BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan dapat dibagi menjadi tujuh unsur pokok, yaitu (1)
Bahasa, (2) Sistem pengetahuan, (3) Organisasi social, (4) Sistem
peralatan hidup dan teknologi, (5) Sistem mata pencaharian hidup, (6)
Sistem Religi, dan (7) Kesenian (Koentjaraningrat, 1983:206). Setiap
suku bangsa mempunyai kebudayan yang berbeda satu sama lain dan tidak
setiap suku bangsa bisa menerima unsur-unsur kebudayaan dari luar.
Sistem pengetahuan menjadi salah satu yang begitu penting dalam
kehidupan masyarakat, masyarakat bisa berkembang dan menangani
permasalahan dalam kehidupan mereka adalah dari sistem pengetahuan yang
mereka miliki termasuk dalam rangka mengatasi sakit atau penyakit yang
dialami.
Sehat, sakit, penyakit, kesehatan, maupun perawatan kesehatan
merupakan kenyataan-kenyataan yang harus dihadapi oleh masyarakat. Namun
demikian, tipe-tipe penyakit beserta persepsi dan perawatannya dalam
kenyataannya berbeda-beda di antara kelompok-kelompok sosial dalam
masyarakat. Di negara-negara industri dan kelompok menegah atas di
negara-negara berkembang, penyakit kardiovaskuler, misalnya, merupakan
salah satu penyakit pembunuh utama. Sebaliknya, di daerah pedesaan di
negara-negara berkembang, penyakit utama adalah diare, tuberkulosis, dan
penyakit infeksi lainnya. Kenyataan menunjukkan bahwa terdapat keragaman
praktek medis tradisional dan rumah tangga dalam perawatan kesehatan
terhadap penyakit tersebut, baik antar-budaya maupun intra-budaya.
Keragaman perawatan kesehatan tersebut antara lain terlihat dalam
praktek penggunaan mantera, jamu, pijat/urut, doa, maupun mandi.
Sakit adalah persepsi seseorang bila merasa kesehatannya terganggu
sedangkan penyakit adalah proses fisik dan patofisiologis yang sedang
berlangsung dan dapat menyebabkan keadaan tubuh atau pikiran menjadi
abnormal (Wikipedia). Pada buku Antropologi Kesehatan karya Prof.
Mulyono menjelaskan lebih lanjut mengenai konsep sehat dan sakit, dalam
kenyataan kehidupan sehari-hari di masyarakat tolok ukur untuk
menentukan apakah seseorang secara individual dalam kondisi sehat adalah
kemampuan fungsional menjalankan peranan sosialnya. Seseorang menentukan
kondisi kesehatannya dalam keadaan baik (sehat) bilamana ia tidak
merasakan terjadinya sesuatu kelainan fisik atau psikis yang dapat
mengganggu kegiatan sehari-hari. Persepsi seseorang terhadap kondisi
kesehatannya dipengaruhi oleh budaya atau kebudayaan yang dimilikinya.
Contohnya saja pada masyarakat non industri pada umumnya mengartikan
sehat sebagai suatu keseimbangan hubungan antara manusia dengan manusia
lain, manusia dengan alam, dan manusia dengan supernatural. Sedangkan
pada masyarakat Barat, kondisi sehat diartikan mencakup aspek-aspek
fisik, psikologis, dan perilaku. (Joyomatono, 2004: 10).
Cara dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan
dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai
kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan pengobat
tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: Naturalistik dan
Personalistik. Penyebab bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita
sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), ke bisaaan
hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas
dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang
dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan dengan
keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang
dirasakan. Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal,
wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah.
Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang
menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan
seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya
orang yang sehat (Soejoeti, 2008).
Masyarakat Jawa juga mengenal agen-agen yang mampu menyembuhkan
penyakit yang dialami oleh masyarakat. Masyarakat modern seperti
sekarang ini akan lebih mengenal dokter pada saat mereka sakit. Dokter
memberikan pengobatan yang logis bagi masyarakat sekarang karena
pengobatannya mengacu pada pengobatan dari Barat. Masyarakat juga
mengenal seseorang yang dituakan pada masyarakat mereka dan tentu saja
mampu mengobati penyakit yang mereka derita yang disebut dengan Dukun.
