2
1
i
Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Qur'an dan As-Sunnah Referensi Tertinggi Ummat Islam. hal: 15
Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Qur'an dan As-Sunnah Referensi Tertinggi Ummat Islam. hal: 62-63
Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 70
Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 71-75
Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 76
Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 77
Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Qur'an dan As-Sunnah Referensi Tertinggi Ummat Islam. hal: 68
Disebutkan oleh as-Suyuth di dalam ad-Durr al-Mantsur
Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Qur'an dan As-Sunnah Referensi Tertinggi Ummat Islam. hal: 68-69
Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Qur'an dan As-Sunnah Referensi Tertinggi Ummat Islam. hal: 70
Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 107
Nuruudin 'Itr. 2012. Ulumul Hadits. Hal: 79
Nuruudin 'Itr. 2012. Ulumul Hadits. Hal: 79
Nuruudin 'Itr. 2012. Ulumul Hadits. Hal: 82-83
http://muhammadrizalhsb.blogspot.com/2012/03/sejarah-pemikiran-inkarussunnah.html
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1995, hlm 87
Al-A'zhami, Dirosat fi Al-Hadist An-Nabawi… jilid 1,hlm.26
Al-Hakim. Al-Mustadrak 'ala Ash-Shahihain. Beriut: Dar Al-Ma'rifat. t.t Juz I. hlm 109-110; Al-Khatib Al-Baghdadi. Al-Kifayah fi'lm Ar-Riwayah. t.tp.: Al-Maktabah Al'Ilmiyah. 1358 H. hlm. 11; lihat Azami. Studies In Early Hadith Literature. Terj. Ali Mustafa Yaqub. Jakarta: pustaka Firdaus.2000. hlm. 57-58
Al-Hakim. Al-Mustadrak 'ala Ash-Shahihain. Beriut: Dar Al-Ma'rifat. t.t Juz I. hlm 109-110; Al-Khatib Al-Baghdadi. Al-Kifayah fi'lm Ar-Riwayah. t.tp.: Al-Maktabah Al'Ilmiyah. 1358 H. hlm. 11; lihat Azami. Studies In Early Hadith Literature. Terj. Ali Mustafa Yaqub. Jakarta: pustaka Firdaus.2000. hlm.59-62
HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA
Makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Studi Hadits
yang dibina Bapak Abd. Rozaq, M. Ag
oleh
Okki Anugerah Putra Mahardika (13670011)
Ratih Hefia R. (13670036)
Mutholiatul Masyrifah (13670037)
Atina Yuliandari (13670040)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama".
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Bapak Abd. Rozaq, M. Ag selaku dosen pembina matakuliah Studi Hadits.
Orangtua kami yang senantiasa memberikan motivasi, fasilitas dan segala sesuatunya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Terakhir kepada semua pihak yang tak sempat disebutkan namanya, yang juga telah berjasa terhadap penulis dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, sehingga kritik serta saran yang membangun penulis harapkan dari pembaca. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, 8 September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar (i)
Daftar Isi (ii)
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang (1)
Rumusan Masalah (1)
Tujuan (2)
Bab II Pembahasan
2.1 Kedudukan Hadits dalam Agama Islam (3)
2.2 Fungsi Hadits terhadap Al-Qur'an (6)
2.3 Definisi dan Sejarah Perkembangan Ingkar As-Sunnah (8)
Bab III Penutup
3.1 Simpulan (19)
3.2 Saran (19)
Daftar Pustaka (20)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam merupakan agama Allah yang diturunkan bersama dengan kitab suci dan rasul-Nya yang terakhir, untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya dengan izin Tuhan mereka menuju ke jalan Tuhan yang Maha Agung dan Maha Terpuji.
Hukum Islam merupakan kumpulan sejumlah beban kewajiban dan ajaran-ajaran yang diserukan oleh Rasulullah saw dan disampaikan kepada umatnya sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Allah-melalui kitab suci-Nya atau lidah Rasul-Nya. Hukum-hukum Islam tidak terbatas pada sisi praktis atau penerapan hukum syari'at berupa ibadat dan mu'amalat saja, yang tertuang dalam ilmu fiqih; tidak pula terbatas pada sisi teoritisnatau aqidah saja, yang tertuang dalam ilmu tauhid atau kalam; atau tidak tidak juga terbatas pada bidang keruhanian yang tercakup dalam ilmu tasawuf atau akhlak. Tetapi, Islam mencakup semua bidang-bidang itu secara seimbang, sempurna, dan teratur.
