BAB I PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG
Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari, terlebih bagi kalangan wanita. Kebutuhan akan kosmetik yang semakin meningkat bagi masyarakat merupakan segmen yang menguntungkan dan menarik untuk digeluti. Daya beli masyarakat yang tinggi serta meningkatnya penggunaan kosmetik menimbulkan pertumbuhan yang cepat. Persaingan yang terjadi dalam pasar kosmetik di Indonesia meliputi produk-produk impor baik legal maupun illegal. Penggunaan kosmetika yang baik dan sehat menjadi faktor utama yang penting untuk diperhatikan. Kebutuhan yang tinggi akan kosmetika ini secara otomatis mendorong peningkatan kebutuhan akan industri kosmetika itu sendiri. Industri farmasi merupakan salah satu tempat dimana apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut pengadaan, pengolahan, pengemasan, pengendalian mutu sediaan farmasi, penyimpanan, pendistribusian, dan pengembangan obat. Industri farmasi khususnya industri kosmetika ini diharapkan menjadi sarana penunjang penampilan, dalam hal ini sebagai pengadaan kosmetik yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Adapun dalam pengadaan ataupun produksi kosmetik ini, industri farmasi tetap mengutamakan keamanan, keefektivan, kualitas, dan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Untuk menghasilkan kosmetik jadi yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, setiap industri kosmetik harus menerapkan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik). Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standard mutu dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan
1
nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi pesyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu.
I.2
TUJUAN
Tujuan dari PT. Aesthetic Care adalah meningkatkan kualitas sediaan kosmetik yang sesuai dengan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) serta mengembangkan kosmetik yang dilakukan dengan tepat, sehingga aman dan berkhasiat.
I.3
MANFAAT
Manfaat dari pendirian PT. Aesthetic Care adalah untuk meningkatkan kualitas kosmetik guna pelayanan kesehatan untuk masyarakat serta menjadi sarana pengadaan kosmetik yang terjangkau bagi bagi seluruh lapisan masyarakat.
2
nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi pesyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu.
I.2
TUJUAN
Tujuan dari PT. Aesthetic Care adalah meningkatkan kualitas sediaan kosmetik yang sesuai dengan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) serta mengembangkan kosmetik yang dilakukan dengan tepat, sehingga aman dan berkhasiat.
I.3
MANFAAT
Manfaat dari pendirian PT. Aesthetic Care adalah untuk meningkatkan kualitas kosmetik guna pelayanan kesehatan untuk masyarakat serta menjadi sarana pengadaan kosmetik yang terjangkau bagi bagi seluruh lapisan masyarakat.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1
INDUSTRI FARMASI
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan
(1)
.
Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal. Untuk memperoleh izin usaha farmasi diperlukan tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip diberikan kepada pemohon untuk dapat langsung
melakukan
persiapan-persiapan,
usaha
pembangunan,
pengadaan
pemasangan instalasi, dan produksi percobaan. Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan
II.1.1
Ruang Lingkup Industri Farmasi
(1)
.
(1)
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan perizinan Industri Farmasi, perlu pengaturan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Adapun ruang lingkup ini meliputi : 1. Jenis permohonan izin a.
Persetujuan Prinsip Persetujuan Prinsip yang diberikan kepada pelaku usaha yang telah
memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan, sebelum pelaku usaha melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan. b.
Izin Industri Farmasi Izin yang diberikan kepada pelaku usaha yang telah selesai
melaksanakan tahap persetujuan prinsip, sebelum industri farmasi melakukan kegiatan produksi.
3
c.
Perubahan Izin Industri Farmasi Perubahan izin industri farmasi harus dilakukan apabila:
d.
Perubahan kapasitas produksi
Perubahan fasilitas produksi
Perubahan alamat/lokasi
Perubahan penanggung jawab
Perubahan nama industri
Perpanjangan Perpanjangan persetujuan prinsip dikarenakan pemohon mengalami
kendala yang berkaitan dengan pembangunan sarana produksi, diperpanjang selama 1 (satu) tahun. 2. Masa berlaku izin a.
Persetujuan prinsip berlaku selama 3 (tiga) tahun. Dalam hal tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelesaian
pembangunan fisik, atas permohonan pemohon, persetujuan prinsip dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun. b.
Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri Farmasi
yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Pencabutan izin a.
Persetujuan Prinsip Persetujuan prinsip batal apabila setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun
dan/atau setelah jangka waktu 1 (satu) tahun perpanjangan, pemohon belum menyelesaikan pembangunan fisik. b.
Izin Industri Farmasi Izin produksi industri farmasi dapat dicabut apabila melanggar
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
4
4. Pelaporan Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya: a.
Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan; dan
b.
II.1.2
Sekali dalam 1 (satu) tahun sesuai dengan ketentuan.
