PRAKTIKUM I PENETAPAN KADAR GULA METODE LUFF SCHOORL
I.
DASAR TEORI Karbohidrat adalah golongan senyawa-senyawa yang terdiri dari unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Senyawa-senyawa ini dapat didefinisikan sebagai senyawa-senyawa polihidroksialdehid atau polihidroksiketon. Ditinjau dari segi gizi, karbohidrat merupakan segolongan senyawa-senyawa penting karena merupakan sumber energi yang palin ekonomis da paln tersebar luas. Bahan pangan yang dihasilkan di dunia sebagian terbesar terdiri dari bahan pangan yang kaya akan karbohidrat. Karbohidrat dapat digolongkan menjadi beberapa macam yaitu monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida. Metode Luff Schoorl adalah berdasarkan proses reduksi dari larutan Luff Schoorl oleh gula-gula pereduksi (semua monosakarida, laktosa dan maltosa). Hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat mereduksikan Cu2+ menjadi Cu1+. Sakarosa tidak memiliki sifat-sifat mereduksi, karena itu untuk menentukan kadar sakarosa harus dilakukan inversi terlebih dahulu menjadi glukosa dan fruktosa. Dalam hal ini kadar sakarosa harus diperhitungkan dengan faktor 0,95 karena hasil pemecahan gula setelah inversi mengandung sakarosa 0,95 % dan 0,05 % dalam bentuk gula lain.
II.
TUJUAN Mahasiswa dapat mengetahui kadar glukosa dari makanan atau minuman menggunakan metode Luff Schoorl.
III.
PRINSIP KERJA Sukrosa dalam sampel diubah menjadi gula invert. Gula invert direaksikan dengan Luff Schoorl berlebih, kelebihan larutan Luff Schoorl dititrasi dengan larutan Natrium Thiosilfat secara Iodometri. Kadar gula invert dihitung dengan menggunakan tabel Luff Schoorl. Kadar sakarosa dihitung dari selisih gula setelah inversi dan sebelum inversi.
IV.
ALAT DAN REAGENSIA 1. Alat – Alat : Neraca analitik Alat - alat gelas Waterbath
Bunsen Kelereng 2. Reagensia : H2SO4 6N ( 25 % ) HCl 4N dan 0,1 N NaOH 1 N KI 10 % Na2S2O3 0,1 N KIO3 0,1 N Ind. Amylum 1 % Ind. MO Larutan Zn- Asetat Larutan Pb-Asetat 10 % Larutan Kalium Ferrocyanida 10 % Larutan Luff Schoorl Sampel sirup Aquadest Tissue dll.
V.
CARA KERJA 1. STANDARISASI NATRIUM THIOSULFAT 0,1 N DENGAN KIO3 0,1 N Dipipet 10,0 ml KIO3 0,1 N Dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer volume 300 ml Ditambahkan lebih kurang 15 ml aquadest, 7,5 ml KI 10 %, dan 10 ml asam sulfat 6N Dititrasi dengan larutan Na. Thiosulfat 0,1 N sampai kuning pucat Ditambahkan 1 ml indikator amylum 1 % Dititrasi dengan Na. Thiosulfat 0,1 N sampai end point 2. PENETAPAN KADAR GULA SEBELUM INVERSI Ditimbang 1-2 gr sampel, dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml Ditambahkan 5 tetes Pb Asetat 10 % + 5 tetes K4FeCN6 10 % + 5 tetes Zn Asetat Ditambahkan aquadest sampai garis tanda batas Disaring dengan kertas saring secukupnya Dipipet 25,0 ml larutan yang telah disaring kedalam labu ukur 250,0 ml ( larutan stock ) Dipipet 25,0 ml larutan stock tersebut ke dalam Erlenmeyer Ditambahkan 25,0 ml larutan Luff Schoorl Dipanaskan 10 menit setelah mendidih, lalu didingkan Ditambahkan 15 ml KI 10 % + 25 ml Asam sulfat 6 N + ind. amylum Dititrasi dengan Na. Thiosulfat 0,1 N sampai end point Dihitung kadar gula reduksi dalam sampel tersebut Dilakukan titrasi blanko 3. PENETAPAN GULA SETELAH INVERSI Dipipet 10,0 ml filtrat larutan stock dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml
Ditambahkan indikator MO 3 tetes dan beberapa tetes HCl 4N sampai berwarna jingga Ditambahkan 15 ml HCl 0,1 N lalu campur Dipanaskan diatas waterbath selama 30 menit Didinginkan dan dinetralkan dengan penambahan 15 ml NaOH 1 N Diencerkan dengan aquadest hingga tanda 100,0 ml Dipipet 25,0 ml larutan tersebut ke dalam Erlenmeyer dan kemudian ditambahkan 25,0 ml laruan Luff Schoorl dan lanjutkan penetapan kadar seperti pada kadar gula sebelum inversi Dilakukan titrasi blanko Dilakukan perhitungan
VI.
