BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN ASEAN lainnya. Penyebab utama kematian ibu secara langsung adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%, dan penyebab tidak langsung adalah anemia 51%. Anemia merupakan komplikasi dalam kehamilan yang paling sering ditemukan. Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan perubahan dalam darah dan sumsum tulang. WHO memperkirakan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di negara maju sebesar 14% dan di negara berkembang sebesar 51%. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi gizi. Sering kali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter. Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang dan kebutuhan yang berlebihan. Faktor nutrisi utama yang mempengaruhi terjadinya anemia adalah zat besi, asam folat dan vitamin B12.(1,2,3,4,5) Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) darah kurang dari normal. Kadar Hb normal berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin : pada balita 11 g %, anak usia sekolah 12 g %, wanita dewasa 12 g %, laki-laki dewasa 13 g %, ibu hamil 11 g %, dan ibu menyusui 12 g %. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar Hb di bawah 11 g/dL atau hematokrit kurang dari 33%. Komplikasi anemia dalam kehamilan dapat berdampak pada masa kehamilan, persalinan, nifas, maupun pada janin. Anemia pada ibu hamil diketahui akan berdampak buruk baik bagi kesehatan ibu maupun bayinya. Anemia merupakan penyebab penting yang melatarbelakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat dari komplikasi kehamilan. Selain itu, ibu hamil yang menderita anemia juga beresiko terjadinya perdarahan saat
1
melahirkan. Di samping pengaruhnya kepada kematian dan perdarahan, anemia pada saat hamil dapat mempengaruhi m empengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah, dan peningkatan kematian perinatal. (1,6) Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya zat besi dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil, kebutuhan zat besi untuk janin dan plasenta, dan pendarahan post partum. Jadi, cadangan zat besi yang dibutuhkan ibu hamil minimal lebih dari 500 mg. Perubahan diet dengan konsumsi makanan yang kaya zat besi dan penambahan suplemen zat besi dianjurkan pada ibu hamil. Anemia megaloblastik terjadi karena kerusakan sintesis DNA yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi asam folat atau vitamin B12. Diet yang ekstrem atau malabsorpsi menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik. Oleh karena itu, sebagian besar wanita mengonsumsi suplemen folat sebagai langkah pencegahan defek tuba neural pada janin dan kebanyakan dari suplemen tersebut merupakan kombinasi dari zat besi dan asam folat. Kedua anemia ini dapat mengakibatkan berkurangnya produksi heme. Jadi, pengobatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan produksi sel darah merah. (7,8,9)
I.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, maka akan dilakukan penelitian mengenai mengena i “Bagaimana gambaran angka kejadian anemia pada ibu hamil terhadap pemeriksaan rutin Hb di Puskesmas Salobulo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan Periode November 2017 – 2017 – Januari 2018?” 2018?”
I.3. Tujuan
I.3.1. Tujuan umum Mengetahui gambaran angka kejadian anemia pada ibu hamil terhadap pemeriksaan rutin Hb di Puskesmas Salobulo, Kabupaten Ka bupaten Wajo, Sulawesi Selatan Periode November 2017 – 2017 – Januari Januari 2018.
2
I.3.2. Tujuan Khusus Mengetahui angka kejadian anemia pada ibu hamil terhadap pemeriksaan rutin Hb di Puskesmas Salobulo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan Periode November 2017 – 2017 – Januari Januari 2018.
I.4. Manfaat
I.4.1. Manfaat Teoritis Memberikan gambaran angka kejadian anemia pada ibu hamil terhadap pemeriksaan rutin Hb di Puskesmas Salobulo, Kabupaten Ka bupaten Wajo, Sulawesi Selatan Periode November 2017 – 2017 – Januari Januari 2018. I.4.2. Manfaat Praktisi 1. Bagi tenaga kesehatan Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan pada ibu hamil khususnya bagi penderita anemia. 2. Bagi puskesmas Meningkatkan pelayanan yang berkualitas dalam pelaksanaan kerja di bidang maternitas. 3. Bagi penulis Menjadikan data awal maupun panduan untuk penelitian selanjutnya.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin darah kurang dari normal, yang berbeda untuk kelompok umur dan jenis kelamin. Secara klinis, definisi anemia berupa hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah persentil 10. (1,8)
Berdasarkan WHO batas normal hemoglobin untuk ibu hamil adalah 11gr%. (1) Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, definisi anemia dalam kehamilan adalah seperti yang berikut : 1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester pertama dan ketiga 2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester kedua.
