Matriks dan Sistem Persamaan Linear Beserta Aplikasinya dalam Fisika D I S U S U N Oleh: Kelompok II
Arini Herdayanti
NIM8176175002
Dewi Arisanti
NIM8176175003
Dina Juni Anggriani Sinaga NIM 8176175005
Program Studi Pendidikan Fisika
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini berjudul Matriks dan Sistem Persamaan Linear serta Aplikasinya dalam Fisika. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mempelajari mata kuliah Fisika Matematik yang membahas tentang materi “Matriks “ Matriks dan Sistem Persamaan Linear serta Aplikasinya dalam Fisika”. Fisika”. Harapan penulis penulis semoga semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat menjadi lebih baik. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Kiranya makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan,
Agustus 2017
Penulis,
Kelompok II
i
DAFTAR ISI
Halaman Kata Pengantar .................................................................................................................... i Daftar Isi ............................................................................................................................. ii BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1.
Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
1.2.
Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
1.3.
Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN .................................................................................................. 3
2.1.
Matriks .................................................................................................................... 3
2.1.1. Aljabar Matriks ....................................................................................................... 3 2.1.2. Transpose Matriks ................................................................................................... 4 2.2.
Matriks Khusus ....................................................................................................... 12
2.2.1. Matriks Diagonal .................................................................................................... 12 2.2.2. Matriks Segitiga ...................................................................................................... 12 2.2.3. Matriks Satuan ........................................................................................................ 12 2.2.4. Matriks Nol ............................................................................................................. 12 2.2.5. Matriks Simetri ....................................................................................................... 12 2.3
Sistem Persamaan Linear ....................................................................................... 12
2.4
Aplikasi Matriks dan Sistem Persamaan Linear dalam fisika ................................ 12
BAB III. PENUTUP .......................................................................................................... 16
3.1.
Kesimpulan ............................................................................................................. 16
3.2.
Saran ....................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................
ii
17
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Penggunaan matriks dan sistem persamaan linear ditemukan hampir di semua cabang ilmu pengetahuan. Seperti halnya di bidang ilmu ukur, diperlukan untuk mencari titik potong dua garis dalam satu bidang.Dalam fisika, banyak persoalan yang melibatkan penyelesaian berupa sistem persamaan linear, misalnya persoalan rangkaian listrik dengan menggunakan hukum Kirchoff. Jika diasumsikan telah diselesaikan dua persaman linear simultan untuk x dan y berupa penyelesaian x =2 dan y = -3, maka penyelesaian tersebut dapat dipandang sebagai titik (2, -3)dalam bidang (x, y). Jika dua persamaan linear yang melibatkan dua variable bebas dipandang mewakili dua persamaan garis lurus, pada penyelesaiannya berupa titik potong antara dua garis tersebut. Banyak problem dalam fisika memerlukan penyelesaian sistem persamaan linear dalam beberapa variabel yang belum diketahui nilainya. Untuk menyelesaikan sistem persamaan linear, dapat digunakan metode substitusi atau eliminasi. Metode ini cukup berguna untuk menyelesaikan kasus sederhana, misalnya dua persamaan yang berisi dua variabel. Namun, untuk persoalan yang lebih kompleks diperlukan metode yang lebih sistematik, terpadu dan cepat dalam mencari penyelesaian yang diinginkan. Akan ditinjau dua metode tersebut untuk menyelesaikan sistem persamaan simultan. Metode pertama yang biasa digunakan disebut reduksi baris (row reduction) atau eliminasi Gauss, biasanya digunakan dan berguna dalam komputasi sistem dan cukup efisien untuk menyelesaikan banyak persamaan linear dengan bantuan sistem. Metode kedua adalah metode Cramer yang memberikan perumusan untuk menyelesaikan seluruh variable dengan menghitung determinan matriks yang ordenya sama dengan jumlah variabel bebas. Untuk kedua metode tersebut diperlukan konsep matriks dan determinan. Dalam pembahasan ini, akan diuraikan tentang sistem persamaan lineardan matriks dalam aplikasinya pada ilmu fisikayang bukan hanya mempunyai jawaban tunggal, tetapi juga yang mempunyai jawaban banyak. Sehingga untuk membantu penyelesaian masalah dipergunakan konsep matriks. Dan dengan mempelajari tentang Sistem persamaan Linear
3
ini mempunyai tujuan agar dapat menjelaskan keterkaitan antara penggunaan sitem persamaan linear dan matriks dalam ilmu fisika.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diuraikan pembahasannya sebagai rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana penggunaan matriks beserta aplikasinya dalam fisika? 2. Bagaimana penggunaan sistem persamaan linear beserta aplikasinya dalam fisika?
