BAB 1 KAJIAN GENETIK EKSPRESI KELAMIN EKSPRESI KELAMIN PADA MAKHLUK HIDUP PROKARIOTIK Perkelaminan telah ditemukan pada makhluk hidup prokariot, contohnya pada E. coli. Watson, dkk menyatakan bahwa “ seperti pada makhluk hidup tinggi ada sel kelamin jantan dan betina, tetapi sel-sel itu tidak berfungsi sempurna, yang memungkinkan kedua perangkat kromosom berbaur dan membentuk genom diploid utuh”. Transfer kromosom bergerak dalam satu arah. Pada E. coli dikenal dengan ada atau tidaknya suatu kromosom kelamin tak lazim (faktor F) yang berupa suatu badan atau dapat pula berada dalam keadaan terintegrasi dengan kromosom utama sel dan merupakan dobel helix yang sirkuler. Sel-sel Escherichia coli Jantan (F+) Dikatakan berkelamin jantan bila didalam sel terkandung faktor F berupa badan terpisah dari kromosom utama (F+) ,sedangkan bila didalam sel tidak terkandung faktor F dikatakan berkelamin betina (F-). Sel kelamin jantan mampu mentransfer gen-gen pada sel kelamin betina yang berperan dalam proses transfer materi genetik didahului dengan terbentuknya pasangan konjugasi antara kedua sel melalui pelekatan suatu pilus jantan pada permukaan sel kelamin betina.
Proses transfer materi genetik faktor F dari sel E.coli berkelamin jantan (F+) menuju ke sel berkelamin betina (F-). Sel-sel Escherichia coli Berkelamin Jantan (Hfr) Faktor F juga dapat berintegrasi kedalam kromosom utama sel melalui pindah silang.
Proses integrasi faktor F ke dalam genom utama sel E.coli melalui pindah silang.
Sel-sel berkelamin jantan yang faktor Fnya terintegrasi kedalam kromosom utama sel, akan berubah menjadi sel Hfr. Jika Hfr berdekatan dengan sebuah sel F -, akan terjadi replikasi DNA yang terinduksi oleh konjugasi dan karena ujung pengarah faktor F bedekatan dengan kromosom utama, juga akan terjadi transfer materi genetik kromosom utama. Transfer materi genetik utuh jarang terjadi karena konjugasi sel jantan dan sel betina sangan rapuh dan mudah terpisah, hanya sebagian gen kromosom utama yang ikut ditransfer sehingga sel betina tidak berubah menjadi sel jantan. EKSPRESI KELAMIN PADA MAKHLUK HIDUP EUKARIOTIK Ekspresi Kelamin pada Tumbuhan Eukariotik Chlamydomonas Sel-sel Chlamydomonas biasanya haploid dan dapat bereproduksi dengan pembelahan. Beberapa fungsi pada perkelaminan Chlamydomonas berkaitan dengan kerja senyawa-senyawa tertentu serupa hormon. Senyawa-senyawa tersebut dibawah kendali suatu gen tertentu dan berfungi sebagai pertumbuhan flagel, konjugasi gamet, penentuan jenis kelamin, faktor kemandulan, dan precursor dari senyawa penyebab kemandulan. Secara genetik terdapat 2 kelamin yakni tipe (+) dan tipe (-). Pada Chlamydomonas dinyatakan sifat jantan dan betina yang relative. Individu-individu haploid yang memiliki alela kelamin yang sama biasanya tidak dapat bergabung satu sama lain membentuk zigot sementara sel haploid yang memiliki konstitusi alela yang berlawanan dapat bergabung. Saccharomyces dan Neurospora Watson dkk membedakan kelamin pada S. cerevisiae sebagai kelamin a (dispesifikasi oleh alela MATa) dan α (dispesifikasi oleh alela MATα) yang termanisfestasi jika salah satu alela menempati lokus MAT (pada kromosom 3). Kelas Jamur Basidiomycetes Dalam kelas Basidiomycetes sekitar 90% tergolong heterotalik dan 37% spesies heterotalik tersebut bipolar. Kompatibilitas kelamin secara mendasar dipengaruhi oleh 2 pasang faktor AaBb yang terletak pada kromosom berbeda.