Alur Permohonan Perizinan Industri Farmasi Dalam
pelaksanaan
pelayanan
izin
(1)
Industri
Farmasi,
pelaksana
pelayanan perizinan dan pemohon harus mengikuti alur tata cara perizinan sebagai berikut : 1. Persetujuan prinsip
Gambar 2.1 Alur Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi
Tata cara permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi: a.
Permohonan persetujuan prinsip diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan provinsi dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 (terlampir).
b.
Sebelum pengajuan permohonan persetujuan prinsip, pemohon wajib mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan dengan menggunakan contoh sebagaimana te rcantum dalam Formulir 2 (terlampir).
5
c.
Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) diberikan oleh Kepala Badan
dalam
bentuk
rekomendasi
hasil
analisis
Rencana
Induk
Pembangunan (RIP) paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja
sejak
permohonan
diterima
dengan
menggunakan
contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 3 (terlampir). d.
Permohonan persetujuan prinsip diajukan dengan kelengkapannya.
e.
Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 4 (terlampir) atau menolaknya dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 5 (terlampir).
f.
Pemohon izin industri farmasi dengan status Penanaman Modal Asing atau Penanaman
Modal
Dalam
Negeri
yang
telah
mendapatkan
Surat
Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan prinsip sesuai dengan ketentuan. 2. Izin Industri Farmasi
Gambar 2.2 Alur Permohonan Izin Industri Farmasi
6
Tata Cara Permohonan Izin Industri Farmasi: a.
Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi.
b.
Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh Direktur Utama dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu diajukan ke Kementerian Kesehatan beserta kelengkapannya.
c.
Pemohon mengajukan surat permohonan ke Kementerian Kesehatan RI cq Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat menggunakan contoh Formulir 7 (terlampir).
d.
Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Badan melakukan audit pemenuhan persyaratan CPOB .
e.
Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan administratif.
f.
Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dan
pemohon
dengan
menggunakan contoh Formulir 8 (terlampir). g.
Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan persyaratan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 9 (terlampir).
h.
Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima rekomendasi serta persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan izin industri farmasi dengan menggunakan contoh Formulir 10 (terlampir).
7
INDUSTRI KOSMETIK (2)
II.2
Industri kosmetik adalah industri yang memproduksi kosmetika yang telah memiliki izin usaha industri atau tanda daftar industri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
II.2.1. Persyaratan Usaha Industri Kosmetik Izin usaha industri kosmetik diberikan oleh menteri dan dilimpahkan wewenangnya kepada Direktur Jenderal. Izin berlaku ini berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri kosmetik yang bersangkutan berproduksi dan diberikan kepada pemohon yang telah melaksanakan produksi sesuai persyaratan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik) serta mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya tiga Apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pada bidang Pemastian Mutu, Produksi, dan Pengawasan Mutu. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1175/Menkes/Per/VIII/2010 pasal empat dan enam Industri kosmetika yang akan membuat kosmetika harus memiliki izin produksi dan wajib memperoleh izin industri kosmetik dari Direktur Jenderal. Dan untuk memperoleh izin industri kosmetik tersebut diperlukan persetujuan prinsip. Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan A diajukan dengan kelengkapan sebagai berikut: a.
Surat permohonan
b.
Fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah dilegalisir
c. Nama direktur/pengurus d.
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus
e.
Susunan direksi/pengurus
f.
Surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi g.
Fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan h.
Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
i.
Denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan
j.
Bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat
k.
Daftar peralatan yang tersedia
8
l.
surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai apoteker penanggung jawab, dan
m. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) penanggung jawab yang telah dilegalisir. Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan B diajukan dengan kelengkapan sebagai berikut: a.
Surat permohonan
b.
Fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah dilegalisir
c. Nama direktur/pengurus d.
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus
e.
Susunan direksi pengurus
f.
Surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi
g.
Fotokopi akta notaris pend irian perusahaan yang telah disahkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sepanjang pemohon berbentuk badan usaha
h.
Fotokopi Nemor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
i.
Denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan
j.
Bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat
k.
Daftar peralatan yang tersedia
l.
Surat pernyataan kesediaan bekerja penanggung jawab, dan
m. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi penanggung jawab yang telah dilegalisir. Adapun persyaratan yang juga harus dipenuhi antara lain : (a) Industri Kosmetik wajib memenuhi persyaratan CPKB. (b) Pemenuhan persyaratan CPKB dibuktikan dengan sertifikasi CPKB. (c) Sertifikasi CPKB Berlaku 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Persyaratan industri kosmetik yang telah mendapat izin usaha industri kosmetik wajib : a.
Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri kosmetik yang dilakukannya.
b.
Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya dan keselamatan kerja.
9
c. Melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk melakukannya setelah memperoleh izin usaha industri kosmetik. Izin usaha industri kosmetik yang diberikan dapat berlaku seterusnya selama perusahaan industri kosmetik yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan, sedangkan untuk industri kosmetik Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Peraturan Pelaksanaanya.
