FIQH MUAMALAH DAN KONSEP AKAD
Sebagaimana pada pembahasan sebelumnya bahwa untuk dapat mencapai falah sebagai tujuan hidup manusia di dunia, manusia dituntut untuk mengetahui bagaimana cara dan syarat suatu perilaku atau perekonomian dikatakan benar menurut Islam. salah satu caranya dengan mengakses dua sumber Informasi, di samping fakta empiris (ayat kauniyah) adalah syariah Islam sebagai pemberitahuan langsung dari pencipta alam semesta ini (ayat kauliyah) yang salah satu fungsinya adalah memberikan kontrol terhadap perilaku manusia agar manusia terselamatkan dari tindakan yang merugikan, yaitu jauh dari falah. Dalam hal ini syariah lebih dikenal sebagai fiqih.
Salah satu bagian dari pembahasan dan kajian fikih adalah "muamalah" dengan pembahasan pokoknya adalah tentang konsep akad. Oleh karena itu, pada bagian ini diketengahkan pembahasan mengenai fikih muamalah dan konsep akad.
Apa itu Fiqh Muamalah
Dari Abi Qutaibah Ad-Dinaury, berkata: bahwa fiqh menurut bahasa ialah faham. Misalnya firman Allah Swt.
"dan tak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti (memahami) tasbih mereka". (QS. Al-Israa': 44)
Ilmu disebut fiqh, karena dari faham itu, lalu timbullah ilmu. Orang alim disebut faqih, karena ia dikenal sebagai orang berilmu disebabkan fahamnya. Orang Arab biasa menamakan sesuatu dengan sebab yang menjadikan adanya sesuatu tersebut.
Menurut istilah, fiqh adalah pengetahuan (pemahaman) tentang hukum-hukum syara' yang berhubungan dengan 'amaliyah manusia berdasarkan atas dalil-dalil yang jelas dan terperinci. Dari pengertian fiqh di atas fiqh memiliki beberapa jenis. yaitu : Ibadah, Muamalah, Munakahah, Siyasah, Jinayah dll.
Sedangkan muamalah berasal dari kata معاملة Bentuk Masdar dari عامل – يعامل- معاملة Artinya : Saling bertindak, saling berbuat, saling mengamalkan.
Sedangkan Muamalah (secara Luas), menurut beberapa ulama adalah "Suatu aktivitas keduniaan untuk mewujudkan keberhasilan akhirat" sebagaimana yang diungkapkan oleh Menurut Ad-Dimyathi sedangkan menurut Yusuf Musa muamalah itu adalah Peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan dita'ati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia" jadi "Segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kehidupannya". Dengan demikian dengan kata lain "Muamalah adalah : "Aturan-aturan Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial".
Dalam konteks muamalah dalam makna luas, Ibnu Abidin membagi muamalah kepada 5 bidang:
Mu'awadhah Maliyah (hukum kebendaan)
Munakahat (Hukum perkawinan)
Muhasanat (Hukum Acara)
Amanat dan 'Ariyah (Pinjaman)
Tirkah (harta warisan)
Adapun muamalah dalam pengertian yang sempit menurut Khudhari Byk adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya.
Sedangkan menurut Rasyid Ridha muamalah itu ialah "Tukar menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara yang ditentukan".
Lain halnya dengan Dr.Mustafa Ahmad az-Zarqa, beliau memberikan pengertian muamalah dengan Hukum-hukum tentang perbuatan manusia yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia mengenai harta kekayaan, hak-hak dan penyelesaian sengketa".
Dari beberapa definisi muamalah di atas dapat disimpulkan bahwa muamalah dalam arti sempit adalah: "Aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam memperoleh dan mengembangkan harta benda" atau Muamalah ialah "aturan tentang kegiatan ekonomi manusia"
Perbedaan Pengertian Muamalah dalam arti sempit dan luas adalah dalam cakupannya. dalam pengertian luas mencakup munakahat, warisan, politik, pidana.
Sedangkan dalam makna sempit cakupannya hanya tentang ekonomi (iqtishadiyah).
Prinsip Hukum Muamalah
Dalam ibadah kaidah hukum yang berlaku adalah bahwa semua hal dilarang, kecuali yang ada ketentuannya berdasarkan Alquran dan Al-Hadis, sedangkan dalam urusan muamalah, semuanya diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya.
Hukum AsalIbadahMuamalahSemua Tidak Boleh Kecuali yang ada ketentuannyaSemua boleh kecuali ada larangannya
Hukum Asal
Ibadah
Muamalah
Semua Tidak Boleh Kecuali yang ada ketentuannya
Semua boleh kecuali ada larangannya
Gambar 6. Hukum Asal dalam Syariah Islam
Secara lebih lengkap prinsip hukum muamalah disajikan dalam diagram berikut ini:
1. Pada Dasarnya Segala bentuk Muamalat adalah Boleh Kecuali yang dilarang oleh Nash.2. Muamalat Dilakukan Atas Pertimbangan Maslahah3. Muamalat Dilaksanakan Untuk memelihara Nilai Keadilan Menetapkan Kebolehan Tdk Perlu Mencari Dasar Hukum Syar'iB. Nash Tdk Dimaksudkan Sebagai PembatasanMenciptakan Bentuk Muamalah Baru Tidak Perlu Mencari padananya (qiyas) Dalam Nash Menetapkan Kebolehan Tdk Perlu Menganalogkan Atau mentakhrij hasil Ijtihad Para UlamaE. Tidak Melanggar Nash Yang mengharamkanPRINSIP HUKUM MUAMALAT
1. Pada Dasarnya Segala bentuk Muamalat adalah Boleh
Kecuali yang dilarang oleh Nash.
2. Muamalat Dilakukan Atas Pertimbangan Maslahah
3. Muamalat Dilaksanakan Untuk memelihara Nilai Keadilan
Menetapkan Kebolehan Tdk Perlu Mencari Dasar Hukum Syar'i
B. Nash Tdk Dimaksudkan Sebagai Pembatasan
Menciptakan Bentuk Muamalah Baru Tidak Perlu Mencari padananya (qiyas) Dalam Nash
Menetapkan Kebolehan Tdk Perlu Menganalogkan Atau mentakhrij hasil Ijtihad Para Ulama
E. Tidak Melanggar Nash Yang mengharamkan
PRINSIP HUKUM MUAMALAT
Gambar 7. Prinsip Hukum Muamalah
Muamalah dan ibadah merupakan dua hal yang berbeda terutama dalam prinsip hukumnya. perbedaan prinsip antara dua wilayah syariah ini secara lebih lengkap dipaparkan dalam tabel berikut ini:
Perbedaan Prinsip Ibadah dan Muamalah
NoIBADAHMUAMALAH1Bersifat tetap ((ثابتة Bersifat Elastis ((متغيرة 2Tidak bisa berkembangDapat berkembang sesuai dengan zaman & tempat3Bersifat khusus,eksklusifBersifat universal, inklusif4Nash-nash lebih terinci (tafshili)Nash-nash umumnya general5Peluang Ijtihad sempitPeluang ijtihad luas
No
IBADAH
MUAMALAH
1
Bersifat tetap ((ثابتة
Bersifat Elastis ((متغيرة
2
Tidak bisa berkembang
Dapat berkembang sesuai dengan zaman & tempat
3
Bersifat khusus,eksklusif
Bersifat universal, inklusif
4
Nash-nash lebih terinci (tafshili)
Nash-nash umumnya general
5
Peluang Ijtihad sempit
Peluang ijtihad luas
Tabel 1. Perbedaan Prinsip Ibadah dan Muamalah
Konsep Akad
Pengertian Akad
Dalam konsep fiqih Mu'amalah akad atau kontrak, menurut fuqaha adalah:
mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt). Sebagai suatu istilah dalam hukum Islam, akad dapat dipahami dengan beberapa pengertian, pertama, akad adalah keterkaitan atau pertemuan ijab dan qabul yang berakibat timbulnya akibat hukum. Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak, dan qabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan mitra akad sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak yang pertama. Akad tidak akan terjadi apabila pernyataan kehendak masing-masing pihak tidak terkait satu sama lain, karena akad adalah keterkaitan kehendak kedua belah pihak yang tercermin dalam ijab dan qabul. Kedua, akad merupakan tindakan hukum dua pihak karma akad adalah pertemuan ijab yang mempresentasikan kehendak dari satu pihak dan qabul yang menyatakan kehendak pihak lain. Ketiga, tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum, lebih tegas lagi tujuan akad adalah maksud bersama yang dituju dan yang hendak diwujudkan oleh para pihak melalui pembuatan akad.
mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt). Sebagai suatu istilah dalam hukum Islam, akad dapat dipahami dengan beberapa pengertian, pertama, akad adalah keterkaitan atau pertemuan ijab dan qabul yang berakibat timbulnya akibat hukum. Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak, dan qabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan mitra akad sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak yang pertama. Akad tidak akan terjadi apabila pernyataan kehendak masing-masing pihak tidak terkait satu sama lain, karena akad adalah keterkaitan kehendak kedua belah pihak yang tercermin dalam ijab dan qabul. Kedua, akad merupakan tindakan hukum dua pihak karma akad adalah pertemuan ijab yang mempresentasikan kehendak dari satu pihak dan qabul yang menyatakan kehendak pihak lain. Ketiga, tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum, lebih tegas lagi tujuan akad adalah maksud bersama yang dituju dan yang hendak diwujudkan oleh para pihak melalui pembuatan akad.