Lumut Hati Kromosom sporofit lumut hati Sphaerocarpos terdiri dari 7 pasang yang setiap kromosomnya satangkup dan sepasang yang tidak setangkup (yang lebih besar disebut kromosom X dan yang lebih kecil disebut kromosom Y). pada perkembangannya kromosom X berkembang menjadi gametofit betina, kromosom Y menjai gametofit jantan, XY adalah genotip sporofit. Tumbuhan Berumah Satu dan Berumah Dua Sel-sel pada tumbuhan berumah satu berpotensi ganda, bahkan sel-sel itu tidak mempunyai kromosom kelamin. Kedua macam sel kelamin pada tumbuhan berumah satu dihasilkan oleh satu genotip. Diferensiasi yang berbeda semacam ini disebebkan perbedaan posisi yang mengakibatkan adanya perbedaan lingkungan internal yang langsung berpengaruh terhadap diferensiasi. Ada kasus tentang perubahan sifat dari yang berumah satu menjadi berumah dua. Conyohnya pada jagung. Keadaan berumah dua biasanya secara genetik dikendalikan oleh gen pada satu lokus saja. Sekalipun berumah dua, pada bunga betina Asparagus terdapat stamen yang rudimenter dan pada bunga jantannya terdapat pistil yang niasanya tidak berfungsi. Ternyata pistil menghasilkan biji normal yang tidak diragukan merupakan hasil penyerbukan sendiri. Diketahui bahwa kelamin pada Asparagus dikendalikan oleh sepasang gen pada satu lokus, gen dominan menuju ke kelamin jantan, sedangkan alelnya yang tidak dominan menuju ke kelamin betina. Marga Melandrium Melandrium tergolong berumah dua dan merupakan contoh tumbuhan yang jenis kelaminnya juga berkaitan dengan adanya kromosom kelamin. Pada M. album ekspresi kelamin ditentukan adanya pertimbangan antara gen-gen penentu kelamin jantan pada kromosom Y dan gen-gen penentu pada kelamin betina pada kromosom X maupun pada autosom. Mengenai pertimbangan X/Y pada Melandrium serta fenotipe kelaminnya ditunjukkan pada tabel berikut ini:
Analisi kromosom Y menunjukkan bahwa jika daerah I hilang maka muncul tumbuhan biseks, jika daerah II hilang maka muncul tumbuhan betina, dan jika daerah III hilang maka muncul tumbuhan jantan steril. Tumbuhan Melandrium yang mempunyai pasangan kromosom kelamin XX berkelamin betina, sedangkan yang mempunyai pasangan XY berkelamin jantan. Ekspresi Kelamin pada Hewan Avertebrata Paramaecium bursaria Terdapat 8 kelamin, tipe kelamin secara fisiologis tidak dapat berkonjugasi dengan tipenya sendiri tetapi dapat berkonjugasi dengan 1 dari 7 tipe lain. Ophryotrocha Hewan ini memiliki kelamin yang terpisah (ada individu jantan dan individu betina). Tipe kelamin ditentukan oleh ukuran bentuk tubuh. Jika berukuran kecil, menghasilkan sperma. Jika berukuran besar menghasilkan telur. Lingkungan gonad berubah karena pengaruh pertumbuhan. Cacing Tanah Terdapt dua gonad yang terpisah (satu gonad menghasilkan gamet jantan dan yang lain menghasilkan gonad betina). Helix Termasuk hewan hermaprodit. Telur dan sperma dihasilkan oleh sel-sel yang terkadang sangat dekat satu sama lain pada gonad.
Crepidula Tiap individu mengalami urutan perkembangan, mulai aseksual yang diikuti oleh suatu tahap jantan. Pada Crepidula perubahan dari jantan ke betina dipengaruhi oleh lingkungan. Lygaeus turcicus Kromosom X hewan ini lbihkecil daripada kromosom Y. Mekanisme perkelaminan tergolong XX-XY. Hymenoptera Indifidu jantan haploid menghasilkan sperma melalui meiosis dengan penyesuaian tertentu. Kromosom kelamin tidak berperan dalam ekspresi kelamin. Jumlah maupun mutu makanan yang dimakan larva yang diploid akan menentukan tumbuh dan kembang menjadi individu betina pekerja yang steril, atau ratu yang fertile. Lingkungan menentukan sterilitas atau fertilitas, tetapi tidak mengubah kelamin secara genetik yang telah ditetapkan. Pola ekspresi pada lebah, semut, tawon dan “sawlies” yang disebut sebagai haplo-diploidy.
