MENGATUR KEMASAKAN BUAH DENGAN MENGGUNAKAN
ZAT PENGATUR TUMBUH
Oleh :
Faza Haitami B1J013067
Citra Nadia B1J013071
Rombongan : III
Kelompok : 4
Asisten : Trie Wulan Kurnianingsih
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Zat pengatur tumbuh merupakan hormon sintesis yang diberikan pada organ tanaman yang dalam konsentrasi rendah berperan aktif dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh ini memiliki berbagai fungsi dalam proses fisiologis tanaman diantaranya mempercepat perkembangan dan pematangan buah. Etilen adalah hormone tumbuh untuk proses mempercepat pematangan buah. Perubahan tingakat keasaman dalam jaringan juga akan mempengaruhi aktivitas beberapa enzim diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang mampu mengkatalis degradasi protopektin yang tidak larut menjadi substansi pektin yang larut. Perubahan komposisi substansi pectin ini akan mempengaruhi kekerasan buah-buahan (Anderson, 1991).
Etilen merupakan hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberelin dan sitokinin. Saat keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu dimana selama proses ini terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan buah dan buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama proses pematangan (Kusumo, 1990).
Buah pisang (Musa sp.) merupakan buah tropis yang sangat digemari oleh masyarakat karena rasanya yang enak dan manis saat matang, tetapi ketersediaan buah pisang yang matang di pasaran sangat kurang dan kematangan buah pisang biasanya tidak seragam. Proses pematangan buah pisang merupakan proses pengakumulasian gula dengan merombak pati menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tidak seperti buah pada umumnya yang mengakumulasi gula secara langsung dari pengiriman asimilat hasil fotosintesis di daun yang umumnya dikirim ke organ lain dalam bentuk sukrosa (Anderson, 1991).
Selama proses pemasakan, buah pisang akan mengalami perubahan sifat fisik dan kimiawi, antara lain adalah perubahan tekstur, aroma, rasa, kadar pati dan gula. Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin dan selulosa. Selama pemasakan buah menjadi lunak karena menurunnya jumlah senyawa tersebut. Rasa manis setelah buah masak, ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi pati yang menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Timbulnya aroma yang khas pada buah pisang disebabkan terbentuknya senyawa kompleks dari senyawa yang mudah menguap dan beberapa minyak esensial yang ada. Di samping timbulnya aroma, terbentuk juga gula selama pemasakan buah. Bertambahnya senyawa mudah menguap pada saat pemasakan buah pisang sangat erat hubungannya dengan pembentukan aroma buah pisang. Metabolisme pati mempunyai peran yang penting pada proses pemasakan buah. Selama periode pasca panen, pati dapat diubah menjadi gula sederhana seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Dalam penyimpanan suhu rendah, terjadinya akumulasi gula adalah akibat dari aktivitas enzim (Pantastico, 1989).
Tujuan
Tujuan dari praktikum mengatur kemasakan buah dengan menggunakan zat pengatur tumbuh kali ini adalahuntukmengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh yang mampu mempercepat kemasakan buah.
TINJAUAN PUSTAKA
Etilen merupakan hormon tumbuh yang di alam keadaan normal berbentuk gas serta mempunyai struktur kimia yang sangat sederhana, yaitu yang terdiri dari 2 atom carbon dan 4 atom hydrogen. Etilen digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan. Jumlah atau kandungan etilen pada tiap buah tidaklah sama selama proses pematangan (Abidin, 1985).Kemasakan atau pematangan (ripening) adalah suatu proses fisiologis, yaitu terjadinya perubahan dari kondisi yang tidak menguntungkan kekondisi yang menguntungkan, ditandai dengan perubahan tekstur, warna, rasa dan aroma. Proses pematangan buah pisang merupakan proses pengakumulasi angula dengan merombak pati menjadisenyawa yang lebih sederhana, tidak seperti buah pada umumnya yang mengakumulasi gula secara langsung dari pengiriman asimilat hasil fotosintesis di daun yang umumnya dikirim ke organ lain dalam bentuk sukrosa (Anderson,1991).