Di dalam fiqih mu'amalah, konsep akad dibedakan dengan konsep wa'ad (janji). Wa'ad adalah janji antara satu pihak kepada pihak lainnya, yang mengikat satu pihak saja, yaitu pihak yang memberi janji berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya, sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Dalam wa'ad, terms and condition-nya belum ditetapkan secara rinci dan spesifik, sehingga pihak yang melakukan wanprestasi (tidak memenuhi janjinya), hanya akan menerima sanksi moral saja tanpa ada sanksi hukum.
Dalam berurusan sesama manusia, masyarakat perlu memahami konsep akad dalam Islam agar semua urusan yang dilakukannya menepati garis panduan yang ditetapkan oleh Islam. Sekaligus, kefahaman yang diiringi dengan kepatuhan terhadap rukun-rukun dan syarat-syarat akan menyebabkan semua hak mereka yang terlibat dalam akad dapat dipelihara.
Kedudukan akad sangat penting untuk membedakan baik sesuatu urusan atau urusan niaga itu sah atau tidak mengikuti syara'. Justru, penggunaan akad yang tepat untuk melakukan sesuatu urusan perlu diambil oleh setiap individu.
Sekiranya akad tersebut sah, maka ia akan mewujudkan tanggungjawab dan hak di kalangan pihak-pihak yang berakad. Sebagai contoh, seseorang menyerahkan sejumlah uang dengan menggunakan akad bai' (jual beli), maka hendaklah orang yang menerima uang tersebut menggantikannya dengan barang yang diminta oleh pembeli.
Jika individu tersebut menyerahkan uangnya dengan menggunakan kontrak tabarru', maka ia tidak memerlukan barang pengganti dan pertukaran dalam bentuk barang atau jasa. Ia adalah percuma dan diberikan mungkin disebabkan derma, wakaf, sedekah, hadiah dan sebagainya.
Jika ia menyerahkan uang dengan menggunakan kontrak qard (pinjaman), maka si penerima perlu membayar kembali jumlah uang yang diterimanya tanpa melebihi kadar yang disumbangkan. Kita dapat lihat melalui contoh-contoh tersebut perbedaan yang terlihat di antara kontrak-kontrak yang dilaksanakan.
Secara umum tujuan akad dapat dikategorikan menjadi lima bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Pemindahan milik dengan imbalan ataupun tanpa imbalan (at-Tamlik).
2. Melakukan pekerjaan (al-'amal).
3. Melakukan persekutuan (al-Isytirak).
4. Melakukan pendelegasian (at-Tafwidh).
5. Melakukan penjaminan (at-Tautsiq).
Pemindahan milik meliputi pemindahan milik atas benda dan pemindahan milik atas manfaat. Jual-beli adalah akad untuk memindahkan milik atas benda dengan imbalan. Hibah adalah pemindahan milik atas benda tanpa imbalan. Sewa-menyewa adalah pemindahan milik atas manfaat dengan imbalan. Pinjam pakai adalah akad pemindahan milik atas manfaat benda tanpa imbalan. Muzara'ah adalah akad untuk melakukan pekerjaan. Mudharabah adalah akad untuk melakukan persekutuan modal dan usaha guna membagi hasilnya. Wakalah (pemberian kuasa) adalah akad untuk melakukan pedelegasian. Kafalah (penanggungan) adalah akad untuk melakukan penjaminan.
Untuk merealisasikan hukum pokok akad, maka para pihak memikul beberapa kewajiban yang sekaligus merupakan hak pihak lain. Misalnya, dalam akad jual-beli, penjual berkewajiban menyerahkan barang yang merupakan hak pembeli, dan pembekli berkewajiban menyerahkan harga yang merupakan hak penjual. Hak dan kewajiban ini disebut hak-hak akad, dan disebut juga akibat hukum tambahan akad. Akibat hukum tambahan akad ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu akad hukum yang ditentukan oleh syari'ah dan akibat hukum yang ditentukan oleh para pihak sendiri.
Rukun-Rukun Akad
Kontrak-kontrak dalam Islam mengandungi rukun dan syarat yang perlu dipatuhi. Kegagalan memenuhi segala rukun dan syarat tersebut akan memberi kesan buruk kepada akad. Jika akad tersebut tidak sah, maka segala yang berkaitan dengannya juga tidak sah. Sebagai contoh, sekiranya seorang yang kurang siuman mendermakan sejumlah uang, maka derma tersebut tidak sah karena syarat orang yang memberikan sumbangan adalah orang baligh dan berakal.
Akad hanya boleh terbentuk sekiranya cukup rukun-rukun yang telah ditetapkan oleh Islam. Menurut mayoritas ulama, akad terbentuk melalui tiga rukun yaitu: l Al-'aqidain: Dua pihak yang berakad. Yaitu semua pihak yang terlibat secara langsung dengan akad seperti penjual dan pembeli dalam akad bai' (jual beli) serta penyumbang modal dan pekerja dalam akad mudharabah. 2. Mahallul aqd: objek akad yaitu sesuatu yang hendak diakadkan seperti kereta dalam akad sewa dan beli atau rumah dalam akad Bai' Bithaman Ajil (BBA). 3. Sighah: yaitu ijab (tawaran) dan qabul (penerimaan). Ia dilafazkan secara lisan atau tertulis oleh mereka yang berakad.
Para ulama fikah dalam Mazhab Hanafi berbeda pandangan dengan mayoritas ulama. Bagi mereka, rukun akad hanya satu saja yaitu: sighah (ijab dan qabul). Al-aqidain dan mahallul aqd adalah syarat akad karena ia bersifat internal (dakhiliy) dan teknikal.
Pandangan ini didasari oleh kefahaman mereka bahwa rukun adalah sesuatu yang menjadi faktor utama terjadinya sesuatu akad. Kaidah fiqih dalam muamalah di atas memberikan arti bahwa dalam kegiatan muamalah yang notabene urusan ke-dunia-an, manusia diberikan kebebasan sebebas-bebasnya untuk melakukan apa saja yang bisa memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, sesamanya dan lingkungannya, selama hal tersebut tidak ada ketentuan yang melarangnya. Kaidah ini didasarkan pada Hadist Rasulullah yang berbunyi: "antum a'alamu bi 'umurid dunyakum" (kamu lebih tahu atas urusan duniamu). Bahwa dalam urusan kehidupan dunia yang penuh dengan perubahan atas ruang dan waktu, Islam memberikan kebebasan mutlak kepada manusia untuk menentukan jalan hidupnya, tanpa memberikan aturan-aturan kaku yang bersifat dogmatis. Hal ini memberikan dampak bahwa Islam menjunjung tinggi asas kreativitas pada umatnya untuk bisa mengembangkan potensinya dalam mengelola kehidupan ini, khususnya berkenaan dengan fungsi manusia sebagai khalifatul-Llah fil 'ardlh (wakil Allah di bumi).
Efek yang timbul dari kaidah fiqih muamalah di atas adalah adanya ruang lingkup yang sangat luas dalam penetapan hukum-hukum muamalah, termasuk juga hukum ekonomi. Ini berarti suatu transaksi baru yang muncul dalam fenomena kontemporer yang dalam sejarah Islam belum ada/dikenal, maka transaksi tersebut "dianggap" diperbolehkan, selama transaksi tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip yang dilarang dalam Islam. Sedangkan transaksi-transaksi yang dilarang dalam Islam adalah transaksi yang disebabkan oleh faktor: 1) haram zatnya (objek transaksinya), 2) haram selain zatnya (cara bertransaksi-nya), 3) tidak sah/lengkap akadnya.
UNSUR-UNSUR KONTRAK (RUKUN & SYARAT AKADIjab & QabulPelaku Kontrak (A'qidain)Obyek Akad (Ma'qud Alaih)TulisanIsyaratPerbuatan? (Mu'athah)LisanHarus jelas MaksudnyaHarus SelarasHarus Menyambung (satu majlis akad)Berakal dan Dewasa (Aqil-Baligh)Memilki Kewenangan Terhadap Obyek KontrakAda Ketika Kontrak berlangsungJelas dan dikenaliDapat Diserahkan Ketika AkadHarus suciHarus bernilaiDikecualikan:salamistisna ijaran masaqahJual Beli HutangTujuan Akad (Maudhu' Al-aqdi)
UNSUR-UNSUR KONTRAK (RUKUN & SYARAT AKAD
Ijab & Qabul
Pelaku Kontrak (A'qidain)
Obyek Akad (Ma'qud Alaih)
Tulisan
Isyarat
Perbuatan? (Mu'athah)
Lisan
Harus jelas Maksudnya
Harus Selaras
Harus Menyambung (satu majlis akad)
Berakal dan Dewasa (Aqil-Baligh)
Memilki Kewenangan Terhadap Obyek Kontrak
Ada Ketika Kontrak berlangsung
Jelas dan dikenali
Dapat Diserahkan Ketika Akad
Harus suci
Harus bernilai
Dikecualikan:
salam
istisna
ijaran
masaqah
Jual Beli Hutang
Tujuan Akad (Maudhu' Al-aqdi)
Gambar 8. Unsur-Unsur Kontrak
Faktor- Faktor Penyebab Dilarangnya Transaksi (Akad)
Haram Zatnya (Objek Transaksinya).
