4.1.
Geoteknik Tambang Bawah Tanah Geoteknik adalah salah satu dari banyak alat dalam perencanaan atau design tambang.
Data geoteknik harus digunakan secara benar dengan kewaspadaan dan dengan asumsiasumsi serta batasan-batasan yang ada untuk dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan. 4.1.1. Peralatan Geoteknik Adapun peralatan yang dibawa oleh tim geoteknik dalam pengambilan data di lapangan yaitu kompas geologi, palu geologi, laser distance meter, meteran, schmidth hammer dan geotechnical mapping form. Fungsi dari peralatan tersebut akan dijelaskan dibawah ini dan gambar merupakan hasil dokumentasi di lapangan. 1.
Kompas Geologi, berfungsi untuk mengukur dip dan dip direction pada suatu struktur batuan seperti perlapisan dan kekar serta arah heading. Kompas yang dipakai oleh tim geoteknik PT. Natarang Mining yaitu Brunton 5008.
Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008
2.
Palu Geologi, digunakan sebagai alat untuk memeriksa kekerasan batuan dan untuk memeriksa jenis dari batuan tersebut. Palu yang digunakan oleh tim geoteknik yaitu type pick point yang memiliki ujung runcing, biasa digunakan untuk tipe batuan keras atau padat (masif) seperti batuan beku dan batuan metamorf.
Gambar 4.2 Palu Geologi
3.
Laser Distance Meter, merupakan alat ukur digital yang digunakan untuk mengukur jarak suatu titik ke objek lain. Penggunaan laser distance meter bertujuan untuk mempermudah tim geoteknik dalam pengukuran jarak dari wall station menuju heading.
Gambar. 4.3 Leica Disto A5
4.
Meteran, digunakan sebagai alat untuk mengukur struktur batuan dan lebar lubang bukaan stope. Meteran juga digunakan dalam pengukuran jarak antara kedua permukaan bidang kekar dan material pengisinya.
Gambar 4.4 Meteran
5.
Schmidt Hammer, perangkat untuk mengukur kuat tekan kekuatan batuan di lapangan terutama permukaan kekerasan dan ketahanan penetrasi. Metode pengujian dengan schmidt hammer dilakukan dengan memberikan beban intact (tumbukan) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa tersebut pada saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat memberikan indikasi kekerasan batuan. Karena kesederhanaannya, pengujian dengan menggunakan alat ini sangat cepat, sehingga dapat mencakup area pengujian yang luas dalam waktu yang singkat.
Gambar 4.5 Schmidt Hammer
6.
Geotechnical mapping form, digunakan untuk mencatat hasil dari klasifikasi massa batuan. Dalam form ini terdapat beberapa parameter klasifikasi massa batuan seperti Q system yang meliputi rock quality designation, joint number, joint roughness, joint alteration, joint water reduction factor dan stress reduction factor. Pada metode RMR tedapat parameter IRS (Intact Rock Strength), rock quality designation, joint spacing, joint persistence, joint aperture, joint roughness, infilling material, joint weathering,
ground water dan joint orientation. Dalam form ini, disertakan juga gambar heading yang bertujuan untuk mempermudah tim geoteknik dalam membuat sketsa kekar .
Gambar 4.6 Geotechnical Form Mapping
4.1.2. Pengambilan Data Dalam pengamatan ini digunakan metode scanline sampling untuk pengambilan data. Metode ini dapat
digunakan untuk mengetahui orientasi bidang diskontinuitas pada
permukaan yang
dianggap mewakili orientasi bidang diskontinuitas batuan secara
keseluruhan sekaligus klasifikasi massa batuan pada lokasi pengamatan. Gambar 4.7 memperlihatkan sketsa pengukuran bidang diskontinu dengan metode scanline, dimana J1 merupakan jarak semu antar kekar yang berpasangan, d1 merupakan jarak sebenarnya antar kekar dan ɵ adalah sudut yang dibentuk antara garis scanline dan garis normal (garis tegak lurus antar kekar yang berpasangan).
