BAB II
PEMBAHASAN
STANDAR HIDUP YANG RENDAH
Pada hampir semua negara berkembang, standar hidup (levels of living) dari sebagian penduduknya sangat rendah. Sebutan rendah itu bukan hanya dalam pengertian global, yakni bila dibandingkan dengan standar hidup orang-orang di negara kaya, namun juga di dalam domesti, yakni bila dibandingkan dengan hidup gaya hidup golongan elit di negara mereka sendiri. Standar hidup yang rendah tersebut diwujudkan dalam bentuk jumlah pendapatan yang sedikit, perumahan yang kurang layak, bekal pendidikan yang minim, atau bahkan tidak ada dan peluang mendapatkan pekerjaan yang sangat rendah.
Kemiskinan seakan menjadi sebuah kata yang akrab di telinga bangsa Indonesia. Dahulu, selalu dikatakan bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya, makmur, dan memiliki sumber daya alam yang melimpah. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang amat besar tidaklah salah, tetapi kekayaan sumberdaya itu tidak diseratai dengan kayanya kualitas dari sumberdaya manusianya. Kita, sebagai bangsa Indonesia selama ini tidak tahu bagaimana memanfaatkan sumberdaya dengan baik.
Lahir dan hidup menjadi miskin pasti bukan mimpi siapapun. Namun, pada kenyataannya status miskin hampir disandang oleh setengah penduduk Indonesia. Kebutuhan yang semakin banyak, harga-harga yang semakin melambung tinggi serta sulitnya mendapat pekerjaan dan upah yang tidak sesuai dengan pekerjaan menjelma menjadi permasalahan utama yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi yang sulit khususnya bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk berkembang dikarenakan tidak adanya dukungan keahlian.
Ironisnya tidak hanya orang dewasa yang merasakan dampak dari kemiskinan ini, anak-anak pun ikut merasakan dampak minimnya dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar di keluarga mereka. Kemiskinan yang melanda orang tua mereka akan berpengaruh besar pada kehidupan anak-anak, dan hak-hak mereka menjadi terampas. Mereka yang seharusnya mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang layak serta masa kecil yang bahagia, terpaksa harus berkorban demi satu alasan, yaitu ekonomi. Jika melihat lebih jauh fenomena kemiskinan di depan mata, kita dapat melihat bahwa semakin banyak anak usia sekolah atau bahkan pada tingkatan usia balita yang sudah harus berjuang hidup di jalanan sebagai dampak dari kemiskinan akhir-akhir ini. Juga hampir bisa dipastikan, masa depan mereka akan terenggut karenanya.
Kemiskinan yang terjadi di Indonesia lebih mengacu kepada keadaan berupa kekurangan hal-hal yang berkaitan terhadap pemenuhan kebutuhan yang bersifat primer, seperti sandang, pangan dan papan. Masalah kemiskinan ini mempengaruhi banyak hal, diantaranya pengangguran, tingkat kesejahteraan masyarakat dan perilaku sosial. Bukan hal baru lagi jika kita melihat anak-anak usia sekolah atau bahkan usia prasekolah harus berjuang hidup di jalan-jalan lalu lintas di Indonesia. Tidak jarang diantara anak-anak tersebut terpaksa putus sekolah. Semua itu mereka lakukan atas alasan ekonomi, demi membantu orang tua mereka. Hal ini sangatlah memprihatinkan, karena kemiskinan yang menimpa anak-anak akan menyebabkan kerusakan jangka panjang terhadap perkembangan anak-anak itu sendiri baik secara fisik maupun psikis(kejiwaan).
Keadaan lah yang terkadang memaksa orang-orang miskin melakukan tindak kejahatan seperti mencuri, merampok, memeras bahkan membunuh demi mendapatkan uang. Hal itu mereka lakukan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dan keluarga
Pendapatan Nasional per Kapita
Angka total pendapatan atau produk nasional bruto (GNP-Gross National Products) per kapita merupakan konsep yang paling sering dipakai untuk ukuran tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk di suatu negara. Konsep GNP itu sendiri merupakan indikator atas besar-kecilnya aktivitas perekonomian secara keseluruhan. GNP adalah nilai moneter (dalam satuan uang) atas segenap kegiatan ekonomi yang dimiliki oleh penduduk suatu negara. Seperti yang dapat kalian lihat dalam grafik berikut ini, Indonesia menempati posisi terendah.
Tingkat Kemiskinan
Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tergantung pada faktor utama, yakni tingkat (1) pendapatan nasional rata-rata, dan (2) lebar sempitnya kesenjangan dalam pembagian pendapatan. Jelas, bahwa setinggi apa pun tingkat pendapatan nasional per kapita yang dicapai oleh suatu negara, selama pembagian pendapatan nasional per kapita yang dicapai oleh suatu negara, selama pembagiannya pendapatan merata, maka tingkat kemiskinan di negara tersebut pasti akan tetap parah. Demikian pula sebaliknya, semerata apa pun distribusi pendapatan di suatu negara, jika pendapatan nasional rata-ratanya tidak mengalami perbaikan, maka kemelaratan akan semakin luas.