Seluruh ummat Islam telah menerima faham, bahwa Hadits Rasulullah saw itu sebagai pedoman hidup yang utama, setelah Al-Qur'an. Tingkahlaku manusia yang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, tidak diterangkan cara mengamalkannya, tidak diperincikan menurut petunjukkan dalil yang masih utuh, tidak dikhususkan menurut petunjuk ayat yang masih muthlaq dalam Al-Qur'an, hendaklah dicarikan penyelesaiannya dalam al-Hadits. Dengan demikian penting bagi umat muslim untuk mempelajari Hadits. Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas mengenai Hadits sebagai sumber ajaran agama yang meliputi; kedudukan Hadits, fungsi Hadits terhadap Al-Qur'an, dan ingkar as-sunnah.
Rumusan Masalah
Bagaimana kedudukan Hadits dalam agama Islam?
Apa fungsi Hadits terhadap Al-Qur'an?
Apa yang dimaksud dengan ingkar as-sunnah ?
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk,
Mengetahui kedudukan Hadits dalam agama Islam.
Mengetahui fungsi Hadits terhadap Al-Qur'an.
Mengetahui definisi dan sejarah perkembangan ingkar as-sunnah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kedudukan Hadits dalam Agama Islam
Al-Qur'an dan Hadits merupakan dua sumber untuk mengenali hukum dan ajaran Islam yang berkaitan dengan aqidah, konsep, ibadat, penetapan hukum, akhlak, adab sopan santun, dan bidang-bidang kehidupan lainnya. Oleh sebab itu, kita dianjurkan untuk memahami Al-Qur'an dan Hadits dengan pemahaman yang benar.
Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi Islam setelah Al-Qur'an. Al-Qur'an merupakan undang-undang yang memuat pokok-pokok dan kaidah-kaidah mendasar bagi Islam, yang mencakup bidang aqidah, ibadah, akhlaq, muamalah, dan adab sopan santun. Hadits merupakan penjelasan teoritis dan praktik aplikatif bagi Al-Qur'an. Semua ini berdasarkan perintah Al-Qur'an, berdasarkan perintah sunnah, ijma' umat, dan akal serta pandangan manusia.
Dalil Al-Qur'an
Al-Qur'an, selain mewajibkan umat Islam taat kepada-Nya, juga mewajibkan taat kepada rasul-Nya. Allah berfirman:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya." (Q. S An-Nisa[4]: 59).
Selain itu, Allah juga menyamakan antara taat kepada Nabi sebagai bentuk taat kepada Allah, yakni dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 80, An-Nur ayat 54, Al-A'raf ayat 158.
Artinya: "Barangsiapa menaati rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah..." (Q. S An-Nisa ayat 80)
Artinya: "...dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk..."
Lebih dari itu, ketaatan pada rasul merupakan salah satu indikasi kecintaan dan ampunan Allah SWT, hal ini ada dalam Al-Qur'an surat Ali imran: 31, Al-Hsyr: 7, Al-Anfal: 24, An-Nur: 63, serta ayat-ayat Al-Qur'an lain yang mendukung adanya Hadits.
Dalil Hadits
Ada banyak hadits yang mewajibkan kita taat kepada rasul. Sebagai contoh adalah hadits riwayat Abu Hurairah berikut ini;
Rasulullah bersabda;
كل أمتي يدخلون الجنة الا من أبى من أطاعني دخل الجنة ومن عصا ني فقد أبى
Artinya: "Semua umatku akan masuk surga, kecuali orang yang tidak mau. Dikatakan kepada beliau, "siapakah mereka itu, wahai rasulullah?" Rasul menjawab, "siapa yang taat kepadaku, ia akan masuk surga, dan orang yang tidak taat kepadaku adalah orang yang tidak mau masuk surga." (H. R. Al-Bukhari)
Ada juga Hadits yang yang dikatakan Nabi ketika sedang haji wada', yakni riwayat Ibn Abbas yang dinilai sahih oleh Hakim serta disepakati Adz-Dzahabi,
اني قد تركت فيكم ما ان أخذتم به لن تضلوا كتابالله وعترتي أهل بيتي
Artinya: "telah aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, kalian tidak akan tersesat, yakni kitabullah (Al-Qur'an) dan 'itrahk ahlul-baitku." (H. R. Al-Hakim).