Buah berdasarkan kandungan amilumnya (pati), dibedakan menjadi dua macam yaitu buah klimaterik dan buah nonklimaterik pengertiannya yaitu :
Buah klimaterik adalah buah yang banyak mengandung amilum, seperti pisang, mangga, apel dan alpokat yang dapat dipacu kematangannya dengan etilen. Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Contoh buah klimaterik lainnya adalah pepaya, menurut Suketi, et.al (2010), tingkat kematangan buah seperti pepaya misalnya umumnya ditentukan oleh perubahan warna pada ujung buah. Warna merupakan indikator utama yang digunakan oleh konsumen dalam menentukan kematangan buah. Oleh karena itu, perubahan warna selama pematangan menjadi indikator yang sangat penting.
Buah nonklimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit, seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas. Pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak dapat memacu produksi etilen endogen dan pematangan buah (Moeljadi, 2011).
Pisang seperti halnya mangga yang merupakan buah klimaterik, karena pisang menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah. Frenkel et al., (1968) menambahkan bahwa proses klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia yaitu adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan kenaikan jumlah asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat. Menurut Winarno (1979) etilen yang dihasilkan pada pematangan pisang akan meningkatkan proses respirasinya. Tahap dimana pisang masih baik, yaitu sebagian isi sel terdiri dari vakuola.
Selain dampak yang menguntungkan, gas etilen memiliki dampak kekurangan, yaitu (Abidin, 1985) :
- Mempercepat senensen dan menghilangkan warna hijau pada buah seperti mentimun dan Sayuran daun.
- Mempercepat pemasakan buah selama penanganan dan penyimpanan.
- Pembentukan rasa pahit pada wortel.
- Pertunasan kentang.
- Gugurnya daun (kolbunga, kubis, tanaman hias).
- Pengerasan pada asparagus.
- Mempersingkat masa simpan dan mengurangi kualitas bunga.
- Gangguan fisiologis pada tanaman umbi lapis yang berbunga.
- Pengurangan masa simpan buah dan sayuran.
MATERI DAN METODE
Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini gelas ukur, koran/kertasbekas, pengatur waktu, kamera dan kertas label.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini buah pisang (Musa sp.) dan Ethrel (2-chloroetylphosponicacid) konsentrasi 0, 300, 600, 900 ppm.
Metode
Cara kerja dalam praktikum kali ini :
Alat dan bahan disiapkan.
Pisang direndam dalam larutan Ethrel selama 5 menit, kemudian difoto, dibungkus dengan koran dan diberi label.
Pisang yang tidak direndam dalam larutan Ethrel digunakan sebagai larutan kontrol difoto dan dibungkus dengan koran/kertas bekas.
Kedua pisang disimpan dan diamati setiap hari selama 7 hari.
Data perubahan pada pisang dicatat yang meliputi aroma, tekstur, warna dan rasa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Foto Pengamatan
Foto Pengamatan Hari ke-1
Foto Pengamatan Hari ke-1
Kontrol
300 ppm
Foto Pengamatan Hari ke-2
Foto Pengamatan Hari ke-2
Kontrol
300 ppm
Foto Pengamatan Hari ke-3
Foto Pengamatan Hari ke-3
Kontrol
300 ppm
Foto Pengamatan Hari ke-4
Foto Pengamatan Hari ke-4
Kontrol
300 ppm
Foto Pengamatan Hari ke-5
Foto Pengamatan Hari ke-5
Kontrol
300 ppm
Foto Pengamatan Hari ke-6
Foto Pengamatan Hari ke-6
Kontrol
300 ppm
Foto Pengamatan Hari ke-7
Foto Pengamatan Hari ke-7
0 ppm 300 ppm
4.2 Tabel Pengamatan Keadaan Buah setelah Perlakuan Ethrel kelompok 4 Rombongn III
Kelompok
Perlakuan
Parameter
Hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
4
Kontrol
Warna
-
-
-
+
++
+++
+++
Tekstur
-
-
-
+
+
+++
+++
Aroma
-
-
-
-
+
+++
+++
Rasa
Ethrel 600 ppm
Warna
+
++
+++
Tekstur
-
++
+++
Aroma
-
++
+++
Rasa
4.3 Tabel Pengamatan Keadaan Buah setelah Perlakuan Ethrel Rombongan III
No.
