Legenda Jaka Tengil Pada jaman dahulu kala di sebuah desa di Jawa Tengah, hidup seorang pemuda bernama Jaka Tengil. Ia tinggal seorang diri semenjak ditinggal ditinggal ayahnya pada saat ia kecil dan juga ibunya yang meninggal tidak lama ini. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari sehari-hari Jaka Tengil bertani padi di sawah dan juga memburu di hutan dekat desanya. Pada suatu malam, ditengah tidurnynya yang lelap Jaka Tengil bermimpi mendapat istri yang amat cantik. Begitu terbangun dari tidur... *Kamar Jaka Tengil* Jaka Tengil
: “ Ah! Ternyata aku hanya bermimpi (sambil tersenyum). Mimpiku indah
sekali dan terasa sangat nyata. Masih tampak tampak jelas diingatanku (melamun, membayangkan membayangkan mimpinya). Duuuh jadi tidak bisa tidur lagi!. lagi!. Aku keluar sajalah.” sajalah.” ( keluar kamar, ke beranda rumah dan duduk disana sambil memandang langit) *Di beranda* Jaka Tengil
: “ Apa arti mimpi itu ya? Mungkinkah itu pertanda bahwa sebentar lagi aku
akan menemukan istri yang cantik jelita? jelita? Sudah seharusnya aku menikah. menikah. Teman-temanku yang lain sudah menikah. menikah. Hanya tersisa tersisa aku dan juga ( Jamil ). ( kembali memandang memandang langit) Sesaat Jaka Tarub sedang melamun, tiba- tiba terdengar suara ayam berkokok menandakan hari sudah pagi. Jaka Tengil pun segera beranjak dan memulai aktivitasnya. Hari ini dia berencana untuk berburu bersama temannya Jamil. Setelah beberapa jam berburu mereka mendapatkan mendapatkan hasil buruan yang lumayan. Mereka pun memutuskan untuk beristrirahat sebentar di tengah hutan. *Di tengah hutan* Jaka Tengil
: “ Mil, tadi malam aku bermimpi mendapatkan istri yang sangat cantiiik.
Mimpi itu terasa sangat nyata.” nyata .” Jamil
: “ Wah, mungkin itu pertanda bagimu Jaka, mungkin sebentar lagi kau akan
menemukan gadis yang cantik. Dan kau akan menikah dengannya.” Jaka Tengil
: “ Aku “ Aku harap juga begitu. Aku rasa sudah saatnya kita mencari seorang gadis
untuk dinikahi, Bil.” Bil.” Jamil
: “ Yah, bapakku sudah menemukannya Jak. Tadi malam Bapakku baru saja
mengatakan bahwa aku dijodohkan dengan Laraswati.” Jaka Tengil
: “ Laraswati “ Laraswati anak kepala desa kita? Wah bagus itu.” it u.”
Jamil
: “ Yah Alhamdulillah. Kau juga harus segera mencari istri, Jak.”
Sementara itu di Desa Kembang ada sekelompok gadis yang sedang mencuci di tepi Sungai Segar. Mereka adalah Ana, Ayu, Pani, Gina, Yani, Tuti, dan Siti anak kepala desa yang terkenal dengan kecantikannya. Ana Pani
: “ Air di sungai ini sudah tidak sebersih dulu. Aku jadi malas mencuci disini.” : “ Ya, aku setuju. Hei, kalian tahu tidak sungai Siak?”
( Semua gadis menggeleng tidak tahu ) Ayu
: “ Tidak tahu. Dimana itu? “
Pani
: “ Sungai itu terletak di hutan dekat Desa Barokah. Aku dengar air disana sangat
jernih. Bahkan ada beberapa orang yang mengatakan jika kita membasuh muka kita dengan air yang ada di sungai itu kita akan awet muda. Tapi aku tidak tahu juga itu benar apa tidak. Yang pasti air disana memang sangat jernih. Ayahku pernah kesana saat ia berburu.” Gina
: “ Wah ajaib sekali sungai itu. Jika muka saja bisa awet muda bagaimana dengan
baju-baju kita? Mungkin saja bisa berubah menjadi gaun pengantin? Hehehe Yani
: “ Aku tidak percaya kata orang, mana mungkin ada sungai yang seperti itu.”