1.3.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui penggunaan matriks beserta aplikasinya dalam fisika. 2. Untuk mengetahui penggunaan matriks beserta aplikasinya dalam fisika.
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Matriks
Matriks merupakan kumpulan bilangan-bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris dan kolom sehingga membentuk persegi panjang dan bujur sangkar dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan oleh kolom d an baris yang ditulis diantara dua tanda kurung, yaitu ( ) dan [ ]. Persamaan linear dapat dinyatakan sebagai matriks. Misalnya persamaan:
x + 2y +3z = 7 4x – y – 6z = 1
(1)
2x + 2y – 3z = -4
1 2 3 42 12 36 × …… … … … … … ×
Koefien-koefisien x, y, dan z dapat dituliskan sebagai :
(2)
Sistem bilangan yang disusun dalam bentuk baris dan kolom ini dikenal dengan sebutan matriks. Matriks
adalah suatu susunan bilangan berbentuk persegi yang terdiri
atas m baris dan n kolom. Sebuah matriks A biasanya dituliskan dalam bentuk .
Setiap bilangan
(3)
pada matriks disebut unsur atau elemen, dengan indeks i dan j
berturut-turut menunjukkan unsur yang terletak pada baris ke- j dan kolom ke-k matriks yang bersangkutan. Jika banyaknya baris msama dengan banyaknya kolom n, dikenal matriks bujur sangkar berukuran
atau berorde n. Sebuah matriks yang hanya terdiri satu baris
dinamakan matriks baris . Sebaliknya, sebuah matriks yang hanya terdiri dari satu kolom dinamakan matriks kolom. 5
2.1.1. Aljabar Matriks 1. Penjumlahan dan Pengurangan Matriks
Dua buah matriks A dan B yang berukuran sama dapat dijumlahkan/dikurangkan untuk menghasilkan matriks C yang unsur-unsurnya merupakan hasil penjumlahan/pengurangan dari
± ±
unsur matriks A dan B yang bersesuaian. Secara matematis, jika A dan B adalah dua matriks yang berukuran sama, maka
dengan :
(4)
2. Perkalian Matriks dengan Skalar
Perkalian matriks A dengan skalar k akan menghasilkan sebuah matriks baru B yang unsurunsurnya diperoleh dengan mengalikan unsur-unsur matriks A dengan k . Jadi, B = kA Contoh :
Misalkan
1 3 0 2 maka
A
1 3 2 6 0 2 0 4
2 A 2
2.1.2. Transpose Matriks
Untuk matriks A dapat dilakukan operasi transposisi, yaitu mengganti baris dengan
.
kolomnya sehingga diperoleh matriks baru. Matriks baru sebagai hasil transposisi ini dinamakan transpose dari A dan dinyatakan dengan
(). 2 5 2 1 8 5 2 1 81 12 . maka
Sebagai contoh, jika :
maka
Dengan demikian, jika
.Sifat-sifat matriks transpos:
, dan
6
,
Untuk matriks kompleks, yaitu matriks yang unsur-unsurnya bilangan kompleks, terdapat
̅ () ̅ (̅ ). ̅
operasi konjugat kompleks dan konjugat hermite. Operasi konjugat kompleks pada matriks kompleks C yang dinyatakan dengan
akan menghasilkan matriks baru B yang elemen-
elemennya adalah konjugat kompleks dari C . Jadi,
Matriks
dikenal
sebagai matriks konjugat kompleks dari C .
Operasi konjugat hermite pada matriks kompleks C merupakan kombinasi dari operasi
̅ †
() ̅
konjugat kompleks dan transposnya sehingga sehingga menghasilkan matriks baru B. Dengan demikian,
atau
. Elemen-elemen matriks Badalah
ini dikenal sebagai matriks konjugat hermite dari C .