(3,9,10)
II.2. Epidemiologi
Frekuensi anemia dalam kehamilan di seluruh dunia cukup tinggi yaitu berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya merupakan defisiensi zat besi. Di Indonesia angka anemia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu 63,5% Karena defisiensi gizi memegang peranan yang sangat penting dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia dalam kehamilan lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. (2,4)
Dari keseluruhan anemia dalam kehamilan sekitar 95% merupakan anemia defisiensi besi. Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi meningkat. Hal ini menunjukkan keperluan zat besi maternal yang bertambah pada saat kehamilan. Kematian maternal meningkat oleh karena terjadinya pendarahan post partum yang banyak pada wanita hamil yang sebelumnya memang sudah menderita anemia.
(10,11)
4
II.3. Patofisiologi
Kehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat pada peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat zat gizi dalam sirkulasi darah, termasuk penurunan zat gizi mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan pertumbuhan tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan produksi eritropoetin sedikit,
oleh karena tidak terjadi
menstruasi
dan
pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan. Akibatnya, kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi eritrosit dan karena itu rentan untuk terjadinya anemia terutama anemia defisiensi besi. (6,12) Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda pada wanita yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. Dalam hal ini, oleh karena peningkatan oksigen dan perubahan sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk pembesaran uterus, terjadi peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume plasma dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume plasma ini terjadi dalam proporsi yang lebih besar yaitu sekitar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi. Hemodilusi berfungsi agar suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan venous return saat posisi terlentang, dan melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat proses melahirkan. (4,11,12)
5
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat pada wanita untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat semasa hamil karena sebagai akibat hipervolemi cardiac output meningkat. Kerja jantung akan lebih ringan apabila viskositas darah rendah dan resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak meningkat. Secara fisiologis, hemodilusi ini membantu si ibu mempertahankan sirkulasi normal dengan mengurangi beban jantung.
(4,11,12)
Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Volume plasma meningkat sebesar 45-65 % dimulai pada trimester II kehamilan dan mencapai maksimum pada bulan ke-9 yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal dalam tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron. (4,11) Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan hematokrit, konsentrasi hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16 hingga ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Oleh sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar Hct, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas “normal”, timbullah anemia.
(12)
II.4. Etiologi
Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu : 1) Didapatkan (acquired )
Anemia defisiensi besi
Anemia karena kehilangan darah secara akut
Anemia karena inflamasi atau keganasan
6
Anemia megaloblastik
Anemia hemolitik
Anemia aplastik (9)
2) Herediter
Thalasemia
Hemoglobinopati lain
Hemoglobinopati sickle cell
Anemia hemolitik herediter (9)
Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik, peningkatan pemecahan sel darah (hemolitik), atau kehilangan darah yaitu hemoragik. Dalam kehamilan, anemia yang sering ditemukan adalah anemia hemopoetik yaitu karena kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi), asam folat (anemia megaloblastik), dan protein. (13)
II.5. Gejala Klinis
Kekurangan Asam Folat
Kekurangan Protein
Kekurangan zat besi
Berkurangnya pembentukan dan terjadinya kelainan sel darah merah
Pembentukan hemoglobin berkurang
Pembentukan tissue respiratory enzymes berkurang
Anemia Megaloblastik
Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi penggunaan oksigen
Defisiensi pengangkutan oksigen di dalam darah
Gejala Klinis Anemia Grafik menunjukkan kekurangan asam folat, protein dan zat besi dapat menyebabkan kekurangan oksigen jaringan dan mengakibatkan terjadinya anemia (Dikutip dari kepustakaan 5).
7
Gejala klinis dari anemia bervariasi bergantung pada tingkat anemia yang diderita. Berdasarkan gejala klinisnya anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan, sedang dan berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah : a) Anemia ringan
: adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, dan sesak.
b) Anemia sedang
: adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan
tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare. c) Anemia berat
: adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah
dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis yang terganggu, penyakit kuning, rambut halus dan rapuh, hepatomegali dan splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat.
(3,7,14)
II.6. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dibutuhkan anamnesis yang akan diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, sesak, berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan derajat anemia yang diderita. (1,3,7,14) Pemeriksaan penunjang dan pengawasannya dapat dilakukan dengan alat sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut: a) Anemia ringan
: Hb 10 – 11 gr%
b) Anemia sedang
: Hb 7 – 10 gr%
c) Anemia berat
: Hb < 7 gr%. (1)
Pada pemeriksaan laboratorium berupa indeks sel darah merah membantu menentukan ada tidaknya kelainan abnormal pada sel darah merah seperti defisiensi zat besi (MCV yang rendah) atau makrositosis (MCV yang tinggi). Pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit harus diulang saat trimester ketiga (lebih kurang 28 sampai 32 minggu) dan lebih sering jika diindikasikan. Ras
8
tertentu harus mempunyai tes skrining untuk kondisi tertentu seperti pada pasien kulit hitam harus menjalani tes Sickledex atau elektroforesis hemoglobin untuk melihat sickle cell trait disease dan menentukan defisiensi glucose 6-phosphate dehydrogenase. (1) Kriteria anemia menurut CDC (Centers for Disease Control
Meningkat
Reticulocyte count
Normal atau menurun
Pertimbangkan : 1. Kehilangan darah akut. 2. Terapi zat besi yang baru. 3. Anemia Hemolitik. Cek apusan darah tepi dan tingkat heptaglobin.