Dalam Islam, terdapat aturan yang jelas dan tegas mengenai obyek transaksi yang diharamkan, seperti minuman keras, daging babi, dan sebagainya. Oleh karena itu melakukan transaksi yang berhubungan dengan obyek yang diharamkan tersebut juga diharamkan. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih: "ma haruma fi'luhu haruma tholabuhu" (setiap apa yang diharamkan atas obyeknya, maka diharamkan pula atas usaha dalam mendapatkannya). Kaidah ini juga memberikan dampak bahwa setiap obyek haram yang didapatkan dengan cara yang baik/halal, maka tidak akan merubah obyek haram tersebut menjadi halal.
Haram Selain Zatnya (Cara Bertransaksi-nya).
Ada beberapa transaksi yang dilarang dalam Islam yang disebabkan oleh cara bertransaksi-nya yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah, yaitu: tadlis (penipuan), ikhtikar (rekayasa pasar dalam supply), bai' najasy (rekayasa pasar dalam demand), taghrir (ketidakpastian), dan riba (tambahan).
Tadlis. Tadlis adalah sebuah situasi di mana salah satu dari pihak yang bertransaksi berusaha untuk menyembunyikan informasi dari pihak yang lain (unknown to one party) dengan maksud untuk menipu pihak tersebut atas ketidaktahuan atas informasi tersebut. Hal ini jelas-jelas dilarang dalam Islam, karena melanggar prinsip "an taraddin minkum" (sama-sama ridlo). Informasi yang disembunyikan tersebut bisa berbentuk kuantitas (quantity), kualitas (quality), harga (price), ataupun waktu penyerahan (time of delivery) atas objek yang ditransaksikan.
Ikhtikar. Ikhtikar adalah sebuah situasi di mana produsen/penjual mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply (penawaran) agar harga produk yang dijualnya naik. Ikhtikar ini biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier (hambatan masuk pasar), yakni menghambat produsen/penjual lain masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar (monopoli), kemudian mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun stock (persediaan), sehingga terjadi kenaikan harga yang cukup tajam di pasar. Ketika harga telah naik, produsen tersebut akan menjual barang tersebut dengan mengambil keuntungan yang melimpah.
Bai' Najasy. Bai' Najasy adalah sebuah situasi di mana konsumen/pembeli menciptakan demand (permintaan) palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Hal ini biasanya terjadi dalam bursa saham (praktek goreng-menggoreng saham). Cara yang bisa ditempuh bermacam-macam, seperti menyebarkan isu, melakukan order pembelian, dan sebagainya. Ketika harga telah naik maka yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan melepas kembali barang yang sudah dibeli, sehingga akan mendapatkan keuntungan yang besar.
Taghrir. Taghrir adalah situasi di mana terjadi incomplete information karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Taghrir terjadi bila pihak yang bertransaksi merubah sesuatu yang seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti. Dalam hal ini ada beberapa hal yang bersifat tidak pasti, yaitu kuantitas (quantity), kualitas (quality), harga (price), ataupun waktu penyerahan (time of delivery) atas objek yang ditransaksikan.
Uncertaint(tidak pasti)Certaint(pasti)Taghrir
Uncertaint
(tidak pasti)
Certaint
(pasti)
Taghrir
Gambar 9. Taghrir (Gharar)
Riba. Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis, baik transaksi hutang piutang maupun jual beli. Riba dalam hutang piutang dimaksudkan untuk meminta kelebihan tertentu atas utang yang dipinjamkan pada saat awal transaksi (riba qard), atau memberikan tambahan pembayaran atas utang yang tidak bisa dikembalikan pada waktu jatuh tempo (riba jahiliyah). Riba dalam jual beli dikenakan atas pertukaran dua barang sejenis dengan timbangan/takaran yang berbeda (riba fadl), atau memberikan tambahan atas barang yang diserahkan kemudian (riba nasiah).
Dalam perbankan konvensional, riba nasi'ah dapat ditemukan dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan giro, dan lain-lain. Jadi mengenakan tingkat bunga untuk suatu pinjaman merupakan tindakan yang memastikan sesuatu yang tidak pasti, karena diharamkan.
CertaintNatural Uncertainty Contract(pasti)
Certaint
Natural Uncertainty Contract
(pasti)
Riba nasi'ah
Riba nasi'ah
Gambar 10. Riba Nasi'ah
Bunga dan Time Value of Money
Prinsip time value of money yang didefinisikan sebagai berikut :
"A dollar today is worth more than a dollar in future because a dollar today can be invested to get a return".
Dalam ekonomi konvensional, ketidakpastian return dikonversi menjadi suatu kepastian melalui premium for uncertainly. Dalam setiap investasi tentu selalu ada probability untuk mendapat positif return, negative return, dan no return. Adanya probability inilah yang menimbulkan uncertainty (ketidakpastian). Probability untuk mendapat negative return dan no return ini yang dipertukarkan (exchange of liabilities) dengan suatu yang pasti yaitu premium for uncertainty.
BussinessNo returnPositive returnNegative returnPremium for uncertainty
Bussiness
No return
Positive return
Negative return
Premium for uncertainty
Gambar 11. Karakteristik Bisnis
Katakanlah probability positive return dan negative return masing- masing sebesar 0,4; sedangkan probability no return sebesar 0,2. Apa yang dilakukan dalam perhitungan discount rate adalah mempertukarkan probability negative return (0,4) dan probability no return (0,2) ini dengan premium for uncertainty, sehingga yang tersisa tinggal probability untuk positive return (1,0)
Tabel 2. Natural and Enforced Probability
Keadaan
Natural Uncertainty
(probability)
Discount rate
(probability)
Positive return
No return
Negative return
0,4
0,2
0,4
1,0
0,0
0,0
Keadaan inilah yang ditolak dalam ekonomi syariah, yaitu keadaan Al-Ghunmu Bi La Ghurmi (Gaining Return Without Being Responsible For Any Risk) dan Al-Haraj Bi La Dhaman (Gaining Income Without Being Responsible For Any Expenses).
Riba Jahiliyah adalah utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Riba Jahiliyah dilarang karena terjadi pelanggaran kaidah "Ikullu Qardin Jarra Manfa'atan fahuwa Riba" (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba). Memberi pinjaman adalah transaksi kebaikan (tabarru), sedangkan meminta kompensasi adlaah transaksi bisnis (tijarah). Jadi transaksi yang dari semula diniatkan sebagai transaksi kebaikan tidak boleh diubah menjadi transaksi yang bermotif bisnis.
Dari segi penundaan waktu penyerahaannya, riba jahiliyah tergolong riba nasi'ah dari segi kesamaan obyek yang dipertukarkan, tergolong riba fadl.
Dalam perbankan konvensional, riba jahiliyah dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh tagihannya.
Dari definisi riba, sebab (illat) dan tujuan (hikmah) pelarangan riba, maka dapat diidentifikasi praktik perbankan konvensional yang tergolong riba. Riba fadl dapat ditemui dalam transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan secara tunai. Riba nasi'ah dapat ditemui dalam transaksi pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga tabungan/deposito/giro. Riba jahiliyah dapat ditemui dalam transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh tagihannya.
Riba JahiliyahTabbaru'ContractKeuntungan Dilarang karena mengubah kontrak tabbaru' menjadi kontrak tijarahRibh (Profit)Tijarah ContractKeuntungan Diperbolehkan karena hakikat dari kontrak tijarah adalah memperoleh keuntungan
Riba Jahiliyah
Tabbaru'
Contract
Keuntungan
Dilarang karena mengubah kontrak tabbaru' menjadi kontrak tijarah
Ribh (Profit)
Tijarah Contract
Keuntungan
Diperbolehkan karena hakikat dari kontrak tijarah adalah memperoleh keuntungan
Gambar 12. Riba Jahiliyah
Tabel 3. Ikhtisar Riba
Tipe
Faktor Penyebab
Cara Menghilangkan Faktor Penyebab
Riba Fadl
Gharar
(uncertain to both par- ties)
Kedua belah pihak harus memastikan factor-faktor berikut ini :
Kuantitas
Kualitas
Harga
Waktu Penyerahan
Riba Nasi'ah
Al-ghunmu bi la ghurmi, al-kharaj bi la dhaman (return tanpa resiko, pendapatan tanpa biaya)
Kedua belah pihak membuat kontrak yang merinci hak dan kewajiban masing- masing untuk menjamin tidak adanya pihak manapun yang mendapatkan return tanpa menanggung resiko, atau menikmati pendapatan tanpa menanggung biaya.
Riba Jahiliyah
Kullu qardin jarra manfa'atan fahuwa riba (memberi pinjaman sukarela secara komersil, karena setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba)
Jangan mengambil manfaat apa pun dari akad/ transaksi kebaikan (tabbaru)
Kalaupun ingin mengambil manfaat, maka gunakanlah akad bisnis (tijarah), bukan akad kebaikan (tabarru)
Tidak Sah/Lengkap Akadnya
Setiap transaksi yang tidak sah/lengkap akadnya, maka transaksi itu dilarang dalam Islam. Ketidaksah/lengkapan suatu transaksi bisa disebabkan oleh: rukun (terdiri dari pelaku, objek, dan ijab kabul) dan syaratnya tidak terpenuhi, terjadi ta'alluq (dua akad yang saling berkaitan), atau terjadi two in one (dua akad sekaligus). Ta'alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, di mana berlakunya akad pertama tergantung pada akad kedua. Two in one terjadi bila suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus sehingga terjadi ketidakpastian (grarar) akad mana yang harus digunakan.
Rukun dan Syarat
Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalah suatu transaksi (necessary condition), misalnya ada penjual dan pembeli.