Dukun bukan hal yang baru lagi pada masyarakat khususnya masyarakat
Jawa. Pengobatan dari dukun ini dipercaya memiliki kekuatan tersendiri
dalam menyembuhkan penyakit yang kadang di luar nalar manusia. Geertz
mengungkapkan ada beberapa jenis dukun yang dikenal oleh masyarakat Jawa
yaitu dukun bayi, dukun pijet, dukun prewangan (medium), dukun calak
(tukang sunat), dukun wiwit (ahli upacara panen), dukun temanten atau
ahli upacara perkawinan, dukun petungan (ahli meramal dengan angka),
dukun sihir atau juru sihir, dukun susuk (spesialis yang mengobati
dengan menusukkan jarum emas di bawah kulit), dukun japa (tabib yang
mengandalkan mantra), dukun jampi (tabib yang menggunakan tumbuh-
tumbuhan dan berbagai obat asli), dukun siwer, spesialis dalam mencegah
kesialan alami (mencegah hujan kalau orang sedang mengadakan pesta
besar, mencegah supaya piring tidak pecah pada pesta, dan sebagainya),
dukun tiban, tabib yang kekuatannya temporer dan merupakan hasil dari
kerasukan roh (Geertz, 1989: 116).
Kenyataan di dalam masyarakat Jawa sampai saat ini masih mengenal
dukun dalam usaha mengatasi sakit yang mereka derita. Dengan latar
belakang tersebut maka disusunlah makalah yang berjudul "Dukun Dan Upaya
Penyembuhan Sakit Pada Masyarakat Jawa."
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
Mengapa dukun masih tetap dipertahankan oleh masyarakat Jawa dalam upaya
penyembuhan sakit sampai sekarang ini?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
Mengetahui eksistensi dukun yang masih tetap dipertahankan oleh
masyarakat Jawa dalam upaya penyembuhan sakit sampai sekarang ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dukun Dalam Masyarakat Jawa
Dukun dalam masyarakat Jawa bukan hal yang asing lagi bahkan sampai
sekarang ini banyak sekali penyebutan mengenai dukun ini, mulai dari
nujum, wong pinter, dan lain-lain. Dari zaman dahulu dukun lebih
diartikan oleh masyarakt Jawa sebagai wong pinter karena kemampuannya
dalam menangani segala masalah yang dialami oleh seseorang. Meskipun
demikian dukun atau wong pinter dalam masyarakat Jawa lebih sering
difungsikan sebagai orang yang mampu mengobati suatu penyakit yang
disebabkan oleh hal-hal yang diluar nalar manusia.
Masyarakat Jawa pada umumnya mengenal timbulnya sakit dari beberapa
sebab yaitu adanya ketidak seimbangan antara suhu tubuh yaitu antara
panas dan dingin dan juga karena adanya gangguan dari kekuatan atau
makhluk lain. Fenomena tersebut sama halnya seperti yang dikatakan oleh
Foster, Foster menjelaskan dalam bukunya bahwa etiologi penyakit terdiri
dari dua sistem yaitu sistem medis personalistik dan sistem medis
naturalistik. Suatu sistem personalistik adalah suatu sistem di mana
penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi dari suatu agen aktif yang
dapat berupa makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang
bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun
makhluk manusia (tukang sihir atau tukang tenung). Orang yang sakit
adalah korbannya, objek dari agresi atau hukuman yang ditujukan khusus
kepadanya untuk alasan-alasan yang khusus menyangkut dirinya saja.
Sedangkan dalam sistem medis naturalistic, penyakit (illness) dijelaskan
dengan istilah sistematik yang bukan pribadi. Sistem-sistem
naturalistic, di atas segalanya mengakui adanya satu model keseimbangan,
sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh, seperti panas,
dingin, cairan tubuh (humor atau dosha), yin dan yang, berada dalam
keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan
alamiah dan lingkungan sosialnya. Apabila keseimbangan ini terganggu,
maka hasilnya adalah timbulnya penyakit (Foster, 2011: 63-64)
Sebagian besar masyarakat modern saat ini percaya bahwa sakit yang
menyerang mereka bisaanya disebabkan oleh gangguan virus sehingga harus
diobati oleh seorang dokter yang tentu saja dengan cara medis modern.