. Matriks B
Sebagai contoh, jika:
2 3 4 5 2 3 4 5 † 3 5 ̅ 3 5 24 35 53 maka
2.2.
.
Matriks Khusus
1. Matriks Diagonal
Matriks diagonal, yaitu matriks yang semua unsurnya nol kecuali unsur-unsur yang terletak pada diagonal utama. Contoh,
1 0 0 00 30 04
(5)
Jumlah semua unsur diagonal utama sebuah matriks bujur sangkar dinamakan trace matriks yang bersangkutan. 2. Matriks Segitiga
Matriks segitiga, yaitu matriks bujur sangkar yang semua unsurnya terletak di bawah atau di atas diagonal utama sama dengan nol. Jika unsur-unsur nol terletak di bawah diagonal utama, biasanya disebut matriks segitiga atas. Sebaliknya, jika unsur-unsur nol terletak di atas diagonal utama disebut matriks segitiga bawah.
7
3. Matriks Satuan
Matriks satuan, yaitu matriks bujur sangkar yang semua unsurnya pada diagonal utama sama dengan 1, sedangkan unsur-unsur yang lain sama dengan nol. Matriks satuan biasanya
10 01
diberi simbol I . Sebagai contoh,
.
4. Matriks Nol
(6)
Matriks nol, yaitu matriks yang unsur-unsurnya sama dengan nol dan biasanya diberi simbol 0. Untuk matriks A yang ukurannya sama dengan 0, berlaku A+ 0 = 0 + A = A dan A0 = 0A = 0
5. Matriks Simetri
. ,
Matriks simetri, yaitu matriks bujur sangkar yang memenuhi sifat ; Jika
2.3.
A disebut matriks taksimetri.
Sistem Persamaan Linear
Sebuah garis dalam bidang XY dapat dinayatakan dengan persamaan berikut : a1X + a2X = b
(7)
persamaan (7) dinamakan Persamaan Linier dengan peubah X dan Y, dalam bentuk yang lebih umum dituliskan : contoh 1 : a. x + 3y = 7 b. x1 – 2x2 – 3x3 + x4 = 7 Himpunan berhingga dari persamaan linier dengan peubah x1, x2,…….., Persamaan Linier
Contoh 2 : x + y + 22
=9
2x + 4y – 3z = 1 3x + 6y – 5z = 0 Contoh ke 2 mempunyai penyelesaian/pemecahan x = 1, y = 2,dan z = 3. Metode untuk menyelesaikan persamaan linier :
8
Xn
dinamakan Sistem
Sebagai contoh, marilah kita coba untuk mencari solusi sistem persamaan linier dengan tiga variabel berikut ini : X + y – z = 1 ……………..(1) 8x + 3y – 6z = 1…………..(2) -4x – y + 3z = 1…….……..(3) 1.
Metode substitusi
Pertama-tama, marilah kita atur persamaan (1) supaya hanya ada 1 variabel di sebelah kiri. x = 1 − y + z
(1)
Sekarang kita substitusi x ke persamaan (2) : 8 (1 – y + z) + 3y – 6z = 1
(2)
8 – 8y + 8z + 3y – 6z = 1 -5y + 2z = 1-8 -5y + 2z = -7
(4)
Dengan cara yang sama seperti di atas, substitusi x ke persamaan (3) : -4 (1 – y + z) – y + 3z = 1
(3)
-4 + 4y – 4z – y + 3z = 1 3y – z = 1 + 4 3y – z = 5
(5)
Sekarang kita atur persamaan (5) supaya hanya ada 1 variabel di sebelah kiri. z = 3 y − 5
(6)
Kemudian, substitusi nilai dari z ke persamaan (4). -5y + 2(3y – 5) = -7 -5y + 6y -10 = -7 y = -7 + 10
9
y=3 Sekarang kita sudah tahu nilai dari y, kita dapat masukkan nilai ini ke persamaan (6) untuk mencari z . z = 3(3) – 5
(8)
z = 3(3) – 5 z=4 Akhirnya, kita substitusikan nilai dari y dan z ke persamaan (1) untuk mendapatkan nilai x. x = 1 – 3 + 4 (1) x=2 Jadi, kita telah menemukan solusi untuk sistem persamaan linier di atas: x = 2, y = 3, z = 4.