Anemia Mikrositik, MCV <80, Pertimbangkan : 1. Defisiensi zat besi. Cek ferritin, TIBC dan plasma iron level. 2. Hemoglobinopati. Cek hemoglobin dan elektroforesis.
Anemia Makrositik, MCV>100, Pertimbangkan : 1. Defisiensi As.Folat 2. Defisiensi vit. B12 Cek serum folat dan B12 level. Pertimbangkan malabsorbsi, gangguan makan dan ekstrim diet sebagai kemungkinan etiologi.
Anemia Normositik, MCV 80-100 Pertimbangkan: 1. Defisiensi zat besi ringan 2. Anemia disebabkan penyakit kronik. Cek fungsi tes renal, hepatik dan tiroid.
Algoritma untuk diagnosis anemia berdasarkan hasil darah laboratorium (Dikutip dari kepustakaan 8).
II.7. Pembagian Anemia Dalam Kehamilan
Berbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah banyak dikemukakan. Penyebab anemia tersering adalah karena defisiensi zat-zat nutrisi. Seringkali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai
9
infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorpsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan, dan kurangnya utilisasi nutrisi hemopoietik. Sekitar 75 % anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat atau vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan keganasan. (4) Anemia yang akan dibahas kali ini adalah anemia yang sering ditemukan di Indonesia yaitu anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik. (4)
II.7.1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ditemukan adalah anemia akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan oleh : a) Kurangnya intake unsur zat besi dalam makanan. b) Gangguan absorpsi zat besi : muntah dalam kehamilan mengganggu absorpsi, peningkatan pH asam lambung, kekurangan vitamin C, gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu). c) Kebutuhan besi yang meningkat d) Banyaknya zat besi keluar dari tubuh : perdarahan. (4,12,13) Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi di dalam tubuh meningkat dari 0.8mg/hari di awal kehamilan hingga 7.5mg/hari pada trimester akhir. Zat besi rata-rata yang dibutuhkan untuk wanita hamil adalah 800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan 500 mg ditambahkan untuk hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat perdarahan persalinan dan post partum. Jadi, penyimpanan minimal zat besi di dalam tubuh wanita hamil adalah lebih dari 500 mg di awal kehamilan. Apabila zat besi tidak ditambahkan
10
dalam kehamilan maka akan mudah terjadi anemia defisiensi zat besi terutama pada kehamilan kembar, multipara, kehamilan yang sering dalam jangka waktu yang singkat dan pada vegetarian. Di daerah tropis, zat besi banyak keluar melalui keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari yang dianjurkan untuk ibu hamil tidak sama untuk beberapa negara. Di Amerika Serikat, untuk wanita tidak hamil, wanita hamil dan wanita yang menyusui dianjurkan masing-masing 12mg, 15mg, dan 15 mg. Sedangkan di Indonesia masing-masing 12 mg, 17 mg dan 17 mg.(4,7,9,13) Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan yaitu ketika pembentukan organ janin terjadi. Rata-rata kebutuhan zat besi harian adalah antara 6 hingga 7 mg dibandingkan pada kondisi yang normal yaitu 1 mg / hari. Selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan, kebutuhan zat besi meningkat hingga 10 mg / hari. Pada wanita yang memasuki kehamilan dengan cadangan zat besi yang rendah, pemberian suplemen zat besi sering gagal untuk mencegah kekurangan zat besi. Lebih jauh lagi, kondisi seperti implantasi plasenta yang abnormal dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan meningkatkan kebutuhan zat besi selama kehamilan. (2) Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma selama kehamilan yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa sel darah merah menghasilkan hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu terlindungi dari hilangnya sel darah merah selama perdarahan yang berhubungan dengan persalinan. Walaupun begitu, 5% dari persalinan disertai dengan kehilangan darah >1 L disertai gejala anemia termasuk gejala jantung, sehingga harus transfusi darah. (2,6) Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan zat besi atau kebutuhan zat besi yang meningkat akan dikompensasi oleh tubuh sehingga cadangan besi makin menurun.