Ekspresi kelamin haplo-diploid pada lebah madu. Hasil eksperimen Whiting menunjukkan bahwa status segmen kromosom tertentu yang homozigot, heterozigot dan hemizigot menentukan ekspresi kelamin. Ekspresi kelamin betina
tergantung pada heterozigositas bagian suatu kromosom. Membuktikan bahwa ekspresi kelamin tergantung pada komposisi genetik daerah kromosom tersebut dan bukan bergantung semata pada fenomena diploidy dan haploidy dengan memanfaatkan manipulasi genetik untuk menhasilkan individu jantan diploid homozigot. Drosophila melanogaster Terdapat kromosom X dan Y pada Drosophila melanogaster. Mekanisme ekspresi kelamin dikenal mekanisme perimbangan antara X dan A (X/A) sebagai perimbangan antara jumlah X pada kromosom kelamin dan jumlah A pada tiap pasangan A (indeks kelamin numerik). Rincian indeks kelamin numerik berkaitan dengan fenotip jenis kelamin
Indeks kelamin numerik pada D.melanogaster Dapat dikatakan bahwa fenotip kelamin pada D.melanogaster adalah sebagai hasil interaksi antara determinan betina pada kromosom kelamin X. Mekanisme ekspresi kelamin X/A sudah diketahui bersangkutan dengan beberapa gen pada kromosom X maupun autosom yang satu demi satu mulai terungkap, contohnya gen Sx1 (sex-lethal) → mempunyai 2 macam keadaan aktivitas (keadaan sedang bekerja → bertanggung jawab atas perkembangan betina dan tidak sedang bekerja→yang berkembang adalah kelamin jantan) yang terdapat pada kromosom X, serta beberapa gen lain pada kromosom X maupun autosom. Ditemukan juga informasi tentang peranan gen dsx (mengubah individu jantan maupun betina menjadi individu intersex) dan gen tra (mengubah individu betina menjadi individu jantan steril) terhadap fenotipe kelamin. Selain itu, ditemukan pula peranan suhu terhadap kelamin intersex. Dinyatakan bahwa ekspresi kelamin ditentukan oleh rangkaian tahap aktivasi gen, yang
masing-masing menuju ke pembentukan suatu protein yang memungkinkan penyambungan RNA yang disintesis pada tahap berikutnya.
Rangkaian tahap ekspresi kelamin pada D.melanogaster yang bermula dari perimbangan autosom terhadap kromosom kelamin X dengan melibatkan beberapa gen. Hampir semua anggota populasi D.melanogaster bersifat homozigot dominanatau tra+tra+. Individu jantan yang muncul karena pengaruh gen tra berfenotip XXtratra.individu ini dari luar terlihat sebagai jantan normal tetapi secara anatomis tertisnya sangat direduksi. Gen transformer ini tidak berengaruh terhadap genotip XY. Individu XY tratra sekalipun tetap berfenotip kelamin jantan. Kromosom kelamin Y pada D.melanogaster sama sekali tidak ada peranannya terhadap ekspresi kelamin. Kromosom Y mengandung gen-gen untuk spermatogenesis. Pada D.melanogaster (XO) sperma tidak berkembang. Caddies Flies, Kupu Siang (Butterflies), dan Kupu Malam (Moths), serta Ulat Sutera Individu yang bergenotip XX mempunyai fenotip kelamin jantan. dikatakan pula bahwa kromosom kelamin pada hewan-hewan tersebut disimpulkan sebagai ZZ (jantan) dan ZW atau ZO (betina). Boniella Cacing ini berkelamin terpisah. Individu betina mempunyai belalai panjang sedangkan pada jantan berupa bentukan mikroskopis bersilia yang hidup sebagai parasite pada tubuh individu betina.
