Perang Padri A.Definisi Perang Padri Perang padre adalah perang yang didasari adanya pertentangan antara kaum padre dengan kaum adat mengenai ajaran agama Islam dan kebiasaan lama yang pernah dijalani
B.Pertentangan antara Kaum Padri dan Kaum Adat itu dapat dikemukankan sebab-sebabnya sebagai berikut - Kaum Adat adalah kelompok masyarakat yang walaupun telah memeluk agama islam namun masih teguh memegang adat dan kebiasaankebiasaan lama yang bertentangan dengan ajaran Islam. - Kaum Padri adalah kelompok masyarakat Islam di Sumatra Barat yang telah menunaikan ibadah haji di Mekkah serta membawa pandangan baru. Terpengaruh oleh gerakan Wahabi mereka berusaha hidup sesuai dengan ajaran Al’quran dan Hadist, berusaha melakukan pembersihan terhadap tindakan-tindakan masyarakat yang menyimpang dari ajaran tersebut. Beberapa tokoh kaum Padri adalah Haji Miaskin, Haji Sumanik, Haji Piobang. Tokoh lainnya adalah Malin Basa ( terkenal dengan nama Imam Bonjol), Tuanku Mesiangan, tuanku Nan Renceh dan Datok Bandaharo. Dengan begitu , adanya perbedaan antara kaum adat dan kaum ulama yang sangat mendasar membawa masyarakat minangkabau dengan kebibingungan sehingga adanya pertentangan antara ulama dan adat ini akan semakin runcing dan membentuk adanya perang saudara yang menjadi ketakutan dari masyarakat minangkabau Dalam situasi inilah , kaum adat melirik belanda untuk diajak bekerja sama , antara belanda dan kaum adat kemudian bersatu untuk mengalahkan kaum ulama , dan peperangan inilah yang berkembang menjadi perang melawan colonial
C.Jalannya perang padri : a) Fase 1 ( Tahun 1821 – 1821 – 1825 1825 ) Pada bulan April tahun 1821 terjadi pertempuran pertempuran antara kaum Padri melawan Belanda dan kaum Adat di Sulit Air dekat danau Singkarak. Belanda mengirimkan tentaranya dari Batavia di bawah pimpinan Letkol Raaf dan berhasil menduduki Batusangkar dekat Pagaruyung lalu mendirikan benteng yang bernama Fort bernama Fort Van der Capellen. Capellen. Awalnya kaum padri yang menyerang pos – pos – pos pos dan pencegatan terhadap patroli-patroli belanda dengan senjata
tradisional. Kaum padri pun berhasil menguasai beberapa wilayah. Sehingga membuat Belanda kewalahan Pada tahun tanggal 26 Januari 1824 terjadi perjanjian perdamaian antara Belanda dengan kaum Padri di Padang yaitu Perjanjian Masang yang isinya tidak akan saling menyerang antara satu dengan yang lain dan menaati batas daerah masing2. Namun,Belanda memanfaatkan perdamain tersebut untuk menduduki daerah – daerah lain . Karena ulah belanda tersebut memunculkan amarah bagi kaum Padri dan menyatakan pembatalan kesepakatan dari perjanjian tersebut b) Fase Kedua ( 1825 – 1830 ) Pada saat ini Belanda sedang melakukan perang di Ponogoro , sehingga Belanda mengendorkan ofensifnya dalam perang padri . Upaya damai dilakukan oleh Belanda dalam menghentikan perang dan sebaliknya perlu mengadakan perjanjian damai , namun kaum padre tidak begitu menghiraukan ajakan damai dari Belanda karena Belanda sudah biasa bersikap licik hingga akhirnya Belanda mengajak Sulaiman Aljufri untuk menemui Tuanku Imam Bonjol , namun akhirnya ia menolak. Kemudian Ia menemui Tuanku Lintau dan disetujui oleh Tuanku Nan Raceh Sehingga ditanda tanganilah Perjanjian Padang pada 15 November 1825 yang menguntungkan Belanda. Maka Belanda kemudian berhasil mengadakan perdamaian dengan kaum Padri tanggal 15 November 1825 di Padang, yang isinya: 1. Kedua belah pihak tidak akan saling serang menyerang. 2. Kedua belah pihak saling melindungi orang-orang yang sedang pulang kembali dari pengungsian. 3. Belanda mengikat perjanjian tersebut karena pasukannya ditarik keseluruhan untuk menghadapi Perang Diponegoro
