PERANG DUNIA II SEBAGAI PINTU MASUKNYA JEPANG KE INDONESIA
Pendudukan Jepang di Indonesia merupakan bagian dari rangkaian
imperialisme modernnya di Asia Tenggara. Politik imperialisme ini mulai
dilaksanakan Jepang sejak awal abad XX. Salah satu faktor penting yang
mempengaruhi imperialisme Jepang adalah adanya kemajuan di bidang industri.
Dengan majunya bidang industri ini, Jepang membutuhkan daerah pemasaran
baru dan persediaan bahan mentah dalam jumlah banyak. Langkah nyata yang
diambil untuk mewujudkan imperialisme tersebut adalah dengan membentuk
lingkungan kemakmuran bersama di kawasan Asia Timur Raya.
Tindakan pertama yang dilakukan Jepang untuk membentuk kawasan
tersebut adalah dengan menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat
tanggal 7 Desember 1941. Penyerangan ini bertujuan untuk melumpuhkan
kekuatan Amerika di Pasifik sehingga mempermudah penyerbuan Jepang ke
wilayah Asia Tenggara. Dari peristiwa tersebut berarti Jepang sudah
melibatkan diri dalam Perang Dunia II.
Pendudukan Jepang di Indonesia dengan berlangsungnya Perang Dunia
kedua di kawasan Asia Pasifik, (1941-1945) Jepang berambisi untuk menguasai
negara-negara Asia dan merebutnya dari negara-negara imperalis barat.
Tujuannya selain untuk kepentingan supremasi (keunggulan dan kekuasaan)
Jepang juga menjadikan daerah-daerah di asia sebagai tempat menanamkan
modal, serta memasarkan hasil industrinya.
Penyerbuan ke wilayah Asia Tenggara ini dilakukan oleh Angkatan Darat
(Rikugun) dan Angkatan Laut (Kaigun) Jepang. Kedua angkatan tersebut
berhasil menaklukkan satu demi satu wilayah di Asia Tenggara. Menipisnya
persediaan minyak bumi yang dimiliki oleh Jepang untuk keperluan Perang
Dunia II ditambah pula tekanan dari pihak Amerika yang melarang ekspor
minyak bumi ke Jepang membuat Jepang ingin mencari sumber minyak bumi.
Dengan melakukan ekspansionisme ke wilayah – wilayah yang memiliki sumber
minyak bumi. Akibatnya, Jepang masuk ke Indonesia karena wilayah Indonesia
kaya akan sumber daya alamnya termasuk minyak bumi dan bahan bahan mentah
lainnya yang dapat mendukung eksistensi Jepang dalam Perang Dunia II.
Sebenarnya sejak Perang Dunia I Jepang sudah tertarik pada Indonesia
yang terlihat kaya dari segi ekonomi, strategis, dan politik. Pandangan
Angkatan Laut Jepang terhadap Indonesia Bangsa Jepang perlu mengamankan
wilayah-wilayah yang mendukung proses industrialisasinya, baik wilayah yang
memiliki sumber daya alam maupun wilayah yang memiliki potensi sebagai
pasar hasil industrinya. Dengan perkataan lain, ekspansi yang dilakukan
Jepang ke Indonesia tidak dapat dilepaskan dari upaya Pemerintah Jepang
untuk memperluas ruang penghidupannya, baik secara politik maupun ekonomi.
Namun, baru pada Perang Dunia II Jepang mendapatkan kesempatan emas
untuk dapat memasuki wilayah Indonesia dengan janji untuk membebaskan
Indonesia dari paham imperialisme bangsa barat, yaitu Belanda.
Masuknya Jepang ke Wilayah Indonesia
Tanggal 11 Januari 1942 : tentara Jepang mendarat di Tarakan,
Kalimantan Timur, dan esok harinya (12 Januari 1942) Komandan
Belanda di pulau itu menyerah.
Tanggal 24 Januari 1942 : Balikpapan yang merupakan sumber
minyak ke-2 jatuh ke tangan tentara Jepang
Tanggal 29 Januari 1942 : Pontianak berhasil diduduki oleh
Jepang
Tanggal 3 Februari 1942 : Samarinda diduduki Jepang
Tanggal 5 Februari 1942 : sesampainya di Kotabangun, tentara
Jepang melanjutkan penyerbuannya ke lapangan terbang Samarinda II
yang waktu itu masih dikuasai oleh tentara Hindia Belanda (KNIL).
Tanggal 10 Februari 1942 : dengan berhasil direbutnya lapangan
terbang itu, maka dengan mudah pula Banjarmasin diduduki oleh tentara
Jepang
Tanggal 14 Februari 1942 : diturunkan pasukan paying di Palembang.
Dua hari kemudian (16 Februari 1942) Palembang dan sekitarnya
berhasil diduduki.