2.
Metode Matriks Invers
−. − − − −
Jika pada matriks bujur sangkar A terdapat matriks B sehingga AB = I , dengan I adalah matriks identitas, maka B dinamakan invers matriks A dan ditulis sebagai
− − . −− .
Jadi, jika A
adalah matriks bujur sangkar tak singular berorde-n, maka terdapat satu invers sehingga
Invers matriks memiliki sifat,
dan
Untuk menentukan invers matriks dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: metode
reduksi baris dan metode determinan:
2.3.1.
Metode Reduksi Baris
Untuk memberi gambaran penerapan metode reduksi baris, diandaikan kita akan menghitung invers matriks A. Dengan mengingat sifat-sifat matriks satuan I , A = IA. Selanjutnya, dengan mereduksi A di ruas kiri menjadi I maka ruas kanan akan tereduksi
10
menjadi B sehingga menghasilkan I = AB. Jadi, B adalah invers matriks A. Metode reduksi baris terdiri atas operasi-operasi berikut:
menukarkan dua baris,
mengalikan sembarang baris dengan sebuah tetapan
menjumlahkan atau mengurangkan dua baris sembarang.
≠ 0,
dan
Untuk memudahkan penulisan operasi reduksi baris, biasa digunakan notasi
± .
,
dan
Notasi pertama menunjukkan baris- j dan baris-k dipertukarkan, sedangkan notas
kedua artinya baris- j dikalikan dengan a kemudian dijumlahkan atau dikurangkan dengan b kali baris-k . Contoh : 2 x y x
z
y z
2 x 2 y
2
7
z
4
2 1 1 2 A B 1 1 1 7 2 2 1 4 Maka : Langkah 1. Tukarkan baris 1 dan 2:
12 11 11 72 2 2 14 12 11 11 72 0 1 22 10 11 12 72 2 1 1 2
Langkah 2. Kurangkan baris 3 dengan baris 2:
Langkah 3. Tukarkan baris 3 dengan baris 2:
11
Langkah 4. Kalikan baris 1 dengan -2
2 0 21 22 142 2 1 1 2 2 0 21 22 142 0 3 3 12 2 2 2 14 02 33 63126
Langkah 5. Jumlahkan baris 3 dengan baris 1:
Langkah 6. Kalikan baris 2 dengan -3
Langkah 7. Jumlahkan baris 3 dengan baris 2
2 2 2 14 00 30 69186 2 2 2 14 00 20 49184 2 0 6 18 00 20 49184 2 0 6 18 00 20 46 412
Langkah 8. Kalikan baris 2 dengan 2/3
Langkah 9. Jumlahkan baris 1 dengan baris 2
Langkah 10. Kalikan baris 3 dengan -2/3
Langkah 11. Jumlahkan baris 1 dengan baris 3 12
0 220 40 64 0 0 6 12 0 220 40 64 0 0 48 2 0 0 6 00 20 04 48 26 3 24 2 84 2
Langkah 12. Kalikan baris 3 dengan -2/3
Langkah 13. Jumlahkan baris 2 dengan baris 3
Dengan demikian jelas bahwa :
2.3.2. Metode Determinan
Sebuah matriks memiliki invers jika dan hanya jika ditentukan dengan rumus: A
1
adj ( A)
det A
det ≠ 0.
Invers matriks A dapat
(10)
Determinan pada Matriks dan Sistem Persamaan Linier
Untuk setiap matriks bujur sangkar A terdapat nilai karakteristik yang dikenal sebagai determinan, biasa ditulis det ( A) atau
. Determinan matriks A ditulis sebagai
13
≠0
…… det … … …… …
.
Jika matriks A dengan det ( A) = 0, A disebut matriks singular. Sebaliknya, jika det ( A) , A disebut matriks taksingular. Untuk menentukan determinan matriks A dapat digunakan ekspansi Laplace yang
menyatakan bahwa nilai determinan merupakan jumlah dari hasil kali unsur-unsur pada suatu
det ∑=
baris (atau suatu kolom) dengan kofaktor-kofaktor yang bersesuaian. Secara matematis, , untuk sembarang j.
det det ∑= 1+| | 1+|| det Sebagai contoh, kita akan menghitung
Untuk j =1, diperoleh
,
dengan
dan
. Jadi,
.
