan mengapa ia kesini ?” Pengawal 1 : “hamba tidak tahu Permaisuri,yang jelas dia sangat ingin bertemu dengan Permaisuri”. Permaisuri : “ baiklah, bawa dia ke sini !”. Pengawal 1 : “ baik Permaisuri”. Rupaksa : “ Surati ! Surati ! aku ini kakak kandungmu”. Permaisuri : “ apa benar kau kakakku ?”. Rupaksa : “ sungguh aku tidak berboh ong bahwa aku ini kakakmu yang telah lama terpisah denganmu semenjak dihutan.” Permaisuri : “ maafkan aku yang sedikit melupakanmu‟. ( berpelukan ) Rupaksa : “ sebenarnya selama ini aku mencarimu, lalu aku mendengar bahwa nama Permaisuri
Kerajaan ini adalah Surati dan ternyata itu adalah adik kandungku sendiri”. Permaisuri : “ lalu, apa maksud kedatangan kakak kesini ?‟.
Rupaksa : " perlu kau ketahui bahwa yang menyebabkan orang tua kita meninggal adalah mertuamu sendiri”. Permaisuri : “ kakak tidak bercandakan ?”.
( karena terlalu syok tubuh Permaisuri jadi gemetar ) Rupaksa : “ apa aku kelihatan bercanda ?? dan aku kesini untuk menyerahkan sebuah keris dan gunakanlah untuk membunuh suamimu”. Permaisuri : “ aku tak mau kak. Walaupun dia anak dari pembunuh orang tua kita,tapi dia telah menyelamatkaku dan akupun mencintainya”. Rupaksa : “ terus terang bahwa kakakmu ini sangat kecewa sekali karena kau tidak mendukung rencana
kakak. Kalau kau tidak mau membunuh suamimu, maka simpanlah keris itu sebagai tanda ke nangkenangan dariku”.
( lalu Rupaksa tersebut pergi karena dia tidak sudi berlama-lama berada di istana )
Adegan 3 : Rupaksa : “ sembah hamba paduka. Tuanku, keselamatan tuan terancam bahaya kerena Permaisuri punya rencana hendak membunuh Paduka”.
Raden Banterang : “ hai, siapa engkau berani -beraninya memfitnah istriku ? !!” Rupaksa : “ itu tak penting paduka tahu siapa saya. Kalau Paduka tidak percaya dengan omongan hamba lihatlah sesuatu yang di simpan di bawah bantal Permaisuri”. Raden Banterang : “ awas saja kalau kau berbohong padaku. Akan kusuruh pengawalku mencarimu dan memberimu hukuman mati”.
( Raden pun pergi ke istana dan langsung menuju kamar pribadi mereka ).
Raden Banterang : “ astaga…!! Terny ata ada keris di bawah bantal istriku”.
( kemudian, Permaisuri masuk ke kamarnya ). Permaisuri : “ ada apa kakanda…? Sepertinya kakanda sedang marah ?”. Raden Banterang : “apa benar dinda ingin membunuhku dengan keris ini ?‟. Begitukah balasan dinda pada kanda ?”. Permaisuri : “ jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak punya maksud begitu. Raden Banterang : “lalu buat apa keris ini di bawah bantal dinda ?”. Permaisuri : “ keris ini adalah kenang-kenangan dari kakak adinda. Sungguh adinda tidak pernah berfikir
untuk membunuh kakanda. Bahkan, adin da rela mati demi keselamatan kakanda”. Raden Banterang : “ kakanda sudah tidak percaya dengan omongan dinda lagi”. Permaisuri : “ lalu dengan cara apa kakanda percaya pada dinda ?” Raden Banterang : “ kalau begitu buktikan pada kanda dengan cara masuklah ke dalam sungai itu untuk membuktikan kebenarannya”. Permaisuri : “ baik, adinda akan melompat ke sungai itu. Apabila dinda
telah masuk ke dalam sungai dan ternyata air sungai ini menjadi jernih serta wangi maka dinda tak bersalah dan sebaliknya apabila a irnya keruh dan berbau busuk maka dinda bersalah”. Raden Banterang : “tercium bau wangi! Ohh…. Dinda maafkanlah kakanda ini yang sudah tidak percaya
lagi denganmu. Dengan ini aku sebagai Raja memberi nama kota ini menjadi Banyuwangi