(12)
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
11
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC ) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia mikrositik hipokrom yang disebut sebagai anemia defisiensi besi ( iron deficiency anemia). (12) Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri-ciri yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan apusan darah tepi dapat ditemukan mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas tersebut, bahkan banyak yang bersifat normositik dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat zat besi serum tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang meningkat, dan tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya hemoglobin yang diperiksa dan ditemukan Hb < 10gr/dL maka wanita tersebut dapat dianggap menderita anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis, karena anemia tersering dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi. (2,10,12)
12
Tabel 1 : Diagnosis anemia defisiensi besi (Dikutip dari kepustakaan 9).
Terapi zat besi oral telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia defisiensi besi pada banyak kasus. Kemanjurannya mungkin, namun bergantung pada tingkat kepatuhan pasien dan penyerapan zat besi yang cukup di duodenum. Perlu dicatat bahwa meskipun ada bukti yang mendukung perbaikan parameter status hematologi dan besi dengan suplementasi besi oral, data terjadinya peningkatan berat lahir dan berkurangnya angka kelahiran prematur masih kurang. (2,6)
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan nonanemik (Hb <11g/dl dan ferritin > 20 µg/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir rendah. (4) Menurut Depkes RI (1999), tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu:
(15)
Dosis Pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1 tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu memeriksa kehamilannya. (15) Obat yang sering digunakan adalah tablet Fe sulfat, furamat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1x200mg.
13
Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr% pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. (15) Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejalagejala seperti mual, nyeri di daerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang air besar, serta pusing. Selain itu, setelah mengonsumsi tablet tersebut tinja dapat berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek samping tablet zat besi ini bergantung pada dosis zat besi dalam tablet tersebut, bukan pada bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka kemungkinan efek samping akan semakin besar. Tablet zat besi yang diminum saat perut dalam keadaan terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan namun hal ini juga menurunkan tingkat penyerapannya.
(15)
Terapi parenteral zat besi diberikan hanya apabila terdapat kontraindikasi dengan terapi oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara intramuskular, dapat disuntikkan dekstran besi, Imferon, atau sorbitol besi. Hasilnya akan lebih cepat tercapai dan penderita hanya merasa nyeri pada tempat suntikan. Akhir-akhir ini, Imferon banyak pula diberikan dengan infus dengan dosis total antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligus dengan hasil yang sangat memuaskan.(4,11) Walaupun zat besi intravena dengan infus kadang-kadang menimbulkan efek samping, namun apabila ada indikasi yang tepat maka cara ini dapat dilakukan. Efek sampingnya lebih kurang dibandingkan dengan transfusi darah. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan yang harus segera diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasanya, walaupun tidak lebih dari 1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil yaitu seperti daging sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi dalam mioglobin), sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam folat). (4,13)
14
Protokol I ron Dextran Indikasi :
Pengobatan anemia defisiensi besi pada pasien yang tidak dapat mengabsorbsi zat besi secara oral. Kontraindikasi :
1. Hipersensitif pada iron dextran complex 2. Digunakan secara hati-hati pada penderita dengan asma, gangguan hepar, dan arthritis rheumatoid. Dosis : Tes Dosis :
1. 0,5 mL i.v/i.m untuk permulaan terapi 2. Untuk i.v dosis, dilusi 25mg/0,5 mL dalam 50 mL isotonic saline solution dan infus sekitar 15 menit. 3. Sediakan epinephrine di samping penderita. Observasi penderita selama 30 menit untuk melihat ada tidaknya reaksi anafilaktik. Dosis (mL) :
1. 0,0476 x berat badan (kg) x (14,8 – observasi Hgb) + (1mL/5kg hingga maksimum 14mL untuk penyimpanan zat besi) 2. Dosis maksimum i.v = 3000mg (60 mL) 3. Dilusi jumlah dosis di dalam 250 - 1000mL isotonic saline solution. Volume yang sering digunakan 500mL 4. Konsentrasi maksimum = 50 mg/mL 5. Infus selama 1-6 jam (kecepatan tidak lebih dari 50mg/min). Batas waktu infus yang sering digunakan sekitar 2-3 jam. Observasi pasien
untuk
25mL yang pertama untuk mengobservasi ada tidaknya reaksi alergik. Jangan menambah iron dextran pada total nutrisi parenteral. Efek samping:
1. Kardiovaskular : flushing , hipotensi, kolaps kardiovaskular (<1%) 2. Sistem saraf pusat : pusing, demam, nyeri kepala (>10%), menggigil(<1%) 3. Dermatologik : urtikaria, flebitis (<1%), kelainan pewarnaan pada kulit
15
(hipopigmentasi, hiperpigmentasi). 4. Gastrointestinal : nausea, muntah, perubahan warna pada urin (1-10%) 5. Respiratorik : diaphoresis (>10%). Catatan : diaphoresis, urtikaria, demam, menggigil, dan pusing mungkin timbul
24-48 jam pertama setelah diberikan i.v dan 3-4 hari setelah
i.m. Reaksi
anafilaktik terjadi dalam menit-menit pertama setelah disuntik. Observasi : Tekanan darah setiap 5 menit selama tes dosis. Lihat reaksi alergik
dan efek samping 3-4 hari pertama. Cek hemoglobin dan retikulosit. Tabel 2 : Tabel di atas menunjukkan cara pemberian preparat besi pada wanita hamil beserta efek
sampingnya (Dikutip dari kepustakaan 8).