Sifat-sifat Determinan
1. Nilai determinan tidak berubah apabila baris dan kolomnya dipertukarkan. Jadi,
2.
det .
det
Jika semua unsur dari suatu baris (atau kolom) adalah nol, determinan matriks itu sama dengan nol.
3.
Jika semua unsur dari suatu baris (atau kolom) adalah nol, kecuali satu unsur, determinannya sama dengan hasil kali unsur itu dengan kofaktornya.
4.
Pertukaran dua baris atau dua kolom sembarang akan mengubah tanda determinan.
5.
Jika semua unsur dalam suatu baris (atau kolom) dikalikan dengan sebuah bilangan, determinannya juga dikalikan dengan bilangan itu.
6.
Jika dua baris (atau kolom) sama atau sebanding, determinannya sama dengan nol.
7.
Jika setiap unsur dalam suatu baris (atau kolom) sebuah determinan merupakan jumlah dua suku, determinannya dapat dinyatakan sebagai jumlah dua determinan yang berukuran sama. 14
8.
Jika kita mengalikan unsur-unsur suatu baris (atau kolom) dengan sebuah bilangan kemudian dijumlahkan dengan unsur-unsur yang bersesuaian dengan suatu baris (atau kolom) yang lain, nilai determinannya tetap.
9.
det. ∑= 0 ∑= det.0 ≠ .
Jika A dan B dua matriks bujur sangkar yang berukuran sama, maka
det det
10. Jumlah dari hasil kali unsur-unsur dalam suatu baris (atau kolom) dengan kofaktorkofaktornya dari baris (atau kolom) lainnya adalah nol. Secara matematis, atau
Jika
, jika
, hasilnya sama dengan
2.3.3. Aturan Cramer
det ≠{,0,s,edangkan ……..,}
Aturan cramer adalah suatu cara untuk memecahkan persamaan sistem linier dengan A adalah matriks bujur sangkar berorde n dan
,
adalah
matriks kolom berukuran n x 1 yang berisikan n buah variabel
yang tidak
diketahui dan B juga merupakan matriks kolom berukuran nx1.
Berdasarkan aturan ini, maka solusi dari system persamaan linier tersebut dapat diperoleh melalui rumusan berikut:
x i
det(U i )
det( A)
Dimana U i adalah matriks yang diperoleh dengan menggantikan kolom ke i dari matriks A dengan matriks kolom B. Untuk membuktikan aturan ini, Tinjau persamaan linier:
a11 x a12 y b1 a21 x a22 y b2
Matriks yang terkait dengan sistem persamaan ini adalah
. Kalikan
bagian atas persamaan tersebut dengan a22 dan bagian bawah dengan a12 , kemudian 15
a 22 a11 x a12 y b1 a12 a 21 x a 22 y b2
kurangkan kedua diperoleh :
a
a 22 11
a12 a 21 x a 22 b1
variabel x adalah:
x
a12 b2
-, ehingga solusi untuk
a 22 b1
a12 b2
a11 a 22
a12 a 21
dapat dibuktikan dengan cara yang sama bahwa untuk variabel y solusinya adalah :
y
a11b2
a 21b1
a11 a 22
a12 a 21
Sekarang kita tinjau solusi keduanya berdasarkan aturan Cramer, dimana matriks Ui yang
terkait dengan sistem persamaan linier yang kita tinjau adalah:
sehingga diperoleh : x
det A
det U x
a 22 b1
a11 a 22
a12 b2
a12 a 21
dan y
det U y
det A
a11b2
a 21b1
a11 a 22
a12 a 21
Kita telah membuktikan bahwa aturan Cramer dapat diterapkan untuk memperoleh solusi bagi sistem persamaan linier dengan dua variabel. Pembaca dapat meyakini diri bahwa aturan ini pun berlaku untuk sistem dengan n buah variabel. Contoh:
Selesaikan persamaan linier (23) dengan menggunakan aturan Cramer. Telah diperoleh pada contoh 3.9. bahwa matriks A yang diberikan pada persamaan (24) memiliki determinan det( A)
2 1 1 2 2 1 2 1 2 74 12 11 , 12 74 11 , 12 12 74 = −9 . Dari sistem tersebut, diperoleh:
dengan masing-masing
determinan adalah det(U x ) = −27 , det(U y )= 18 dan det(U z ) = −18 . Dari sini kita peroleh : x
detU X det( A)
27
9
3, y
det U y
det A
18
9
2, z
seperti yang diperoleh dengan menggunakan metode reduksi. 16
detU z det A
18
9
2 sama
2.4.
