BAB I PENDAHULUAN
Evan sindrom pertama kali dijelaskan pada tahun 1951 oleh Robert Evans yang mempresentasikan tentang hubungan antara anemia hemolitik yang didapat dan purpura trombositopenia primer. Dia mempelajari dari 24 pasien yang berada di rentang umur 3-78 tahun. 4 orang dengan anemia hemolitik dan trombositopeni tanpa purpura, 6 orang dengan purpura trombositopeni prier dengan sensitisasi sel darah merah namin tidak terjadi hemolisis dan 4 orang dengan autoimun hemolitik dan purpura trombositopenia (sisa 10 orang hanya memiliki anemia hemolitik saja dan 5 orang hanya memiliki purpura trombositopenia. Observasi ini membuat Evans berfikir bahwa keadaan ini mempunyai etiologi yang identik. Autoimun anemia hemolitik telah dperlihatkan sebagai penyakit autoantibodi, sehingga Evan bersugesti bahwa trombositopenia
juga sama
penyebabnya namun juga
menyerang platelet. Hipotesis ini juga didukung dengan adanya faktor plateletaglutinin di serum darah. Gejala dan tanda-tanda yang muncul pada seseorang yang mengalami Evan Sindrom yaitu denyut jantung tak beraturan, wajah juga kulit pucat, sesak nafas, kelelahan, gusi berdarah berlebihan, perdarahan berlebihan, memar/lebam, terkadang juga bisa pingsan karena sistem imunnya terseran. Meskipun Evan Sindrom tampaknya mengganggu sistem regulasi kekebalan, patofisiologi yang tepat dalam kasus ini masih belum diketahui. keadaan penurunan jumlah sel darah pada Evan sindrom dikaitkan dengan kelainan pada sel-T karena didapatkan penurunan sel T helper dan peningkatan sel T supresor. Evan sindrom bukan penyakit yang menurun dan tidak menular, bisa ditemukan pada dria ataupun wanita.
1
BAB II LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
Nama lengkap
: Tn. E
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 34 tahun
Alamat
: dalam kota
Pekerjaan
: tidak bekerja
Agama
: Islam
MRS
: 03 Desember 2012
No.RM
:
ANAMNESA KELUHAN UTAMA
Kuning yang tidak menghilang sejak 2 bulan yang lalu RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Sejak ± 9 bulan SMRS os mengeluh demam naik turun, tinggi saat malam dan membaik di pagi hari. Demam ini hilang timbul, os sudah menkonsumsi obat penurun panas namun demam tetap hilang timbul. Os juga mengeluh mengeluh badan lemas, nafsu makan menurun. Sejak ± 3 bulan yang lalu keluhan pasien semakin bertambah, os suka ngomong ngelantur, meracau dan tidak beraturan, dibawa keluarga berobat ke RS ERBA, sempat dirawat selama 5 hari, os mulai terlihat kuning sehingga os
2
disarankan untuk beroba ke RS. Namun os tidak pergi berobat melainkan mencoba pengobatan herbal. Sejak ± 1 minggu yang lalu kuning tetap ada, demam (+) naik turun, keadaan os semakin gelisah, ngomong ngelantur, nafsu makan menurun, BAB (-) sejak 5 hari yang lalu, BAK berwarna seperti teh tua. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal.
Riwayat penyakit paru-paru disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit kencing manis disangkal
Riwayat maag ada
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat penyakit paru-paru disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit kencing manis disangkal
Riwayat penyakit yang sama di keluarga disangkal
RIWAYAT KEBIASAAN
Riwayat merokok disangkal
Riwayat minum alkohol (+) sejak os masih muda
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum
Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 117 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup, pernafasan 23 x/menit, suhu axilla 39,8 0C.
3
Keadaan Spesifik 1. Kulit
Warna coklat, efloresensi (-), scar (-), ikterus pada kulit (+), turgor normal, keringat umum (-), keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (+), sianosis (-), pertumbuhan rambut normal. 2. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak
ada,
JVP
(5-2)
cmH20, trakhea di tengah, hipertropi muskulus
sternocledomastoideus (-), kaku kuduk (-). 3. Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, rambut hitam, alopesia (-), deformitas (-), perdarahan temporal (-), nyeri tekan (-). 4. Mata
Eksophtalmus (-), endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra anemis (+), sklera ikterik (+), pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik, lapangan penglihatan luas. 5. Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, selaput lendir dalam batas normal, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung tidak ada. 6. Telinga
Nyeri tekan processus mastoideus (-), selaput pendengaran tidak ada kelainan, pendengaran baik.