II.2.2. Pencabutan Usaha Industri Kosmetik Izin usaha industri kosmetik dapat dicabut jika suatu industri kosmetik melakukan hal-hal sebagai berikut : a.
Perusahaan industri kosmetik yang telah mendapatkan izin usaha industri kosmetik melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri kosmetik dan perluasan usaha tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan ini.
b.
Perusahaan industri kosmetik yang telah mendapatkan izin usaha industri kosmetik tidak menyampaikan laporan mengenai perkembangan industri selama tiga kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
c.
Perusahaan industri kosmetik yang telah mendapatkan izin usaha industri kosmetik melakukan pemindah lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari menteri.
d.
Perusahaan industri kosmetik yang telah mendapatkan izin usaha industri kosmetik dengan sengaja memproduksi kosmetik atau bahan baku yang tidak memenuhi persyaratan dna ketentuan yang berlaku, kosmetik palsu.
e.
Tidak memiliki ketentuan dalam izin usaha industri kosmetik yang ditetapkan dalam Suat Keputusan ini. Pelaksanaan pencabutan izin usaha industri kosmetik dilakukan
oleh Direktur Jenderal dan dilaksanakan setelah dikeluarkan : a. Peringatan secara tertulis kepada perusahaan industri kosmetik sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan.
10
b. Pembekuan izin usaha industri untuk jangka waktu enam bulan sejak dikeluarkannya
Penetapan
Pembekuan
Kegiatan
Usaha
Industri
Kosmetik. Pembekuan izin usaha industri kosmetik dapat dicairkan kembali apabila perusahaan industri kosmetik telah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan.
II.3
CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK (CPKB)
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik
(2)
.
Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standard mutu dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi pesyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu. Pokok-pokok CPKB di Indonesia tercantum dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor : Hk.00.05.4.3870 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik
(3)
.
11
II.3.1
Aspek-Aspek Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik
II.3.1.1
Sistem Manajemen Mutu 1. Sistem mutu harus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Hendaknya
dijabarkan
struktur
organisasi,
tugas
dan
fungsi,
tanggungjawab, prosedur-prosedur, instruksi-instruksi, proses dan sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu. 2. Sistem mutu harus dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan,
sifat
dasar
produk-produknya,
dan
hendaknya
diperhatikan elemen-elemen penting yang ditetapkan dalam pedoman ini. 3. Pelaksanaan sistem mutu harus menjamin bahwa apabila diperlukan, dilakukan pengambilan contoh bahan awal, produk antara dan produk jadi, serta dilakukan pengujian terhadapnya untuk menentukan diluluskan atau ditolak, yang didasarkan atas hasil uji dan kenyataankenyataan yang dijumpai yang berkaitan dengan mutu.
II.3.1.2
Personalia Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, keterampilan
dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya.
1.
Organisasi, Kualifikasi dan Tanggungjawab 1.1
Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan tanggungjawab satu sama lain.
1.2
Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai kewenangan dan tanggungjawab dalam manajemen produksi yang meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi dan pencatatan.
12
1.3
Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi kewenangan penuh dan tanggungjawab dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi yang telah ditetapkan.
1.4
Hendaknya dijabarkan kewenangan dan tanggungjawab personil personil lain yang ditunjuk untuk menjalankan Pedoman CPKB dengan baik.
1.5
Hendaknya tersedia personil yang terlatih dalam jumlah yang memadai, untuk melaksanakan supervisi langsung di setiap bagian produksi dan unit pemeriksaan mutu.
2.
Pelatihan 2.1
Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan harus dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip prinsip Cara Pembuatan yang Baik. Perhatian khusus harus diberikan untuk melatih personil yang bekerja dengan material berbahaya.
2.2
Pelatihan CPKB harus dilakukan secara berkelanjutan.
2.3
Catatan hasil pelatihan harus dipelihara dan keefektifannya harus dievaluasi secara periodik.
II.3.1.3
Bangunan Dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai,
dirancang, dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah. 1.
Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar dan hama.
2.
Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pmbersihan
13
dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur baur. 3.
Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur.
4.
Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi.
5.
6.
Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain :
Penerimaan material;
Pengambilan contoh material;
Penyimpanan barang datang dan karantina;
Gudang bahan awal.
Penimbangan dan penyerahan;
Pengolahan;
Penyimpanan produk ruahan;
Pengemasan;
Karantina sebelum produk dinyatakan lulus;
Gudang produk jadi;
Tempat bongkar muat;
Laboratorium;
Tempat pencucian peralatan.
Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi.
7.
Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi.
8.
Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk.
9.
Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan.
14
10. Pipa, fittting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area pengolahan. 11. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi. 12. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan rapi.
II.3.1.4
Peralatan Peralatan harus didisain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang
dibuat. 1.
Rancang Bangun 1.1 Permukain peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh bereaksi atau menyerap bahan. 1.2 Peralatan tidak boleh menimbutkan akibat yang merugikan terhadap produk misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau adaptasi yang tidak salah/tidak tepat. 1.3 Peralatan harus mudah dibersihkan. 1.4 Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus kedap terhadap ledakan.