Aplikasi Matriks dan Sistem Persamaan Linear dalam Fisika
2.4.1. Dinamika kuantum
MMT merupakan suatu metode semi numerik yang membagi/mencacah daerah solusi yang berbentuk sembarang menjadi beberapa bagian (N segmen) yang ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan ukuran lebar potensial yang ditinjau, dimana energi potensial pada tiap-tiap segmen diasumsikan konstan. Telah dibuktikan bahwa MMT merupakan metode yang lebih akurat dibandingkan metode beda hingga konvensional [2]. Persamaan Schrödinger pa da setiap segmen diselesaikan dengan k menggunakan fungsi eksponensial da nemudian disusun sekumpulan matriksmatriks yang berisi syarat batas pada etia s p antarmuka segmen. Fungsi gelombang . titik setelahnya, yaitu titik ke- j, fungsi elektron di titik ke-i dinyatakan sebagai Di gelombang elektron dinyatakan sebagai . P erubahan fungsi gelombang titik ke-i ke titik ke- j dirumuskan:
17
dimana
=
Maka;
=
∗
1/ /
∗
/
∗
1/ /
∗
/
Empat tipe potensial y ang diselesaikan a dalah potensial tanggul, p otensial sumur, potensial parabolik, dan potensial periodik inti atom. Potensial t anggul, dengan potensial penghalang + dengan potensial penghalang
untuk
dari
untuk
–
– –
sampai +
sam pai + . Pot ensia l
dari
parabolik, dengan nilai potensial penghalang untuk berikut: () = ( − ) +
. Potensial sumur ,
da ri
sampa i +
seba ai
dan potensial periodik inti atom adalah:
=
|
|
dimana, inti atom ditempatkan secara teratur pada wilayah kerja. atom dan K adalah kekuatan energi potensial. Bila ada sejumlah inti, energi potensial total adala h V = :
ada lah letak inti
∑
Koefisien refleksi dan transmisi diselesaikan denga n persa maan sebagai berikut:
=
,
=
K n adalah bilangan gelom bang yan g dinyatakan denga n:
=2
(
−
)/
E adalah energi yang akan ditrans misikan, da n ħ merupakan variabel yang menjadi input pada program dan ad alah besar ene rgi potensial. Perhitungan nilai transmitansi pada e m pat tipe potensial tersebut diselesaikan dengan persamaan:
=(
)
18
2.4.2 Koefisien pemuaian panjang aluminium
Pemuaian panjang suatu benda dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu panjang awal benda, koefisien muai panjang dan besar perubahan suhu. Koefisien muai panjang suatu benda sendiri dipengaruhi oleh jenis benda atau jenis bahan. (Inbanathan, S.S.R. Moorthy, K., dan G. Balasubramanian, G. 2007) Perhatikanlah sebuah batang panjang yang panjangnya pada temperatur . Bila temperatur berubah dengan , perubahan panjang sebanding dengan dan panjang mula-mula :
Dengan dinamakan koefisien muai linear. Besaran ini adalah rasio fraksi perubahan panjang terhadap perubahan temperatur:
Satuan adalah kebaikan derajat Celcius (1/0C) atau kebalikan Kelvin (1/K). (Tipler, Paul A. 1991). Peristiwa interferensi cahaya dapat diamati menggunakan percobaan Thomas Young. Serway, R. A. & Jewwet, J. W (2010 :119) menjelaskan proses terjadinya interferensi, yaitu gelombang- gelombang cahaya masuk pada suatu halangan yang memiliki dua celah yaitu celah S1 dan S2. Kedua celah ini berfungsi sebagai sumber cahaya koheren. Cahaya yang berasal dari S1 dan S2 ini akan menghasilkan garis gelap terang yang disebut dengan frinji (fringe). Difraksi adalah peristiwa pelenturan gelombang akibat perambatan gelombang melalui celah sempit. Menurut Serway, R. A. & Jewwet, J. W, (2010 :163). Hal ini sesuai dengan prinsip Huygens yaitu semakin kecil celah yang dilalui gelombang, maka penyebaran gelombang akan semakin besar. Pada difraksi celah tunggal, cahaya sumber dilewatkan pada satu celah. Pola difraksi cahayanya bergantung pada perbandingan ukuran panjang gelombang dengan lebar celah yang dilewati. Hubungan antara lebar celah dengan panjang gelombang cahaya dapat dituliskan sebagai Atau dengan mengasumsikan m =1 maka diperoleh . dengan θ merupakan besar sudut pembelokan gelombangcahaya, m adalah orde difraksi yang berupa bilangan bulat positif atau negatif, λ adalah panjang gelombang cahaya (dalam meter), dan L adalah lebar celah (m).