Individu Boniella jantan hidup parasite pada reproduksi individu betina. Telur-telur yang telah dibuahi dan tumbuh tanpa individu betina akan berkembang menjadi betina. Jika ada individu betina dewasa attau sekurang-kurangnya ada ekstrak dari belalai indifidu betina akan berkembang menjadi individu jantan → diatur oleh ada atau tidaknya senyawa kimia tertentu dalam lingkungan eksternal. Ekspresi kelamin Boniella merupakan contoh fenomena perkelaminan yang non genetik. Potensi genetik kejantanan dan kebetinaan ada pada zigot, faktor spesifik lingkungan juga merangsang ekspresi gen-gen yang menghasilkan fenotip jantan maupun fenotip betina. Ekspresi Kelamin pada Hewan Vertebrata Pisces Kebanyakan spesies ikan budidaya memiliki tipe perkelaminan “gonochoristik”. Ikan yang memiliki gonad dibedakan menjadi 2 tipe yakni spesies yang memiliki gonad yang belum berdiferensiasi dan gonad yang sudah berdiferensiasi. Ada sekitar 130 fenomena hermaproditisma pada berbagai spesies ikan. Ada 3 tipe hermaproditisma yakni hermaprositisma sinkronus, hermaproditisma protogynous, dan hermaproditisma protandrous. Pada beberapa ikan juga terdapat mekanisme ekspresi kelamin kromosomal ZZ-ZW, seperti pada kebanyakan burung, kupu-kupu malam. Ditemukannya kromosom-kromosom heteromorfik pada beberapa jenis ikan laut dalam, dan dalam batas jumlah spesies ikan yang
diamati, terlihat tipe kromosom kelamin yang ditemukan bersifat heteromorfik, pada individu jantan berupa XO,XY, dan XXY, sedangkan pada betina berupa ZW. Tabel jumlah kromosom dan macam kromosom kelamin pada ikan:
Amphibia Tidak ada keseragaman pola ekspresi kelamin dan terdapat kromosom kelamin tipe XYXX maupun tipe ZZ-ZW pada amphibia. Ada pula kelompok yang tidak memiliki kromosom kelamin contohnya Xenopus Laevis. Heterogami betina (tipe ZZ/ZW) sudah diketahui pada salah satu kelompok Anura, Pyxicephalus adspersus dan mungkin pada Discoglossus pictus, serta beberapa salamander, Pleurodeles poireti, P. walti, Triturus cristatus, T. marmoratus, Siren intermedia, Ambistoma laterale, serta Ancides ferreus. Pada Axoloti, tipe ekspresi kelamin tergolong kromosomal yaitu XX-XY. Reptilia Banyak jenis reptile, individu heterogametic berkelamin betina (ZW) dan yang homogametic berkelamin jantan (ZZ). Suhu pengeraman telur berpengaruh besar terhadap
ekspresi kelamin turunan.pada penyu Chrysema picta, suhu pengeraman tinggi biasanya menghasilkan turunan betina, sedangkan pada kadal suhu pengeraman yang tinggi biasanya menghasilkan turunan jantan. Faktor spesifik dalam lingkungan juga berpengaruh menhasilkan fenotip betina atau jantan dengan merangsang ekspresi gen. Aves Kromosom kelamin pada burung dilambangkan XX atau ZZ untuk jantan dan XO, ZW, atau ZO untuk betina. Penentuan kelamin pada ayam dan burung secara garis besar sama dengan yang ditemukan pada Drosophila yakni tergantung perimbangan Z dan A atau Z/A. Mammalia: Tikus dan Manusia Perkembangan kelamin pada manusia terbagi menjadi dua tahap proses:
Terlihat bahwa konstitusi kromosom dalam inti adalah pertama kali menentukan diferensiasi kelamin dari gonad awal. Bila terbentuk testis, akan disekresikan hormone testosteron yang selanjutnya disirkulasikan ke seluruh bagian tubuh embrio, dan menginduksikan sel-sel somatik untuk berkembang dalam jalur jantan. Namun jika ovarium terbentuk, maka tidak adanya testosterone ini memungkinkan sel-sel somatik untuk berkembang dlam jalur betina. Kromosom kelamin Y pada tikus telah ditemukan gen atau perangkat gen yang mengendalikan suatu ciri dominan disebut sex-reversed (Sxr) trait yang menyebabkan zigot tikus yang bergenotip AAXX tumbuh dan berkembang menjadi tikus berfenotip kelmain jantan lengkap dengan testis, sekalipun tidak mengalami spermatogenesis. Dengan teknik DNA rekombinan satelit DNA tida hanya berhibridisasi dengan bagian ujung kromosom Y tikus. Satelit DNA juga berhibridisasi dengan DNA dari: 1. Kromosom polytene Drosophila pada bagian dekat basis kromosom X 2. Individu heterogametik dari hewan reptil lain maupun burung