Pada umumnya rukun dalam muamalah iqtishadiyah (muamalah dalam bidang ekonomi) ada 3 (tiga) yaitu :
Pelaku
Objek
Ijab-kabul
Akad dapat menjadi batal bila terdapat :
Kesalahan/kekeliruan obyek
Paksaan (ikrah)
Penipuan (tadlis)
Bila ketiga rukun di atas terpenuhi, traksaksi yang dilakukan sah. Namun bila rukun di atas tidak terpenuhi (baik satu rukun atau lebih), transaksi menjadi batal.
Selain rukun, faktor yang harus ada supaya akad menjadi sah (lengkap) dalah syarat. Syarat adalah sesuatu yang keberadaannya melengkapi rukun (sufficient condition). Bila rukun sudah terpenuhi tetapi syarat tidak dipenuhi, rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi fasid (rusak).
Syarat bukanlah rukun, jadi tidak boleh dicampuradukkan. Di lain pihak keberadaan syarat tidak boleh :
Ta'alluq
Ta'alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, maka berlakunya akad I tergantung pada akad 2.
Bai' al-InahJual X secara cicilan Rp 120 jtDengan syaratJual X secara tunai Rp 100 jt
Bai' al-Inah
Jual X secara cicilan Rp 120 jt
Dengan syarat
Jual X secara tunai Rp 100 jt
Gambar 13. Bai' al-'Inah
"Two in one"
Two in one adalah kondisi di mana suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana yang harus digunakan (berlaku). Dalam terminologi fiqih, kejadian ini disebut dengan shafqatain fi al-shafqah.
Two in one terjadi bila semua dari ketiga faktor di bawah ini terpenuhi :
Objek sama
Pelaku sama
Jangka waktu sama
Bila satu saja dari faktor di atas tidak terpenuhi, maka two in one tidak terjadi, dengan demikian akad menjadi sah. Contoh dari two in one adalah transaksi lease and purchase (sewa-beli). Dalam transaksi ini, terjadi gharar dalam akad karena ada ketidakrelaan akad mana yang berlaku; akad beli atau akad sewa. Karena itulah maka transaksi ini diharamkan.
HAL-HAL YANG
MERUSAK KONTRAKKeterpaksaan (Al-Ikrah)Kekeliruan (ghalath)Penyamaran Cacat Obyek(Tadlis dan Taghrir)Tidah adanya KeseimbanganObyek dan harga (Ghaban + Taghrir)
HAL-HAL YANG
MERUSAK KONTRAK
Keterpaksaan (Al-Ikrah)
Kekeliruan (ghalath)
Penyamaran Cacat Obyek
(Tadlis dan Taghrir)
Tidah adanya KeseimbanganObyek dan harga (Ghaban + Taghrir)
Gambar 14. Hal-Hal Yang Merusak Kontrak
Secara lebih lengkap dapat disajikan dalam diagram berikut ini:
PenyebabHaram Zatnya: Li dzatihiHaram Selain ZatnyaTidak SahTadlisIhtikarBai NajasyGhararRibaTidak didasarkan prinsip kerelaan (ridha); asymmetric informationRekayasa Pasar (Supply)Melanggar prinsip An Taraddin MinkumMelanggar prinsip La Tazhlimuna wa la tuzhlamunRekayasa Pasar (demand)Uncomplete Information; uncertainty to both partyFadlNasiahJahiliahRukun tidak terpenuhiTa'aluqTwo in One
P
e
n
y
e
b
a
b
Haram Zatnya: Li dzatihi
Haram Selain Zatnya
Tidak Sah
Tadlis
Ihtikar
Bai Najasy
Gharar
Riba
Tidak didasarkan prinsip kerelaan (ridha);
asymmetric information
Rekayasa Pasar (Supply)
Melanggar prinsip An Taraddin Minkum
Melanggar prinsip La Tazhlimuna wa la tuzhlamun
Rekayasa Pasar (demand)
Uncomplete Information; uncertainty to both party
Fadl
Nasiah
Jahiliah
Rukun tidak terpenuhi
Ta'aluq
Two in One
Gambar 15. Pengidentifikasian akad
C. Asas-Asas Kontrak / Perjanjian (Akad)
1. Asas Ibahah (Mabda' al-Ibahah)
Asas Ibahah adalah asas umum hukum Islam dalam bidang muamalat secara umum. Asas ini dirumuskan dalam "pada asasnya segala sesuatu itu baleh dilakukan sampai ada dalil yang melarangnya". Asas ini merupakan kebalikan dari asas yang berlaku dalam masalah ibadah. Dalam hukum Islam, untuk tindakn-tindakan ibadah berlaku asas bahwa bentuk-bentuk ibadah yang sah adalah bentuk-bentuk yang disebutkan dalam dalil-dalil syari'ah. Orang tidak dapat membuat-buat bentuk baru ibadah yang tidak pernah ditetukan oleh Nabi SAW. Bentuk-bentuk baru ibadah yang dibuat tanpa pernah diajarkan oleh Nabi SAW. Itu disebut bid'ah dan tidak sah hukumnya.
Sebaliknya, dalam tindakan-tindakan muamalat berlaku asas sebaliknya, yaitu bahwa segala sesuatu itu sah dilakukan sepanjang tidak ada larangan tegas atas tindakan itu. Bila dikaitkan dengan tindakan hukum, khususnya perjanjian, maka ini berarti bahwa tindakan hukum dan perjanjian apapun dapat dibuat sejauh tidak ada larangan khusus mengenai perjanjian tersebut.
2. Asas Kebebasan Berkontrak / Berakad (mabda' hurriyyah at-Ta'aqud)
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu suatu prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah dientukan dalam undang-undang syari'ah dan memasukkan klausul apa saja kedalam akad yang dibuatnya itu sesuai dengan kepentingannya sejauh tidak berakibat makan harta sesama dengan jalan bathil. Namun demikian, dilingkungan mazhab-mazhab yang berbeda terdapat perbedaan pendapat mengenai luas sempitnya kebebasan tersebut. Nash-nash Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW. Serta kaidah-kaidah hukum Islam menunjukkan bahwa hukum Islam menganut asas kebebasan berakad. Asas kebebasan berakad ini merupakan konkretisasi lebih jauh dan spesifikasi yang lebih tegas lagi terhadap asas ibahah dalam Mu'amalah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 1 sebagai berikut:
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya."(Q.S. Al-Maidah :1)
Cara menyimpulkan kebebasan berakad dari ayat tersebut adalah bahwa menurut kaidah ushul fiqh (metodologi penemuan hukum Islam), perintah dalam ayat ini menunjukkan wajib. Artinya memenuhi akad itu hukumnya wajib. Dalam ayat ini akad disebutkan dalam bentuk jamak yang diberi kata sandang "Al" (al-'Uqud). Menurut kaidah ushul fiqh, jamak yang diberikan kata sandang "Al" menunjukkan keumuman.
Dengan demikian, dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa orang dapat membuat akad apa saja baik yang bernama maupun yang tidak bernama dan akad-akad itu wajib dipenuhi.
3. Asas Konsensualisme (Mabda' ar-Radha'iyyah)
Asas konsensualisme menyatakan bahwa untuk terciptanya suatu perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara para pihak tanpa perlu dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu. Dalam hukum Islam pada umumnya perjanjian-perjanjian itu bersifat konsensual. Para ahli hukum Islam biasanya menyimpulkan asas konsensualisme dari dalil-dalil hukum berikut:
AL-Qur'an
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S. An-Nisaa' : 29)
"Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (Q.S. An-Nisaa' : 4)
Sabda Nabi SAW, Sesungguhnya jual beli itu berdasarkan kata sepakat (Hadis riwayat Ibn Hibban dan Ibn Majah).
Kaidah hukum Islam, pada asasnya perjanjian (akad) itu adalah kesepakatan para pihak dan akibat hukumnya adalah apa yang mereka tetapkan melalui janji. Kutipan ayat pada angka 1) menunjukan antara lain bahwa setiap pertukaran secara timbal balik diperbolehkan dan sah selama didasarkan atas kesepakatan. Ayat pada angka 2) menunjukkan bahwa suatu pemberian adalah sah apabila didasarkan kepada perizinan (rela hati) si pemberi. Mengenai kedua ayat ini, Ibn Taimiyyah (w. 728/1328) menyatakan, …dan boleh karena kerelaan hati itulah yang menjadi sebab dibolehkannya makan mahar, maka seluruh akad Tabaru' (Cuma-Cuma) lainnya, dengan jalan melakukan qiyas (analogi) atas dasar 'illat yang dinaskan dan ditunjukkan oleh Al-Qur'an, adalah sama dengan ini. Begitu juga firman-nya, kecuali (jika makan harta sesasma itu dilakukan) dengan jalan tukar menukar atas dasar perizinan timbal balik (kata sepakat) dari kamuhanya mensyaratkan kata sepakat dalam tukar-menukar kebendaan.
Pada bagian lain Ibn Taimiyyah menegaskan lagi, Allah memandang lagi cukup perizinan timbal balik untuk jual-beli dalam firman-Nya, "kecuali dengan jalan tukar-menukar atas dasar perizinan timbal balik dari kamu dan memandang cukup kerelaan hati (consent)" untuk Tabaru' dalam firman-Nya, "kemudian jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari mas kawin itu atas dasar senang hati (perizinan, consent) maka makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai suatu yang sedap lagi baik akibatnya". Jadi ayat pertama adalah mengenai jenis akad atas beban (muawadah) dan ayat kedua mengenai jenis akad Tabaru'.