Tuti
: “ Bagimana jika kita buktikan saja? Tidak ada salahnya kan? “
Gadis 1
: “ Tapi... aku tidak bisa keluar desa sembarangan. Kalian tahu kan? Aku ini
anak kepala desa. Menurut leluhur desa kita anak kepala desa tidak bisa keluar desa sembarangan. Jika tidak akan ada musibah yang menimpa desa kita. ” Yani
: “Apa benar-benar tidak ada cara agar kau bisa keluar dari desa?”
Siti
: “ Kecuali dengan satu cara. Yaitu dengan membawa selendang warisan leluhur. Aku
tidak sengaja pernah mendengarnya dari percakapan ayah dan ibu. Mereka menyebutkan jika aku anak kepala desa ingin pergi. Aku harus membawa selendang itu.” Tuti
: “ Yasudah kau tinggal membawa selendang itu.”
Siti
: “ Tidak semudah itu. Yang tahu dimana selendang itu berada hanya ayah dan
ibuku.” Ayu
: “ Kalau begitu ya kau harus meminta izin kepada ibumu.”
Siti
: “ Tapi aku takut. Kau tahu sendiri kan bagaimana ibuku? Ibuku selalu menentangku
untuk keluar desa. Dia tidak pernah mengizinkanku keluar dari desa ini.“ Ana
: “ hm.. kalau begitu kami akan membantumu untuk meminta izin. Bagaimana? Kami
akan berusaha agar kau diizinkan.”
Gina
: “ Ya benar itu. Jika kau tidak diizinkan pergi kami juga tidak akan pergi.”
Siti
: “ Baiklaahh.”
Keesokan harinya pagi-pagi sekali mereka sudah siap untuk pergi. Mereka berkumpul di depan rumah Siti terlebih dahulu untuk meminta izin. Siti
: “ Kita masuk sekarang? “
Yani
: “ Ayo! Kita masuk sekarang! Selagi hari masih pagi, jadi kita bisa sampai disana
tidak terlalu siang.” Gina
: “ Ya betul. Ayo kita masuk. Kita harus berani. Tapi.. kau di depan Siti ya. Kita akan
menemanimu dari belakang. Hehehe. Siti
: “ Baiklah baiklah. Tapi kalian harus membantuku merayu ibuku agar mengizinkan
aku ya?” Tuti
: “ Tentu saja, kamu tenang saja. Kami akan selalu ada di belakangmu , siap
membantu.” Mereka pun mulai memasuki rumah Siti. Di ruang tengah terdapat ayah dan juga ibu Siti yang tengah asik meminum teh di pagi hari. Siti
: “ Ayah, ibu hari ini aku dan teman-teman akan pergi ke Sungai Siak di hutan dekat
Desa Barokah.” Bapak Mahendra Pani
: “ Mau apa kalian pergi ke sungai Siak?”
: “ Air sungai di desa ini sudah tidak sebersih dulu lagi. Jadi kami memutuskan untuk
mencoba mencuci di sungai Siak Pak Kades. Ibu Saraswati : “ Kau sudah tahu kan Siti. Kau tidak boleh keluar dari desa ini. Itu sudah hukum leluhur desa ini.” Siti
: “ Tapi, aku bisa membawa selendang warisan leluhur bu. Dengan begitu aku bisa
kembali lagi kesini. Bukankah begitu, bu?” Ibu Saraswati : “ Darimana kau tahu mengenai itu nak?” Siti
: “ Itu... aku tidak sengaja mendengar percakapan ayah dan ibu.”