4
7. Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), lidah kotor (+), atrofi papil(-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-). 8. Paru
I : statis simetris kanan = simetris, sela iga tidak melebar P : stemfremitus kanan = ka=ki P : sonor di kedua lapangan paru A: vesikuler kanan = kiri, ronkhi (-), wheezing (-) 10. Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat P : ictus codis tidak teraba P : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri linea midklavikularis sinistra A: HR 117 x/menit, reguler, mur-mur (-), gallop (-) 11. Perut
I : cembung, venektasi (-), caput meduse (-). P : lemas, nyeri tekan (+) perut kanan atas, hepar teraba 3 jari di bawah arcus costae dan lien tak teraba P : timpani A : bising usus (+) normal 12. Alat kelamin
Tidak diperiksa
5
13. Ekstremitas
Akral hangat, edema pretibia (-), purpura (+) di ekstrimitas superior
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (26 Juni 2012 dan 29 Juni 2012)
Darah
: Hb 4,3 gr/dl; Leukosit 5.700/mm 3; Trombosit 109.000 /ul,
Hematokrit 13%, hitung jenis 0/1/2/62/32/3
Kimia darah : Bilirubin total 8,7 mg/dl, Bilirubin direct 5,3 mg/dl, bilirubin indirect 3,4 mg/dl, SGOT 110 u/i, SGPT 80 U/I
6
Hasil EKG
Irama sinus, HR 117 x/menit. Aksis normal RESUME
Seorang laki-laki berusia 34 tahun datang dengan keluhan utama kuning yang tidak menghilang sejak 2 bulan yang lalu. Sejak ± 9 bulan SMRS os mengeluh demam naik turun, tinggi saat malam dan membaik di pagi hari. Demam ini hilang timbul, os sudah menkonsumsi obat penurun panas namun demam tetap hilang timbul. Os juga mengeluh badan lemas, nafsu makan menurun.
7
Sejak ± 3 bulan yang lalu keluhan pasien semakin bertambah, os suka ngomong ngelantur, meracau dan tidak beraturan, dibawa keluarga berobat ke RS ERBA, sempat dirawat selama 5 hari, os mulai terlihat kuning sehingga os disarankan untuk berobat ke RS . Namun os tidak pergi berobat melainkan mencoba pengobatan herbal. Sejak ± 1 minggu yang lalu kuning tetap ada, demam (+) naik turun, keadaan os semakin gelisah, ngomong ngelantur, nafsu makan menurun, BAB (-) sejak 5 hari yang lalu, BAK berwarna seperti teh t ua. Riwayat penyakit dahulu disangkal dan tidak ada yang mempunyai gejala yang sama dengan pasien dalam keluarga. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 117 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup, pernafasan 23 kali per menit , suhu 39,8 oC, sklera ikterik (+) konjuntiva anemis (+). Pada pemeriksaan kulit terlihat kuning dan pucat. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan perut kanan atas (+) Hepar teraba 3 jari bawah arcus costae dan lien tidak teraba, pada pemeriksaan ekstrimitas didapatkan purpura. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 3 Desember 2012 didapatkan :
Darah
: Hb 4,3 gr/dl; Leukosit 5.700/mm 3; Trombosit 109.000 /ul,
Hematokrit 13%, hitung jenis 0/1/2/62/32/3
Kimia darah : Bilirubin total 8,7 mg/dl, Bilirubin direct 5,3 mg/dl, bilirubin indirect 3,4 mg/dl, SGOT 110 u/i, SGPT 80 U/I
Hasil EKG didapatkan Irama sinus, HR 117 x/menit, aksis normal. DIAGNOSA KERJA
Anemia hemolitik + trombositopenia (Evans sindrom)
8
PENATALAKSANAAN Nonfarmakologis