Perubahan yang terjadi
Konsentrasi
0 ppm
300 ppm
600 ppm
900 ppm
1
Warna
+
+++
+++
+++
2
Rasa
+++
+
++
+
3
Tekstur
++
+++
+
++
Interpretasi :
+ : Perubahan buah cukup baik
++ : Perubahan buah baik
+++ : Perubahan buah baik sekali
4.3 Grafik pemasakan buah pisang
Pembahasan
Praktikum mengatur kemasakan buah dengan menggunakan zat pengatur tumbuh ini menggunakan 2 buah pisang (kontrol dan perlakuan) dan larutan ethrel (2 chloroetylphosponic acid) konsentrasi 0 ppm, 300 ppm, 600 pm, 900 ppm, dan 1200 ppm sebagai pengatur kemasakan buah. Kertas koran memiliki pori-pori yang lebih kecil dibandingkan kertas merang, sehingga pembungkusan buah pisang dengan kertas koran bertujuan untuk memerangkap gas etilen yang dihasilkan buah pisang agar tidak menguap. Parameter yang diamati setelah pemeraman buah pisang yaitu perubahan aroma, tekstur, warna, dan rasa.
Berdasarkan pengamatan parameter yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa buah pisang dengan perlakuan pemberian larutan ethrel lebih cepat matang dari pada buah pisang kontrol. Buah pisang yang diberi larutan ethrel 900 ppm lebih cepat matang dibandingkan dengan buah pisang kontrol maupun yang diberi larutan ethrel 300, 600, dan ppm. Hal tersebut dibuktikan oleh perubahan aroma, tekstur, warna, dan rasa yang lebih dahulu dan dominan pada buah pisang perlakuan 900 ppm. Menurut Kusumo (1984), zat tumbuh yang kadarnya lebih tinggi daripada optimum dapat mempercepat pembentukan warna dan kemasakan. Oleh karena itu, semakin besar konsentrasi larutan ethrel yang diberikan maka semakin mempercepat kematangan buah.
Berdasarkan hasil praktikum mengatur pemasakan buah dengan menggunakan zat pengatur tumbuh dengan penyimpanan buah selama 7 hari, kelompok kami dengan perbandingan larutan ethrel konsentrasi 0 ppm dan 300 ppm di dapatkan hasil pada 0 ppm (+) warna perubahan buah cukup baik yang semula hijau tua kehitaman menjadi hijau tua sangat kehitam, rasa (+++) perubahan buah baik sekali rasanya manis, dan tekstur (++) perubahan buah baik yang semula keras menjadi sedikit lunak karena pertambahan hari penyimpanan pisang tersebut. Sedangkan hasil pada 300 ppm di dapatkan hasil (+++) warna perubahan buah baik sekali yang semula hijau tua kehitaman menjadi kuning. rasa (+) perubahan buah baik, dan tekstur (+++) perubahan buah baik sekali yang semula keras menjadi lunak karena pertambahan hari penyimpanan pisang tersebut. Hal yang membedakan pada konsentrasi 0 ppm dan 300 ppm yang mencolok adalah rasa karena rasa pada 0 ppm murni manis sedangkan 300 ppm rasa hanya sedikit manis karena pencelupan larutan ethrel untuk memacu pemasakkan buah yaitu warna dan tekstur tidak mempengaruhi rasa.
Menurut Kusumo (1984), mekanisme kecepatan pematangan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan penimbunan gula. Buah yang sedikit atau tidak bertepung kurang menunjukkan respon terhadap penggunaan etilen. Pemasakan buah pisang paling cepat ditandai dengan berubahnya warna hijau menjadi kuning, tekstur buah menjadi lebih empuk atau lunak, munculnya rasa manis dan aromanya yang harum. Berubahnya warna hijau menjadi kuning dikarenakan klorofil terdegradasi menjadi bagian yang lebih kecil dan digantikan dengan karotenoid, sedangkan lunaknya buah disebabkan perubahan komposisi dinding sel buah akibat menurunnya tekanan turgor sehingga hemiselulosa dan pektin yang dapat larut (protopektin) menurun jumlahnya, dan diubah menjadi pektin yang larut Selama pematangan, pelunakan buah disebabkan oleh konversi protopectin, Protopectin terikat erat terdegradasi sehingga menjadi pektin larut, yang ditemukan longgar terikat pada dinding sel. Fenomena ini disebabkan pelunakan tekstur selama pematangan (Venkatesan et al., 2010). Perubahan warna kulit dari buah pisang akibat dari degradasi klorofil oleh enzim klorofilase dan proses degradasi ini disebabkan oleh perubahan pH dan proses oksidasi. Setelah degradasi klorofil pigmen karotenoid (terutama xantofil dan karoten) muncul yang menyebabkan timbulnya warna kuning pada kulit dan daging buah pisang (Yanez dkk.,2004; Mahapatra dkk.,2010dalam Murtadha et al., 2012).