Bapak Mahendra
: “ Kau benar-benar ingin pergi? Kau tidak takut nak? Kau tahu di luar
sana tidak seperti di desa. Orang-orang di desa mengenalimu dan juga menghormatimu sebagai anak kepala desa. Tapi orang luar tidak nak. Bagaimana jika mereka berbuat sesuatu yang jahat terhadapmu. Lagipula di hutan itu pasti ad a hewan buas.”
Siti
: “ Aku kan tidak sendiri pak. Aku bersama teman-temanku. Dan kami pun tidak akan
lama. Selesai mencuci kami semua akan segera pulang. Kami berjanji akan pulang sebelum malam tiba.” Ibu Saraswati : “ Yasudah pak, jika itu yang diinginkan oleh anak kita. Toh sekarang dia sudah dewasa. Sudah saatnya dia mengenal dunia luar.” Bapak Mahendra
: “ Baiklah Bapak setuju. Ibu tolong ambilkan selendangnya.”
( sang ibu pun segera beranjak ke kamarnya untuk mengambil selendang warisan leluhur tersebut ) Siti
: “ Ini nak. (memberikan kepada Siti ). Tapi kau harus ingat nak. Jangan hilangkan
selendang ini karena selendang ini lah yang akan membawamu kembali pulang. Tanpa selendang ini kau tidak bisa kembali. Kau harus pulang dengan selendang itu. Itu sudah hukum leluhur.” Siti
: “Bagaimana dengan teman-temanku jika selendang ini hilang?”
Bapak Mahendra Siti
: “Hanya kau yang tidak bisa pulang nak.”
: “ Baiklah pak, bu. Aku akan mengingat pesan kalian. Aku akan menjaga selendang
ini agar aku bisa kembali ke desa ini. Aku berangkat sekarang bu ( salim dengan bapak ibunya ).” ( begitu pun gadis-gadis yang lain ) Mereka pun segera meninggalkan desa. Setelah beberapa saat berjalan mereka sampai di sungai Siak, mereka terpukau dengan sungai tersebut. Ternyata benar sungai tersebut sangat jernih. Ana
: “ Wuuaahh. Ternyata benar sungai ini sangat jernih. Ayo tunggu apa lagi? Kita mulai
mencuci!” Ayu
: “ Tunggu duluu! Bagaimana jika kita coba dahulu untuk membasuh muka kita?
Siapa tahu benar jika air sungai ini dapat membuat kita awet muda.” ( semua gadis ) : “ Baiklaaaaahh” Disaat semua gadis sedang asyik membasuh muka mereka, Siti menaruh selendang warisan leluhur di pinggir sungai. Setelah itu dia pun ikut mebasuh mukanya bersama temantemannya. Setelah membasuh muka mereka semua segera memulai mencuci. Disaat mereka mencuci tak lupa mereka saling bersenda gurau. Tak jauh di tengah hutan ternyata ada Jaka Tengil dan Jamil yang sedang berburu. Tapi sepertinya mereka belum mendapatkan hasil buruan.
Jaka Tengil
: “ Akkhh dari tadi pagi kita menggu hewan buruan, tapi tidak ada satupun
hewan buruan yang aku dapat.” Jamil
: “ Hari ini sepertinya keberuntungan tidak ada dipihak kita Jak. Kau
membawa air Jak? Aku haus sekali.” Jaka Tengil
:” Tidak. Tapi di hutan ini ada sungai Siak. Kita bisa meminum air disana.”
Jamil
: “ Ayoo. Tunggu apa lagi.”
Tak lama kemudian... Jaka Tengil
: “ Itu dia sungai Siak. akhirnya sampai juga. Tunggu dulu, aku seperti
mendengar suara gadis-gadis yang sedang bersenda gurau? Kau mendengarnya?” Jamil
: “ Iya aku mendengarnya. Tapi mana mungkin ada gadis di hutan ini.”
Jaka Tengil
:” Benar juga. Tapi kita coba lihat saja.”