Hadis Nabi Saw. Pada angka 3) dengan jelas menunjukkan bahwa akad jual beli didasarkan kepada perizinan timbal balik (kata sepakat). Meskipun hanya akad jual beli saja yang disebutkan dalam hadis ini, namun untuk akad-akad yang lain diqiyaskan (dianalogikan) kepada akad jual beli, sehingga dengan dasar analogi itu akad-akad lain juga didasarkan pada kata sepakat.
Kaidah hukum Islam pada angka 4) secara amat jelas menyatakan bahwa perjanjian itu pada asasnya adalah kesepakatan para pihak, sehingga bila telah tercapai kata sepakat para pihak, maka terciptalah suatu perjanjian.
4. Asas Janji Itu Mengikat
Dalam Al-Qur'an dan Hadis terdapat banyak perintah agar memenuhi janji. Dalam kaidah usul fiqih, "perintah itu pada asasnya menunjukkan wajib" ini berarti bahwa janji itu mengikat dan wajib dipenuhi. Diantara ayat dan hadis dimaksud adalah
Firman Allah,
"Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S. Al-Israa' : 34)
b. Asar dari Ibn Mas'ud, janji itu adalah utang.
c. Ayat QS. 5: 1 dan hadis al-Hakim.
5. Asas Keseimbanggan (Mabda' at-Tawazun fi al-Mu'awadhah)
Meskipun secara faktual jarang terjadi keseimbangan antaras para pihak dalam bertransaksi, namun hukum perjanjian Islam tetap menekankan perlunya keseimbangan itu,baik keseimbangan antara apa yang diberikan dan apa yang diterima maupun keseimbangan dalam memikul resiko. Asas keseimbangan dalam transaksi (antara apa yang diberikan dengan apa yang diterima) tercermin pada dibatalkannya suatu akad yang mengalami ketidak seimbangan prestasi yang mencolok. Asas keseimbangan dalam memikul resikso tercermin dalam larangan terhadap transaksi riba, di mana dalam konsep riba hanya debitur yang memikul segala resiko atas kerugian usaha, sementara kreditor bebas sama sekali dan harus mendapatkan prosetase tertentu sekalipun pada sat dananya mengalami kembalian negatif.
6. Asas Kemaslahatan (Tidak Memberatkan)
Dengan asas kemaslahatan dimaksudkan bahwa akadsyang dibuat oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian (mudrahat) atau keadaan memberatkan (masyaqqah). Apabila dalam pelaksanaan akad terjadi suatu perubahan keadaan yang tidak dapat diketahui sebelumnya serta membawa kerugian yang fatal bagi pihak bersangkutan sehingga memberatkannya, maka kewajibannya dapat diubah dan disesuaikan kepada batas yang masuk akal.
7. Asas Amanah
Dengan asas amanah dimaksudkan bahwa masing-masing pihak haruslah beretikad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainnya dan tidak dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi ketidaktahuan mitranya. Dalam kehidupan masa kini banyak sekali objek transaksi yang dihasilkan oleh satu pihak melalui suatu keahlian yang amat spesialis dan profesionalisme yang tinggi sehingga ketika ditransaksikan, pihak lain yang menjadi mitra transaksi tidak banyak mengetahui seluk beluknya. Oleh karena itu, ia sangat bergantung kepada pihak yang menguasainya. Profesi kedokteran, terutama dokter spesialis, misalnya hanya diketahui dan dikuasai oleh dokter saja.
Masyarakat umum tidak mengetahui seluk beluk profesi tersebut. oleh karena itu, ketika seorang pasien sebagai salah satu pihak transaksi akan diterapkan suatu metode pengobatan dan penaganan penyakaitnya, sang pasien sangat tergantung kepada informasi dokter untuk mengambil keputusan menjalani metode tersebut. Begitu pula terdapat barang-barang canggih, tetapi juga mungkin menimbulkan resiko berbahaya bila salah penggunaannya. Dalam hal ini, pihak yang bertransaksi dengan objek barang tersebut sangat bergantung kepada informasi produsen yang menawarkan barang tersebut. Oleh karena itu, dalam kaitan ini dalam hukum perjanjian Islam dituntut adanya sikap amanah pada pihak yang menguasainya untuk memberi informasi yang sejujurnya kepada pihak lain yang tidak banyak mengetahuinya.
Dalam hukum Islam, terdapat suatu bentuk perjanjian yang disebut perjanjian amanah, salah satu pihak hanya bergantung kepada informasi jujur dari pihak lainnya untuk mengambil keputusan untuk menutup perjanjian beresangkutan. Di antara ketentuannya, adalah bahwa bohong atau penyembuyian informasi yang semestinya disampaikan dapat menjadi alasan pembatalan akad bila dikemudian hari ternyata informasi itu tidak benar yang telah mendorong pihak lain untuk menutup perjanjian. Contoh paling sederhana dalam hukum Islam adalah akad murabahah, yang merupakan salah satu bentuk akad amanah. Pada zaman sekarang wilayah akad amanah tidak saja hanya dibatasi pada akad seperti murabahah, tetapi juga meluas ke dalam akad takaful (asuransi) bahkan juga banyak akad yang pengatahuan mengenai objeknya hanya dikuasai oleh salah satu pihak saja.
8. Asas Keadilan
Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua hukum. Dalam hukum Islam, keadilan langsung merupakan perintah Al-Qur'an yang menegaskan, sebagaimana firman Allah berikut ini : "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Maidah : 8).
Keadilan merupakan sendi setiap perjanjian dibuat oleh para pihak. Sering kali dizaman modern akad ditutup olaeh satu pihak dengan pihak lain tanpa ia memiliki kesempatan untuk melakukan negosiasi mengenai klausul akad itu telah dibakukan oleh pihak lain. Tidak mustahil bahwa dalam pelaksanaannya akan timbul kerugian kepada pihak yang menerima syarat baku itu karena didorong kebutuhan. Dalam hukum Islam konterporer telah diterima suatu asas bahwa demi keadilan syarat baku itu dalat diubah oleh pengadilan apabila memang ada alasan untuk itu.
ASAS-ASAS KONTRAKKebebasan (Al-Hurriyah)Kesetaraan (Al-Musawah)Keadilan (Al-Adalah) Kerelaan (Al-Ridha)Kejujuran (As-Shidq)xPembatasan (At-taqyid))xxxxDiskriminasiPenganiayaan(Al-Dhulm)Pemaksaan (Al-Ikrah)Penipuan (Al-Ghasy)
ASAS-ASAS KONTRAK
Kebebasan (Al-Hurriyah)
Kesetaraan (Al-Musawah)
Keadilan (Al-Adalah)
Kerelaan (Al-Ridha)
Kejujuran (As-Shidq)
x
Pembatasan (At-taqyid))
x
x
x
x
Diskriminasi
Penganiayaan(Al-Dhulm)
Pemaksaan (Al-Ikrah)
Penipuan (Al-Ghasy)
Gambar 16. Asas-asas Kontrak
Jenis-Jenis Akad
Akad dalam fiqih muamalah dari segi ada atau tidak adanya kompensasi, dibagi menjadi dua bagian, yakni akad tabarru' dan akad tijarah.
Akad Tabarru'
Akad tabarru' adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi yang tidak mengejar keuntungan (non profit transaction). Akad tabarru' dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan, sehingga pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru' adalah dari Allah, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada rekan transaksinya untuk sekedar menutupi biaya yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad, tanpa mengambil laba dari tabarru' tersebut. Contoh dari akad tabarru' adalah qard, wadi'ah, wakalah, rahn, hibah, waqf, hadiah, shodaqoh, dan sebagainya.
Akad Tabarru'Lending/ Giving Some thing
Akad Tabarru'
Lending/ Giving Some thing
QardhLending $
Qardh
Lending $
Lending $
Lending $
RahnLending $ + Collateral
Rahn
Lending $ + Collateral
HiwalahLending $ + to take over loan from other party
Hiwalah
Lending $ + to take over loan from other party
Lending YourselfWakalahlending yourself now to do something on behalf of others
Lending Yourself
Wakalah
lending yourself now to do something on behalf of others
wakalah, by specifying the job,i.e. to provide custodyWadhi'ah
wakalah, by specifying the job,
i.e. to provide custody
Wadhi'ah
contingent wakalah,i.e. preparing yourselfto do something if something happenscontingent wakalah,i.e. preparing yourselfto do something if something happensKafalah
contingent wakalah,i.e. preparing yourself
to do something if something happens
contingent wakalah,i.e. preparing yourself
to do something if something happens
Kafalah
Hibah, Shodaqoh, Waqf, ectgiving something
Hibah, Shodaqoh, Waqf, ect
giving something
Gambar 17. Skema Akad Tabarru'
Pada dasarnya, akad tabarru' ini adalah memberikan sesuatu ( giving something) atau meminjamkan sesuatu (lending something). Bila akadnya adalah meminjamkan sesuatu, maka objek pinjamannya dapat berupa uang ( lending $) atau jasa kita ( lending kafalah yourself). Dengan demikian, kita mempunyai 3 (tiga) bentuk umum akad tabarru' , yakni:
Meminjamkan Uang ( lending $)
Meminjamkan Jasa Kita ( lending yourself)
Memberikan sesuatu ( giving something)
Meminjamkan Uang ( lending $)
Akad meminjamkan uang ini ada beberapa macam lagi jenisnya, setidaknya ada 3 jenis, yakni sebagai berikut.