c) Fase 3 ( Tahun 1831-1837 ) Setelah perang Diponegoro di Jawa berhasil dipadamkan dengan berbagai tipu muslihat maka perhatian dipusatkan lagi ke Minangkabau. Berkobarlah perang Padri periode kedua karena Belanda mengingkari Perjanjian Padang. Peperangan dimulai di wilayah Naras daerah Pariaman. Naras yang telah dipertahankan oleh Tuanku Nan Cerdik digempur habis-habisan oleh Belanda hingga dua kali, tetapi mereka masih tidak berhasil juga untuk melakukan hal itu. Setelah Belanda menggunakan berbagai peralatan senjata yang lebih lengkap di bawah pimpinan Letnan Kolonel Elout dengan dibantu Mayor Michiels, wilayah Naras akhirnya
dapat diambil alih oleh Belanda. Tuanku Imam Bonjol pun terpaksa mengungsi ke Bonjol. Selanjutnya daerah-daerah kaum Padri dapat direbut oleh Belanda satu per satu, paling akhir tahun 1832 Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda. Tuanku Imam Bonjol berdamai dengan Belanda. Akan tetapi, ketenteraman itu tidak dapat berlangsung lama karena rakyat diharuskan: - Membayar cukai pasar dan cukai mengadu ayam - Kerja rodi untuk Belanda Adanya peraturan tersebut membuat sadar kaum Adat dan kaum Padri. Mereka sebenarnya hanya diperalat oleh Belanda. Jiwa nasionalisme mulai timbul dalam diri mereka masing-masing. Maka dari itu, terjadilah perang nasional melawan Belanda. Pada 1833 seluruh rakyat Sumatera Barat serentak menghalau Belanda. Wilayah Bonjol dapat direbut kembali dan semua pasukan Belanda yang ada di dalamnya berhasil dimusnahkan. Oleh karena itu, Belanda mulai mempergunakan senjata andalannya, yakni siasat adu domba (devide et empera). Dikirimkanlah Sentot beserta pasukannya yang menyerah kepada Belanda waktu perang Diponegoro ke Sumatera Barat untuk berperang melawan orang-orang sebangsanya sendiri. Akan tetapi, setelah Belanda mengetahui bahwa Sentot mengadakan hubungan dengan kaum Padri secara rahasia, Belanda menaruh rasa curiga yang teramat dalam. Pasukan Sentot pun ditarik kembali ke Batavia dan Sentot mendapatkan perlakuan yang sangat tidak mengenakan, yakni dengan diasingkan ke Bangkahulu.
D.Akhir Perang Padri Pada 25 Oktober 1833 Belanda memberikan tawaran berupa perdamaian dengan mengeluarkan Plakat Panjang yang berisi: 1.Belanda berkeinginan menghentikan perang. 2. Tidak akan pernah mencampuri urusan dalam negeri Minangkabau. 3. Tidak akan menarik cukai dan iuran. 4. Masalah kopi, lada, dan garam akan diselesaikan kemudian. Meski menyetujui perjanjian tersebut, Tuanku Imam Bonjol selalu bersikap waspada dengan siasat Belanda itu. Pada 1834 Belanda melakukan penyerangan dengan sasaran utamanya adalah benteng Bonjol. Benteng tersbeut dapat dikuasai oleh Belanda pada 16 Agustus 1837. Tidak hanya menyerang benteng Bonjol, Belanda mengajak Imam Bonjol untuk berunding, namun kemudian Tuanku Imam Bonjol ditangkap. la dibawa ke Batavia, lalu dipindahkan ke Minahasa sampai wafatnya pada 1864 dalam usia 92 tahun. Tuanku Imam Bonjol dimakamkan di pemakaman Lotek Minahasa. Perjuangan kaum Padri dilanjutkan oleh Tuanku Tambusai, namun tidak lama kemudian perjuangannya dapat dikalahkan Belanda pada 1838.