Dengan berjalan perlahan Jaka Tengil dan Jamil menghampiri sungai tersebut. Semakin dekat semakin terdengar jelas suara tawa gadis-gadis. Jaka Tengil dan Jamil pun mengintip dari balik pohon. Jaka Tengil
: “ Waaww. Benar disana ada gadis -gadis cantik yang sedang mencuci.”
(menengok kepada Jamil ) Jamil
: “ Mereka sangat cantik sekali Jak. Itu yang disana sangat cantik. Kebetulan
sekali kau sedang mencari istri Jak.” Jaka Tengil
: “ Tapi bagimana caranya salah satu dari mereka bisa menjadi istriku?”
Jamil
: “ Tunggu duluu.. Apa mungkin mereka dari desa Kembang yang terkenal
dengan anak Kepala Desanya yang cantik itu? Aku tidak pernah melihat mereka di desa kita. Jadi kemungkinan mereka berasal dari desa Kembang Jaka Tengil
: “ Lalu?”
Jamil
: “ Mungkin saja gadis yang sedang mencuci di paling pinggir itu adalah anak
kepala desa itu Jak. Dan menurut yang aku dengar dia tidak boleh keluar desa kecuali dengan selendang leluhurnya. Jadi yang harus kau lakukan adalah mengambil selendang itu. Dengan begitu dia tidak bisa kembali ke desa itu.” Jaka Tengil
: “ Setelah aku mengambilnya, apa yang harus aku lakukan?”
Jamil
: “ Dia pasti ketakutan karena tidak bisa pulang. Dia juga bingung akan
bermalam dimana. Tidak mungkin kan dia bermalam di hutan yang seram ini. Disaat itu kau datang berpura-pura untuk menolongnya. Kau menawarinya untuk tinggal di rumahmu sampai dia menemukan selendangnya.”
Jaka Tengil
: “ Baiklah, dimana selendang itu ya?”
Jamil
: ( matanya mencari-cari selendang ) Itu disana! Di pinggir sungai, cepat
ambil! Aku akan mengawasi gadis-gadis ini.” Jaka Tengil pun mengambil selendang tersebut secara diam-diam. Setelah dia mengambilnya dia kembali ke tempat Jamil berada. Mereka menunggu sampai Siti menyadari bahwa selendangnya hilang. Dan pada akhirnya dia akan sendirian di hutan ini. *Di tempat Jamil dan Jaka Tengil bersembunyi* Jamil
: “ Jak, sepertinya aku harus pulang. Hari sudah hampir sore. Aku harus
membantu Bapakku di ladang.” Jaka Tengil
: “ Yasudah kau pulang saja. Aku akan menggu disini.”
Jamil
: “ Semoga kau berhasil Jak!. Dengan begitu kau akan segera menikah
dengannya. Huahahahahahahaha.” Setelah Jamil pergi. Jaka Tengil melanjutkan rencanya. Ana
: “ Teman-teman aku sudah selesai nih. Kita pulang saja yuk!. Hari sudah hampir
sore.” Pani
: “ Ayo kita bereskan cucian kita.”
Semua gadis pun merapikan cucian mereka. Sementara yang lain sedang sibuk merapikan. Siti kebingungan mencari selendang leluhurnya. Dia pun panik. Siti
: “ Bagaimana ini? Selendangku dimana? ( berbicara sendiri )
Ayu
: “ Siti ayo kita pulang. Yang lain sudah siap.”
Siti
: “ Tapi.. selendang itu hilang, Yu. Bagaimana aku bisa pulang jika selendang itu
hilang.” Ayu
: “ Kamu letakan dimana selendang itu tadi? Mungin terselip di sebagian cucianmu,
cobalah untuk mencarinya kembali.” Siti
: “ Tadi kuletakan di pinggir sungai, namun sekarang selendang tersebut tidak ada.”