II.7.2. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat ( pterolyglutamic acid ) dan jarang sekali oleh karena defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin). Asam folat merupakan vitamin larut air yang bersumber dari daging, hati, kacang-kacangan, dan sayuran hijau. Penyimpanan asam folat pada tubuh yaitu di hepar. Berbeda dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, frekuensi anemia megaloblastik dalam kehamilan cukup tinggi di Asia. Hal ini erat hubungannya dengan defisiensi gizi di negara yang berkembang. Anemia megaloblastik sering ditemukan pada multipara yang berusia lebih dari 30 tahun atau individu dengan diet tidak adekuat ( intake asam folat yang kurang). Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik adalah pasien yang mempunyai riwayat penyakit seperti preeklampsia, eklampsia, sickle cell anemia, dan pasien yang masih dalam pengobatan epilepsi (primidone atau fenitoin). (4,7,10) Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA di dalam tubuh dan karena itu diperlukan kebutuhan asam folat maksimum saat jaringan janin dibentuk. Defisiensi asam folat terjadi disebabkan oleh : a) Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam kehamilan
16
b) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah, kecepatan pertumbuhan janin, plasenta dan jaringan uterus.
(13)
Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat yaitu sekitar 90 hari. Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare biasa terjadi. (7) Efek defisiensi folat pada janin akan dapat menyebabkan kelainan berat yang mengenai jaringan non hemopoietik, yaitu neural tube defect (NTD) dan yang dapat terjadi merupakan isolate NTD (tanpa disertai kelainan kongenital lain) yang kekambuhannya dapat dicegah dengan pemberian folat. NTD adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi akibat kegagalan penutupan lempeng saraf (neural plate) yang terjadi pada minggu ketiga hingga keempat masa gestasi.
(7)
Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas atau promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia megaloblastik dari apusan darah tepi adalah makrositik dan hiperkrom yang tidak selalu dijumpai kecuali apabila anemianya sudah berat. Perubahan-perubahan dalam leukopoesis seperti hipersegmentasi granulosit dan polimorfonuklear merupakan petunjuk bagi defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat sering berdampingan dengan defisiensi zat besi dalam kehamilan. Standar baku emas untuk penegakan diagnosis anemia megaloblastik adalah dengan pemeriksaan kadar serum folat absorption test dan clearance test asam folat. (4,8) Pengobatan untuk anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya diberikan terapi oral asam folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat diberikan dalam dosis 1-5 mg/hari pada anemia ringan dan sedang dan dapat mencapai 10 mg/hari pada anemia berat. Anemia megaloblastik jarang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 maka dapat diberikan secara parentral 1000µg/minggu selama 6 minggu atau sampai kadar hemoglobin kembali normal. Oleh karena anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat maka transfusi darah kadang-kadang diperlukan pada kehamilan yang masih preterm atau apabila pengobatan dengan berbagai obat penambah darah biasa tidak berhasil.
(4,8,10)
17
II.8. Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia seperti berikut : 1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus (keguguran) b) Persalinan prematur c) Gangguan pertumbuhan janin d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%) e) Mudah terjadi infeksi f) Hyperemesis gravidarum g) Perdarahan sebelum persalinan h) Ketuban pecah dini. 2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan
a) Gangguan his b) Kala II dapat berlangsung lama dan partus lama c) Kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan kelemahan his. 3) Pengaruh Anemia pada saat Nifas
a) Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum b) Memudahkan infeksi puerpuerium c) Pengeluaran ASI berkurang d) Terjadinya dekompensasi kordis. 4) Pengaruh Anemia terhadap Janin
a) Kematian janin dalam kandungan b) Berat bayi lahir rendah c) Kelahiran dengan anemia d) Cacat bawaan e) Mudah terinfeksi hingga kematian perinatal f) Inteligensi yang rendah.