RUMUS PERHITUNGAN 1. Angka Tabel ( AT )
=
2. Gula Sebelum Inversi ( % ) =
3. Gula Setelah Inversi ( % ) =
4. Kadar Sakarosa
VII.
=
DATA PERCOBAAN 1. Data Penimbangan KIO3 = 0,8938 gr Sampel = 2,0172 gr 2. Data Standarisasi No 1 2
ml KIO3 10,0 10,0
ml larutan buret (Na2S2O3) 0,00 – 10,00 10,00 – 20,00 Rata - rata
ml Titran 10,00 10,00 10,00
3. Data Penetapan Kadar Sebelum Inversi No 1 2
ml sampel 10,0 10,0
Blanko = 24,70 ml
ml larutan buret (Na2S2O3) 0,00 – 23,50 0,00 – 23,60 Rata - rata
ml Titran 23,50 23,60 23,55
4. Data Penetapan Kadar Setelah Inversi No 1 2
ml sampel 10,0 10,0
ml larutan buret (Na2S2O3) 0,00 – 24,50 0,00 – 24,70 Rata - rata
ml Titran 24,50 24,70 24,60
Blanko = 25,20 ml
VIII.
PERHITUNGAN 1. Perhitungan Standarisasi A. Baku Primer Normalitas KIO3
=
=
= 0,1003 N
B. Baku Sekunder Normalitas Na. Thiosulfat
=
=
= 0,1003 N
2. Perhitungan Penetapan Kadar Sebelum Inversi A. Angka Tabel ( AT )
=
=
( – )
= 1,15345 Angka tabel = 1,15345 yaitu antara 1 dan 2 ml Na. Thiosulfat 1 2
Maka :
Glukosa 2,4 4,8
=
X=
2,76828
2,77
B. Gula Sebelum Inversi ( % ) = =
= 13,73 % 3. Perhitungan Penetapan Kadar Setelah Inversi A. Angka Tabel ( AT )
=
=
= 0,6018 Angka tabel = 0,6018 Maka : X
=
2,4
= 1,44432
B. Gula Sebelum Inversi ( % ) = =
1,44
= 71,39 % 4. Penetapan Kadar Sakarosa Kadar Sakarosa ( % )
=
=
=
IX.
HASIL PRAKTIKUM
X.
54,78 %
Dari praktikum ini, didapat hasil sebagai berikut. Kadar gula sebelum inversi adalah 13,73 % Kadar gula setelah inversi adalah 71,39 % Kadar sakarosa pada sampel sebanyak 54,78%
PERSYARATAN Menurut SNI 01-3544-1994 bahwa kadar gula pada sirup ( dihitung sebagai sakarosa ) adalah minimal 65 %.
XI.
KESIMPULAN Dari hasil praktikum diatas, dapat disimpulkan bahwa kadar sakarosa pada sampel sirup tersebut tidak memenuhi persyaratan yaitu 54,78 % (kurang dari 65 %).
XII.