19
Gambar 1. Difraksi Celah Tunggal. (Sumber: Fakhrudin, H. 2006: pp 82) Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa semakin kecil lebar celah (α) relatif terhadap panjang gelombang ( λ) cahaya, penyebaran gelombang semakin besar dan juga sebaliknya. Pada penentuan nilai koefisien pemuaian alumunium dilakukan dengan menggunakan metode difraksi celah tunggal. Jika sebuah sinar la ser kita tembakkan pada celah sempit, maka besarnya koefisien pemuaian panjang pada alumunium. Pola difraksi celah sempit ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Pola Difraksi untuk Celah Sempit. (Sumber: Fakhrudin, H. 2006: pp 82) Dari gambar 2.10 diperoleh
karena sudut sangat kecil maka tan
= sin
sehingga
dan
2.4.3. Dinamika Sistem Fisis-Massa Pegas Dengan Shock Absorber Konsep Fungsi Green Dari suatu sistem persamaan diferensial linear tak homogen orde-n: 0 ( ) ( ) + 1 ( ) (
() = () dengan
fungsi
1)
+
⋯
+
()
′ 1( )
+
(2.4)
merupakan
fungsi
yang kontinyu. Fungsi (, ) dikatakan
sebagai fungsi green untuk masalah nilai awal persamaan diferensial di atas jika memenuhi kondisi berikut ini: 20
a)
(, ) terdefenisi pada daerah R=I x I dari semua titik (, ) dimana dan terletak dalam selang I .
Fo cos wt
m k
c
Gambar 2.2 Sistem fisis pada shock absorber
Persamaan osilasi teredam diberikan oleh hokum gerak kedua, jumlah dari gaya pemulih – dan gaya redaman – / ; dalam hal ini c adalah konstanta positif. Kita peroleh bahwa
=
, dengan F merupakan
Lanjutkan arini ya karna gk bsa juga disini dipindahkan word yg arini kirim.coba arini b uat di laptop. 2.4.4
jurnal yg dari kak dewi semalamkan gk ada arini kirim kedina berupa word
21
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Matriks adalah kumpulan bilangan-bilangan yang diatur dalam baris-barisdan kolomkolom berbentuk persegi panjang serta termuat diantara sepasang tanda kurung. Jenis-jenis matriks dapat dibedakan berdasarkan susunan elemen matriks dan berdasarkan sifat dari operasi
matriks.
Operasi
pada
matriks
dapat
dilakukan
dengan
cara
penjumlahan,pengurangan dan perkalian matriks dengan skalar. Dekomposisi matriks adalah transormasi atau modifikasi dari suatu matriks menjadi matriks segitiga bawah (L) dan matriks segitiga atas (U). Sistem Persamaan Linear berhubungan dengan matriks menggunakan metode substitusi dan metode matriks invers. Metode yang berkaitan dengan sistem persamaan linear antara lain adalah metode reduksi baris dan metode determinan. Pada Sitem Persamaan Linear menggunakan metode cramer.
3.2.
Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi kita semua.
1
DAFTAR PUSTAKA
G.B. Arfken, H.J.Weber., (1995), Mathematical Methods for Physicist, Academic Press K.A. Stroud, Erwin S., (1996), Matematika Untuk Teknik Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta http://www.academia.edu/11504788/Makalah-matriks-semester-1
http://www.scribd.com/322465226-Makalah-Sistem-Persamaan-Linear-Dan-Matriks
2