(1)
18
II.9. Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak atau adanya komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun cadangan zat besinya kurang sehingga baru beberapa bulan kemudian akan tampak sebagai anemia infantum.
(4,10)
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik tanpa adanya infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan asam folat hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan selamat dengan atau tanpa pengobatan maka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak, kebutuhan asam folat jauh berkurang. Anemia megaloblastik berat dalam kehamilan yang tidak diobati mempunyai prognosis buruk.
(4,7)
II.10. Pemeriksaan Haemoglobin II.10.1. Definisi Haemoglobin
Haemoglobin ialah protein globular yang mengandung besi. Terbentuk dari 4 rantai polipeptida (rantai asam amino), terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Masing-masing rantai tersebut terbuat sadri 141-146 asam amino. Struktur setiap rantai polipeptida yang tiga dimensi dibentuk dari delapan heliks bergantian dengan tujuh segmen non heliks. Setiap rantai mengandung grup prostetik yang dikenal sebagai heme, yang bertanggug jawab pada warna merah pada darah. Molekul heme mengandung cincin porphirin. Pada tengahnya, atom besi bivalen dikoordinasikan. Molekul heme ini dapat secara reversible dikombinasikan dengan satu molekul oksigen atau karbon dioksida. Destuty (2009, dalam Murray, dkk, 2003) mengatakan bahwa hemoglobin mengikat empat molekul oksigen per tetramer (satu per subunit heme), dan kurva saturasi oksigen memiliki bentuk sigmoid. Sarana yang menyebabkan oksigen terikat pada hemoglobin adalah jika juga sudah terdapat molekul oksigen lain
19
pada tetramer yang sama. Jika oksigen sudah ada, pengikatan oksigen berikutnya akan berlangsung lebih mudah. Dengan demikian, hemoglobin memperlihatkan kinetika pengikatan komparatif, suatu sifat yang memungkinkan hemoglobin mengikat oksigen dalam jumlah semaksimal mungkin pada organ respirasi dan memberikan oksigen dalam jumlah semaksimal mungkin pada partial oksigen jaringan perifer. Struktur tetramer hemoglobin yang umum dijumpai adalah sebagai berikut: HbA (hemoglobin dewasa normal) = α2β2, HbF (hemoglobin janin) = α2γ2, HbS (hemoglobin sel sabit) = α2S2 dan HbA2 (hemoglobin dewasa minor) = α2δ2. Disamping mengangkut oksigen dari paru ke jaringan perifer, hemoglobin memperlancar pengangkutan karbon dioksida(CO2) dari jaringan ke dalam paru untuk dihembuskan ke luar. hemoglobin dapat langsung mengikat CO2 jika oksigen dilepaskan dan sekitar 15% CO2 yang dibawa di dalam darah diangkut langsung pada molekul hemoglobin. C02 bereaksi dengan gugus α -amino terminal amino dari hemoglobin, membentuk karbamat dan melepas proton yang turut menimbulkan efek Bohr (Murray, dkk, 2003). Hemoglobin mengikat 2 proton untuk setiap kehilangan 4 molekul oksigen dan dengan demikian turut memberikan pengaruh yang berarti pada kemampuan pendaparan darah. Dalam paru, proses tersebut berlangsung terbalik yaitu seiring oksigen berikatan dengan hemoglobin yang berada dalam keadaan tanpa oksigen (deoksigenasi), proton dilepas dan bergabung dengan bikarbonat sehingga terbentuk asam karbonat. dengan bantuan enzim karbonik anhidrase, asam karbonat membentuk gas CO2 yang kemudian dihembuskan keluar (Murray, dkk, 2003). Kadar Hemoglobin (Hb) ibu sangat mempengaruhi berat bayi yang akan dilahirkan. Ibu hamil yang anemia karena Hbnya rendah bukan hanya membahayakan jiwa ibu tetapi juga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta membahayakan jiwa janin. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai nutrisi dan oksigen pada placenta yang akan berpengaruh pada fungsi placenta terhadap janin. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan,
20
bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat (Depkes RI, 2008). Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami anemia atau tidak maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin. Salah satu cara cara yang dapat digunakan adalah pemeriksaan hemoglobin metode Sahli, metode ini masih banyak digunakan di laboratorium dan paling sederhana. Menurut Depkes RI (2008), batasan anemia adalah: 1. Laki-laki Dewasa > 13 gram % 2. Wanita Dewasa > 12 gram % 3. Anak-anak > 11 gram % 4. Ibu Hamil > 11 gram %
II.10.2. Manfaat Pemeriksaan Hemoglobin Sewaktu Hamil
Manfaat dilakukan pemeriksaan hemoglobin pada ibu hamil yaitu: (1) mencegah terjadinya anemia dalam kehamilan, (2) mencegah terjadinya berat bayi lahir rendah (BBLR), (3) memenuhi cadangan zat besi yang kurang.