Ijma' sahabat dan Umat setelah mereka
Para sahabat Rasulullah saw telah melakukan ijma' untuk merujuk kepada sunnah dan menenmpatkannya sebagai satu sumber hukum syari'at yang mendampingi Al-Qur'an. Diantaranya ialah para khulafa' rasyidin, dan orang-orang yang datang setelah mereka, yang menyatakannya dengan perkataan maupun perbuatan.
Abdu bin Humaid, Nasa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Baihaqi meriwayatkan bahwa Khalid Ibnu Usaid berkata kepada Abdullah Ibnu Umar: "sesungguhnnya kami menemukan shalat al-Hadhar bagi orang yang tidak bepergian dan shalat khawf (shalat dalam keadaaan waspada saat peperangan) di dalam Al-Qur'an tetapi kami tidak menemukan shlat as-safar (bagi orang bepergian)? Ibnu Umar berkata, "wahai anak saudaraku, sesungguhnya Allah mengutus Muhammad saw kepada kita saat kita tidak mengetahui sesuatu. Dan sesungguhnya kita melakukanya, dan meng-qashar shalat di dalam perjalanan sebagai satu sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah saw."
Pada zaman kekhalifahan Abu Bakar, ada seorang nenek tua datang kepadanya setelah kematian cucunya, meminta bagian warisan dari cucunya. Maka Abu Bakar berkata, "Aku tidak menemukan sedikit bagian pun untukmu di dalam Kitabullah. Dan aku juga tidak pernah mendengarkan Rasulullah saw menyebutkan suatu bagian untukmu." Kemudian Abu Bakar bertanya kepada orang-orang yang hadir di situ. Maka berdirilah al-Mughirah bin Syu'bah dan berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw memberinya bagiansebanyak seperenam." Abu Bakar bertanya kepadanya, "Apakah ada seorang saksi bersama dirimu?" Kemudian Muhammad bin Maslamah bersaksi untuk masalah itu, lalu Aabu Bakar melaksanakannya.
Tindakan yang sama diteruskan oleh para sahabat, tabiin, para fuqaha ditiap kota-kota besar, para imam madzhab yang diikuti oleh pengikut dan murid-murid mereka. Hingga pada akhirnya sunnah/hadits menjadi sumber hukum yang sangat kaya bagi semua kalangan, dalam berbagai bidang fiqih.
2.2 Fungsi Hadits terhadap Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah asas, fondasi, dan tiang syariah, sedangkan hadits adalah penjelasnya. Oleh karena itu, hadits dianggap sebagai referensi kedua setelah Al-Qur'an. Kedudukannya setingkat di bawah Al-Qur'an. Fungsi hadits sebagai penjelas (mubayyin) Al-Qur'an, baik dengan cara merinci yang masih global, mengkhususkan ketentuan yang masih umum, atau memberikan syarat bagi ketentuan yang masih mutlak, dan sebagainya.
Berikut ini merupakan uraian dari fungsi hadits terhadap Al-Qur'an,
Bayan al-Tafsir
Yang dimaksud bayan at-tafsir memberikan perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang masih mujmal, memberikan taqyid (persyaratan) terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang masih mutlaq, dan memberikan taksis (penentuan khusus) terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang masih umum.
Di antara contoh bayan at-tafsir mujmal adalah seperti hadits yang menerangkan ke-mujmal-an ayat-ayat tentang perintah Allah SWT untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan haji. Ayat-ayat Al-Qur'an yang menjelaskan masalah ibadah tersebut masih bersifat global atau secara garis besar saja. Contohnya, kita diperintahkan shalat, namun Al-Qur'an tidak menjelaskan bagaimana tata cara shalat, tidak menerangkan rukun-rukunnya dan kapan waktu pelaksanaannya. Semua ayat tentang kewajiban shalat tersebut dijelaskan oleh Nabi saw, dengan sabdanya,
صلوا كمارأيتموني أصلي
Artinya: "Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat." (H. R. Bukhari)
Bayan al-Tasyri'
Yang dimaksud dengan bayan at tasyri' adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Qur'an. Bayan ini disebut juga bayan zaid 'ala Al-Kitab Al-Karim. Hadis Rasulullah SAW. dalam segala bentuknya (baik yang qauli, fi'il maupun taqriri) berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Beliau berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan memberikan bimbingan dan menjelaskan persoalannya.