Bila pinjaman ini diberikan tanpa mensyaratkan apapun, selain mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu maka bentuk meminjamkan uang seperti ini disebut dengan qard.
Selanjutnya, jika dalam meminjamkan uang ini si pemberi pinjaman mensyaratkan suatu jaminan dalam bentuk atau jumlah tertentu, maka bentuk pemberian pinjaman seperti ini disebut dengan rahn.
Ada lagi suatu bentuk pemberian pinjaman uang, di mana tujuannya adalah untuk mengambil alih piutang dari pihak lain. Bentuk pemberian pinjaman uang dengan maksud seperti ini disebut hiwalah. Jadi, ada tiga bentuk akad meminjamkan uang, yakni qard, rahn, dan hiwalah.
Meminjamkan Jasa Kita ( lending yourself)
Seperti akad meminjamkan uang, akad meminjamkan jasa juga terbagi menjadi 3 jenis. Bila kita meminjamkan "diri kita" (yakni jasa keahlian/keterampilan, dsb) saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain, maka hal ini disebut wakalah. Karena kita melakukan sesuatu atas nama orang yang kita bantu tersebut, maka sebenarnya kita menjadi wakil orang itu. Itu sebabnya akad ini diberi nama wakalah.
Selanjutnya, bila akad wakalah ini kita rinci tugasnya, yakni bila kita menawarkan jasa kita untuk menjadi wakil seseorang, dengan 1 Istilah qard ini jangan dicampuradukkan dengan istilah qard al-hasan, karena keduanya berbeda. Qard adalah akad untuk meminjamkan uang. Sedangkan qard alhasan pada hakekatnya adalah sedekah, karena akad ini tidak mensyaratkan bahwa uang yang diberikan harus dikembalikan. tugas menyediakan jasa custody (penitipan, pemeliharaan), maka bentuk peminjaman jasa seperti ini disebut akad wadi'ah.
Ada variasi lain dari akad wakalah, yakni contingent wakalah (wakalah bersyarat). Dalam hal ini, maka kita bersedia memberikan jasa kita untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain, jika terpenuhi kondisinya, atau jika sesuatu terjadi. Misalkan, seorang dosen menyatakan kepada asistennya demikian: " Anda adalah asisten saya. Tugas Anda adalah menggantikan saya mengajar bila saya berhalangan.". Dalam kasus ini, yang terjadi adalah wakalah bersyarat. Asisten hanya bertugas mengajar (yakni melakukan sesuatu atas nama dosen) bila dosen berhalangan (yakni bila terpenuhi kondisinya, jika sesuatu terjadi). Jadi asisten ini tidak otomatis menjadi wakil dosen. Wakalah bersyarat ini dalam terminologi fikih disebut sebagai akad kafalah. Dengan demikian, ada 3 (tiga) akad meminjamkan jasa, yakni: wakalah, wadi'ah, dan kafalah.
Memberikan sesuatu ( giving something)
Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah akad-akad sebagai berikut: hibah, waqf, shadaqah, hadiah, dll . Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama, maka akadnya dinamakan waqf. Objek waqf ini tidak boleh diperjualbelikan begitu dinyatakan sebagai aset waqf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain. Begitu akad tabarru' sudah disepakati, maka akad tersebut tidak boleh dirubah menjadi akad tijarah (yakni akad komersil, yang akan segera kita bahas) kecuali ada kesepakatan dari kedua belah pihak untuk mengikatkan diri dalam akad tijarah tersebut. Misalkan Bank setuju untuk menerima titipan mobil dari nasabahnya (akad wadiah, dengan demikian bank melakukan akad tabarru'), maka bank tersebut dalam perjalanan kontrak tersebut tidak boleh merubah akad tersebut menjadi akad tijarah dengan mengambil keuntungan dari jasa wadiah tersebut.
Sebaliknya, jika akad tijarah sudah disepakati, maka akad tersebut boleh dirubah menjadi akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya, sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
BolehTijaroh
Boleh
Tijaroh
Tabarru'
Tabarru'
X
X
Tidak boleh
Tidak boleh
Gambar 18 . Tabarru' dan Tijaroh
Fungsi Akad Tabarru'
Akad tabarru' ini adalah akad-akad untuk mencari keuntungan akhirat, karena itu bukan akad bisnis. Jadi, akad ini tidak dapat digunakan untuk tujuan-tujuan komersil. Bank syariah sebagai lembaga keuangan yang bertujuan untuk mendapatkan laba tidak dapat mengandalkan akad-akad tabarru' untuk mendapatkan laba. Bila tujuan kita adalah mendapatkan laba, maka gunakanlah akad-akad yang bersifat komersil, yakni akad tijarah. Namun demikian, bukan berarti akad tabarru' sama sekali tidak dapat digunakan dalam kegiatan komersil. Bahkan pada kenyataannya, penggunaan akad tabarru' sering sangat vital dalam transaksi komersil, karena akad tabarru' ini dapat digunakan untuk menjembatani atau memperlancar akad-akad tijarah.
Akad Tijaroh
Akad tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi yang mengejar keuntungan (profit orientation). Akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil. Hal ini didasarkan atas kaidah bisnis bahwa "business is an activity for a profit" (bisnis adalah suatu aktivitas untuk memperoleh keuntungan). Contoh dari akad tijarah adalah akad-akad bagi hasil berupa mudharabah, musyarakah, dan sebagainya, akad-akad jual beli berupa murabahah, salam, dan sebagainya, dan akad-akad sewa menyewa berupa ijarah, ijarah muntahia bi at tamlik, dan sebagainya.
Kaidah fiqih yang berkaitan dengan konsep akad antara tabarru' dan tijarah ada dua, yaitu: 1). Akad tabarru' tidak boleh dirubah menjadi akad tijarah, dan 2). Akad tijarah boleh dirubah menjadi akad tabarru'. Akad tabarru' tidak boleh dirubah menjadi akad tijarah memberi arti bahwa dalam setiap transaksi yang asalnya bermaksud untuk tidak mendapatkan keuntungan, kemudian setelah terjadinya akad ternyata pihak yang terkait di dalamnya mengharapkan keuntungan dari transaksi tersebut, maka transaksi itu dilarang. Hal ini didasarkan atas kaidah prinsip: "kullu qardhin jarra manfa'ah fahuwa riba" (setiap qard yang mengambil manfaat adalah riba). Menggabungkan tabarru' dengan manfa'ah adalah kedzaliman karena melakukan suatu akad berlainan dengan definisi akadnya, sehingga transaksi tersebut akan menimbulkan adanya riba nasi'ah. Hal ini juga melanggar prinsip "la tadzlimuna wa la tudzlamun" (jangan mendzolimi dan jangan sampai didzolimi).
Akad tijarah boleh dirubah menjadi akad tabarru' memberi arti bahwa dalam setiap transaksi yang asalnya bertujuan mendapatkan keuntungan, kemudian setelah terjadinya akad pihak yang terkait di dalamnya meringankan/memudahkan pihak yang lain dengan menjadikan akad tersebut menjadi akad tabarru' (tanpa ada tambahan keuntungan), maka transaksi itu dibolehkan, bahkan dalam situasi tertentu hal itu dianjurkan. Misalnya, terjadi suatu akad jual beli antara si A dan si B, di mana si A menjual barang X kepada si B dengan harga Rp. Y secara tangguh (dibayar pada suatu waktu yang ditentukan). Setelah terjadinya akad, pada saat jatuh tempo (maturity time) ternyata si B tidak dapat membayar hutang karena mengalami kesulitan ekonomi. Maka dalam kaidah fiqih, si A dibolehkan atau bahkan dianjurkan memberikan keringanan/kemudahan bagi si B untuk memberikan waktu tambahan dalam pembayaran hutangnya, atau kalau keadaan si A memang benar-benar tidak dapat membayar, si B diharapkan untuk memberikan keringanan berupa pembebasan hutang tersebut.
(Skema Akad-Akad) di bawah ini memberikan ringkasan yang komprehensif mengenai akad-akad yang lazim digunakan dalam fikih muamalah dalam bidang ekonomi.
TRANSAKSI SOSIAL AKAD TABARRU'QARDHRAHNHIWALAH (AP) WAKALAH (KU)WADIAH(GR)KAFALAH (GB)SHARF(VA)TRANSAKSI KOMERSIAL AKAD TIJARAHMURABAHAH IJARAHSALAM ISTISHNA'MEMILIKI KEPASTIANKEUNTUNGAN / NCCNatural Certainty ContractsTIDAK MEMILIKI KEPASTIAN KEUNTUNGANMUSYARAKAH MUDHARABAH MUZARA'AH MUSAQAHMUKHABARAHTIDAK MEMILIKI KEPASTIAN KEUNTUNGANNatural Uncertainty ContractsWA'ADMARGINBAGI HASILakadTeori PertukaranTeori Percampuran
TRANSAKSI SOSIAL
AKAD TABARRU'
QARDH
RAHN
HIWALAH (AP)
WAKALAH (KU)
WADIAH(GR)
KAFALAH (GB)
SHARF(VA)
TRANSAKSI KOMERSIAL
AKAD TIJARAH
MURABAHAH
IJARAH
SALAM
ISTISHNA'
MEMILIKI KEPASTIAN
KEUNTUNGAN / NCC
Natural Certainty Contracts
TIDAK MEMILIKI
KEPASTIAN KEUNTUNGAN
MUSYARAKAH
MUDHARABAH
MUZARA'AH
MUSAQAH
MUKHABARAH
TIDAK MEMILIKI
KEPASTIAN KEUNTUNGAN
Natural Uncertainty Contracts
WA'AD
MARGIN
BAGI HASIL
akad
Teori Pertukaran
Teori Percampuran
Gambar 19. Jenis-Jenis Akad
Kemudian, berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, akad tijarah pun dapat kita bagi menjadi dua kelompok besar, yakni:
Natural Uncertainty Contracts; dan
Natural Certainty Contracts
Bagian berikut ini akan membahas kedua bentuk akad di atas dengan lebih rinci.