Kesehatan
Selain harus membanting tulang untuk mendapatkan penghasilan yang tidak seberapa, banyak penduduk di negara Dunia ke tiga yang masih harus bejuang melawan kekurangan gizi dan hama penyakit. Tidak sedikit yang kemudian terpaksa menyerah, mati karena penyakit atau malnutrisi (kekurangan gizi). Meskipun kondisi kesehatan di banyak negara berkembang sudah mengalami perbaikan berarti sejak tahun 1960, namun pada kenyataannya, pada tahun 1998 rata-rata usia harapan hidup di negara-negara yang paling terbelakang di dunia hanya mencapai 48 tahun; bandingkan dengan usia 63 tahun di negara-negara Dunia Ketiga lainnya, dan usia 75 tahun di negara-negara maju. Tingkat kematian bayi (infant mortality rates), yakni jumlah anak usia yang mati sebelum berusia 1 tahun untuk setiap 1000 kelahiran, di negara-negara yang paling terbelakang rata-rata mencapai 96; sedangkan di negara berkembang lainnya mencapai 64, dan 8 di negara-negara maju.
Pada pertengahan tahun 1970-an, lebih dari satu miliyar penduduk atau hampir 50 persen penduduk negara-negara Dunia Ketiga (tidak termasuk Cina) menderita kekurang gizi. Sepertiga dari jumlah tersebut terdiri dari anak-anak berusia di bawah dua tahun. Mereka adalah penduduk dari negara-negara termiskin dengan tingkat pendapatan yang paling rendah. Pada masa 1990-an keadaan ini bahkan terus memburuk. Terutama di kawasan Afrika sub Sahara. Pada penduduk kawasan ini bahkan sering tidak memiliki sesuatu sekedar untuk mengganjal perut . wabah kelaparan telah melanda Afrika hingga berlarut-larut. Di Asia dan Afrika, lebih dari 60 persen penduduknya tidak mampu memenuhi kebutuhan kalori minimum yang diperlukan untuk hidup sehat. Diperkirakan bahwa kekurangan kalori tersebut sebenarnya bisa ditutup dengan 2 persen total padi-padian dunia. Hal ini bertentangan dengan pendapat umum yang menyatakan bahwa kekurangan gizi diakibatkan oleh terbatasnya produk bahan pangan dunia. Jadi sebenarnya yang menjadi penyebab timbulnya kelaparan dan kekurangan gizi bukanlah keterbatasan produksi bahan pangan, melainkan ketimpangan penyaluran bahan pangan sedunia. Secara umum dapat dikatakan bahwa kekurangan gizi dan buruknya kondisi di negara berkembang lebih disebabkan oleh kemiskinan, dan bukannya oleh kelangkaan produksi makanan, walaupun kedua faktor tersebut secara tidak langsung berkaitan .
Pendidikan
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
fisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih 'murah'. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil. Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Produkivitas yang rendah
Disamping standar hidup yang rendah, negara berkembang juga menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja (labour productivity) hal ini disebabkan oleh:
sumber daya manusia yang tidak memadai
kesehatan fisik yang rendah
tingkat pertumbuhan penduduk dan beban ketergantungan yang terlampau tinggi.
tingkat pengangguran penuh dan terselubung yang terlalu tinggi dan terus melonjak
ketergantungan terhadap produksi pertanian dan ekspor barang-barang primer
sistem hukum dan infrastruktur yang tidak mapan
ketergantungan yang dominan pada dunia internasional
Tingkat Pertumbuhan Penduduk Dan Beban Ketergantungan Yang Tinggi.
Dinegara berkembang, masih ada pendangan banyak anak banyak rezeki. Rata-rata tanggungan 3-4 orang sehingga tidak sebanding dengan pendapatan yang dimiliki. Masalah klasik yang dihadapi NSB adalah laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal ini disebabkan karena dua faktor, yaitu:
Tingkat kelahiran kasar
Tingkat kematian
Selain itu, masalah kependudukan lain yang dihadapi NSB adalah karena tingginya laju pertumbuhan penduduk, hal ini menyebabkan proporsi penduduk di bawah usia 15 tahun (usia non-produktif) cukup tinggi. Kondisi ini jelas berdampak pada tingginya rasio beban tanggungan.
Tingkat Pertumbuhan Penduduk Dan Beban Ketergantungan Yang Tinggi.