Semakin besar konsentrasi etilen yang diberikan sampai pada tingkat kritis, makin cepat pemacuan respirasinya pada buah-buah klimaterik. Kenaikan laju respirasi akan mempercepat pemasakan. Mekanisme kerja etilen dalam pemasakan buah yaitu dengan cara menambahkan etilen dari luar. Di antara sekian banyak perubahan yang disebabkan oleh etilen adalah perubahan permeabilitas membran sel sehingga mengakibatkan penghancuran klorofil ke dalam kloroplas oleh enzim. Dengan terombaknya klorofil pigmen dalam sel-sel buah tidak terlindungi sehingga buah menampakkan warna masaknya (Thahir, 2005).
Diduga dalam proses pematangan, etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui dua cara, yaitu:
Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi besar, hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat.
Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan dan proses klimaterik mengalami peningkatan enzim-enzim respirasi (Venkatesan et al., 2010).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membahas mekanisme kerja etilen, yaitu :
Jangka waktu yang diperlukan bagi etilen untuk menyelesaikan proses pematangan.
Etilen mempunyai sifat-sifat yang sangat unik di dalam proses pematangan buah dan dalam bagian tanaman lainnya.
Dalam konsentrasi yang sangat rendah dapat memberikan rangsangan pada aktivitas fisiologi.
Sensitivitas jaringan tanaman terhadap etilen yang konsentrasinya sangat rendah yang bervariasi sesuai dengan umurnya (Abidin,1985).
Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik. Jumlah atau kandungan etilen pada tiap buah tidaklah sama selama proses pematangan. Ethrel dalam larutan air dapat memicu pemasakan pada kedua jenis jambu biji, semakin tinggi konsentrasi, semakin tinggi tingkat pematangan. Efeknya pada pematangan buah ditunjukkan oleh peningkatan warna kulit, peningkatan jumlah gula dan penurunan kepadatan daging (Mohammed, 2010). Etilen pada banyak macam buah hanya sedikit dihasilkan sampai tepat sebelum terjadi klimaterik respirasi yang mengisyaratkan dimulainya pemasakan, yaitu ketika kandungan gas ini diruang udara antara sel meningkat tajam dari jumlah hampir tak terlacak sampai sekitar 0,1-1µl per liter. Konsentrasi ini umumnya memacu pemasakan buah berdaging dan tak berdaging, yang menunjukkan klimaterik respirasinya, yaitu jika buah-buahan tersebut cukup berkembang untuk dapat menerima gas etilen (Salisbury, 1991).
Menurut Abidin (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas atau kerja etilen yaitu :
1. Suhu, Suhu tinggi (>350C) tidak terjadi pembentukan etilen. Suhu optimum pembentukan etilen (tomat,apel) 320C, sedangkan untuk buah-buahan yang lain lebih rendah.
2. Luka mekanis dan infeksi, Buah pecah, memar, lecet selama pengangkutan buah, sehingga etilen akan berpusat pada bagian tersebut, dimakan dan jadi sarang ulat
3. Sinar radioaktif, penggunaan sinar radioaktif dapat merangsang pembentukan etilen. Contoh padabuah yang disinari sinar gamma sebesar 600 krad dapat mempercepat pembentukan etilen, apabila diberikan pada saat praklimaterik. Akan tetapi apabila pada saat klimaterik penggunaan sinar radiasi ini dapat menghambat produksi etilen
4. Adanya O2 dan CO2, Bila O2 diturunkan dan CO2 dinaikkan maka proses pematangan terhambat. Dan bila keadaan anaerob tidak terjadi pembentukan etilen
5. Interaksi dengan hormon auxin, apabila konsentrasi auxin meningkat maka etilen juga akan meningkat
6. Tingkat kematangan mekanisme pematangan buah oleh etilen diawali dengan sintesis protein pada tingkat pematangan yang normal. Protein disintesis secepatnya dalam proses pematangan.
Kelebihan dan kekurangan ZPT etilen merupakan hal yang seharusnya dihindari. Konsentrasi etilen yang sangat tinggi dibanding hormon auksin dan giberelin, etilen dapat menghambat proses pembentukan batang, akar, dan bunga. Pengaruh hormon-hormon tersebut yang saling berlawanan disebut antagonisme. Etilen juga dapat merangsang pembentukan bunga bila bersama-sama dengan hormon auksin (sinergisme). Kekurangan etilen menyebabkan perubahan fisiologis komoditi buah tidak merata, sedangkan kelebihan etilen menyebabkan buah cepat busuk dan umur simpan pendek (Pujiyanto, 2008).