Yani
: “ Lalu bagaimana ini? Kita harus kembali ke desa karena hari sudah mulai gelap, jika
tidak orang tua kita akan panik karena kita tidak segera kembali.” Tuti
: “ Sepertinya kita terpaksa harus meninggalkanmu disini, Siti. Jika kau pulang
bersama kami tanpa selendang, itu artinya kita telah melanggar leluhur kita. Dan bukan tidak mungkin desa kita akan tertimpa musibah.”
Gina
: “ Tapi kasihan Siti. Dia akan sendirian disini.”
Ana
: “ Kita tidak punya pilihan.”
Siti
: “ Tidak apa-apa kalian pulang saja. Aku akan terus mencarinya disini. Jika aku sudah
menemukannya aku akan segera pulang.” Yani
: “ Semoga kau cepat menemukan selendang itu ,Siti. Maafkan kami.”
Akhirnya semua gadis kecuali Siti pulang kembali ke desa mereka. Sesampainya di desa ternyata bapak dan ibu Siti sudah menggu di depan rumah Siti. Ketika mereka melewati rumah Siti… Bapak Mahendra
: “ Kalian sudah pulang nak?”
( Semua gadis hanya mengangguk ) Ibu Saraswati : ( melihat ke arah gadis-gadis ) “Dimana anakku? Kenapa dia tidak ikut pulang bersama kalian?” Tuti
: “ hhm.. i.. ituuu tadi pada saat kami semua akan pu lang, ternyata selendang Siti
hilang. Kami sudah mencoba untuk mencarinya. Namun tidak ketemu juga.” Ibu Saraswati : “ Pantas saja perasaanku tidak enak. Seharusnya dari awal kita tidak usah mengijinkan anak kita pergi pak! Seharusnya kita tidak memberika dia selendang itu! Sekarang anak kesayang kita tidak bisa kembali lagi kesini.” Bapak Mahendra
: “ Sudahlah bu. Toh sudah terjadi juga. Sekarang yang hanya bisa kita
lakukan adalah berdoa agar dia menemukan selendang itu dan cepat pulang.” Sementara itu di hutan Siti tetap mencari selendangnya, namun sampai hari menjelang malam dia tak kunjung menemukannya. Jaka Tengil pun menghampirinya. Jaka Tengil
: “ Wahai gadis, kenapa malam-malam begini kau ada di hutan?”
Siti
: “ Siapa kau? Aku tengah mencari bendaku yang hilang.”
Jaka Tengil
: “ Aku adalah pemuda di Desa ini. Hari sudah semakin malam, sebaiknya kau
segera pulang” Siti
: “ Aku tidak bisa pulang sebelum aku menemukan bendaku yang hilang.”
Jaka Tengil
: “ Bagaimana bisa kau mencari benda tersebut dalam keadaan gelap gulita
seperti ini. Sebaiknya kau bermalamlah dulu di desaku, esoknya kau bisa mencari bendamu kembali” Siti
: “ Aku bahkan tidak memiliki teman ataupun sanak saudara di Desa ini, jadi
mana bisa aku bermalam di desa ini.”
Jaka Tengil
: “ Kau bisa bermalam di rumahku, disana ada kamar kosong bekas mendiam
ibuku. Kau bisa menggunakannya jika kau mau.” Siti
: “ Saat ini aku tidak memiliki pilihan lain, mungkin aku memang harus
bermalam dulu di rumahmu lalu esok aku akan mencari bendaku dan setelah menemukannya aku akan segera pulang ke desaku.” Jaka Tengil pun mengajak Siti menuju rumahnya. Disepanjang perjalanan dari hutan menuju rumahnya keduanya hanya terdiam tanpa saling berucap. Sesampainya dirumah Jaka Tengil..................... Jaka Tengil
: “ Inilah rumahku, sangat sederhana bukan? Aku harap kau nyaman berada
disini. Ayo akan ku tunjukkan kamarmu.” (berjalan menuju kamar untuk Siti) Siti
: “ Aku bahkan tidak bisa membalas kebaikanmu saat ini, yang hanya bisa kuucapkan
adalah terimakasih dan siapa namamu?” Jaka Tengil Siti
: “ Namaku Jaka Tengil, panggil saja Jaka. Lalu aku harus memanggilmu apa?”