Istirahat total Diet BB Farmakologis
IVFD RL gtt xx Metil prednisolon 4-4-2 Ranitidin 2 x 1 ampul Curcuma 3 x 1 tablet Paracetamol 3 x 500 mg Transfusi PRC 3 kolf Transfusi WB 1 kolf RENCANA PEMERIKSAAN
Hitung jumlah darah, apusan darah tepi, darah tepi sel T PROGNOSIS
Quo ad vitam
: malam
Quo ad functionam
: dubia ad malam
Quo ad sanationam
: malam
9
PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP 4 Desember 2012
S O
Keluhan : kuning (+) demam (+) Sense compos mentis TD 100/60 mmHg N 78x/menit Temp 37,5°C RR 22x/menit Kepala Konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (+) Leher Cor Pulmo
Abdomen Extremitas
JVP = (5-2) cmH20, pembesaran KGB (-) HR = 78x/menit, mur-mur (-), gallop (-) I : Statis kanan = kiri, dinamis kanan = kiri, sela iga tidak melebar P : Stremfremitus kanan = kiri P : Redup di lapangan paru kanan mulai dari ICS V ke bawah, sonor di lapangan paru kiri A: Vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-) Cembung, lemas, nyeri tekan (+) daerah perut kanan atas, hepar teraba 2 jbac Edema pretibia +/+, akral hangat, purpura (+)
Hasil lab
A P
Hemoglobin 4,3 g/dl, leukosit 5300/ul, trombosit 104.000 /ul, hitung jenis 0/1/1/90/2/6 glukosa sewaktu 69mg/dl, trigliserida 191 mg/dl, kolesterol total 111 mg/dl, kolesterol HDL 29 mg/dl, kolesterol LDL 44mg/dl,SGOT 61U/I,SGPT 64U/I,protein total 3,7 g/dl, albumin 0,8 g/dl, globulin 2,9 g/dl, ureum 29 mg/dl, kreatinin 0,47 mg/dl Anemia hemolitik + trombositopenia (evas sindrom) Nonfarmakologis Istirahat total Diet BB Farmakologis IVFD RL gtt xx Metil prednisolon 4-4-2 Ranitidin 2 x 1 ampul Curcuma 3 x 1 tablet Paracetamol 3 x 500 mg
5 Desember 2012
S O
Keluhan : kuning (+) demam (-) Sense compos mentis TD 90/60 mmHg N 78x/menit Temp 37°C RR 22x/menit Kepala Konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (+) Leher Cor Pulmo
JVP = (5-2) cmH20, pembesaran KGB (-) HR = 78x/menit, mur-mur (-), gallop (-) I : Statis kanan = kiri, dinamis kanan = kiri, sela iga tidak melebar
10
A P
P : Stremfremitus kanan = kiri P : Redup di lapangan paru kanan mulai dari ICS V ke bawah, sonor di lapangan paru kiri A: Vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-) Abdomen Cembung, lemas, nyeri tekan (+) daerah perut kanan atas, hepar teraba 2 jbac Extremitas Edema pretibia +/+, akral hangat, purpura (+) Anemia hemolitik + trombositopenia (evans si ndrom) Nonfarmakologis Istirahat total Diet BB Farmakologis IVFD RL gtt xx Metil prednisolon 4-4-2 Ranitidin 2 x 1 ampul Curcuma 3 x 1 tablet Paracetamol 3 x 500 mg
6 Desember 2012
S O
Keluhan : kuning (+) demam (-) Sense compos mentis TD 90/60 mmHg N 78x/menit Temp 37°C RR 22x/menit Kepala Konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (+) Leher Cor Pulmo
A P
JVP = (5-2) cmH20, pembesaran KGB (-) HR = 78x/menit, mur-mur (-), gallop (-) I : Statis kanan = kiri, dinamis kanan = kiri, sela iga tidak melebar P : Stremfremitus kanan = kiri P : Redup di lapangan paru kanan mulai dari ICS V ke bawah, sonor di lapangan paru kiri A: Vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-) Abdomen Cembung, lemas, nyeri tekan (+) daerah perut kanan atas, hepar teraba 2 jbac Extremitas Edema pretibia +/+, akral hangat, purpura (+) Anemia hemolitik + trombositopenia (evans sindrom) Nonfarmakologis Istirahat total Diet BB Farmakologis IVFD RL gtt xx Metil prednisolon 4-4-2 Ranitidin 2 x 1 ampul Curcuma 3 x 1 tablet Paracetamol 3 x 500 mg