3. Manusia yang merupakan individu heterogametik berkelamin jantan sebagai mana halnay pada tikus. Karna itu satelit DNA disebut Garden of Eden DNA (DNA dari Taman Eden). Apapun wujud alami yang pasti dari gen atau seperangkat gen pengendali sex-reversed (Sxr) trait, sudah pasti bertanggung jawab langsung atas perkembangan gonad embrional menjadi sebuah testis. Jika tidak ada gen atau seperangkat gen itu, maka goad embrional berkembang menjadi sebuah indung telur. Tikus bergenotip AAXX, ternyata berfenotip kelamin jantan → selama spermatogenesis, bagian ujung kromosom Y termaksud, karena suatu kejadian telah pindah dan bergabung dengan kromosom X → “Pindah Silang Nonresiprokal” antara kromosom X dan Y pada metaphase meiosis dari spermatogenesis. Lebih lanjut dikatakan bahwa selama embryogenesis awal, sel germinal primordial bermigrasi ke genital ridge atau gonad somatik dan ikut berperan dalam perkembangan gonad awal. Pada kromosom Y manusia terdapat gen TDF (Testis Determinign Factor) yang bertanggung jawab terhadap perkembangan testis → mengkode semacam protein yang diduga mengatur ekspresi gen lain. Perkembangan dalam jalur jantan dipengaruhi oleh satu gen (Tmf+) yang terpaut pada satu-satunya kromosom X dengan mengendalikan pembentukan suatu protein pengikat testosterone yang ada pada sitoplasma baik jantan maupun betina. Sekurang-kurangnya pada bulan pertama waktu kehamilan, janin belum memperlihatkan dimorfisme kelamin. Sistem embrional pada saat itu memiliki 3 komponen yakni: 1. Gonad-gonad yang belum berdiferensiasi 2. Dua sistem saluran genital 3. Suatu perangkat lipatan genital dibagian luar Pada umur satu bulan, mulai terjadi proses diferensiasi, gonat menjadi testis. Tahap perkembangan fenotip selanjutnya tergantung pda produk-prodk testis. Diferensiasi betina berlangsung agak belakangan dari pada diferensiasi jantan. Baru tampak jelas ketika bulan kedua perkembangan. Karena tidak ada protein antigen H-Y gonad-gonad primitive berkembang menjadi ovarium dank arena tidak ada testosterone dan subtansi penghambat sluran Muller, saluran Wolff mengalami degenerasi.
BAB II
KROMOSOM KELAMIN Pola ekspresi kelami kromosomal yang menentukan ekspresi kelamin adalah gen dan dikenal adanya perangkat kromosom kelamin. Macam kromosom kelamin yang telah dilaporkan adalah X, Y (pada XY) dan Z, W (pada ZW). Yang bertanggung jawab atas munculnya fenotip kelamin apapun adalah gen, yang terletak pada autosom, pada kromosom kelamin, atau pada keduanya. SEJARAH PENEMUAN KROMOSOM KELAMIN Ahli biologi Jerman H. Henking pada tahun 1891 mengemukakan bahwa suatu struktur inti tertentu dapat ditemukan selama spermatogenesis serangga tertentu dan diidentifikasi melalui “X body” sperma dipilah atas dasar ada atau tidaknya struktur tersebut. McClung mengaitkan X body dengan determinasi kelamin, tetapi secara salah menyatakannya spesifik untuk individu jantan. Wilson dkk menyatakan bahwa X body adalah salah satu kromosom yang menentukan kelamin. Sejak itu X body dikenal dengan kromosom kelamin atau kromosom X. Atas dasar temuan pada berbagai hewan, mekanisme XY lebih umum dikenal daripada mekanisme XO. EVOLUSI KROMOSOM KELAMIN Bermula dari kondisi tanpa kromosom kelamin menuju kondisi ada kromosom kelamin. Pada kelompok makhluk hidup tingkat takson primitive tidak dijumpai kromosom kelamin, sedangkan pada kelompok tingkat takson tinggi ditemukan adanya kromosom kelamin. Evolusi Kromosom X dan Y Pemula Asal mulanya berkaitan erat dengan evolusi kelamin terpisah yang berlatar belakang genetik, yang paling mudah dipahami bilamana pemisahan kedua fungsi kelamin pada individuindividu terpisah bermula dari suatu keadaan kelamin tergabung purba → fungsi jantan dan berina diekspresikan dalam tubuh individu yang sama. Pola transisi sederhana dari keadaan kelamin tergabung menuju keadaan kelamin terpisah sempurna adalah kejadian mutasi pada dua lokus (lokus f mengontrol fungsi betina dan lokus m mengontrol fungsi jantan), diikuti oleh proses seleksi dan pengurangan rekombinasi akan memunculkan kromosom proto X maupun kromosom proto Y → proses seleksi lebih lanjut, berkenaan dengan seleksi alela-alela yang menguntungkan individu jantan dan merugikan individu betina yang mengarah pada diferensiasi genetik selanjutnya antara kedua kromosom kelamin.