Bayan al-Taqrir
Bayan at-taqrir disebut juga bayan at-ta'kid dan bayan al-isbat. Yang dimaksud dengan bayan ialah menetapkan dan meperkuat apa yang telah diterangkan dalam Al-Qur'an. Fungsi Al-hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-Qur'an. Contoh bayan at-taqrir adalah hadits Nabi saw yang memperkuat firman Allah Q. S. Al-Baqarah[2]: 185 yaitu,
Artinya: "...Karena itu, barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah berpuasa..."
Ayat di atas di taqrir oleh hadits Nabi SAW, yaitu:
اذرأيتموهفصومواواذارأيتموه فأفطروا
Artinya : "...Apabila kalian melihat (ru'yat) bulan, berpuasalah, begitu pula apabila melihat (ru'yat) bulan itu, berbukalah..." (H.R. Muslim dari Ibnu Umar)
Bayan an-Nasakh
Kata an-nasakh dari segi bahasa memiliki bermacam-macam arti, yaitu al-itbat (membatalkan) atau al-ijalah (menghilangkan), atau taqyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan an-nasakh ini melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam mentaqrifkannya. Hal ini pun terjadi pada kalangan ulama mutaakhirin dengan ulama mutaqadimin. Menurut ulama mutaqqadimin, yang disebut bayan an-nasakh ialah adanya dalil syara' (yang dapat menghapus ketentuan yang telah ada), karena datangnya kemudian.
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa ketentuan yang datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang datang terdahulu. Hadis sebagai ketentuan yang datang kemudian dari Al-Qur'an, dalam hal ini, dapat menghapus ketentuan dan isi kandungan Al-Qur'an. Demikianlah menurut ulama yang menganggap adanya fungsi bayan an-nasakh. Imam Hanafi memebatasi fungsi bayan ini terhadap hadis-hadis yang mutawatir dan masyur, sedangkan terhadap hadis ahad, ia menolaknya.
2.3 Ingkar As-Sunnah
a. Definisi Ingkar As-Sunnah
Ingkar as- sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun keseluruhan.
Penyebutan Ingkar as- sunnah tidak semata- mata berarti penolakan total terhadap sunnah. Penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk dalam kategori ingkar as- sunnah, termasuk di dalam penolakan yang berawal dari sebuah konsep berpikir yang janggal atau metodologi khusus yang diciptakan sendiri oleh segolongan orang baik masa lalu maupun sekarang sedangkan konsep tersebut tidak dikenal dan diakui oleh ulama hadis dan fiqh.
Ada 3 jenis kelompok ingkar as- sunnah. Pertama, kelompok yang menolak hadis hadis Rasulullah SAW secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang menolak hadis hadis yang tak disebutkan dalam Al- Quran secara tersurat maupun tersirat. Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadis-hadis mutawatir ( diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang periodenya, tak mungkin mreka berdusta) dan menolak hadis-hadis Ahad ( tidak mencapai derajat mutawatir) walaupun sahih. Mereka beralasan dengan ayat ,
Artinya: "dan mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan, dan sesungguhnya dugaan itu tidak berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran."( Q. S. Surat An Najm [53]: 28)
Mereka berhujjah dengan ayat itu, tentu saja menurut penafsiran model mereka sendiri.
b. Sejarah Perkembangan Ingkar As-Sunnah
Selain berbagai ajaran dan pemahaman yang membuat para inkar al-sunnah hanya mau beriman kepada Al-Qur'an, dan menerima Al-Qur'an saja sebagai satu-satunya kitab sumber syari'at, mereka juga mempunyai alasan kenapa menolak sunnah Rasulullah SAW, meskipun pengakuan mereka sebetulnya yang mereka tolak adalah hadist-hadist yang dinisbatkan kepada Nabi, sebab hadist-hadist tersebut menurut mereka merupakan perkataan yang dikarang oleh orang-orang setelah Nabi. Dengan kata lain hadist-hadist tersebut adalah buatan manusia.