Dinegara berkembang, masih ada pendangan banyak anak banyak rezeki. Rata-rata tanggungan 3-4 orang sehingga tidak sebanding dengan pendapatan yang dimiliki. Umumnya dinegara-negara berkembang mempunyai tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, yaitu sekitar 2% per tahun. Disamping itu, 40% penduduknya berusia kurang dari 15 tahun. Penduduk pada usia tersebut merupakan penduduk belum produktif, juga penduduk yang berusia diatas 64 tahun. Dinegara-negara berkembang, jumlah penduduk usia belum produktif dan penduduk usia tidak produktif mencapai 45%. Banyaknya jumlah penduduk yang belum produktif merupakan beban bagi penduduk yang tidak produktif merupakan beban bagi penduduk yang berada pada usia produktif.
Angkatan Kerja dengan Skill yang Rendah
Penyebabnya adalah tingginya tingkat melek huruf serta pola produksi yang masih tradisional. Pola produksi berkait erat dengan angkatan kerja berskil rendah. Dinegara – negara berkembang, sebagian besar angkatan angkatan kerja berskil rendah dan bekerja di sektor pertanian kecil dan sektor informal, sementara gejala di negara maju adalah sebaliknya.
Tingkat Pengangguran Penuh dan Terselubung yang Tinggi dan terus Tumbuh.
Pengangguran Penuh
Penduduk usia kerja dan berkeinginan bekerja tapi tidak mendapatkan pekerjaan.
Pengangguran Terselubung
Penduduk yang tampaknya bekerja tetapi sumbangannya terhadap perekonomian sangat kecil.
Penyebabnya adalah sempitnya lapangan kerja yang tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja. Hal ini karena pemamfaatan sumberdaya yang belum maksimal dan efisien.
Ketergantungan Terhadap Produksi Pertanian dan Ekspor Barang-Barang Primer.
Hal ini karena proporsi output pertanian sangat tinggi terhadap perekonomian, sementara sektor indutri sangat kecil.
Penyebabnya karena sebagian besar penduduknya berpendapatan rendah dan bekerja sebagai petani dan umumnya buruh tani.
Ketergantungan pada ekspor primer disebabkan karena penguasaan teknologi yang rendah, serta jiwa wirausaha yang rendah yang umumnya disebabkan karena rendahnya pendidikan.
Tingginya Proporsi Output di Pertanian
Penyebabnya karena penduduk banyak bekerja disektor pertanian,dimana keluarga-keluarga petani beberapa diantara dapat memproduksi surplus yang cukup besar untuk mensuplai non pertanian namun jumlahnyarelatif kecil.
Pertanian Skala Kecil
Usaha pertanian rakyat meskipun umumnya menerapkan pola campur,tetapi menurut komoditas dominan yang diusakannya secara garis besar dapat dipilih lebiha lanjut menjadi dua ketegori:
Usaha pertanian tanaman pangan
Perkebunan rakyat
Usaha pertanian tanaman pangan yang paling berkembang adalah usaha tani yang umumnya dilakukan di lahan sawah. Perkebunan rakyat berkembang diwilayah yang tingkat kepadatan penduduknya rendah.
Ketergantungan Pada Ekspor Primer
Pada umumnya perekonomian negara-negara perkembangan lebih banyak tergantung pada produksi barang primer ( produk-produk pertanian,bahan bakar,hasil hutan,dan bahan-bahan mentah ) dari pada barang-barang sekunder ( barang-barang hasil olahan sektor industri atau manufaktur ) dan barang-barang tersier ( jasa-jasa ). Produk barang primer ini merupakan andalan ekspor ke negara-negara lain ( baik kenegara-negara maju maupun ke sesama negara-negara berkembang ).
Pasar yang Tidak Sempurna dan Informasi yang Tidak Memadai
Di banyak negara yang berkembang, perangkat hukum atau legal dan institusionalnya, walaupun ada, masih sangat lemah guna mendukung beroperasinya mekanisme pasar secara efektif dan efisien. Tanpa adanya sistem hukum yang mapan, misalnya segala kontrak dan bisnis hanya akan tinggal diatas kertas, hak cipta hanya sekedar buah bibir, dan kurs mata uang-pun bisa berubah kapan saja. Dalam situasi di mana kepastian hukum begitu minim, jelaslah bisnis tidak akan dapat diharapkan berkembang dengan baik. Sarana infrastruktur adalah masalah berikutnya.
Terlepas dari apakah tidak kesempurnaan pasar dan ketidaklengkapan informasi ini perlu diimbangi dengan peningkatan peran pemerintah, yang juga merupakan menyebab dari ketidaklengkapan dan tidak kesempurnaan informasi, yang jelas kedua hal tersebut merupakan ciri menonjol di banyak negara berkembang dan merupakan sumber penting dari keterbelakangan mereka.