21
BAB III METODE MINI PROJECT III.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian dengan metode deskriptif.
III.2. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data
III.2.1. Waktu Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 1 November 2017 – 1 Januari 2018. III.2.2. Tempat pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Salobulo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
III.3. Populasi dan Sampel
III.3.1. Populasi Populasi dalam pengumpulan data ini adalah seluruh ibu hamil yang memeriksakan kehamilan di Puskesmas Salobulo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan Periode 1 November 2017 – 1 Januari 2018. III.3.2. Sampel Sampel dalam pengumpulan data ini adalah seluruh ibu hamil yang memenuhi kriteria sampel dan diperiksakan di Puskesmas Salobulo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan Periode 1 November 2017 – 1 Januari 2018 III.3.3. Kriteria Sampel Semua ibu hamil yang memeriksakan kehamilan dan melakukan pemeriksaan Hb secara rutin di Puskesmas Salobulo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan Periode 1 November 2017 – 1 Januari 2018.
III.4. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik total sampling yaitu dengan mengambil seluruh populasi yang ada.
22
III.5. Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan mengambil data seluruh ibu hamil yang memeriksakan kehamilan dan melakukan pemeriksaan Hb secara rutin.
III.6. Analisis Data
Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dari hasil pelayanan primer di poliklinik prioritas, kegiatan Posyandu dan wawancara, dimana hubungan sebabakibat dianalisa berdasarkan tinjauan pustaka dan dideskripsikan secara naratif.
23
BAB IV PROFIL UMUM PUSKESMAS SALOBULO IV.1
Data geografis
Puskesmas salobulo terletak dikecamatan sajoanging yang sekitar 42 Km dari ibu kota kabupaten dan kurang lebih 25 Km dari ibu kota kecamatan sajoanging. Puskesmas salobulo msih berstatus puskesmas Rawat jalan sedangkan Puskesmas Induk berada di ibu kota kecamatan Sajoanging yang berstatus Rawat Inap. Adapun kondisi Geografis wilayah puskesmas Salobulo yang terdiri dari lima Desa : a.
Desa Salobulo mempunyai 3 dusun
b.
Desa Sakkoli mempunyai 2 dusun
c.
Desa Towalida mempunyai 2 dusun
d.
Desa Barangmamase mempunyai 2 dusun
e.
Desa Alewadeng mempunyai 3 dusun
Adapun Wilayah Puskesmas Salobulo ini berbatasan dengan : a.
Puskesmas Keera di kecamatan Keera terletak dibagian Utara
b.
Puskesmas Gilirang dikecamatan Gilirang terletak dibagan Barat
c.
Puskesmas Majauleng dikecamatan Majauleng terletak di bagian Selatan
d.
Puskesmas Sajoanging di kecamatan Sajoanging terletak dibagian Timur Luas wilayah kerja Puskesmas Salobulo sekitar 81,8 Km 2 terdiri dari
Lima Desa dengan tingkat kepadatan penduduk 128 Km 2. Puskesmas Salobulo selesai direnovasi pada tahun 2010 yang dilengkapi dengan 13 kamar dan difasilitasi satu unit mobil puskesmas keliling, Puskesmas Salobulo mempunyai Visi dan Misi yaitu “Terwujudnya Puskesmas terbaik melalui pelayanan prima menuju masyar akat sehat tahun 2017”. Lokasi puskesmas salobulo terletak sangat strategis lintas darat provinsi dengan sarana listrik PLN dan terbuka unit gawat darurat 24 jam.
24
Jumlah
Luas No
Desa/Kel
Wilayah
Desa
2
(km )
Kelur
Desa
+
ahan
Kelurahan
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Kepadatan
Pendudu
Rumah
Jiwa/Ruma
Penduduk
k
Tangga
h Tangga
per km2
1
SALOBULO
12,04
1
0
1
1.969
496
4,01
165,20
2
SAKKOLI
24,38
1
0
1
2.936
517
5,68
120,43
3
TOWALIDA
10,12
1
0
1
978
234
4,18
96,64
4
BARANGMAMASE
20,99
1
0
1
3.066
606
5,06
146,07
5
ALEWADENG
14,26
1
0
1
1.534
389
3,94
107,57
JUMLAH
81,8
5
0
5
10,503
2.242
4,68
128
Tabel 3 : Luas wilayah, jumlah desa/kelurahan, jumlah penduduk, Jumlah rum ah tangga, dan kepadatan penduduk menurut Kecamatan puskesmas salobulo tahun 2015
Gambar 1 : Peta cakupan Puskesmas Salobulo
IV.2
Data Demografik
Jumlah penduduk Puskesmas Salobulo tahun 2013 sebanyak 10.887 jiwa. Kepadatan penduduk ( Man Land Ratio) 121,27/km2. Jumlah keluarga 2933 RT. Rata-rata penduduk per-keluarga ( family size) adalah 4,68 jiwa.