Setidaknya ada sembilan alasan mengapa mereka menolak hadist-hadist Nabi, yaitu:
1. Yang dijamin Allah hanya Al-Qur'an, bukan Sunnah
2. Nabi sendiri melarang penulisan hadist
3. Hadist baru dibukukan pada abad kedua hijriyah
4. Banyak pertentangan antara hadist satu dengan hadist yang lain
5. Hadist adalah buatan manusia
6. Hadist bertentangan de ngan Al-Qur'an
7. Hadist merupakan sandaran dari umat lain
8. Hadist membuat umat terpecah-belah
9. Hadist membuat umat islam mundur dan terbelakang
Selain itu yang melatarbelakangi penolakan mereka terhadap sunnah adalahadalah ketidak fahaman mereka sendiri tentang ilmu hadits baik pada masa lalu maupun sekarang. Termasuk didalamnya adalah kelompok Inkar al-Sunnah yang ada di Indonesia dan Malasyia. Selain itu ketidaktahuan mereka atas makna al-Qur'an, ilmu tafsir dan bahasa Arab juga mendorong munculnya kelompok inkar al-sunnah tersebut.
Sejarah inkar perkembangan inkar al-sunnah hanya terjadi dua masa, yaitu masa klasik dan masa modern. Menurut Prof. Dr. M. Musthafa Al-Azmi, sejarah inkar al-sunnah klasik terjadi pada masa Asy-Syafi'ie (w.204 H) abad ke-2 H/7M, kemudian hilang dari peredarannya selama lebih kurang 11 abad. Kemudian pada abad modern inkar al-sunnah timbul kembali di India dan Mesir dari abad 19 M/13 H sampai pada masa sekarang. Sedang pada masa pertengahan, inkar al-sunnah tidak muncul kembali, kecuali Barat mulai meluaskan kolonialismenya ke Negara-negara islam dengan menaburkan fitnah dan mencoreng citra agama islam.
Argumentasi Ingkar As-Sunnah
Sebagai suatu paham atau aliran, inkar al-sunnah baik yang klasik maupun yang modern memiliki argumen-argumen yang dijadikan pegangan oleh mereka. tanpa argumen-argumen itu, barangkali pemikiran itu tidak mempunyai pengaruh apa-apa. Berkut ini akan dijelaskan argumen-argumen mereka dan sanggahan para ulama ahli hadist terhadap mereka.
Agama bersifat konkret dan pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada suatu hal yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai sunnah, berarti landasan agama itu tidak pasti. Al-Qur'an yang kita jadikan landasan agama itu bersifat pasti, seperti dituturkan dalam ayat berikut:
الم. ذلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيْهِ, هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ (البقرة : 1-2)
Artinya: "Alif Laam Miim. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah (2): 1-2)
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ هُوَ الحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ (فاطر :31)
Artinya: "Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab sebelumnya." (QS. Al-Faathir (35):31)
Sementara apabila agama islam itu bersumber dari hadist, ia tidak akan memiliki kepastian sebab keberadaan hadist, khususnya hadist ahad- bersifatdhanni (dugaan yang kuat), dan tidak sampai pada peringkat pasti. Karena itu, apabila agama Islam berlandaskan hadist disamping Al-Qur'an, Islam akan bersifat ketidak pastian. Dan ini dikecam oleh Allah dalam firmannya,
وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا (النجم :28)
Artinya: "Sedangkan sesungguhnya persangkaan itu tiadalah berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran." (QS. An-Najm (53): 28)
Demikianlah, argumen pertama inkar al-sunnah, baik yang klasik maupun yang modern, seperti diungkapkan oleh Taufiq Sidqi (Mesir) dan Jam'iyah Ahl Al-Qur'an (Pakistan)[46]
Al-Qur'an Sudah Lengkap
Dalam syari'at Islam, tidak ada dalil lain, kecuali Al-Qur'an. Allah SWT berfirman,
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ (الأنعام :38)
Artinya: " Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun dalam Al-Kitab (Al-Qur'an)." (QS. Al-An'aam(6):38)
Jika kita berpendapat Al-Qur'an masih memerlukan penjelasan, berarti kita secara tegas mendustakan Al-Qur'an dan kedudukan Al-Qur'an yang membahas segala hal secara tuntas. Padahal, ayat di atas membantah Al-Qur'an masih mengandung keekurangan. Oleh karena itu, dalam syari'at Allah tidak mungkin diambil pegangan lain, kecuali Al-Qur'an. Argumen ini dipakai oleh Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah[47].