2.
Pemasangan dan Penempatan 2.1 Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi penandaan yang jelas untuk menjamin tidak terjadi campur baur antar produk. 2.2 Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang sedemikian
rupa
sehingga
mudah
dicapai
selama
kegiatan
berlangsung. Saluran ini hendaknya diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah dikenali. 2.3 Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu udara, air (air minum, air murni, air suling), uap,
15
udara bertekanan dan gas harus berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi. 3.
Pemeliharaan 3.1 Peralatan untuk menimbang mengukur, menguji dan mencatat harus dipelihara
dan
dikalibrasi
secara
berkala.
Semua
catatan
pemeliharaan dan kalibrasi harus disimpan. 3.2 Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secara rinci dan jelas diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan jelas.
II.3.1.5
Sanitasi Dan Higiene Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah
terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah. Pelaksanaan sanitasi dan hygiene hendaknya mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta bahan awal. 1. Personalia Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Semua personil harus melaksanakan higiene perorangan. Personil harus mengenakan pakaian kerja, tutup kepala serta menggunakan alat pelindung sesuai dengan tugasnya. Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan higiene perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja yang memadai. 2. Bangunan Bangunan hendaklah tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik yang terpisah dari area produksi. tersedia locker di lokasi yang tepat untuk tempat ganti pakaian dan menyimpan pakaian serta barang-barang lain milik karyawan. Sampah di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat sampah untuk selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan sampah di luar area produksi. Bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan fumigasi tidak boleh mengkontaminasi peralatan, bahan baku / pengemas, bahan yang masih dalam proses dan produk jadi. 3. Peralatan Dan Perlengkapan Peralatan
/
perlengkapan
harus
dijaga
dalam
keadaan
bersih.
Pembersihan dengan cara basah atau vakum lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan hati-hati dan sedapat
16
mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk. Prosedur Tetap Pembersihan dan Sanitasi mesin-mesin diikuti dengan konsisten.
II.3.1.6 1.
Produksi Bahan Awal (a) Air Air
yang
digunakan
untuk
produksi
sekurang-kurangnya
berkualitas air minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobilologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi. Sistem penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik. (b) Verifikasi Material (Bahan) Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya. Bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya terhadap
spesifikasi
yang ditetapkan,
dan harus
dinyatakan lulus sebelum digunakan. Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar. (c) Pencatatan Bahan Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya. (d) Material Ditolak (Reject) Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap. (e) Sistem Pemberian Nomor Bets Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan
17
penelusuran kembali riwayat produk. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang. (f) Penimbangan dan Pengukuran Penimbangan
hendaknya
dilakukan
di
tempat
tertentu
menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda. (g) Prosedur dan Pengolahan Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan. Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus oleh Bagian Pengawasan Mutu. Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban. (h) Produk Kering Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian khusus dan bila perlu dilengkapi dengan sistem pengendali debu, atau sistem hampa udara sentral atau cara lain yang sesuai. (i) Produk Basah Cairan, krim, dan lotion harus diproduksi sedemikian rupa untuk mencegah dari kontaminasi mikroba dan kontaminasi lainnya. Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk ruahan harus dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah di bersihkan. (j) Produk Aerosol Pembuatan aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat alami dari bentuk sediaan ini. Pembuatan harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat menjamin terhindarnya ledakan atau kebakaran. (k) Pelabelan dan Pengemasan Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari kegiatan pengemasan sebelumnya harus dipindahkan. Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus diambil contoh secara acak dan diperiksa. (l) Produk Jadi, Karantina dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi
18
Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah dinyatakan lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang produk jadi. Selanjutnya produk dapat didistribusikan.
II.3.1.7
Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPKB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya mulai dari awal pembuatan sampai distribusi produk jadi. Pengawasan mutu merupakan jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan, yang meliputi pengambilan contoh ( sampling ) dan program pemantauan lingkungan, tinjauan dokumentasi bets, dan pemantauan mutu produk di peredaran. Setiap perusahaan industri kosmetik yang telah memiliki izin usaha harus mempunyai bagian Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan dibawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisi yang dilakukan dilaboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbarui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya.
II.3.1.8
Dokumentasi Sistem dokumentasi hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai
dari bahan awal sampai produk jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitas yang dilakukan, meliputi pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi dan hal-hal spesifik lain yang terkait dengan CPKB. Dokumen produksi terdiri dari: a.
Prosedur Produksi Induk, terdiri dari prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk yang merupakan pedoman pengolahan dan pengemasan yang terperinci untuk masing-masing pembuatan.
19
b.
Catatan Produksi Batch, terdiri dari catatan pengolahan batch dan pengemasan batch yang berisi data dan informasi mengenai pelaksanaan produksi, pengolahan dan pengemasan. Dokumen dalam hal pengawasan mutu meliputi dua hal berikut ini,
yaitu: a.