25
IV.3
Sumber Daya Kesehatan
No.
Jenis Ketenagaan
Yang ada sekarang
1
Dokter
1
2
Dokter Gigi
1
3
Bidan Puskesmas
14
4
Bidan PTT
1
5
Perawat Umum
5
6
Sanitarian
1
7
Promosi Kesehatan
1
8
Petugas Gizi
1
9
Sopir (SKM)
1
10
Pengelola Obat
1
IV.4
Pos Pelayanan Keluarga Berencana-Kesehatan Terpadu No.
Nama Desa
Nama Posyandu
Lokasi
1.
Salobulo
1. Pammase
1. Bulubakke
2. Makkawaru
2. Massarasae
3. Sipakainge
3. Matapasae
1. Anggrek
1. Doddi
2. Mawar
2. Cinaga
3. Karya Bakti
3. Batue
1. Massaile
1. Mareppi
2. Puncak Indah
2. Cirowali
1. Al-Watang
1. Alluppangnge
2. Al-Ikhlas
2. Toduma
3. Al-Hidayah
3.Benteng Luwu
1. Sipatuo
1. Kulampu
2. Sipatokkong
2. Benteng Telle
3. Karya Mekar
3. Garungkang
4. Mekar Jaya
4. Potongnge
2.
3.
4.
5.
Sakkoli
Towalida
Alewadeng
Barangmamase
26
BAB V HASIL DAN DISKUSI
Berdasarkan hasil data primer yang diambil, diperoleh data jumlah anemia pada ibu hamil periode November 2017 – Januari 2018 sebagai berikut :
Bulan
Kadar Hemoglobin
Jumlah
Hb < 11 mg/dl
HB Normal
November
1
19
20
Desember
2
25
27
Total keseluruhan
47
Tabel 6 : Jumlah pasien amenia pada ibu hamil bulan november dan desember
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah ibu hamil yang mengalami anemia dengan Kadar
Hb <11 mg/dl lebih banyak pada bulan
desember dengan jumlah 2 ibu hamil, dan paling sedikit pada bulan november dengan jumlah 1 ibu hamil.
27
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1 Kesimpulan
1. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) darah kurang dari normal (<11mg/dl) 2. Untuk menentukan anemia pada seorang ibu hamil atau kelompok populasi di lakukan interpretasi informasi dari hasil beberapa metode penilaian salah satunya adalah pemeriksaan hemoglobin secara rutin 3. Faktor – faktor yang mempengaruhi anemia adalah asupan yang tidak cukup, absorpsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan, dan kurangnya utilisasi nutrisi hemopoetik. 4. Anemia
pada
kehamilan
dapat
menyebabkan
beberapa
komplikasi
permasalahan baik itu pada selama kehamilan, pada saat proses persalinan bahkan sampai pada masa nifas.
VI.2
1.
Saran
Bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penanganan anemia dalam kehamilan serta memperbanyak penyuluhan tentang anemia dalam kehamilan serta pentingnya pemeriksaan selama kehamilan.
2.
Bagi institusi meningkatkan promosi kesehatan kepada ibu hamil sehingga ibu
hamil
mengetahui
pentingnya
pemeriksaan
kehamilan,
cara
mengkonsumsi zat besi baik berasal dari suplemen maupun dari makanan sehari-hari.
28
LAMPIRAN
Bulan
November
No.
Identitas pasien
Usia
Kadar Hb
(Tahun)
(mg/dl)
1
Ny. SM
16
8,5
2
Ny. RD
25
11,1
3
Ny A
24
12,0
4
Ny. IL
35
11,5
5
Ny. Bs
22
11,2
6
Ny. S
22
11,0
7
Ny. JN
28
11,5
8
Ny. R
31
11,3
9
Ny. Ha
22
11,6
10
Ny. PD
32
11,0
11
Ny. HS
25
11,1
12
Ny. FT
28
12,1
13
Ny. RA
25
11,7
14
Ny. TS
22
11,1
15
Ny. SS
19
11,0
16
Ny. HL
20
11,2
17
Ny. K
24
11,6
18
Ny. Bs. L
30
12,1
19
Ny. Sa
21
11,0
20
Ny. LP
27
12,0
29