Al-Qur'an Tidak Memerlukan Penjelas
Al-Qur'an tidak memerlukan penjelasan, justru sebaliknya Al-Qur'an merupakan penjelasan terhadap segala hal. Allah SWT berfirman,
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِيْنَ (النحل : 89)
Artinya: "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (QS. An-Nahl (16):89)
وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلًا (الأنعام :114)
Artinya: "Dan Dialah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu dengan teperinci." (QS. Al-An'am: 114)
Ayat-ayat ini dipakai dalil oleh para pengingkar Sunnah, baik dulu maupun kini. Mereka menganggap Al-Qur'an sudah cukup karena memberikn penjelasan terhadap segala masalah. Mereka adalah orang-orang yang menolak hadist secara keseluruhan, seperti Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.
Selain tiga argument yang telah disebutkan diatas, terdapat beberapa argument lain yang dipakai oleh para pengingkar sunnah diantaranya yaitu:
Al-Qur'an diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat jibril dalam bahsa arab. Orang-orang yang memiliki pengetahuan bahsa arab mampu memahami Al-Qur'an secara langsung tanpa bantuan penjelasan dari hadis Nabi. Dengan demikian hadis Nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk Al- Qur'an.
Dalam sejarah, umat islam telah mengalami berbagai kemunduran disegala bidang. Umat islam mundur karena mereka terpecah belah menjadi berbagai golongan dan firqoh-firqoh yang beraneka macam ragamnya. Perpecahan itu terjadi karena umat islam berpegang pada hadis nabi. Jadi menurut pengingkar As-Sunnah hadist Nabi merupakan sumber kemunduran umat islam. Agar umat islam maju, maka umat islam harus meninggalkan hadist Nabi.
Asal mula hadis Nabi yang dihimpun dalam kitab-kitab hadis adalah dongeng-dongeng semata. Dinyatakan demikian karena hadis nabi lahir setelah lama wafat Nabi. Dalam sejarah sebagian hadis baru muncul pada zaman tabi'in dan atba' at tabi'in yakni pada tahun sekitar 40 atau lima puluh tahun sesudah Nabi wafat. Kitab-kitab hadis yang terkenal misalnya, shahih al-bukhori dan shahih muslim, adalah kitab-kitab yang menghimpun berbagai hadis palsu. Disamping itu banyak matan hadist yang termuat dalam berbagai kitab hadist, isinya bertentangan dengan Al-Qur'an ataupun logika.
Menurut dokter Taufik Sidqi tiada satupun hadis nabi yang dicatat pada zaman Nabi. Pencatatn hadis terjadi setelah Nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadis itu, manusia berpeluang untuk mempermaiankan an merusak hadis sebagaimana yang telah terjadi.
Menurut para pengingkar as sunnah, kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadis sangat lemah untuk menentukan kesahihan hadis dengan alasan
Dasar kritik sanad itu, yang dalam ilmu hadis dikenal dengan istilah ilmu jarh wa at ta'dil (ilmu yang membahas ketercelaan dan keterpujian para periwayat hadis) baru muncul setelah satu setengah abad Nabi wafat. Dengan demikian para periwayat generasi sahabat Nabi, al tabi'in dan atba' at tabi'in tidak dapat ditemui dan diperiksa lagi[48].
Bantahan Para Ahli Terhadap Argumentasi Inkar Al-Sunnah
Argumen-argumen para pengingkar sunnah mendapat bantahan yang tegas dari para ulama. Diantara bantahan tersebut:
Bantahan terhadap Argumen Pertama
Alasan mereka bahwa Sunnah itu dhanni (dugaan kuat) sedang kita diharuskan mengikuti yang pasti (yakin), masalahnya tidak demikian. Sebab, Al-Qur'an sendiri meskipun kebenaranya sudah diyakini sebagai Kalamullah,tidak semua ayat memberikan petunjuk hukum yang pasti sebab banyak ayat yang pengertiannya masih dhanni (dhanni ad-dalalah). Bahkan orang yang memakai pengertian ayat seperti ini juga tidak dapat meyakinkan bahwa pengertian itu bersifat pasti (yakin). Dengan demikian, berarti ia juga tetap mengikuti pengertian ayat yang masih bersifat dugaan kuat (dhanni ad-dalalah) adapun firman Allah SWT,
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّاً إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا (يونس :36)
Artinya: "Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti, kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu sedikitpun tidak berguna untuk mencapai kebenaran. (Q.S. Yunus:36)
Yang dimaksud dengan 'kebenaran' (al-haq) disini adalah masalah yang sudah tetap dan pasti. Jadi, maksud ayat ini selengkapnya adalah, bahwa dhanni tidak dapat melawan kebenaran yang sudah tetap dengan pasti, sedangkan dalam hal menerima hadis, masalahnya tidak demikian.