Prosedur
pengawasan
mutu
dan
metode
pengujian
prosedur
pengambilan contoh untuk pengujian merupakan dokumen yang sangat penting dalam pengawasan mutu. b.
Catatan analisis dan laporan hasil pengujian Catatan tentang hasil uji stabilitas biasanya diadakan tersendiri, laporan hasil pengujian dapat berupa sertifikasi analisa Semua dokumen hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala,
dokumen yang sudah tidak berlaku segera ditarik kembali dari pihak-pihak terkait untuk diamankan.
II.3.1.9
Audit Internal Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh
atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu. Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajem untuk keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat pada saat selesainya tiap kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik.
II.3.1.10
Penyimpanan Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan
penyimpanan bahan baku, produk jadi, produk karantin, produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran.
II.3.1.11
Kontrak Produksi dan Pengujian Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas
dijabarkan, disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah dalam penafsiran di kemudian hari, yang dapat berakibat tidak memuaskannya mutu produk atau pekerjaan. Guna mencapai mutu-produk
20
yang memenuhi standard yang disepakati, hendaknya semua aspek pekerjaan yang dikontrakkan ditetapkan secara rinci pada dokumen kontrak. Hendaknya ada perjanjian tertulis antara pihak yang memberi kontrak dan pihak penerima kontrak yang menguraikan secara jelas tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak. Dalam hal kontrak pengujian, keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk, tetap merupakan tanggung
jawab
pemberi
kontrak.
Pengrima
kontrak
hanya
bertanggungiawab terhadap pelaksanaan pengujian sampai diperoleh hasil pengujian.
II.3.1.12
Penanganan Keluhan Dan Penarikan Produk Penanganan
keluhan
hendaknya
ditentukan
personil
yang
bertanggungjawab untuk menangani keluhan dan menentukan upaya pengatasannnya. Bila orang yang ditunjuk berbeda dengan personil yang diberi kewenangan untuk menangani hal tersebut, yang bersangkutan hendaknya diberi arahan untuk waspada terhadap kasus-kasus keluhan, investigasi atau penarikan kembali (recall). Keluhan rnengenai kerusakan produk hendaknya dicatat secara rinci dan diselidiki. Setelah evaluasi dan penyelidikan atas keluhan, apabila diperlukan dapat dilakukan tindak lanjut yang memadai termasuk kemungkinan penarikan produk. Catatan keluhan hendaknya ditinjau secara periodik untuk menemukan masalah spesifik atau masalah yang berulang yang memerlukan perhatian dan mungkin menjadi dasar pembenaran bagi penarikan produk di peredaran. Penarikan Produk Hendaknya dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran terhadap produk yang diketahui atau diduga bermasalah. Hendaknya ditunjuk Personil yang bertanggungjawab atas pelaksanaan dan koordinasi penarikan kembali produk termasuk personil lain dalam jumlah yang cukup. Perkembangan proses penarikan kembali produk hendaknya dicatat dan dibuat laporan akhir , meliputi rekonsiliasi jumlah produk yang dikirim dan ditemukan kembali. Keefektifan pengaturan penarikan kembali produk hendaknya dievaluasi dari waktu ke waktu. Hendaklah dibuat instruksi tertulis yang menjamin bahwa produk yang ditarik kembali disimpan dengan baik pada daerah yang terpisah sambil menanti keputusan selanjutnya.
21
II.3.2
Struktur Organisasi Industri Kosmetik Struktur organisasi pada industri kosmetik harus dibuat sedemikian rupa
yang mencerminkan keterpisahan antara personil dan fungsi dar i Bagian Produksi dengan Bagian Pengawasan Mutu. Bagian lain merupakan pendukung untuk pelaksanaan operasional suatu pabrik dan bila diperlukan dapat dikembangkan sesuai dengan keperluan pabrik.
Gambar 2.3 Struktur Organisasi Industri Kosmetik (4)
II.3.3
Jenis Permohonan (3)
1. Izin Baru Izin yang diberikan kepada pelaku usaha sebelum produksi berlangsung. 2. Perubahan Izin Perubahan izin produksi harus dilakukan apabila : a.
Perubahan golongan produsen Perubahan golongan dari B ke A karena akan memperluas usaha,
menambah jenis sediaan atau dari golongan A ke Golongan B karena akan memperkecil usaha atau mengurangi bentuk dan jenis sediaan. b.
Penambahan bentuk dan jenis sediaan (d) Penambahan Bentuk Sediaan misalnya ; yang telah diproduksi sediaan kosmetika bentuk cairan, dan akan menambah sediaan kosmetika bentuk cairan kental, Cream dsb. (e) Penambahan Bentuk dan Jenis
22
misalnya ; yang telah diproduksi sediaan kosmetika bentuk padat (sabun), akan menambah sediaan kosmetika bentuk padat (Lipstik) dan Cairan dsb, maka produsen harus melakukan perubahan izin. c.
