MUHAMMAD REVIALDI / 1406571426 / ABSEN 113 TUGAS PENGGANTI PENGGAN TI UTS FILSAFAT HUKUM HU KUM
Kasus Posisi (Dilansir dari http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39472307, “ PNS Tanam Ganja untuk Obat Istri, Saatnya Ganja Demi Kesehatan?” oleh Jerome Wirawan, 3 April April 2017)
Fidelis Ari Sudarwoto, seorang pegawai negeri sipil di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, mendekam di sel tahanan sejak 19 Februari 2017 lalu. Ia ditangkap oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Sanggau lantaran menanam ganja di kebun rumahnya. Ganja itu diberikan ke istrinya, Yeni, yang didiagnosa mengidap syringomyelia —penyakit di sumsum tulang belakang. Saat masih mengonsumsi ganja, kondisi kesehatan Yeni membaik. Akan tetapi, Yeni meninggal dunia pada 25 Maret lalu, setelah Fidelis ditahan dan tak ada lagi yang memasok ganja untuknya. Kepala BNN, Budi Waseso, menilai tindakan menanam ganja yang dilakukan Fidelis tidak bisa ditoleransi dan tidak ada pengampunan walau mengklaim ganja itu semata-mata untuk pengobatan istrinya. Ia menekankan bahwa klaim ganja bisa menyembuhkan penyakit masih harus dibuktikan. Hal senada diutarakan Affan Priyambodo, dokter bedah saraf di RSCM Jakarta. Menurutnya, 'belum ada penelitian' bahwa ekstrak ganja dapat menyembuhkan penyakit syringomyelia . Ganja adalah salah satu jenis narkotika yang memiliki kandungan untuk pengobatan, cukup banyak manfaatnya. Tapi dalam undang-undang narkotika, ganja disebut Golongan I. Narkotika Golongan I hanya diperkenankan untuk tujuan penelitian. Kalau dapat dibuktikan fungsi medis ganja secara ilmiah, maka akan bisa mengubah status penggolongan ganja menjadi golongan II dan III yang memang diperbolehkan untuk dimanfaatkan untuk pengobatan secara luas.
Tanggapan Membahas kasus Fidelis adalah membahas keadilan. Perbincangan tentang keadilan merupakan suatu kewajiban ketika berbicara tentang filsafat hukum, mengingat salah satu tujuan hukum adalah keadilan dan ini merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum.
1
"
Memahami pengertian keadilan memang tidak begitu sulit karena terdapat beberapa perumusan sederhana yang dapat menjawab tentang pengertian keadilan. Namun untuk memahami tentang makna keadilan tidaklah semudah membaca teks pengertian tentang keadilan yang diberikan oleh para pakar, karena ketika berbicara tentang makna berarti sudah bergerak dalam tataran filosofis yang perlu perenungan secara mendalam sampai pada hakikat yang paling dalam. 1 Tentang rumusan keadilan ini ada dua aliran pendapat yang dasar yang perlu diperhatikan, sebagai berikut: a. Pendapat awam yang pada dasarnya merumuskan bahwa yang dimaksudkan dengan keadilan itu ialah keserasian antara penggunaan hak dan pelaksanaan kewajiban selaras dengan dalil neraca hukum yakni “takaran hak dan kewajiban”. b. Pandangan para ahli hukum yang bila disintesiskan pada dasarnya merumuskan bahwa keadilan itu adalah keserasian antara kepastian hukum dan kesebandingan hukum (menurut Purnadi Purbacaraka). 2 Dalam membahas keadilan yang proporsional dan aplikatif terhadap kasus posisi, akan dijelaskan secara singkat beberapa pendapat para ahli hukum yang relevan dan dapat disandingkan satu sama lain untuk diekstraksi ke dalam tanggapan penulis. Menurut Plato, keadilan hanya dapat ada di dalam hukum dan perundangundangan yang dibuat oleh para ahli yang khusus memikirkan hal itu. 3 Untuk istilah keadilan ini Plato menggunakan kata Yunani “ dikaiosune ” yang berarti lebih luas, yaitu mencakup moralitas individual dan sosial. 4 Adil menyangkut relasi manusia dengan yang lain.5 Adapun Aristoteles mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya ( fiat jutitia bereat mundus ).6 Selanjutnya ia membagi keadilan menjadi dua bentuk yaitu: a. Keadilan Distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undangundang, distribusinya memuat jasa, hak, dan kebaikan bagi anggota-anggota masyarakat menurut prinsip kesamaan proporsional.
1 Angkasa, Filsafat Hukum (Materi Kuliah) (Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman, 2010), hlm.105. 2 A. Ridwan Halim, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 176. 3 Dominikus Rato, Filsafat Hukum, Mencari, Menemukan, dan Memahami Hukum, (Surabaya: LaksBang Yustisia, 2010), hlm. 63. 4 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 92. 5 James Garvey, 20 Karya Filsafat Terbesar (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2010), hlm. 5. 6 Rato, Op. Cit, hlm.64.