Natural Certainty Contracts dan Natural Uncertainty Contracts
Natural certainty contracts adalah kontrak/ akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, bagi dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-nya. Cash flow-nya bisa diprediksi relative pasti karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi diawal akad. Kontrak-kontrak ini secara "sunatullah" (by their nature) menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya fixed and predetermined. Objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan diawal akad dengan pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of dilavery). Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual-beli, upah-mengupah, sewa-menyewa,dan lain-lain.
Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling membutuhkan asetnya (baik real assets maupun financial assets). Jadi masing-masing pihak tetap tetap berdiri-sendiri (tidak saling bercampur membentuk usaha baru), sehingga tidak ada resiko pertanggungan bersama. Jika tidak ada percampuran asset si A dengan si B. yang ada misalnya, adalah si A memberikan barang ke B, kemudian sebagai gantinya si B menyerahkan uang kepada si A. Disini barang ditukarkan dengan uang, sehingga terjadilah kontrak jual-beli. Kontrak-kontrak natural certainly ini dapat diterangkan dalam sebuah teori umum yang diberi nama teori pertukaran.
Di lain pihak, natural uncertainty contracts adalah kontrak/ akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastiaan pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-nya. Tingkat return-nya bisa positif, negative atau nol. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak-kontrak investasi ini secara "sunnatullah" (by their nature) tidak menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya tidak fixed and predeter- mined.
Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang saling berinvestasi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuaan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntunga. Disini keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Natural uncertainly contracts ini dapat diterangkan dalam sebuah teori umum yang diberi nama teori percampuran (the theory of venture).
Teori Pertukaran
Teori pertukaran terdiri dari dua pilar, yaitu :
Objek pertukaran, dan
Waktu pertukaran
Objek Pertukaran
Fiqih membedakan dua jenis objek pertukaran, yaitu :
'Ayn (real asset) berupa barang dan jasa
Dayn (financial asset) berupa uang dan surat berharga
Waktu pertukaran
Fiqih membedakan dua waktu pertukaran, yaitu:
Daqdan (Immediate delivery) yang berarti penyerahan saat itu juga
Ghairu naqdan (Deferred delivery) yang berarti penyerahan kemudian
Dari segi objek pertukaran, dapat diidenfikasi tiga jenis pertukarn, yaitu:
Pertukaran real asset ('ayn) dengan real asset ('ayn)
Pertukaran real asset ('ayn) dengan financial asset ('dayn)
Pertukaran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn)
Objekpertukaran'ayn bi 'ayn'ayn bi dayndayn bi daynWaktuperukarannaqdanGhairu naqdan
Objek
pertukaran
'ayn bi 'ayn
'ayn bi dayn
dayn bi dayn
Waktu
perukaran
naqdan
Ghairu naqdan
Gambar 20. Dua Pilar dalam teori pertukaran
Pertukaran 'Ayn dengan 'Ayn
Lain jenis
Dalam pertukaran 'ayn dengan 'ayn, bila jenisnya berbea (misalnya upah tenaga kerja yang dibayar dengan sejumlah beras) maka tidak ada masalah (dibolehkan).
Sejenis
Namun bila jenisnya sama, fiqih membedakan antara real asset yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan mutunya.
Satu-satunya yang membolehkan pertukaran antara yang sejenis dan dan secara kasat mata tidak dapat dibedakan mutunya adalah:
Sewa-an bi sawa-in (sama jumlahnya)
Mistan bi mistlin (sama mutunya)
Yadan bi yadin (sama waktu penyerahannya)
'ayn bi 'aynJenis BedaJenis SamaKasat mataKualitas berbedaKasat mataKualitas sama
'ayn bi
'ayn
Jenis Beda
Jenis Sama
Kasat mata
Kualitas berbeda
Kasat mata
Kualitas sama
Gambar 21. 'Ayn bi 'Ayn
Pertukaran 'Ayn dengan Dayn
Dalam pertukaran 'ayn dengan dayn, maka yang dibedakan adalah jenis 'ayn-nya. Bila 'ayn-nya adalah barang, maka pertukaran 'ayn dengan dayn itu disebut jual beli (al-bai'). Sedangkan bila 'ayn-nya adalah jasa, maka pertukaran itu disebut sewa-menyewa/ upah mengupah (al-ijarah).
Dari segi metode pembayarannya Islam membolehkan jual beli dilakukan secara tunai (now for now), bai'naqdan atau secara tangguh bayar (deferred payment, bai'muajjal), atau secara tangguh serah (defferent delivery, bai'salam). Bay Muajjal dapat dibayar secara penuh (muajjal) atau secara cicilan (taqsith). Jual beli tangguh dapat dibedakan lagi menjadi: pertama, pembayarannya lunas sekaligus dimuka (bai'salam); kedua, pembayaran dilakukan secara cicilan dengan syarat harus lunas sebelum barang diserahkan (bai'istishna').
'ayn bi daynAl-Bai'(Barang)Al-ijarah(Jasa)NaqdanSalamMuajjalJu'alahIjarahTaqsithMuajjalIstishna'Salam
'ayn bi
dayn
Al-Bai'
(Barang)
Al-ijarah
(Jasa)
Naqdan
Salam
Muajjal
Ju'alah
Ijarah
Taqsith
Muajjal
Istishna'
Salam
Gambar 22. 'Ayn bi Dayn
Dalam praktik perbankan syariah, akad murabahah lazim digunakan meskipun transaksinya tidak dilakukan oleh anak kecil atau orang yang akalnya kurang, karena teknik perhitungan keuntungan yang dilakuakn bank terlalu rumit untuk dipahami oleh masyarakat awam.
Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat disebut sewa menyewa sedangkan bila diterapkan diterpakan untuk mendapatkan manfaat orang disebut upah mengupah. Ijarah dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayannya tergantung pada kinerja yang disewa (disebut ju'alah, success fee), dan ijarah yang pembayannya tidak tergantung pada kinerja yang disewa (disebut ijarah, gaji dan sewa).
Dalam praktik perbankan, akad ijarah diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nasabah menyewa ruko, misalnya, yang mengharuskan nasabah membayar sewanya secara lump-sum di muka untuk peride 3 tahun.
Dalam perkembangan terakhir, muncul pula kebutuhan nasabah yang menyewa untuk memiliki barang yang disewanya diakhir periode sewa. Kebutuhan ini dipenuhi dengan akad Ijarah muntahia bi tamlik. Bagi bank, akad ini merupakan berkah karena memberikan flaksibilitas harga sewa bulanan; suatu hal yang tidak mungkin dilakukan dalam akad murabahah. Akad ini juga membuka peluang bagi bank untuk memperpanjang waktu dengan melakukan akad sewa baru, bial diakhir periode sewa pertama nasabah belum mampu untuk melakukan pembelian barang tersebut.
Pertukaran Dayn dengan Dayn
Dalam pertukaran dayn dengan dayn, dibedakan antara dayn yang berupa uang dengan dayn yang tidak berupa uang (untuk selanjutnya disebut surat berharga). Pada zaman ini, uang tidak lagi terbuat dari emas atau perak, bahkan uang tidak lagi dikaitkan nilainya dengan emas atau perak. Sehingga uang saat ini uang kartal yang terdiri uanga kertas dan uang logam.
Dayn bi daynUangNon-Uang(Surat Berharga)Jenis BedaJenis BedaJenis BedaJenis Beda
Dayn bi
dayn
Uang
Non-Uang
(Surat Berharga)
Jenis Beda
Jenis Beda
Jenis Beda
Jenis Beda
Gambar 23. Dayn bi Dayn
Yang membedakan uang dengan surat berharga adalah uang dinyatakan sebagai alat bayar resmi oleh pemerintah, sehingga setiap warga Negara wajib menerima uang sebagai alat bayar. Sedangkan akseptasi surat berharga hanya terbatas bagi mereka yang mau menerimanya.
Pertukaran uang dengan uang dibedakan menjadi pertukaran uang yang sejenis dan pertukaran yang tidak sejenis. Pertukaran uang yang sejenis hanya diperbolehkan bila memenuhi syarat: sawa-an bi sawa-in(same quantity), dan yadan bi yadin (same time of delivery). Misalnya perukaran satu lembar uang pecahan Rp.100.000 dengan 10 lembar uang pecahan Rp.10.000, harus dilakukan penyerahannya pada saat yang sama.