Pindah alamat/lokasi Jika pelaku usaha akan pindah lokasi ke alamat yang baru.
d.
Perubahan nama direktur/pengurus, penanggung jawab, pada alamat dan lokasi industri yang sama. Pelaku usaha atau pemohon tidak perlu mengajukan izin seperti perizinan
baru,
tetapi
hanya
membuat
permohonan
untuk
Perubahan
nama
direktur/pengurus, penanggung jawab, pada alamat dan lokasi industri yang sama dan akan dibuatkan / diterbitkan Surat Keputusan dalam bentuk addendum. 3. Perpanjangan Izin Izin Produksi yang telah habis masa berlakunya harus diperpanjang. Persyaratan untuk perpanjangan sama dengan syarat Izin Produksi baru. 4. Pencabutan Izin Izin produksi kosmetika dapat dicabut apabila : a. Atas permohonan sendiri b. Izin usaha industri atau tanda daftar industri habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang c. Izin produksi habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang d. Tidak berproduksi dalam jangka waktu 2 (dua) tahun berturut-turut e. Tidak memenuhi standar dan persyaratan untuk memproduksi kosmetika 5. Masa Berlaku Izin Izin produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali.
23
BAB III PEMBAHASAN
III.1
DESKRIPSI PERUSAHAAN
A. Nama Perusahaan
PT. Aesthetic Care B. Visi
PT. Aesthetic Care menjadi salah satu perusahaan kecantikan di dunia yang terbukti aman dan dipercaya pada produk dengan penelitian dan pengembangan modern yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk bagi konsumen. C. Misi
Untuk dapat mewujudkan visinya, maka PT. Aesthetic Care menetapkan misi sebagai berikut, yaitu menjaga keunggulan teknologi kesehatan dan kecantikan kulit, memberikan pelayanan yang berkualitas, menjaga kerja sama melalui kepemimpinan yang efektif, memacu kualitas sumber daya manusia yang berintegritas, menjaga bertumbuhnya perusahaan dengan keuntungan dan menggapai pangsa pasar yang tinggi. D. Lokasi
Lokasi PT. Aesthetic Care terletak di Kawasan Industri Pulogadung dengan luas area 1,5 hektar.
II.2
JENIS PERMOHONAN (3)
1. Izin Baru Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan A diajukan dengan kelengkapan sebagai berikut: a.
Surat permohonan
b.
Fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah dilegalisir
c. Nama direktur/pengurus d.
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus
e.
Susunan direksi/pengurus 24
f.
Surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi
g.
Fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
h.
Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
i.
Denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan
j.
Bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat
k.
Daftar peralatan yang tersedia
l.
Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai apoteker penanggung jawab, dan
m. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) penanggung jawab yang telah dilegalisir. Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan B diajukan dengan kelengkapan sebagai berikut: a.
Surat permohonan
b.
Fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah dilegalisir
c. Nama direktur/pengurus d.
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus
e.
Susunan direksi pengurus
f.
Surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi
g.
Fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sepanjang pemohon berbentuk badan usaha
h.
Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
i.
Denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan
j.
Bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat
k.
Daftar peralatan yang tersedia
l.
Surat pernyataan kesediaan bekerja penanggung jawab, dan
m. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi penanggung jawab yang telah dilegalisir.
25
Adapun persyaratan yang juga harus dipenuhi antara lain : a.
Industri Kosmetik wajib memenuhi persyaratan CPKB.
b.
Pemenuhan persyaratan CPKB dibuktikan dengan sertifikasi CPKB.
c.
Sertifikasi CPKB Berlaku 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan.
2. Masa Berlaku Izin Izin produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku. 3. Pencabutan Izin Izin produksi kosmetika dapat dicabut apabila : a.
Atas permohonan sendiri
b.
Izin usaha industri atau tanda daftar industri habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang
c.
Izin produksi habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang
d.
Tidak berproduksi dalam jangka waktu 2 (dua) tahun berturut-turut
e.
Tidak memenuhi standar dan persyaratan untuk memproduksi kosmetika
(1) Permohonan izin produksi diajukan oleh pemohon kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas, dan Kepala Balai setempat dengan meriggunakan contoh Formulir 11 (terlampir). (2) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan, Kepala Dinas setempat
melakukan
evaluasi
terhadap
pemenuhan
persyaratan
administratif. (3) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan, Kepala Balai setempat melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan/pemenuhan CPKB untuk izin produksi industri kosmetika Golongan A dan kesiapan pemenuhan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB untuk izin produksi industri kosmetika Golongan B. (4) Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan administratif) dinyatakan lengkap, Kepala Dinas setempat wajib menyampaikan rekemendasi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dengan menggunakan contoh Formulir 12 (terlampir).