Tingginya Proporsi Angkatan Kerja di Sektor Pertanian
Penyebabnya karena penduduk banyak bekerja disektor pertanian, dimana keluarga-keluarga petani beberapa diantara dapat memproduksi surplus yang cukup besar untuk mensuplai non pertanian namun jumlahnya relatif kecil.
Ketidakcukupan Teknologi dan Kapital
Output per tenaga kerja di LDC rendah jika dibandingkan negara maju karena kapital per tenaga kerja yang rendah.
Penyebabnya adalah hambatan proses produksi akibat kesenjangan peralatan, mesin, serta rendahnya teknologi dan penguasaan teknologi akibat skill yang rendah.
Rendahnya Tingkat Tabungan
Di LDC tabungan domestik sangat rendah karena pendapatan hanya cukup untuk konsumsi, bahkan kurang. Akibatnya stock kapital rendah sehingga multiplier investasi sangat kecil baik terhadap kesempatan kerja maupun perekonomian.
Ketergantungan yang bervariasi pada perdagangan internasional
Umumnya penyediaan bantuan luar negeri, pembukaan akses pasar produk – produk ekspor serta berbagai bentuk pinjaman berasal dari negara maju menyebankan ketergantungan negara berkembang. Akibatnya dominasi perekonomian negara maju terhadap negara berkembang sangat tinggi.
Tingginya proporsi ekspor pruduk primer
Proporsi jumlah penduduk di negara-negara berkembang yang ber mukim di wilayah pedesaan pada umumnya lebih tinggi. Oleh karena itu, mata pencarian penduduk di negara-negara berkembang pada umumnya di sektor agraris, yaitu sektor yang mengolah produk-produk primer, seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Produk primer merupakan bahan ekspor yang menjadi andalan negara berkembang dan menyumbang lebih dari 30% dari produk domestik.
Dominasi ketergantungan dan kerapuhan dalam hubungan internasional
Bagi negara – negara berkembang pada umumnya, salah satu faktor utama yang mengakibatkan rendahnya standar hidup masyarakat mereka adalah distribusi kekuatan ekonomi yang tidak merata. Negara negera berkembang sangat bergantung pada bantuan – bantuan ekonomi yang diberikan lembaga – lembaga internasional. Ketergantungan ini dilatar belakangi oleh lemahnya sokongan modal yang dimiliki oleh negara – negara berkembang.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan ciri – ciri dari berkembang, yaitu :
Ciri – ciri negara berkembang :
Pendapatan perkapita rendah
Tingkat pendidikan rendah
Tidak memiliki modal
Kurang tenaga ahli
Angka kelahiran bayi tinggi
Angka harapan hidup rendah
Sebagian besar penduduk tinggal di desa
Angka pertumbuhan penduduknya tinggi
Perekonomian di dukung sektor pertanian
SARAN
Saran yang dapat kami sampaikan untuk mengatasi kesenjangan tersebut, perlu diadakan kerjasama antara negara maju dan negara berkembang, sehingga dapat menguntungkan satu sama lain.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul "Karakteristik Umum Negara – Negara Berkembang".
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas mata kuliah pengantar ekonomi pembangunan di STIE Bangkinang. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan – kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Bangkinang, 20 Januari 2016
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/05/rumus-perhitungan-pendapatan-nasional.htnl
Eko, Yuli. 2009. Ekonomi 1 : Untuk SMA dan MA Kelas X. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta.
Mulyati, sri Nur dan Mahfudz, Agus dan Permana, Leni. 2009. Ekonomi 1 : Untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Kelas X. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Berdasarkan tingkat kesejahteraan masyarakat, negara – negara di dunia sekarang biasanya dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu negara – negara maju ( developed countries ) dan negara – negara yang sedang berkembang ( developing counries ). Yang dikelompokkan kedakam negara – negara yang sudah maju adalah negara – negara yang ada di Eropa Barat, Amerika Serikat, Jepang, dsb.
Sebagian besar negara – negara sedang berkembang dan terbelakang terdapat di benua Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Taraf pembangunan penduduk relatif masih rendah dan banyak diantaranya yang mempunyai pendapatan per kapita sangat rendah. Memang ada beberapa negara sedang berkembang yang mempunyai pendapatan per kapita yang jauh lebih tinggi di atas negara – negara yang sudah maju, misalnya Arab Saudi, Brunei Darussalam, dsb. Namun negara – negara tersebut belum dianggap sebagai negara maju karena struktur ekonomi dan masyarakat mereka tidak berbeda dengan negara – negara sedang berkembang lainnya.
2.1. MASALAH
Klasifikasi negara – negara berkembang
Kesamaan karakteristik negara – negara berkembang
Keragaman karakteristik negara – negara berkembang
3.1. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini yaitu agar dapat memahami struktur dan ciri – ciri dari negara – negara sedang berkembang, termasuk juga dengan Indonesia.