Meskipun demikian masyarakat Jawa tidak serta merta meninggalkan
kepercayaan bahwa sakit juga disebabkan oleh gangguan dari makhluk halus
ataupun yang lainnya. Hal seperti ini sebelumnya telah dijelaskan oleh
Geertz yang berpendapat bahwa Lelembut, sebaliknya dari memedi, dapat
menyebabkan seseorang jatuh sakit atau gila. Lelembut itu masuk ke dalam
tubuh orang dan kalu orang tiu tidak diobati oleh seseorang dukun asli
jawa, ia akan mati. Dokter-dokter Barat tidak bisa berbuat apa-apa
terhadap penyakit atau kegilaan yang disebabkan oleh Lelembut; hanya
dukun yang bisa melakukannya. Dukun malah bisa mengatakan di bagin tubuh
mana Lelembut itu masuk, dan dapat mengeluarkannya dengan memijat tempat
itu saja misalnya kaki, lengan, atau bagian punggung. Karena Lelembut
samasekali tidak tampak, dia juga tidak mengambil wujud salah seorang
keluarga tetapi mereka ini sangat berbahaya manusia (Geertz, 1989: 19-
20)
Orang Jawa sekarang tentu sudah banyak mengetahui apa yang
menyebabkan berbagai penyakit itu. Makin sedikit juga orang yang masih
percaya akan teori-teori tradisional mengenal sebab-sebab penyakit,
misalnya bahwa suatu penyakit itu disebabkan karena roh meninggalkan
tubuh untuk suatu saat atau disebabkan karena roh meninggalkan tubuh
untuk suatu saat, atau disebabkan karena ada benda-benda asing yang
dimasukkan ke dalam tubuh dengan sengaja. Sebaliknya ada beberapa teori
tradisional lain mengenai penyakit yang tetap menjadi keyakinan orang
Jawa, bahkan di antara mereka yang sudah terpelajar, yaitu misalnya
keyakinan bahwa batuk, bersin, dan rasa pegal itu disebabkan karena
"masuk angin". Mereka juga masih percaya bahwa berbagai penyakit berat
disebabkan karena guna-guna, atau karena orang yang sakit itu di masa
yang lalu pernah melanggar pantangan atau pernah berbuat dosa. Oleh
karena itu, walaupun makin banyak orang desa mulai berobat ke Puskesmas
atau kepada seorang dokter, dengan adanya keyakinan-keyakinan tersebut
di atas, masih banyak juga orang yang pergi ke dukun setelah berkali-
kali berobat ke dokter atau Puskesmas tanpa banyak hasil. Dengan
demikian dukun memang masih diperlukan dalam masyarakat Jawa.
Dukun yang dapat mengobati dan menyembukan orang, seringkali juga
menggunakan teknik-teknik ilmu gaib berdasarkan asas pikiran asosiasi
prelogik, setelah membuat diagnose penyakitnya berdasarkan teori-teori
tradisional tersebut di atas. Tergantung diagnose yang diperolehnya
dengan cara perhitungan, dengan meditasi, atau cukup dengan membuat
analisa dari gejala-gejala penyakitnya, seorang dukun akan berusaha
memanggil kembali roh yang sedang mengembara itu ke tubuhnya, sambil
mengusir roh jahat yang menyebabkan penyakitnya, atau dengan membuang
benda-benda asing yang terdapat dalam tubuh pasien. Misalnya, seorang
dukun yang dihadapkan seorang pasien yang muntah-muntah darah membuat
diagnose bahwa orang itu dihinggapi oleh Densambang, yaitu roh jahat
menyebabkan orang jadi sakit (Koentjaraningrat, 1994: 416).
Keberadaan dukun pada masyarakat Jawa merupakan hal yang begitu
penting dalam kehidupan mereka, dukun mempunyai tempat tersendiri bagi
masyarakat Jawa khususnya. Ada beberapa penyakit yang dipercaya oleh
masyarakat Jawa merupakan penyakit yang tidak bisa disembukan oleh
dokter dengan sistem medis Barat. Pengobatan yang dilakukan oleh dukun
mempunyai kekuatan-kekuatan yang kadang diluar nalar manusia biasanya
cara pengobatan juga mempunyai ciri khusus pada setiap duku. Tetapi
kekuatan yang paling ditekankan oleh dukun kepada masyarakat agar
pengobatannya bisa berhasil adalah dengan percaya dan memasrahkan
semuanya kepada dukun sebagai perantara untuk meminta kesembuhan dari
Tuhan.