PEMBAHASAN Pada praktikum ini, dilakukan standarisasai Na 2S2O3 terhadap KIO3 dengan penimbangan 0,8938 gram dalam 250,0 ml sehingga didapat normalitas KIO3 yaitu 0,1003 N. Sedangkan hasil standarisasi Na2S2O3 didapat rata – rata volume titran 10,00 ml, maka dapat dihitung normalitas Na2S2O3 yaitu 0,1003 N. Untuk menghitung kadar sakarosa dalam sampel harus dilakukan inversi terlebih dahulu menjadi glukosa dan fruktosa karena sakarosa tidak memiliki sifat-sifat mereduksi. Untuk itu, digunakanlah metode Luff Schoorl. Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I 2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na 2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena praktikan akan menganalisa I 2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I 2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator. I2 bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum titik ekivalen. Pada saat penentuan kadar, dilakukan preparasi sampel terlebih dahulu dengan cara melarutkan 2,0172 gram dalam 250,0 ml aquadest dan menambahkan 5 tetes Pb. Asetat untuk mengendapkan sulfur, 5 tetes Zn. Asetat untuk mengendapkan logam, dan 5 tetes K4Fe(CN)6 untuk mengendapkan protein. Kemudian disaring. Setelah itu diencerkan hingga 100x dengan cara memipet filtrat tadi sebanyak 25,0 ml ke dalam labu ukur 250,0 ml. Untuk penentuan kadar gula sebelum inversi, dipipet 10,0 ml fitrat tersebut ke dalam Erlenmeyer dan dilakukan penambahan 25,0 ml larutan Luff Schoorl dan dipanaskan untuk mereduksi. Saat dipanaskan, isi dari Erlenmeyer tersebut harus tetap berwarna biru karena CuO dalam Luff Schoorl berlebih tersebut yang akan direduksi KI sehingga menghasilkan I 2 yanga akan dititrasi untuk penetapan kadar seperti penjelasan diatas. Apabila sewaktu dipanaskan, larutan berubah menjadi mera bata, maka
harus dilakukan pengenceran sampel atau mengurangi pemipetan volume sampel serta bisa juga dengan menambahkan larutan Luff Schoorl. Didapat hasil rata – rata titrasi yaitu 23,55 ml dengan titrasi blanko 24,70 ml, maka dapat dihitung angka tabel dan didapat kadar gula sebelum inversi sebesar 13,73 %. Sedangkan untuk penentuan kadar gula setelah inversi, dipipet 10,0 ml fitrat yang telah diencarkan hingga 100x ke dalam labu ukur 100,0 ml, diberi penambahan HCl 2 N sebanyak 1 tetes dan HCl 0,1 N sebanyak 10 ml serta diberikan pemanasan selama 30 menit pada waterbath yang bertujuan untuk memecah disakarida (menginversi), kemudian ditambahkan 10 ml NaOH 1 N untuk menetralkan dan ditambah aquadest sampai tanda batas sehingga didapat pengenceran 1000x. Dipipet 10,0 ml hasil dari pengenceran tersebut ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 25,0 ml larutan Luff Schoorl dan dipanaskan untuk mereduksi. Didapat hasil rata – rata titrasi yaitu 24,60 ml dengan titrasi blanko 25,20 ml, maka dapat dihitung angka tabel dan didapat kadar gula setelah inversi sebesar 71,39 %. Sehingga dapat dihitung kadar sakarosa dari sampel tersebut sebesar 54,78 % Adapun kemungkinan kesalahan-kesalahan lain yang terjadi pada proses titrasi ini, berasal dari kesalahan acak, dimana kesalahan ini dapat terjadi akibat kurang telitinya praktikan dalam memperhatikan perubahan warna saat melakukan titrasi atau akibat dari kurang tepat dalam pengukuran volume, penimbangan dan pembacaan skala pada buret serta kekeliruan cara kerja saat praktikum.
XIII.
LAMPIRAN
Sebelum penambahan
Sebelum penambahan
H2SO4 6 N dan KI 10 %
indicator amilum 1 %
Setelah penambahan
Titik akhir titrasi
Indicator amilum 1 %
( Putih Susu )
Mataram , 16 September 2014 Praktikan,
(Gusti Ayu Dwi Ratna Sari)
Dosen pembimbing,
(________________________)