11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Evan sindrom adalah suatu penyakit autoiun dimana antibodi menyerang sel-sel mereka sendiri dan menyerang sel darah merah dan trombosit
yang
menyebabkan
autoimun
anemia
hemolitik
dan
trombositopenia karena imun. Kedua peristiwa ini dapat terjadi bersamaan ataupun satu persatu timbul pada diri sang penderita. Penyebab pasti terjadinya keadaan ini sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti. Sindom ini pertama kali dijelaskan oleh RS Evan dan kawan-kawan pada tahun 1951. Walaupun evan sindrom pertama kali di deskripsikan sebagai penyakit yang belum diketahui penyebabnya namun evan sindrom sering diasosiasikan dengan penyakit-penyakit lain seperti systemic lupus erythematosus (SLE), lymphoproliferative disorders. Pada anak-anak bahkan evan sindrom sering dikaitkan dengan autoimun limfoproliferatif sindrom, keadaan dimana homeostatis limfosit bermutasi di jalur fas apoptosis. Evan sindrom adalah kondisi yang sangat jarang ditemukan karena diagosis penyakit ini hanya ditemukan di 0,8% sampai 3,7% dari keseluruhan pasien dengan ITP ataupun AIHA. Data tentang peyakit Evan sindrom pada anak-anak masih bisa ditemukan dalam literatur namun karakteristik dan jumlah kejadian evan sindrom pada laki-laki dewasa sangat sedikit sekali diketahui. Sehingga sampai saat ini penelitian tentang pengobatan menggunakan randomized controlled trial
12
sehingga
pengobatannya
hanya
berdasarkan
data
empiris
dan
berdasarkan bukti tak langsung kemungkinan hasil dari pengobatan standar ITP atau AIHA atau mungkin keduanya. Menurut Pui dalam A. Kabir (2010) ada tiga kriteria untuk penegakan diagnosis evan syndrom : a.
Adanya hemolitik anemia dengan tes coomb direk positif
b.
Trombositopenia yang timbul secara bersamaan ataupun satu per satu
c.
Tanpa diketahui penyebabnya
3.2 Epidemiologi
Evan sindrom adalah penyakit yang jarang ditemukan dan didiagnosis sehingga angka frekuensi kejadian secara pasti masih belum diketahui. beberapa sumber mengatakan pada pasien dewasa dengan imunositopenia dari tahun 19501958 termasuk 399 kasus dari AIHA dan 367 kasus dari trombositopenia hanya 6 dari 766 pasien yang mengalami evan sindrom. Hasil penelitian di Malaysia menyatakan dari 220 pasien ITP dan 102 AIHA terdapat 12 orang yang mengidap Evan sindrom. Evan sindrom sendiri sering dikaitkan dengan penyakit lain seperti SLE, angka kejadian Evan sindrom pada kasus SLE 2,7%.
3.3 Patofisiologi
Walaupun evan sindrom muncul sebagai panyakit yang disebabkan oleh pengeturan imunitas, sampai saat ini patofisiologi yang jelas masih belum diketahui. Kebanyakan penelitian hanya mempunyai sedikit jumlah pasien dan interpretasi dari hasil penelitian sulit dibuat karena beberapa kasus Evan sindrom ini ternyata juga memiliki sitopenia autoimun sekunder yang merupakan bagian dari autoiun limfoproliferatif sindrom. Bagaimanapun, masih ada beberapa bukti
13
abnormalitas
di
kedua
sel
dan
imunitas
huoral
pada
Evan
sindrom.