B. Dukun Dalam Perspektif Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh dukun adalah faktor yang begitu
penting dalam mengatasi masalah yang dialami oleh seseorang ataupun
masyarakat. Dukun harus mempunyai pengetahuan tentang masalah apa yang
dialami oleh seseorang dan bagaimana penyelesaian masalahnya.
Secara normal keahlian menjadi seorang dukun tidak bisa diperoleh
oleh setiap masyarakat. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
dalam menjadi seorang dukun. Biasanya seseorang yang akan menjadi dukun
harus memenuhi persyaratan mulai dari bertapa dan lain-lain. Seorang
dukun biasanya juga bisa diperoleh dari faktor keturunan, bahkan ada
yang mengatakan bahwa hanya keturunan dari seorang dukun dukun yang bisa
menjadi dukun berikutnya. Setelah memenuhi persyaratan seorang yang
hendak menjadi dukun pun harus berguru kepada seseorang yang dianggap
mempunyai pengetahuan yang lebih tentang dunia perdukunan.
Syarat yang begitu kompleks dan tidak setiap orang bisa menjadi
dukun tidak lepas dari peran dukun itu sendiri dalam masyarakat. Sukun
menjadi seseorang yang begitu penting bagi kehidupan masyarakat. Dukun
dianggap sebagai satu orang yang bisa mengatasi masalah yang dialami
oleh masyarakat, pengetahuan yang dipunyai oleh dukun menjadi faktor
penting dalam setiap solusi yang akan diberikan kepada masyarakat atau
seseorang yang mengalami kesulitan atau permasalahan termasuk masalah
sakit. Seorang dukun seperti halnya seorang dokter, dukun harus bisa
mendeteksi dari mana penyakit ini timbul dan apa yang menyebabkan
seseorang ini menjadi sakit. Setelah diketahui seperti itu dukun harus
bisa mengambil tindakan yang paling pas untuk seseorang yang sakit
tersebut. Tindakan yang tidak sesuai dan kurang hati-hati akan
menimbulkan akibat yang fatal kepada pasiennya, tak hanya pasiennya akan
tetapi juga pada dirinya sendiri karena sebagian besar sakit yang
diobati oleh dukun adalah sakit yang disebabkan intervensi dari makhluk
lain sehingga bisa juga menyerang diri dukun sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Simpulan yang bisa diambil dari pembahasan di atas adalah dukun
merupakan seseorang yang dipercaya oleh masyarakat tradisional khususnya
masyarakat Jawa dalam menangani masalah sakit. Dukun menjadi seseorang
yang begitu penting bagi kehidupan masyarakat Jawa karena dukun
merupakan seorang yang bisa mengobati masalah sakit yang disebabkan oleh
gangguan makhluk lain atau energy lain. Dalam mengobati seseorang, dukun
harus mengetahui dari mana asal sakit dan apa yang menyebabkan sakit
tersebut. Dukun tidak boleh bertindak ceroboh dalam mengobati pasiennya
karena bisa membahayakan pasien dan dirinya sendiri. Pengetahuan dan
ilmu yang dimiliki oleh seorang dukun menjadi kunci dalam keberhasilan
pengobatan seorang dukun. Dari pihak pasiennya sendiri, kepercayaan
kepada dukun itu menjadi kunci kesuksesan dirinya bisa sembuh.
DAFTAR PUSTAKA
Foster, George .M. 2011. Antropologi Kesehatan. Jakarta: UI Pers.
Geertz, C. 1989. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa.
Terjemahan Aswab Mahasin. Jakarta: Pustaka Jaya.
Joyomartono, M. 2004. Pengantar Antropologi Kesehatan. Semarang: UPT
UNNES Pers.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press.
----- 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Soejoeti, S. 2008. Konsep Sehat Sakit dan Penyakit Dalam Konteks Sosial
Budaya. Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan Badan Penelitian &
Pengembangan Kesehatan Depkes RI, Jakarta. (online). Diakses tanggal
23 november 2014.