Gambar 4.7 Sketsa Pengukuran Bidang Diskontinuiti dengan Metode Scanline (Kramadibrata, 1996)
Secara sistematik, teknik pengambilan data dalam pegamatan ini meliputi :
Pengukuran jarak, dip dan dip direction bidang diskontinuitas Penentuan joint condition. Penentuan tingkat kekasaran dari bidang diskontinuitas Penentuan material pengisi bidang diskontinuitas Penentuan tipe joint, panjang joint dan kondisi umum kelembaban air pada terowongan. Diskontinuitas yang berupa rekahan dan beberapa dengan material pengisi (gouge)
yang melewati garis pengamatan yang akan diambil datanya, Data hasil dari scanline berupa orientasi kekar dapat dilihat pada subbab 4.1.3. Gambar 4.8 memperlihatkan kegiatan pengukuran struktur bidang pada dinding terowongan, yaitu pengukuran dip dan dip direction.
Gambar 4.8 Kegiatan pengukuran struktur dengan metode scanline
Gambar 4.9 memperlihatkan posisi strike, dip dan dip direction suatu struktur bidang (kekar). Dip adalah derajat yang dibentuk antara bidang planar dan bidang horizontal yang arahnya tegak lurus dari garis strike. Bidang planar ialah bidang yang relatif lurus, contohnya ialah bidang perlapisan, bidang kekar, bidang sesar, dll. Dip direction adalah arah tegak lurus jurus yang sesuai dengan arah miringnya bidang yang bersangkutan dan diukur dari arah utara.
Gambar 4.9 Definisi Strike, Dip dan Dip Direction
Gambar 4.10 Sketsa lokasi pengamatan
Lokasi pengamatan dan pengukuran dilakukan pada 2 lokasi yaitu pada dinding dan heading pada terowongan, Gambar 4.10
merupakan sketsa lokasi pengamatan dan
data yang
didapatkan dari hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Parameter
Kondisi Kekar
Arah garis pengukuran Panjang Scanline Jenis Batuan Point Load Strength Index Jumlah Kekar Jumlah Pasangan Kekar Jarak Antar Kekar Lebar Bukaan Kekar Kekasaran Bidang Kekar Jarak Antar Permukaan Bidang Kekar Panjang Kekar Material Pengisi Kekar Tingkat Pelapukan Kekar Tingkat Perubahan Bidang Kekar
Rock Quality Designation (RQD). Keadaan Air Tanah Arah Orientasi Kekar
Kondisi Terowongan
Lokasi Pengukuran L3-2W- SPV-W L3 SPV-2W-W50 (Dinding Terowongan) N325oE 6m Vein Breccia Weak Clay 1.23 Mpa 36 > 4 pasang (random) 60-200 mm 1-5 mm halus dan rata.
(Heading) N50oE 2m Vein Breccia Weak Clay 1.23 Mpa 13 >4 pasang (random) <20 mm 1-5 mm halus dan rata.
1-5 mm
1-5 mm
1-3 m Clay dengan tebal 3 mm Lapuk sedang
4m Clay dengan tebal 3 mm Lapuk sedang
Kekar mengalami perubahan (ter-alterasi) dan tercampur clay
Kekar mengalami perubahan (ter-alterasi) dan tercampur clay
55 % 15% Ada tetesan air dari roof, Ada tetesan air dari roof, dinding basah dinding basah jurus kekar searah jurus kekar searah dengan sumbu dengan sumbu terowongan dengan dip terowongan dengan dip 75o 80 o Terdapat satu zona lemah yang terisi dengan material clay Kedalaman 87 m dari permukaan Lebar Span 2.3 m Lebar Span 2.3 m
4.1.3. Pengolahan Data Dari data yang di dapat, selanjutnya dilakukan pengolahan data untuk mendapatkan pembobotan kelas massa batuan berdasarkan RMR dan Q system serta rekomendasi penyangga yang digunakan. Dalam menggunakan klasifikasi massa batuan, sangat disarankan untuk menggunakan lebih satu metode klasifikasi, agar dapat digunakan sebagai pembanding atas hasil yang diperoleh dari tiap metode.
1. Klasifikasi Massa Batuan a. Rock Mass Rating (RMR) Metode Rock Mass Rating (RMR) dari Bieniawski (1989) merupakan sistem klasifikasi massa batuan yang diaplikasikan baik pada perencanaan tambang bawah tanah maupun perencanaan tambang terbuka serta bangunan terowongan sipil. Parameter yang diperhitungkan dalam sistem RMR, yaitu kuat tekan batuan utuh (Strength of intact rock material/ IRS), rock quality designation (RQD), jarak antar spasi kekar (spacing of discontinuities/ Js), kondisi kekar (condition of discontinuities), kondisi air tanah (groundwater conditions/ GW), orientasi kekar (joint orientation/ Jo). Adapun pembobotan dari nilai parameter RMR pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada tabel 4.2.