: “ Panggil saja aku Siti jak..”
Jaka Tengil
: “ Segeralah kau tidur. Karena esok kau harus mencari bendamu yang hilang
itu bukan?” Siti
: “ Baiklah.”
Ketika Siti sudah terlelap, Jaka Tengil keluar menuju halam rumahnya membawa sebuah selendang dan cangkul. Dia berniat untuk menyembunyikan selendang tersebut di dalam tanah halaman rumahnya. Di halaman rumahnya Jaka Tengil
: “ Aku akan menyembunyikan selendang ini di da lam tanah. Dengan begitu
Siti tidak akan bisa menemukannya dan kembali ke Desanya. Maka mimpiku akan menjadi kenyataan” (terus memandangi selendang yang hampir tertutup dengan tanah)
Keesekoan harinya saat matahari sudah mulai menampakkan dirinya, Siti dan Jaka Tengil sudah siap untuk pergi ke hutan. Rasa bahagiapun terpancar dari raut cantik Siti karena ia pikir akan menemukan selendangnya dan segera pulang ke desanya. Setelah cukup lama melakukan perjalanan akhirnya mereka sampai di sungai yang terdapat di dalam hutan tersebut. Siti pun bergegas untuk mencari selendangnya begitu juga Jaka Tengil yang ikut membantunya. Hingga hari mulai sore, keduanya belum juga menemukan benda yang dicari
tersebut. Seketika itu wajah Siti menjadi sangat sedih. Dan Jaka Tengil pun mencoba untuk menghiburnya. Jaka Tengil
: “ Sudahlah Siti, aku tahu ini sangat sulit karena kau belum bisa pulang dan
bertemu keluargamu. Tapi percayalah di sini aku akan menjagamu sampai kau bisa menemukan bendamu itu” Siti
: “ Aku harap suatu saat aku bisa menemukanya. Aku sangat senang bisa
bertemu dengan pemuda baik sepertimu. Terimakasih jak..” Mereka berdua pun kembali pulang menuju rumah Jaka Tengil. Di tengah perjalan keduanya terus saja saling melemparkan pujian satu sama lain. D ari mata Jaka Tengil terlihat suatu tatapan sayang terhadap Siti dan begitu juga sebaliknya. Setelah beberapa waktu tinggal di rumah Jaka Tengil ternyata mereka saling menyayangi dan akhirnya mereka menikah. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang anak yang bernama Muthia. Hidup mereka sederhana namun mereka sangatlah bahagia, hingga sesuatu terjadi.Ketika hujan turun begitu deras di sore hari Siti hanya berdua dengan putrinya dirumah, sementara suaminya Jaka Tengil masih berladang. Ia keluar rumah untuk menanti suaminya pulang.Namun ia melihat sesuatu di halaman depan rumahnya. Siti
: “ Apa itu yang disana? Aku seperti mengenal warnanya” ( melihat ke gundukan
tanah yang mulai digenangi air ) Siti pun mendekati benda tersebut. Tatapannya berubah menjadi tatapan terkejut, perasaannya berubah menjadi tak menentu, pikiran anehpun mulai menghinggap di kepalanya. Dengan tertatih ia mencoba mendekati benda tersebut, semakin dekat ia pun semakin yakin bahwa itu adalah benda yang selama ini ia cari-cari. Air matanya pun tak terbendung ketika ia berada sangat dekat dengan benda tersebut. *Di depan rumahnya* Siti
: “ Apakah aku sedang bermimpi? ataukah ini kenyataan? Tapi ini memang benar
selendangku yang selama ini hilang (sambil memegang selendangnya). Bagaimana bisa ini ada di depan rumahku, siapa yang membuatnya ada disini?” Ada banyak pertanyaan dalam pikiran Siti yang ingin di tanyakan kepada Jaka Tengil. Dia pun menunggu Jaka Tengil pulang. Akhirnya yang di tunggu pun datang. Sesampainya Jaka Tengil dirumah.... Jaka Tengil
: “ Siti.......dimana kau? Wahai istrikuuuuu. (teriaknya sambil mencari ke
dalam rumah) Aku sudah pulang nih, tidak kah kau membuatkan ku secangkir kopi?” Siti
: “ masih pantaskah kau memanggilku dengan sebutan istrimu? (keluar dari
kamar sambil menarik anaknya) aku bahkan tidak sanggup untuk mendengarnya.”