26
(5) Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pemeriksaan terhadap kesiapan/pemenuhan CPKB dinyatakan selesai, Kepala Balai setempat wajib menyampaikan analisis hasil pemeriksaan kepada Kepala Badan dengan tembusan kepada Kepala Dinas dan Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh Formulir 13 (terlampir). (6) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima analisis hasil pemeriksaan Kepala Badan memberikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh Formulir 14 (terlampir).
III.3
STRUKTUR ORGANISASI PT. AESTHETIC CARE
Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT. Aesthetic Care
27
III.4
BENTUK DAN JENIS SEDIAAN KOSMETIKA
NO
BENTUK
JENIS
1.
Cair
Hair tonic
2.
Krim
Krim Wajah
3.
Setengah Padat
Lulur, Creambath
4.
Serbuk
- Serbuk Tabur - Serbuk Compact
5.
Padat
- Sabun - Lipstick
6.
III.5
Aerosol
Parfum
PERSONALIA
PT. Aesthetic Care memiliki karyawan/karyawati profesional yang terdiri dari apoteker dan tenaga-tenaga ahli yang terlatih secara teknis dan tersedia dalam jumlah memadai untuk melaksanakan kegiatan produksi dan pengawasan mutu. Pelatihan-pelatihan diberikan kepada karyawan perusahaan sesuai bidang dan tugasnya masing-masing dan dilakukan secara berkesinambungan dalam kurun waktu satu tahun. CPKB yang dilaksanakan ditujukan pada karyawan bagian produksi, pengemasan, gudang bahan baku/barang jadi, bagian umum, teknik, quality control dan quality assurance serta R&D.
III.6
BANGUNAN DAN FASILITAS
Bangunan pabrik PT. Aesthetic Care berlokasi di Kawasan Industri Pulogadung dengan menempati tanah seluas 1,5 hektar. Ruang yang digunakan untuk produksi terdiri atas grey area dan black area. Ruangan grey area dilengkapi dengan lantai, dinding dan langit-langit yang licin dilapisi cat epoksi, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan. Sudut-sudut antara dinding, lantaidan langit-langit dibuat berupa lengkungan dengan tujuan untuk memudahkan pembersihan. Setiap ruangan yang digunakan untuk proses produksi yang terdiri atas grey area dan black area memiliki pintu darurat, alat pemadam kebakaran dan alarm yang memadai. Bangunan memiliki fasilitas pengendalian udara yang mencakup suhu, kelembapan serta penyaringan yang sesuai dengan kegiatan produksi, penerangan 28
yang cukup serta memiliki tenaga listrik yang memadai untuk menjamin kelancaran fungsi peralatan produksi dan laboratorium. Bangunan gudang terdiri dari gudang penyimpanan bahan baku, bang pengemas dan produk jadi. Gudang berfungsi untuk menyimpan dan melindungi bahan (bahan baku, bahan pengemas dan produk jadi) dari pengaruh luar dan binatang pengerat, serangga dan melindungi produk jadi dari kerusakan.
III.7
PERALATAN
Peralatan didesain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang dibuat. 1. Rancang Bangun 1.1 Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak bereaksi atau menyerap bahan. 1.2 Peralatan tidak boleh menimbutkan akibat yang merugikan terhadap produk misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau adaptasi yang tidak salah/tidak tepat. 1.3 Peralatan harus mudah dibersihkan. 1.4 Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus kedap terhadap ledakan. 2. Pemasangan dan Penempatan 2.1 Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi penandaan yang jelas untuk menjamin tidak terjadi campur baur antar produk. 2.2 Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Saluran ini hendaknya diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah dikenali. 2.3 Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu udara, air (air minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas harus berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi.
29
3. Pemeliharaan 3.1 Peralatan untuk menimbang mengukur, menguji dan mencatat harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Semua catatan pemeliharaan dan kalibrasi harus disimpan. 3.2 Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secara rinci dan jelas diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan jelas.
III.8
SANITASI DAN HIGIENE
Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah. Pelaksanaan sanitasi dan hygiene hendaknya mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta bahan awal. 1.
Personalia Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya.
Semua
personil
harus
melaksanakan
higiene
perorangan. Personil harus mengenakan pakaian kerja, tutup kepala serta menggunakan alat pelindung sesuai dengan tugasnya. Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan higiene perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja yang memadai. 2.
Bangunan Bangunan hendaklah tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik yang terpisah dari area produksi. tersedia locker di lokasi yang tepat untuk tempat ganti pakaian dan menyimpan pakaian serta barang-barang lain milik karyawan. Sampah di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat sampah untuk selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan sampah di luar area produksi. Bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan fumigasi tidak boleh mengkontaminasi peralatan, bahan baku / pengemas, bahan yang masih dalam proses dan produk jadi.
3.
Peralatan Dan Perlengkapan Peralatan / perlengkapan harus dijaga dalam keadaan bersih. Pembersihan dengan cara basah atau vakum lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena
30
menambah risiko pencemaran produk. Prosedur Tetap Pembersihan dan Sanitasi mesin-mesin diikuti dengan konsisten.