Dengan jatuhnya Palembang itu sebagai sumber minyak, maka terbukalah
Pulau Jawa bagi tentara Jepang. Di dalam menghadapi ofensif Jepang, pernah
dibentuk suatu komando gabungan oleh pihak Serikat, yakni yang disebut
ABDACOM (American British Dutch Australian Command) yang markas besarnya
ada di Lembang, dekat Bandung dengan panglimanya Jenderal H. Ter Poorten
diangkat sebagai panglima tentara Hindia Belanda (KNIL). Pada akhir
Februari 1942 Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda van Starkenborgh
telah mengungsi ke Bandung disertai oleh pejabat-pejabat tinggi pemerintah.
Pada masa itu Hotel Homman dan Preanger penuh dengan pejabat-pejabat tinggi
Hindia Belanda.
Tanggal 1 Maret 1942 : tentara ke-16 Jepang berhasil
mendarat di 3 tempat sekaligus yaitu di Teluk Banten, di Eretan Wetan
(Jawa Barat), dan di Kragan (Jawa Tengah).
Tanggal 1 Maret 1942 : Jepang telah mendaratkan satu
detasemen yang dipimpin oleh Kolonel Toshinori Shoji dengan kekuatan
5000 orang di Eretan, sebelah Barat Cirebon. Pada hari yang sama,
Kolonel Shoji telah berhasil menduduki Subang. Momentum itu mereka
manfaatkan dengan terus menerobos ke lapangan terbang Kalijati, 40 Km
dari Bandung. Setelah pertempuran singkat, pasukan-pasukan Jepang
merebut lapangan terbang tersebut.
Tanggal 2 Maret 1942 : tentara Hindia Belanda berusaha
merebut Subang kembali, tetapi ternyata mereka tidak berhasil.
Serangan balasan kedua atas Subang dicoba pada tanggal 3 Maret 1942
dan sekali lagi, tentara Hindia Belanda berhasil dipukul mundur.
Tanggal 4 Maret 1942 : untuk terakhir kalinya tentara Hindia
Belanda mengadakan serangan dalam usaha merebut Kalijati dan
mengalami kegagalan.
Tanggal 5 Maret 1942 : ibu kota Batavia (Jakarta) diumumkan
sebagai 'Kota Terbuka' yang berarti bahwa kota itu tidak akan
dipertahankan oleh pihak Belanda. Segera setelah jatuhnya kota
Batavia ke tangan mereka, tentara ekspedisi Jepang langsung bergerak
ke selatan dan berhasil menduduki Buitenzorg (Bogor). Pada tanggal
yang sama, tentara Jepang bergerak dari Kalijati untuk menyerbu
Bandung dari arah utara. Mula-mula digempurnya pertahanan di Ciater,
sehingga tentara Hindia Belanda mundur ke Lembang dan menjadikan kota
tersebut sebagai pertahanan terakhir. Tetapi tempat ini pun tidak
berhasil dipertahankan sehingga pada tanggal 7 Maret 1942 dikuasai
oleh tentara Jepang.
Tak lama sesudah berhasil didudukinya posisi tentara KNIL di Lembang,
maka pada tanggal 7 Maret 1942, psukan-pasukan Belanda di sekitar Bandung
meminta penyerahan lokal dari pihak Belanda ini kepada Jenderal Imamura
tetapi tuntutannya adalah penyerahan total daripada semua pasukan Serikat
di Jawa (dan bagian Indonesia lainnya). Jika pihak Belanda tidak
mengindahkan ultimatum Jepang, maka Kota Bandung akan di bom dari udara
Jenderal Imamura pun mengajukan tuntutan lainnya agar Gubernur Jenderal
Belanda turut dalam perundingan di Kalijati yang diadakan selambat-
lambatnya pada hari berikutnya. Jika tuntutan ini dilanggar, pemboman atas
Kota Bandung dari udara akan segera dilaksanakan. Akhirnya pihak Belanda
memenuhi tuntutan Jepang dan keesokan harinya, baik Gubernur Jenderal
Tjarda van Starkenborgh Stachouwer maupun Panglima Tentara Hindia Belanda
serta beebrapa pejabat tinggi militer dan seorang penerjemah pergi ke
Kalijati. Di sana mereka kemudian berhadapan dengan Letnan Jenderal Imamura
yang dating dari Batavia (Jakarta). Hasil pertemuan antara kedua belah
pihak adalah kapitulasi tanpa syarat Angkatan Perang Hindia Belanda kepada
Jepang.
Dengan penyerahan tanpa syarat oleh Letnan Jenderal H. Terpoorten,
Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda atas nama Angkutan Perang Serikat
di Indonesia kepada tentara ekspedisi Jepang di bawah Pimpinan Letnan
Jenderal Hitoshi Imamura pada tanggal 8 Maret 1942, berakhirlah
peemerintahan Hindia Belanda di Indonesia dan dengan resmi mulailah
pendudukan Jepang di Indonesia.