Ketidakcocokan autoantibodi yang secara langsung menyerang antigen spesifik yang terdapat pada sel darah merah, platelet dan neutrophil. Pada penelitian Wang et al (1983) yang menggunakan 6 anak yang menderita penyakit ini menemukan adanya penurunan persentase dari IgG, IgM, IgA dan T4 sel, serta peningkatan persentase T8 sel dan penurunan yang nyata dari rasio T4:T8 dibandingkan orang normal dan pasien dengan ITP kronis dan ini berhubungan dengan sitopenia pada pasien. Abnormalitas tersebut
tetap ada
selama di follow up 1 tahun. Begitu juga penelitian Krakantza et al (2000) yang menemukan penurunan rasio CD4/CD8 pada anak umur 12 tahun dengan evan sindrom, walaupun jumlah CD4 dan CD8 nya menurun, menariknya penurunan rasio tersebut tetap bertahan walaupun telah dilakukan splenektomi. Mereka juga menemukan kenaikan produksi interleukin 10 dan interferon ᵞ sehingga mereka mengemukakan ini disebabkan oleh aktivasi autoreaksi, produksi antibodi sel B. Bagaimanapun, abnormalitas dari imunitas selular masih belum jelas seperti yang terlihat pada keadaan autoimun dan infeksi virus dan keadaan ini tidak spesifik dengan evan sindrom. Sekalipun frekuensi dari hemapoesis sel spesifik autoantibodi pada pasien evan sindrom diketahui, namun masih sedikit sekali informasi yang menyatakan tentang target antigen. Perubahan di serum imunoglobulin level pada evan sindrom dilaporkan pada beberapa penelitian namun semuanya tidak mempunyai jumlah yang konsisten ataupun spesifik. Dan jumlah sel B sesuai dengan yang diharapkan. Apoptosis dari limfosit yang telah teraktivasi sangat berpengaruh pada homeostatis imunitas tubuh. Protein permukaan sel Fas (CD95) dan ligannya memainkan peranan penting dalam mengatur apoptosis limfosit. Rusaknya permukaan fas dan ligannya menyebabkan penumpukan jumlah limfosit tua dan menyebabkan penyakit autoimun pada tikus. Hasil dari beberapa penelitian menyatakan rusaknya fase apoptosis limfosit oleh karena mutasi gen fas yang menyebabkan sindrom autoimun limfoproliferatif berat pada manusia. Teachey et al juga menunjukkan 12 anak menggunakan flow cytometri untuk CD4/CD8 T sel
14
dan menggunakan tes definitif untuk ALPS. Dan hasilnya menunjukkan bahwa 58% orang dengan evan sindrom juga bisa memiliki ALPS.
3.4 Gambaran Klinis
Pasien dengan AIHA dan ITP dapat muncul satu per satu ataupun berbarengan. Neutropenia terjadi lebih dari 55% pasien, atau pansitopenia (14%). Perkembangan dari sitopenia yang kedua bisa muncul setelah berbulan bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah sitopenia pertaa dan mengakibatkan diagnosis tertunda. Gambaran klinisnya bisa dari anemia hemolitikya seperti tampak pucat, lemas, tampak kuning, gagal jantung pada kasus yang berat. Atau gambaran ITP seperti petechiae, memar,perdarahan mukokutan.
3.5 Pemeriksaan fisik
Pada Pemeriksaan
pemeriksaan bisa
fisik
menunjukkan
biasanya
menunjukkan
limfadenopati,
AIHA
dan
ITP.
hepatomegali
dan
atau
splenomegali. Limfadenopati dan organomegali mungkin kronis atau intermiten dan pada beberapa kasus bisa tampak selama episode akut eksas erbasi.
3.6 Pemeriksaan Laboratorium
Hitng jumlah darah bisa menunjukkan sitopenia dan apusan darah mengarah ke AIHA seperti polikromasia, sferosit dan untuk membuang penyebab yang lain seperti keganasan, mikroangiopati hemolitik, kongenital hemolitik dan trombositopeni. Ciri dari hemolitik harus ditemukan termasuk peningkatan retikulosit, hiperbilirubinemia unkonjugasi dan penurunan haptoglubin. Tes antiglobulin langsung biasanya hampir menunjukkan positif pada semua k asus. Sangat disarankan untuk mengukur serum imunoglobulin pada semua pasien, hal ini tidak hanya untuk menyingkirkan diagnosa lain seperti common variable imunodeficiency dan defisiensi IgA namun juga sebagai dasar utama utuk melakukan terapi immunomodulator. Untuk tambahan, keadaan autoimun lainnya seperti SLE harus dicari dengan antinuclear antibody (ANA), double stranded
15
DNA, dan faktor rematoid. Dan yang paling penting adalah menyingkirkan ALPS dengan menilai darah tepi sel T menggunakan aliran sitometri. Hasil dobel negatif sel T telah ditemukan sebagai skrining pertama yang paling sensitif untuk ALPS. Investigasi sumsum tulang juga bisa digunakan untuk menyingkirkan proses infiltratif pada pasien dengan pansitopenia.