Zat pengatur tumbu dapat berupa gas, padat, dan cair. Contohnya dalam bentuk cair Etrel (2-cchloroethyphosponic acid), dalam bentuk cair dapat berupa Etilen , dan dalam ben tuk padat dapat berupa Karbit. Kelebihan dari Etrel adalah mudah didapat, karena dalam bentuk cair sehingga dapat lebih mudah merata keseluruh bagian buah. Bentuk gas berupa Etilen adalah hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman aktif dalam proses pematangan buah. Aplikasi mengandung ethephon, maka kinerja sintetis etilen berjalan optimal sehingga tujuan agar buah cepat masak bisa tercapai. (misalnya: Etephon, Protephon) merk dagang antara lain: Prothephon 480SL. Gas Etilen banyak ditemukan pada buah yang sudah tua (Vitriyatul, 2012). Karbit hanya tersusun oleh CaC2 untuk membentuk Etilen (C2H2) harus bereaksi dengan air (H2O), selain itu kita tidak mengetahui konsentrasinya, (Simbolon 1991).
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Etilen dapat memacu pemasakan buah dalam waktu 1-7 hari selama penyimpanan yang ditandai dengan berubahnya warna pisang hijautua menjadi kuning, tekstur buahkeras menjadi lunak, dan beraroma harum.
Etilen yang memacu pemasakan buah paling cepat yaitu pada konsentrasi 900 ppm, karena Semakin tinggi konsentrasi etilen maka makin cepat proses pematangan buah, efektivitas yang baik dalam pemasakan buah dibandingkan ethrel dengan konsentrasi 0 ppm yang dapat dilihat dari hasil praktikum.
Saran
Diharapkan pada praktikum tahun depan buah klimaterik yang digunakan lebih beragam.
DAFTAR REFERENSI
Abidin, Z. 1985. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.Angkasa, Bandung.
Ali Murtadha, A., Elisa Julianti, Ismed Suhaidi. 2012. PENGARUH JENIS PEMACU PEMATANGAN TERHADAP MUTU BUAH PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca L.) (Effect of Ripening Stimulant Types on Barangan Banana (Musa paradisiaca L.)). Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert. Vol.I (1) : 47 -56.
Anderson and Beardall. 1991. The Biochemistry of Fruits and Their Product. Academic Press London Vol 2, New York.
Frenkel, C., Klein, L. dan Diller, D.R. 1968. Methods for The Study Ripening and Protein Synthesis in Infact Pome Fruits. Phytochem. New York.
Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tumbuhan Tanaman. Yasaguna, Jakarta.
Mohamed, N. I. A and Abu Bakar, A.A.G. 2010. Effect of ethrel in aqueous solution and ethylene released from ethrel on guava fruit ripening. Agriculture And Biology Journal Of North America,1(3) : 232-237
Pantastico. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Salisbury, F.B. dan Ross, W.R. 1991.Plant Physiology. Wadsworth Publishing. California.
Simbolon, Junice. 1991. Desain Peti Kayu untuk Kemasan Distribusi Buah Apel Segar (Malus sylvesteris Mill.). Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Suketi, Ketty, R. Poerwanto, S. Sujiprihati, Sobir, dan W. D Widodo. 2010. Karakter Fisik dan Kimia Buah Pepaya pada Stadia Kematangan Berbeda. J. Agron. Indonesia, 38 (1) : 60 – 66.
Thahir, M., Badron Zakaria, Elly Ishak, dan Rauf Patong. 2005. Pola Respirasi Mangga (Mangifera Indica) Var Arumanis Selama Penyimpanan pada Suhu Kamar. Sains dan Teknologi, 5 (2): 73-84.
Vitriyatul, Vita. 2012. Makalah Etilen dan ABA. http://blog.ub.ac.id/fitafitriya/2012/12/11/makalah-etilen-dan-aba/ (diakses 25 April 2013 pukul 22.01).
Venkatesan, T. and C. Tamilmani. 2010. Effect of ethrel on softening of off-season fruits of mango(Mangifera indica L. var. Neelum) during ripening. CB. Vol. 1:29-33.
Winarno, F.G. dan Moehammad, A. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Budaya. Jakarta.