MUHAMMAD REVIALDI / 1406571426 / ABSEN 113 TUGAS PENGGANTI UTS FILSAFAT HUKUM
b. Keadilan Korektif, yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan serangan-serangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang. 7 Atau dengan kata lain keadilan distributif adalah keadilan berdasarkan besarnya jasa yang diberikan, sedangkan keadilan korektif adalah keadilan berdasarkan persamaan hak tanpa melihat besarnya jasa yang diberikan. Selanjutnya, Hans Kelsen sebagai punggawa aliran positivisme hukum berpendapat keadilan tentu saja juga digunakan dalam hukum, dari segi kecocokan dengan hukum positif—terutama kecocokan dengan undang-undang. Ia menggangap sesuatu yang adil hanya mengungkapkan nilai kecocokan relatif dengan sebuah norma. ‘Adil’ hanya kata lain dari ‘benar”. 8 Dan
terakhir,
menurut John
Rawls, keadilan
ialah
suatu
upaya
untuk
mengamalgamasikan paham liberalisme dan sosialisme. Sehingga secara konseptual Rawls menjelaskan keadilan sebagai fairness , yang mengandung asas-asas, “Bahwa orang-orang yang merdeka dan rasional yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingankepentingannya hendaknya memperoleh suatu kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang fundamental bagi mereka untuk memasuki perhimpuan yang mereka hendaki.” 9 Dalam perspektif filsafat hukum, pendapat-pendapat ini dapat dikonstruksikan menjadi sebuah alur logika yang selaras. Setidaknya ada dua aliran dengan perspektif kontras bila ditafsirkan ke dalam kasus posisi, yakni paradigma keadilan menurut positivisme hukum (Kelsen) dan menurut Rawls. Dalam paradigma Positivisme Hukum, keadilan dipandang sebagai tujuan hukum. Hanya saja disadari pula sepenuhnya tentang relativitas dari keadilan ini sering mengaburkan unsur lain yang juga penting, yakni unsur kepastian hukum. Adagium yang selalu didengungkan adalah suum jus, summa injuria; summa lex, summa crux. Secara harfiah ungkapan tersebut berarti bahwa hukum yang keras
akan melukai, kecuali keadilan dapat menolongnya. Keadilan positivisme hukum bersifat tekstual dan yuridis, mengacu pada substansi legislatif yang ada ketimbang realitas dan relativitas sosial masyarakat yang ada. Anggapan Fidelis telah bersalah dan harus dihukum 7 Abdul Gafur Ansori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran Dan Pemaknaan, (Yogyakarta: Gajah Mada Universisty Press, 2006). 8 Angkasa, Op. Cit. hlm. 107-108. 9 E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan (Jakarta: Buku Kompas, 2007), hlm. 20.
3
#
tidaklah salah, khususnya bila dilihat dari sudut pandang ini, yang mana dalam pemikiran tersebut pertimbangan mengenai moral dikesampingkan. 10 Sedangkan dalam pola pikir Rawls, maka tindakan Fidelis memiliki justifikasi berlandaskan rasionalisasi yang masuk akal dan merdeka dengan mempertimbangkan kepentingannya yang ada dan sesuai. Dalam hal ini keserasian antara kepastian hukum dan kesebandingan seperti yang dimaksud Purnadi Purbacaraka-lah yang perlu dipertimbangkan—seperti halnya urgensi pengimplementasian keadilan distributif maupun korektif dalam kasus ini. Pun dalam perspektif hukum pidana, apabila mens rea Fidelis dipertimbangkan, maka ia tidak memiliki kehendak yang dapat dipersalahkan. Pada pasal 7 UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, pada pasal berikutnya, narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Maka ada sebuah pertentangan yang patut dipandang secara kritis dalam hal ini. Kasus Fidelis sarat akan nilai kemanusiaan. Bila kasus ini diteruskan BNN, dapat menampilkan wajah penegakan hukum yang tidak humanis. Aturan pidana terkait narkoba pada hakikatnya dibuat untuk menghentikan kekacauan dan akibat negatif ke publik. Sedangkan yang diperbuat oleh Fidelis tidak menyebabkan kekacauan, karena ia hanya suami yang berjuang untuk istrinya. Adapun penghentian penyidikan dapat dilakukan sebagai sebuah opsi dengan proses yang ada melalui Pasal 109 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Surat Penghentian Penyidikan (SP3) pun bisa diberikan, tergantung pertimbangan penyidik terhadap kasus yang bersangkutan.
10 Agus Brotosoesilo dan Antonius Cahyadi, Philosophy of Law (Jakarta: FHUI, 2017), hlm. 206.
MUHAMMAD REVIALDI / 1406571426 / ABSEN 113 TUGAS PENGGANTI UTS FILSAFAT HUKUM
DAFTAR PUSTAKA
Angkasa. 2010. Filsafat Hukum (Materi Kuliah). Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman. Ansori, Abdul Gafur. 2006. Filsafat Hukum Sejarah, Aliran Dan Pemaknaan. Yogyakarta: Gajah Mada Universisty Press. Brotosoesilo, Agus dan Antonius Cahyadi. 2017. Philosophy of Law . Jakarta: FHUI. Fuady, Munir. 2010. Dinamika Teori Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia. Garvey, James. 2010. 20 Karya Filsafat Terbesar. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halim, A. Ridwan. 2005. Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab. Jakarta: Ghalia Indonesia. Manullang, E. Fernando M. 2007. Menggapai Hukum Berkeadilan . Jakarta: Buku Kompas. Rato, Dominikus. 2010. Filsafat Hukum, Mencari, Menemukan, dan Memahami Hukum. Surabaya: LaksBang Yustisia.
5