Erosi Kromosom Y Erosi kromosom proto Y terjadi melalui pola-pola hipotetis. Dikenal 2 pola erosi evolusioner kromosom proto Y yang utama: 1. Pola erosi kromosom yang melibatkan “Muller’s Ratchet”. Bersangkutan dengan hilangnya kelompok kromosom yang mebawahi mutan-mutan merugikan dalam jumlah yang paling kecil dari suatu populasi terbatas akibat “genetic drift” 2. Fiksasi mutan-mutan terpaut Y yang merugikan melalui “hitchhiking” dengan mutasimutasi yang menguntungkan secara selektif pada kromosom proto Y. Menyebabkan terjadinya fiksasi alela-alela merugikan pada banyak lokus terpaut Y. Evolusi Determinasi Kelamin X/A dan Sistem Kromosom Kelamin XO Sistem keseimbangan X/A berevolusi dari sistem kromosom Y penentu kelamin jantan. Perbedaan antara takson-takson besar berkenaan dengan pola determinasi kelamin, merupakan suatu produk kecelakaan historis yang memperlihatkan tipe-tipe mutan yang terjadi di tahap awal evolusi mekanisme-mekanisme tersebut pada berbagai kelompok, daripada merupakan hasil dari keragaman tekanan selektif. Perkembangan parsial jantan merupakan perkembangan keadaan kelamin tergabung kearah kelamin jantan, sesuai dengan perluasan scenario untuk evolusi kromosom proto X dan proto Y. pembentukan suatu kromosom proto Y yang membawa fs dan mF berakibat munculnya individu-individu jantan parsial. Berkenaan dengan determinasi kelamin X/A yang berefolusi dari keadaan tersebut → selanjutnya evolusi suatu alela yang kehilangan fungsi yang terdapat pada kromosom Y. Evolusi determinasi kelamin XX/XO dibutuhkan eksplorasi untuk menkajinya. Agar terjadi determinasi lengkap gen-gen fungsional dari kromosom Y, determinasi kelamain X/A harus berkembang dan tipe gen untuk kejantanan harus dipindahkan ke kromosom lain yang memenuhi fungsi gen itu. Kenyataan komparatif menunjukkan sistem determinasi kelamin X/Y secara taksonomis jauh lebih luas dari sistem X/A. KEBAKAAN YANG TERPAUT KELAMIN Dikontrol oleh gen-gen terpaut kromosom kelamin. Penemuan Morgan Tentang Pautan Kelamin Drosophila
Gen terkaid dengan kebakaan yang terpaut kelamin terletak pada kromosom kelamain X pada lokus w.
Persilangan yang memperlihatkan kebakaan terpaut kelamin X Berdasarkan percobaan persilangan, disimpulka bahwa warna mata tersebut terdapat pada kromosom X, kebakaan warna mata D.melanogaster terpaut kroosom kelamin. Atas dasar individu jantan hanay memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y yang tidak memiliki sebagian besar gen pada kromosom X → dinyatakan bahwa alela mata putih tergolong hemizigot. Alela-alela mata putih pada kromosom X, mula-mula diwariskan kepada turunan betina, semua turunan betina merupakan carrier alela mutan tersebut.
Pertanyaan Nama : Della Azizatul Faraoidah
NIM
: 140342600578
1. Mengapa transfer materi genetik utuh jarang terjadi ? Jawab: Jika Hfr berdekatan dengan sebuah sel F-, akan terjadi replikasi DNA yang terinduksi oleh konjugasi dan karena ujung pengarah faktor F bedekatan dengan kromosom utama, juga akan terjadi transfer materi genetik kromosom utama. Transfer materi genetik utuh jarang terjadi karena konjugasi sel jantan dan sel betina sangan rapuh dan mudah terpisah, hanya sebagian gen kromosom utama yang ikut ditransfer sehingga sel betina tidak berubah menjadi sel jantan. 2. Bagaimana proses pola transisi sederhana dari keadaan kelamin tergabung menuju keadaan kelamin terpisah sempurna ? Jawab: Pola transisi sederhana dari keadaan kelamin tergabung menuju keadaan kelamin terpisah sempurna adalah kejadian mutasi pada dua lokus (lokus f mengontrol fungsi betina dan lokus m mengontrol fungsi jantan), diikuti oleh proses seleksi dan pengurangan rekombinasi akan memunculkan kromosom proto X maupun kromosom proto Y → proses seleksi lebih lanjut, berkenaan dengan seleksi alela-alela yang menguntungkan individu jantan dan merugikan individu betina yang mengarah pada diferensiasi genetik selanjutnya antara kedua kromosom kelamin.