Jaka Tengil
: “ Apa maksudmu, kenapa kau berkata kasar kepada suamimu ini Siti? Apa
yang terjadi sebenarnya?” Siti
: “ seharusnya aku yang bertanya apa yang terjadi, mengapa benda ini ada di
halaman rumahmu?” (menangis sambil memperlihatkan selendangnya) Jaka Tengil
: “ itu... kau menemukannya? Aku akan mejelaskannya.”
Siti
: “ tidak perlu Jaka, aku tidak ingin mendengar penjelasanmu. Sekarang aku
telah menemukan selendang ini jadi aku akan segera pulang ke desaku.” Jaka Tengil
: “ jangan seperti itu Siti, kasihan putri kita. Kau harus tetap disini
bersamanya.” Siti
: “ Lalu bagaimana dengan ku? Tidakkah kau merasa kasihan ketika ku
ketakutan karena selendang ini hilang sehingga aku tidak bisa kembali ke desaku? Ternyata kau justru yang menyembunyikannya.” Jaka Tengil
: “ Aku mengaku salah karena telah melakukan hal bodoh tanpa
memikirkannya terlebih dahulu. Aku mohon maafkanlah aku, dan jangan pergi tetaplah disini dengan ku dan juga putri kita.” ( Siti berbicara kepada anaknya ) Muthia
: “ Ibu ingin pergi? ( muka sedih )
Siti
: “ Ibu harus pergi nak. Tempat ibu bukan disini.”
Muthia: “ Tapi bagaimana dengan aku bu? Selama ini kaulah yang mengasuhku. Bawalah aku pergi bersamamu bu. Aku tidak ingin terpisah denganmu.” Siti
: “ Tidak bisa nak, kau harus tetap disini bersama ayah mu.” (memeluk
putrinya) Muthia: “ Kelak aku pasti akan merindukanmu bu, jika aku menginginkan untuk bertemu kau harus menemuiku bu...” Siti
: “ Tentu saja aku akan sesekali datang untuk menemuimu nak”
Siti
: ( menoleh pada Jaka Tarub )“ Aku tetap harus pergi untuk bertemu dengan
keluargaku. Tetapi putri kita akan tetap bersamamu, dan jika kelak ia merindukanku maka hanya ia seorang yang harus datang ke perbatasan desa, dengan begitu aku akan datang untuk menemuinya. Ini adalah keputusanku, aku harap kau bisa menerimanya. Jagalah putri kita dengan baik!” (mengelus rambut Muthia dan bergegas keluar rumah sambil mengenakan selendangnya untuk segera kembali ke desanya.)
Dahulu memang ini yang ia inginkan, menemukan selendangnya dan bergegas pulang. Namun kini kebahagian untuk bertemu kembali dengan orang tuanya justru harus ia tukar dengan kebahagiannya bersama keluarga barunya. Jaka Tengil dan Siti tidak pernah membayangkan hal buruk ini akan terjadi di tengah-tegah kehidupan mereka yang begitu sangat bahagia. Kini tinggalah kenangan saat bersama Siti yang akan menemani hari-hari Jaka Tengil bersama putrinya......