3.7 Diagnosa Banding
Sebelum mendiagnosakan Evan sindrom, penyebab lain yang mendasari sitopenia karena imun harus disingkirkan seperti SLE, IgA defisiensi, CVID, AIDS dan ALPS karena masing-masing penyebab mempunyai tatalaksana yang jauh berbeda.
3.8 Tatalaksana
Tatalaksana untuk Evan sindrom masih meragukan sampai saat ini. Sindrom ini bisa berulang dan respon terhadap pengobatan masih sangat bervariasi bahkan dalam individu yang sama. Indikasi pengobatan juga belum ditemukan pada penelitian. Bagaimanapun sangat berguna untuk mengobati pasien secara simptomatis. Sampai saat ini belum ada RCT dalam evan sindrom dan beberapa penelitian yang sudah-sudah hanya menggunakan sedikit sekali pasien. a. Lini Pertama Pengobatan lini pertama yang paling sering digunakan yaitu kortikosteroid dan atau imunoglobulin intravena. Pada keadaan akut, transfui darah atau platelet bisa diberikan untuk mengurangi gejala. Kortikosteroid merupakan obat lini pertama dengan hasil yang lumayan. Dari beberapa penelitian banyak yang mengalami perbaikan walau tidak sampai tahap sembuh. Dosis prednisolone yang digunakan sangat bervariasi dari 1mg/kg/hari sampai 4 mg/kg/hari. Bahkan respon
yang
bagus
juga
ada
pada
pemberian
dosis
besar
metilprednisolon i.v 30 mg/kg/hari untuk 3 hari lalu 20mg/kg/hari untuk 4 hari dilanjutkan 10,5,2,1mg/kg /hari untuk tiap minggunya.
16
Imunoglobulin intravena diberikan pada pasien yang memiliki inefektif steroid atau pasien yang tidak bisa meneria dosis tinggi. Dosis yang biasa digunakan 2 g /kg dalam dosis terbagi. b. Lini kedua Pengobatan lini kedua meliputi imunosupresif agen (siklosporin, mikopenolat mofetil dan danazol), rituximab dan kemoterapi (vincristine), splenektomi juga termasuk pengobatan lini ke dua. Pemilihan obat ini tergantung dari kriteria klinis seperti umur pasien, beratnya penyakit dan riwayat pengobatan sebelumnya. Pengobatan menggunakan siklosporin digunakan dosis 5mg/kg 2 kali sehari bisa digunakan berbarengan dengan prednisolon. Menurut Scaradavou dan Bussel, tingkatan penggunaan obat meliputi1. steroid + IVIG , 2. IV steroid, IVIG, i.v vincristin dan oral danazol, 3 dan ditambah oral siklosporin. Mikpenolat mofetil adalah inhibitor poten dari inosin monofosfat dehidrogenae, dan merupakan penghambat proliferasi limfosit. Dosis yang dipakai berupa 500 g 2 kali sehari dan meningkat sampai 1 gr 2 kali sehari sampai 2 minggu. c. Lini ketiga Kebanyakan pasien akan merespon pengobatan lini pertama dan ke dua setidaknya untuk beberapa tahun ke depan. Untuk lini ketiga dapat diberikan siklopospamid, alemtuzumab dan SCT atau Transplantation.
17
Stem Cell
3.9 Prognosis
Seperti yang telah dibahas sebelunnya, evan sindrom dikarakteristikkan sebagai penyakit yang berulang. Pada beberapa pasien ini dapat bertahan lama dengan SCT. Pui et al dan Scaradavou dan Bussel menyatakan episode ITP lebih sering dan lebih susah dikendalikan daripada AIHA. Data dari 75 pasien yang mempunyai nilai median 3,7,8,9 tahun menunjukkan angka kematian sebesar 7%, 36%, 33% dan 30 %. Penyebab kematian berhubungan dengan hemoragik dan sepsis yang berlangsung. Menurut Michel M, sebelum adanya rituximab, keseluruhan prognosis dari penyakit ini masih sangat rendah.