III.9
PRODUKSI
Produksi adalah semua kegiatan pembuatan mulai dari penerimaan bahan awal, pengolahan sampai bahan pengemasan untuk menghasilkan produk jadi. Adapun jenis ruangan yang digunakan pada proses produksi adalah grey area dan black area. Grey area
digunakan untuk proses produksi kosmetik topikal,
sedangkan black area digunakan untuk pengemasan kosmetik. Daerah produksi di ventilasi secara efektif dengan udara yang disaring dengan sistem HVAC. Peralatan tangki, wadah, pipa dan pompa yang digunakan dirancang dan dipasang sedemikian rupa sehingga memudahkan pembersihan dan sanitasi. Proses produksi dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan dan memenuhi ketentuan CKPB. Agar pelaksanaan proses produksi PT. Aesthetic Care berjalan sesuai dengan proseduryang ada maka bagian produksi berada dibawah pengawasan manager produksi. Proses produksi dilaksanakan berdasarkan jadwal produksi yang telah ditetapkan oleh bagian supply chain tiap bulannya dan dirinci kembali oleh supervisor dan manager produksi untuk perencanaan mingguannya. Proses produksi dilaksanakan sesuai dengan catatan bets. Setiap penomoran bets dilakukan secara rinci dan menjamin bahwa nomor bets yang sama tidak akan digunakan berulang. Pengawasan selama proses produksi dilakukan oleh bagian produksi maupun bagian pengawasan mutu. Proses pengemasan dalam produksi juga dilaksankan dengan pengawasan untuk menjamin indentitas, keutuhan dan kualitas barang.
III.10
PENGAWASAN MUTU
Dalam menjalankan tugasnya bagian pengawasan mutu dilengkapi dengan laboratorium dan peralatan yang sesuai serta didukung oleh personil yang terlatih dan mampu serta terampil dibidangnya pengawasan mutu meliputi fungsi analisis yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produksi antara, produk ruahan dan obat jadi. Pengawasan mutu meliputi juga program uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, uji validasi, 31
pengkajian dokumentasi batch, penyimpanan contoh per tanggal, dan punyusunan serta penyimpanan spesifikasi yang berlaku dari tiap bahan dan produk termasuk metode pengujiannya. Bahan atau produk boleh digunakan jika telah mendapat label release dari QC.
III.11
DOKUMENTASI
Dokumen produksi terdiri dari: a. Prosedur Produksi Induk, terdiri dari prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk yang merupakan pedoman pengolahan dan pengemasan yang terperinci untuk masing-masing pembuatan. b. Catatan Produksi Batch, terdiri dari catatan pengolahan batch dan pengemasan batch yang berisi data dan informasi mengenai pelaksanaan produksi, pengolahan dan pengemasan. Dokumen dalam hal pengawasan mutu meliputi dua hal berikut ini, yaitu: a. Prosedur pengawasan mutu dan metode pengujian prosedur pengambilan contoh untuk pengujian merupakan dokumen yang sangat penting dalam pengawasan mutu. b. Catatan analisis dan laporan hasil pengujian Catatan tentang hasil uji stabilitas biasanya diadakan tersendiri, laporan hasil pengujian dapat berupa sertifikasi analisa Semua dokumen hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala, dokumen yang sudah tidak berlaku segera ditarik kembali dari pihak-pihak terkait untuk diamankan.
III.12
AUDIT INTERNAL
Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu. Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajem untuk keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat pada saat selesainya tiap kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik.
32
Kegiatan audit internal dilakukan empat kali dalam setahun oleh auditor internal PT. Aesthetic Care. Laporan meliputi hasil audit, penilaian dan kesimpulan, serta hasil usulan tindakan perbaikan.
III.13
PENYIMPANAN
Area
penyimpanan
hendaknya
cukup
luas
untuk
memungkinkan
penyimpanan bahan baku, produk jadi, produk karantin, produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran.
33
BAB IV PENUTUP
Demikian proposal pendirian PT. Aesthetic Care ini kami susun dengan harapan permohonan pendirian industri farmasi yang kami ajukan dapat dikabulkan. Pembuatan proposal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sediaan kosmetik. Berdirinya perusahaan ini adalah karena kebutuhan masyarakat dan permintaan pasar yang sangat mendukung perkembangan kosmetika. Selain itu
pendirian industri
kosmetik ini juga untuk menjadi sarana pengadaan kosmetik yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Akhir dari penulisan proposal ini kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta berpartisipasi dalam penyusunan proposal pendirian Industri Farmasi “PT. Aesthetic Care”. Dan terima kasih juga atas terkabulnya proposal ini, serta kami berharap agar pelaksanaan industri farmasi ini dapat berjalan dengan baik dan lancar seperti harapan kami.
34