Untuk membantah orang-orang yang menolak hadis ahad, Abu Al-Husain Al-Bashri Al-Mu'tazili mengatakan, "Dalam menerima hadis-hadis ahad, sebenarnya kita memakai dalil-dalil yang pasti yang mengharuskan untuk menerima hadis-hadis itu". Jadi, sebenarnya kita tidak memakai dhann yang bertentangan dengan haq, tetapi kita mengikuti atau memakai dhann yang memang diperintahkan Allah.
Para ingkar Sunnah juga mengkritik Imam Syafi'i yang menetapkan hukum dengan hadis ahad yang bersifat dhann. Mereka bertanya, "Apakah ada dalil yang bersifat dhann yang dapat menghalalkan suatu masalah yang sudah diharamkan dengan dalil qath'i (pasti dan yakin)?" Imam Syafi'i menjawab, "Ya, ada". Mereka bertanya lagi, "apakah itu?" Imam Syafi'i menjawab dengan melontarkan pertanyaan, "Bagaimana pendapatmu tentang orang membawa harta yang ada disebelah saya ini, apakah orang itu haram dibunuh dan hartanya haram dirampas?" mereka menjawab, "Ya demikian, haram dibunuh dan hartanya haram dirampas." Imam Syafi'I bertanya lagi, "Apabila ternyata ada dua saksi yang mengatakan bahwa orang tersebut baru membunuh orang lain dan merampok hartanya, bagaiman pendapatmu?" mereka menjawab, "Ia mesti di qisas dan hartanya harus dikembalikan kepada ahli waris yang terbunuh." Imam Syafi'i bertanya lagi, "Apakah tidak mungkin dua orang saksi tersebut bohong atau keliru?" mereka menjawab, "Ya, mungkin" "Kalau begitu, kata Imam Syafi'I selanjutnya,"Kamu telah membolehkan membunuh (mengqisas) dan merampas harta dengan dalil yang dhanni,padahal dua masalah itu sudah diharamkan dengan dalil yang pasti." "Ya", komentar mereka lagi, "Karena kita diperintahkan untuk menerima kesaksian".
Bantahan terhadap Argumen kedua dan ketiga
Kelompok pengingkar Sunnah, baik pada masa lalu maupum belakangan, umumnya kekurangan waktu dalam mempelajari Al-Qur'an. Hal itu karena mereka kebanyakan hanya memakai dalil ayat 89 surat An-Nahl, yaitu,
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِيْنَ (النحل :89)
"rtinya: "Dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu danpetunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri" (Q.S. An-Nahl: 89)
Padahal, dalam ayat 44 surat An-Nahl itu juga, Allah berfirman,
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ (النحل :44)
"rtinya: "Dan kami turunkan kepada Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan" (Q.S. An-Nahl:44)
Apabila Allah sendiri yang menurunkan Al-Qur'an itu sudah membebankan kepada Nabi-Nya agar ia menerangkan isi Al-Qur'an, dapatkah dibenarkan seorang muslim menolak keterangan atau penjelasan tentang isi Al-Qur'an tersebut, dan memakai Al-Qur'an sesuai pemahamanya sendiri seraya tidak mau memakai penjelasan-penjelasan yang beraasal dari Nabi SAW? Apakah ini tidak berati percaya kepada sejumlah ayat Al-Qur'an dan tidak percaya kepada ayar-ayat yang lain? Allah SWT berfirman,
أَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍ, فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فيِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا,
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدَّوْنَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ, وَمَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ (البقرة :85)
Artinya: "Apakah kamu beriman pada sebagian Al-Kitab dan ingkar kepada sebagian yang lain? Tiada balasan bagi orang yang berbuat demikian diantara kamu, melainkan kenistaandalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka, dikembalikan pada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari yang kamu perbuat". (Q.S. Al-Baqarah: 85)
Sedangkan argument mereka dengan ayat 38 surat Al-An'aam,
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ (الأنعام :85)