18
BAB IV ANALISA MASALAH
Seorang laki-laki berusia 34 tahun datang dengan keluhan utama kuning yang tidak menghilang sejak 2 bulan yang lalu. Sejak ± 9 bulan SMRS os mengeluh demam naik turun, tinggi saat malam dan membaik di pagi hari. Demam ini hilang timbul, os sudah menkonsumsi obat penurun panas namun demam tetap hilang timbul. Os juga mengeluh badan lemas, nafsu makan menurun. Sejak ± 3 bulan yang lalu keluhan pasien semakin bertambah, os suka ngomong ngelantur, meracau dan tidak beraturan, dibawa keluarga berobat ke RS ERBA, sempat dirawat selama 5 hari, os mulai terlihat kuning sehingga os disarankan untuk berobat ke RS . Namun os tidak pergi berobat melainkan mencoba pengobatan herbal. Sejak ± 1 minggu yang lalu kuning tetap ada, demam (+) naik turun, keadaan os semakin gelisah, ngomong ngelantur, nafsu makan menurun, BAB (-) sejak 5 hari yang lalu, BAK berwarna seperti teh t ua. Riwayat penyakit dahulu disangkal dan tidak ada yang mempunyai gejala yang sama dengan pasien dalam keluarga. Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh terlihat kuning sejak 2 bulan yang lalu, kuning yang terjadi pada pasien bisa disebabkan oleh anemia hemolitik. Pemecahan eritrosit yang berlebihan pada pasien menyebabkan deposisi bilirubin. Os juga memiliki ruam-ruam kecil di bagian ekstrimitas yang terlihat seperti purpura, hal ini memungkinkan karena rendahnya kadar trombosit pasien ini. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 117 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup, pernafasan 23 kali per menit , suhu 39,8 oC, sklera
19
ikterik (+) konjuntiva anemis (+). Pada pemeriksaan kulit terlihat kuning dan pucat. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan perut kanan atas (+) Hepar teraba 3 jari bawah arcus costae dan lien tidak teraba, pada pemeriksaan ekstrimitas didapatkan purpura.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 3 Desember 2012 didapatkan :
Darah
: Hb 4,3 gr/dl; Leukosit 5.700/mm 3; Trombosit 109.000 /ul,
Hematokrit 13%, hitung jenis 0/1/2/62/32/3
Kimia darah : Bilirubin total 8,7 mg/dl, Bilirubin direct 5,3 mg/dl, bilirubin indirect 3,4 mg/dl, SGOT 110 u/i, SGPT 80 U/I
Dari hasil lab ini menunjukkan kadar hemoglobin yang rendah dan trombositopeni. Hal ini sesuai dengan gejala Evans syndrom. Namun untuk menegakkan diagnosa ini kita masih harus menyingkirkan keungkinan penyakit autoimun lainnya. Sehingga butuh pemeriksaan lain yang lebih canggih.
20
DAFTAR PUSTAKA
Costallat GL. 2012. Evans syndrome and systemic lupus erythematosus: clinical presentation and outcome. Medical School of Sorocaba, Pontifical Catholic University of São Paulo, Brazil
Dave P. 2012. Evan Syndromes revisited. J Assoc Physicians India. 2012 Apr;60:60-1
García-Muñoz R, et al. 2009. Splenic marginal zone lymphoma with Evans' syndrome, autoimmunity, and peripheral gamma/delta T cells. Ann Hematology
Kabir A. 2010. Evan’s syndrome revisited. J Medicine India 2010 November; 7882
Mathew P. 2012. Evan Syndrome pada Medscape Reference. Diunggah tanggal 15 desember 2012 di emedicine.medscape.com
Michel , et al. 2008. Characteristics of warm autoimmune hemolytic anemia and Evans syndrome in adults. Press medical international.
Michel M, et al. 2009. The spectrum of Evan Syndrome in adults : new insight into the disease based on the analysis of the 68 case. Journal of the american society of hematology. USA.
Norton A, Roberts I. 2005. Management of Evans syndrome. Br J Haematology Paediatric haematology, St Mary’s Hospital. London, UK.
21
Pegels JG, et al. 1983. The Evans syndrome: characterization of the responsible autoantibodies. Br J Haematology. London, UK.
Wang W, et al. 1983.. Immunoregulatory abnormalities in Evans syndrome. Am J Hematology
22