Pertukaran uang yang tidak sejenis hanya di perbolehkan bila memenuhi syarat: yadan bi yadin (same time of delivery). Pertukaran uang yang sejenis disebut sharf (maney changer). Misalnya USD 1000 dengan Rp 10.000.000, harus dilakukan penyerahaannya pada saat yang sama. Inilah yang menjadi sebab pelarangan transaksi forward dan transaksi swap dalam pertukaran valuta asing. Sedangkan transaksi spot dibolehkan,baik yang dilakukan di counter maupun yang dilakukan antar dua bank di dua lokasi yang berjauhan. Settlement period selama dua hari dipandang sebagai suatu mekanisme teknis yang tidak dapat dihindarkan karena lokasi yang berjauhan. Perkembangan terakhir, Dewam Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) membolehkan forward agreement (janji, wa'ad) namun tetap tidak membolehkan forward transaction (transaksi, akad). Hal ini untuk mencegah terjadinya forward buying yang dihedging dengan melakukan forward selling, yang selanjutnya akan diikuti dengan forward buying – forward selling berikutnya.Selain bertentangan dengan hadis "la tabi' ma laisa 'indak" (jangan jual sesuatu yang belum dimiliki), pelarangan ini juga dimaksud untuk mencegah terjadinya bubbl growth pada sektor vinansial , dan mencegah terjadinya domino effect bila terjadi default pada salah satu mata rantai para pihak yang terlibat dalam transaksi forward buying – forward selling tersebut.
Jual beli surat berharga pada dasarnya tidak diperbolehkan.Namun bila surat berharga dilihat lebih rinci, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu surat berharga yang merupakan representasi 'ayn, dan surat berharga yang bukan merupakan representasi 'ayn. Secara umum dapat dikatakan bahwa hanya surat berharga yang merupakan representasi'ayn saja yang dapat diperjual-belikan.
Secara terinci, jual beli surat berharga (bai'al dayn bi al dayn) dapat dibedakan menjadi:
Penjualan kepada si pengutang (bai'al dayn lil madin, sale of debt to the debtor), yang dapat dibedakan lagi menjadi:
Hutang yang pasti pembayarannya (confirmed, mustaqir). Bagi mashab Hanbali dan Zahiri, transaksi ini boleh.
Hutang yang tidak pasti pembayarannya (unconfirmed,ghairu mustaqir). Transaksi ini terlarang.
Penjualan kepada pihak ketiga (bai' al dayn lil ghairu madin, sale of debt to third party) yang dapat dibedakan lagi menjadi empat pendapat:
Kebanyakan ulama mazhab Hanafi dan Syafi i, beberapa ulama Hanbali dan Zahiri secara tegas tidak membolehkan hal ini.
Ibnu Taimiyah membolehkannya bila utangnya adalah utang yang pasti pembayarannya (confirmed, mustaqir).
Imam Suraji, Subki, dan Nawawi membolehkanya dengan tiga syarat.
Imam Anas bin Malik dan Zurqoni membolehkannya dengan delapan syarat.
Bai'al-dayn lil Mad'in(Sale of Debt to the Debtor)MustaqirHalal menurut Mazhab Hanbali dam ZahiriGhair Mustaqir Haram
Bai'al-dayn lil Mad'in
(Sale of Debt to the Debtor)
Mustaqir
Halal menurut Mazhab Hanbali dam Zahiri
Ghair Mustaqir
Haram
Gambar 24. Bai'al-Dayn bi al-Dayn
Skema-skema pertukaran dapat diringkas menjadi matriks pertukaran sebagai berikut.
Tabel 4. Matriks Pertukaran
Time
Object
Now for
Now
Now for
deferred
Deferred
For deferred
'Ayn for Ayn
'Ayn for Dayn
Dayn for Dayn
×
Kecuali sharf
×
×
×
×
Matrik di atas memberikan panduan yang komprehensif bagi kita untuk dapat menentukan halal-haramnya suatu transaksi pertukaran. Semua transaksi pertukaran tangguh serah (deferred for deferred) diharamkan (kolom paling paling kanan dari matriks). Demikian pula dengan semua pertukaran dayn dengan dayn diharamkan (baris paling bawah dari matriks), dengan satu perkecualian yakni sharf (pertukaran mata uang yang berbeda). Selain itu dua hal di atas, semua transaksi pertukaran diperbolehkan.
Teori Percampuran
Teori percampuran terdiri dari dua pilar pula, yaitu:
Objek percampuran; dan
Waktu percampuran.
Objek percampuran
Sebagaimana dalam teori pertukaran, fiqih juga membedakan dua jenis objek percampuran, yaitu:
'Ayn (real asset) berupa barang dan jasa.
Dayn (financial asset) berupa uang dan surat berharga.
Waktu percampuran
Dari segi waktunya, sebagaimana dalam teori pertukaran fiqih juga membedakan dua waktu percampuran, yaitu:
Naqdan (Immediate delivery) yakni penyerahaan saat itu juga.
Ghairu naqdan (Deferred delivery) yakni penyerahaan kemudian.
Selanjutnya, dari segi objek percampurannya dapat diidentifikasi tiga jenis percampuran, yaitu:
Percampuran real asset ('ayn) dengan real asset ('ayn)
Percampuran real asset ('ayn) dengan financial asset (dayn)
Percampuran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn)
Gambar di bawah ini memberikan ikhtisar mengenai pembagian teori percampuran dan teori pertukaran dilihat dari objeknya dan juga waktunya. Pada dasarnya, pembagian objek dan waktu dalam teori percampuran sama dengan teori pertukaran.
Teori pertukaran/percampuranObjekPertukaran/percampuranWaktu Pertukaran/percampuranDayn(Financial Asset)'Ayn(Real Asset)Ghairu Naqdan(Deferred Delivery)Naqdan(Immediate Delivery)Uang &SuratBerhargaBarang &Jasa
Teori pertukaran/
percampuran
Objek
Pertukaran/
percampuran
Waktu
Pertukaran/
percampuran
Dayn
(Financial Asset)
'Ayn
(Real Asset)
Ghairu Naqdan
(Deferred Delivery)
Naqdan
(Immediate Delivery)
Uang &
Surat
Berharga
Barang &
Jasa
Gambar 25. Teori Pertukaran & Teori Percampuran
Dari segi waktunya, baik dalam teori percampuran maupun pertukaran, dapat dibedakan menjadi dua: immediate delivery (naqdan, penyerahaan saat itu juga), dan deffered delivery (muajjal, penyerahaan kemudian). Sementara itu, dari segi objeknya, dalam teori ini dapat dibedakan menjadi dua pula: 'ayn (real asset, barang dan jasa) dan dayn (financial asset, uang dan non-uang).
Percampuran 'Ayn dengan 'Ayn
Percampuran antara 'ayn dengan 'ayn dapat terjadi, misalnya pada kasus di mana ada seorang tukang kayu bekerja sama dengan tukang batu untuk membangun sebuah rumah. Baik tukang kayu maupun tukang batu, keduanya sama-sama menyumbangkan tenaga dan keahliannya (jasa) dan mencampurkan jasa mereka berdua untuk membuat usaha bersama, yakni membangun rumah. Dalam kasus ini, yang dicampurkan adalah 'ayn dengan 'ayn. Tukang kayu menyumbangkan keahlian perkayuannya (jasa, 'ayn), dan tukang batu menumbangkan keahlian membangunnya (jasa, 'ayn). Bentuk percampuran seperti ini disebut syirkah 'abdan.
Percampuran 'Ayn dengan Dayn
Percampuran antara 'ayn (real asset) dengan dayn (financial asset) dapat mengambil beberapa bentuk, di antaranya sebagai berikut.
Syirkah Mudharabah
Dalam kasus ini, uang (financial asset) dicampurkan dengan jasa/keahlian (real asset). Hal ini ketika ada seorang pemilik modal (A) yang bertindak sebagai penyandang dana, memberikan sejumlah dana tertentu untuk dipakai sebagai modal usaha kepada seseorang yang memiliki kecakapan untuk berbisnis (B). di sini, A memberikan dayn (uang, financial asset), sementara B memberikan 'ayn (jasa/keahlian, real asset).
Syirkah wujuh
Dalam syirkah wujuh juga terjadi percampuran antara 'ayn dengan dayn. Dalam bentuk syirkah seperti ini, seorang penyandang dana (A) memberikan sejumlah dana tertentu untuk dipakai sebagai modal usaha, dan B menyumbangkan reputasi/nama baiknya.
Percampuran Ayn dengan Dayn
Percampuran antara dayn dengan dayn dapat mengambil beberapa bentuk pula. Bila terjadi percampuran antara uang dengan uang dalam jumlah yang sama (Rp X dengan Rp X), hal ini disebut syirkah mufawadhah. Namun jumlah uang yang dicampurkan berbeda (Rp X dengan Rp Y), hal ini disebut syirkah 'inan. Percampuran dayn dengan dayn dapat juga berupa kombinasi antarsurat berharga, misalkan saham PT X digabungkan dengan PT Y, dan lain-lain.
Sebagaimana dalam teori pertukaran, maka dalam teori pencampuran kita juga dapat membuat ringkasan yang dapat membantu kita menentukan halal-haramnya transaksi-transaksi pencampuran. Ringkasan tersebut diberikan dalam Matrik Pencampuran berikut.
Tabel 5. Matriks Percampuran
Time
Objek
Now for
Now
Now for
deferred
Deferred
For deferred
'Ayn + Ayn
'Ayn + Dayn
Dayn + Dayn
×
×
×
×
×
×
Matrik di atas memberikan panduan yang komprehensif bagi kita untuk dapat menentukan halal-haramnya suatu transaksi percampuran. Semua transaksi percampuran tangguh serah (deferred for deferred dan now for deffered) diharamkan (dua kolom paling kanan dari matriks). Yang diperbolehkan hanyalah percampuran yang dilaksanakan secara tunai/naqdan (now for now). Percampuran yang halal ini dapat dilihat pada kolom kedua pada matrik diatas.