Artinya: "Dan tidaklah kami alpakan sesuatupun dalam Al-kitab." (Q.S. Al-An'aam: 38)
Hal itu tidak pada tempatnya sebab Allah juga menyuruh kita untuk memakai apa yang disampaikan oleh Nabi SAW, seperti dalam firman-Nya,
وَمَا اتكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهكُمْ عَنْهُ فَاْنتَهُوا (الحشر :7)
Artinya: "Dan apa yang diberikan Rosul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah" (Q.S. Al-Hasyr: 7)
Allah SWT juga berfirman,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ, وَمَنْ يَعْصِ
اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَللًا مُّبِيْنًا (الأحزاب : 36)
Artinya: "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi prempuan mukminah, apabila Allah dan Rosul-Nya, telah menetapkan suatu ketetapan mereka mempunyai pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rosul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat yang nyata." (Q.S. Al-Ahzab)
Berdasarkan teks Al-Qur'an Rasulullah SAW sajalah yang memberi tugas untuk menjelaskan kandungan Al-Qur'an, sedangkan kita diwajibkan untuk menerima dan mematuhi penjelasan-penjelasan beliau, baik berupa perintah maupun larangan. Semua ini bersumber dari Al-Qur'an. Kita tidak memasukan unsur lain ke dalam Al-Qur'an sehingga masih dianggap memiliki kekurangan. Hal ini tak ubahnya seperti seorang yang diberi istana yang megah yang lengkap dengan segala fasilitasnya. Akan tetapi, ia tidak mau memakai lampu sehingga pada malam hari, istana itu gelap. Sebab, menurut dia sudah paling lengkap dan tidak perlu ha-hal lain. Apabila istana itu dipasang lampu-lampu dan yang lain-lain, berarti dia masih memerlukan masalah lain sebab kabel-kabel lampu mesti disambung dengan pembangkit tenaga listrik di luar. Akhirnya, ia menganggap bahwa gelap yang terdapat dalam istana itu sudah merupakan cahaya.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi Islam setelah Al-Qur'an. Adapun simpulan dari materi dalam makalah ini adalah sebagai berikut,
Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi Islam setelah Al-Qur'an, kedudukannya dibuktikan dengan adanya dalil al-Qur'an, dalil sunnah, dan ijma' para sahabat dan umat setelahnya.
Sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur'an, hadits berfungsi sebagai bayyan (penjelas), diantara jenis bayyan tersebut adalah bayyan at-tafsir, bayyan aat-taqrir, bayyan an-nasakh
Dalam beberapa literature, ada sebagian kelompok masyarakat yang mengingkari Sunnah (hadist) sebagai sumber kedua ajaran agama islam setelah Al-Qur'an. Kelompok ini disebut sebagai kelompok Inkar Al-Sunnah.
Dalam mengingkari Sunnah kelompok ini tentunya mempunyai beberapa argument untuk menguatkan pendapat mereka. Pada intinya argumen mereka menolak ajaran sunnah yang dibawa Rasulullah dan hanya menerima A-Qur'an saja secara terpotong-potong.
Saran
Sumber literatur dalam pembuatan makalah ini masih terbatas, sehingga akan lebih baik apabila makalah ini diperbaiki dengan literatur yang lebihbanyak dari pada yang dipakai oleh penulis saat ini.
Daftar Pustaka
Ahmad, Muhammad dan Mudzakir, Muhammad. 2000. Ulumul Hadits. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Al-A'zhami. Dirosat fi Al-Hadist An-Nabawi… jilid 1
Azami. 2000. Studies In Early Hadith Literature. Terj. Ali Mustafa Yaqub. Jakarta: pustaka Firdaus.
Ismail, Syuhudi. 1995. Kaidah Kesahihan Hadits, Jakarta: Bulan Bintang
Qardhawi, Yusuf. 1997. Al-Qur'an dan As-sunnah Referensi Tertinggi Umat Islam. jakarta: Robbani Press.
Qardhawi, Yusuf. 1990. Pengantar Studi Hadits. Bandung: Pustaka Setia.
http://muhammadrizalhsb.blogspot.com/2012/03/sejarah-pemikiran-inkarussunnah.html